Download - Varikokel
Pendahuluan
Varikokel merupakan dilatasi abnormal pleksus pampiniformis, terjadi kira-kira 15% pria.
Beberapa pasien mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan, dan menjadi suatu penyebab
potensial infertilitas pada pria. Pada varikokel didapatkan kelainan dilatasi vena dalam
spermatic cord dan yang diklasifikasi menjadi klinis dan subklinis.
Varikokel klinis didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan digolongkan berdasarkan
temuan fisik. Varikokel subklinis pada pemeriksaan fisik tidak teraba dan memerlukan
pencitraan radiologi untuk diagnosis. Selain itu, varikokel terbagi atas varikokel
ekstratestikuler dan varikokel intratestikuler.
Varikokel lebih sering terdeteksi pada populasi pria infertil dibandingkan dengan pria
fertil. Adanya varikokel telah dikaitkan dengan kegagalan fungsi testis, sering menyebabkan
kelainan pada parameter semen. Varikokel umum dijumpai pada anak remaja dan pria
dewasa, terdiagnosis pada 20-40% pasien infertil. Penegakan diagnosis cepat dan tepat dari
kelainan ini sangat penting karena pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan tepat waktu,
biasanya dilakukan percutaneous sclerotherapy, bisa menghasilkan peningkatan kualitas
semen.
Pemeriksaan Ultrasonografi merupakan pilihan pertama, non invasif, relatif mudah
dan akurat dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi Color Doppler (CDUS)
telah menjadi modalitas yang telah diterima secara luas dan sering digunakan untuk
mengevaluasi varikokel.
Pemahaman tehnik dan memahami gambaran ultrasonografi varikokel dapat
menyingkirkan diagnosis bandingnya, dan juga pentingnya modalitas ini dalam penegakkan
diagnosis kelainan pada skrotum, khususnya varikokel dimana pada saat ini merupakan
pemeriksaan baku emas varikokel.
1
Anatomi
1. STRUKTUR ANATOMI DAN FUNGSI TESTIS
Testis adalah organ genitalia pria yang ada pada orang normal jumlahnya ada dua dan
masing-masing terletak dalam skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid dan pada orang
dewasa ukurannya adalah 4x3x2,5 cm dengan volume 15 – 25 ml.
Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk oval yang
terletak didalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12 gram, dan menunjukkan
ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm.
Testis memproduksi sperma dan androgen (hormon seks pria).
Tiap testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran serosa, tunika
vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum abdominal. Pada tunika vaginalis
terdapat lapisan parietal (bagian luar) dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan
oleh cairan serosa. Kapsul fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea
yang membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari tunika
vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ
sebagai mediastinum testis.
Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum jaringan konektif
halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus
mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi.
Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel: (1) kelompok nondividing support cells
disebut sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus
memproduksi sperma pada awal pubertas.
Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum intersisial. Dalam
cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing hormone
menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut androgen. Terdapat
beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun korteks adrenal
mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar androgen dilepaskan melalui sel-sel
intersisial di testis, dimulai pada masa pubertas.
Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan berkelok-kelok saling
terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma dari tubulus seminiferus. Saluran-
2
saluran rete testis bergabung membentuk ductulus eferen. Kira-kira 12-15 ductulus eferen
menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur
berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan duktus eksternal melingkupi jaringan
konektif. Head epididimis terletak pada permukaan superior testis, dimana body dan tail
epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus
epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi oleh
epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang). Duktus deferens juga
disebut vas deferens, saluran ini meluas dari taii epididimis melewati skrotum, kanalis
inguinalis dan pelvis bergabung dengan duktus dari vesica seminalis membentuk duktus
ejakulatorius pada glandula prostat.
Testis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri
renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada mediastinum dengan suatu kompleks pleksus
vena disebut pleksus vena pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum
diperdarahi oleh pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan superior,
berjalan dengan vas deverens pada spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis diperdarahi
oleh cabang arteri vesical inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum
diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal
eksternal cabang dari arteri femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster).
Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis, terbentuk pada bagian atas epididimis
dan berlanjut ke vena testikularis melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara
ke vena kava inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke
vena renalis sinistra dengan suatu right angle.
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari vena pada pleksus
pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal vena-vena dari
spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik
internal. Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada plexus pampiriformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria dan didapatkan 21-
41% pria yang mandul menderita varikokel.
B. Epidemiologi
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada pria fertil.
Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar
11-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa
bilateral hingga 20% kasus, meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel
unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi.
Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya
terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba diperkirakan 15%
pada populasi umum pria dan 21-39% pria subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan
pada pria sebelum remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu penelitian
oleh Oster (1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di Denmark, tidak ditemui adanya
varikokel pada 188 anak laki-laki yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel
pada anak yang lebih tua (usia 10-25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan
suatu rerata 16,3%. Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui umum
terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria.
Varikokel intratestikular sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang
relatif baru dimana dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang menjalani sonografi testis
dengan gejala.
C. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari
pengamatan mebuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lenih sering dijumpai daripada sebelah
4
kanan (varikokel sebelah kiri 70-93%). Hal ini disebabkan karena vena spermatika Interna
kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara
pada vena kava dengan arah miring. Disamping itu vena spermatika interna kiri lebih
panjang dari pada ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri lebih daripada yang
kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya
kelainan pada rongga peritonial (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renalis kanan atau adanya situs inversus.
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks renospermatik,
insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit
retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio
inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular
ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan
suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel intratestikular
biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular
ipsilateral.
D. Patofisiologi
Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena
spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan mekanisme pada
perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum
terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis,
infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan suatu
keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui berbagai
cara, antara lain:
1. Terjadi stagnansi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spematika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis
5
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiriformis kiri dan kanan, kemungkinan
zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi
infertilitas.
Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan berikut
ini:
a) vena testikular kiri lebih panjang;
b) vena testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle;
c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan
menekan vena renal sinistra;
d) distensi colon descendens karena feses dapat mengkompresi vena testikular sinistra.
E. Manifestasi Klinis
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan,
namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab
potensial infertilitas pria. Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun
telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi
oklusif pada varikokel.
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan diatas testis yang terasa
nyeri.
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuever
valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi danpalpasi terdapat bentukan
seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis.
Secara klinis varikokel dibedakan menjadi 3 tingkatan / derajat/;
1. Derajat kecil : adalah varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan
manuver valsava
2. Derajat sedang : adalah varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver
valsava
6
3. Derajat besar : adalah varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa
melakukan manuver valsava.
Kadang kala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis
meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu
pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena alat ini
dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiriformis. Varikokel
yang sulit teraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subkllinik.
Diperhatikan pula konsistenso testis maupun ukurannya, dengan membandingkan
testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan besar atau volume
testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa keadaan mungkin kedua
testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan pada sel-sel germinal.
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli
seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis semen
pada varikokel menunjukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meingkatnya
jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya
diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan datang karena adanya
massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri
sepanjang hari.
Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik, dengan
nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan subklinis. Secara klinis
varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler,
meskipun sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel
ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular
adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan
berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah
dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis (11%).
F. Diagnosis
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam posisi
7
berdiri. Refluks vena dapat dievaluasi dengan cara manuver valsava. Pemeriksaan radiologi
yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi.
Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel.
Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama Color Doppler menjadi metode pemeriksaan paling
terpecaya dan berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran varikokel pada
ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan echo free dengan ukuran
diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena – vena
serpiginosa berdilatasi menyangat.
Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi, serpiginosa pembuluh
darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis. Spermatic canal melebar, dan
intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis prominen. Spermatic cord memiliki
intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat struktur serpiginosa dengan intensitas
signal tinggi. Peranan MRI dalam diagnosis varikokel belum terbukti karena tidak cukupnya
jumlah pasien yang telah diperiksa dengan MRI. Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena
testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde bahan kontras ke arah skrotum.
Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau idiopatik dan diperkirakan
terjadi karena kelainan perkembangan katup dan / atau vena. Varikokel primer jauh lebih
mungkin pada sebelah kiri, dimana setidaknya dijumpai 95%.
Sebagian kecil terjadi akibat tidak langsung dari suatu lesi yang mengkompresi atau
mengoklusi vena testikular. Varikokel sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena
spermatik yang ditimbulkan oleh proses penyakit seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor
abdominal.
Varikokel klinis didefinisikan sebagai pembesaran pleksus pampiniformis yang dapat
diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi Dubin and Amelar.
Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena spermatika interna, tanpa
distensi yang dapat teraba dari pleksus pampiniformis. Dubin and Amelar menemukan suatu
sistem penilaian yang berguna untuk varikokel yang dapat teraba.
a) derajat 1: varikokel dapat diraba hanya pada waktu manuver valsava;
b) derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver valsava;
c) derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum palpasi.
8
Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia dapat
disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali mengemukakan trias oligospermia,
penurunan motilitas sperma, dan peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan
karakteristik semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel. Koreksi varikokel sering
menghasilkan peningkatan kualitas semen, beberapa penelitian menghubungkan ukuran
dengan efektivitas tatalaksana pembedahan varikokel
G. Diagnosis Banding
Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi memberikan gambaran
mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi diagnosis banding yaitu spermatokel dan
ektasia tubular.
Spermatokel merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma. Spermatokel
umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak ditemukan secara kebetulan
pada saat skrining ultrasonografi pada pasien usia pertengahan sampai usia tua. Ukuran
spermatokel dapat bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Sebagian
besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien bisa datang dengan teraba massa
lunak pada bagian dalam skrotum. Pada beberapa kasus, dapat juga terdapat rasa tak nyaman
karena efek massa. Etiologi spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar penulis
mengarahkan bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal mula dari kelainan ini.
Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis merupakan dilatasi
rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau komplit duktus eferen. Ektasia tubular
sering bilateral dan asimetris, sering berhubungan dengan spermatokel. Rerata usia pada
diagnosis ialah 60 tahun dan secara umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.18,26
H. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis, jumlah
sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu varikokel dapat membuat
temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi pembentukan da motilitas sperma.
Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel menyebabkan efek merugikan
yang progresif pada testis. Chehval dan Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13
pria dengan varikokel dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96
9
bulan kemudian. Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis semen
mereka.
Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi biasanya
ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti
infeksi luka, hidrokel, varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi
komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati rasa skrotal dan
nyeri berkepanjangan.
J. Penatalaksanaan
Masih terjadi silang pendapat diantara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan
operasi pada varikokel. Diantara mereka berpendapat bahwa varikookel yang telah
menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi untuk
mendapatkan suatu terapi.
Tindakan yang dikerjakan adalah :
1. ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui tindakan operasi
terbuka atau bedah laparoskopi
2. varikokelektomi cara Ivanisevich
3. atau secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena
spermatika interna.
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya dikoreksi karena:
1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan patologis;
2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen;
3) pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas;
4) resiko terapi kecil.
Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika:
1) Varikokel secara klinis teraba;
2) pasangan dengan infertilitas;
3) istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya;
4) paling tidak satu parameter semen abnormal.
10
Keputusan penatalaksanaan sebaiknya terutama berdasarkan pada apakah varikokel
simptomatik atau berhubungan dengan subfertilitas, dan pilihan yaitu antara terapi
pembedahan dan terapi radiologi. Dimana tersedia seorang ahli radiologi terlatih, embolisasi
perkutaneus harus menjadi penatalaksanaan lini pertama, dengan pembedahan dilakukan pada
sebagian kecil pasien yang gagal dengan kateterisasi.
Pada pembedahan terdapat tiga tehnik yang umum dilakukan. Ketiga tehnik tersebut
yaitu ligasi sub-inguinal, ligasi inguinal dan ligasi retroperitoneal. Ligasi varikokel
laparoskopi belum membuktikan superior terhadap operasi pembedahan dan mungkin
berhubungan dengan komplikasi yang serius. Varikokel intratestikular berhasil diterapi
dengan skleroterapi perkutaneus.
Barbalies et al membandingkan ketiga tehnik pembedahan dengan embolisasi
perkutaneus pada suatu penelitian prospektif, acak. Terdapat angka rekurensi yang sama
dengan semua keempat tehnik. Sebagai tambahan, terdapat peningkatan signifikan pada
motilitas sperma pada semua kelompok, dengan ligasi inguinal secara garis besar
memperoleh hasil paling baik. Setelah prosedur untuk kembali ke aktivitas normal,
bagaimanapun secara signifikan lebih cepat setelah embolisasi dibandingkan dengan
pembedahan.
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa
indikator antara lain;
1. bertambahnya volume testis
2. perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)
3. pasangan itu menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen,
dan 50 % pasangan menjadi hamil.
11
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung Seto:2007. h143-52.
James A. Daitch and Anthony J. Thomas. In: Resnick, Martin I. ,Andrew C. Novick. 2003.
Varicocele. Urology Secrets. 3rd Ed. Hanley&Belfus Inc:2003 p 223-6
Wim De Jong.Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi ke @. EGC 2005
Kandell, Fouad R.Male Reproductive Disfungtion, Pathopdhysiologuand Treatment.CRC
Press.2007
Graham Sam D, Keane Thomas E. Glenn’s Urologic Surgery.Lipincott Williams and
Wilkens.2009
12