durabilitas campuran ac-bc menggunakan limbah …repository.utu.ac.id/159/1/i-v.pdf · 2.3 campuran...

61
DURABILITAS CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN LIMBAH KERAK TANUR CANGKANG KELAPA SAWIT (Menggunakan Aspal Retona Blend 55) Suatu Tugas Akhir Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang Diperlukan Untuk Memperoleh Ijazah Sarjana Teknik Disusun Oleh : REZA PUTRA GUSLIANDA NIM : 06C10203027 Bidang Studi : Transportasi Jurusan : Teknik Sipil FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR ALUE PEUNYARENG - MEULABOH 2015

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

21 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • DURABILITAS CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN

    LIMBAH KERAK TANUR CANGKANG KELAPA SAWIT

    (Menggunakan Aspal Retona Blend 55)

    Suatu Tugas Akhir

    Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

    Yang Diperlukan Untuk Memperoleh

    Ijazah Sarjana Teknik

    Disusun Oleh :

    REZA PUTRA GUSLIANDA

    NIM : 06C10203027

    Bidang Studi : Transportasi

    Jurusan : Teknik Sipil

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    ALUE PEUNYARENG - MEULABOH

    2015

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang begitu

    luas dari Sumatera hingga Papua, penuh dengan perkebunan kelapa sawit. Kelapa

    sawit saat ini memang menjadi primadona karena nilai ekonominya yang sangat

    tinggi. Di Sumatera sendiri hamparan perkebunan kelapa sawit sangat mudah

    ditemui, mulai dari provinsi Lampung hingga Nanggroe Aceh Darussalam. Saat

    ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO

    belum begitu maksimal. Padahal cangkang sawit memiliki berbagai macam

    kegunaan seperti; Cangkang sawit dipakai sebagai pengeras jalan/pengganti aspal,

    khususnya di perkebunan sawit. Selain hal tersebut limbah cangkang dan serabut

    kelapa sawit sebagai bahan bakar pengganti solar untuk pembangkit listrik tenaga

    uap.

    Perkembangan konstruksi jalan raya di Indonesia dari waktu ke waktu terus

    meningkat. Peningkatan tersebut khususnya pada lapisan permukaan. Semakin

    bagus perkerasan jalan akan semakin mudah pergerakan kendaraan, lalu lintas

    akan berjalan lancar. Kestabilan dari konstruksi perkerasan jalan raya ditentukan

    oleh mutu material, komposisi campuran serta cara pelaksanaan pekerjaan.

    Material dengan mutu yang baik akan menghasilkan konstruksi perkerasan yang

    memiliki stabilitas tinggi.

    Dwina Archenita (2004), juga telah melakukan penelitian dengan

    memanfaatkan cangkang kelapa sawit ini sebagai pengganti agregat kasar untuk

    bahan perkerasan jalan pada campuran Asphaltic Concrete (AC) dengan metode

    Marshall. Oleh karena itu perlu dicari suatu bahan yang dapat digunakan sebagai

    bahan alternatif untuk ini penulis mencoba meninjau Durabilitas Campuran AC-

    BC dengan menggunakan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai

    bahan pengganti dan aspal Retona Blend 55 sebagai bahan pengikat.

  • 2

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan guna

    memanfaatkan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti

    sebagian agregat halus campuran aspal beton dengan bahan pengikat aspal Retona

    Blend 55 campuran Laston AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian Durabilitas campuran AC-BC menggunakan limbah

    kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti sebagian agregat

    halus dengan bahan pengikat aspal Retona Blend 55 ini adalah sebagai berikut :

    1. Mengetahui sifat-sifat fisis agregat dan limbah kerak tanur cangkang

    kelapa sawit sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada Laston

    AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course).

    2. Untuk mengetahui Durabilitas campuran agregat dan limbah kerak tanur

    cangkang kelapa sawit sebagai bagai bahan pengganti sebagian agregat

    halus dan aspal Retona Blend 55 sebagai bahan pengikat pada Durabilitas

    pengujian Marshall Laston AC-BC.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang ditinjau pada penelitian Durabilitas campuran AC-BC

    menggunakan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti

    sebagian agregat halus dengan bahan pengikat aspal Retona Blend 55 ini adalah

    sebagi berikut :

    1. Untuk memanfaatkan potensi alam, berupa limbah kerak tanur cangkang

    kelapa sawit yang berasal dari limbah padat (kering). Kemudian dijadikan

    sebagai bahan pengisi pada campuran Laston AC-BC (Asphalt Concrete-

    Binder Course).

  • 3

    2. Memberikan arahan kepada pelaku industri kelapa sawit, Aparat Pembina

    Perkebunan dan lingkungan hidup mengenai pengelolaan limbah industri

    kelapa sawit, untuk dapat memanfaatkan limbah kerak tanur cangkang

    kelapa sawit guna dijadikan sebagai bahan pengganti pada campuran aspal

    beton.

    3. Berupaya mewujudkan kerja sama industri pertanian dalam bidang

    transportasi jalan, yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

    1.5 Metode dan Ruang Lingkup Penelitian

    Metode dan Ruang lingkup pada penelitian Durabilitas campuran AC-BC

    menggunakan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengganti

    dengan bahan pengikat aspal Retona Blend 55 ini adalah sebagi berikut :

    1. Lapisan yang ditinjau hanya pada lapis AC-BC (Asphalt Concrete-Binder

    Course) yang merupakan Gradasi menerus.

    2. Penelitian yang dilakukan bersifat laboratorium.

    3. Material yang digunakan :

    Agregat kasar yang berupa batu pecah yang berasal dari mesin pemecah

    batu (stone crusher) milik PT.Wiratako Mitra Mulia, Kabupaten Aceh

    Barat.

    Agregat halus yang digunakan berupa batu pecah yang berasal dari mesin

    pemecah batu (stone crusher) milik PT. Wiratako Mitra Mulia, Aceh Barat

    dan limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit yang digunakan sebagai

    pengganti sebagian agregat halus diperoleh dari PT. Mapoli Raya, Aceh

    Barat. Komposisi agregat halus berupa cangkang kelapa sawit dan batu

    pecah dalam bentuk persen (%) yaitu 25/75%, 50/50%, 75/25% dan

    100/0%.

    Filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen Porland Type 1

    produksi PT. Semen Padang.

    Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal Retona Blend 55.

  • 4

    4. Pengujian karakteristik material dan aspal didasarkan pada spesifikasi

    Campuran Aspal Panas yang diterbitkan Oleh Departemen Pekerjaan Umum

    Tahun (2010). Standar pengujian karakteristik material dan aspal mengacu

    pada Standar Nasional Indonesia (SNI), dan American Association of State

    Highwayand Transportation Officials (AASTHO) tahun 1990.

    5. Pembuatan benda uji berupa laston AC-BC (Asphalt Concrete-Binder

    Course).

    6. Kadar Aspal Optimum (KAO), diperoleh dari evaluasi parameter Marshall

    dari kadar aspal. Untuk variasi persentase penggunaan limbah kerak tanur

    cangkang kelapa sawit dilakukan setelah diperoleh Kadar Aspal Optimum

    (KAO).

    7. Menganalisa sifat-sifat dari karakteristik Marshall yang menghasilkan nilai

    stabilitas, kelelehan (flow), Marshall quetiont, persentase rongga dalam

    campuran (VIM), rongga dalam agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB)

    dan Durabilitas.

    1.6 Hasil Penelitian

    Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variasi persentase

    tanur/agregat halus 25/75%, 50/50%, 75/255 dan 100/0% menunjukkan bahwa

    semakin banyak komposisi tanur cangkang sawit yang digunakan, maka nilai

    stabilitas semakin meningkat dan nilai durabilitas dalam campuran AC-BC

    semakin menurun, namun keempat variasi tanur/agregat halus tersebut masih

    memenuhi persyaratan yang di tetapkan. Kadar aspal optimum yang didapat

    sebesar 5,01%. Pada persentase tanur 75/25% dan 100/0% mempunyai nilai

    stabilitas tertinggi, tetapi mempunyai nilai flow terendah, begitu juga sebaliknya

    pada persentase tanur 25/75% dan 50/50% mengalami peningkatan nilai flow,

    Keempat variasi persentase tanur/agregat halus memiliki nilai durabilitas yang

    semakin menurun dimana hanya variasi persentase 25/75% dan 50/50% yang

    memenuhi spesifikasi yaitu sebesar 90,30%, dan 91,00%. dimana untuk nilai

    durabilitas yang disyaratkan sebesar minimal 90%.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    2.1 Kelapa Sawit

    Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

    kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang

    dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor.

    Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial

    pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di indonesia adalah

    Adrien Haller, seorang berkebangsan Belgia yang telah belajar banyak tentang

    kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K.SCHDT yang

    menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu

    perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

    2.2.1 Cangkang Kelapa Sawit

    Menurut Siregar (2008), Cangkang (tempurung atau Endoskrap), kelapa

    sawit merupakan limbah padat sawit hasil pemisahan daripada inti sawit dengan

    menggunakan alat Hidrocyclone separator yang dapat dimanfaatkan sebagai

    pengeras jalan atau dibuat arang atau briket untuk keperluan industri. Cangkang

    kelapa sawit mempunyai struktur kulit yang sangat tebal dan keras serta banyak

    mengandung zat kersik (SiO2). Silika dioksida ini dapat meningkatkan kekuatan

    tekan campuran beraspal karena dapat mengurangi susut dan meningkatkan daya

    tahan terhadap keretakan. Selain itu pori-pori cangkang kelapa sawit lebih rapat

    sehingga lebih kaku dan padat. Pemanfaatan cangkang sebagai bahan bakar

    karena mengandung karbon aktif maka dapat langsung dipakai, oleh karena itu

    pada Pabrik Kelapa Sawit limbah padat ini digunakan sebagai sumber penghasil

    panas dari tungku boiler. Berikut ini merupakan Gambar tentang Tandan kelapa

    sawit :

  • 6

    Hasil perkebunan kelapa sawit adalah buah sawit yang termasuk dalam

    tandan-tandan atau biasa yang dikenal dengan istilah TBS (tandan buah segar).

    Kulit buah kelapa sawit (eksoskrap) yang sudah siap panen berwarna merah hati

    dengan sedikit kuning dan tampak berkilat. Bagian tengah buah sawit (mesoskrap)

    terdiri dari serabut atau biasa disebut fiber berwarna jingga. Sangat mirip dengan

    sabut buah kelapa. Pada bagian tengah terhadap cangkang keras (endoskrap)

    berwarna hitam bertekstur. Di bagian dalam cangkang itu terdapat daging buah

    atau inti sawit (kernel) berwarna putih.

    Daging buah sawit itulah yang akan diolah menjadi minyak sawit atau yang

    biasa disebut dengan Crude Palm Oil (CPO). CPO tersebut akan diproses kembali

    menjadi minyak goreng. Berapa produk olahan turunan dari CPO adalah sabun,

    margarin, lilin, kosmetika, sampai produk farmasi (Anonim, 2012).

    Siregar (2008), menyatakan dari hasil proses pembuatan Crude Palm Oil

    (CPO) dapat dihasilkan limbah padat diantaranya serabut buah dan cangkang

    kelapa sawit itu sendiri. Berikut ini Gambar 2.2 menunjukan daging buah kelapa

    sawit :

    Gambar 2.1 : Tandan Buah Segar

    Sumber : Anonim, (2014)

  • 7

    2.2.2 Kerak boiler cangkang kelapa sawit

    Menurut Siregar (2008), Boiler dikenal sebagai ketel uap adalah sebuah

    bejana yang dipergunakan sebagai tempat memproduksi uap (steam), dimana

    bejana ini berisi bahan bakar dari limbah agrikultur ataupun pertambangan.

    Slag/kerak tanur kelapa sawit memiliki massa yang lebih berat dari fly ash

    (abu terbang) yang keluar daripada cerobong asap, dan kerak boiler/tanur ini

    relatife memiliki pori-pori yang banyak. Pada umumnya kerak ini digunakan oleh

    Pabrik Kelapa Sawit sebagai pengeras jalan disekitar pabrik.

    Boiler atau ketel uap adalah pembangkit uap yang terdiri atas dua bagian

    utama yaitu :

    1. Furnance atau Tungku Pembakaran

    Dimana berfungsi sebagai tempat bahan bakar yang akan menjadi penyedia panas.

    2. Tabung Air Boiler

    Yakni suatu alat dimana panas mengubah air menjadi uap. Uap atau cairan panas

    itu nantinya akan di sirkulasikan keluar dari boiler untuk digunakan dalam

    bermacam-macam proses yang memerlukan panas.

    Boiler merupakan alat utama yang digunakan pada pabrik kelapa sawit.

    Oleh karena itu banyak limbah yang dihasilkan dari penggunaan boiler ini.

    Limbah yang dihasilkan berupa abu dan kerak yang melekat pada dinding boiler

    tersebut. Mesin Boiler penghasil limbah kerak boiler cangkang sawit ditunjukan

    pada Gambar 2.3 dibawah ini :

    Gambar 2.2 : Daging Buah kelapa sawit

    Sumber : Anonim, (2012)

  • 8

    Dalam pabrik kelapa sawit Ketel uap (Boiler) merupakan jantung dari

    sebuah pabrik kelapa sawit. Dimana, ketel uap inilah yang menjadi sumber tenaga

    dan sumber uap yang akan dipakai untuk mengolah kelapa sawit. Uap (energi

    kalor) yang dihasilkan ketel uap dapat digunakan pada semua peralatan yang

    membutuhkan uap di pabrik kelapa sawit, terutama turbin. Turbin disini adalah

    turbin uap dimana sumber penggerak generatornya adalah uap yang dihasilkan

    dari ketel uap. selain turbin alat lain di pabrik kelapa sawit yang membutuhkan

    uap seperti di sterilizer (Alat untuk memasak TBS) dan distasiun pemurnian

    minyak (Klarifikasi).

    2.3 Campuran Aspal Beton

    2.3.1 Agregat

    Agregat atau batu adalah material berbutir yang keras dan kompak, yang

    mencakup antara lain batu bulat, abu batu dan pasir, Agregat digunakan sebagai

    bahan campuran beraspal, yang membentuk suatu kombinasi ikatan yang

    seimbang diantara pembentuk campuran aspal, mortar atau beton.

    Menurut Sukirman (2003), Agregat merupakan komponen utama dalam

    perkerasan jalan,karena jumlah yang dibutuhkan dalam campuran pada umumnya

    berkisar 90% - 95% dari berat total campuran, atau 75% - 85% dari volume

    campuran. Disamping dari segi jumlahnya agregat juga berperan penting terhadap

    Gambar 2.3 : Mesin boiler

    Sumber : Siregar, (2008)

  • 9

    daya dukung perkerasan jalan, yang sebagian besar ditentukan oleh karakteristik

    agregat yang digunakan.

    Sebelum digunakan sebagai bahan campuran dalam perkerasan jalan,

    harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui

    karakteristiknya. Untuk menentukan agregat yang baik maka agregat dapat

    diklasifikasikan dan diidentifikasi menurut akurat, kebersihan, kekuatan,

    kekerasan, bentuk butiran, tekstur permukaan, porositas, komposisi

    pembentuknya dan kelekatannya terhadap aspal. Namun demikian, pemilihan

    suatu agreagat untuk material perkerasan jalan tidak hanya dilihat dari

    karakteristik agregatnya saja. lebih luas lagi, pemilihan agregat untuk material

    perkerasan jalan meliputi juga mengenai ketersediaan agregat, kemudahan dalam

    mendapatkannya, harga dan jenis gradasi agregat yang digunakan. Oleh karena

    itu pemilihan jenis agregat hal yang penting dalam campuran beraspal karena

    berkaitan dengan kestabilan dari kontruksi jalan.

    2.3.2 Agregat kasar

    Spesifikasi baru campuran beraspal Departemen Pekerjaan Umum (2010),

    Menyatakan bahwa agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil pecah yang

    tertahan pada saringan no. 8 atau ukuran saringan 2,36 mm. Agregat harus bersih,

    keras, awet dan bebas dari lempung.

    Fungsi agregat dalam campuran panas aspal adalah selain memberikan

    stabilitas dalam campuran juga sebagai pengisi sehingga campuran menjadi

    ekonomis. Agregat kasar harus mempunyai ketahanan yang cukup terhadap

    abrasi, terutama untuk penggunaan agregat sebagai lapis aus/permukaan

    perkerasan, selain itu agregat harus bersih dan bebas dari lempung atau bahan

    yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat kasar harus awet, mempunyai kekekalan

    bentuk dan mempunyai muka bidang pecah (angularitas) yang cukup untuk

    memberikan daya dukung/stabilitas kepada campuran beraspal. Persyaratan teknis

    agregat kasar untuk bahan campuran aspal beton diberikan dalam Tabel 2.1

    dibawah ini :

  • 10

    Tabel 2.1 Ketentuan Agregat Kasar

    Pengujian Standar Nilai

    Kekekalan bentuk agregat terhadap

    larutan natrium dan magnesium sulfat. SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %

    Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40%

    Kelekatan agregat terhadap Aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95%

    Kepipihan ASTM D-4791 Maks. 10%

    Partikel Lonjong ASTM D-4791 Maks. 10%

    Berat Jenis SNI03-1969-1991 Min 2,5

    Penyerapan Terhadap Air SNI03-1969-1991 Maks. 3%

    Material Lolos Saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %

    Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2010)

    2.3.3 Agregat Halus

    Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2010), Agregat Halus adalah

    material yang lulus saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200

    (75 micron), harus terdiri dari pasir atau hasil penyaringan batu pecah. Agregat

    halus yang berasal dari hasil pemecah batu (stone crusher) harus berasal dari batu

    induk yang memenuhi persyaratan agregat kasar.

    Agregat Halus merupakan bahan yang bersih, keras dan bebas dari

    gumpalan-gumpalan lembung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta

    terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang

    kasar. Pasir yang kotor dan berdebu serta partikel lolos saringan No. 200 (0,075

    mm) lebih dari 8%, atau pasir yang mempunyai nilai setara pasir (sand equivalen)

    kurang dari 50% tidak diperkenankan untuk digunakan dalam campuran aspal.

    Spesifikasi teknis dari agregat halus diberikan pada pada Tabel 2.2 dibawah ini :

  • 11

    Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Halus

    Pengujian Standar Nilai

    Nilai Setara Pasir SNI03-4428-1997 Min. 50% untuk SS,HRS dan

    AC bergradasi Halus Min 70%

    untuk AC bergradasi kasar

    Material Lolos Saringan

    No. 200 (0,075mm)

    SNI03-4428-1997 Maks. 8%

    Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks. 1%

    Angularitas (kedalaman

    dari permukaan < 10

    cm)

    AASTHO TP-33

    atau ASTM

    C1252-93

    Min 40%

    Angularitas

    (kedalaman dari

    permukaan ≥ 10 cm)

    Min. 45%

    Sumber : Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (2010)

    2.3.4 Bahan Pengisi (filler)

    Bahan pengisi (filler) merupakan bahan campuran yang mengisi ruang

    antara agregat halus dan kasar yang meningkatkan kepadatan, filler adalah bahan

    yang lolos saringan no. 200 (75 micron) dan tidak kurang dari 75% terhadap

    beratnya. Bahan pengisi (filler) terdiri dari debu batu kapur (limestone dust), abu

    terbang, semen, abu tanur semen dan abu batu serta harus kering dan bebas dari

    gumpalan-gumpalan dan bahan lain yang mengganggu (Departemen Pekerjaan

    Umum, 2010).

    Fungsi filler dalam aspal beton adalah untuk mengisi rongga-rongga (void)

    antara agregat. Dengan filler butiran akan bertambah, sehingga luas bidang kontak

    yang terjadi antara butiran akan bertambah luas. Akibat yang terjadi adalah

    tekanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar, dan stabilitas terhadap geser

    bertambah, sehingga luas bidang kontak yang terjadi antara butiran akan

    bertambah luas.

    Syarat yang harus dipenuhi filler adalah :

    1. Susunan butiran serapat mungkin;

    2. Bersifat netral atau basah;

    3. Bersifat non plastis;

  • 12

    4. Bahan tidak terdapat zat organik.

    2.3.5 Gradasi agregat

    Menurut Bukhari dkk (2007), gradasi didefinisikan secara umum adalah

    distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat yang saling mengisi

    sehingga terjadinya suatu ikatan yang saling mengunci (interlocking). Gradasi

    agregat merupakan kondisi agregat yang dibentuk untuk mencapai persyaratan

    yang diinginkan. perbaikan yang dilaksanakan dengan metode percampuran, jika

    agregat terlalu kasar maka dicampur dengan agregat yang lebih halus, demikian

    sebaliknya. gradasi agregat menentukan besarnya rongga dan pori yang mengkin

    terjadi dalam agregat campuran. Agregat yang berukuran sama akan memiliki

    rongga dan berpori lebih banyak, karena tidak terdapat agregat berukuran lebih

    kecil yang mengisi rongga yang ada. Sebaliknya campuran agregat terdistribusi

    dari agregat berukuran besar sampai kecil merata, maka rongga atau pori yang

    terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan

    agregat berukuran besar akan diisi oleh agregat yang berukuran kecil (Sukirman,

    2003). Gradasi terdiri dari tiga jenis, yaitu :

    a. Gradasi seragam (uniform graded) atau gradasi terbuka, agregat hanya

    terdiri dari butir-butir berukuran sama atau hamper sama. Campuran agregat

    ini mempunyai pori antar agregat yang cukup besar.

    b. Gradasi rapat/menerus (dense graded), agregat yang ukuran butirnya

    terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Campuran agregat ini

    mempunyai pori yang sedikit mudah untuk dipadatkan.

    c. Gradasi jelek/senjang (poorly graded), agregat yang terdistribusi ukuran

    butirnya tidak menerus atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada

    hanya sedikit sekali.

    Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya dan ukuran butiran

    agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu saringan

    umumnya terdiri dari saringan berukuran 1 inci, ¾ inci, ½ inci, 3/8 inci, No.4,

    No.8, No.16, No.30, No.50, No.100 dan No.200. (Sukirman, 2003). Gradasi yang

  • 13

    digunakan untuk lapis AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) dapat dilihat

    pada tabel 2.3 dibawah ini :

    Tabel 2.3 Spesifikasi Gradasi Agregat Laston AC-BC

    Ukuran Ayakan % Berat yang lolos

    AC BC

    ASTM (mm) Gradasi Halus Gradasi Kasar

    1 ” 25

    ¾” 19 100 100

    ½” 12,5 90-100 90-100

    3/8” 9,5 64-82 71-90

    No. 4 4,75 47-64 58-80

    No. 8 2,36 34,6-49 37-56

    No. 16 1,18 28,3-38 23-34,6

    No. 30 0,600 20,7-28 15-22,3

    No. 50 0,300 13,7-20 10-16,7

    No. 100 0,150 4-13 5-11

    No. 200 0,075 4-8 4-8

    Sumber : (Spesifikasi Umum Departemen PU, 2010)

    2.4 Lapisan Aspal Beton

    Lapisan aspal beton (laston) adalah lapisan penutup kontruksi perkerasan

    jalan yang mempunyai nilai structural. Menurut Departemen Pekerjaan Umum

    (2010), lapisan aspal beton terdiri dari atas agregat, filler dan aspal, dicampur,

    dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu, Suhu

    pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Agregat

    minimal yang digunakan yang berkualitas tinggi dan menurut proporsi di dalam

    batasan yang ketat. Spesifikasi untuk percampuran, penghamparan kepadatan

    akhir dan penyelesaian akhir permukaan memerlukan pengawasan yang ketat atas

    seluruh tahap kontruksi.

  • 14

    Menurut Sukirman (2003), Lapisan Aspal beton adalah beton aspal

    bergradasi rapat/menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban

    lalu lintas yang berat. Laston dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete),

    dimana karakteristik yang terpenting pada campuran aspal beton ini adalah

    stabilitas.

    Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2010), Spesifikasi Campuran

    Laston terdiri dari tiga macam campuran, yaitu : Laston/AC-WC (Asphalt

    Concrete-Wearing Course). Tebal nominal minimum 4 cm. Laston Antara/AC-

    BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Tebal minimum adalah 5 cm. dan Laston

    Pondasi/AC-Base (Asphalt Concrete-Base). Tebal minimum adalah 6 cm. dengan

    ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm,

    37,5 mm.

    2.4.1 Laston AC-BC (asphalt concrete-binder course)

    Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran

    agregat dan aspal, tanpa bahan tambahan. Material - material pembentuk beton

    aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut

    ke lokasi kemudian dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampuran

    ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika semen aspal, maka

    pencampuran umumnya antara 145-155°C. Campuran ini dikenal dengan hotmix.

    (Silvia Sukirman, 2003).

    Gambar 2.4 : Perkerasan lentur

    Sumber : Sukirman, (2003)

  • 15

    Ada beberapa jenis beton aspal campuran panas, namun dalam penelitian

    ini jenis beton aspal campuran panas yang ditinjau adalah AC-BC. Lapis AC-BC

    (Asphalt Concrete-Binder Course) adalah lapisan perkerasan yang terletak

    dibawah lapisan AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course) dan di atas lapisan

    pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca,

    tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi

    tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di

    bawahnya yaitu Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang

    terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.lapisan permukaan dimana lapisan

    permukaan ini harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja. Lapisan

    ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat AC-BC (Asphalt

    Concrete-Binder Course), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung

    dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas

    yang disebarkan melalui roda kendaraan.

    Penggunaan lapisan AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) yaitu

    untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur

    yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya. Pada campuran

    laston yang bergradasi menerus tersebut mempunyai sedikit rongga dalam

    struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi senjang.

    Fungsi dari lap AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Antara lain :

    a. Sebagai lapis permukaan yang tertahan terhadap cuaca, gaya geser dan

    tekanan roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis

    dibawahnya dari rembesan air;

    b. Sebagai lapis pondasi atas;

    c. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan

    peningkatan dan pemeliharaan jalan.

    Sesuai fungsinya maka lapis aspal beton atau perkerasan lentur mempunyai

    kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis pondasi, maka kadar

    aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang

    kedap air. Agregat yang dipergunakan agak kasar jika dibandingkan dengan aspal

    beton yang berfungsi sebagai lapis aus atau lapisan permukaan.

  • 16

    2.4.2 Aspal

    Menurut Bukhari dkk (2007), Aspal adalah suatu bahan perekat yang

    berwarna hitam sampai coklat tua dimana unsur utamanya adalah bitumen yang

    secara berangsur-angsur akan menjadi cair bila dipanaskan. Aspal dapat diperoleh

    langsung di alam atau sebagai hasil residu dari penyulingan minyak bumi. aspal

    juga merupakan material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai

    agak padat.

    Fungsi aspal dalam campuran perkerasan adalah sebagai bahan pengikat

    antara aspal dan agregat, serta pengikat antara sesama aspal. Banyaknya aspal dari

    campuran perkerasan berkisar antara 4% - 10% berdasarkan berat campuran, atau

    10% - 15% berdasarkan volume campuran (Sukirman, 2003).

    2.4.3 Penetrasi

    Sukirman (1999), menyebutkan pemeriksaan penetrasi bertujuan untuk

    memeriksa tingkat kekerasan aspal pada suhu 25ºC. Penggunaan aspal untuk

    campuran perkerasan berbeda nilai persentasinya antara daerah dingin dan panas.

    Aspal dengan penetrasi rendah digunakan untuk daerah bercuaca panas atau

    dengan daerah beban volume lalu lintas yang tinggi, sedangkan aspal yang

    berpenetrasi tinggi digunakan untuk daerah dengan cuaca dingin dan beban lalu

    lintas dengan volume rendah.

    2.4.4 Titik lembek

    Sukirman (1999), menyatakan bahwa titik lembek adalah suhu dimana

    suatu lapisan aspal dalam cincin yang diletakkan horizontal di dalam larutan air

    yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja yang

    diletakkan diatasnya sehingga lapisan aspal tersebut jatuh. Aspek dengan titik

    lembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan lebih

    baik untuk bahan pengikat kontruksi perkerasan.

  • 17

    2.4.5 Daktilitas

    Sukirman (1999), Menyebutkan tujuan dari pemeriksaan daktilitas adalah

    untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri. Aspal dengan daktilitas

    yang lebih besar mengingat butiran-butiran agregat lebih baik tetapi lebih peka

    terhadap perubahan temperatur.

    2.4.6 Berat jenis aspal

    Sukirman (1999), menyatakan berat jenis aspal adalah perbandingan antara

    berat volume aspal dan berat volume air suling pada suhu 25ºC. Berat jenis

    merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam merencanakan campuran

    aspal. Berat jenis aspal dihitung berdasarkan persamaan berikut :

    Dimana :

    A = berat piknometer dengan penutup (gram);

    B = berat piknometer berisi air (gram);

    C = berat piknometer berisi aspal (gram);

    D = berat piknometer berisi aspal aspal dan air (gram).

    2.4.7 Aspal Retona Blend 55

    Aspal Retona Blend 55 merupakan nama produk ekstraksi batuan aspal

    dari Pulau Buton, Campuran pada Retona terdiri dari 20% aspal Buton dicampur

    80% aspal minyak konvensional, bisa dari pertamina maupun dari shall (Pen) 60-

    70 menghasilkan aspal Retona Bland 55. Aspal Retona Blend 55 berfungsi

    sebagai aspal dan pengisi rongga dalam campuran beraspal diharapkan kinerja

    campuran beraspal panas dapat mengantisipasi kerusakan dini yang terjadi pada

    ruas-ruas jalan yang melayani beban lalu-lintas berat dan temperatur tinggi.

    Aspal Retona Blend 55 adalah merupakan gabungan antara asbuton butir

    yang telah diekstraksi sebagian dengan aspal keras pen 60 dan pen 80 yang

  • 18

    perbuatannya dilakukan secara fabrikasi dengan proses seperti diperlihatkan pada

    gambar 2.4 dibawah ini :

    Kegunaan campuran beraspal panas menggunakan Retona Blend 55 lebih

    diutamakan untuk melapisi ruas jalan dengan temperatur perkerasan beraspal yang

    tinggi untuk melayani lalu lintas berat dan padat yaitu beban lalu lintas rencana >

    10.000.000 ESAL atau LHR > 2000 kenderaan per hari dengan jumlah kenderaan

    truk lebih dari 15% (Anonim, 2008).

    Aspal Retona Blend 55 juga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan

    aspal biasa yaitu stabilitas yang tinggi, untuk menjaga agar campuran beraspal

    tahan terhadap deformasi permanen dan deformasi plastic, durability (keawetan)

    mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim serta gesekan antara

    roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan dan cukup kedap air karena

    filler yang terkandung dalam Retona Blend 55 bersifat hydrophobic sehingga

    tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya. Persyaratan

    Karakteristik Retona Blend 55 diberikan pada Tabel 2.3.

    Butir

    Asbuton

    Proses

    Semi ekstraksi

    Retona

    Aspal keras pen 60 pen

    80 Pada temperatur 160°

    C

    Retona Blend 55

    Dicampur

    pada temp

    155°C

    Gambar 2.4 Proses Pembuatan Retona Blend 55

    Sumber : (Anonim, 2008)

  • 19

    Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Retona Blend 55.

    No. Jenis pengujian Metode Syarat Satuan

    1. Penetrasi, 25°C; 100

    gr; 5 detik; 0,1 mm

    SNI 06-2456-1991 45 - 55 0,1 mm

    2. Titik lembek, °C SNI 06-2434-1991 Min.55 °C

    3. Titik nyala. °C SNI 06-2433-1991 Min.225 °C

    4. Daktilitas; 25°C SNI 06-2432-1991 Min.50 Cm

    5. Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min.1,0 Ton/m³

    6. Kelarutan dalam

    Trichlor Ethylen, %

    berat

    RSNI M-04-2004 Min.90 % berat

    7. Penurunan berat

    (dengan TFOT), %

    asli

    SNI 06-2440-1991 Maks.2,0 % berat

    8. Penetrasi setelah

    kehilangan berat, %

    asli

    SNI 06-2456-1991 Min. 55 % asli

    9. Daktilitas setelah

    TFOT, cm

    SNI 06-2432-1991 Min. 50 Cm

    10. Mineral lolos

    saringan no. 100,

    %*

    SNI 06-1968-1990 Min. 90 %*

    Sumber : Anonim (2008)

    2.5 Penelitian Yang Relevan terhadap Penggunaan Cangkang Sawit

    Penelitian yang berhubungan dengan penggunaan cangkang kelapa sawit :

    Dwi Archenita (2004), dengan penelitian berjudul pemanfaatan Limbah Cangkang

    Kelapa Sawit Sebagai Agregat Untuk Perkerasan Asapl Beton. Penelitian ini

    menggunakan cangkang kelapa sawit sebagai agregat kasar pada Campuran

    Aspahalt Concrete (AC) dengan menggunakan metode Marshall. Dari penelitian

    ini diperoleh hasil yang memenuhi spesifikasi untuk campuran AC pada

    komposisi agregat 25%.

  • 20

    2.6 Perencanaan Campuran Aspal Beton

    Menurut Sukirman (2003), Perencanaan campuran beraspal bertujuan untuk

    mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan dari aspal. Suatu

    campuran beraspal sebagai lapis perkerasan harus memiliki karakteristik :

    1. Stabilitas (stability)

    Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas

    tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, ataupun

    bleeding;

    2. Keawetan (durability)

    Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan aspal beton menerima

    repetisi beban lalu lintas seperti berat kenderaan dan gesekan antara roda

    kenderaan dan permukaan jalan, seta menahan keausan akibat pengaruh

    cuaca dan iklim, seperti udara, air atau perubahan temperature;

    3. Kelenturan (flexibility)

    Kelenturan atau flexibilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan jalan

    untuk dapat menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi) dan

    pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak;

    4. Ketahanan terhadap kelelehan (fatique resistance)

    Ketahanan terhadap kelelehan adalah kemampuan lapisan aspal untuk

    menahan lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadi kelelahan

    berupa alur dan retak;

    5. Kemudahan dalam proses pelaksanaan (workability)

    Kemudahan dalam pelaksanaan diartikan sebagai kemampuan campuran

    aspal beton untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan serta mencapai

    kepadatan yang diinginkan tanpa kesulitan;

    6. Kekesatan permukaan (skid resistence)

    Kekesatan permukaan atau ketahan terhadap geser dapat diartikan

    kemampuan aspal beton terutama pada kondisi basah, memberikan gaya

    gesek pada roda kenderaan sehingga kenderaan tidak tergelincir atau slip;

  • 21

    7. Kedap air (impermeability)

    Kedap air adalah kemampuan campuran aspal beton untuk tidak dapat

    dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan aspal beton.

    2.7 Perkiraan Awal Kadar Aspal

    Menurut Anonim (2008), menghitung perencanaan kadar aspal

    menggunakan rumus sebagai berikut :

    1. Perkiraan kadar aspal rancangan dapat diperoleh dari rumus dibawah ini :

    Pb = 0,035(%CA)+0,045(%FA)+0,18(%Filler)+Konstanta ………......(2.2)

    Dimana :

    Pb = Kadar aspalm tengah/ideal, persen terhadap berat campuran;

    CA = Agregat kasar tertahan saringan No. 8;

    FA = Agregat halus lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No. 200;

    Filler = Filler adalah agregat minimal 75% lolos saringan No. 200.

    Nilai konstanta sekitar 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan 1,0 untuk

    penyerapan agregat yang tinggi.

    2. Benda uji yang digunakan dengan kadar aspal sesuai perkiraan yang

    dibulatkan menjadi 0,5 dengan dua kadar aspal dan dua kadar aspal

    dibawah kadar aspal perkiraan awal yang sudah dibulatkan mendekati

    0,5%.

    2.8 Pengujian Menggunakan Metode Marshall

    Karakteristik campuran aspal beton dapat diperiksadengan menggunakan

    alat Marshall. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan

    (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Perbandingan

    antara stabilitas dan kelelehan dikenal sebagai marshall quetiont, yaitu sebuah

    gambaran kekakuan yang merupakan ukuran ketahanan benda uji terhadap

    deformasi. Pemeriksaan Test Marshall dimaksudkan untuk menentukan :

    stabilitas, kelelehan plastis (flow), berat volume (density), persen rongga dalam

  • 22

    campuran (VIM), persen rongga terisi aspal (VFB), persen rongga antar butir

    agreagt (VMA) dan Marshall Quetiont (MQ).

    Sukirman (2003), menyatakan kinerja beton aspal padat ditentukan melalui

    pengujian benda uji yang meliputi penentuan berat volume benda uji, pengujian

    nilai stabilitas, pengujian kelelehan, pengujian Marshall Quetiont, perhitungan

    berbagai jenis volume pori dalam beton aspal padat (VIM,VMA, dan VFA) dan

    tebal selimut atau film aspal.

    Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring

    (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (=5000lbf) dan flowmeter. Proving ring

    digunakan untuk mengukur nilai stabilitas dan flowmeter untuk mengukur

    kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4

    inchi (=10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi. Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI

    06-2489-1991, atau AASTHO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.

    2.7.1 Stabilitas (stability)

    Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban

    sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pon

    (Sukirman, 1999). Bukhari (2007), menyebutkan stabilitas dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaaan berikut ini :

    S= p x q x r …………………………………………………………….(2.3)

    Dimana :

    S = Stabilitas (kg);

    P = kalibrasi alat Marshall;

    q = pembacaan dial stabilitas;

    r = koreksi benda uji.

    2.7.2 Kelelehan plastis (flow)

    Bukhari dkk (2007), menyatakan bahwa kelelehan plastis atau flow adalah

    keadaan perubahan bentuk benda uji campuran aspal beton saat akan runtuh yang

    didapat dari pembacaan dial flow pada alat Marshall.

  • 23

    2.7.3 Berat volume (density)

    Menurut Bukhari dkk (2007), berat volume atau density adalah

    perbandingan antara berat kering benda uji dengan volumenya. Persamaan untuk

    mendapatkan nilai density dapat dilihat persamaan berikut ini :

    .......................................................................................................(2.4)

    Dimana :

    g = density (gr/cm3);

    c = berat kering (gr);

    f = (d – e);

    d = berat benda uji pada SSD (gram);

    e = berat benda uji dalam air (gram).

    2.7.4 Marshall Quotient (MQ)

    Marshall quotient adalah perbandingan nilai stabilitas dan flow. Bukhari

    (2007), menyebutkan besarnya nilai Marshall quotient dapat diperoleh dengan

    persamaan sebagai berikut :

    ...............................................................................................(2.5)

    Dimana :

    MQ = nilai Marshall quotient (kg/mm);

    S = nilai stabilitas Marshall (kg);

    Flow = pembacaan dial flow (mm).

    2.7.5 Rongga dalam campuran (VIM)

    Void in mix (VIM) atau rongga dalam campuran adalah bagian ruang

    kosong dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara

    dengan volume sampel yang didapatkan dan dinyatakan dalam persen. Bukhari

    (2007), menyebutkan besarnya nilai rongga dalam campuran dapat dihitung

    dengan persamaan sebagai berikut :

  • 24

    n = 100 – 100 x ……………………………………………………...(2.6)

    Dimana :

    n = persen rongga dalam campuran (%);

    g = berat volume atau density (gram/cm3);

    h = berat jenis maksimum (persen);

    = 100 : (%agregat/Bj + % aspal/ Bj).

    2.7.6 Persen rongga antar butir agregat (VMA)

    Rongga di dalam mineral agregat atau rongga antara butiran agregat adalah

    volume rongga yang terdapat di antara partikel agregat suatu campuran perkerasan

    yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara dan volume kadar aspal efektif, yang

    dinyatakan dalam persen terhadap volume tetap benda uji (Sukirman, 2003).

    Perhitungan nilai rongga antar butir agregat (VMA) terhadap campuran dihitung

    dengan persamaan sebagai berikut :

    1 = 100 – j ……………………………………………………….(2.7)

    Dimana :

    1 = persen rongga antar butir agregat;

    J = (100b). g/ Bj aspal

    b = persen aspal terhadap campuran;

    g = berat volume benda uji (gram/cm3).

    2.7.7 Rongga terisi aspal (VFB)

    Menurut Bukhari dkk (2007), Voids Filled by Bitumen atau rongga yang

    terisi aspal adalah perbandingan antara rongga-rongga yang terisi aspal dengan

    volume benda uji. Besarnya rongga terisi aspal didapat dengan persamaan berikut

    ini :

    m = 100x i……………………………………………………………...(2.8)

    Dimana :

    m = persen rongga terisi aspal;

    i = (b x g) Bj aspal;

  • 25

    b = persen aspal terhadap campuran;

    g = berat benda uji (gram);

    1 = 100-j;

    J = (100-b) x g/Bj aspal.

    2.8. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

    Menurut Bukhari dkk (2007), pada tahap awal perencanaan percampuran,

    diawali dengan penentuan atau pemilihan jenis gradasi agregat dan kadar aspal.

    Bila jenis (mutu) gradasi agregat dan kadar aspal telah dipilih atau diketahui,

    maka perencanaan berikutnya adalah menentukan kadar aspal optimum (KAO).

    2.9 Analisa Regresi

    Untuk menganalisa bentuk hubungan kedua variabel dipakai analisa regresi.

    Menurut Triatmodjo (2002), variabel-variabel terdiri atas bebas dan dua variabel

    terikat. Untuk mendapatkan persamaan garis atau kurva yang mewakili dua

    variabel yang akan dicari hubungannya, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan

    data dari hasil pengujian. Garis atau kurva pendekatanyang mewakili titi-titik

    dalam diagram pencar dapat berupa garis lurus (linier) maupun garis lengkung

    (non linier). Beberapa bentuk regresi yang ada diantaranya adalah :

    regresi linier; y = a=bx……………………………………………............(2.9)

    regresi linier berganda; y = a0 + a1x1 +a2.x2…………………………...(2.10)

    regresi non linier berganda orde 2; y= a0 + a1x +a2x…………………...(2.11)

    Dimana :

    x = variabel bebas;

    y = variabel terikat.

  • 26

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Keseluruhan dari penelitian ini akan dilakukan di laboratorium

    Transportasi Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. material yang

    akan digunakan untuk perencanaan benda uji campuran beton aspal berupa limbah

    kerak tanur cangkang kelapa sawit sebagai bahan pengisi diperoleh dari PT.

    Mapoli Raya, agregat batu pecah, Retona Blend 55 sebagai bahan pengikat dan

    filler berupa semen Andalas. Agregat diambil dari pemecah batu (Stone Crusher)

    milik PT. Wiratako Mitra Mulia Kabupaten Aceh Barat dan aspal Retona Blend

    55 yang digunakan adalah produksi dari PT. Olah Bumi Mandiri. Untuk filler

    digunakan semen Porland Type I produksi PT. Semen Padang. Bagan alir

    penelitian diperlihatkan pada Gambar A.3.1 dan Gambar A.3.2 Halaman 60 dan

    Halaman 61.

    3.1 Proses Penelitian

    Dalam penelitian ini akan dilakukan pengumpulan data yang berguna bagi

    proses penelitian, data yang dibutuhkan adalah data primer dan data skunder. Data

    Primer diperoleh dari hasil pengujian sifat-sifat fisis material dan hasil pengujian

    Marshall benda uji campuran beton aspal, sedangkan data skunder merupakan

    data pendukung yang diperoleh dari brosur-brosur produksi material dan literatur

    lainnya. Metode pengujian mengikuti prosedur AASTHO tahun 1990 dan standar

    Departemen Pekerjaan Umum atau standar-standar lain bila tidak ada dalam

    kedua prosedur tersebut.

    Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah

    menyiapkan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses penelitian.

    Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat dan aspal dan

    analisa saringan. Pemeriksaan ini sangat diperlukan untuk memastikan apakah

    material yang akan digunakan ini memenuhi syarat sebagai bahan campuran beton

  • 27

    aspal sebagaimana persyaratan yang telah ditetapkan dalam spesifikasi beton

    aspal. Bila hasil yang didapat memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, maka akan

    dilakukan perencanaan pembuatan benda uji. Benda uji yang akan dibuat terdiri

    dari :

    1. Benda uji dengan variasi kadar aspal Retona Blend 55 dalam campuran

    Lapis aus AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Dari evaluasi

    parameter Marshall akan diperoleh kadar aspal optimum (KAO).

    2. Benda uji dengan variasi agregat halus dalam bentuk persen (%) yaitu

    25/75%, 50/50%, 75/25%, dan 100/10% limbah kerak tanur cangkang

    kelapa sawit dalam campuran lapis aus AC-BC (Asphalt Concrete-Binder

    Course) pada kadar aspal optimum.

    3. Benda uji pada nilai persen maksimum memenuhi kerak tanur cangkang

    kelapa sawit pada lapis aus AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course)

    pada KAO. Pada KAO yang didapat dari hasil percobaan Marshall dengan

    rendaman 30 menit dalam waterbath dengan suhu 60° C untuk digunakan

    mendapatkan nilai stabilitas dan flow.

    Material aspal beton terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan

    aspal keras (Retona Blend 55) sebagai bahan pengikat. Material tersebut

    dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Material berupa limbah

    kerak tanur cangkang sawit diperoleh dari limbah tanur pengolahan kelapa sawit

    pada pabrik kelapa sawit PT. Mapoli Raya yang berada di daerah Aceh Barat.

    Kemudian bahan tersebut akan ditumbuk dimana hasil tumbukan harus lolos

    saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 sesuai dengan

    spesifikasi untuk agregat halus yang dikeluarkan oleh Bina Marga.

    3.2 Pemeriksaan sifat-sifat fisis Agregat

    Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat yang dilakukan dalam penelitian ini

    meliputi pemeriksaan berat jenis dan penyerapan, berat isi agregat, keausan,

    kepipihan dan kelonjongan serta tumbukan.

  • 28

    3.2.1 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan berat jenis (bulk specific

    gravity), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry), berat jenis

    semu (specific gravity apperent) dan penyerapan (absorption). Pemeriksaan ini

    berpedoman pada AASHTO -19-74.

    Benda uji yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah agregat yang lolos

    saringan 9,5 mm dan tertahan saringan 4,76 mm sebanyak 5000 gram. Selanjutnya

    agregat tersebut dicuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang

    melekat pada permukaan. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 110°C

    hingga mencapai berat tetap, lalu dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada

    suhu ruang selama 1-3 jam serta ditimbang (Bk). Benda uji yang telah ditimbang

    direndam dalam air selama 24 jam. Kemudian benda uji dikeluarkan dari air dan

    dilap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang. Benda uji

    tersebut ditimbang dan didapatlah berat benda uji dalam keadaan kering

    permukaan jenuh (Bj). Selanjutnya benda uji dimasukkan kedalam keranjang

    kawat dan direndam sambil digoncangkan untuk mengeluarkan udara yang

    tersekap diantara benda uji dan setelah itu ditimbang beratnya (Ba).

    3.2.2 Pemeriksaan berat isi agregat

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan berat agregat

    di dalam wadah dengan volume wadah. Pemeriksaan ini berpedoman pada

    AASTHO T-19-74. Peralatan yang digunakan yaitu wadah baja berbentuk silinder

    dengan diameter 149,6 mm, tinggi 175 mm dan tebal dasar pemadat 5,08 mm,

    tongkat pemadat berdiameter 15 mm dengan panjang 60 cm serta timbangan

    dengan ketelitian 0,1%. Agregat yang digunakan adalah agregat yang lolos

    saringan 13,5 mm dan tertahan saringan 1,36 mm sebanyak 5000 gram dan dioven

    pada suhu 110° C hingga mencapai berat tetap.

    Pemeriksaan dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara lepas, penusukan dan

    penggoyangan. Pemeriksaan secara lepas dilakukan dengan memasukkan garegat

    ke dalam cetakan hingga penuh secara perlahan-lahan, kemudian permukaanya

    diratakan dan ditimbang berat wadah isinya (W2). Pemeriksaan cara penusukan

  • 29

    dilakukan dengan memasukan agregat ke dalam cetakan sebanyak tiga lapisan dan

    tiap lapisan ditusuk sebanyak 25 kali dengan tongkat pemadat, setelah penuh

    permukaanya diratakan dan ditimbang berat cetakan dan isisnya (W2).

    Pemeriksaan cara penggoyangan dilakukan dengan memasukan agregat

    kedalam cetakan sebanyak tiga lapisan dan tiap lapisan dilakukan penggoyangan

    sebanyak 25 kali, setelah penuh permukaanya diratakan dan ditimbang berat

    cetakan dan isinya (W2). Untuk mendapatkan berat agregat dalam wadah maka

    harus ditimbang berat kosong (W1), kemudian berat agregat dapat dihitung yaitu

    W = (W2-W1).

    3.2.3 Pemeriksaan keausan agregat

    Pemeriksaan ini untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap keausan

    dengan menggunakan mesin Los Angeles yang berpedoman pada AASTHO T-96-

    74. Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya berdiameter 71 cm

    (28 inci), panjang 50 cm (20 inci) yang tertutup pada kedua sisinya. Bola baja

    yang digunakan berdiameter rata-rata 4,68 cm (17/18 inci) dan berat 390-445

    gram. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara bahan yang aus

    yaitu lewat saringan No. 12 terhadap berat semula dalam persen.

    Agregat yang diperlukan sebanyak 5000 gram (a), yaitu lolos saringan 12,7

    mm tertahan saringan 4,76 mm, dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada

    suhu 140° C sampai berat tetap dan didinginkan pada suhu ruang. Kemudian

    benda uji tersebut dimasukan kedalam mesin Los Angeles sekalian bola baja

    sebanyak 11 buah dan mesin dihidupkan dengan 500 kali putaran. Setelah

    pengujian sampel diayak pada ayakan No. 12 (12,7 mm), agregat yang tertahan

    ditimbang beratnya (b), bagian lolos saringan ini dibuang. Keausan agregat

    tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat agregat yang aus yaitu

    lewat saringan No. 12 terhadap berat agregat semula dalam persen.

    3.2.4 Pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah butir pipih

    dan butir lonjong yang terdapat dalam satu benda uji dibandingkan dengan berta

  • 30

    totalnya. Pemeriksaan ini berpedoman pada AASTHO T-27-74. Peralatan yang

    digunakan untuk mengukur indeks kelonjongan adalah Elongation Gauge. Alat ini

    mempunyai panjang 365 mm, lebar 78 mm, tebal 70 mm dan berat 1000 gram.

    Alat ini dilengkapi dengan pasak yang jarak antara pasaknya 78,7 mm sampai

    14,7 mm. Sedangkan untuk indeks kepipihan digunakan alat Flakines Gauge. Alat

    memiliki panjang 280 mm, lebar 130 mm, tebal 1,1 mm dan berat 1000 gram.

    Alat ini terdiri dari beberapa petak lubang dengan leher lubang mulai 4,9 mm

    sampai 33,9 mm.

    Agregat yang digunakan adalah agregat kering oven sebanyak 4000 gram

    yang diambil secara acak. Pemeriksaan indeks kepipihan dilakukan dengan cara

    memasukan agregat kedalam lubang pada Flakines Gauge. Agregat yang lolos

    adalah agregat yang pipih kemudian ditimbang beratnya dan indeks kepipihan

    yang dipakai adalah 0,6 kali diameter rata-rata. Sedangkan pemeriksaan indeks

    kelonjongan dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeriksaan indeks

    kepipihan. Indeks kelonjongan yang diapakai adalah 1,8 kali diameter rata-rata.

    Agregat yang tertahan adalah agregat lonjong yang kemudian ditimbang beratnya.

    3.2.5 Pemeriksaan tumbukan

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan agregat

    melalui tumbukan dengan menggunakan alat impact. Pemeriksaan ini berpedoman

    pada AASTHO T-27-74. Agregat yang digunakan adalah agregat lolos saringan

    12,7 mm dan tertahan saringan 9,25 mm sebanyak 1000 gram untuk satu benda

    uji. Agregat tersebut dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110° C

    sampai mencapai berat tetap, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu

    benda uji dimasukan kedalam mold tempat penumbukan dan permukaan diratakan

    kemudian ditimbang beratnya. Penumbukan dilakukan sebanyak 15 kali dengan

    tinggi jatuh 15,15 inci (41 mm), kemudian benda uji ditimbang kembali dengan

    menggunakan saringan No. 8 (2,36 mm) dan agregat yang lolos ditimbang

    beratnya.

  • 31

    3.2.6 Pelapukan (soundness)

    Pemeriksaan keawetan (soundness) atau pelapukan dilakukan untuk

    mengetahui ketahanan agregat terhadap cuaca dengan menggunakan larutan

    Magnesium Sulfat (Mg2SO4) yang didasarkan pada AASTHO T-104-77.

    Benda uji yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan 13,2 mm, tertahan

    diatas saringan 9,5 mm diambil sebanyak 100 gram dan dicuci sampai bersih

    dengan air suling kemudian dikeringkan dengan suhu ruang selama 2 jam.

    Berikutnya Mg2SO4 dilarutkan dalam air suling sampai benar-benar larut, dengan

    takaran 1 liter air : 1,308 kg MgSO4. Benda uji yang sudah dikeringkan

    dimasukan dalam gelas perendaman, kemudian direndam dengan larutan

    magnesium sulfat sampai jenuh atau lebih sampai 18 kali. Keesokan harinya

    agregat dipiaskan selama 15 menit lalu ditimbang. Proses ini dilakukan sampai 5

    kali pengulangan.

    3.3 Pemeriksaan sifat-sifat fisis Aspal Retona Blend 55

    Aspal yang digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan pengikat adalah

    Retona Blend 55 yang diproduksi oleh PT. Olah Bumi Mandiri. Retona Blend 55

    dipilih karena pertimbangan deposit yang sangat besar di Indonesia dan mampu

    meningkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan keretakan akibat temperatur.

    Pemeriksaan ini meliputi : pemeriksaan penetrasi aspal, pemeriksaan titik lembek,

    pemeriksaan daktilitas, pemeriksaan kelekatan aspal dan berat jenis aspal terhadap

    material.

    3.3.1 Penetrasi

    Pemeriksaan ini berpedoman pada AASTHO T-49-68 dan ASTM D-5-71

    dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan yang dimiliki aspal.

    Aspal dipanaskan selama 30 menit perlahan-lahan sambil diaduk. Setelah

    aspal cair secara merata, selanjutnya dituangkan kedalam sebuah wadah dan

    didiamkan sampai dingin. Benda uji ditutup agar bebas dari debu dan didiamkan

    pada suhu ruang selama 1 – 2 jam. Kemudian benda dimasukkan kedalam bak

  • 32

    perendaman yang suhunya 25ºC. Cawan yang berisi aspal diletakan diatas plat

    penetrasi lalu jarum diturunkan hingga menyentuh permukaan aspal. Kemudian

    diatur angka nol pada dial penetrometer hingga jarum penunjuk berimpit dengan

    jarum pentrasi dihentikan setelah 5 detik. Dial penetrometer diputar dan dibaca

    angka penetrasinya.

    3.3.2 Titik Lembek

    Pemeriksaan dilakukan berdasarkan AASTHO T-53-81 dan ASTM D-36-

    70, Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui pada suhu berapa aspal yang

    digunakan akan meleleh sehingga dapat melapisi agregat dengan baik.

    Pengujian titik lembek aspal diawali dengan mempersiapkan peralatan

    berupa cincin kuningan, bola baja diameter 9,53 mm dengan berat 3,45 – 3,55

    gram,dudukan benda uji yang lengkap dengan pengarah bola baja dan pelat dasar

    yang mempunyai jarak tertentu, bejana gelas yang tahan pemanasan mendadak

    dengan diameter dalam 8,5 cm dan tinggi ± 12 cm, thermometer, penjepit, dan

    pengarah bola. Benda uji yang digunakan adalah dua buah cincin.

    Cara melakukan pengujian adalah dengan mengolesi glicerine dan

    diletakkan di atas pelat dasar. Aspal cair dituangkan kedalam dua buah cincin dan

    didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam

    bejana gelas yang berisi air suling. Kemudian pasang thermometer untuk penetuan

    titik lembek dan letakkan bola baja di atas cincin. Rendam di dalam air pada

    temperatur 5ºC selama 15 menit. Panaskan bejana, pembacaan stop watch

    dilakukan dan dicatat tiap kenaikan suhu menjadi 5ºC sampai aspal

    terjatuhmenyentuh plat dasar. Titik lembek adalah suhu dimana aspal meleleh dan

    jatuh sampai pada permukaan plat dasar.

    3.3.3 Daktilitas

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan AASTHO T-51-74 dan ASTM D-

    113-69. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui jarak terpanjang yang

    dapat ditarik diantara dua cetakan berisi aspal pada suhu, ketebalan, dan kecepatan

    tertentu untuk menunjukan kegetasan aspal.

  • 33

    Pengujian daktilitas diawali dengan menyiapkan peralatan dan bahan. Alat

    yang digunakan adalah termometer, cetakan daktilitas kuningan, dan bak

    perendam. Sedang bahan berupa aspal sebanyak 100 gram. Selanjutnya aspal

    dipanaskan pada suhu 80 - 100ºC sehingga mencair dan dapat dituang. Aspal yang

    cair tersebut dituang ke dalam cetakan, kemudian cetakan didinginkan pada suhu

    ruang selama 30 – 40 menit. Lalu pindahkan ke dalam bak perendam pada suhu

    air 25ºC selama 30 menit. Setelah itu benda uji dilepas dari cetakannya. Benda uji

    tersebut kemudian dipasang pada alat daktilitas dan ditarik secara teratur dengan

    kecepatan tarik 5 cm/menit sampai benda uji putus.

    3.3.4 Pemeriksaan kelekatan aspal terhadap agregat

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasrkan SNI 03-2439-1991. Pemeriksaan ini

    dimaksudkan untuk menentukan persentase luas permukaan aspal yang diselimuti

    agregat terhadap seluruh permukaan agregat. Benda uji yang digunakan agregat

    yang lolos saringan 13,2 mm dan tertahan saringan 9,5 mm sebanyak 100 gram.

    Benda uji dicuci dan dikeringkan dalam oven beserta wadah pada suhu 140°C.

    Aspal yang sudah mencair dituangkan sebanyak 6 gram kedalam wadah yang

    berisi agregat yang masih panas lalu diaduk sampai merata dengan pisau

    pengaduk yang sudah dipanaskan sampai agregat diselimuti oleh aspal dengan

    sempurna. Adukan didiamkan sampai mencapai suhu ruang kemudian

    dipindahkan kedalam pengaduk, ditambah air suling sebanyak 400 ml dan

    dibiarkan secara visual luas permukaan agregat yang terselimuti aspal.

    3.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis aspal

    Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan AASTHO T-226-68 dan ASTM D-

    70-72 dimaksudkan untuk mengetahui berat jenis aspal keras dengan

    menggunakan piknometer.

    Piknometer diisi dengan air suling dan ditutup serta ditimbang (B).

    Sedangkan piknometer yang berisi aspal cair diisi hingga ¾ bagian, dibiarkan

    pada suhu ruang lalu ditutup dan ditimbang beratnya (C). Kemudian piknometer

    tersebut diisi dengan air suling dan ditimbang beratnya (D).

  • 34

    3.4 Pengujian bahan pengisi (filler)

    Bahan pengisi (filler) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semen

    Porland I yang lolos saringan No. 200 (0,074 mm). Pengujian yang dilakukan

    terhadap bahan pengisi yaitu berat jenis berdasarkan SNI 15-2531-1991.

    3.4.1 Pemeriksaan Gradasi Agregat

    Gradasi adalah distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat yang

    saling mengisi sehingga terjadinya suatu ikatan yang saling mengunci

    (interlocking). Hal ini disebabkan oleh adanya distribusi agregat yang

    mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas

    (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran.

    Perencanaan gradasi dilakukan dengan proses percampuran antara fraksi

    agregat yang diambil dari stone crusher dan limbah kerak tanur cangkang kelapa

    sawit yang telah ditumbuk sesuai ukuran yang telah ditentukan. Tiap-tiap fraksi

    agregat akan diperiksa gradasinya, sehingga diketahui distribusi butiran agregat

    tiap-tiap fraksi agregat. Percampuran agregat antar fraksi-fraksi agregat harus

    sesuai dengan spesifikasi gradasi lapisan AC-BC tiap nomor saringan.

    Pemeriksaan dilakukan dengan analisa saringan. Dalam penelitian ini untuk

    masing-masing percampuran agregat diambil sebanyak 4500 gram yang terdiri

    dari 9 ukuran saringan. Ukuran saringan gradasi rapat yang digunakan yaitu

    saringan dengan ukuran ¾ inchi, ½ inchi, 3/8 inchi, saringan No. 4, No. 8, No. 30,

    No. 50, No. 100, dan No. 200. Pekerjaan selanjutnya adalah menyusun saringan

    dengan meletakkan saringan ukuran paling besar diatas dan saringan dengan

    ukuran paling kecil terletak paling bawah. Agregat yang telah dipersiapkan

    dimasukkan kedalam saringan kemudian ditutup rapat lalu digoyang-goyangkan

    secara manual atau mesin untuk mendapatkan kelolosan pada saringan

    dibawahnya.

    Setelah dilakukan uji material selanjutnya dilakukan penyiapan campuran

    agregat sesuai dengan persyaratan gradasi. Gradasi agregat rencana yang

  • 35

    digunakan untuk Lapis Aus AC-BC dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

    3.1 dibawah ini :

    Tabel 3.1 Rancangan Gradasi Agregat Rencana

    Ukuran Ayakan LASTON (AC)

    ASTM (mm) BC Gradasi Rencana Akumulasi

    (%) %Berat yang Lolos %Tertahan

    58,2

    3/4" 19 100 100 0,0

    1/2" 12,5 90 - 100 95,0 5,0

    3/8" 9,5 64 -82 73,0 22,0

    No.4 4,75 47 - 64 55,5 17,5

    No.8 2,36 34,6 - 49 41,8 13,7

    No.16 1,18 28,3 - 38 33,2 8,7

    35,8

    No.30 0,6 20,7 - 28 24,4 8,8

    No.50 0,3 13,7 - 20 16,9 7,5

    No.100 0,15 4 - 13 8,5 8,4

    No.200 0,075 4 - 8 6,0 2,5

    Filler 81,0 6,0 6,0

    3.5 Perencanaan Campuran dengan Metode Marshall

    3.5.1 Perencanaan benda uji

    Untuk mendapatkan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) digunakan

    perencanaan dengan Metode Marshall. Pada pengujian dengan alat marshall, hal

    pertama dilakukan adalah menghitung perkiraan awal Kadar Aspal Tengah (Pb)

    dengan menggunakan persamaan 2.1 pada halaman 20. Dengan terlebih dahulu

    membulatkan nilai Pb sampai 0,5 terdekat, Kemudian menyiapkan benda uji

    Marshall pada 5 variasi kadar aspal masing-masing 3 (tiga) benda uji, yaitu 1,0%,

    0,5%, Pb% (perkiraan kadar aspal tengah), + 0,5% dan 1,0% terhadap berat total

    campuran.

    Perhitungan kadar aspal tengah berdasarkan gradasi rencana sebagai

    berikut:

    Pb = 0,035(%CA)+0,045(%FA)+0,18(%Filler)+Konstanta

  • 36

    = 0,035(58.2) + 0,045(35,8) + 0,18(6,0) + 0,5

    Pb = 5%.

    Banyaknya benda uji untuk mengetahui sifat-sifat campuran dan

    penentuan kadar aspal masing-masing campuran dapat dilihat pada Tabel dibawah

    ini :

    Tabel 3.2 Benda uji untuk menentukan KAO Laston Lapis AC-BC

    No Kadar Aspal Kode Benda Uji Jumlah

    1. Pb - 1,0 B11, B12, B13 3 Buah

    2. Pb - 0,5 B21, B22, B23 3 Buah

    3. Pb B31, B32, B33 3 Buah

    4. Pb + 0,5 B41, B42, B43 3 Buah

    5. Pb + 1,0 B51, B52, B53 3 Buah

    Total 15 Buah

    Setelah didapat kadar aspal optimum (KAO) dari penggunaan Retona

    Blend 55 pada laston AC-BC, maka dibuat masing-masing benda uji. Untuk

    variasi campuran kadar aspal optimum (KAO) menggunakan Retona Blend 55.

    Hasil pemeriksaan gradasi dijadikan acuan untuk pemambahan agregat baru.

    Benda uji dibuat pada variasi perbandingan material limbah kerak tanur cangkang

    sawit dan material dari stone crusher 75/25%, 5050%, 2575% dan 100%0. Untuk

    lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3 dibawah ini :

  • 37

    Tabel 3.3 Benda Uji pada KAO untuk Laston AC-BC Rendaman 30 menit.

    No.

    Persentasi Material (%)

    Jumlah Benda

    Uji Agregat Halus

    Kerak tanur

    Agregat Halus

    Stone Crusher

    Kode Benda

    Uji

    A B C D E

    1 25 75 E11, E12,E13 3

    2 50 50 E21, E22, E23 3

    3 75 25 E31, E32, E33 3

    4 100 0 E41, E42, E43 3

    Jumlah 12 Buah

    Setelah evaluasi parameter dari pengujian benda uji di atas akan didapat

    kadar aspal optimum dari rentang kadar aspal, maka selanjutnya dibuat benda uji

    untuk pengujian standar dengan rendaman 30 menit dan 24 jam pada suhu 60oC

    dalam waterbath. selama 24 jam pada rendaman air sebanyak 3 benda uji untuk

    mengetahui nilai durabilitas dan untuk mengetahui nilai parameter Marshall di

    gunakan grafik penentuan kadar aspal optimum yang telah diperoleh sebelumnya.

    Jumlah benda uji keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini :

    Tabel 3.4 Benda Uji dengan Rendaman 24 Jam

    No. %Substitusi Maksimum

    Memenuhi kerak tanur

    Kode Benda

    Uji Jumlah

    1 F% H31, 312, H33 6 Buah

    2 F% I31, I32, I33 6 Buah

    Jumlah 12 Buah

  • 38

    Total benda uji untuk penelitian ini adalah 15 + 12 + 12 = 39 benda uji.

    3.6 Pembuatan Benda Uji

    Dalam pembuatan benda uji, langkah pertama yang harus dilakukan adalah

    menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada percobaan ini yaitu timbangan,

    kompor, wajan, sendok, pengaduk, thermometer, mold, kertas untuk lapisan mold,

    spatula, alat penumbuk, dongkrak dan bak perendaman benda uji.

    Agregat yang dipersiapkan beratnya sesuai dengan perencanaan campuran,

    kemudian dikeringkan dalam oven. Sementara itu aspal dipanaskan mencapai

    suhu percampuran, lalu aspal tersebut dituang sesuai yang dibutuhkan kedalam

    agregat yang sudah dipanaskan kemudian dicampur sampai rata. Setelah mencapai

    suhu percampuran, campuran dituang kedalam mold yang sudah dipanaskan.

    Setelah mencapai suhu pemadatan, benda uji ditumbuk dengan menggunakan alat

    penumbuk masing-masing sebanyak 75 tumbukan untuk permukaan bagian atas

    dan bagian bawah. Jumlah tumbukan ini mengacu pada AASTHO 1990, untuk

    lalu lintas berat menggunakan 2 x 75 tumbukan. Setelah itu benda uji dikeluarkan

    dari cetakan dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian dilakukan penimbangan

    berat kering, lalu benda uji direndam selama 24 jam. Setelah perendaman

    dilakukan, Kemudian dilakukan penimbangan berat benda uji didalam air, setelah

    itu benda uji dilap agar mencapai kering permukaan kemudian ditimbang.

    Sebelum dilakukan percobaan Marshall, benda uji direndam dalam bak

    perendaman selama 30 menit pada suhu 60° C. Benda uji dikeluarkan dan

    diletakkan pada alat Marshall, Kemudian alat flow meter dan jarum dial penekan

    diatur kedudukannya pada angka nol. Pembebanan siap diberikan dengan

    kecepatan tetap mm/menit sampai mencapai pembebanan maksimum.

    3.6.1 Percobaan Marshall

    Kriteria campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat

    uji Marshall di Laboratorium. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan

  • 39

    ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan

    berpedoman pada ketentuan AASTHO T-245-74.

    Besarnya nilai stabilitas dapat dihitung menggunakan persamaan (2.3).

    Nilai flow dapat dibaca langsung dari dial pada alat Marshall. Perhitungan berat

    volume (density) dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.4), persen rongga

    dalam campuran persamaan (2.5), persen rongga terisi aspal dihitung dengan

    persamaan (2.6), persen rongga antar butir agregat dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan (2.7), dan Marshall Quotient dihitung dengan

    persamaan (2.8).

    3.7 Analisa Data

    Untuk menganalisa data, maka digunakan bentuk hubungan dua variabel

    dipakai analisis regresi. Analisis regresi digunakan untuk menganilis hubungan

    antara variasi agregat limbah kerak tanur cangkang kelapa sawit yang dipakai

    dengan parameter-parameter Marshall. Untuk mendapatkan persamaan garis atau

    kurva yang mewakili dua variabel yang akan dicari hubungannya, terlebih dahulu

    dilakukan pengumpulan data dari hasil pengujian.

    Data yang diperoleh dari pengujian Marshall masing-masing diplot pada

    suatu sumbu salib dan akan membentuk titik pencar yang disebut diagram pencar

    (Scatter plot). Data parameter Marshall, merupakan variabel terikat (sumbu y)

    dan kadar aspal yang dipakai merupakan variabel bebas (sumbu x). Garis atau

    kurva pendekatan yang mewakili titik-titik dalam diagram pencar dapat berupa

    garis lurus (linier) maupun garis lengkung (non linier). Beberapa bentuk regresi

    yang ada diantaranya adalah regresi non linier berganda orde 2 ;

    y = a0 + a1x + a2x.

    Untuk perhitungan nilai koefesien dari persamaan diatas dapat dihitung

    berdasarkan persamaan aljabar matrik, misalkan untuk a0, a1, dan a2 yaitu :

  • 40

    =

    Dengan koefesien determinasi (R²)

    Dimana :

    R² = koefesien determinasi;

    y¹ = nilai parameter hasil pengukuran;

    y¯ = nilai parameter hasil regresi.

    Dengan menyelesaikan persamaan aljabar matrik di atas, nilai masing-

    masing koefesien a0, a1, dan a2 didapat sehingga diperoleh persamaan kurva

    hubungan antara variabel terikat (y) dengan variabel bebas (x). Sedangkan untuk

    mendapatkan persamaan yang sesuai dari model-model regresi untuk analisis data

    penelitian adalah yang menghasilkan koefesien determinasi (R-square) yang

    paling besar mandekati (1).

  • 41

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dalam penelitian ini akan diuraikan hasil pengujian serta pengolahan data

    dan dilanjutkan dengan pembahasan yang didasarkan dari hasil penelitian di

    laboratorium Teknik Transportasi Unsyiah.

    4.1 Hasil

    Hasil dalam penelitian ini adalah tabel-tabel dan grafik-grafik hasil

    pemeriksaan dan hasil pengujian material serta hubungan antara masing-masing

    parameter Marshall dengan rentang kadar aspal yang memenuhi semua syarat

    kriteria campuran beraspal panas lapisan AC-BC serta variasi persentase kerak

    tanur cangkang sawit yang diperoleh dari PT. Mapoli Raya desa Alue Kuyun,

    sebagai pengganti agregat halus dan bahan pengikat berupa aspal Retona Blend

    55. Selanjutnya disajikan berbagai variasi pencampuran beton aspal AC-BC

    dalam bentuk tabel dan grafik yang menghubungkan antara variasi campuran

    dengan parameter Marshall dan durabilitas. Proses perhitungan pada setiap

    tahapan pengolahan data disajikan pada lampiran.

    4.1.1 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat

    Data hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sifat-sifat fisis agregat batu

    pecah yang berasal dari Stone Crusher milik PT. Wirataco Mitra Mulia yang

    berlokasi di desa Beureugang, Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh yang

    disajikan dalam bentuk tabel. Pemeriksaan sifat fisis ini meliputi pemeriksaan

    berat jenis, penyerapan, berat isi, keausan, indeks kepipihan dan indeks

    kelonjongan. Proses perhitungan untuk pemeriksaan-pemeriksaan ini disajikan

    pada lampiran. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat disajikan pada Tabel 4.1.

    berikut :

  • 42

    Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Agregat

    No. Sifat-sifat fisis yang diperiksa Satuan Hasil Persyaratan

    1. Berat jenis - 2.688 Min. 2,5

    2. Penyerapan % 1.187 Maks. 3

    3. Berat isi gr/cm³ 1.349 Min. 1

    4. Tumbukan % 3.059 Maks. 30

    5. Keausan % 19,376 Maks. 40

    6. Indeks Kepipihan % 41,71 Maks. 10

    7. Indeks Kelonjongan % 9,11 Maks. 10

    8. Kelekatan agregat terhadap aspal % 95 Min. 95

    Dari tabel hasil pemeriksaan sifat fisis agregat, semua sifat fisis yang

    diperiksa telah memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan. Hanya saja

    pemeriksaan indeks kepipihan yang tidak memenuhi spesifikasi dikarenakan hasil

    yang diperiksa melebihi spesifikasi yang direncanakan. Hasil pengujian terhadap

    sifat-sifat fisis agregat selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.1

    sampai Tabel B.4.8.

    4.1.2 Hasil pemeriksaan kerak tanur cangkang sawit

    Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sifat-sifat fisis kerak

    tanur cangkang sawit yang berasal dari PT. Mapoli Raya desa Alue Kuyun, yang

    berlokasi di Kabupaten Aceh Barat. Meliputi pemeriksaan berat jenis, Alkali (Na),

    Kadar Air, Kadar Abu, MgO, P2O5, SiO2. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis kerak

    tanur cangkang sawit disajikan pada Tabel 4.2 dibawah ini :

  • 43

    Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Kerak Tanur Cangkang Sawit

    No. Parameter Uji Satuan Metode Uji Hasil

    1. Berat Jenis gr/ml Gravimetri 2,22

    2. Alkali (Na) % AAS 0,06

    3. Kadar Air % Gravimetri 0,07

    4. Kadar Abu % Gravimetri 98,73

    5. MgO % Titrimetri 7,55

    6. P2O5 % adbk Spektrofotometri 1,20

    7. SiO2 % Gravimetri 24,50

    4.1.3 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55

    Pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55 meliputi pemeriksaan

    berat jenis aspal, penetrasi, daktilitas, dan titik lembek. Data hasil pemeriksaan

    sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55 tersebut dapat digunakan karena memenuhi

    persyaratan yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Retona

    Blend 55 disajikan pada Tabel 4.3 dibawah ini :

    Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisis Aspal Retona Blend 55

    No. Sifat-Sifat Fisis yang Diperiksa Satuan Hasil Persyaratan

    1. Penetrasi; (0,1 mm) 43 Min. 40

    2. Daktilitas; cm 85 Min. 50

    3. Berat jenis; gr/cm3 1,1 >1

    4. Titik lembek . oC 55,75 Min. 55

    Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisis aspal Retona Blend 55

    selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.9 sampai Tabel B.4.12.

  • 44

    4.1.4 Penentuan kadar aspal optimum (KAO)

    Dalam penelitian ini, kadar aspal perkiraan yang diperoleh dengan Ca

    sebesar 58,2%, Fa sebesar 35,8%, filler sebesar 6,0% dan konstanta 0,5 adalah :

    Pb = 0,035 (58.2) + 0,045 (35,8) + 0,18 (6,0) + 0,5. Dengan membulatkan nilai

    Pb sampai 0,5% terdekat, maka diperoleh nilai Pb sebesar 5% sehingga variasi

    kadar aspal benda uji adalah 4%, 4,5%, 5%, 5,5%, dan 6%. Dengan menghasilkan

    parameter-parameter Marshall yaitu stabilitas, flow, density, (VIM), (VFB),

    (VMA), dan Marshall quotient (MQ). menggunakan gradasi agregat rencana di

    dapat kadar aspal optimum sebesar 5,01% digambarkan pada suatu grafik

    hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall. Untuk lebih jelasnya

    grafik hubungan kadar aspal dengan parameter Marshall disajikan pada Lampiran

    A Gambar A.4.1 halaman 73.

    Penentuan nilai kadar optimum tidak dilihat dari titik optimum pada masing-

    masing grafik, melainkan dengan menggunakan metode Range Overlapping yaitu

    dengan melihat nilai kadar aspal yang memenuhi batas-batas persyaratan

    parameter Marshall sehingga diperoleh suatu nilai kadar aspal yang telah

    memenuhi persyaratan atau kadar aspal optimum. Nilai ini kemudian digunakan

    untuk membuat benda uji pengujian standar dengan rendaman pada suhu 60oC

    selama 24 jam untuk mengetahui nilai stabilitas sisa (durabilitas), sedangkan

    untuk mengetahui nilai parameter Marshall pada rendaman 30oC digunakan grafik

    penentuan kadar aspal optimum yang telah di dapatkan sebelumnya. Hasil

    pengujian parameter Marshall selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B Tabel

    B.4.13 sampai dengan Tabel B.22.

    4.1.5 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus

    25/75 %

    Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian

    Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada

    suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap

    pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut

  • 45

    hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus

    diperlihatkan pada Tabel 4.4 dibawah ini :

    Tabel 4.4. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi

    Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 25/75 %

    No. Karakteristik

    Campuran

    Kadar Aspal Optimum (KAO)

    5,01% Spesifikasi

    Dept. PU Jumlah Benda Uji

    E11 E12 E13 Rata-rata

    1. Stabilitas (kg) 1063,23 1263,31 1077,14 1134,56 Min. 800

    2. Flow (mm) 3,6 3,6 3,5 3,6 Min. 3

    3. MQ (kg) 295,34 350,92 307,75 318,00 Min. 250

    4. VMA (%) 15,95 15,33 15,47 15,58 Min. 14

    5. VIM (%) 4,91 4,21 4,37 4,50 3,5 - 5,0

    6. VFB (%) 69,20 72,56 71,75 71,75 Min. 63

    7. Density (gr/cm³) 2,38 2,40 2,39 2,39 Min. 2

    Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang

    sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen

    Perkerjaan Umum.

    4.1.6 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus

    50/50 %

    Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian

    Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada

    suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap

    pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut

    hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus

    diperlihatkan pada Tabel 4.5 dibawah ini :

  • 46

    Tabel 4.5. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi

    Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 50/50 %

    No. Karakteristik

    Campuran

    Kadar Aspal Optimum (KAO)

    5,01% Spesifikasi

    Dept. PU Jumlah Benda Uji

    E21 E22 E23 Rata-rata

    1. Stabilitas (kg) 1182,18 1223,90 1293,44 1233,18 Min. 800

    2. Flow (mm) 4,0 3,1 3,4 3,5 Min. 3

    3. MQ (kg) 295,55 394,81 380,42 356,93 Min. 250

    4. VMA (%) 15,05 16,63 15,38 15,69 Min. 14

    5. VIM (%) 3,90 5,69 4,26 4,62 3,5 - 5,0

    6. VFB (%) 74,10 65,82 72,27 70,73 Min. 63

    7. Density

    (gr/cm³) 2,41 2,36 2,40 2,39 Min. 2

    Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang

    sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen

    Perkerjaan Umum. Hanya saja terdapat nilai VIM yang tidak sesuai dengan

    spesifikasi 3,5-5,0%.

    4.1.7 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus

    75/25 %

    Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian

    Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada

    suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap

    pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut

    hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus

    diperlihatkan pada Tabel 4.6 dibawah ini :

  • 47

    Tabel 4.6. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi

    Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 75/25 %

    No. Karakteristik

    Campuran

    Kadar Aspal Optimum (KAO)

    5,01% Spesifikasi

    Dept. PU Jumlah Benda Uji

    E31 E32 E33 Rata-rata

    1. Stabilitas (kg) 1237,81 1265,63 1349,08 1284,17 Min. 800

    2. Flow (mm) 3,0 3,5 3,5 3,3 Min. 3

    3. MQ (kg) 412,60 361,61 385,45 386,55 Min. 250

    4. VMA (%) 15,79 16,11 15,64 15,85 Min. 14

    5. VIM (%) 4,73 5,09 4,56 4,80 3,5 - 5,0

    6. VFB (%) 70,03 68,39 70,83 69,75 Min. 63

    7. Density

    (gr/cm³) 2,39 2,38 2,39 2,38 Min. 2

    Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang

    sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen

    Perkerjaan Umum. Hanya saja terdapat nilai VIM yang tidak sesuai dengan

    spesifikasi 3,5-5,0%.

    4.1.8 Hasil pengujian parameter marshall persentase tanur/agregat halus

    100/0 %

    Hasil pengujian variasi persentase tanur/agregat halus pada pengujian

    Marshall dengan kadar aspal optimum sebesar 5,01% yang digambarkan pada

    suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall terhadap

    pengaruh percampuran dengan variasi persentase tanur/agregat halus. Berikut

    hasil pengujian Marshall dengan variasi persentase tanur/agregat halus

    diperlihatkan pada Tabel 4.7 dibawah ini :

  • 48

    Tabel 4.7. Hasil Rendaman 30 menit Pengujian Marshall dengan Variasi

    Persentase Kerak Tanur Cangkang Sawit 100/0 %

    No. Karakteristik

    Campuran

    Kadar Aspal Optimum (KAO)

    5,01% Spesifikasi

    Dept. PU Jumlah Benda Uji

    E41 E42 E43 Rata-rata

    1. Stabilitas (kg) 1223,42 1390,80 1293,44 1302,55 Min. 800

    2. Flow (mm) 3,5 3,0 3,0 3,2 Min. 3

    3. MQ (kg) 349,55 463,60 431,15 414,77 Min. 250

    4. VMA (%) 15,01 16,35 16,77 16,04 Min. 14

    5. VIM (%) 3,84 5,37 5,84 5,02 3,5 - 5,0

    6. VFB (%) 74,38 67,18 65,18 68,91 Min. 63

    7. Density

    (gr/cm³) 2,41 2,37 2,36 2,38 Min. 2

    Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang

    sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen

    Perkerjaan Umum. Hanya saja terdapat nilai VIM yang tidak sesuai dengan

    spesifikasi 3,5-5,0%.

    4.2 Hasil Nilai Durabilitas

    Hasil pengujian Marshall dengan variasi kadar aspal menghasilkan nilai

    kadar aspal optimum. Berdasarkan KAO yang diperoleh dengan spesifikasi

    gradasi yang sama dibuat masing-masing 3 (tiga) buah benda uji dengan rincian 3

    (tiga) buah benda uji untuk satu variasi persentase kerak limbah tanur cangkang

    kelapa sawit. Nilai durabilitas diperoleh dari perbandingan antara stabilitas

    rendaman 24 jam dengan stabilitas normal yang rendaman 30 menit pada suhu

    yang sama. Hasil pemeriksaan dan perhitungan untuk masing-masing variasi suhu

    rendaman dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :

  • 49

    Tabel 4.8. Hasil Pengujian Durabilitas Rendaman 24 jam

    No.

    Variasi

    Persentase

    Kerak Tanur

    Stabilitas

    Rendaman

    30 menit

    Stabilitas

    Rendaman

    24 jam

    Nilai

    Durabilitas

    (%)

    Spesifikasi

    Dept. PU

    a b C d e = d / c

    1. 25/75% 1134,56 1024,56 90,30% Min. 90%

    2. 50/50% 1233,18 1221,91 91,0% Min. 90%

    3. 75/25% 1284,17 1991,45 92,80% Min. 90%

    4. 100/0% 1302,55 1186,82 91,10% Min. 90%

    Hasil pengujian Marshall pada variasi persentase kerak tanur cangkang

    sawit dengan rendaman 30 menit semua telah memenuhi spesifikasi Depertemen

    Perkerjaan Umum yaitu Min.90%.

    4.2.1 Hasil analisa regresi parameter marshall

    Hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall dianalisa dengan

    menggunakan analisa regresi. Analisa regresi yang digunakan adalah analisa

    regresi non-linear karena bentuk penyebaran datanya berupa titik pencar yang

    membentuk suatu garis lengkung. Pengolahan data analisa regresi untuk

    parameter Marshall pada penelitian ini menggunakan bantuan software Microsoft

    Excel. Dari hasil pengujian Marshall dengan variasi kadar aspal, kemudian diplot

    pada sumbu salib dengan kadar aspal sebagai variabel terikat (sumbu x) dan

    parameter Marshall sebagai variabel bebas (sumbu y). Analisa regresi digunakan

    hanya untuk mencari hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall.

    Grafik tersebut digunakan untuk mengetahui kadar aspal optimum dari masing-

    masing campuran. Selengkapnya hasil analisa regresi parameter Marshall

    disajikan pada Lampiran A.4.1 sampai Lampiran A.4.28.

  • 50

    4.3 Pembahasan

    Pada bagian ini akan dibahas tentang hasil yang diperoleh dari penelitian

    dan hasil pengolahan data berupa perubahan parameter Marshall dan Durabilitas

    pada setiap variasi persentase kerak tanur cangkang sawit. Dari pembahasan ini

    akan diketahui Durabilitas campuran AC-BC menggunakan limbah kerak tanur

    cangkang sawit yang diperoleh dari PT. Mapoli Raya Desa Alue Kuyun

    Kabupaten Aceh Barat dan agregat batu pecah yang diperoleh dari mesin Stone

    Crusher yang diambil dari PT.Wirataco Mitra Mulia terhadap kinerja campuran

    AC-BC dengan variasi persentase kerak tanur cangkang sawit.

    4.3.1 Tinjauan terhadap parameter marshall berdasarkan variasi

    persentase tanur/agregat halus

    4.3.2 Tinjauan terhadap nilai stabilitas

    Nilai stabilitas campuran AC-BC menggunakan aspal Retona Blend 55

    dari berbagai variasi persentase kerak tanur cangkang sawit diperlihatkan pada

    Gambar 4.1 dibawah ini :

    Gambar 4.1 Pengaruh campuran dengan variasi persentase kerak tanur

    cangkang sawit terhadap stabilitas

  • 51

    Gambar 4.1 menunjukkan nilai stabilitas tertinggi terjadi pada variasi

    persentase tanur/agregat halus 100/0 % yaitu 1302,55 kg. Semakin banyak

    penggunaan persentase kerak tanur cangkang sawit maka semakin tinggi pula nilai

    stabilitas yang dihasilkan, Sebaliknya semakin sedikit penggunaan kerak tanur

    cangkang sawit daripada material agregat batu pecah maka stabilitasnya

    mengalami penurunan. Dari grafik di atas, semua nilai stabilitas memenuhi

    persyaratan yaitu > 800 kg.

    4.3.3 Tinjauan terhadap nilai kelelehan plastis (flow)

    Nilai flow campuran AC-BC menggunakan aspal Retona Blend 55 dari

    berbagai variasi persentase kerak tanur cangkang sawit diperlihatkan pada

    Gambar 4.2 dibawah ini :

    Gambar 4.2 menunjukkan nilai flow semakin meningkat pada variasi

    persen