referat radio tb coxitis.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang menular melalui udara yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas, terutama di negara-negara berkembang. 1 Diperkirakan 14
juta orang di seluruh dunia terinfeksi TB, yang merupakan penyakit kemiskinan yang
mempengaruhi orang dewasa muda terutama pada usia produktif. Pada tahun 2009
terdapat 9,4 juta kasus TB baru dan 1,7 juta kematian, termasuk 380.000 kematian
akibat TB di antara orang dengan HIV. Data terbaru yang dirilis oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada bulan November 2010 menunjukkan bahwa jumlah
kasus baru terus turun secara global di lima dari enam wilayah WHO kecuali di Asia
Tenggara, di mana kejadian tetap stabil.2
Gambar 1.1 Insidens TB secara global3
1
TB merupakan penyakit menular yang paling penting di seluruh dunia.
Meskipun prevalensi di negara-negara industri mengalami penurunan, namun TB
masih belum bisa diberantas. Menurut analisis sebelumnya, sekitar 10% dari
manifestasi ekstrapulmoner dari TB mengacu pada sendi dan tulang, terutama untuk
tulang belakang dan sendi panggul. Dengan demikian, TB dianggap penyakit yang
berpengaruh dalam menentukan diagnosis pasti keluhan pada sendi dan tulang.
Diagnosis dini bisa sulit karena gejala klinis primer dan temuan radiologis pada tahap
awal seringkali tidak spesifik.4
Diagnosis yang cepat dari TB sangat penting untuk tindakan pengendalian
infeksi kesehatan masyarakat komunitas serta untuk memastikan terapi yang tepat
untuk pasien yang terinfeksi. Oleh karena itu, diagnosis pencitraan akan memberikan
terapi yang tepat untuk pasien yang terinfeksi sebelum diagnosis definitif oleh
bakteriologi tersebut1. Selain MRI dan CT scan, diagnosis dapat dikonfirmasi dengan
aspirasi sendi dan bakteriologis, yang sayangnya memberikan hasil negatif dalam
30% kasus, sehingga menyebabkan open biopsy harus dilakukan.4
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi, epidemiologi, etiologi dan
faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan radiologis,
penatalaksanaan dan prognosis Coxitis Tuberkulosa.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca
mengenai Coxitis Tuberkulosa dan juga sebagai salah satu syarat dalam menjalani
kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUP Dr. M.Djamil Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
2
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi5
Pelvis (dalam bahasa Latin pelvis diterjemahkan sebagai basin) adalah bagian
terbawah dari abdomen dan rangkanya disebut bagian tulang dari pelvis atau rangka
pelvis. Rangka pelvis terdiri dari dua ossa coxae, os sacrum, dan os coccygis yang
dipersatukan oleh sejumlah jaringan ikat (ligamenta). Dinding pelvis diisi oleh
sejumlah otot dan bangunan lain sehingga bentuk pelvis pada manusia hidup sangat
berbeda dari rangka pelvis.
Gambar 2.1 Anatomi Pelvis
Keterangan: (1) sacrum, (2) ilium, (3) ischium, (4) pubis, (5) simfisis pubis, (6)
acetabulum, (7) foramen obturator, (8) coccyx, (red dotted line) linea terminali
Tulang coxae terletak di sebelah depan dan samping dari pelvis. Os coxae
terdiri dari 3 buah tulang penyusun, yaitu tulang ilium, tulang ischium, dan tulang
pubis.
a. Tulang Ilium
4
Tulang ilium merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk
bagian atas dan belakang panggul. Memiliki permukaan anterior berbentuk
konkaf yang disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut krista iliaka. Ujung-
ujung disebut spina iliaka anterior superior dan spina iliaka posterior superior.
Terdapat tonjolan memanjang di bagian dalam tulang ilium yang membagi
pelvis mayor dan pelvis minor disebut dengan linea innominata (linea
terminalis).
b. Tulang Ischium
Tulang ischium terdapat disebelah bawah tulang ilium. Merupakan tulang
yang tebal dengan tiga tepi di belakang foramen obturator. Tulang ischium
merupakan bagian terendah dari tulang coxae. Memiliki tonjolan di bawah
tulang duduk yang sangat tebal disebut tuber ischii yang berfungsi penyangga
tubuh sewaktu duduk.
c. Tulang Pubis
Tulang pubis terdapat di sebelah bawah dan depan tulang ilium.
Dengan tulang duduk dibatasi oleh foramen obturatum. Terdiri atas korpus
(mengembang ke bagian anterior). Tulang pubis terdiri dari ramus superior
(meluas dari korpus ke asetabulum) dan ramus inferior (meluas ke belakang
dengan ramus ischium). Ramus superior tulang pubis berhubungan dengan
dengan tulang ilium, sedangkan ramus inferior kanan dan kiri
membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan tulang ischium.
1. Lateral part of the sacrum
5
2. Gas in colon3. Ilium
4. Sacroiliac joint5. Ischial spine
6. Superior ramus of pubis7. Inferior ramus of pubis
8. Ischial tuberosity9. Obturator foramen
10. Intertrochanteric crest11. Pubic symphysis
12. Pubic tubercle13. Lesser trochanter
14. Neck of femur15. Greater trochanter
16. Head of femur17. Acetabular fossa
18. Anterior inferior iliac spine19. Anterior superior iliac spine20. Posterior inferior iliac spine
21. Posterior superior iliac spine22. Iliac crest
Gambar 2.2 Pembagian pelvis menurut gambaran radiologis
Pembuluh darah dari pelvis berasal dari arteriae iliaca interna, sacralis media dan
rectalis superior.
a. Arteria rectalis superior merupakan cabang akhir dari a.mesentrica inferior,
berjalan ke bawah menyilang di depan a.iliaca communis kiri sampai setinggi
vertebra sacralis 3 terbagi dua pada masing-masing sisi dari rectum.
b. Arteria sacralis media, cabang yang kecil, berasal dari bagian dorsal aorta
abdominalis kurang lebih 1 cm di atas bifurcatio aortae, lalu berjalan ke
bawah ke os coccygis dan mungkin memberi cabang pada masing-masing sisi,
arteria lumbalis ima (arteria lumbalis ke 5).
c. Arteri iliaca communis yang berasal dari bifurcatio aortae bercabang 2 pada
apertura pelvis menjadi a.iliaca interna dan externa. Selanjutnya a.iliaca
interna berjalan ke bawah dari daerah sendi lumbosacralis menuju ke incisura
6
ischiadica major dan bercabang dua menjadi cabang anterior dan cabang
posterior.
Cabang anterior mempunyai cabang-cabang visceralis dan cabang
parietalis sebagai berikut :
1. Arteria umbilicalis setelah memberi cabang a.vesicalis superior,
lumennya menutup dan menjadi tali fibrosa ke masing-masing sisi dari
vesica urinaria dan selanjutnya menuju ke umbilicus sebagai
ligamentum umbilicale mediale sepanjang permukaan sebelah dalam
dari dinding abdomen. A.vesicalis superior berjalan ke bagian atas
kandung kemih
2. Arteria vesicalis inferior berjalan pada m.levator ani, menuju ke basis
vesica urinaria, bagian bawah ureter, dan pada pria juga ke vesicula
seminalis, ductus deferens, dan kelenjar prostat
3. Arteria ductus deferentis (bisa juga berasal dari a.vesicalis superior
atau inferior) hanya ada pada pria, dan memberi darah pada ductus
deferens, vesicula seminalis dan testis
4. Arteria rectalis media berjalan ke medial menuju ke rectum, dan
beranastomosis dengan arteriae rectalis superior dan inferior
5. Arteria vaginalis (pada wanita sebagai pengganti atau merupakan
cabang dari a.vesicalis inferior) menuju ke cervix dan vagina, fundus
vesicae urinariae dan rectum
6. Arteria uterina (pada wanita) berjalan ke medial menyilang di atas
ureter menuju ke batas antara cervix dan corpus uteri di atas fornix
lateralis vagina, juga memberi darah pada ligamentum teres uteri.
Selanjutnya berjalan ke atas di dalam lapisan ligamentum latum uteri
sepanjang pinggir lateral uterus sampai pada bagian medialis tuba
uterina
7. Arteria obturatoria berjalan mengelilingi dinding lateralis pelvis di
bawah peritoneum, keluar meninggalkan pelvis melalui
foramen/canalis obturatorius bersama dengan nervus obturatorius;
7
disilang di sebelah medial oleh ureter dan pada pria juga oleh ductus
deferens
8. Arteria pudenda interna, menyilang plexus ischiadicus dan keluar
meninggalkan pelvis melalui foramen ischiadicum majus di bawah m.
piriformis; selanjutnya melengkung di belakang spina ischiadica dan
masuk ke perineum melalui foramen ischiadicum minus
9. Arteria glutea inferior meninggalkan pelvis melalui foramen
ischiadicum majus di bawah m. piriformis masuk ke regio glutealis
6 pembuluh darah yang disebutkan pertama merupakan cabang-cabang
visceralis dan 3 pembuluh darah terakhir merupakan cabang-cabang
parietalis.
Cabang posterior, mempunyai 3 cabang yaitu :
1. Arteria iliolumbalis, berjalan ke atas fossa iliaca dan bercabang 2
menjadi ramus iliacus yang memberi darah pada m. iliacus dan os
ilium, dan ramus lumbalis yang menuju ke belakang m. psoas major
untuk berakhir pada m. quadratus lumborum
2. Arteria sacralis lateralis, berjalan ke medialis dan memberi cabang-
cabang spinales melalui foramina sacralia anteriores
3. Arteria glutea superior yang besar berjalan ke belakang meninggalkan
pelvis melalui foramen ischiadicum majus di atas m. piriformis masuk
ke regio glutealis
Persarafan dari pelvis
Plexus sacralis terletak pada bagian belakang dinding pelvis di depan m.
piriformis dan dibentuk oleh rami anterior dan nervi lumbal 4 dan 5, serta nervi sacral
1, 2, 3, dan 4. Kontribusi dari nn.lumbal 4 dan 5 melalui tuncus lumbosacralis yang
berjalan ke bawah rongga pelvis bersatu dengan nervi sacral. Cabang-cabang dari
plexus sacralis adalah
1. Kelompok cabang yang menuju ke extermitas inferior, meninggalkan pelvis
melalui foramen ischiadicum majus, terdiri dari nervus ischiadicus, nervi glutea
8
superior dan inferior dan nervi yang mempersarafi otot-otot m.quadratus femoris
dan m.obturator internus, serta n.cutaneus femoris posterior
2. Cabang-cabang yang menuju ke otot-otot pelvis, viscera pelvis dan perineum,
terdiri dari n.pudendus, nervus untuk m.piriformis, dan nervi splanchnisi pelvici.
Nn.splanchnisi pelvici ikut membentuk bagian sacralis dari sistem parasimatis,
berasal dari segmen sacral 2, 3, dan 4 dan mempersarafi alat-alat viscera pelvis.
3. N.cutaneus perforantes ke kulit bagian medial dari bokong
2.2 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosi). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.6
Coxitis TB adalah peradangan tuberkulosis pada sendi panggul yang
mengarah ke destruksi permukaan artikular dan disertai dengan fleksi-adduksi
kontraktur yang menimbulkan nyeri. Coxitis TB biasanya berkembang pada anak usia
5-10 ketika mereka berada dalam kondisi yang lemah (karena infeksi, kondisi hidup
yang kurang baik) setelah masuknya agen penyebab tuberkulosis dari fokus utama
(biasanya dari paru-paru).7
Coxitis TB menyajikan masalah klinis yang signifikan, meskipun tidak
diragukan lagi telah menjadi jarang daripada sebelumnya. Jika penyakit ini
berkembang di pinggul dapat menyebabkan kerusakan progresif pada sendi jika tidak
diobati pada tahap awal, dan bahkan dapat berlanjut ke dislokasi patologis. Nyeri,
sulit digerakkan, dan perkembangan deformitas yang progresif yang menyebabkan
hilangnya fungsi dari pinggul yang terkena. Pinggul subluksasi atau dislokasi setelah
infeksi sulit untuk kembali stabil, mudah digerakkan, sama dan sebangun, dan
konsentris sendi. Umumnya, pinggul tersebut dengan maju lesi luksasi lanjut dan /
atau akhirnya mengakibatkan osteoarthritis atau ankilosis bahkan setelah
penyembuhan penyakit.8
9
2.3 Epidemiologi
Meskipun prevalensinya terus berkurang, TB masih merupakan penyakit
menular yang paling penting di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan morbiditas dari 1,7 miliar orang pada tahun 1990, sekitar lebih dari 3
juta orangnya akibat penyakit ini setiap tahunnya. Analisis 26.302 kasus TB dari
survei nasional Jerman selama periode 1996-2000 menunjukkan proporsi mentah
pasien TB dengan manifestasi ekstrapulmoner dari 21,6 %, yang paling mungkin di
antara perempuan, anak-anak usia di bawah 15 tahun dan imigran dari Asia dan
Afrika. Dalam kasus Coxitis TB, infeksi paru sebelumnya menyebabkan pengaruh
pada sendi akibat penyebaran hematogen.4
Dari tahun 1993 sampai 2006, sementara jumlah pasti kasus TB menurun di
Amerika Serikat, persentase relatif TB paru meningkat dari 15,7% menjadi 21%.
Sekitar 10-30% pasien akan menunjukkan manifestasi penyakit paru, dan persentase
yang lebih kecil dari kasus-kasus tersebut akan melibatkan sistem muskuloskeletal.9
Coxitis TB merupakan sekitar 15% dari semua kasus TB osteoartikular dan
yang paling sering melibatkan tulang setelah TB pada tulang belakang. Jika TB
osteoartikular didiagnosa dan diobati pada tahap awal, sekitar 90-95% pasien
mencapai kesembuhan hampir mendekati fungsi normal.10
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
M. tuberculosis sebagai penyebab dari Coxitis TB adalah suatu jenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 um dan tebal 0,3-0,6 um yang
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. M. tuberculosis
memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es) dimana
10
kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi.6
M. tuberculosis adalah bakteri yang aerobik, non motil, non spora yang
berbentuk batang, yang sangat tahan terhadap udara kering, asam, dan juga alkohol.
Bakteri ini ditularkan dari orang ke orang melalui droplet nuklei yang mengandung
organisme dan menyebar terutama melalui batuk. Seseorang dengan TB aktif tetapi
tidak diobati dapat menginfeksi sekitar 10-15 orang lainnya per tahun. Kemungkinan
penularan dari satu orang ke orang lainnya tergantung pada jumlah droplet infeksius
yang dikeluarkan oleh pembawa kuman TB, durasi paparan, dan virulensi dari
M.tuberkulosis. Risiko terbesar berkembangnya TB aktif adalah pada pasien dengan
imunitas seluler yang telah berubah, termasuk usia ekstrem, kekurangan gizi, kanker,
terapi imunosupresif, infeksi HIV, stadium akhir penyakit ginjal, dan diabetes.1
Penegakan diagnosis TB, khususnya di sebagian kecil pasien dengan penyakit
paru, sulit dan sering tertunda. Penyakit ini paling umum terjadi di daerah perkotaan,
pada individu dari status sosial ekonomi rendah, dan pada orang dewasa(terutama
yang lebih tua dari 65 tahun). Peningkatan risiko TB juga dapat dikaitkan dengan
status sosial ekonomi rendah (hidup berkerumun, status pendidikan yang rendah,
kemiskinan, sarana publik, dan pengangguran), orang yang terinfeksi HIV,
tunawisma, pengguna narkoba suntik, dan tahanan di lembaga pemasyarakatan.9
2.5 Patofisiologi
Infeksi TB dimulai ketika mikobakteri mencapai alveoli paru, di mana mereka
menyerang dan mereplikasi diri dalam makrofag alveolar. Mikobakteri yang terhirup
difagositosis oleh makrofag alveolar, yang berinteraksi dengan limfosit T, sehingga
terjadi diferensiasi dari makrofag menjadi histiosit epiteloid. Histiosit epiteloid dan
limfosit agregat membentuk sebuah kelompok kecil, menghasilkan granuloma.
Dalam granuloma, CD4 limfosit T (sel T efektor) mensekresi sitokin seperti
interferon-γ, yang mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan bakteri yang
membuat mereka terinfeksi. CD8 limfosit T (sel T sitotoksik) juga dapat langsung
11
membunuh sel yang terinfeksi. Yang terpenting, bakteri tidak selalu dihilangkan dari
granuloma, tetapi dapat menjadi tidak aktif, sehingga menimbulkan infeksi laten.
Bentuk lain dari granuloma TB pada manusia adalah pengembangan dari nekrosis di
tengah tuberkel.1
Selama tahap awal infeksi, organisme umumnya menyebar melalui saluran
limfatik ke hilus regional dan kelenjar getah bening mediastinum dan melalui aliran
darah ke tempat yang lebih jauh dalam tubuh. Kombinasi fokus Ghon dan kelenjar
getah bening yang terkena dikenal sebagai kompleks Ranke.1 Pasien dengan Coxitis
TB biasanya telah mengalami infeksi paru terlebih dahulu yang dari sanalah basil
tuberkel mencapai daerah panggul dengan penyebaran secara hematogen.11
2.6 Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis Coxitis TB berlangsung lambat dan kronik. Keluhan
biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan
malam hari, subfebris, dan penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti
panas tinggi, malaise, keringat malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan TB
miliar.12
Gejala-gejala dari Coxitis TB tergantung dari derajat patologis yang terjadi.
Pada tingkat awal, gejala sangat minimal, mungkin hanya ditemukan nyeri dan
pembengkakan sendi panggul serta penderita sedikit pincang. Pada tingkat
selanjutnya pembengkakan dan nyeri bertambah berat dan terdapat deformitas sendi.
Pada stadium ini, pincang merupakan kelainan yang sering ditemukan dan dapat pula
ditemukan atrofi otot. Dalam keadaan yang lanjut dan berat, pasien sukar
menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi panggul yang terkena, disertai
rasa sakit yang sangat menggangu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut.13
Coxitis TB sering ditemukan pada anak-anak umur 2-5 tahun remaja. Gerakan
sendi panggul menjadi sangat terbatas dan pada tingkat lanjut terjadi ankilosis atau
deformitas yang menetap pada panggul yang pada pemeriksaan menurut Thomas
hasilnya positif dan mungkin ditemukan abses dingin atau fistel di daerah panggul.13
12
Tabel 2.1Klasifikasi Coxitis TB menurut gejala klinisnya8
2.7 Diagnosis
Perkembangannya Coxitis TB biasanya unilateral, dan biasanya progresif.
Osteoporosis sekunder juxta-artikular sangat umum terjadi pada pasien dengan
Cositis TB. Artritis ditandai dengan perluasan membran sinovial dan penyerapan
berulang tulang rawan. Erosi tulang terjadi hanya sepanjang tepi tulang. Lesi osseus
(misalnya nekrosis) terutama menyebabkan penyerapan tulang subkondral yang
akhirnya dapat mengarah pada pengembangan dari patah tulang di kepala sendi
panggul.14
Diagnosis definitif Coxitis TB hanya dapat dilakukan dengan mengkultur
organisme M.tuberculosis dari spesimen yang diambil dari pasien. Namun, TB dapat
menjadi penyakit yang sulit untuk didiagnosa, terutama karena kesulitan dalam
kultur, organisme ini tumbuh lambat di laboratorium. Sebuah evaluasi lengkap untuk
TB harus menyertakan riwayat medis, radiografi, pemeriksaan fisik, dan
mikrobiologis. Ini juga termasuk tes tuberkulin dan tes serologi.1
13
Gambar 2.3 Tipe Coxitis TB berdasarkan tampilan radiologis.8
14
Gambar 2.4 Klasifikasi Coxitis TB berdasarkan stabilitas sendi,
morfologi sefalokotiloid, dan anatomi yang berhubungan8
Tampilan radiografi Coxitis TB:17
1. Gambaran normal : tahap sinovitis
2. Tipe perthe’s : terlihat sklerotik kepala femur
3. Tipe dislokasi : terlihat sublukasi atau dislokasi kepala femur terutama karena
kelemahan kapsul dan hipertrofi sinovial daripada akumulasi nanah seperti
pada arthritis piogenik
15
Gambar 2.5 Subluksasi pinggul kanan dengan lesi permeative di leher
femur.22
4. Tipe acetabulum melayang
Gambar 2.6 Gambaran radiografi acetabulum melayang.22
5. Tipe protrusio acetabulum
6. Tipe mortar dan pestle
16
Gambar 2.7 Gambaran radiografi mortar and pestle.22
7. Tipe atropik : kepala femur tidak teratur dengan penyempitan ruang sendi.
Tampilan ini sering pada dewasa dan berkembang menjadi ankilosis fibrosa.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai
leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.
Uji Mantoux positif
Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman
mungkin ditemukan mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein)
17
Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam
sirkulasi.
Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent
Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan
ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada
populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi
sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.
Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) masih terus
dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman
tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA,
amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai
DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan
mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil
permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil
permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan
bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan
diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4
minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC
(Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini
identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering
timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat
dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus
dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
2. Bakteriologis
Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis.
Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis
klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada
bagaimana mendapatkan spesimen dengan jumlah basil yang adekuat.
Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104
18
basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 103 basil per
mililiter spesimen.
Kesulitan lain dalam menerapakan pemeriksaan bakteriologis adalah
lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu
dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. Saat ini mulai
dipergunakan sistem BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Intrument
System). Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.
Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih
tingginya harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif. Untuk
itu dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
Pada negara di mana terdapat prevalensi tuberkulosis yang tinggi atau
tidak terdapat sarana medis yang mencukupi, penderita dengan gambaran
klinis dan radiologis yang sugestif spondilitis tuberkulosis tidak perlu
dilakukan biopsi untuk memastikan diagnosis dan memulai pengobatan.
3. Histopatologis
Infeksi tuberkulosis pada jaringan akan menginduksi reaksi radang
granulomatosis dan nekrosis yang cukup karakteristik sehingga dapat
membantu penegakan diagnosis. Ditemukannya tuberkel yang dibentuk oleh
sel epiteloid, giant cell dan limfosit disertai nekrosis pengkejuan di sentral
memberikan nilai diagnostik paling tinggi dibandingkan temuan
histopatologis lainnnya. Gambaran histopatologis berupa tuberkel saja harus
dihubungkan dengan penemuan klinis dan radiologis.
2.9 Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis radiologis Coxitis TB dapat dilakukan jika ditemukan:15
Efusi sendi
Efusi sendi dengan edema jaringan lunak dapat menjadi salah satu dari
tanda-tanda awal Coxitis TB. Efusi sendi mungkin muncul ketika sendi
telah dinyatakan normal atau hampir normal dalam penampakannya.
19
Osteopenia
Osteopenia periarticular adalah manifestasi umum dari Coxitis TB,
dan mungkin lebih umum pada sendi yang menahan beban dari
ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Deteksi osteopenia
dengan radiografi polos adalah subyektif.
Penyempitan ruang sendi
Coxitis TB khas menghancurkan tulang rawan artikular, sehingga
mempersempit sendi lebih lambat dari yang dapat dilakukan infeksi
piogenik. Namun tetap dapat menghilangkan ruang sendi semaksimal
infeksi lainnya tergantung pada di tahap mana penyakit ini didiagnosis,
ruang sendi yang dapat melebar dengan efusi, normal, atau menyempit.
Gambar 2.5 Foto AP Coxitis TB dengan osteopenia periarticular dan
penyempitan ruang sendi moderat.15
Ketidakteraturan korteks
20
Tuberkulosis menyerang korteks artikular dan subkortikal tulang
cancellous dalam beberapa mode yang berbeda. Erosi dapat terbentuk
pada daerah tulang yang berdekatan dengan tepi tulang rawan artikular.
Erosi ini kurang umum pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa
dan remaja. Dalam lutut, erosi marginal dapat memperlebar kedudukan
interkondilaris. Selain itu, daerah kecil resorpsi dapat terjadi di sepanjang
permukaan kortikal subchondral, membuat ketidakteraturan, dan tampilan
berbintik-bintik (pitted appearance). Phemister dan Hatcher menemukan
erosi tulang subchondral terjadi dalam kasus-kasus di mana tulang rawan
kendur namun sebagian besar masih utuh.
Lesi litik
Lesi bulat atau oval dengan margin yang sulit didefinisikan dalam
tulang berdekatan dengan sendi yang terkena adalah umum ditemukan
dalam TB ekstremitas, khususnya pada anak-anak. Beberapa lesi
ditemukan tanpa sklerosis, yang lainnya memiliki sejumlah kecil sklerosis
atau berkembang selama pengobatan. Acetabulum adalah bagian yang
paling umum terkena. Lesi tersebut berlokasi pada epifisis dan metafisis
dan dapat menjadi lesi di antara kedua fisis.
21
Gambar 2.6 Foto lateral pinggul menunjukkan area kecil lusens di
acetabulum (panah). Ada minimal sclerosis yang berdekatan. Batas
superior dari lesi litik agak tidak jelas. Ruang sendi sedikit
menyempit, dan ada osteopenia periarticular ringan.15
Susunan periosteal tulang baru
Dibandingkan dengan temuan yang dibahas sebelumnya, reaksi
periosteal merupakan manifestasi relatif jarang pada TB tulang. Jika ada,
maka bentuknya kemerahan (florid)
Pematangan epifisis lanjut atau overgrowth
Pematangan epifisis lanjut atau pertumbuhan berlebih adalah karena
hiperemia dan dapat menyebabkan penggabungan fisis prematur dan,
karena itu menimbulkan pemendekan ekstremitas. Evaluasi pematangan
epifisis sulit dilakukan karena radiografi ekstremitas kontralateral
biasanya tidak tersedia untuk perbandingan, karena itu, perubahan tersebut
mungkin telah terjadi tanpa diketahui.
Tamara Miner
22
a. Foto Rontgen
Pada tingkat awal perjalanan penyakit, foto rontgen menunjukkan
rarefraksi dan mungkin penebalan jaringan lunak disekitar panggul dan pada
tingkat lanjut ditemukan penyempitan ruang sendi, destruksi kaput femoris
dan asetabulum, osteoporosis, osteolitik dan mungkin dislokasi panggul. 13
Gambar 2.7 X-ray dari panggul kanan menunjukkan sedikit
penyempitan ruang sendi dengan pengaruh pada acetabulum
dan kepala femoral.4
23
Gambar 2.8 Studi radiografi awal dengan lesi osteolitik di
daerah pusat dari acetabulum dan deformitas epifisis.11
Lesi mungkin timbul dalam acetabulum, sinovium, epifisis femoralis
atau metafisis. Kadang-kadang infeksi menyebar ke pinggul dari fokus pada
trokanter mayor atau iskium. Semua derajat kehilangan tulang kepala femoral
dan leher dapat ditemukan. Sebuah temuan yang sering adalah tampilan bird’s
beak dengan tonjolan intrapelvis.16
24
Gambar 2.9 Tampilan bird’s beak pada pinggul kiri terlihat karena
kehilangan tulang subchondral yang luas di kedua sisi sendi dengan
juxta-artikular osteopenia.17
b. CT Scan14
1. Plain scans
Penyempitan ruang sendi, erosi tulang marginal dan
subkondral dan tanda-tanda yang menyertai demineralisasi dapat
dideteksi sejak dini CT scan resolusi tinggi, terutama ketika panggul
lainnya yang digunakan untuk perbandingan. Peradangan yang
menyertai kapsul artikular menyebabkan pelebaran besar (lebih besar
dari 6 mm)
2. Scan dengan kontras
Media kontras dapat menunjukkan peradangan kemerahan
dengan meningkatkan membran sinovial yang, pada gilirannya, batas
jelas area efusi sendi. Infiltrasi di sekitar dan abses yang meluas bisa
lebih mudah dibedakan pada scan dengan kontras dari pada scan biasa.
25
Gambar 2.9 CT scan menunjukkan kerusakan tulang dan
fraktur patologis dari leher femoralis dan abses dingin
dalam rongga sendi. 10
Gambar 2.10 CT scan dengan lesi hipodens dengan
tepi sklerotik yang terletak di bagian tengah dari
acetabulum.11
26
c. MRI
Tuberkulosis menyebabkan kerusakan yang signifikan pada kedua sisi
sendi sakroiliaka. Dalam beberapa kasus, lesi tuberkulosis pada sendi dapat
menyebar ke daerah inguinal dan glutealis dan menghasilkan rongga abses.
MRI panggul menunjukkan sakroilitis dan osteomyelitis dengan pembentukan
abses luas menyebar ke bagian perut di wilayah iliopsoas, dan dorsal ke
daerah gluteal.18
Gambaran MRI menunjukkan penyempitan pada ruang sendi di bagian
kranial dari acetabulum dengan peningkatan sklerosis subkondral serta
peningkatan sinovial dengan edema sumsum tulang di kepala femoral dan
acetabulum yang sesuai.4
Gambar 2.11 MRI menunjukkan arthritis aktif dengan kerusakan
progresif pada sendi pinggul kanan dan retensi cairan dalam
acetabulum kanan sebagai tanda osteomielitis TB (lihat panah hitam).4
27
Gambar 2.12 MRI menunjukkan cairan intraartikular dengan
osteoporosis dan edema dari kepala femoral dan acetabulum dan
lesi tulang rawan epifisis.11
Gambar 2.13 MRI melintang panggul pasien menunjukkan
pelebaran efusi dan sinovitis di pinggul kiri. Tidak ada
saluran sinus ke dalam panggul atau paha.19
28
d. Kedokteran Nuklir20
Dalam sebuah studi, skintigrafi Ga-67 memiliki sensitivitas hingga
78% dalam mengidentifikasi TB ekstraparu tetapi gagal untuk membantu
mendiagnosa kasus meningitis TB. Ketika diagnosis diferensial meliputi
infeksi tulang, skintigrafi tulang dengan teknesium-99m methylene
diphosphonate dapat membantu melokalisasi focus sepsis dan sama
sensitifnya dengan skintigrafi leukosit In-111. Skintigrafi Ga-67 memiliki
sensitivitas yang sama untuk mendeteksi lesi tulang tetapi juga mampu
membantu mengidentifikasi abses paraspinal dan ekstraskeletal lainnya.
Teknik pencitraan nuklir tidak membantu membedakan antara penyebab yang
berbeda dari sepsis, tetapi mereka membantu mengidentifikasi fokus.
Pencitraan lebih lanjut dari daerah tersebut, bersama dengan pengambilan
sampel jaringan tambahan, dapat dilakukan untuk membantu dalam diagnosis.
Fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG PET)
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pemeriksaan gallium dan
indium: (a) dapat dilakukan segera, tanpa diperlukan penundaan antara injeksi
dan pemindaian; (b) umumnya menghasilkan dosis radiasi yang lebih rendah
karena waktu paruh FDG yang pendek; (c) hal ini menunjukkan serapan organ
yang sedikit normal, kecuali di otak dan jantung, dan (d) menyediakan
pengukuran kuantitatif fraksi absolut dosis yang disuntikkan yang mencapai
jaringan. Tuberkuloma biasanya menunjukkan serapan di FDG PET.
Peningkatan serapan juga terlihat dengan penyakit granulomatosa lain dan
infeksi seperti sarkoidosis, histoplasmosis, aspergillosis, dan
coccidioidomycosis. Oleh karena itu, dalam pengaturan lesi paru yang
diketahui, FGD PET tidak dapat digunakan untuk membedakan antara
penyebab neoplastik dan non neoplastik. Keterbatasan ini sangat relevan
dalam wilayah geografis di mana TB adalah endemik karena, pada kira-kira
2% dari kasus, keganasan dan tuberkuloma dapat hidup berdampingan.
Namun, satu studi menunjukkan bahwa menggunakan PET kolin karbon-11
dapat membantu membedakan antara kanker paru-paru dan TB. Nilai serapan
29
standar tinggi dalam massa ganas dan rendah tuberkuloma dengan PET kolin
karbon-11 tetapi tinggi di kedua lesi dengan FDG PET .
2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana standar untuk CoxitisTB adalah dengan menggunakan multi-
drugs kemoterapi anti tuberkulosis untuk 12 hingga 18 bulan dan di padukan dengan
pembedahan dan fisioterapi pada tulang yang terkena. Apabila terapi pembedahan
menjadi modalitas utama, anti-tuberkulosis sangat di butuhkan dalam pencegahan
reaktivasi tuberkulosis.21
Beberapa teknik pembedahan yang dapat di gunakan antara lain arthrotomi
dengan debridemant, arthodesis, dan girdlestone resection artrhoplasti atau yang
disebut juga dengan total arthoplasty. Pemberian obat anti-tuberkulosis sebaiknya di
berikan 2 minggu sebelum operasi dan di lanjutkan dengan pemberian 1 tahun setelah
operasi.4
Untuk post operative dapat di berikan obat rifampicin (10 mg/kg), isoniazid (5
mg/kg), pyrazinamid (20 mg/kg), dan etambutol (15 mg/kg) untuk 2 bulan awal dan
diikuti dengan pemberian rifampisin dan isoniazid pada 10 bulan berikutnya. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya reaktivasi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Meskipun demikian sebuah penelitan menunjukkan masih terdapat kemungkinan
terjadinya rekativasi infeksi tuberkulosis mulai dari 14 % hingga 22 % dari semua
kasus yang di teliti. 19
30
Gambar 2.14 Rontgen post operasi total hip arthroplasti. 19
2.11Diagnosis Banding
Coxitis TB dapat didiagnosis bandingkan dengan:
Coxitis piogenik
Osteoathritis
Metastase tulang
2.12Prognosis
Diagnosis pada tahap awal dan kemoterapi yang efektif sangat penting untuk
menyembuhkan penyakit dan untuk menyelamatkan sendi. Kemoterapi anti
tuberkulosis dengan atau tanpa intervensi bedah telah terdokumentasi dengan baik
dalam literatur, tetapi kelainan anatomi sisa seperti fleksi abduksi atau adduksi,
subluksasi atau dislokasi, dan manajemen bagi mereka residual pada anak-anak
jarang didokumentasikan.8
31