dunia pendidikan di era global

11

Click here to load reader

Upload: rohadi-wicaksono

Post on 06-Jun-2015

11.009 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Uraian singkat tentang beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan di era global ini.

TRANSCRIPT

Page 1: Dunia Pendidikan Di Era Global

Dunia Pendidikan Di Era Global

Dominasi era global telah membuat para penyelenggara pendidikan terjebak

dalam perasaan ketidak-pastian dengan sistem pendidikan saat ini. Hal ini disebabkan

oleh tingkat kemajuan-kemajuan yang dicapai ilmu pengetahuan dan teknologi,

khususnya teknologi informasi, melampaui kesiapan lembaga-lembaga pendidikan dalam

mendesign kurikulum, metode dan sarana yang dimiliki guna menghasilkan lulusan-

lulusannya memasuki sebuah era yang ditandai dengan tingkat kompetisi dan perubahan

yang begitu masif dan cepat. Saat ini, persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan

bukan sekadar relevansi antara content yang diberikan kepada peserta didik dengan

kebutuhan dunia kerja supaya lulusannya siap memasuki dunia kerja, akan tetapi lebih

mengarah pada apa yang harus dicermati oleh dunia pendidikan terhadap relevansi

dimensi paedagogies-didaktif ( antara lain : tehnik pengajaran, kurikulum, metode,

tempat pembelajaran dan lainnya ) dengan trend budaya global.

Profesor Mastuhu dalam Menata Ulang Pemikiran Sitem Pendidikan Nasional

dalam Abad 21 mengemukakan : “Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau

“mensejagat”. Sesuatu entitas, betapapun kecilnya, disampaikan oleh siapapun,

dimanapun dan kapanpun, dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia, baik berupa

ide, gagasan, data, informasi, produksi, temuan obat-obatan, pembangunan,

pemberontakan, sabotase, dan sebagainya; begitu disampaikan, saat itu pula diketahui

oleh semua orang di seluruh dunia. Hal ini biasanya banyak terjadi di lingkungan politik,

bisnis, atau perdagangan, dan berpeluang mampu mengubah kebiasaan, tradisi, dan

bahkan budaya.Misalnya, Mc Donald’s, Berger King, Domino’s Pizza, Kentucky Fried

Chicken, Jean’s, tas tangan merk Gucci dari Itali, kartu kredit City Bank, ABN Amro,

dan lain sebagainya. Barang-barang ini telah mampu mengubah kebiasaan, dari sejak :

makan, pakaian, dan gaya hidup seseorang atau kelompok dari “tradisi lokal” ke

“tradisi global”.

Yang perlu dicermati adalah globalisasi membawa akibat terjadinya perubahan

yang terus menerus dan semakin cepat. Fenomena perubahan yang kian berakselerasi

memberi imperatif berbagai lembaga pendidikan yang ada untuk terus melakukan self

reform jika ingin tetap mempertahankan eksistensinya di jaman yang berlari seperti

sekarang. Namun, juga perlu diperhatikan bahwa jika reformasi dilakukan secara

serampangan, sekadar reaktif dan tidak visioner, justru akan menyebabkan terjadinya

degradasi kemanusiaan di masa mendatang.

Misalkan, sekitar tahun 80-an, dunia pendidikan kita dikritik habis-habisan oleh

masyarakat, khususnya dari kalangan dunia kerja. Lulusan sekolah, baik sekolah

menengah maupun perguruan tinggi, dikeluhkan tidak memiliki kapasitas dan

Page 2: Dunia Pendidikan Di Era Global

ketrampilan yang memadai seperti dibutuhkan oleh dunia kerja. Mereka hanya pandai

berteori, tetapi tidak menguasai teknis-praktisnya. Tak ayal, kurikulum pendidikan,

metode pengajaran, prasarana dan sarana praktek, serta link and match dalam lembaga

pendidikan menjadi pembicaraan publik.

Dunia pendidikan bukannya tidak memahami persoalan tersebut. Negara, sebagai

pihak yang mengemban amanat penyelenggara pendidikan terus melakukan upaya-upaya

penyempurnaan terhadap penyelenggaraan pendidikan nasional. Namun sayangnya,

kebijakan-kebijakan penyempurnaan yang dibuat cenderung bersifat reaksioner serta

kurang didasari visi yang jelas.

Doni Koesoema A dalam artikelnya ‘Pendidikan Manusia Versus Kebutuhan

Pasar’ menilai bahwa tanggapan pemerintah atas berbagai persoalan dalam dunia

pendidikan terkesan lebih bersifat reaksioner ketimbang visioner. Kebijakan yang

diambil pemerintah dalam meningkatkan kualitas dunia pendidikan hanya didasarkan

sikap reaktif, kaget, bingung, bahkan sekadar memenuhi kepentingan dan kebutuhan

sesaat. Keluhan, bahwa ganti menteri ganti kebijakan, ganti buku pelajaran, dan lain-

lain adalah afirmasi atas situasi ini. ( Pendidikan Manusia Indonesia, Kompas, 2004 ).

Selanjutnya, Doni Koesoema A juga memberi contoh kebijakan pemerintah yang

kurang didasari visi jangka panjang di bidang pendidikan : “...... pendidikan kita

ditengarai menghasilkan orang-orang yang tidak siap masuk dunia kerja. Karena itu,

satu-satunya cara untuk memperbaikinya adalah menyiapkan sekolah-sekolah agar

menghasilkan orang-orang yang siap memasuki dunia kerja. Bagaimana caranya ?

Diperkenalkan program link and match. Program link and match dicanangkan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud, kini berubah menjadi Mendiknas ) Wardiman

Djojonegoro ( 1993-1998 ) yang mengaitkan berbagai macam program dan kurikulum di

sekolah dengan tuntutan yang dibutuhkan perusahaan .......”

Program link and match ini dalam implementasinya bernama Pendidikan Sistem

Ganda ( PSG ). PSG dimaksudkan sebagai model belajar sambil magang kerja. PSG

merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memadukan secara sistemik dan

sinkron antara program pendidikan sekolah dengan program penguasaan keahlian /

ketrampilan yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja dan

diarahkan untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.

Dilihat sepintas, barangkali tidak ada yang keliru dengan PSG ini. Namun jika

dicermati lebih jauh, maka akan terlihat bahwa visi yang ada di balik kebijakan PSG ini

sangat membahayakan. Saat itu, link and match dianggap sebagai sebuah imperatif yang

harus diterapkan di semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai

pendidikan tinggi. Ini merupakan dominasi dunia industri yang dibiarkan masuk dalam

sistem pendidikan tanpa mempertimbangkan kerugian yang akan diderita peserta didik

dan bangsa secara umum.

Page 3: Dunia Pendidikan Di Era Global

Persoalan-Persoalan Yang Dihadapi Dunia Pendidikan

Dengan link and match seolah-olah satu-satunya tujuan pendidikan yang

dibenarkan adalah mempersiapkan peserta didik untuk cocok masuk sebagai salah satu

bagian dari dunia industri. Maka, segala upaya pendidikan adalah harus disesuaikan

memenuhi kebutuhan dunia kerja. Sekali lagi, program link and match tidaklah salah.

Karena tujuan peserta didik menjalani pendidikan adalah untuk mempersiapkan diri

memasuki dunia kerja. Namun, menjadi bahaya manakala ini diasumsikan sebagai satu-

satunya tujuan pendidikan. Dengan berasumsi demikian, maka fungsi-fungsi lain dari

pendidikan direduksi, jika tidak dikatakan dihilangkan.

Lembaga pendidikan yang mendesign kurikulumnya guna membekali peserta

didiknya dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan dunia kerja merupakan sikap yang

bijak. Karena, menciptakan sebuah kebijakan dalam dunia pendidikan agar tetap relevan

dengan kebutuhan masyarakat merupakan sebuah tuntutuan yang mendesak dan terus

ada. Namun, merupakan cerminan keterbatasan horizon pemikiran manakala

beranggapan bahwa tujuan pendidikan semata-mata demi memenuhi kebutuhan praktis

sesaat.

Kebijakan pendidikan yang dilatari oleh horizon berpikir sempit seperti ini

berpotensi melahirkan proses dehumanisasi pada diri peserta didik. Pendidikan yang

terlalu memfokus pada upaya mencetak tenaga-tenaga trampil yang dibutuhkan dunia

industri dan melupakan tujuan-tujuan pendidikan yang lain, akan melahirkan robot-robot

berbaju manusia. Implikasi dari kebijakan-kebijakan pendidikan semacam itu telah lama

kita rasakan. Misalkan, rendahnya moralitas, rendahnya sikap toleransi, rendahnya sikap

menghargai sesama, lemahnya mental enterpreuner, rendahnya mental team-work,

minimnya jiwa kepemimpinan dan lain-lain.

Percepatan inovasi yang terjadi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

menuntut manusia-manusia pembelajar yang terus mau dan mampu meng-upgrade diri.

Ini berarti lembaga pendidikan harus juga mampu mendorong dan mengembangkan

kemampuan belajar peserta didiknya. Lembaga pendidikan harus memberi ketrampilan

learn how to learn.

Ketika lembaga-lembaga pendidikan ‘dipaksa’ mendesign kurikulumnya hanya

untuk kepentingan link and match, dan mengabaikan learn how to learn ini, pasti akan

menghasilkan generasi-generasi yang gagap terhadap aneka perubahan yang terjadi di era

global ini. Barangkali, generasi hasil program link and match akan menunjukkan kinerja

yang memuaskan saat mereka baru memasuki dunia industri/kerja. Namun, ketika

perusahaan harus menggunakan instrumen-nstrumen baru, yang ini berarti menuntut para

pekerjanya untuk mempelajari hal-hal baru, maka umumnya performance dari generasi

ini akan mengecewakan. Mereka kurang memiliki ketrampilan untuk mempelajari hal-hal

baru.

Page 4: Dunia Pendidikan Di Era Global

Belum lagi jika kita lihat fakta bahwa jenis-jenis pekerjaan yang sepuluh sampai

dua puluh tahun lalu masih berjaya, kini satu per satu mulai sirna ditelan arus perubahan.

Seperti diuraikan di atas, lembaga pendidikan yang terlalu terfokus pada program link

and match bertujuan menghasilkan output yang memiliki ketrampilan pada jenis

pekerjaan tertentu. Permasalahan muncul manakala jenis pekerjaan yang dikuasai

tersebut dipaksa sirna, maka yang bersangkutan tidak mampu berbuat apa-apa.

Ketrampilan yang dimiliki dari lembaga pendidikan yang telah ditempuh menjadi tidak

berguna bagi hidupnya. Artinya, program link and match yang dilakukan secara gegabah

akan mempersempit ruang kerja alumninya.

Kemajuan di bidang teknologi informasi memang banyak memberi kemudahan

bagi kita saat ini. Melalui berbagai media elektronik ( televisi dan internet ), kita dan

anak-anak kita setiap detik dibanjiri dengan berbagai informasi dari berbagai belahan

dunia. Banyak informasi yang memang berguna bagi kita dan anak-anak kita untuk

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Namun, juga harus diakui bahwa

kemudahan dan manfaat yang ditawarkan, banyak juga sisi mudhlaratnya. Resahnya para

orangtua akan maraknya pornografi di dunia maya, kejahatan dan penipuan yang terjadi

di dunia maya memberi bukti atas hal ini. Banyaknya sisi mudhlarat tersebut bukan

berarti kita bisa menjauhkan diri dari pemanfaatan teknologi informasi. Karena, siapa pun

yang menjauhkan diri dari gegap gempitanya dunia teknologi informasi ini akan ditinggal

oleh arus perubahan. Akan terjerumus dalam kategori golongan primitif.

Alvin Toffler dalam bukunya Culture Shock :”Globalisasi, selain menghadirkan

peluang “positif” untuk hidup mudah, nyaman, murah, indah dan maju; juga dapat

menghadirkan peluang “negatif” sekaligus, yaitu menimbulkan keresahan, penderitaan,,

dan penyesatan. Globalisasi bekerja selama 24 jam dengan menawarkan banyak pilihan

dan kebebasan yang bersifat pribadi. Pendek kata, dewasa ini telah terjadi “banjir

pilihan dan peluang”, terserah kemampuan seseorang untuk memilikinya.

Mencermati apa yang dikemukakan Toffler di atas, secara tersirat memberi

amanat bahwa dunia pendidikan harus memberi satu life skill kepada peserta didik yang

saat ini sangat penting, yakni ketrampilan mencari, menyaring, memilah dan

memanfaatkan berbagai informasi, peluang dan pilihan dengan benar. Sekaligus juga

memberi nilai-nilai hidup untuk berani membuang informasi dan pilihan yang tidak

berguna dan merusak.

Kebijakan Pendidikan Putera Indonesia Malang

Yayasan Putera Indonesia Malang sangat menyadari bahwa kebijakan pendidikan

yang ‘hanya’ bertujuan mencetak robot-robot pekerja merupakan malpraktek dalam

dunia pendidikan. Oleh karena itu, Yayasan Putera Indonesia Malang, selain membekali

mahasiswa dengan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia usaha, juga

Page 5: Dunia Pendidikan Di Era Global

membekali mahasiswa dengan berbagai life skill dan nilai-nilai hidup supaya mereka bisa

survive di zaman global ini.

Untuk memberi bekal ilmu dan ketrampilan yang sesuai dengan dunia kerja di

bidang kefarmasian, mahasiswa ditempa dalam berbagai laboratorium kefarmasian. Di

laboratorium ini, mereka mendapatkan berbagai pelatihan dan melakukan uji coba dalam

bidang obat, kosmetika, makanan, minuman, alat kesehatan, obat tradisional dan obat

tradisional-modern. Kemudian, supaya mahasiswa lebih mendalami ketrampilannya dan

lebih mengenal dunia kerja secara riil, maka kami menjalin kerja sama dengan berbagai

pihak sebagai tempat mahasiswa untuk dapat melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.

Pihak-pihak yang dimaksud meliputi, apotek – baik swasta maupun BUMN, rumah sakit,

puskesmas, dunia industri farmasi (obat, kosmetika, makanan, minuman, alat kesehatan,

obat tradisional dan obat tradisional-modern), lembaga-lembaga pengawasan dan

pengujian (misalnya, Balai Besar POM, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, PT. Jasa

Tirta, dan lain-lain), serta lembaga-lembaga lain yang dipandang relevan dengan bidang

kefarmasian.

Selain mata kuliah yang bersifat praktek, mata kuliah teoritis pun mendapat

perhatian serius. Mengingat lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah Yayasan

Putera Indonesia Malang bersifat vokasi, maka mata kuliah teori bertujuan untuk

mendasari keahlian dan ketrampilan mahasiswa. Sebelum melakukan kuliah praktek,

mereka ditugaskan melakukan kajian-kajian teoritis terlebih dahulu dengan difasilitasi

secara penuh oleh para dosen. Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa mampu

melakukan praktek dengan pemahaman yang mendalam terhadap semua materi dan

prosedur yang dipraktekkan. Sehingga, mereka tidak saja mampu melakukan dengan

sempurna, tapi juga mampu melakukan penelitian-penelitian dan inovasi-inovasi

keilmuan.

Pola seperti itu dikembangkan karena kami seringkali menemui mahasiswa

sangat terampil dalam melakukan kegiatan praktek, tetapi begitu ditanya mengapa

mereka memilih prosedur tertentu dan bukan lainnya, mereka diam seribu bahasa.

Artinya, mereka melaksanakan suatu praktek, tapi mereka tidak memahami apa yang

dilakukannya. Mereka menjadi semacam robot. Dan, dari “robot-robot” ini jelas mustahil

berharap ditemukannya kreasi dan inovasi-inovasi baru.

Untuk tidak terjebak dalam menciptakan “robot-robot” seperti itu, maka

Yayasan Putera Indonesia Malang mengembangkan suatu model pembelajaran baru.

Model pembelajaran yang dimaksud adalah yang memberi tekanan kepada learn how to

learn. Dengan model ini, dosen tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu dan

informasi. Karena itu, tugas dosen tidak lagi sebagai “orang pintar” yang bertugas

mengisi otak mahasiswa dengan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya. Tetapi,

tugas dosen adalah membantu atau memfasilitasi mahasiswa memanfaatkan beragam

Page 6: Dunia Pendidikan Di Era Global

sumber belajar yang ada ( buku, perpustakaan, media massa, internet atau para praktisi )

sehingga mahasiswa mampu mengkonstruksi sendiri segala macam ilmu dan informasi

yang diperolehnya. Tugas utama dosen adalah melatihkan metode-metode belajar kepada

mahasiswa. Tujuan akhirnya adalah mahasiswa mampu belajar dari sumber-sumber

belajar yang ada secara mandiri, sehingga ketika mereka lulus mereka siap mempelajari

berbagai hal baru. Karena, di era global ini setiap detik selalu muncul hal-hal baru yang

harus dikuasai, sehingga yang dibutuhkan era ini adalah manusia-manusia pembelajar

yang haus inovasi. Bukan orang-orang yang bisa bertindak jika ada petunjuk atasan.

Untuk mewujudkan hal itu, maka model pengajaran deduktif diganti dengan

yang bersifat induktif. Pada model deduktif, biasanya dosen hanya memberikan konsep-

konsep dari textbook, kemudian mahasiswa menghapalnya tanpa tahu mengapa konsep

tersebut seperti itu dan bagaimana menerapkannya dalam situasi nyata. Sedangkan pada

model induktif, penguasaan konsep dimulai dari hal-hal nyata yang ada di masyarakat

yang telah dikenal baik oleh mahasiswa. Fakta-fakta nyata tersebut dijadikan sebagai

premis minor. Dari premis-premis minor ini, dengan difasilitasi dosen, mahasiswa dilatih

untuk membuat generalisasi-generalisasi. Ketika generalisasi yang dilakukan oleh

mahasiswa ternyata salah atau bertentangan dengan teori-teori yang ada, tugas dosen

untuk membantu membenarkannya. Dengan metode ini diharapkan akan menjadi metode

pembelajaran yang mampu mengembangkan semangat dan kemampuan belajar lebih

lanjut.

Model induktif tidak akan bisa dicapai jika dosen memberi kuliah hanya dengan

metode ceramah. Metode ini hanya akan membuat mahasiswa menjadi manusia-manusia

pasif. Perkuliahan harus melalaui metode diskusi,dialog, brainstorming dan mencari

kebenaran bersama dalam wilayah akademik. Memang, tak bisa dipungkiri ada mata

kuliah-mata kuliah tertentu yang harus tetap bersifat doktriner, seperti mata kuliah agama.

Namun jumlahnya sangat kecil.

Selain dibekali dengan berbagai keilmuan di atas, mahasiswa juga dibekali

berbagai keatrampilan penunjang yang dibutuhkan untuk hidup mereka, baik di tempat

kerja maupun dalam masyarakat luas. Misalkan, ketrampilan bekerja-sama, ketrampilan

kepemimpinan, etos kerja yang baik, nilai-nilai spiritualisme, sikap toleransi dan lain-

lain. Hal ini diperoleh mahasiswa melalui kegiatan outbond, latihan kepemimpinan pada

kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, aktivitas keagamaan dan pembelajaran di dalam kelas.

Satu hal lagi yang kami sadari adalah penggunaan teknologi informatika ( TI )

dalam hampir setiap aspek kehidupan, terutama di dunia kerja. Maka, mau tidak mau,

kami harus memberikan ketrampilan-ketrampilan aplikasi dan pemanfaatan TI ini. Selain

untuk menyiapkan mahasiswa terhadap tuntutan penguasaan TI di dunia kerja,

pemanfaatan TI dalam proses belajar adalah untuk melatih mahasiswa dengan satu

ketrampilan hidup yang sangat dibutuhkan saat ini, yakni ketrampilan mencari,

Page 7: Dunia Pendidikan Di Era Global

menyaring, memilah dan memanfaatkan informasi dengan benar dan membuang

informasi yang tidak berguna dan merusak. Supaya mahasiswa memiliki ketrampilan ini,

mereka harus diberi kesempatan dan ruang untuk menjelajah kehidupan melalui proses

pencarian dan penemuan pada proses belajar mereka. Maka dari itu, model pembelajaran

yang menggunakan model pendiktean, penghafalan, indoktrinasi dan deduktif harus

dibuang jauh-jauh karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman.

Ketrampilan mencari, menyaring, memilah dan memanfaatkan informasi sangat

dipermudah dengan adanya teknologi komputer dan internet. Karena itu, sarana-sarana

tersebut telah kami sediakan berupa area hotspot dan intranet. Dan kami sangat

menyadari bahwa sarana tersebut akan mubazir manakala mahasiswa tidak memiliki

ketrampilan dan kesadaran untuk memanfaatkannya. Karena itu, ketrampilan

mempergunakan fasilitas-fasilitas tersebut kami berikan kepada mahasiswa. Selain itu,

pemanfaatan sarana TI juga telah kami integrasikan dalam beberapa mata kuliah.

Kurikulum telah mulai kami design supaya mahasiswa memanfaatkan internet atau

jaringan intranet yang ada untuk mengerjakan tugas-tugas, mencari informasi dan

berinteraksi dengan dosen.

Satu hal lagi yang perlu kami sampaikan adalah, salah satu seksi dari biro

humas kami punya tugas menggali data tentang kebutuhan-kebutuhan akan tenaga kerja

pada dunia industri atau dunia usaha. Data-data yang terkumpul kemudian kami

umumkan melalui website kami atau langsung kami sampaikan kepada para alumni yang

belum mendapat pekerjaan. Upaya-upaya ini akan terus kami lakukan sehingga hubungan

baik dengan dunia usaha maupun dunia industri akan tetap terjaga dan terus kami

tingkatkan. Tujuannya adalah untuk memudahkan para alumni mendapatkan pekerjaan.

Oleh : Rohadi Wicaksono

Disampaikan pada acara Talk Show yang diadakan oleh :

Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang

Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang

Pada tanggal 9 Agustus 2008