e kelompok15 tbc

19
TUGAS EPIDEMIOLOGI P2NM MAKALAH TUBERKULOSIS PARU Disusun oleh : Promisetyaningrum 25010111140324 Imam Suhada 25010111140349 Dian Putri Nastiti 25010111140352 Milka Noviananda Hardy 25010111140361 Whawan Bayu 25010111140366 Kelas E 2011 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Upload: milka-hardy

Post on 29-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: e Kelompok15 Tbc

TUGAS EPIDEMIOLOGI P2NM

MAKALAH TUBERKULOSIS PARU

Disusun oleh :

Promisetyaningrum 25010111140324

Imam Suhada 25010111140349

Dian Putri Nastiti 25010111140352

Milka Noviananda Hardy 25010111140361

Whawan Bayu 25010111140366

Kelas E 2011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: e Kelompok15 Tbc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia setelah china dan

India dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun 2012 turun ke peringkat

ke-4 dan masuk dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian

Kesehatan.Namun tuberkulosis masih menjadi beban permasalahan yang sangat besar di

Indonesia dengan jumlah kasus baru sebesar 450.000 dan jumlah kematian 64.000 pertahun.

Dalam sepuluh tahun terakhir sudah banyak pencapaian yang dilakukan oleh Kementrian

Kesehatan antara lain pencapaian indikator angka notifikasi kasus TB yang terus meningkat

di atas 70% dan angka keberhasilan pengobatan TB diatas 90%

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang

(basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan penyakit ini

melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru.

Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang

yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis

paru.

Kejadian kasus tuberkulosis paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok

masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan

hunian lingkungan tempat tinggal.

B. Tujuan

1. Mengetahui penyebab penyakit TB Paru

2. Mengetahui Gejala klinis penyakit TB Paru

3. Mengetahui cara diagnosis penyakit TB Paru

4. Mengetahui mekanisme penularan penyakit TB Paru

5. Mengetahui distribusi penyakit TB Paru

6. Mengetahui faktor resiko penyakit TB Paru

7. Mengetahui strategi pengendalian penyakit TB Paru

Page 3: e Kelompok15 Tbc

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyebab Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa, yang berbentuk

batang, berukuran panjang 5μ dan lebar 3μ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri

aerob, pada pewarnaan gram maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh

karena itu M. tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Pada dinding sel M.

Tuberculosis lapisan lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan yang ada

dibawahnya, hal ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas

dari antibiotik. Lipoarabinomannan, yaitu suatu molekul lain dalam dinding sel M.

tuberculosis, yang berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, sehingga M.

tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag. Kuman TBC cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.

Kuman ini dalam jaringan tubuh dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun.

Tuberkulosis (TB) termasuk penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia.

Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan

akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang

meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru

TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB

dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun).

B. Gejala Klinis

Terdapat 2 gejala TB paru yaitu : gejala umum dan gejala khusus. Gejala umum secara

klinis mempunyai gejala yaitu batuk selama lebih dari 3 minggu, demam, berat badan

menurun tanpa sebab, berkeringat pada waktu malam, mudah capai, hilangnya nafsu makan.

Sedangkan Gejala khusus dapat digambarkan sbb :

1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian

bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah

yang disertai sesak, kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),

dapat disertai dengan keluhan sakit dada,

Page 4: e Kelompok15 Tbc

2. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada

suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada

muara ini akan keluar cairan nanah,

3. pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejala adalah demam tinggi, adanya

penurunan kesadaran dan kejangkejang.

C. Diagnosis TB Paru

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -

pagi - sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman

TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,

biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks

saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,

sehingga sering terjadi overdiagnosis.

4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru berikut

ini

Page 5: e Kelompok15 Tbc

Gambar 1. Diagnosis TB ParuSumber : Buku Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya Edisi Kedua, Oleh Widoyono

D. Mekanisme Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,

penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam

ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi

jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan

seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin

tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor

yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan

dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Page 6: e Kelompok15 Tbc

E. Distribusi Penyakit

1. Person / Orang

a. Umur

TB Paru Menyerang siapa saja Tua, Muda bahkan anak-anak. Sebagian besar

penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data

WHO menunjukkan bahwa kasus TB di Negara berkembang banyak terdapat

pada umur produktif 15-29 tahun. Jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6%

berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia

lanjut (≤ 55 tahun).

b. Jenis Kelamin

Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan

perempuan. TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Serupa

dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia

tertular oleh kuman TB dan satu juta di antaranya meninggal setiap tahun.

c. Status Gizi

Status nutrisi merupakan salah satu factor yang menetukan fungsi seluruh system

tubuh termasuk system imun. Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk

memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme . Bila daya tahan tubuh sedang rendah,kuman TB Mudah masuk

ke dalam tubuh. Kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian

berkembang biak, tapi orang yang terinfeksi Kuman TB Paru belum tentu

menderita TB paru, tergantung daya tahan tubuh. Bila daya tahan tubuh kuat

maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang

menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan

berkembang menjadi penyakit. Penyakit TB Lebih dominan terjadi pada

masyarakat yang status gizi rendah karna system imun yang lemah sehingga

memudahkan kuman TB Masuk dan berkembang biak.

d. Tingkah Laku

Faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana

mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Dimulai dari perilaku hidup sehat dengan tidak meludah

sembarangan, menutup mulut menggunakan sapu tangan atau tissue apabila

batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini penyakit TB paru. Perilaku

Page 7: e Kelompok15 Tbc

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit TB paru yang

lebih banyak di derita oleh mereka yang tidak bisa berprilaku sehat.

2. Place / tempat

a. Lingkungan

TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di tularkan

melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi

penyebaran TBC salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor. Penderita

TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan

yang kumuh dan kotor.

b. Kondisi Sosial Ekonomi

Sebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan Miskin. Data WHO yang

menyatakan bahwa angka kematian akibat TB sebagai besar berada di Negara

berkembang yang relative miskin.

c. Wilayah

Resiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya penyakit TB Paru bergantung

pada keberadaan infeksi dalam masyarakat misalnya Imigran dari daerah

prevalensi tinggi TB, Ras yang beresiko tinggi dan kelompok etnis minorias

(misal Afrika, Amerika, Amerika Indian, Asli Alaska, Asia, Kepulauan Pasifik

dan Hispanik)

3. Time / Waktu

Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan kapan saja tanpa

mengenal waktu. Apabila Kuman telah masuk ke dalam tubuh maka pada saat itu

kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya penyakit TB Paru.

F. Faktor Resiko

1. Faktor Sosial Ekonomi. Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian,

lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat

memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan

penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup

layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.

2. Status Gizi. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi

dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan

terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang

berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

Page 8: e Kelompok15 Tbc

3. Memakai obat yang mempengaruhi sistem ketahanannya misalnya corticosteroids,

cyclosporin atau obat kemoterapi,

4. Mengidap HIV/AIDS, atau berpenyakit menahun yang mempengaruhi sistem

ketahanannya.

5. Merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem

pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

G. Strategi Pengendalian TB Paru

Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD

mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly

Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:

1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

5. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB

sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi

kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-efective). Integrasi ke dalam pelayanan

kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit

yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS,

setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat

sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan

pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan

penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan

menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.

Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara,

kemudian strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut

diperluas menjadi sebagai berikut :

1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS

2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya

Page 9: e Kelompok15 Tbc

3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan

4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

5. Memberdayakan pasien dan masyarakat

6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian

Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan

Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969

pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT)

yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua

tahun. Asam Para Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977

mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid

dan Ethambutol selama 6 bulan. Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai

menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun

2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes terutama Puskesmas

yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

H. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014

Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:

1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu

2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan

masyarakat miskin serta rentan lainnya

3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),

perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin

kepatuhan terhadap International Standards for TB Care

4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.

5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen

program pengendalian TB

6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB

7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.

I. Kegiatan Pengendalian TB Paru

1. Tatalaksana dan Pencegahan TB

• Penemuan Kasus Tuberkulosis

• Pengobatan Tuberkulosis

• Pemantauan dan Hasil Pengobatan Tuberkulosis

Page 10: e Kelompok15 Tbc

• Pengendalian Infeksi pada sarana layanan

• Pencegahan Tuberkulosis

2. Manajemen Program TB

• Perencanaan program Tuberkulosis

• Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis

• Manajemen Logistik Program Tuberkulosis

• Pengembangan Ketenagaan Program Tuberkulosis

• Promosi program Tuberkulosis

3. Pengendalian TB komprehensif

• Penguatan Layanan Laboratorium Tuberkulosis

• Public - Private Mix (Pelibatan Semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan)

• Kolaborasi TB-HIV

• Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB

• Pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru

• Manajemen TB Resist Obat

• Penelitian tuberkulosis

J. Organisasi Pelaksana Pengendalian TB Paru

1. Aspek manajemen program

a. Tingkat Pusat

Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional

Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan forum kemitraan

lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I.

sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB. Dalam

pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub

Direktorat Tuberkulosis.

b. Tingkat Propinsi

Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim

Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan

kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi

dilaksanakan Dinas Kesehatan Propinsi.

c. Tingkat Kabupaten/Kota

Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten / kota yang terdiri

dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan

Page 11: e Kelompok15 Tbc

dengan kebutuhan kabupaten / kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat

Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Aspek Tatalaksana pasien TB

Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter Praktek

Swasta.

a. Puskesmas

Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana

(KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan

dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan

geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM)

yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

b. Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum, Balai/Baiali Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(B/BKPM), dan klinik lannya dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana

pasien TB.

c. Dokter Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas layanan lainnya.

Secara umum konsep pelayanan di Balai Pengobatan dan DPS sama dengan

pelaksanaan pada rumah sakit dan Balai Penobatan (klinik).

Page 12: e Kelompok15 Tbc

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Tuberkulosis paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosa, yang berbentuk

batang. M. tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA karena pewarnaan gram

warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Kuman TBC cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab.

Gejala klinis penyakit TB Paru umumnya yaitu batuk selama lebih dari 3 minggu,

demam, berat badan menurun tanpa sebab, berkeringat pada waktu malam, mudah capai,

hilangnya nafsu makan. diagnosis TB Paru yaitu dengan pemeriksaan 3 spesimen dahak

dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.

Penyakit TB paru dapat menyebar lewat udara dalam bentuk percikan dahak (droplet

nuclei) penderita TB Paru. Faktor resiko penyakit Tb paru antara lain fakor ekonomi yaitu

keadaan rumah yang lingkungannya lembab, buruk dan kurang pencahayaan. Status gizi

seseorang, obat obatan, dan penyakit lain yang dapat mempegaruhi tingkat imunitas.

Strategi pengendalian TB Paru meliputi :

1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

5. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

Page 13: e Kelompok15 Tbc

Daftar Pustaka

Anonim, 2011, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis ,Depkes ,Jakarta.

www.djpp.kemenkumham.go.id, 2013 ,Pedoman manajemen terpadu pengendalian

Tuberkulosis resistan obat, Djpp Kemenkumham, Jakarta

Badan Litbang Kesehatan. Namru-2, Jakarta

Nadesul, Handrawan. (1995). Penyebab, pencegahan dan pengobatan TBC. Puspa

Swara. Jakarta.

Danusantoso, Halim. (1999). Ilmu penyakit paru. Penerbit Hipokrates. Jakarta.

Aditama, T, Y. 1994. Tuberkulosis Paru : Masalah dan Penanggulangannya. Penerbit

Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta: 1.

Alsagaff, Hood, Mukty, Abdul.2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Edisi Ke 2.

Airlangga University Press, Surabaya : 85-88, 88-96, 108-109.

Amin, Z., Bahar, A. 2006. BAB 242 Tuberkulosis Paru in: Sudoyo, Aru (eds) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid II : 988-993.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27940/4/Chapter%20II.pdf

http://library.usu.ac.id/download/fkmhiswani6.pdf 2009 ).

http://www.infopenyakit.org/def_menu.asp?

menuID=1&menuType=1&SubID=10&DetId=1047

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1444

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-noorainnyg-5318-2-

bab2.pdf