e kelompok15 tbc
TRANSCRIPT
TUGAS EPIDEMIOLOGI P2NM
MAKALAH TUBERKULOSIS PARU
Disusun oleh :
Promisetyaningrum 25010111140324
Imam Suhada 25010111140349
Dian Putri Nastiti 25010111140352
Milka Noviananda Hardy 25010111140361
Whawan Bayu 25010111140366
Kelas E 2011
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia setelah china dan
India dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun 2012 turun ke peringkat
ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian
Kesehatan.Namun tuberkulosis masih menjadi beban permasalahan yang sangat besar di
Indonesia dengan jumlah kasus baru sebesar 450.000 dan jumlah kematian 64.000 pertahun.
Dalam sepuluh tahun terakhir sudah banyak pencapaian yang dilakukan oleh Kementrian
Kesehatan antara lain pencapaian indikator angka notifikasi kasus TB yang terus meningkat
di atas 70% dan angka keberhasilan pengobatan TB diatas 90%
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang
(basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan penyakit ini
melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru.
Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang
yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis
paru.
Kejadian kasus tuberkulosis paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok
masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan
hunian lingkungan tempat tinggal.
B. Tujuan
1. Mengetahui penyebab penyakit TB Paru
2. Mengetahui Gejala klinis penyakit TB Paru
3. Mengetahui cara diagnosis penyakit TB Paru
4. Mengetahui mekanisme penularan penyakit TB Paru
5. Mengetahui distribusi penyakit TB Paru
6. Mengetahui faktor resiko penyakit TB Paru
7. Mengetahui strategi pengendalian penyakit TB Paru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa, yang berbentuk
batang, berukuran panjang 5μ dan lebar 3μ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri
aerob, pada pewarnaan gram maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh
karena itu M. tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Pada dinding sel M.
Tuberculosis lapisan lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan yang ada
dibawahnya, hal ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas
dari antibiotik. Lipoarabinomannan, yaitu suatu molekul lain dalam dinding sel M.
tuberculosis, yang berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, sehingga M.
tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag. Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.
Kuman ini dalam jaringan tubuh dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun.
Tuberkulosis (TB) termasuk penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia.
Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan
akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang
meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru
TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB
dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun).
B. Gejala Klinis
Terdapat 2 gejala TB paru yaitu : gejala umum dan gejala khusus. Gejala umum secara
klinis mempunyai gejala yaitu batuk selama lebih dari 3 minggu, demam, berat badan
menurun tanpa sebab, berkeringat pada waktu malam, mudah capai, hilangnya nafsu makan.
Sedangkan Gejala khusus dapat digambarkan sbb :
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak, kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada,
2. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah,
3. pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejala adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejangkejang.
C. Diagnosis TB Paru
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru berikut
ini
Gambar 1. Diagnosis TB ParuSumber : Buku Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Edisi Kedua, Oleh Widoyono
D. Mekanisme Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor
yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
E. Distribusi Penyakit
1. Person / Orang
a. Umur
TB Paru Menyerang siapa saja Tua, Muda bahkan anak-anak. Sebagian besar
penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data
WHO menunjukkan bahwa kasus TB di Negara berkembang banyak terdapat
pada umur produktif 15-29 tahun. Jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6%
berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia
lanjut (≤ 55 tahun).
b. Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan
perempuan. TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Serupa
dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia
tertular oleh kuman TB dan satu juta di antaranya meninggal setiap tahun.
c. Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu factor yang menetukan fungsi seluruh system
tubuh termasuk system imun. Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk
memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme . Bila daya tahan tubuh sedang rendah,kuman TB Mudah masuk
ke dalam tubuh. Kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian
berkembang biak, tapi orang yang terinfeksi Kuman TB Paru belum tentu
menderita TB paru, tergantung daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh kuat
maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang
menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan
berkembang menjadi penyakit. Penyakit TB Lebih dominan terjadi pada
masyarakat yang status gizi rendah karna system imun yang lemah sehingga
memudahkan kuman TB Masuk dan berkembang biak.
d. Tingkah Laku
Faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana
mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Dimulai dari perilaku hidup sehat dengan tidak meludah
sembarangan, menutup mulut menggunakan sapu tangan atau tissue apabila
batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini penyakit TB paru. Perilaku
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit TB paru yang
lebih banyak di derita oleh mereka yang tidak bisa berprilaku sehat.
2. Place / tempat
a. Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di tularkan
melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi
penyebaran TBC salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor. Penderita
TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan
yang kumuh dan kotor.
b. Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan Miskin. Data WHO yang
menyatakan bahwa angka kematian akibat TB sebagai besar berada di Negara
berkembang yang relative miskin.
c. Wilayah
Resiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya penyakit TB Paru bergantung
pada keberadaan infeksi dalam masyarakat misalnya Imigran dari daerah
prevalensi tinggi TB, Ras yang beresiko tinggi dan kelompok etnis minorias
(misal Afrika, Amerika, Amerika Indian, Asli Alaska, Asia, Kepulauan Pasifik
dan Hispanik)
3. Time / Waktu
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan kapan saja tanpa
mengenal waktu. Apabila Kuman telah masuk ke dalam tubuh maka pada saat itu
kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya penyakit TB Paru.
F. Faktor Resiko
1. Faktor Sosial Ekonomi. Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian,
lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat
memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan
penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup
layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2. Status Gizi. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi
dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3. Memakai obat yang mempengaruhi sistem ketahanannya misalnya corticosteroids,
cyclosporin atau obat kemoterapi,
4. Mengidap HIV/AIDS, atau berpenyakit menahun yang mempengaruhi sistem
ketahanannya.
5. Merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem
pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
G. Strategi Pengendalian TB Paru
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB
sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi
kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective). Integrasi ke dalam pelayanan
kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit
yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS,
setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat
sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan
pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan
penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan
menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara,
kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut
diperluas menjadi sebagai berikut :
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan
Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB
ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969
pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT)
yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua
tahun. Asam Para Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977
mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid
dan Ethambutol selama 6 bulan. Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai
menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun
2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes terutama Puskesmas
yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.
H. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin
kepatuhan terhadap International Standards for TB Care
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.
I. Kegiatan Pengendalian TB Paru
1. Tatalaksana dan Pencegahan TB
• Penemuan Kasus Tuberkulosis
• Pengobatan Tuberkulosis
• Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis
• Pengendalian Infeksi pada sarana layanan
• Pencegahan Tuberkulosis
2. Manajemen Program TB
• Perencanaan program Tuberkulosis
• Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis
• Manajemen Logistik Program Tuberkulosis
• Pengembangan Ketenagaan Program Tuberkulosis
• Promosi program Tuberkulosis
3. Pengendalian TB komprehensif
• Penguatan Layanan Laboratorium Tuberkulosis
• Public - Private Mix (Pelibatan Semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan)
• Kolaborasi TB-HIV
• Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB
• Pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru
• Manajemen TB Resist Obat
• Penelitian tuberkulosis
J. Organisasi Pelaksana Pengendalian TB Paru
1. Aspek manajemen program
a. Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional
Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan forum kemitraan
lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I.
sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB. Dalam
pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub
Direktorat Tuberkulosis.
b. Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim
Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan
kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi
dilaksanakan Dinas Kesehatan Propinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten / kota yang terdiri
dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan
dengan kebutuhan kabupaten / kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat
Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Aspek Tatalaksana pasien TB
Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter Praktek
Swasta.
a. Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana
(KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan
dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan
geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)
yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
b. Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum, Balai/Baiali Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(B/BKPM), dan klinik lannya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana
pasien TB.
c. Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas layanan lainnya.
Secara umum konsep pelayanan di Balai Pengobatan dan DPS sama dengan
pelaksanaan pada rumah sakit dan Balai Penobatan (klinik).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tuberkulosis paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa, yang berbentuk
batang. M. tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA karena pewarnaan gram
warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Kuman TBC cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.
Gejala klinis penyakit TB Paru umumnya yaitu batuk selama lebih dari 3 minggu,
demam, berat badan menurun tanpa sebab, berkeringat pada waktu malam, mudah capai,
hilangnya nafsu makan. diagnosis TB Paru yaitu dengan pemeriksaan 3 spesimen dahak
dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
Penyakit TB paru dapat menyebar lewat udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei) penderita TB Paru. Faktor resiko penyakit Tb paru antara lain fakor ekonomi yaitu
keadaan rumah yang lingkungannya lembab, buruk dan kurang pencahayaan. Status gizi
seseorang, obat obatan, dan penyakit lain yang dapat mempegaruhi tingkat imunitas.
Strategi pengendalian TB Paru meliputi :
1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
Daftar Pustaka
Anonim, 2011, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis ,Depkes ,Jakarta.
www.djpp.kemenkumham.go.id, 2013 ,Pedoman manajemen terpadu pengendalian
Tuberkulosis resistan obat, Djpp Kemenkumham, Jakarta
Badan Litbang Kesehatan. Namru-2, Jakarta
Nadesul, Handrawan. (1995). Penyebab, pencegahan dan pengobatan TBC. Puspa
Swara. Jakarta.
Danusantoso, Halim. (1999). Ilmu penyakit paru. Penerbit Hipokrates. Jakarta.
Aditama, T, Y. 1994. Tuberkulosis Paru : Masalah dan Penanggulangannya. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta: 1.
Alsagaff, Hood, Mukty, Abdul.2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Edisi Ke 2.
Airlangga University Press, Surabaya : 85-88, 88-96, 108-109.
Amin, Z., Bahar, A. 2006. BAB 242 Tuberkulosis Paru in: Sudoyo, Aru (eds) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid II : 988-993.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27940/4/Chapter%20II.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fkmhiswani6.pdf 2009 ).
http://www.infopenyakit.org/def_menu.asp?
menuID=1&menuType=1&SubID=10&DetId=1047
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1444
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-noorainnyg-5318-2-
bab2.pdf