eak

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu Geologi analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Namun, sebelum mahir dalam mengamati batuan, terlebih dahulu kita harus dapat mengenal mineral- mineral yang ada pada batuan tersebut sehingga dalam

Upload: pakalima-manik

Post on 15-Apr-2016

227 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

piu

TRANSCRIPT

Page 1: eak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu Geologi analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-

sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun

batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Mineralogi

optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk

mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara

optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu

berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang

mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim

melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat).

Namun, sebelum mahir dalam mengamati batuan, terlebih dahulu kita

harus dapat mengenal mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut sehingga

dalam penentuan nama mineral kita tidak mengalami kesulitan. Oleh karena hal

tersebut, maka dinilai perlu untuk melakukan praktikum pengamatan batuan

sedimen non karbonat.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan diadakannya Praktikum Petrografi acara Batuan sedimen

non karbonat ini adalah mengamati kenampakan petrografis dari jenis-jenis

batuan sedimen non karbonat.

Page 2: eak

Adapun tujuan diadakannya praktikum batuan sedimen non karbonat ini

adalah :

a. Dapat menentukan nama batuan sedimen non karbonat pada

pengamatan petrografis.

b. Mengetahui jenis-jenis batuan sedimen non karbonat serta mineral-

mineral penyusunnya melalui sayatan tipis

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pratikum ini adalah :

a. Mikrokop polarisasi

b. Alat tulis menulis

c. Pensil warna

d. Sayatan tipis

e. Penuntun praktikum

f. Buku Optical Mineralogy

g. Lembar kerja praktikum

1.4 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah :

a. Letakkan preparat di meja objek, kemudian jepit dengan penjepit

preparat.

b. Sentringkan / memusatkan mineral.

c. Menentukan Perbesaran Lensa Objektif, Okuler, perbesaran total,

bilangan skala dan kedudukan mineral.

Page 3: eak

d. Melakukan pendeskripsian semua mineral yang ada pada medan

pandang

e. Mencatat presentasi kehadiran mineral

f. Menggeser medan pandang ke arah yang lain hingga dua kali

g. Mencatat presentasi kehadiran mineral, lalu merata-ratakannya

h. Memberikan nama batuan

Page 4: eak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perbedaan antara batuan beku, metamorf dan sedimen cenderung bersifat

genetis dibandingkan diskriptif. Batuan sedimen diendapkan lapisan demi lapisan,

terjadi di atas permukaan bumi, pada temperatur dan tekanan yang rendah. Hal ini

sangat berbeda dengan kejadian batuan beku dan metamorf yang terbentuk dengan

pengaruh tekanan dan suhu yang besar di bawah permukaan bumi.

Karena sedimen yang telah terbentuk segera ditutupi oleh sedimen

berikutnya, sehingga pada suatu kedalaman akumulasi sedimen akan menanggung

beban akibat pembebanan sedimen di atasnya. Sedimen akan mengalami

diagenesa dan terbentuklah batuan sedimen.

Pada kedalaman yang besar pada batuan sedimen akan mengalami

tekanan pembebanan dan suhu yang meningkat. Kondisi tertentu mengakibatkan

mineral-mineral batuan sedimen tidak stabil dan beberapa diantaranya berubah

fase menjadi mineral yang lain. Kehadiran mineral Zeolit Ca seperti Laumontit,

menandakan akhir kondisi diagenesa dan berubah menjadi batuan metamorf.

Yang tidak termasuk dalam batuan sedimen adalah akumulasi materail

vulkanik sebagai hasil pengendapan langsung erupsi gunung berapi seperti tuf,

lapili, lapili tuf, dan breksi vulkanik. Batuan tersebut termasuk dalam kelompok

batuan piroklastik yang secara genetis lebih erat hubungannya dengan batuan

beku. Endapan vulkanik yang tererosi, terangkut kemudian terendapkan kembali

barulah termasuk dalam kelompok epiklastik, contohnya breksi, batupasir,

Page 5: eak

batulanau dan batulempung vulkanik. Selanjutnya percampuran antara abu

vulkanik dengan material yang terendapkan pada suatu lingkungan pengendapan

dapat saja terjadi dan ini akan menghasilkan batuan sedimen tufaan (“tuffaceous

sediment”).

2.1 Jenis Batuan Sedimen

Secara umum batuan sedimen terbentuk dengan 3 cara yaitu secara

mekanik, kimiawi dan biologi. Semua batuan sedimen yang terbentuk secara

mekanik seperti batulempung, batulanau, batupasir, breksi dan konglomerat

mengalami tahapan lapuk, tererosi, terangkut baik oleh air, udara atau es,

terendapkan dan mengalami diagenesa.

Material yang berbeda tingkat kekerasannya akan memberikan respon

yang berbeda terhadap proses mekanik yang terjadi padanya selama

pengangkutan. Material yang lunak dan mudah lapuk akan hancur menjadi bagian

yang lebih halus atau terkikis bagian tepi materialnya menjadi butiran yang

membundar. Batuan sedimen yang terbentuk seperti ini dikenal sebagai batuan

sedimen detrital atau epiklastik. Di lain pihak batuan sedimen terbentuk oleh

proses kimiawi dan biologi, mengandung ikatan senyawa pospat, karbonat, sulfat

dan silika dan natrium klorida, dikelompokkan dalam batuan sedimen non klastik.

Batupasir vulkanik mengandung material berasal dari daerah vulkanik.

Begitu juga batupasir yang disusun terutama oleh kuarsa dan feldspar berasal dari

batuan feldspatik yang kasar, sebagaimana biasanya menyusun batuan dasar

kristalin. Antara batuan induk dan batuan sedimen, beberapa mineral mengalami

perubahan atau hancur, sehingga susunan mineralogi batuan sedimen tidak pernah

Page 6: eak

persis sama dengan batuan induknya. Pada proses disintegrasi hal ini dapat

dikecualikan.

a. Pengangkutan dan Pengendapan

Selama proses pengangkutan pelapukan kimia pada butiran dapat

diabaikan sedangkan yang berperan penting adalah efek fisik. Butiran akan

mengalami ubahan ukuran, bentuk dan derajat kebundaran disebabkan oleh

benturan berulang-ulang selama transportasi. Di lain pihak pengangkutan selektif

atau sortasi akan memisahkan butiran berdasarkan ukuran, bentuk dan

densitasnya.

Butiran berukuran pasir halus, lanau dan lempung akan terangkut dalam

bentuk suspensi dan akan terhindar dari benturan mekanik, sedangkan butiran

berukuran lebih besar akan mengalami benturan – benturan dan mengalami

perubahan – perubahan. Efektifitas abrasi pembundaran butiran adalah fungsi

jenis dan jarak pengangkutan dan juga ukuran dan jenis butiran. Namun harus

dimengerti bahwa belum tentu dengan sekali siklus sedimentasi butiran akan

membundar baik. Boleh jadi butiran sedimen mengalami beberapa kali siklus

sedimentasi.

b. Diagenesa

Akumulasi sedimen pada suatu cekungan pengendapan akan mengalami

perubahan yang berlangsung segera setelah pengendapan. Butiran-butiran lepas

akan terdiagenesa sehingga menjadi batuan sedimen. Kondisi ketika masih

bersifat lepas – lepas dan setelah diagenesa ditandai oleh beberapa kenampakan.

Guilbert, 1954 memberi contoh : kalsium karbonat mengendap sebagai aragonit

Page 7: eak

segera akan mengkristal kembali menjadi kalsit pada kondisi diagenesa, Galukonit

autigenik dikelompokkan sebagai mineral diagenesa. Begitu juga monmorilonit

yang diendapakan pada lingkungan laut mulai berubah menjadi illit atau klorit

segera setelah dilamparkan dalam cekungan pengendapan.

Proses – proses yang berlangsung selama diagenesa meliputi kompaksi,

autigenesa, solusi dan “replacement”. Karena sedimen tertimbun, kompaksi pun

berlangusng. Akibat tekanan beban material di atasnya, sedimen akan tertekan dan

air connate terperas keluar dari formasi batuan, hasilnya volume sedimen akan

termampatkan. Sebagian dari material asal akan larut selama diagenesa, dan akan

direkristalisasikan lagi. Kenampakan tekstur stilolitik pada batuan karbonat

merupakan kenampakan hal ini.

Proses “intrastal solution” cenderung menggantikan berbagai mineral tidak stabil

dari batuan tua contohnya mineral ferromagnesia silikat suhu tinggi. Inilah

alasannya mengapa olivin dan piroksin orto hanya melimpah pada batuan – batuan

berusia muda.

Mineral yang terbentuk dan stabil pada kondisi selama diagenesa dikenal

dengan mineral autigenetik, contohnya mineral karbonat dan silikat. Kenampakan

akhir diagenesa adalah konsolidasi. Beberapa endapan tersemen, baik oleh

rekristalisasi larutan pada saat kompaksi ataupun oleh larutan yang masuk setelah

pengendapan material.

c. Sementasi

Beberapa mineral mengkristal sesudah pengendapan sekalipun hanya

sedikit yang mengikat butiran satua dengan lainnya. Diantaranya mengikat butiran

Page 8: eak

dalam batupasir seperti karbonat (kalsit, dolomit, siderit), kuarsa, kalsedon, opal

dan berbagai mineral pilosilikat (klorit, smektit), anhidrit dan gipsum serta barit.

Karbonat, kuarsa dan mineral pilosilikat yang paling umum diantara yang lain.

Mineral autigenik seperti feldspar alkali, pirit, klorit dan laumonit dapat hadir

sebagai semen namun bukan semen yang utama.

Ada dua kecenderungan utama pada kejadian semen pada batupasir.

Pertama, semen sangat umum hadir dalam batupasir arenit dibandingkan yang

bersortasi buruk. Pada batupasir bersortasi jelek kehadiran material lempungan

menghambat pembentukan semen mungkin dikarenakan sifat impermeabelnya,

atau kehadiran semen yang terbentuk awal – awal, biasanya kalsit dapat juga

menghambat pembentukan semen pilosilikat pada graywacke. Kedua komposisi

pasir itu sendiri bagaimanapun mempengaruhi jenis semen yang terbentuk.

Contohnya semen kuarsa, akan melimpah dalam arenit kaya kandungan kuarsa,

dimana hal ini berkembang oleh “secondary overgrowth”, sebagaimana halnya

terjadi pada feldspar pada arenit arkose dan feldspatik. Laumonit dan klorit lebih

banyak hadir pada batupasir kaya rombakan batuan vulkanik basa dan sangat

sedikit pada yang lainnya. Semen karbonat sekalipun sangat umum hadir pada

berbagai batupasir namun tentunya terbentuk dari pasir yang sejak semula

mengandung karbonat. Material semen dapat juga hadir dari material endapan

yang terperas selama kompaksi.

Kenampakan overgrowth dapat juga terjadi pada batupasir berfragmen

organik yang terdiri dari kristal tunggal, seperti ekinoid contohnya yang

dilingkupi oleh kalsit autigenik. Karbonat yang lain seperti dolomit, siderit,

Page 9: eak

ankerit, cenderung membentuk agregat berbutir halus sampai menengah, dengan

bentuk yang ideal dibandingkan dengan kalsit.

Pengembangan autigenik atau overgrowth pada kuarsa dibedakan dengan

butirannya oleh garis hitam kotor antara butiran dan overgrowthnya. Garis hitam

ini adalah garis batas butiran. Atau pada butiran terlihat keruh dengan beberapa

inklusi, dan dilingkupi oleh kristal kuarsa bersih (semen).

Semen pilosilikat biasanya berserabut halus, serabutnya terorientasi pada

pinggiran dimana dia berkembang. Beberapa semen dapat saja terbentuk dalam

satu batuan, bersama – sama terbentuk dalam pori yang sama atau terbagi - bagi

dalam tempat yang berbeda. Kejadian seperti ini sangat menarik, yang tentunya

berkaitan dengan sejarah pengendapannya. Hal seperti ini contoh umumnya

adalah semen karbonat dan silika.

Page 10: eak

2.2 Tekstur Batuan Sedimen

Batuan sedimen

Ukuran Butir dan Sortasi

Berdasarkan ukuran besar butirnya, batuan sedimen dinamai menjadi

breksi dan konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung. Skala ukuran butir

yang disusun oeh Wenworth dijadikan dasar untuk pengelompokkan tersebut.

Breksi dan konglomerat adalah batuan sedimen didominasi butiran

berukuran lebih dari 2 mm. Bagi butiranm yang berbentuk membundar baik

sampai membundar tanggung dikenla dengan konglomerat sedangkan yang

berbentuk menyudut tanggung disebut sebagai breksi. Batupasir mempunyai

ukuran butir antara 0,06 – 2 mm. Batulanau berukuran butir 0,004 – 0,06 mm

sedangkan batuan dengan butiran yang lebih kecil dari ukuran lanau disebut

batulempung. Batuan yang disusun oleh ukuran butir kasar dan halus bersama –

Epiklastik/klastikYang diperhatikan

Ukuran butirBentuk butirSortasikemas

Non Klastik

KristalinKasar ø > 5 mmSedang ø 1- 5 mmHalus ø < 1 mm

AmorfMikrokristalin (0,01 – 0,2 mm)Kriptokristalin (< 0,01 mm)

Page 11: eak

sama dikenal sebagai sortasi jelek sedangkan yang berukuran seragam disebut

bersortasi baik.

Tabel 2.1 Skala ukuran butir modifikasi Udden – Wenworth dan batuan sedimennya

(Ehler dan Blatt, 1986)

Diameter (mm) Jenis Butiran Nama batuan sedimen

(setelah terjadi

diagenesa)

>256

64 – 256

4-64

2-4

Boulder

Couble

Pebble

Granule

Konglomerat (bentuk

butir membundar dan

membundar tanggung)

Breksi (bentuk butir

menyudut dan

menyudut tanggung)

1 – 2

0,5 – 1

0,25 – 0,5

0,125 – 0,25

0,062 – 0,125

Very Coarse sand

Coarse sand

Medium sand

Fine sand

Very fine sand

Batupasir

(mikrobreksi dipakai

untuk batupasir yang

butirannya menyudut)

0,031 – 0,062

0,016 – 0,031

0,008 – 0,016

0,004 – 0,008

Coarse silt

Medium silt

Fine silt

Very fine silt

Batulanau

Clay Batulempung

Page 12: eak

a. Tekstur Klastik

Tekstur klastik adalah tekstur yang terbentuk dari akumulasi mineral dan

fragmen batuan. Komponen batuan sedimen klastik terdiri dari butiran (grain),

masa dasar (matriks) dan semen. Antara butiran, matriks tidak mempunyai

batasan ukuran, tetapi lebih cenderung berdasarkan kekontrasan ukuran butir.

Contohnya detritus berukuran pasir sedang (0,5 – 0,25 mm) pada batupasir dapat

hadir sebagai butiran namun pada breksi bertindak sebagai matriks.

Komponen penyusun batuan sedimen klastik :

- Fragmen : komponen dalam batuan sedimen yang berukuran lebih besar dari

pada komponen lainnya.

- Matriks : komponen yang ukurannya relatif lebih kecil dari fragmen

diendapkan bersamaan dengan fragmen.

- Semen : berukuran halus, merekat butiran/fragmen dan matriks.

Gambar 2.1 Komponen batuan sedimen non karbonat

Fragmen batuan dalam sedimen terbagi atas beberapa jenis :

1. Jenis Vulkanik : basalt dan andesit.

2. Jenis Silika : kuarsa, mudstone, dan chert

Semen

Page 13: eak

3. Jenis argilit : phylit dan sekis

Gambar 2.2 Sortasi atau tingkat keseragaman ukuran butir daripada batuan sedimen

klastik.

Gambar 2.3 Roundness atau tingkat atau bentuk pembundaran dari batuan sedimen

Porositas dan permeabilitas

Sifat lain batuan sedimen klastik yang berkaitan dengan teksturnya adalah

porositas dan permeabilitas. (Noer Aziz Magetsari, 2001)

Porositas adalah jumlah rongga kosong yang terdapat antar butir dalam batuan,

dinyatakan dalam persen volume. Porositas sangat penting artinya bagi persediaan

air tanah dan reservoir hidrokarbon.

Page 14: eak

Besar porositas batuan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah:

1. Tatanan partikel

2. Besar dan bentuk partikel

3. Jumlah ukuran yang berbeda. Hal ini penting karena partikel kecil dapat

mengisi rongga antara partikel yang besar.

Permeabilitas merupakan besaran kemampuan batuan untuk meluluskan cairan

(fluida). Batuan yang mempunyai porositas tinggi belum tentu permeabilitasnya

besar. Agar batuan mempunyai permeabilitas tinggi, pori-pori atau rongga antar

butir harus saling berhubungan. (Noer Aziz Magetsari, 2001)

b. Tekstur Non Klastik

Tekstur ini terbentuk dari hasil interlocking kristal yang saling mengikat

atau bahkan non kristalin oleh proses kimia dan biologi.

1. Bentuk dan Kebundaran butiran

Bentuk butiran atau sphericity adalah derajat kecenderungan berbentuk

lonjong, sedangkan kebundaran adalah keruncingan pinggiran atau sudut butiran.

Berdasarkan bentuknya, butiran dapat saja berbentuk spheroidal arau

ekuidomensional, “dishshaped”, atau bentuk lenmpengan, bentuk batangan atau

prismatik dan berbentuk bilahan ; berdasar derajat kebundarannya butiran dibagi

menjadi menyudut, menyudut tanggung, membundar tanggung dan membundar.

Kedua sifat tersebut meski sering membingungkan adalah dibedakan secara

geometri dan tidak harus berkaitan. Butiran terbentuk sama dapat saja mempunyai

derajat kebundaran yang berbeda atau sebaliknya butiran dengan kebundaran yang

sama dapat saja terdiri dari bentuk – bentuk yang berbeda.

Page 15: eak

Bentuk butiran sangat dipengaruhi oleh bentuk asal material yang

terangkut. Contohnya hornblende sekalipun telah mengalami benturan selama

pengangkutan sehingga bundar, masih berkecenderungan berbentuk prismatik

panjang sebagaimana ketika belum terangkut. Dengan demikian bentuk butir dan

kebundaran mempunyai perbedaan makna.

Pada butiran yang halus, derajat kebundaran tidak diperhitungkan, karena butiran

yang halus akan menjadi suspensi dalam media dan terhindar dari benturan selam

transportasi.

2.3 Komposisi Mineral

Mineral penyusun batuan sedimen dapat berupa mineral allogenik yang

terangkut dari batuan asal ke cekungan pengendapan. Mineral yang demikian

terutama terdiri dari mineral stabil yang tahan terhadap penghancuran dan

perubahan selama proses pengendapan. Mineral yang tidak tahan penghancuran

atau alterasi selama proses pengendapan akan tidak stabil dan sangat jarang

bahkan tidak ada pada komposisi batuan sedimen, yang mengakibatkan

ketidakstabilan mineral tersebut tidak saja penghancuran atau alterasi selama

proses pengendapan tetapi juga oleh proses pelarutan intrastratal selama terbebani

oleh endapan diatasnya.

Olivin, piroksin, hornblende dan biotit segera terdekomposisi menjadi

mineral lain apabila terlapukkan, terangkut dan terkena proses diagenesa. Pada

kelompok mineral feldspar, gugusan yang kaya akan kalsium lebih mudah

terdekomposisi dibandingkan dengan yang mengandung alkali. Mineral – mineral

Page 16: eak

tersebut tergolong tidak stabil sedangkan albit, oroklas, mikroklin, muskovit dan

kuarsa adalah termasuk mineral – mineral yang stabil.

Selain mineral alogenik, penyusun batuan sedimen seringkali juga

merupakan mineral autigenik yang terbentuk selama proses sedimentasi. Pada

daerah yang lembab dan banyak tumbuhan, kalsit akan terurai oleh larutan

permukaan namun akan mengkristal kembali sebagai mineral autigenik pada

proses diagenesa di lingkungan pengendapannya, dan kemudian stabil. Mineral

lempung kaolinit akan stabil pada lingkungan yang asam dan monmorilonit pada

lingkungan yang alkalis, namun keduanya akan segera berubah menjadi illit atau

klorit pada proses diagenesa di laut.

a. Batupasir

Batupasir adalah batuan sedimen klastik yang sebagian besar butirannya

berukuran pasir (0,125 – 2 mm). Ada batupasir murni dan ada batupasir yang

tidak murni. Pengertian ini erat kaitannya dengan jumlah matriks berukuran

lempung dan lanau halus pada batupasir tersebut.

Berdasarkan derajat pemilahan batupasir dibagi menjadi 2 yakni :

a. Batupasir Arenit (murni) dengan matriks lempung dan lanau halus lebih

sedikit dari 10% atau bahkan tidak ada.

b. Batupasir wacke (tidak murni) mempunyai matriks lempung dan lanau halus

lebih dari 10%. Batu ini juga sering disebut batupasir lempungan (argilaceous

sandstone).

Berdasarkan material butiran penyusunnya batupasir arenit maupun wacke

dapat dikelompokkan lagi menjadi seperti diagram di atas. Diagram pertama

Page 17: eak

dipakai untuk kelompok batupasir arenit dan satunya digunakan untuk jenis

wacke. Diagram tersebut terdiri dari tida sudut yang masing- masing ditempati

oleh prosentase kuarsa, feldspar dan material tak stabil bersama-sama dengan

fragmen batuan. Presentase 0% kehadiran kuarsa dapat diplot pada garis bawah,

semakin ke atas semakin besar prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran feldspar

di sisi miring sebelah kanan, semakin ke kanan semakin besar harga

prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran material tak stabil bersama – sama

fragmen batuan terdapat pada sisi kiri, semakin ke kanan semakin besar. Perlu

dicatat bahwa prosentase kehadiran material penyusun yang dihitung terbatas pada

butirannya saja. Contohnya jika fragmen pada batupasir terdiri dari butiran

ortoklas 20%, plagioklas asam 15%, biotit 5%, dasit 10%, kuarsa 38%, magnetit

2%, material lempung 3% dan semen silika 7%, maka didapatkan termasuk jenis

batupasir arkosic arenit.

Pada batupasir arenit memungkinkan terbentuk semen, karena rongga

antar butirnya dapat saja diisi semen, atau padanya dapat saja terjadi secondary

overgrowth. Pada batupasir wacke rongga antar butir telah diisi oleh material

lempung sehingga semen tidak didapati atau sedikit pada batuan ini. Memang

pada proses diagenesa material berukuran lempung tersebut sering mengalami

reksristalisasi menjadi material halus, sebagaimana halnya semen.

b. Batuan Lempungan

Batuan lempungan adalah batuan sedimen klastik yang berbutir sangat

halus. Komposisinya sebagian besar berupa rombakan senyawa silikat pada

ukuran lempung dan lanau halus. Batuan – batuan ini merupakan batuan sedimen

Page 18: eak

yang paling melimpah yang memberi arti geologi sangat besar, tetapi karena

berbutir halus, sangat susah dipelajari.

Susunannya dibagi menjadi beberapa kelompok material asal :

1. Mineral hasil pelapukan

2. Mineral sisa yang tahan terhadap lapukan

3. Mineral autigenik

4. Mineral berasal dari material organik

Pelapukan menyebabkan pembentukan mineral baru, terutama dari feldspar

dan silikat feromagnesia. Mineral yang paling banyak terbentuk dengan cara

ini adalah kaolin, monmorillonit, bauxit dan limonit yang semuanya

menyusun berbagai endapan lempungan. Endapan lainnya terutama

mengandung mineral sisa seperti kuarsa, mika dan feldspar bersama – sama

dengan mineral lempung yang berasa dari batuan induk lempungan.

Mineral autigenik dalam sedimen lempungan terutama adalah kalsit, dolomit,

opal dan kalsedon, pirit, glaukonit, klorit dan illit. Klorit dan illit dihasilkan oleh

alterasi diagenesa rombakan lempung.

Istilah lumpur dipakai untuk material lempungan yang berbutir tidak

seragam dan belum terkonsolidasi. Sedangkan istilah lempung dipakai khusus

untuk yang berbutir halus secara seragam. Jika keduanya sudah terkonsolidasi

dikenal sebagai batulempung (claystone) dan batulumpur (mudstone). Serpih

adalah termasuk batuan lempungan yang memperlihatkan penyerpihan sejajar

dengan perlapisan batuan.

Page 19: eak

Seringkali penamaan – penamaan ini ditambahi dengan akhiran seperti

batulempung merah, serpih berpirit hitam, serpih glaukonitan. Ini hal yang wajar

untuk menjelaskan komponen apa yang hadir secara dominan selain lumpur,

lempung dan serpih.

Sebenarnya dikatakan sebagai batuan lempungan apabila mengandung

material lempung yang cukup untuk melingkupi komponen yang lain, kira- kira

lebih dari 50%. Dengan peningkatan kandungan pasir atau lanau batuan tersebut

cenderung menjadi batupasir atau batulanau lempungan.

Page 20: eak

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Sampel B05

Nomor Peraga : BS.05 Nama : Pakalima Manik

Acara : Batuan Non Karbonat NIM : D611 13 303

Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Non Karbonat

Tipe Stuktur (Type of Structure) : -

Mikroskopis (Microscopic) :

Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarna, dengan tekstur Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,8 mm, mineral terdiri dari mineral Quarsa, Biotit dan Ortoklas.

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral

Compotition of Mineral

Jumlah

Amount

(%)

Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy

Quarsa (4C) 15

Warna bening, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief rendah, W.I. maksimum abu – abu orde I (sedang), bias rangkap 0,005, jenis gelapan bergelombang

Ortoklas (4D) 10

Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin

> Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.

Page 21: eak

Biotit (3G) 5

Warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang, bentuk euhedral – subhedral, Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan rata, relief tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003, sudut gelapan 700, jenis gelapan miring.

Pori-pori (5A)

70

Kenampakan warna hitam

Persentase Mineral / Komponen

Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-rata

Page 22: eak

(%)

Quarsa 15 13 17 15

Ortoklas 12 10 8 10

Biotit 7 3 5 5

Pori-pori 66 74 70 70

Nama Batuan : Arkose (WTG)

Page 23: eak

3.1.2 Sampel B04

Nomor Peraga : BS.04 Nama : Pakalima Manik

Acara : Batuan Non Karbonat NIM : D611 13 303

Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Non Karbonat

Tipe Stuktur (Type of Structure) :

Mikroskopis (Microscopic) :

Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarn, dengan tekstur Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,4 – 2 mm, Mineral terdiri dari mineral Quarsa, Biotit, Plagioklas, Piroksin dan Ortoklas.

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral

Compotition of Mineral

Jumlah

Amount

(%)

Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy

Piroksin (3B) 20

Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief tinggi, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi orange kebiruan, sudut gelapan 35o, jenis gelapan miring.

Plagioklas (1G) 10

Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, bentuk subhedral-anhedral, intensitas tinggi, relief sedang, indeks bias nmin>ncb, warna interferensi abu-abu, sudut gelapan 22,5o, jenis gelapan miring, dan kembaran kalsbad

Quarsa (5E) 10

Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief sedang, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi hijau, sudut gelapan 3o, jenis gelapan bergelombang.

Biotit (6E) 10

Warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang, bentuk euhedral – subhedral Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan rata, relief tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003, sudut gelapan 700, gelapan miring, T.R.O length slow (+) adisi.

Page 24: eak

Ortoklas (4I) 10

Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nm < Nbk, Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.

Pori-pori (1B) 40 Kenampakan warna hitam

Persentase Mineral / Komponen

Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-rata

(%)

Piroksin 20 15 25 20

Plagioklas 15 10 5 10

Quarsa 5 10 15 10

Ortoklas 15 5 10 10

Biotit 10 5 15 10

Pori-pori 35 55 30 40

Nama Batuan : Lithic Arkose (WTG)

Page 25: eak

3.1.3 Sampel B08

Nomor Peraga : BS.08 Nama : Pakalima Manik

Acara : Batuan Non Karbonat NIM : D611 13 303

Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Non Karbonat

Tipe Stuktur (Type of Structure) : -

Klasifikasi (Classification) : WTG,

Mikroskopis (Microscopic) :

Dalam sayatan tipis menunjukkan warna kuning, dengan tekstur Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,5 mm, Mineral terdiri dari mineral,Plagioklas, Piroksin, Ortoklas, dan Pori-pori

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral

Compotition of Mineral

Jumlah

Amount

(%)

Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy

Piroksin (3B) 15

Berwarna kecoklatan, pleokrisme monokroik, intensitas rendah, relief tinggi, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi coklat kehijauan, sudut gelapan 37,5o, jenis gelapan miring.

Plagioklas (2G) 20

Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas lemah, relief sedang, bentuk subhedral-anhedral, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi abu-abu, sudut gelapan 35o, jenis gelapan miring, kembaran albit

Ortoklas (4E) 10

Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, maksimum coklat muda orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring

Quarsa (5H) 25Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief sedang, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi hijau, sudut gelapan 3o, jenis gelapan bergelombang

Page 26: eak

Pori-pori (1D) 30 Kenampakan berwarna hitam

Persentase Mineral / Komponen

Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-rata

(%)

Piroksin 15 20 10 15

Plagioklas 30 10 20 20

Ortoklas 5 10 15 10

Quarsa 30 20 25 25

Pori-pori 20 40 30 30

Nama Batuan : Lithic Arkose (WTG)

3.2 Pembahasan

3.2.1 Sampel BS05

Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarna, dengan tekstur

klastik, bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,8 mm, mineral

terdiri dari mineral Quarsa memiliki warna bening, pleokroisme monokroik,

Page 27: eak

intensitas lemah, bentuk anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak

ada, relief rendah, W.I. maksimum abu – abu orde I (sedang), bias rangkap 0,005,

jenis gelapan bergelombang. Ortoklas memiliki Warna bening kehjauan,

pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin > Ncb,

Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda

orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.

Biotit memiliki warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang,

bentuk euhedral – subhedral, Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan

rata, relief tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003,

sudut gelapan 700, jenis gelapan miring. Pori-pori dengan kenampkan warna

hitam. Berdasarkan ciri fisik dan kandungan mineralnya, maka batuan ini

memiliki nama Arkose (WTG)

Batuan ini terbentuk dari hasil akumulasi dari material-material sedimen,

dimana jika dilihat pada kenampakan mikroskopisnya terutama disusun oleh

mineral Kuarsa dan mineral Bytownite, semen berupa mineral-mineral lempung.

Secara umum proses pembentukan batuan ini dimulai dengan adanya proses

Page 28: eak

pelapukan pada batuan beku intermediet sehingga material – material tersebut

kemudian tertranportasi oleh media air dan kemudian terakumulasi atau

terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses lithifikasi sehingga

membentuk batuan sediment berupa batupasir. Bila dilihat dari tekstur batuannya

yang berupa roundness/pembundarannya subangular sampai rounded serta ukuran

butir materialnya yang berukuran lempung hingga pasir sedang, kemas yang

terbuka dan sortasi yang buruk maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian

material penyusunnya telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari

sumbernya dengan arus yang bekerja relatif kuat. Dengan adanya kehadiran

mineral lempung sebagai semen dan matriks yang hampir merata maka

mencirikan sistem pengendapan berupa sistem suspensi. Adanya pori yang

dijumpai pada batuan ini, terbentuk karena adanya ruang yang kosong diantara

material-material sedimen yang tidak sempat terisi oleh semen dalam hal ini

mineral lempung.

3.2.2 Sampel BS04

Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarn, dengan tekstur

Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,4 – 2 mm, Mineral

terdiri dari mineral Quarsa dengan kenampakan Berwarna transparan, pleokrisme

tidak ada, intensitas rendah, relief sedang, indeks bias Nmin > Ncb, warna

interferensi hijau, sudut gelapan 25o, jenis gelapan miring. Biotit dengan

kenampakan Warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang, bentuk

euhedral – subhedral Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan rata, relief

tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003, sudut gelapan

Page 29: eak

700, gelapan miring, T.R.O length slow (+) adisi. Plagioklas dengan kenampakan

Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, bentuk subhedral-anhedral, intensitas

tinggi, relief sedang, indeks bias nmin>ncb, warna interferensi abu-abu, sudut

gelapan 22,5o, jenis gelapan miring, dan kembaran kalsbad. Piroksin dengan

kenampakan Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief

tinggi, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi orange kebiruan, sudut gelapan

35o, jenis gelapan miring. Ortoklas dengan kenampakan Warna bening kehjauan,

pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nm < nbc,

Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda

orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.

Pori-pori dengan kenampakan warna hitam. Berdasarkan cirri fisik dan kandungan

mineralnya, maka batuan ini memiliki nama Lithic Arkose (WTG)

Batuan ini terbentuk dari hasil akumulasi dari material-material sedimen,

dimana jika dilihat pada kenampakan mikroskopisnya terutama disusun oleh

mineral Kuarsa dan mineral Bytownite, semen berupa mineral-mineral lempung.

Secara umum proses pembentukan batuan ini dimulai dengan adanya proses

pelapukan pada batuan beku intermediet sehingga material – material tersebut

Page 30: eak

kemudian tertranportasi oleh media air dan kemudian terakumulasi atau

terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses lithifikasi sehingga

membentuk batuan sediment berupa batupasir. Bila dilihat dari tekstur batuannya

yang berupa roundness/pembundarannya subangular sampai rounded serta ukuran

butir materialnya yang berukuran lempung hingga pasir sedang, kemas yang

terbuka dan sortasi yang buruk maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian

material penyusunnya telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari

sumbernya dengan arus yang bekerja relatif kuat. Dengan adanya kehadiran

mineral lempung sebagai semen dan matriks yang hampir merata maka

mencirikan sistem pengendapan berupa sistem suspensi. Adanya pori yang

dijumpai pada batuan ini, terbentuk karena adanya ruang yang kosong diantara

material-material sedimen yang tidak sempat terisi oleh semen dalam hal ini

mineral lempung.

3.2.3 Sampel BS08

Dalam sayatan tipis menunjukkan warna kuning, dengan tekstur Klastik ,

bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,5 mm, Mineral terdiri

dari mineral,Plagioklas dengan kenampakan Berwarna transparan, tidak ada

pleokrisme, intensitas lemah, relief sedang, bentuk subhedral-anhedral, indeks

bias Nmin > Ncb, warna interferensi abu-abu, sudut gelapan 35o, jenis gelapan

miring, kembaran albit. Piroksin dengan kenampakan Berwarna kecoklatan,

pleokrisme monokroik, intensitas rendah, relief tinggi, indeks bias Nmin > Ncb,

warna interferensi coklat kehijauan, sudut gelapan 37,5o, jenis gelapan miring.

Ortoklas dengan kenampakan Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik,

Page 31: eak

intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada,

pecahan tidak rata, relief rendah, maksimum coklat muda orde III (sedang), bias

rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring. Dan Pori-pori dengan

kenampakan berwarna hitam. Berdasarkan cirri fisik dan kandungan mineralnya,

maka batuan ini memiliki nama Lithic Arkose (WTG)

Batuan ini terbentuk dari hasil akumulasi dari material-material sedimen,

dimana jika dilihat pada kenampakan mikroskopisnya terutama disusun oleh

mineral Kuarsa dan mineral Bytownite, semen berupa mineral-mineral lempung.

Secara umum proses pembentukan batuan ini dimulai dengan adanya proses

pelapukan pada batuan beku intermediet sehingga material – material tersebut

kemudian tertranportasi oleh media air dan kemudian terakumulasi atau

terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses lithifikasi sehingga

membentuk batuan sediment berupa batupasir. Bila dilihat dari tekstur batuannya

yang berupa roundness/pembundarannya subangular sampai rounded serta ukuran

butir materialnya yang berukuran lempung hingga pasir sedang, kemas yang

terbuka dan sortasi yang buruk maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian

material penyusunnya telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari

Page 32: eak

sumbernya dengan arus yang bekerja relatif kuat. Dengan adanya kehadiran

mineral lempung sebagai semen dan matriks yang hampir merata maka

mencirikan sistem pengendapan berupa sistem suspensi. Adanya pori yang

dijumpai pada batuan ini, terbentuk karena adanya ruang yang kosong diantara

material-material sedimen yang tidak sempat terisi oleh semen dalam hal ini

mineral lempung.

Page 33: eak

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkand dari praktikum ini adalah :

a. Berdasarkan pengamatan mikroskopis nama dari batuan pada sampel BS05

adalah Arkose (WTG), pada sampel BS04 adalah Lithic Arkose (WTG), dan

pada sampel BS08 memiliki nama Litchic Arkose (WTG).

b. Mineral-mineral yang sering dijumpai pada batuan sedimen non karbonat

adalah kuarsa, plagioklas, ortolas, biotit, piroksin, dan pori-pori.

4.2 Saran

4.2.1 Untuk Laboratorium

Sebaiknya alat-alat yang ada dilaboratirium dijaga dengan baik dan

dilengkapi yang masih kurang

4.2.2 Untuk Asisten

Kami berharap agar tim kakak-kakak asisten tetap bersabar lebih

bersemangat dalam mendidik kami semua. Kiranya tetap satu kata, satu hati, dan

satu perbuatan.

Page 34: eak

DAFTAR PUSTAKA

Fitri, Dwi & Sutarto. 2005. Album Mineralogi Optik. Yogyakarta : Laboratorium

Petrologi dan Bahan Galian

Graha Setia Doddy. 1987. Batuan dan Mineral, Bandung : Nova

Irfan Ria Ulva. 2015. Penuntun Praktikum Laboratorium Mineral Optik Jurusan

Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar.

Kerr P. F., 1977. Optical Mineralogy, Mcgraw hill Book Company Inc, New

York, Toronto, London.

Petrografi, asisten. 2015. Penuntun Praktikum Petrografi. Makassar :

Laboratorium petrografi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin.

Schuster, simon, 1977. Rocks and Minerals. New York : Simon & Schusters Inc