dr pulung referat tb anak

28
TUBERKULOSIS PADA ANAK Disusun Oleh : DEVINA 07120110064 Pembimbing dr. Pulung M Sill!i" S#A $AKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA %ARAPAN KEPANITERAAN ILMU KLINIK ANAK RS B!&ng'rT'.1 Rd(n Sid Su'n)* P(ri*d( +0 Mr() 201, - 6 uni 201,

Upload: nikko-lay

Post on 02-Nov-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tb pediatric

TRANSCRIPT

TUBERKULOSIS PADA ANAK

Disusun Oleh :

DEVINA07120110064

Pembimbingdr. Pulung M Silalahi, SpA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

KEPANITERAAN ILMU KLINIK ANAKRS BhayangkaraTk.1 Raden Said SukantoPeriode 30 Maret 2015 6 Juni 2015

BAB IPENDAHULUAN

0. Latar BelakangTuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan penularan biasanya melalui udara. WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus TB anak dan 450.000 anak usia dibawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. Lebih dari 70.000 anak meninggal karena TB setiap tahunnya. 70-80% terjadi akibat TB paru (pulmonary TB) dan sisanya merupakan ekstrapulmonary TB.6Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang menyebabkan angka kematian tinggi pada manusia. Secara global, setiap tahun sekitar 9 juta orang mengidap tuberkulosis aktif, menyebabkan 3 juta kematian, atau sekitar lima kematian setiap menit. Sekitar 40 persen kasus terjadi di Asia Tenggara. Diprediksi sepertiga dari populasi dunia atau 2 milyar orang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis secara laten.TB laten atau LTBI (Laten M. Tuberculosis Infection) adalah kondisi dimana tubuh sudah terpapar bakteri M. Tuberculosis tetapi penyakitnya tidak aktif secara klinis, tidak menimbulkan gejala, dan tidak menular, meskipun begitu tetap berisiko berkembang menjadi TB aktif. Sekitar 5-10% kasus TB laten akan berkembang menjadi TB aktif dan risiko ini akan tetap ada seumur hidup. Karena risiko inilah maka diagnosis serta penanganan kasus TB laten menjadi penting untuk menekan angka kejadian TB aktif.Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Indonesia merupakan peringkat ke 3 setelah India dan China dalam jumlah pasien TB terbanyak. Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.6

0. Batasan MasalahReferat ini membahas tentang tuberkulosis pada anak mulai dari definisi, epidemiologi, mekanisme penyakit, cara mendiagnosa berikut macam-macam jenis pemeriksaan penunjang, serta tatalaksana berdasarkan masing-masing kategori dari hasil skoring TB, jenis TB, dan histori dari sakit TB serta pengobatan yang sudah pernah didapat.

0. Tujuan Penulisan1. Memahami tuberkulosis pada anak1. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah dalam bidang kedokteran1. Memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Pelita Harapan

0. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada beberapa literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTuberkulosis anak adalah penyakit menular yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang terhirup secara aerosol dari orang yang terinfeksi, bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.4,6,11

2.2 EtiologiPenyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada 2 macam mikobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human (berada dalam bercak ludah dan droplet) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi. Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan family Mycobacteriaceae.Ciri-ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 14 m dan tebal 0.30.6 m, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultra violet. Mereka dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media biakan, tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliserol sumber karbon dan garam ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41 C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen.Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnya, kapasitas membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan aril metan seperti kristal violet, karbol fuschin, auramin dan rodamin. Bila diwarnai mereka melawan, perubahan warna dengan ethanol dan hidroklorida atau asam lain. Sifatnya aerob obligat, hal ini menunjukan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen nya, dan sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan merupakan factor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Selain itu kuman terdiri dari protein yang menyebabkan nekrosis jaringan.Droplet yang infektif sangat kecil, berukuran 5 mm atau kurang, dan dapat mengandung sekitar 1-10 basil. Meskipun organisme tunggal dapat menyebabkan penyakit, inhalasi dari 5-200 basil biasanya diperlukan untuk timbulnya reaksi infeksi.12 Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 C dalam waktu 15-20 menit. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid8,9

2.3 Faktor RisikoA. Risiko infeksi TBFaktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat, dan tempat penampungan umum.1,2B. Risiko sakit TBBerikut adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB.1,21. Usia 5 tahun1. Malnutrisi1. Keadaan imunokompromais (infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, pengobatan imunosupresi)

Gambar 1. Faktor risiko tuberkulosis3

2.4 Cara PenularanPenularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, penyebaran kuman tersebut diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB-Paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat lansung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta positif) adalah sangat menular. Penderita TB Paru BTA positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat bertahan diudara selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang keorang lain.Anak umumnya mengidap TB karena tertular dari orang dewasa. Pada orang dewasa, bakteri penyebab TB masuk keparu-paru kemudian menyerang dinding saluran nafas dengan membentuk rongga yang berisi nanah dan bakteri TB yang setiap kali batuk maka bakteri TB ikut keluar dan menyebar diudara. Namun pada anak bakteri TB hanya menyerang jaringan paru tidak sampai menyerang dinding saluran nafas atau bronkus sehingga anak yang menderita TB tidak menularkan penyakit kepada orang lain karena pada TB anak hampir tidak ada gejala batuk yang bisa menjadi penyebaran penyakit. Hal ini disebut juga dengan TB tertutup.7

2.5 PatogenesisParu merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil ( 18 bulan.

1. Resistensi Obat Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT terdiri dari:61. Monoresistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama. 1. Poly Drug Resistance adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan. 1. Multi Drug Resistance (MDR) adalah M. tuberculosis yang resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) dengan atau tanpa OAT lini pertama lainnya. 1. Extensive Drug Resistance (XDR) adalah MDR disertai dengan resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan yaitu Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin.

0. Diagnosis1. AnamnesisGejala umum dari penyakit TB tidak khas.1,2,4,5 Nafsu makan kurang Berat badan sulit naik, menetap atau malah turun. Demam subfebril berkepanjangan Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal, atau tempat lain. Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku

1. Pemeriksaan fisikPada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisik yang khas.1,2,4,5 Antropometri: gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan pada posisi daerah bawah. Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.Kelainan pemeriksaan fisik baru dijumpai jika TB mengenai organ tertentu. TB vertebra : gibbus, kifosis, paraparesis, paraplegia. TB koksae atau TB genu: jalan pincang, nyeri pada pangkal paha atau lutut. Pembesaran KGB multipel, tidak nyeri tekan dan konfluens (saling menyatu). Meningitis TB: kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain. Skofuloderma: ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi didaerah leher, aksila atau inguinal. Konjungtivitis flikenularis yaitu bintik putih di limbus kornea yang sangat nyeri.

1. Pemeriksaan penunjang1. Tes tuberkulinUji tuberkulin dilakukan dengan injeksi 0,1 ml PPD (Purified Protein Derivative) secara intradermal dengan metode mantoux divolar atau permukaan belakang lengan bawah. Penyuntikan dianggap berhasil jika saat penyuntikan didapatkan indurasi diameter 6-10 mm. Uji ini dibaca dalam waktu 48-72 jam setelah suntikan. Hasil uji tuberculin dicatat sebagai diameter indurasi bukan ukuran kemerahan.1,4,6,7

Tabel 1. Interpretasi tes tuberkulin

1. Pemeriksaan darahHasil meragukan, kurang sensitive :3 TB mulai aktif : leukositosis ringan, shift to the left, limfopenia, LED meningkat sedikit Perbaikan: leukosit kembali normal, limfosit tinggi, LED kembali turun Anemia ringan Gamma globulin meningkat1. Pemeriksaan sputum ( Mikrobiologi )Pada anak, pemeriksaan mikrobiologi langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung hanya 10% anak yang memberikan hasil positif.1,2,41. Radiologi Pemeriksaan radiologis secara antero-posterior (AP) dan lateral, gambaran radiologis tidak khas pada TB paru biasa. Gambaran TB biasanya terdapat pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, infiltrate, kalsifikasi, cavitas, efusi pleura, konsolidasi, millier, atelectasis.1,2,4,6

Gambar 3. Radiologi (pembesaran kelenjar hilus, konsolidasi lobaris, millier, kalsifikasi, atelectasis, efusi pleura, cavitas).1. Patologi anatomiPemeriksaan PA menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis keseosa ditengah granuloma.1,2vi. IGRA, Pemeriksaan Imunologi Terbaru untuk TBCIFN- muncul sebagai reaksi imun terhadap bakteri M.Tuberculosis di dalam tubuh. Penemuan ini menyebabkan perkembangan pemeriksaan imunologi baru dengan mengukur IFN- dalam tubuh secara kuantitatif. Pemeriksaan ini bernama Interferon Gamma Release Assay (IGRA).Pemeriksaan IGRA lebih unggul dibanding dengan TST karena kelemahan-kelemahan yang selama ini terjadi pada pemeriksaan TST bisa dieliminasi, seperti terjadinya positif palsu pada pasien yang sebelumnya telah diberikan vaksin BCG, negatif palsu pada pasien yang mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh, serta ketidakefisienan waktu dan logistik.

Tes IGRA ada dua macam, yaitu berbasis Immunospot Enzyme-Linked (ELISpot) dan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). Beberapa nama dagang beserta pedoman pemeriksaan ini sudah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Sejak tahun 2001-2005 yaitu T-SPOT.TB (T-Spot), QuantiFERON-TB (QFT), QuantiFERON-TB Gold (QFT-G), dan QuantiFERON-TB In-Tube (QFTGIT).

QuantiFERON-TBQuantiFERON-TB merupakan pemeriksaan in vitro menggunakan protein simulasi ESAT-6, CFP-10 dan TB7.7 (berperan sebagai antigen M. Tuberculosis) untuk menstimulasi sel dalam sampel darah heparin. Deteksi interferon- (IFN-) menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk mengidentifikasi respon in vitro terhadap protein simulasi ini yang dapat diasosiasikan sebagai infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Prosedur Pemeriksaan Secara SingkatQuantiFERON-TB dibagi kedalam dua tahap besar, pertama inkubasi darah dan pemisahan plasma, lalu kedua pemeriksaan IFN- dengan metode ELISA. Tes ini menggunakan tabung khusus untuk mengumpulkan darah. Ada tiga tabung yang digunakan yaitu Nil Control (tutup abu) sebagai kontrol negatif, TB Antigen (tutup merah) sebagai tabung tes, dan Mitogen Control (tutup ungu) sebagai kontrol positif (opsional). Kontrol positif digunakan untuk memastikan kondisi imun tubuh pasien, dan memastikan penanganan sampel serta inkubasi dilakukan dengan benar. Pertama darah vena diambil lalu dikocok dan diinkubasi selama 16 sampai 24 jam pada suhu 37oC. Darah di sentrifuge, lalu plasma dipisahkan kedalam tabung plasma. Dilalukan pemeriksaan jumlah produksi IFN- dalam responnya terhadap peptida antigen menggunakan metode ELISA. IFN- dinyatakan dalam satuan IU/mL Hasil tes dikatakan positif jika respon IFN- terhadap tabung TB Antigen secara signifikan nilainya diatas tabung Nil Control. Nilai rendah pada tabung Mitogen Control (6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti TB). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.5,7

Tabel 2. Sistem skor (scoring system)

0. PenatalaksanaanApabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin. Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin.7

Tatalaksana pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan sesuai alur

Gambar 4. Skema tatalaksana pasien TB anak pada unit kesehatan7

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, maka pengobatan dihentikan.

OAT Kategori AnakPrinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT pada anak : 2(RHZ)/4(RH)5,6 Obat TB lini pertama saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid adalah obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol dan streptomisin. Obat TB lini kedua adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, protionamide, ofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin yang digunakan bila terjadi MDR.1,2,10 Isoniazid, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang) dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intarasel dan ekstrasel kuman, dapt berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa. Isoniazid derikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg/hari dan diberikan dalam satu kali pemberian, sediaannya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml. Rifampisin, bersifat bakterisid dan intrasel ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorpsi baik pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.

Pirazinamid, bersifat bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam dan diresorpsi baik pada saluran cerna. Pemberiannya secara oral dengan dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari, tersedia dalam bentuk tablet 500 mg, diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam, yang timbul akibat jumlah kuman masih sangat banyak. Etambutol, jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Obat ini bersifat bekteriostatik, tetapi dapat juga bersifat bakterisid, jika diberikan dengan dosis tinggi dalam terapi intermiten dan dapat mencegah resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol 15-20 mg/kgBB/hari maksimal 1,25 gram/hari, dengan dosis tunggal, tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Streptomisin, bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada keadaan basa atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler, jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan TB MDR, diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram/hari.1,2,10

Tabel 4. Dosis harian dan maksimal pada anak

* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).1,2,5,6

Tabel 4. Dosis OAT KDT (kombinasi dosis tetap) anak

Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap mungkin (Skor >6 sebagai entry point) Beri OAT 2 bulan terapi, Terapi TB diteruskan sambil mencari penyebabnya. Untuk RS fasilitas terbatas, rujuk ke RS dengan fasilitas lebih lengkap terapi TB diteruskan sampai 6 bulan. Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak pada anak: 2RHZ/4RH.5,6

Tabel 5. Dosis OAT kombipak anak

Keterangan : Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

0. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Anak1. Evaluasi hasil pengobatanEvaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi, yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu, evaluasi klinis, evaluasi radiologis dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan berat badan yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-lain. Apabila respon pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan.Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata seperti TB milier, efusi pleura atau bronkopneumonia TB. Pada TB milier, foto thorax perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi hasil pengobatan. Sedangkan pada efusi pleura pengulangan foto toraks dilakukan setelah 2 minggu. LED dapat digunakan sebagai evaluasi bila pada awal pengobatan nilainya tinggi.Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan tidak terjadi penambahan berat badan, maka OAT tetap dilanjukan sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut mengapa tidak ada perbaikan. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment atau resisten terhadap OAT. Setelah pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat dihentikan.1,2

1. Evaluasi efek samping pengobatanPeningkatan enzim transaminase yang tidak terlalu tinggi dapat mengalami resolusi spontan tanpa penyesuaian terapi, sedangkan peningkatan lebih dari 5 kali tanpa gejala, atau 3 kali batas atas normal disertai dengan gejala memerlukan penghentian rifampisin. Akan tetapi, mengingat pentingnya rifampisin dalam paduan pengobatan yang efektif, perlunya penghentian obat ini cukup menimbulkan keraguan. Akhirnya, disimpulkan bahwa paduan pengobatan dengan isoniazid dan rifampisin cukup aman digunakan jika diberikan dengan dosis yang dianjurkan dan dilakukan pemantauan hepatotoksisitas dengan tepat.Apabila peningkatan enzim transaminase 5 kali tanpa gejala, atau 3 kali batas atas normal disertai dengan gejala maka semua OAT dihentikan, kemudian kadar enzim transaminase diperiksa kembali setelah 1 minggu penghentian. OAT diberikan kembali apabila nilai laboratorium telah normal. Terapi berikutnya dilakukan dengan cara memberikan isoniazid dan rifampisisn dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap, dan harus dilakukan pemantauan klinis dan laboratorium dengan cermat. Hepatotoksik dapat terjadi kembali pada terapi berikutnya jika dosis diberikan langsung secara penuh dan pirazinamid digunakan dalam paduan pengobatan.1,2

1. Putus obat Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :a. Berobat > 4 bulan 1)Bila BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. 2)Bila BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. b. Berobat < 4 bulan 1)Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.2)Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan. Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.

0. Pencegahan1. Perlindungan terhadap sumber penularan. Prioritas sumber penularan sekarang ditujukan terhadap orang dewasa.1. Vaksinasi BCG1. Kemoprofilaksis Terdapat dua macam kemoprofilaksis yaitu primer dan sekunder, kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan sekunder untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal selama 6 bulan, diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberculin negatif). Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberculin ulang. Jika tetap negatif, profilaksis dilanjutkan hingga 6 bulan. Jika terjadi konversi tuberculin menjadi positif, evaluasi status TB pasien. Pada akhir bulan keenam pemberian profilaksis, dilakukan lagi uji tuberkulin, jika tetap negatif profilaksis dihentikan, jika terjadi konversi tuberculin menjadi positif, evaluasi status TB pasien.Kemoprofilaksis sekunder diberkan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak semua anak diberikan kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Lama pemberian kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12 bulan.1,21. Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan.1. Pencegahan terhadap penyakit dengan diagnosis dini.1. Penyuluhan dan pendidikan kesehatan.3,7

0. KomplikasiDapat terjadi penyebaran secara limfogen hematogen akan terjadi TB millier, meningitis TB, pleuritis, TB tulang.3

0. Diagnosis BandingTabel 6. Diagnosis banding tuberkulosis5DiagnosisGejala

Asma Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek Hiperinflasi dinding dada Ekspirasi memanjang Respon baik terhadap bronkodilator

Pertusis Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, muntah, sianosis atau apnu Bisa tanpa demam Belum imunisasi DPT atau imunisasi DPT tidak lengkap Klinis baik di antara episode batuk Perdarahan subkonjingtiva

HIV Diketahui atau diduga infeksi HIV pada ibu Riwayat transfuse darah Gagal tumbuh Oral thrush Parotitis kronis Infeksi kulit akibat herpes zoster (riwayat atau sedang menderita) Limfadenopati generalisata Demam lama Diare persisten

Bronkiektasis Riwayat tuberculosis atau aspirasi benda asing Tidak ada kenaikan berat badan Sputum purulen, nafas bau Jari tabuh

Abses paru Suara pernapasan menurun di daerah abses Tidak ada kenaikan berat badan atau anak tampak sakit kronis Pada foto dada tampak kista atau lesi berongga

0. PrognosisPenyembuhan tuberculosis pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lama infeksi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili pertussis, diare yang berulang dan lain-lain.

BAB IIIPENUTUP

Berdasarkan uraian, terlihat bahwa penegakan diagnosis TB anak sangat sulit karena sulitnya menemukan kuman M.tuberkulosis dan gejala klinisnya tidak khas. Sebagai upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut, dibuatlah suatu sistem skoring untuk menghindari kekeliruan diagnosis. Sistem skoring tersebut dapat digunakan pada pelayanan kesehatan dengan sarana terbatas dan merupakan uji tapis pada sarana kesehatan yang lebih memadai. Salah satu kegagalan pengobatan TB adalah ketidakteraturan mengkonsumsi obat karena banyaknya jenis obat yang bisa mengakibatkan resistensi kuman terhadap OAT, sehingga akan memperberat keadaan pasien dan terapinya akan semakin sulit. Untuk mengurangi hal tersebut, di buatlah obat kombinasi dosis tetap (kombipak dan FDC).

DAFTAR PUSTAKA

2. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1997.2. Batra, Vandana. Medscape. Pediatric Tuberculosis. 2014. http://emedicine.medscape.com/article. [ Diakses tanggal 19 April 2015].2. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al: Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2. Jakarta: EGC. 2000.2. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2009. http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf 2009. [Diakses tanggal 11 April 2015].2. Gunawan SG, dkk. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.2. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Diunduh dari: www.spiritia.or.id/Dok/juknisTBAnak2013.pdf [Diakses tanggal 11 April 2015].2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis. http://www.klikpdpi.com. [ Diakses tanggal 3 Mei 2015].2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis dan proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005.2. Rudolph, M. Abraham. 1996. Rudolphs Pediatrics 12th Edition. USA : York Production Service.2. Rahajoe N, Supriyanto B, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010.2. Rahajoe N, Darfioes B, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UUK Respirologi PP IDAI. 2007.2. Simadibrata M, Daldiyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009.2. Setyanto DB, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.2. World Health Organisasi. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten. Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta : WHO Indonesia. 2008.