Download - Sindrom Steven Johnson
BAB I
Definisi dan Sinonim
Definisi
Sindrom steven Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada
kulit berupa erithema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.1
SSJ: < 10% pelepasan epidermal.
SSJ/NET: 10 – 30% pelepasan epidermal.
NET: >30% pelepasan epidermal.2
Sinonim
Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini, diantaranya eritema multiforme mayor, namun
yang lazim dipakai adalah SSJ.1
Eritema multiforme adalah reaksi inflamasi kulit dan mukosa dan bukannya penyakit
sistemik. Lesi ini apabila menjadi bula, dan di panggil SSJ apabila kondisi lesi menjadi berat
dan terjadi penyebaran deskuamasi permukaan mukosa.3
BAB II
Epidemiologi
Insidens SSJ dan nekrolisis epidermal toksik (NET) diperkirakan 2 – 3 % per juta populasi
setiap tahun di Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terpadat pada orang dewasa. Pada
dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut.1
Boleh terjadi pada semua umur, tetapi paling banyak pada dewasa lebih 40 tahun. Jumlah
insiden yang sama pada kedua jenis kelamin, dan factor risikonya adalah pada pasien dengan
sistemik lupus eritematosus dan HIV/AIDS. Ada juga penelitian yang mengatakan rasio laki
– laki berbanding perempuan yang mengidap SSJ adalah 2:1. 2,7
Faktor risiko dapat disimpulkan seperti berikut: 5
a. Penyakit – penyakit yang dideritai seperti infeksi virus, penyakit yang menurunkan
imunitas seperti HIV dan sistemik lupus eritomatosus dan Chronic inflammatory
disease.
b. Genetic. Mempunyai genetic yang membawa gen HLA – B12 menyebabkan
seseorang lebih rentan terhadap SSJ.
Pada bagian Asia Selatan iaitu negara – negara seperti Malaysia, Hong kong, Taiwan dan
Singapura, agen terbanyak menyebabkan SSJ ialah allupirinol.7
Lebih daripada 2 per 3 kasus SSJ, pasien baru sahaja menderita infeksi saluran nafas atas
sebelumnya.7
Etiologi
Penyebab utama adalah alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi,
penyakit graft versus host ,neoplasma, dan radiasi. Pada penilitian Adhi Djuanda selama 5
tahun (1998 – 2002) SSJ yang diduga alergi obat tersering adalah disebabkan analgetik /
antipyretic (45%), disusul karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu
dibubuhi obat. Kausa yang lain ialah amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin,
seftriakson, dan adiktif. 1
Pasien dewasa dan tua biasanya disebabkan oleh penggunaan obat – obatan dan keganasan,
manakala pada pasien pediatrik, biasanya lebih cenderung disebabkan oleh infeksi daripada
obat – obatan dan keganasan.7
Obat – obatan dan risikonya menyebabkan SSJ / NET: 2
Risiko tinggi Risiko rendah Ridiko dicurigai Tiada bukti risiko
Allupirinol Asam acetic NSAIDs
( contoh: diklofenak)
Paracetamol
(acetaminophen)
Aspirin
Sulfamethoxazole Aminopenicillin Pyrazoline analgesics Sulfonylurea
Sulfadiazine Cephalosporins Corticosteroid Thiazide
Sulfapyridine Quinolones NSAID yang lain
kecuali aspirin
Furosemide
Sulfadoxine Cyclines Sertraline Aldactone
Sulfasalazine Macrolides Calcium channel
blockers
Carbamazepine B blockers
Lamotrigine Angiotensin –
converting enzyme
inhibitors
Phenobarbital Angiotensin II
receptor antagonis
Phenitoin Statin
Phenylbutazone Hormone
Nevirapine Vitamins
Oxicam NSAIDs
Thiacetazone
Penyebab infeksi pula biasanya disebabkan oleh, 6,7
a. Herpes (herpes simplex atau herpes zoster)
b. Influenza.
c. HIV
d. Diphtheria.
e. Typhoid.
f. Hepatitis.
g. Malaria dan trikomonas.
h. Coccidiomykosis, dermatifitosis dan histoplasmatosis.
i. Virus Epstein – barr dan enterovirus pada anak – anak.
Selain itu, SSJ dapat juga disebabkan oleh terapi radiasi dan cahaya ultraviolet.
Pathogenesis
Penyakit ini menurut Adhi Djuanda dan Mochtar Hamzah adalah sama dengan NET
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II (sitolitik) menurut klasifikasi Coomb dan Gel.
Gambaran klinis atau gejala reaksi tersebut bergantung kepada sel sasaran (target cell).1
Sasaran utama SSJ dan NET ialah pada kulit berupa destruksi keratinosit. Pada alergi obat
akan terjadi aktivitas sel T, termasuk CD4 dan dan CD8, IL – 5 menigkat, juga sitokin –
sitokin yang lain. CD4 terutama terdapat di dermis, sedangkan CD8 pada epidermis.
Keratinosit epidermal mengekspresi ICAM – 1, ICAM 2, dan MHC II. Sel Langerhans tidak
ada atau sedikit. TNF a di epidermis meningkat.1
Gejala klinik
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum berkembang.
Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Dalam beberapa hari, sebagai tambahan pada erosi pada membrane mukosa multiple,
beberapa blister berkembang macula purpura atau atypical target lesion. Kejadian ini
seterusnya mengakibatkan permukaan kulit mati dan menggelupas1,4,6
Gejala – gejala sistemik lain adalah seperti:
Demam: demam lebih tinggi pada NET daripada SSJ.
Sistem kardiovaskular: nadi mungkin melebihi 120x/menit.
Renal: boleh terjadi tubular nekrosis dan gagal ginjal akut.2
Pada SSJ ini terlihat trias kelainan berupa kelinan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium
dan kelainan mata.1
a. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi
purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
b. Kelainan selaput lendir di orifisium.
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%),
kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang
hidung dan anus jarang ( masing – masing 8% dan 4%).
Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta bewarna hitam
yang tebal.
Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respirotarius bagian
atas, dan esofagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar / tidak dapat menelan.
Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.
c. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering adalah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa simblefaron, ulkus kornea, iritis
dan iridosiklitis.
Di samping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan
onikolisis.
Apabila terdapatnya gejala – gejala di bawah ini, pasien dinasihatkan untuk pergi
mendapatkan perawatan kegawatdaruratan sedini mungkin, antara gejalanya adalah: 5
a. Nyeri pada kulit yang meluas tanpa diketahui penyebabnya.
b. Udem pada muka.
c. Blister pada kulit dan jaringan mukosa lain.
d. Urtikaria kronis.
e. Pembengkakan lidah.
f. Rash merah atau ungu pada kulit yang menyebar.
g. Kulit menggelupas.
Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, yang didapat sekitar 16% diantara
seluruh kasus. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan
elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan.1
Pada kulit, boleh terjadi pembentukan parut, hipo dan hiperpigmentasi, erupsi
nevomelanocytic nevi, pertumbuhan abnormal pada kuku. Boleh juga menyebabkan infeksi
sekunder pada kulit sehingga dapat menyebabkan meningitis atau sepsis.2, 5
Komplikasi yang lain pula dapat menyebabkan sepsis. Sepsis terjadi apabila bacteria dari
infeksi yang massif masuk ke dalam peredaran darah. Sepsis seterusnya dapat menyebabkan
syok dan kerosakan alat – alat dalam.5
Kerosakan organ – organ dalaman juga boleh terjadi. Ini karena SSJ menyebabkan lesi- lesi
pada organ – organ hingga dapat menyebabkan inflamasi pada paru ( pneumonitis ), jantung (
myocarditis ), hati ( hepatitis ) dan ginjal ( nephritis ).5
Pada mata, kelainan yang boleh terjadi adalah sjogren – like sicca syndrome dengan
defisiensi mucin pada air mata, entropion, trichiasis, metaplasia squamosa, neovaskularisasi
pada konjungtiva dan kornea, symblepharone, keratitis pungtata, parut pada kornea, fotofobia
persisten, mata rasa terbakar, gangguan penglihatan, kebutaan.2
Pada anogenitalia, kelainan yang boleh terjadi ialah phimosis dan sinekia pada vagina.2
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Hasil laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, penyebabnya kemungkinan karena
infeksi bacterial. Kalau terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jika disangka
penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah.1
Histopatologi
Gambaran histopatologisnya sama dengan erithema multiforme, bervariasi dari perubahan
dermal yang ringan sampai nekrolisis epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa: 1
1. Infiltrate sel mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis superficial.
2. Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar.
3. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal.
4. Nekrosis sel epidermal dan kadang – kadang di adneksa.
5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
Rontgen dada
Indikasi rontgen dada adalah jika dicurigai penyebabnya adalah pneumonitis, jika tidak
suspek penyakit ini, biasanya pemeriksaan ini tidak dilakukan.7
Diagnosis banding
Diagnosis SSJ tidak sulit karena gambaran klinisnya khas yakni terdapat trias kelainan seperti
yang telah disebutkan. Karena NET dianggap sebagai bentuk parah SSJ. Maka hendaknya
dicari adakah terdapat epidermolisis. Umumnya pasien berbaring, jadi diperiksa
punggungnya. Apabila terdapat epidermolisis, maka diagnosisnya menjadi NET. Pada NET
keadaan umumnya lebih buruk daripada SSJ.1
Sebagai diagnosis banding ialah NET. Penyakit ini sangat mirip dengan SSJ. Pada NET
terdapat epidermolisis generalisata tidak terdapat pada SSJ. Perbedaan lain biasanya keadaan
umum pada Net lebih buruk.1
Selain itu, diagnosis banding SSJ adalah luka bakar, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome,
toxic shock syndrome dan pemphigus.7
Pengobatan
Stevens-Johnson syndrome memerlukan perawatan di rumah sakit, sering di unit perawatan
intensif atau unit luka bakar. 2,6
Menghentikan obat penyebab
Langkah pertama dan paling penting dalam mengobati sindrom Stevens-Johnson adalah
untuk menghentikan obat yang mungkin penyebabnya. Karena sulit untuk menentukan obat
mana yang mungkin menyebabkan masalah, dokter dapat merekomendasikan kepada pasien
supaya berhenti memakai semua obat yang tidak penting.6
Perawatan supportif
Saat ini tidak ada rekomendasi standar untuk mengobati sindrom Stevens-Johnson. Perawatan
supportif yang mungkin diberikan sementara dirawat di rumah sakit meliputi:
Pengganti cairan. Karena kulit hilang dapat mengakibatkan kehilangan yang cairan
tubuh yang signifikan, mengganti cairan adalah bagian penting dari perawatan. pasien
mungkin menerima cairan dan nutrisi melalui sela yang ditempatkan melalui hidung
dan masuk ke perut pasien (nasogastrik tube).6
Perawatan kulit. Kompres dingin dan basah akan membantu menenangkan lecet
sementara kulit sembuh. Tim perawatan kesehatan dengan lembut akan membuang
kulit mati, dan kemudian, pada daerah kulit yang terbuka akan ditutup dengan perban
mengandungi salep anestesi topikal jika diperlukan. Namun, pada penelitian yang lan
mengatakan tindakan debridement tidak dianjurkan. 2,6
Apabila melibatkan oropharing, perlu dilakukan suction sesering mungkin tuntuk
mengelakkan aspirasi pneumonitis.2
Diagnosis dan berikan perawatan infeksi, termasuk sepsis ( demam, hipotensi, dan
perubahan status mental ).2
Lesi pada mata perlu dirawat sedini mungkin dengan erythromycin ointment.3
Ciclosporin dan thalidomide pernah digunakan.4
Obat-obatan
Obat umum digunakan dalam pengobatan sindrom Stevens-Johnson meliputi:6
* obat penahan nyeri untuk mengurangi ketidaknyamanan.
* Antihistamin untuk meringankan gatal.
* Antibiotik untuk mengendalikan infeksi, bila diperlukan.
* steroid topikal untuk mengurangi peradangan kulit.
Selain itu, pasien mungkin diberikan obat – obat berikut yang saat ini sedang dipelajari
sebagai pengobatan sindroma Stevens-Johnson:
* Intravena kortikosteroid. Obat ini dapat mengurangi keparahan gejala dan
memperpendek waktu pemulihan pasien jika dimulai dalam waktu satu atau dua hari ketika
gejala pertama muncul. Glukokortikoid sistemik diadministrasi sedini mungkin dan dosis
tinggi dikatakan menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Namun, jika penyakit
ini sudah lama, penggunaan glukokortikoid dikontra indikasikan. 2,6
* Imunoglobulin intravena (IGIV). Obat ini mengandungi antibodi yang dapat membantu
sistem kekebalan pasien menghentikan proses sindroma Stevens-Johnson. Namun
penggunaan obat ini masih diperdebatkan. 2,6
Pencangkokan kulit
Jika area kulit yang cidera luas, pencangkokan kulit, iaitu menghilangkan kulit dari satu
daerah tubuh pasien dan meletakkannya pada tempat yang cidera, mungkin diperlukan untuk
membantu penyembuhan. Perawatan ini jarang diperlukan. 6
Jika penyebab sindrom Stevens-Johnson dapat dieliminasi dan reaksi kulit berhenti, kulit
biasanya mulai tumbuh dalam beberapa hari. Pada kasus yang parah, pemulihan penuh
mungkin memakan waktu beberapa bulan.6
Konsultasi
Pakar kulit (dermatologist) adalah yang paling mungkin mendapatkan diagnosis, dengan atau
tanpa biopsy.7
Kasus yang berat mungkin memerlukan penglibatan ahli luka bakar atau ahli bedah
plastic.
Spesialis penyakit dalam da spesialis anak diperlukan untuk perawatan rawat inap.
Spesialis mata dikonsultasikan jika melibatkan mata.
Tergantung pada organ – organ yang terlibat, pasien mungkin dikonsulkan ke
spesialis gastroenterology, spesialis paru, spesialis urologi.7
Follow up
Kompres saline dapat diberikan pada kelopak mata, bibir, dan hidung.
Pemeriksaan yang teliti harus diperlukan setiap hari untuk memantau superinfeksi sekunder.
Profilaksis antibiotik sistemik tidak bermanfaat, terutama di era resistensi multi-obat ini.
Antimikroba diindikasikan pada kasus infeksi saluran kemih atau kulit karena boleh
menyebabkan bakteremia.7
Prognosis
Kalau kita bertindak cepat dan tepat, maka prognosisnya cukup memuaskan. Bila terdapat
purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk dan terdapat bronkopneumonia
penyakit ini dapat mendatangkan kematian.1
Mortalitas sekitar 5%. Penyakit ini mungkin memburuk pada 10 hari pertama sebelum
membaik kurang lebih dalam 30 hari. Kerosakan pada mata mungkin permanen dan dapat
menyebabkan kebutaan. 5
Untuk menduga prognosis pada penderita SSJ atau TEN, kita gunakan skore scoring system
for patients with epidermal necrolysis ( SCORTEN ) iaitu:2
SCORTEN
Faktor prognosis Poin
Umur lebih 40 tahun 1
Nadi lebih 120x/menit 1
Kanker atau malignan 1
Luas permukaan lebih 10 percent 1
Level urea serum lebih 10mM 1
Level serum bikarbonat kurang 20mM 1
Level glukosa serum lebih 14mM 1
SCORTEN Kadar kematian (%)
0-1 3.2
2 12.1
3 35.8
4 58.3
Lebih 5 90
Pencegahan
Pasien harus mengetahui dan sentiasa awas terhadap obat yang boleh memberikan kesan
seperti ini padanya, dan obat – obat yang lain dengan tipe yang sama. Obat – obatan ini
jangan pernah diadministrasi.2