eak
DESCRIPTION
piuTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ilmu Geologi analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-
sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun
batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Mineralogi
optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi untuk
mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara
optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu
berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang
mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim
melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat).
Namun, sebelum mahir dalam mengamati batuan, terlebih dahulu kita
harus dapat mengenal mineral-mineral yang ada pada batuan tersebut sehingga
dalam penentuan nama mineral kita tidak mengalami kesulitan. Oleh karena hal
tersebut, maka dinilai perlu untuk melakukan praktikum pengamatan batuan
sedimen non karbonat.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan diadakannya Praktikum Petrografi acara Batuan sedimen
non karbonat ini adalah mengamati kenampakan petrografis dari jenis-jenis
batuan sedimen non karbonat.
Adapun tujuan diadakannya praktikum batuan sedimen non karbonat ini
adalah :
a. Dapat menentukan nama batuan sedimen non karbonat pada
pengamatan petrografis.
b. Mengetahui jenis-jenis batuan sedimen non karbonat serta mineral-
mineral penyusunnya melalui sayatan tipis
1.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pratikum ini adalah :
a. Mikrokop polarisasi
b. Alat tulis menulis
c. Pensil warna
d. Sayatan tipis
e. Penuntun praktikum
f. Buku Optical Mineralogy
g. Lembar kerja praktikum
1.4 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah :
a. Letakkan preparat di meja objek, kemudian jepit dengan penjepit
preparat.
b. Sentringkan / memusatkan mineral.
c. Menentukan Perbesaran Lensa Objektif, Okuler, perbesaran total,
bilangan skala dan kedudukan mineral.
d. Melakukan pendeskripsian semua mineral yang ada pada medan
pandang
e. Mencatat presentasi kehadiran mineral
f. Menggeser medan pandang ke arah yang lain hingga dua kali
g. Mencatat presentasi kehadiran mineral, lalu merata-ratakannya
h. Memberikan nama batuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perbedaan antara batuan beku, metamorf dan sedimen cenderung bersifat
genetis dibandingkan diskriptif. Batuan sedimen diendapkan lapisan demi lapisan,
terjadi di atas permukaan bumi, pada temperatur dan tekanan yang rendah. Hal ini
sangat berbeda dengan kejadian batuan beku dan metamorf yang terbentuk dengan
pengaruh tekanan dan suhu yang besar di bawah permukaan bumi.
Karena sedimen yang telah terbentuk segera ditutupi oleh sedimen
berikutnya, sehingga pada suatu kedalaman akumulasi sedimen akan menanggung
beban akibat pembebanan sedimen di atasnya. Sedimen akan mengalami
diagenesa dan terbentuklah batuan sedimen.
Pada kedalaman yang besar pada batuan sedimen akan mengalami
tekanan pembebanan dan suhu yang meningkat. Kondisi tertentu mengakibatkan
mineral-mineral batuan sedimen tidak stabil dan beberapa diantaranya berubah
fase menjadi mineral yang lain. Kehadiran mineral Zeolit Ca seperti Laumontit,
menandakan akhir kondisi diagenesa dan berubah menjadi batuan metamorf.
Yang tidak termasuk dalam batuan sedimen adalah akumulasi materail
vulkanik sebagai hasil pengendapan langsung erupsi gunung berapi seperti tuf,
lapili, lapili tuf, dan breksi vulkanik. Batuan tersebut termasuk dalam kelompok
batuan piroklastik yang secara genetis lebih erat hubungannya dengan batuan
beku. Endapan vulkanik yang tererosi, terangkut kemudian terendapkan kembali
barulah termasuk dalam kelompok epiklastik, contohnya breksi, batupasir,
batulanau dan batulempung vulkanik. Selanjutnya percampuran antara abu
vulkanik dengan material yang terendapkan pada suatu lingkungan pengendapan
dapat saja terjadi dan ini akan menghasilkan batuan sedimen tufaan (“tuffaceous
sediment”).
2.1 Jenis Batuan Sedimen
Secara umum batuan sedimen terbentuk dengan 3 cara yaitu secara
mekanik, kimiawi dan biologi. Semua batuan sedimen yang terbentuk secara
mekanik seperti batulempung, batulanau, batupasir, breksi dan konglomerat
mengalami tahapan lapuk, tererosi, terangkut baik oleh air, udara atau es,
terendapkan dan mengalami diagenesa.
Material yang berbeda tingkat kekerasannya akan memberikan respon
yang berbeda terhadap proses mekanik yang terjadi padanya selama
pengangkutan. Material yang lunak dan mudah lapuk akan hancur menjadi bagian
yang lebih halus atau terkikis bagian tepi materialnya menjadi butiran yang
membundar. Batuan sedimen yang terbentuk seperti ini dikenal sebagai batuan
sedimen detrital atau epiklastik. Di lain pihak batuan sedimen terbentuk oleh
proses kimiawi dan biologi, mengandung ikatan senyawa pospat, karbonat, sulfat
dan silika dan natrium klorida, dikelompokkan dalam batuan sedimen non klastik.
Batupasir vulkanik mengandung material berasal dari daerah vulkanik.
Begitu juga batupasir yang disusun terutama oleh kuarsa dan feldspar berasal dari
batuan feldspatik yang kasar, sebagaimana biasanya menyusun batuan dasar
kristalin. Antara batuan induk dan batuan sedimen, beberapa mineral mengalami
perubahan atau hancur, sehingga susunan mineralogi batuan sedimen tidak pernah
persis sama dengan batuan induknya. Pada proses disintegrasi hal ini dapat
dikecualikan.
a. Pengangkutan dan Pengendapan
Selama proses pengangkutan pelapukan kimia pada butiran dapat
diabaikan sedangkan yang berperan penting adalah efek fisik. Butiran akan
mengalami ubahan ukuran, bentuk dan derajat kebundaran disebabkan oleh
benturan berulang-ulang selama transportasi. Di lain pihak pengangkutan selektif
atau sortasi akan memisahkan butiran berdasarkan ukuran, bentuk dan
densitasnya.
Butiran berukuran pasir halus, lanau dan lempung akan terangkut dalam
bentuk suspensi dan akan terhindar dari benturan mekanik, sedangkan butiran
berukuran lebih besar akan mengalami benturan – benturan dan mengalami
perubahan – perubahan. Efektifitas abrasi pembundaran butiran adalah fungsi
jenis dan jarak pengangkutan dan juga ukuran dan jenis butiran. Namun harus
dimengerti bahwa belum tentu dengan sekali siklus sedimentasi butiran akan
membundar baik. Boleh jadi butiran sedimen mengalami beberapa kali siklus
sedimentasi.
b. Diagenesa
Akumulasi sedimen pada suatu cekungan pengendapan akan mengalami
perubahan yang berlangsung segera setelah pengendapan. Butiran-butiran lepas
akan terdiagenesa sehingga menjadi batuan sedimen. Kondisi ketika masih
bersifat lepas – lepas dan setelah diagenesa ditandai oleh beberapa kenampakan.
Guilbert, 1954 memberi contoh : kalsium karbonat mengendap sebagai aragonit
segera akan mengkristal kembali menjadi kalsit pada kondisi diagenesa, Galukonit
autigenik dikelompokkan sebagai mineral diagenesa. Begitu juga monmorilonit
yang diendapakan pada lingkungan laut mulai berubah menjadi illit atau klorit
segera setelah dilamparkan dalam cekungan pengendapan.
Proses – proses yang berlangsung selama diagenesa meliputi kompaksi,
autigenesa, solusi dan “replacement”. Karena sedimen tertimbun, kompaksi pun
berlangusng. Akibat tekanan beban material di atasnya, sedimen akan tertekan dan
air connate terperas keluar dari formasi batuan, hasilnya volume sedimen akan
termampatkan. Sebagian dari material asal akan larut selama diagenesa, dan akan
direkristalisasikan lagi. Kenampakan tekstur stilolitik pada batuan karbonat
merupakan kenampakan hal ini.
Proses “intrastal solution” cenderung menggantikan berbagai mineral tidak stabil
dari batuan tua contohnya mineral ferromagnesia silikat suhu tinggi. Inilah
alasannya mengapa olivin dan piroksin orto hanya melimpah pada batuan – batuan
berusia muda.
Mineral yang terbentuk dan stabil pada kondisi selama diagenesa dikenal
dengan mineral autigenetik, contohnya mineral karbonat dan silikat. Kenampakan
akhir diagenesa adalah konsolidasi. Beberapa endapan tersemen, baik oleh
rekristalisasi larutan pada saat kompaksi ataupun oleh larutan yang masuk setelah
pengendapan material.
c. Sementasi
Beberapa mineral mengkristal sesudah pengendapan sekalipun hanya
sedikit yang mengikat butiran satua dengan lainnya. Diantaranya mengikat butiran
dalam batupasir seperti karbonat (kalsit, dolomit, siderit), kuarsa, kalsedon, opal
dan berbagai mineral pilosilikat (klorit, smektit), anhidrit dan gipsum serta barit.
Karbonat, kuarsa dan mineral pilosilikat yang paling umum diantara yang lain.
Mineral autigenik seperti feldspar alkali, pirit, klorit dan laumonit dapat hadir
sebagai semen namun bukan semen yang utama.
Ada dua kecenderungan utama pada kejadian semen pada batupasir.
Pertama, semen sangat umum hadir dalam batupasir arenit dibandingkan yang
bersortasi buruk. Pada batupasir bersortasi jelek kehadiran material lempungan
menghambat pembentukan semen mungkin dikarenakan sifat impermeabelnya,
atau kehadiran semen yang terbentuk awal – awal, biasanya kalsit dapat juga
menghambat pembentukan semen pilosilikat pada graywacke. Kedua komposisi
pasir itu sendiri bagaimanapun mempengaruhi jenis semen yang terbentuk.
Contohnya semen kuarsa, akan melimpah dalam arenit kaya kandungan kuarsa,
dimana hal ini berkembang oleh “secondary overgrowth”, sebagaimana halnya
terjadi pada feldspar pada arenit arkose dan feldspatik. Laumonit dan klorit lebih
banyak hadir pada batupasir kaya rombakan batuan vulkanik basa dan sangat
sedikit pada yang lainnya. Semen karbonat sekalipun sangat umum hadir pada
berbagai batupasir namun tentunya terbentuk dari pasir yang sejak semula
mengandung karbonat. Material semen dapat juga hadir dari material endapan
yang terperas selama kompaksi.
Kenampakan overgrowth dapat juga terjadi pada batupasir berfragmen
organik yang terdiri dari kristal tunggal, seperti ekinoid contohnya yang
dilingkupi oleh kalsit autigenik. Karbonat yang lain seperti dolomit, siderit,
ankerit, cenderung membentuk agregat berbutir halus sampai menengah, dengan
bentuk yang ideal dibandingkan dengan kalsit.
Pengembangan autigenik atau overgrowth pada kuarsa dibedakan dengan
butirannya oleh garis hitam kotor antara butiran dan overgrowthnya. Garis hitam
ini adalah garis batas butiran. Atau pada butiran terlihat keruh dengan beberapa
inklusi, dan dilingkupi oleh kristal kuarsa bersih (semen).
Semen pilosilikat biasanya berserabut halus, serabutnya terorientasi pada
pinggiran dimana dia berkembang. Beberapa semen dapat saja terbentuk dalam
satu batuan, bersama – sama terbentuk dalam pori yang sama atau terbagi - bagi
dalam tempat yang berbeda. Kejadian seperti ini sangat menarik, yang tentunya
berkaitan dengan sejarah pengendapannya. Hal seperti ini contoh umumnya
adalah semen karbonat dan silika.
2.2 Tekstur Batuan Sedimen
Batuan sedimen
Ukuran Butir dan Sortasi
Berdasarkan ukuran besar butirnya, batuan sedimen dinamai menjadi
breksi dan konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung. Skala ukuran butir
yang disusun oeh Wenworth dijadikan dasar untuk pengelompokkan tersebut.
Breksi dan konglomerat adalah batuan sedimen didominasi butiran
berukuran lebih dari 2 mm. Bagi butiranm yang berbentuk membundar baik
sampai membundar tanggung dikenla dengan konglomerat sedangkan yang
berbentuk menyudut tanggung disebut sebagai breksi. Batupasir mempunyai
ukuran butir antara 0,06 – 2 mm. Batulanau berukuran butir 0,004 – 0,06 mm
sedangkan batuan dengan butiran yang lebih kecil dari ukuran lanau disebut
batulempung. Batuan yang disusun oleh ukuran butir kasar dan halus bersama –
Epiklastik/klastikYang diperhatikan
Ukuran butirBentuk butirSortasikemas
Non Klastik
KristalinKasar ø > 5 mmSedang ø 1- 5 mmHalus ø < 1 mm
AmorfMikrokristalin (0,01 – 0,2 mm)Kriptokristalin (< 0,01 mm)
sama dikenal sebagai sortasi jelek sedangkan yang berukuran seragam disebut
bersortasi baik.
Tabel 2.1 Skala ukuran butir modifikasi Udden – Wenworth dan batuan sedimennya
(Ehler dan Blatt, 1986)
Diameter (mm) Jenis Butiran Nama batuan sedimen
(setelah terjadi
diagenesa)
>256
64 – 256
4-64
2-4
Boulder
Couble
Pebble
Granule
Konglomerat (bentuk
butir membundar dan
membundar tanggung)
Breksi (bentuk butir
menyudut dan
menyudut tanggung)
1 – 2
0,5 – 1
0,25 – 0,5
0,125 – 0,25
0,062 – 0,125
Very Coarse sand
Coarse sand
Medium sand
Fine sand
Very fine sand
Batupasir
(mikrobreksi dipakai
untuk batupasir yang
butirannya menyudut)
0,031 – 0,062
0,016 – 0,031
0,008 – 0,016
0,004 – 0,008
Coarse silt
Medium silt
Fine silt
Very fine silt
Batulanau
Clay Batulempung
a. Tekstur Klastik
Tekstur klastik adalah tekstur yang terbentuk dari akumulasi mineral dan
fragmen batuan. Komponen batuan sedimen klastik terdiri dari butiran (grain),
masa dasar (matriks) dan semen. Antara butiran, matriks tidak mempunyai
batasan ukuran, tetapi lebih cenderung berdasarkan kekontrasan ukuran butir.
Contohnya detritus berukuran pasir sedang (0,5 – 0,25 mm) pada batupasir dapat
hadir sebagai butiran namun pada breksi bertindak sebagai matriks.
Komponen penyusun batuan sedimen klastik :
- Fragmen : komponen dalam batuan sedimen yang berukuran lebih besar dari
pada komponen lainnya.
- Matriks : komponen yang ukurannya relatif lebih kecil dari fragmen
diendapkan bersamaan dengan fragmen.
- Semen : berukuran halus, merekat butiran/fragmen dan matriks.
Gambar 2.1 Komponen batuan sedimen non karbonat
Fragmen batuan dalam sedimen terbagi atas beberapa jenis :
1. Jenis Vulkanik : basalt dan andesit.
2. Jenis Silika : kuarsa, mudstone, dan chert
Semen
3. Jenis argilit : phylit dan sekis
Gambar 2.2 Sortasi atau tingkat keseragaman ukuran butir daripada batuan sedimen
klastik.
Gambar 2.3 Roundness atau tingkat atau bentuk pembundaran dari batuan sedimen
Porositas dan permeabilitas
Sifat lain batuan sedimen klastik yang berkaitan dengan teksturnya adalah
porositas dan permeabilitas. (Noer Aziz Magetsari, 2001)
Porositas adalah jumlah rongga kosong yang terdapat antar butir dalam batuan,
dinyatakan dalam persen volume. Porositas sangat penting artinya bagi persediaan
air tanah dan reservoir hidrokarbon.
Besar porositas batuan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Tatanan partikel
2. Besar dan bentuk partikel
3. Jumlah ukuran yang berbeda. Hal ini penting karena partikel kecil dapat
mengisi rongga antara partikel yang besar.
Permeabilitas merupakan besaran kemampuan batuan untuk meluluskan cairan
(fluida). Batuan yang mempunyai porositas tinggi belum tentu permeabilitasnya
besar. Agar batuan mempunyai permeabilitas tinggi, pori-pori atau rongga antar
butir harus saling berhubungan. (Noer Aziz Magetsari, 2001)
b. Tekstur Non Klastik
Tekstur ini terbentuk dari hasil interlocking kristal yang saling mengikat
atau bahkan non kristalin oleh proses kimia dan biologi.
1. Bentuk dan Kebundaran butiran
Bentuk butiran atau sphericity adalah derajat kecenderungan berbentuk
lonjong, sedangkan kebundaran adalah keruncingan pinggiran atau sudut butiran.
Berdasarkan bentuknya, butiran dapat saja berbentuk spheroidal arau
ekuidomensional, “dishshaped”, atau bentuk lenmpengan, bentuk batangan atau
prismatik dan berbentuk bilahan ; berdasar derajat kebundarannya butiran dibagi
menjadi menyudut, menyudut tanggung, membundar tanggung dan membundar.
Kedua sifat tersebut meski sering membingungkan adalah dibedakan secara
geometri dan tidak harus berkaitan. Butiran terbentuk sama dapat saja mempunyai
derajat kebundaran yang berbeda atau sebaliknya butiran dengan kebundaran yang
sama dapat saja terdiri dari bentuk – bentuk yang berbeda.
Bentuk butiran sangat dipengaruhi oleh bentuk asal material yang
terangkut. Contohnya hornblende sekalipun telah mengalami benturan selama
pengangkutan sehingga bundar, masih berkecenderungan berbentuk prismatik
panjang sebagaimana ketika belum terangkut. Dengan demikian bentuk butir dan
kebundaran mempunyai perbedaan makna.
Pada butiran yang halus, derajat kebundaran tidak diperhitungkan, karena butiran
yang halus akan menjadi suspensi dalam media dan terhindar dari benturan selam
transportasi.
2.3 Komposisi Mineral
Mineral penyusun batuan sedimen dapat berupa mineral allogenik yang
terangkut dari batuan asal ke cekungan pengendapan. Mineral yang demikian
terutama terdiri dari mineral stabil yang tahan terhadap penghancuran dan
perubahan selama proses pengendapan. Mineral yang tidak tahan penghancuran
atau alterasi selama proses pengendapan akan tidak stabil dan sangat jarang
bahkan tidak ada pada komposisi batuan sedimen, yang mengakibatkan
ketidakstabilan mineral tersebut tidak saja penghancuran atau alterasi selama
proses pengendapan tetapi juga oleh proses pelarutan intrastratal selama terbebani
oleh endapan diatasnya.
Olivin, piroksin, hornblende dan biotit segera terdekomposisi menjadi
mineral lain apabila terlapukkan, terangkut dan terkena proses diagenesa. Pada
kelompok mineral feldspar, gugusan yang kaya akan kalsium lebih mudah
terdekomposisi dibandingkan dengan yang mengandung alkali. Mineral – mineral
tersebut tergolong tidak stabil sedangkan albit, oroklas, mikroklin, muskovit dan
kuarsa adalah termasuk mineral – mineral yang stabil.
Selain mineral alogenik, penyusun batuan sedimen seringkali juga
merupakan mineral autigenik yang terbentuk selama proses sedimentasi. Pada
daerah yang lembab dan banyak tumbuhan, kalsit akan terurai oleh larutan
permukaan namun akan mengkristal kembali sebagai mineral autigenik pada
proses diagenesa di lingkungan pengendapannya, dan kemudian stabil. Mineral
lempung kaolinit akan stabil pada lingkungan yang asam dan monmorilonit pada
lingkungan yang alkalis, namun keduanya akan segera berubah menjadi illit atau
klorit pada proses diagenesa di laut.
a. Batupasir
Batupasir adalah batuan sedimen klastik yang sebagian besar butirannya
berukuran pasir (0,125 – 2 mm). Ada batupasir murni dan ada batupasir yang
tidak murni. Pengertian ini erat kaitannya dengan jumlah matriks berukuran
lempung dan lanau halus pada batupasir tersebut.
Berdasarkan derajat pemilahan batupasir dibagi menjadi 2 yakni :
a. Batupasir Arenit (murni) dengan matriks lempung dan lanau halus lebih
sedikit dari 10% atau bahkan tidak ada.
b. Batupasir wacke (tidak murni) mempunyai matriks lempung dan lanau halus
lebih dari 10%. Batu ini juga sering disebut batupasir lempungan (argilaceous
sandstone).
Berdasarkan material butiran penyusunnya batupasir arenit maupun wacke
dapat dikelompokkan lagi menjadi seperti diagram di atas. Diagram pertama
dipakai untuk kelompok batupasir arenit dan satunya digunakan untuk jenis
wacke. Diagram tersebut terdiri dari tida sudut yang masing- masing ditempati
oleh prosentase kuarsa, feldspar dan material tak stabil bersama-sama dengan
fragmen batuan. Presentase 0% kehadiran kuarsa dapat diplot pada garis bawah,
semakin ke atas semakin besar prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran feldspar
di sisi miring sebelah kanan, semakin ke kanan semakin besar harga
prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran material tak stabil bersama – sama
fragmen batuan terdapat pada sisi kiri, semakin ke kanan semakin besar. Perlu
dicatat bahwa prosentase kehadiran material penyusun yang dihitung terbatas pada
butirannya saja. Contohnya jika fragmen pada batupasir terdiri dari butiran
ortoklas 20%, plagioklas asam 15%, biotit 5%, dasit 10%, kuarsa 38%, magnetit
2%, material lempung 3% dan semen silika 7%, maka didapatkan termasuk jenis
batupasir arkosic arenit.
Pada batupasir arenit memungkinkan terbentuk semen, karena rongga
antar butirnya dapat saja diisi semen, atau padanya dapat saja terjadi secondary
overgrowth. Pada batupasir wacke rongga antar butir telah diisi oleh material
lempung sehingga semen tidak didapati atau sedikit pada batuan ini. Memang
pada proses diagenesa material berukuran lempung tersebut sering mengalami
reksristalisasi menjadi material halus, sebagaimana halnya semen.
b. Batuan Lempungan
Batuan lempungan adalah batuan sedimen klastik yang berbutir sangat
halus. Komposisinya sebagian besar berupa rombakan senyawa silikat pada
ukuran lempung dan lanau halus. Batuan – batuan ini merupakan batuan sedimen
yang paling melimpah yang memberi arti geologi sangat besar, tetapi karena
berbutir halus, sangat susah dipelajari.
Susunannya dibagi menjadi beberapa kelompok material asal :
1. Mineral hasil pelapukan
2. Mineral sisa yang tahan terhadap lapukan
3. Mineral autigenik
4. Mineral berasal dari material organik
Pelapukan menyebabkan pembentukan mineral baru, terutama dari feldspar
dan silikat feromagnesia. Mineral yang paling banyak terbentuk dengan cara
ini adalah kaolin, monmorillonit, bauxit dan limonit yang semuanya
menyusun berbagai endapan lempungan. Endapan lainnya terutama
mengandung mineral sisa seperti kuarsa, mika dan feldspar bersama – sama
dengan mineral lempung yang berasa dari batuan induk lempungan.
Mineral autigenik dalam sedimen lempungan terutama adalah kalsit, dolomit,
opal dan kalsedon, pirit, glaukonit, klorit dan illit. Klorit dan illit dihasilkan oleh
alterasi diagenesa rombakan lempung.
Istilah lumpur dipakai untuk material lempungan yang berbutir tidak
seragam dan belum terkonsolidasi. Sedangkan istilah lempung dipakai khusus
untuk yang berbutir halus secara seragam. Jika keduanya sudah terkonsolidasi
dikenal sebagai batulempung (claystone) dan batulumpur (mudstone). Serpih
adalah termasuk batuan lempungan yang memperlihatkan penyerpihan sejajar
dengan perlapisan batuan.
Seringkali penamaan – penamaan ini ditambahi dengan akhiran seperti
batulempung merah, serpih berpirit hitam, serpih glaukonitan. Ini hal yang wajar
untuk menjelaskan komponen apa yang hadir secara dominan selain lumpur,
lempung dan serpih.
Sebenarnya dikatakan sebagai batuan lempungan apabila mengandung
material lempung yang cukup untuk melingkupi komponen yang lain, kira- kira
lebih dari 50%. Dengan peningkatan kandungan pasir atau lanau batuan tersebut
cenderung menjadi batupasir atau batulanau lempungan.
BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Sampel B05
Nomor Peraga : BS.05 Nama : Pakalima Manik
Acara : Batuan Non Karbonat NIM : D611 13 303
Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Non Karbonat
Tipe Stuktur (Type of Structure) : -
Mikroskopis (Microscopic) :
Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarna, dengan tekstur Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,8 mm, mineral terdiri dari mineral Quarsa, Biotit dan Ortoklas.
Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral
Compotition of Mineral
Jumlah
Amount
(%)
Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy
Quarsa (4C) 15
Warna bening, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak ada, relief rendah, W.I. maksimum abu – abu orde I (sedang), bias rangkap 0,005, jenis gelapan bergelombang
Ortoklas (4D) 10
Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin
> Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.
Biotit (3G) 5
Warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang, bentuk euhedral – subhedral, Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan rata, relief tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003, sudut gelapan 700, jenis gelapan miring.
Pori-pori (5A)
70
Kenampakan warna hitam
Persentase Mineral / Komponen
Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-rata
(%)
Quarsa 15 13 17 15
Ortoklas 12 10 8 10
Biotit 7 3 5 5
Pori-pori 66 74 70 70
Nama Batuan : Arkose (WTG)
3.1.2 Sampel B04
Nomor Peraga : BS.04 Nama : Pakalima Manik
Acara : Batuan Non Karbonat NIM : D611 13 303
Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Non Karbonat
Tipe Stuktur (Type of Structure) :
Mikroskopis (Microscopic) :
Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarn, dengan tekstur Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,4 – 2 mm, Mineral terdiri dari mineral Quarsa, Biotit, Plagioklas, Piroksin dan Ortoklas.
Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral
Compotition of Mineral
Jumlah
Amount
(%)
Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy
Piroksin (3B) 20
Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief tinggi, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi orange kebiruan, sudut gelapan 35o, jenis gelapan miring.
Plagioklas (1G) 10
Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, bentuk subhedral-anhedral, intensitas tinggi, relief sedang, indeks bias nmin>ncb, warna interferensi abu-abu, sudut gelapan 22,5o, jenis gelapan miring, dan kembaran kalsbad
Quarsa (5E) 10
Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief sedang, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi hijau, sudut gelapan 3o, jenis gelapan bergelombang.
Biotit (6E) 10
Warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang, bentuk euhedral – subhedral Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan rata, relief tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003, sudut gelapan 700, gelapan miring, T.R.O length slow (+) adisi.
Ortoklas (4I) 10
Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nm < Nbk, Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.
Pori-pori (1B) 40 Kenampakan warna hitam
Persentase Mineral / Komponen
Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-rata
(%)
Piroksin 20 15 25 20
Plagioklas 15 10 5 10
Quarsa 5 10 15 10
Ortoklas 15 5 10 10
Biotit 10 5 15 10
Pori-pori 35 55 30 40
Nama Batuan : Lithic Arkose (WTG)
3.1.3 Sampel B08
Nomor Peraga : BS.08 Nama : Pakalima Manik
Acara : Batuan Non Karbonat NIM : D611 13 303
Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Non Karbonat
Tipe Stuktur (Type of Structure) : -
Klasifikasi (Classification) : WTG,
Mikroskopis (Microscopic) :
Dalam sayatan tipis menunjukkan warna kuning, dengan tekstur Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,5 mm, Mineral terdiri dari mineral,Plagioklas, Piroksin, Ortoklas, dan Pori-pori
Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)Komposisi Mineral
Compotition of Mineral
Jumlah
Amount
(%)
Keterangan Optik mineralDescription of Optical Mineralogy
Piroksin (3B) 15
Berwarna kecoklatan, pleokrisme monokroik, intensitas rendah, relief tinggi, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi coklat kehijauan, sudut gelapan 37,5o, jenis gelapan miring.
Plagioklas (2G) 20
Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, intensitas lemah, relief sedang, bentuk subhedral-anhedral, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi abu-abu, sudut gelapan 35o, jenis gelapan miring, kembaran albit
Ortoklas (4E) 10
Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, maksimum coklat muda orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring
Quarsa (5H) 25Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief sedang, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi hijau, sudut gelapan 3o, jenis gelapan bergelombang
Pori-pori (1D) 30 Kenampakan berwarna hitam
Persentase Mineral / Komponen
Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-rata
(%)
Piroksin 15 20 10 15
Plagioklas 30 10 20 20
Ortoklas 5 10 15 10
Quarsa 30 20 25 25
Pori-pori 20 40 30 30
Nama Batuan : Lithic Arkose (WTG)
3.2 Pembahasan
3.2.1 Sampel BS05
Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarna, dengan tekstur
klastik, bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,8 mm, mineral
terdiri dari mineral Quarsa memiliki warna bening, pleokroisme monokroik,
intensitas lemah, bentuk anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada, pecahan tidak
ada, relief rendah, W.I. maksimum abu – abu orde I (sedang), bias rangkap 0,005,
jenis gelapan bergelombang. Ortoklas memiliki Warna bening kehjauan,
pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin > Ncb,
Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda
orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.
Biotit memiliki warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang,
bentuk euhedral – subhedral, Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan
rata, relief tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003,
sudut gelapan 700, jenis gelapan miring. Pori-pori dengan kenampkan warna
hitam. Berdasarkan ciri fisik dan kandungan mineralnya, maka batuan ini
memiliki nama Arkose (WTG)
Batuan ini terbentuk dari hasil akumulasi dari material-material sedimen,
dimana jika dilihat pada kenampakan mikroskopisnya terutama disusun oleh
mineral Kuarsa dan mineral Bytownite, semen berupa mineral-mineral lempung.
Secara umum proses pembentukan batuan ini dimulai dengan adanya proses
pelapukan pada batuan beku intermediet sehingga material – material tersebut
kemudian tertranportasi oleh media air dan kemudian terakumulasi atau
terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses lithifikasi sehingga
membentuk batuan sediment berupa batupasir. Bila dilihat dari tekstur batuannya
yang berupa roundness/pembundarannya subangular sampai rounded serta ukuran
butir materialnya yang berukuran lempung hingga pasir sedang, kemas yang
terbuka dan sortasi yang buruk maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian
material penyusunnya telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari
sumbernya dengan arus yang bekerja relatif kuat. Dengan adanya kehadiran
mineral lempung sebagai semen dan matriks yang hampir merata maka
mencirikan sistem pengendapan berupa sistem suspensi. Adanya pori yang
dijumpai pada batuan ini, terbentuk karena adanya ruang yang kosong diantara
material-material sedimen yang tidak sempat terisi oleh semen dalam hal ini
mineral lempung.
3.2.2 Sampel BS04
Dalam sayatan tipis menunjukkan warna tak berwarn, dengan tekstur
Klastik , bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,4 – 2 mm, Mineral
terdiri dari mineral Quarsa dengan kenampakan Berwarna transparan, pleokrisme
tidak ada, intensitas rendah, relief sedang, indeks bias Nmin > Ncb, warna
interferensi hijau, sudut gelapan 25o, jenis gelapan miring. Biotit dengan
kenampakan Warna coklat muda, pleokroisme dikroik, intensitas sedang, bentuk
euhedral – subhedral Nmin > Ncb, Belahan sempurna satu arah, pecahan rata, relief
tinggi, W.I. maksimum coklat orde I (sedang), bias rangkap 0,003, sudut gelapan
700, gelapan miring, T.R.O length slow (+) adisi. Plagioklas dengan kenampakan
Berwarna transparan, tidak ada pleokrisme, bentuk subhedral-anhedral, intensitas
tinggi, relief sedang, indeks bias nmin>ncb, warna interferensi abu-abu, sudut
gelapan 22,5o, jenis gelapan miring, dan kembaran kalsbad. Piroksin dengan
kenampakan Berwarna transparan, pleokrisme tidak ada, intensitas rendah, relief
tinggi, indeks bias Nmin > Ncb, warna interferensi orange kebiruan, sudut gelapan
35o, jenis gelapan miring. Ortoklas dengan kenampakan Warna bening kehjauan,
pleokroisme monokroik, intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nm < nbc,
Belahan tidak ada, pecahan tidak rata, relief rendah, W.I. maksimum coklat muda
orde III (sedang), bias rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring.
Pori-pori dengan kenampakan warna hitam. Berdasarkan cirri fisik dan kandungan
mineralnya, maka batuan ini memiliki nama Lithic Arkose (WTG)
Batuan ini terbentuk dari hasil akumulasi dari material-material sedimen,
dimana jika dilihat pada kenampakan mikroskopisnya terutama disusun oleh
mineral Kuarsa dan mineral Bytownite, semen berupa mineral-mineral lempung.
Secara umum proses pembentukan batuan ini dimulai dengan adanya proses
pelapukan pada batuan beku intermediet sehingga material – material tersebut
kemudian tertranportasi oleh media air dan kemudian terakumulasi atau
terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses lithifikasi sehingga
membentuk batuan sediment berupa batupasir. Bila dilihat dari tekstur batuannya
yang berupa roundness/pembundarannya subangular sampai rounded serta ukuran
butir materialnya yang berukuran lempung hingga pasir sedang, kemas yang
terbuka dan sortasi yang buruk maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian
material penyusunnya telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari
sumbernya dengan arus yang bekerja relatif kuat. Dengan adanya kehadiran
mineral lempung sebagai semen dan matriks yang hampir merata maka
mencirikan sistem pengendapan berupa sistem suspensi. Adanya pori yang
dijumpai pada batuan ini, terbentuk karena adanya ruang yang kosong diantara
material-material sedimen yang tidak sempat terisi oleh semen dalam hal ini
mineral lempung.
3.2.3 Sampel BS08
Dalam sayatan tipis menunjukkan warna kuning, dengan tekstur Klastik ,
bentuk Subhedral – anhedral, ukuran mineralnya 0,02 – 0,5 mm, Mineral terdiri
dari mineral,Plagioklas dengan kenampakan Berwarna transparan, tidak ada
pleokrisme, intensitas lemah, relief sedang, bentuk subhedral-anhedral, indeks
bias Nmin > Ncb, warna interferensi abu-abu, sudut gelapan 35o, jenis gelapan
miring, kembaran albit. Piroksin dengan kenampakan Berwarna kecoklatan,
pleokrisme monokroik, intensitas rendah, relief tinggi, indeks bias Nmin > Ncb,
warna interferensi coklat kehijauan, sudut gelapan 37,5o, jenis gelapan miring.
Ortoklas dengan kenampakan Warna bening kehjauan, pleokroisme monokroik,
intensitas lemah, bentuk subhedral – anhedral, Nmin > Ncb, Belahan tidak ada,
pecahan tidak rata, relief rendah, maksimum coklat muda orde III (sedang), bias
rangkap 0,026, sudut gelapan 750, jenis gelapan miring. Dan Pori-pori dengan
kenampakan berwarna hitam. Berdasarkan cirri fisik dan kandungan mineralnya,
maka batuan ini memiliki nama Lithic Arkose (WTG)
Batuan ini terbentuk dari hasil akumulasi dari material-material sedimen,
dimana jika dilihat pada kenampakan mikroskopisnya terutama disusun oleh
mineral Kuarsa dan mineral Bytownite, semen berupa mineral-mineral lempung.
Secara umum proses pembentukan batuan ini dimulai dengan adanya proses
pelapukan pada batuan beku intermediet sehingga material – material tersebut
kemudian tertranportasi oleh media air dan kemudian terakumulasi atau
terendapkan pada suatu cekungan dan mengalami proses lithifikasi sehingga
membentuk batuan sediment berupa batupasir. Bila dilihat dari tekstur batuannya
yang berupa roundness/pembundarannya subangular sampai rounded serta ukuran
butir materialnya yang berukuran lempung hingga pasir sedang, kemas yang
terbuka dan sortasi yang buruk maka dapat diinterpretasikan bahwa sebagian
material penyusunnya telah mengalami transportasi yang cukup jauh dari
sumbernya dengan arus yang bekerja relatif kuat. Dengan adanya kehadiran
mineral lempung sebagai semen dan matriks yang hampir merata maka
mencirikan sistem pengendapan berupa sistem suspensi. Adanya pori yang
dijumpai pada batuan ini, terbentuk karena adanya ruang yang kosong diantara
material-material sedimen yang tidak sempat terisi oleh semen dalam hal ini
mineral lempung.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkand dari praktikum ini adalah :
a. Berdasarkan pengamatan mikroskopis nama dari batuan pada sampel BS05
adalah Arkose (WTG), pada sampel BS04 adalah Lithic Arkose (WTG), dan
pada sampel BS08 memiliki nama Litchic Arkose (WTG).
b. Mineral-mineral yang sering dijumpai pada batuan sedimen non karbonat
adalah kuarsa, plagioklas, ortolas, biotit, piroksin, dan pori-pori.
4.2 Saran
4.2.1 Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat-alat yang ada dilaboratirium dijaga dengan baik dan
dilengkapi yang masih kurang
4.2.2 Untuk Asisten
Kami berharap agar tim kakak-kakak asisten tetap bersabar lebih
bersemangat dalam mendidik kami semua. Kiranya tetap satu kata, satu hati, dan
satu perbuatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitri, Dwi & Sutarto. 2005. Album Mineralogi Optik. Yogyakarta : Laboratorium
Petrologi dan Bahan Galian
Graha Setia Doddy. 1987. Batuan dan Mineral, Bandung : Nova
Irfan Ria Ulva. 2015. Penuntun Praktikum Laboratorium Mineral Optik Jurusan
Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kerr P. F., 1977. Optical Mineralogy, Mcgraw hill Book Company Inc, New
York, Toronto, London.
Petrografi, asisten. 2015. Penuntun Praktikum Petrografi. Makassar :
Laboratorium petrografi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
Schuster, simon, 1977. Rocks and Minerals. New York : Simon & Schusters Inc