e-9 (budi hastuti_pengaruh penambahan konsentrasi gula)

8

Click here to load reader

Upload: budi-hastuti

Post on 30-Jun-2015

168 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kimia Jurusan Pendidikan FMIPA UNY dengan Tema “Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Penelitian Kimia Menyongsong UNY sebagai World Class University” pada 17 Oktober 2009 di Ruang Seminar FMIPA UNY

Pengaruh Penambahan Konsentrasi Gula Terhadap Kualitas Nata De Soya Dari Limbah Cair Tahu

Budi Hastuti 1 , Saptono Hadi2

1 Prodi Kimia, P.MIPA, FKIP UNS, 2 Jurusan Kimia F. MIPA UNS

Abstrak

Kandungan karbohidrat yang tinggi pada limbah cair tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bagi Acetobacter xylinum. Kandungan serat yang tinggi dalam nata, memungkinkan bahan makanan ini digunakan sebagai sumber makanan yang mengandung serat yang berguna bagi kesehatan. Kemampuan Acetobacter xylinum untuk mengubah rantai karbohidrat menjadi selulosa telah diteliti. Fermentasi dilakukan pada limbah cair tahu baru selama 16 hari, dengan memvariasi konsentrasi gula yang ditambahkan pada media limbah cair tahu, yaitu 2,5 %, 5%, 7,5%, 10%, 15% dan 20%. Sedangkan pH larutan divariasi pada pH 4, 6, 8 dan 10. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa performansi nata de soya terbaik diperoleh pada penambahan 20% b/v gula pasir serta perendaman pada pH 6. Kata Kunci : Nata de soya, limbah cair tahu, Acetobacter xylinum

Pendahuluan

Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan limbah cair. limbah cair pengolahan tahu akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai. Untuk memproduksi 1/2 ton tahu dihasilkan limbah cair sebanyak 5000 Liter dan 6-7 kuintal limbah padat (ampas tahu). Sumber limbah cair pabrik tahu berasal dari proses merendam kedelai serta proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air, limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Sebenarnya penanganan air limbah industri sangat menarik bila dilihat dari segi pendaur-ulangan air limbah, juga untuk mengefisienkan pengolahan air limbah.

Proses pengolahan air limbah selain menghasilkan air buangan yang "bersih" juga dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai produk olahan yang dapat memberikan nilai tambah yang cukup

tinggi. Demikian juga air buangan sisa pengolahan tahu yang hingga kini merupakan limbah industri yang memberikan tingkat pencemaran lingkungan yang tinggi, ternyata bisa dibuat menjadi produk baru yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu nata de soya. Produk makanan kaya serat hasil fermentasi itu dapat dimanfaatkan dalam memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi dari industri tahu. Nata adalah sejenis makanan penyegar yang biasanya berbahan baku dari air kelapa yang biasa dikenal dengan sebutan nata decoco, sekarang dikembangkan nata berbahan baku dari air limbah pengolahan tahu. Nata jenis ini disebut nata de soya.

Jika ditinjau dari komposisi kimianya, ternyata air limbah tahu (Whey) mengandung nutrien-nutrien (protein, karbohidrat, dan bahan-bahan lainnya) yang jika dibiarkan dibuang begitu saja ke sungai justru dapat menimbulkan pencemaran. Tetapi jika dimamfaatkan akan menguntungkan perajin tahu. Whey tahu selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Whey tahu mempunyai prospek untuk dimanfaatkan sebagai media fermentasi bakteri, diantaranya bakteri asam asetat Asetobacter sp termasuk bakteri Asetobacter xylinum. Asetobacter xylinum dapat mengubah gula substrat menjadi gel selulosa yang biasa dikenaldengan nata. Teknologi pembuatan nata de soya cukup sederhana, bahan

Page 2: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

baku berupa limbah cair tahu dan enzimnya asetobacter xylinum dapat diperoleh dengan mudah. Kemudahan Acetobacter xylinum untuk tumbuh pada media sederhana yang hanya terdiri dari mineral penting, amonia, karbohidrat, atau asetat sebagai sumber karbon (Fardiaz, 1989). Menurut Rahman (1992) Acerobacter xylinum membentuk nata sebagai hasil proses anaerobisasi pada media yang mengandung gula, akan mengubah gula menjadi selulosa. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan nata adalah pH, suhu, dan kadar gula. Aktivitas Acetobacter xylinum dalam menfermentasikan gula pada medium hidupnya, akan berjalan baik dan menghasilkan massa nata dengan optimal, jika kondisi lingkungan hidupnya terpenuhi, seperti : mengusahakan agar pH dalam mediumnya berkisar empat dan suhu lingkungannya berkisar 30°C, akan tetapi dari banyak sumber belum banyak yang menyebutkan seberapa besar kadar gula yang ideal untuk menyokong pertumbuhan bakteri tersebut dalam membentuk nata.

Optimasi dalam produksi pembuatan Nata de Soya dicari melalui proses anaerobisasi dengan menciptakan kondisi optimum pada media limbah cair tahu sebagai tempat hidup Acetobacter xylinum. Diharapkan keadaan ini dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan pada proses pembuatan nata de soya yang biasa dikerjakan masyarakat. Sehingga produksi nata de soya dari limbah tahu mempunyai kualitas yang baik dan mempunyai kemampuan untuk dipasarkan. Bahan dan Metode Proses anaerobisasi Nataa. Whey tahu yang masih segar diendapkan, dan

disaring dengan beberapa lapis kain kassa, kemudian dipanaskan sampai mendidih dengan api besar sambil diaduk-aduk. Setelah mendidih, ditambahkan (1) asam asetat glasial (1 ml asam asetat untuk setiap 100 mL whey), dan (2) gula (8 gram gula untuk setiap 100 mL whey). Campuran ini diaduk sampai gula larut. Larutan ini disebut dengan Whey asam bergula.

b. Urea (sebanyak 0,5 gram urea untuk setiap 100 ml whey asam bergula yang disiapkan pada no. 1 diatas) dilarutkan di dalam sedikit whey yang telah dimasak. Larutan ini dididihkan, kemudian dituangkan ke dalam whey asam bergula. Larutan yang diperoleh disebut sebagai media nata. Larutan ini didinginkan sampai suam-suam kuku.

c. Media nata ditambah dengan bakteri (setiap 100 mL media nata membutuhkan 5-10 ml bakteri), kemudian dipindahkan ke dalam

gelas beker, kemudia ditutup dengan kertas yang telah dipanaskan di dalam oven pada suhu 140°C selama 2 jam. Gelas beker berisi media ini disimpan di raung proses anaerobisasi selama 16 hari sampai terbentuk lapisan nata yang cukup tebal

Panen dan Pencucian.

Lapisan nata diangkat, kemudian dicuci dengan air bersih. Setelah itu nata direndam di dalam air mengalir atau air yang diganti-ganti dengan air segar selama 3 hari. Setelah itu nata dipotong-potong. Potongan nata direbus 5-10 menit, kemudian dicuci dan direbus lagi selama 10 menit. Hal ini diulangi sampai nata tidak berbau dan berasa asam lagi.

Optimasi Pengolahan Nata de Soya Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Pengambilan kondisi optimum dilaksanakan dengan mengambil tiga variasi yang terbaik dari prapenelitian yang digunakan untuk menentukan optimasi perlakuan dengan 3 kali perulangan. Pra penelitian dilaksanakan dengan (1). Variasi konsentrasi gula, yang terdiri dari : 0%, 2,5 %, 5%, 7,5%, 10%, 15% dan 20%. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Acetobacter xylinum mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sellulosa dengan ketebalan dan berat basah yang berbeda. Peningkatan ketebalan dan berat basah seiring dengan meningkatnya konsentrasi gula yang diberikan.

Tabel Hubungan Konsentrasi gula Vs Berat Nata yang terbentuk

0

5

10

15

20

25

30

0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 20

Konsentrasi gula (%)

Ber

at N

ata

(gra

m)

Gambar 1. Berat basah Selulosa pada berbagai Konsentrasi Gula

Page 3: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

Tabel Hubungan Konsentrasi Gula Vs Tebal Nata

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

2,5 5 7,5 10 15 20

Konsentrasi Gula (%)

Teba

l Nat

a (m

m)

Gambar 2. Tebal Selulosa pada berbagai

Konsentrasi Gula

Pembahasan Kemampuan Acetobacter xylinum Menghasilkan Sellulosa

Perbedaan konsentrasi gula menyebabkan perbedaan berat basah dan tebal nata yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum (Gambar 1 dan 2). Perbedaan ini menggambarkan perbedaan kemampuan Acetobacter xylinum dalam menjalin selulosa (serat). Perbedaan kemampuan ini disebabkan adanya perbedaan kadar nutrien yang tersedia dalam medium. Nilawati et al. (1997) menyatakan bahwa kandungan nutrisi yang tersedia dalam medium seperti karbohidrat, protein, lemak abu dan vitamin B-kompleks lainnya mempengaruhi pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum. Nutrien adalah substansi anorganik dan organik yang dalam larutan melintasi membran sitoplasma. Agar mendapatkan nutrien dari makanan, sel harus mampu mencerna makanan tersebut dengan cara mengubah molekul-molekul protein, karbohidrat, dan lipida yang kompleks dan besar menjadi molekul yang sederhana dan kecil dan segera melarut sehingga dapat memasuki sel. (Pelczar & Chan, 1989).

Nutrien yang ada pada medium untuk menumbuhkan Acetobacter xylinum sebagian besar diperoleh dari whey tahu dan gula yang ditambahkan. Whey tahu selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Diasumsikan semakin banyak kadar nutrien, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut. Semakin banyak Acetobacter xylinum diduga semakin banyak selulosa yang terbentuk. Hubungan peningkatan berat basah selulosa dengan peningkatan kadar gula terlihat pada Gambar 1.

Faktor-faktor pertumbuhan yang mempengaruhi kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa selain ketersediaan nutrien pada medium, juga pH medium antara 3-6, suhu lingkungan berkisar antara 20 - 28

OC (Fardiaz, 1992). Sel-sel

akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial yang dibantu oleh kondisi lingkungan yang sesuai. La Teng (1999) menyatakan bahwa biosintesis sellulosa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti kandungan oksigen pada permukaan medium, kondisi medium mengalami agitasi atau tidak, dan ketersedian sumber karbon yang cukup. Ketersediaan sumber karbon erat sekali dengan kandungan karbohidrat. Dengan demikian biosintesis selulosa akan meningkat seiring meningkatnya jumlah karbohidrat yang diubah.

Hubungan Kadar Bekatul dengan Ketebalan, Berat dan Kadar Serat Sellulosa

Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah gula yang ditambahkan pada medium fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak. Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.

Berat sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan (Gambar 2) sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak. Menurut Djutikah (2002), berat sellulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N yang berguna

Page 4: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

untuk menyusun protoplasma (Dwidjoseputro, 1989). Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel (Kadir, 2003). Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa (Hidayat, et al., 2003). Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium.. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.

Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO

2 dan

H2O. Menurut Mandel (2004) bakteri Acetobacter

xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO

2 dan H

2O, apabila gula dalam medium

fermentasi telah habis dimetabolisir. Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium (Gaman & Sherrington, 1994).

Kesimpulan 1. Kandungan protein dalam limbah cair tahu

dapat dimanfaatkan Acetobacter xylinum menjadi nata (selulosa)

2. Penambahan konsentrasi gula di dalam media limbah cair tahu dapat meningkatkan kualitas Nata de Soya

3. Penambahan konsentrasi gula sampai kadar 20 % ke dalam media limbah cair tahu mampu menghasilkan ketebalan nata yang optimum

4. Penambahan konsentrasi gula sampai kadar 20 % ke dalam media limbah cair tahu mampu menghasilkan berat basah nata sebesar 24,84 gram

Daftar Pustaka Anonim. 1996. Cellulose. Department of Polymer

Science. University of Southern Mississippi http://www.psrc.usm.edu/index.html Diakses tanggal : 13 Juli 2004

Anonim1. 2002. Teknologi Tepat Guna Pengolahan

Pangan: Nata De Soya. http://www.iptek.net.id/Ind./warintek. Diakses tanggal 22 Juli 2004

Anonim2. 2002. Bekatul Dapat Sembuhkan

Ambeien. Sriwijaya Post .http://www.indomedia.com/sripo/2002/01/24/2401dae2.htm . Diakses 4 Agt 2004

Anonim1. 2004. Nata De Coco yang Kaya

Serat.Kompas http://www.kompas.co.id/ Diakses tanggal 22 Juli 2004

Anonim

2. 2004. Acetobacter.

http://en.wikipedia.org/wiki/Acetobacter. Diakses tanggal 28 Nopember 2004

Ardiansyah. 2004. Sehat Dengan Mengkonsumsi Bekatul http://www.beritaiptek.com/pangan.shtml Diakses tanggal 28 Nopember 2004

Baron EJ. Paterson LR. Finegold SM. 1994. Baley and Scott’s Diagnostic Microbiology. 9

th ed.

Mosby-Year Book Inc. St. Louis. Buckle K.A.; R.A. Edwards; G.H. Fleet; M.

Wootton. 1978. Ilmu Pangan (Terjemahan). Departement of education and culture directorate general of higher education. International development program of Australian Universities and Colleges.

Djutikah, E. 2002. Pengembangan Proses Pembuatan Nata de Coco. Balai Litbang Industri Surabaya. Vol. XXVIII No. 1

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.

Gaman, P.M & K.B Sherrington. 1981. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.

Iskandar, marzuki, 2002. Bekatul Sereal Padi Kaya Gizi. Kompas Cyber Media. http://kcm/google.com/ Diakses tanggal 4 Agustus 2004

Kadir, S. 2003. Karakteristik Nata de Coco Dari Starter Ampas Nenas Melalui Penambahan Sukrosa Dan Keasaman Medium. Journal Agroland 10(2):145-150.

La Teng, P.N. 1999. Mengenal “Nata de Coco”. Balai Industri Ujung Pandang. Vol. 27. No-1 : 32-46.

Page 5: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

Lubis, S., R. Rachmat, Sudaryono., S. Nugraha. 2002. Pengawetan Dedak Dengan Metode Inkubasi. Balitpa Sukamandi, Kerawang

Mandel, JH. 2004. Efek Penambahan Gula Dan Perbedaan Asal Inokulum Terhadap Tebal Dan Berat Pelikel Nata Pada Pembuatan Nata “De Coco”.Majalah Ilmiah BIMN. Ed. 6.

Marsetyo, H & G. Kartasapoetra. 1990. Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.

Nadiyah, dkk. 2005. Kemampuan Bakteri Acetobacter Xylinum Mengubah Karbohidrat Pada Limbah Padi (Bekatul) Menjadi Sellulosa. Bioscientiae Volume 2, Nomor 2. Hal.37-47.

Nilawati; K. Hariyanto; L. Halimah. 1997. Pengaruh Lama Penyimpanan Limbah Cair Tahu Dan Konsentrasi Asam Asetat Terhadap Mutu Nata De Soya. Buletin HPI Balai Industri Banda Aceh. Vol. X: 01-02.

Pelczar, M. J., Chan, ECS. 1989. Dasar-dasar Mikrobioogi. Jilid 1. Terjemahan. UI Press, Jakarta.

Sahputra, S. 2004. Gizi Tersembunyi dari Sebutir Padi (Unpolished/Coarse Rice Powder).http://www.sehatalami.com/ Diakses tanggal 4 Agustus 2004

Soemardi & Ridwan T. 1991. penanganan Pascapanen Padi. Balai penelitian tanaman pangan, Bogor.

Sudarmadji, S.; B.Haryono; Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta

Tangendjaja, Budi. 1991. Pemanfaatan Limbah Padi untuk Industri. Balai penelitian ternak, Bogor.

Page 6: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)
Page 7: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kimia Jurusan Pendidikan FMIPA UNY dengan Tema “Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Penelitian Kimia Menyongsong UNY sebagai World Class University” pada 17 Oktober 2009 di Ruang Seminar FMIPA UNY

Page 8: E-9 (Budi Hastuti_PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA)

Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kimia Jurusan Pendidikan FMIPA UNY dengan Tema “Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Penelitian Kimia Menyongsong UNY sebagai World Class University” pada 17 Oktober 2009 di Ruang Seminar FMIPA UNY