Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 1
Position Papers
URGENSI PERUBAHAN
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
GRATIS
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
“Menuju Pendidikan Gratis Yang Berkualitas
dan Berkelanjutan”
Penulis: Syahrul Mustofa
Dwi Arie Santo
Deni Wanputra
LEGITIMID KSB
Atas Dukungan TIFA FOUNDATION JAKARTA
TAHUN
2011
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 2
POSITION PAPERS
URGENSI PERUBAHAN PERATURAN BUPATI
NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENDIDIKAN
GRATIS DI KSB1
Oleh : (Syahrul Mustofa, Deni Wanputra, Dwi Arie Santo)2
1. Latar Belakang
Sejak tanggal 1 januari 2006, Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa
Barat telah menetapkan program pendidikan gratis untuk seluruh penduduk
KSB, mulai dari tingkat TK/RA hingga tingkat SMA/MA sederajat. Kebijakan
tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan gratis. Program ini kemudian
disambut bahagia oleh masyarakat, dukungan yang begitu luas dari
masyarakat KSB atas kebijakan program pendidikan gratis, telah
menghantarkan kepercayaan dan keyakinan pemerintah daerah bahwa apa
yang dilakukan pemerintah daerah KSB selama ini adalah sesuatu yang
memang ditunggu-tunggu masyarakat.
Manfaat program pendidikan gratis bukan sekedar telah membantu
meringankan beban ekonomi masyarakat melainkan juga telah mendorong
munculnya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan
meningkat Indeks Pembangunan Manusia yang tercermin dari
meningkatnya derajat pendidikan masyarakat, berkurangnya angka putus
sekolah, serta meningkatnya jenjang pendidikan masyarakat KSB. Melalui
program pendidikan gratis pula, akhirnya pemerintah daerah KSB berhasil
meraih sejumlah prestasi dan predikat baik dari pemerintah pusat maupun
dunia internasional serta menjadi salah satu kabupaten percontohan di NTB.
Namun, dibalik sederatan cerita keberhasilan program pendidikan
gratis, tidak pula kita bisa pungkiri bahkan sederatan permasalahan dan
kendala menghantui perjalanan program pendidikan gratis. Salah satu yang
1 Position disusun sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang kebijakan di daerah
(Pemda dan DPRD) dan para stakeholders yang memiliki kepedulian terhadap kepastian dan keberlanjutan program pendidikan gratis yang berkualitas di masa mendatang
2 Penulis adalah para peneliti pada Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) KSB email :[email protected]
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 3
banyak mendapat sorotan adalah terkait buruknya mutu/kualitas
pendidikan. Hal ini tidak terlepas dari agenda dari tujuan kebijakan
pendidikan gratis itu sendiri sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati
Nomor 11 tahun 2006 yang secara prinsip ditujukan hanya pada peningkatan
akses, yakni membuka kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada
masyarakat agar anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan mulai dari
pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah. Sementara persoalan
mutu atau kualitas pendidikan belum menjadi agenda atau tujuan dari
penyelenggaraan program pendidikan gratis. Maka, sangat wajar, jika pada
masa sekarang dan mendatang, arah dan tujuan program pendidikan gratis
ditujukan pada aspek peningkatan mutu/kualitas. Hal ini sejalan dengan
tuntutan masyarakat dan perkembangan pendidikan.
Dari aspek keterjangkauan cakupan dan materi, dari hasil kajian
LEGITIMID yang didukung Tifa Foundation menunjukkan bahwa cakupan
materi yang diatur dalam perbup saat ini ternyata belum dapat menjangkau
perkembangan kebijakan pendidikan. Masih banyaknya aspek yang belum
diatur dalam perbup nomor 11 tahun 2006, dan dalam implementasinya
ditemukan muncul berbagai permasalahan, diantaranya adalah mengenai
persyaratan penerimanaan, menurunnya motivasi belajar siswa, buruknya
kualitas proses belajar, pengelolaan anggaran pendidikan yang tidak
transparan, partisipatif dan akuntabel, ketidakjelasan mekanisme kerja dan
berbagai persoalan lainnya.
Berbagai kendala tersebut disebabkan karena buruknya kualitas perbup
nomor 11 tahun 20006. Kondisi ini menjadi mafhum, karena memang
Perbup pendidikan gratis yang diberlakukan pada tahun 2006 sarat dengan
kepentingan dan kemelut politik yang berkepanjangan sebagai konsekuensi
dari pilkada 2005. Oleh karena itu, sangat wajar jika perbup pendidikan
gratis yang menjadi dasar penyelenggaraan program pendidikan gratis saat
ini tidak mengatur secara komprehensif dan sistematis. Bahkan, secara
teknis perundang-undangan sangat jauh dari kesempurnaan.
Sayangnya, sampai saat ini Pemerintah Daerah KSB belum melakukan
evaluasi terhadap perbup nomor 11 tahun 2006. Sehingga berbagai persoalan
dilapangan yang selama ini berkembang terus menerus berlangsung dari
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 4
tahun ke tahun dan menjadi pemicu buruknya kinerja para pelaksana
pendidikan.
Beranjak dari berbagai persoalan itulah, maka LEGITIMID bekerjasama
dengan TIFA Foundation pada tanggal 15 November 2010 menandatangi
Mou untuk melakukan advokasi kebijakan di sector pendidikan gratis. Salah
satu agenda kegiatan yang dilaksanakan adalah melakukan kajian secara
partisipatif—yakni survey kepuasaan warga terhadap program pendidikan
gratis, yang dilaksanakan di 8 kecamatan. Survey ini melibatkan para murid
dan orang tua murid, termasuk Dewan Pendidikan dan para pemangku
kepentingan lainnya. Survey ini dilakukan selain untuk mengetahui
sejauhmanakah penilaian warga terhadap program pendidikan gratis
dimaksudkan pula sebagai sarana untuk dapat memastikan apakah
permasalahan yang dihadapi dalam program pendidikan gratis adalah
disebabkan buruknya proses dan substansi perbup ataukah disebebkan
karena faktor lainnya.
Untuk itu, pada tahun anggaran 2011 lembaga penelitian dan
advokasi masyarakat sumbawa barat (Legitimid) menggagas satu kajian
penyusunan scalling-up kebijakan program pendidikan gratis sebagai usaha
untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan kebijakan program
pendidikan gratis yang telah berlangsung selama ini. Kajian dilakukan dalam
bentuk penyusunan naskah akademik dan perumusan awal rancangan
peraturan daerah sebagai bahan bagi pemerintah daerah, DPRD dan para
pemangku kepentingan pendidikan untuk merumuskan dan membahas lebih
lanjut mengenai program pendidikan gratis di masa mendatang.
2. Tujuan dan Landasan Perubahan
Mengapa kita perlu untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Bupati
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program Pendidikan Gratis? Apa
tujuannya?
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 5
2.1. Tujuan Revisi Perbup :
Berikut ini adalah alasan dan tujuan dari revisi Perbup ;
1. Memperbaiki berbagai kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun
2006 terkait dengan konsep kebijakan Program Pendidikan Gratis,
ketidakjelasan pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan
program pendidikan gratis. Selama ini, praktek penyelenggaraan program
pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat merujuk pada landasan
hukum berupa Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Sementara
materi atau substansi Peraturan Bupati yang berlaku saat ini belum
sepenuhnya dapat menjamin terwujudnya peningkatan terhadap mutu
atau kualitas pendidikan dan menjamin adanya keberlanjutan progran
pendidikan gratis dimasa mendatang. Hal ini disebabkan materi yang
terkandung dalam Peraturan Bupati memiliki banyak kelemahan (daftar
list identifikasi permasalahan perbup terlampir).
2. Akibat ketidakjelasan atau buruknya materi dalam Perbup Nomor 11
Tahun 2006, pada akhirnya berdampak pada para pihak (para pemangku
kepentingan pendidikan) kesulitan dalam memahami dan melaksanakan
program pendidikan gratis secara optimal. Permsalahan lainnya yang
dihadapai dari program pendidikan gratis adalah menyangkut sistem
pembiayaan ; (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan
mekanisme pertanggungjawaban), penerapan standar pendidikan
nasional, standar pelayanan pendidikan gratis dan ketentuan lainnya
yang selama ini masih jauh dari harapan sehingga program pendidikan
gratis pada akhirnya masih terbatas pada pencapaian tujuan akses dan
belum mampu menjangkau pada ketercapaian mutu pendidikan yang
berkualitas.
3. Begitu kompleksnya berbagai persoalan yang dihadapai dalam
pelaksanaan program pendidikan gratis yang berlangsung selama ini telah
memuncul konsekeunsi logis berupa banyaknya berbagai keluhan dan
kritik dari masyarakat atas pelaksanaan program pendidikan gratis, dan
issue yang paling banyak mendapatkan sorotan public adalah terkait
dengan buruknya mutu pendidikan gratis.
4. Revisi perbup Nomor 11 tahun 2006 dilakukan untuk memperjelas
berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan gratis yang selama ini belum
diatur dengan jelas dalam Peraturan Bupati. Misalnya, mengenai kriteria
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 6
dan persyaratan peserta program dan sekolah, materi dan tatacara
verifikasi, evaluasi program, pemantauan dan pengawasan pelaksanaan
program, peran para pihak, partisipasi masyarakat, dan sebagainya.
Berbagaipengaturan tentang hal tersebut belum cukup jelas sehingga
cenderung tidak efektif dan tidak mampu menjawab dinamika dalam
pelayanan pendidikan gratis yang berkembang sangat cepat dan
kompleks.
5. Disamping itu,tujuan dari revisi ini dilakukan pula untuk menambahkan
beberapa pengaturan baru yang selama ini belum tercakup dalam
Peraturan Bupati, namun sangat penting untuk mempercepat
keberhasilan program pendidikan gratis untuk mewujudkan
pembangunan pendidikan yangberkualitas, dan mampu meningkatkan
derajat pendidikan masyarakat. Beberapa pengaturan terkait dengan hal
itu diantaranya adalah mengenai kriteria dan persyarataan penerima
program, standar pelayanan pendidikan gratis, asas-asas pelayanan, hak-
hak warga untuk berpartisipasi dalam program pendidikan gratis, hak-
hak warga menyampaikan keluhan, akuntabiltas pengelolaan program
dan anggaran, belum diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun
2006. Sedangkan berbagai hal tersebut sangat strategis dalam
menjamin terwujudnya program pendidikan gratis yang efektif dan
berkualitas.
6. Agenda revisi pendidikan gratis sesungguhnya sejalan dengan visi KSB
sebagai Kabupaten Percontohan. Maka dalam rangka untuk memperkuat
inovasi dari kebijakan program pendidikan gratis, perlu dilakukan upaya
yang kreatif dan inovatif dalam melahirkan kebijakan di daerah. Sejauh
ini upaya untuk mendorong lahirnya kebijakan yang lebih inovatif masih
minim dilakukan oleh Pemda maupun DPRD—untuk berani dan
berinisiatif mengambil langkah-langkah dan terobosan-terobosan baru
yang lebih konstruktif dan inovatif dalam mendorong program
pendidikan gratis yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, maka Legitimid
atas dukungan Tifa Foundation berinsiatif untuk melakukan advokasi
kebijakan pada sector pendidikan dengan mendorong lahirnya sebuah
payung hukum program pendidikan gratis yang diharapkan bukan hanya
untuk memberikan landasan hukum yang kuat terhadap pelaksanaan
program pendidikan gratis, melainkan adalah dimaksudkan untuk
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 7
mendorong adanya perbaikan kualitas program pendidikan gratis dan
mutu pendidikan gratis di KSB;
7. Melalui Revisi Perbup ini diharapkan dapat memberikan kepastian atas
keberlanjutan program pendidikan gratis dimasa mendatang. Mengingat,
landasan hukum program pendidikan gratis yang ada saat ini masih
dalam bentuk Perbup. Dilihat dari aspek politis, keberadaan Perbup lebih
mencerminkan pada bentuk komitmen dari Bupati KSB semata,
sementara itu, disisilain kekuasaan dan keberlangsungan kekuasaan
Bupati KSB saat ini telah memasuki periode kedua dan akan berakhir
pada tahun 2015—yang berartipula pada aspek keberlanjutan program
program pendidikan gratis yang berlangsung saat ini akan terancam
keberlanjutkannya. Padahal, program pendidikan gratis—adalah satu
satunya program yang langsung dirasakan memiliki manfaat dan dampak
bagi masyarakat KSB—dan telah memperoleh dukungan luas dari
masyarakat.
8. Dengan adanya revisi Perbup ini diharapkan dapat mendorong terjadinya
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan
meningkatnya kualitas pendidikan di KSB.
4. Alasan/Landasan Perubahan
Secara umum ada tiga landasan utama dari penyempurnaan peraturan
bupati ini ; Pertama, adalah alasan dan landasan filosofis Secara
filosofis, pembentukan peraturan daerah tentang penyelenggaraan
program pendidikan gratis adalah untuk memberikan jaminan dan
kepastian atas keberlanjutan program pendidikan gratis di KSB dimasa
mendatang. Pembentukan perda juga untuk memberikan payung hukum
dan landasan bagi pemerintah daerah untuk melanjutkan inovasi yang
telah dilaksanakan selama ini. Program pendidikan gratis, perlu untuk
dipertahankan dan terus dikembangkan karena ; (1) merupakan praktek
best practices dari desentralisasi di Indonesia. (2) Program pendidikan
gratis mampu untuk mengurangi angka putus sekolah, meningkatkan
angka partisipasi kasar maupun angka partisipasi murni pendidikan (APK
dan APM), meningkatkan sumber daya manusia (IPM meningkat),
meningkatkan kecerdasan masyarakat, mengurangi beban ekonomi
masyarakat, serta mampu mendorong terwujudnya kesejahteraan
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 8
masyarakat. (3) program pendidikan gratis adalah instrumen penting
untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan cita cita daerah, mewujudkan
masyarakat yang cerdas, sejahtera dana sarana menju peradaban yang
fitrah.
Penyelenggaraan pendidikan gratis adalah merupakan bentuk investasi
jangka panjang yang tak ternilai harganya dimasa mendatang untuk
kemajuan pembangunan KSB. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi untuk
mendukung program pendidikan gratis. Kedua adalah alasan dan
landasan yuridis. Secara yuridis landasan pembentukan peraturan
daerah ini adalah untuk melaksanakan ; pertama, amanah pembukaan
UUD 1945 alinia 4 (empat), yang intinya negara berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan manah
pasal 28C ayat (1) UUD 1945 (amandemen), pasal 31 ayat (1), 31 ayat (2)
dan 31 ayat (4) yang intinya negara berkewajiban dan rakyat berhak untuk
memeproleh pendidikan.
Kedua, adalah amanah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun,
Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang wajib belajar, yang
intinya menegaskan bahwa setiap warga negara wajib belajar hingga 9
tahun dan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya.
Ketiga adalah oleh karena Pemerintah daerah telah menetapkan
Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008
Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat
(Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90),
maka konsekuensi atas penetapan kebijakan tersebut, Pemerintah
Daerah berkewajiban untuk mendanai program wajib belajar 12 tahun.
Keempat, secara yuridis kedudukan perbup nomor 11 tahun 2006
tentang pedoman pelaksaaan program pendidikan gratis sebagai payung
hukum sekaligus landasan penyelenggaraan program pendidikan gratis di
KSB sudah kurang relevan lagi untuk digunakan.
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 9
Kelima, Perubahan perbup ini perlu dilakukan oleh karena
kedudukan perbup yang secara hierarkhis hukum adalah merupakan
peraturan paling rendah disisilain masa jabatan Bupati dan wakil bupati
akan berakhir pada tahun 2015 menjadi sangat rentan, program
pendidikan gratis potensial terancam berakhir manakala Bupati dan wakil
bupati pada periode selanjutnya tidak memiliki komitmen dan politicall
will yang sama dan kuat untuk melanjutkan program pendidikan gratis.
Keenam, oleh karena telah terjadi berbagai erubahan peraturan
perundang-undangan baru yang dilahirkan oleh pemerintah pusat maka
perlu pemeritah daerah untuk melakukan penyesuaian kebijakannya
dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku saat ini
Keenam, oleh karena peraturan bupati sebagai pedoman
penyelenggaraan program pendidikan gratis memiliki beberapa
kekurangan (tidka komprehensif) mengatur berbagai hal, serta dalam
implementasinya banyak menimbulkan kendala/permasalahan, karena
itu maka perlu dilakukan perubahan.
Lasan dan landasan Sosiopolitis. Secara politik, perubahan
perbup perlu dilakukan karena situasi politik yang mengkehendaki masa
jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berakhir pada tahun
2015, sehingga untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan
gratis dibutuhkan peraturan daerah agar lebih memiliki kekuatan dan
jaminan keberlanjutan. Secara politis, hubungan esekutif dan legislatif
yang berlangsung saat ini cukup harmonis, sehingga berpotensi usulan
perubahan dapat diterima, dan dengan ditetapkannya pelaksanaan
program pendidikan gratis secara politis dan hukum akan mengikat
lembaga legsilatif.
Secara sosial, program pendidikan gratis merupakan program
sosial yang didukung oleh sebagian besar masyarakat, karena manfaat
dan dampaknya sangat besar bagi masyarakat. Kebijakan program
pendidikan gratis telah membantu untuk meringankan beban ekonomi
masyarakat, meningkatkan akses pendidikan bagi seluruh warga usia
sekolah, mengurangi angka putus sekolah, meningkatkan SDM
masyarakat dan pada akhirnya program pendidikan gratis dapat
mengurangi tingkat kemiskinan disatu sisi pada waktu bersamaam
mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program
pendidikan gratis sangat dibutuhkan di masa mendatang, dan untuk
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 10
menjamin kepastian dan keberlanjutan program pendidikan gratis, maka
perlu adanya peraturan daerah tentang program pendidikan gratis
sebagai landasan penyelenggaraan program.
5. Arah Perubahan Revisi Perbup Pendidikan Gratis
1) Landasan Penyelenggaraan Program Pendidikan Gratis
Landasan pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB adalah
berdasarkan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 11 Tahun 2006
Tentang Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat,
peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006 dan diberlaku surut mulai
sejak tanggal 1 januari 2006.
Bila melihat latar belakang sejarah, lahirnya Perbup maka tidak lepas
dari dinamika dan konstelasi politik pasca pilkada langsung 2005. Kondisi
DPRD terfragmentasi, relasi eksekutif dengan legislatif kurang berjalan
harmonis, sebagian anggota DPRD KSB periode 1999-2004 menolak rencana
kebijakan program pendidikan gratis. Rancangan peraturan daerah yang
disiapkan oleh Pemerintah Daerah “terpental” karena belum saatnya KSB
menerapkan kebijakan pendidikan gratis , karena sebagai Kabupaten baru
terbentuk pada akhir tahun 2003, KSB membutuhkan banyak anggaran
untuk melaksanakan program khususnya pembangunan infrastuktur daerah.
Kebijakan pendidikan gratis, bukan merupakan agenda prioritas
pembangunan daerah tahun 2006.
Oleh karena, tidak adanya dukungan politik dari legislative saat itu,
maka kebijakan program pendidikan gratis akhirnya ditetapkan melalui
Peraturan Bupati.
Landasan Perbup Memiliki Kelemahan
Secara konseptual- hireraki perundang-undangan, kedudukan
Peraturan Bupati berada pada tingkat paling rendah karena itu, jaminan
kepastian dan keberkelanjutan program masih sangat rentan. Ancaman
terhentinya program pendidikan gratis cukup potensial dengan landasan
hukum Perbup. Akibat lainnya adalah : (a) Potensi peluang untuk dapat
dibatalkan perbup masih terbuka lebar karena kedudukannya (perbup) yang
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 11
paling rendah dalam hierarkis perundang-undangan sehingga perbup sesuai
asas perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi (b) tidak adanya jaminan kepastian dan keberlanjutan terhadap
penyelenggraan program pendidikan gratis yang berkualitas dimasa
mendatang, karena perbup hanya mencerminkan komitmen dan tanggung
jawab politik yang terbatas pada lingkup Bupati, bukan merupakan cermin
dari komitmen politik dan tanggung jawab bersama seluruh pihak,
khususnya DPRD. Ancaman terhadap terhentinya program pendidikan
gratis akan sangat terbuka lebar untuk dihilangkan atau dihapuskan ketika
pada akhir masa jabatan Bupati 2015, dan Kepala Daerah terpilih nantinya
tidak memiliki komitmen yang sama untuk melanjutkan program pendidikan
gratis, maka dapat dipastikan pula pada tahun 2015, program pendidikan
gratis yang selama ini dilaksanakan dapat berakhir ditengah jalan. Dan
tentu, hal ini akan menjadi persoalan sosial baru di masyarakat di masa
mendatang.
Arah Penyempurnaan Perubahan Landasan Program Pendidikan
Gratis di Masa Mendatang
Bentuk produk hukum yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program
pendidikan gratis dimasa mendatang adalah Peraturan Daerah. Mengapa
dibutuhkan perda, oleh karena ; (1) PERDA merupakan salah satu jenis
Peraturan Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila. Dan pada saat ini mempunyai
kedudukan yang sangat strategis karena diberikan landasan konstitusional
yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan
“Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan”.
Berdasarkan UU No.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan serta hierarkhi perundang-undangan
kedudukan Perda di atas Peraturan Bupati. Berdasarkan UU No 32 Tahun
2004 pasal 146 ayat (1) menjelaskan bahwa Materi muatan Peraturan
Kepala Daerah adalah materi untuk melaksanakan Peraturan
Daerah atau atas kuasa peraturan perundang-undangan. Jadi
beranjak dari ketentuan tersebut akan lebih tepat, jika Program Pendidikan
Gratis ditetapkan melalui Peraturan Daerah, dan terhadap materi yang
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 12
memerlukan peraturan lebih lanjt/aturan pelaskaaan diatur dalam Peraturan
Bupati dan Keputusan Bupati.
Konsekeunsi lainnya jika ditetapkannya melalui melalui perda, maka
komitmen untuk melaksanakan program pendidikan gratis bukan hanya
semata dari Bupati melainkan pula DPRD—sehingga Bupati dan DPRD
sama-sama bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan terhadap
program pendidikan gratis.
2). Pertimbangan Hukum Dalam Perbup Tidak Relevan Dengan
Perkembangan Kebijakan Pendidikan Saat ini
Dasar pertimbangan hukum (dasar mengingat) dalam peraturan
Bupati Nomor 11 Tahun 2006 tidak memasukkan lembara negara/daerah
dan tambahan negara dari setiap peraturan yang dicantumkan dalam
Perbup. Padahal, Lembaran Daerah/Negara harus dicantumkan dalam
penulisan dasar mengingat karena lembaran daerah/Negara menyangkut
keberlakuan dan keabsahan produk hukum. Kedua, dasar hukum yang
dijadikan alas pertimbangan dasar mengingat juga banyak yang tidak
memeiliki keterterkaitan langsung dengan materi pendidikan. Sebagai besar
dasar pertimbangan mengingat dalam Peraturan Bupati Nomor 11 tahun
2006, sudah kurang tidak relevan lagi dijadikan alas perbup karena telah
terjadi berbagai perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan
baru—untuk itu, maka Peraturan tersebut perlu disesuaikan dengan
perkembangan kebijakaan atau peraturan perundang-undangan yang
berkembang dan berlaku saat ini.
Arah Penyempurnaan Kebijakan
Perubahan Peraturan Bupati—menjadi Peraturan Daerah diarahkan pada
perubahan dan penyempurnaan terhadap landasan hukum (dasar mengigat)
untuk merespons dan mengakomodir sejumlah peraturan baru terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya; Peraturan Pemerintah 74
Tahun 2008 tentang Guru, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar; Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan,
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang pelayanan Publik dan
beberapa peraturan terkait lainnya—perlu untuk dimasukkan kedalam dasar
mengingat.
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 13
3). Jangkauan dan Cakupan Materi Peraturan Bupati masih bersifat
terbatas
Secara umum materi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 masih
banyak terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah mengenai cakupan
dan ketidakjelasan materi yang diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 11
Tahun 2006. Secara rinci Peraturan Bupati terdiri dari 7 Bab dengan jumlah
pasal sebanyak 26 pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, tujuan
dan sasaran, para pihak terkait dan tugas fungsi, penggunaan pembiaayan
program, mekanisme pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan, pendataan
dan pelaporan. Dari hasil kajian terhadap muatan materi peraturan bupati
serta kalimat perundang-undangan yang digunakan dalam perumusan pasal
demi pasal terdapat beberapa kelemahan antara lain, sebagai berikut ini:
No Pasal Subtansi yang
diatur Kelemahan
1 Pasal 3 Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis
a. Tidak mengatur syarat dan perlengkapan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima program pendidikan gratis
b. Tidak mengatur mekanisme dan format verifikasi serta petunjuk teknis atau pedoman bagi sekolah-sekolah untuk melakukan verifikasi
2 Pasal 4 dan pasal 5
Para Pihak Terkait dan Tugas Fungsi
a. Tidak ada petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis dari para pihak untuk melaksanakan tugas fungsinya, cakupan dan batasan lingkup tugas dan fungsi, hak dan kewajiban para pihak, sanksi dan sebagainya.
b. Uraian tugas yang dijabarkan dalam perbup lebih kepada uraian fungsi dari tupoksi masing-masing dinas/badan yang berlaku selama ini yang “tanpa” diatur dalam perbup pun memang melaksanakan fungsi tersebut.
c. Tentang Unit Pengaduan Masyarakat (UPM), tidak jelas kedudukannya dimana, personil, mekanisme dan tata kerja, hak dan kewajiban dan lain sebagainya, tidak diatur dalam perbup, dan hingga saat ini tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 14
mengenai UPM
3 Pasal 19 Penggunaan Pembiayaan Progran
a. Perbup tidak mengatur prinsip-prinsip pengelolaan biaya pendidikan, mekanisme pengelolaan, hak dan kewajiban dalam pembiayaan dan sebagainya
b. tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana terkait dengan pembiayaan program
4 Pasal 20 s.d. pasal 24
Mekanisme pelaksanaan
a. perbup tidak mengatur secara jelas mekanisme pelaksanaan apasajakah yang perlu diatur dalam perbup
b. perbup hanya mengatur mengenai verifikasi peserta penerima program pendidikan dan tidak ada petujuk pelaksanaan lebih lanjut, seperti pemutakhiran data dan verifikasi, syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan, pertanggungjawaban, dan lain sebagainya
c. ketidakjelasan tentang evaluasi pelaksanaan program pendidikan gratis yang dikaitkan dengan GSP dilaksankan oleh Dinas pendidikan dan Dinas Kehutanan, pertanian dan Ketahanan pangan
d. ketidakjelasan pengaturan mengenai pembentukan Tim
e. ketiadaan juklak dan juknis dari pelaksanaan, termasuk format pelaporan program
5 Pasal 25 s.d. pasal 26
Pemantauan dan Pengawasan
a. ketidakjelasan pihak-pihak terkait dalam melakukan pemantauan pelaksanaan program
b. tidak diatur secara jelas pemantauan apakah yang dilakukan oleh masih-masing pihak terkait, bagaimanakah mekanisme pemantauan yang dilakukan, format pemantauan dan sebagainya.
6 Pasal 27 Pendataan dan Pelaporan
a. tidak adan petunjuk teknis dan pelaksana mengenai pendataan dan pelaporan
b. tidak jelas diatur tentang pendataan dan pelaporan, misalnya siapa yang mendata, mengelola data, mendokumentasikan data, hak
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 15
dan kewajiban, format pendataan, mekanisme pendataan dan sebagainya. Begitupun mengenai pelaporan pelaksanaan program, tidak ada standar pelaksanaan pelaporan program untuk masing-masing sekolah sebagai acuan bagi sekolah untuk menyusun laporan pelaksanaan program
4). Tidak adanya Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Perbup
Merujuk pada materi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006,
maka sesungguhnya dibutuhkan berbagai aturan pelaksanaan, baik
berupa petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis. Namun, Peraturan
Bupati yang ada saat ini (Perbup Nomor 11 tahun 2006), ternyata adalah
merupakan Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis. Entah
darimana dasar rujukannya—yang pasti jika perbup itu dimaksukan
adalah sebagi juklak program pendidikan gratis, maka sudah sepatutnya
perbup dapat dijadikan sebagai pegangan dan dapat memberikan
gambaran secara komprehensif dan sistematis, termasuk pengaturan para
impelemnting agency ataupun rule oncuupation atau pihak-pihak yang
dituju dari peraturan tersebut.
Dilihat dari aspek susbstansi yang diatur dalam Peraturan Bupati
nampak ketidaksesuaian, pedoman apa sesungguhnya yang diatur dalam
Perbup itu sendiri, apakah pedoman perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, pengawasan, akuntabilitas dalam program pendidikan
gratis ataukah apa? Begitupun mengenai kelompok sasaran yang dituju
dari pedoman tersebut s. Pedoman untuk siapa? Karena seluruh pihak
yang dituju begitu luas dan cakupan mengenai tugas, fungsi, hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang dituju dari aturan tersebut tidak
jelas. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika dalam pelaksanaanya,
menimbulkan banyak penafsiran dan kebingungan, bahkan aturan
tersebut sesungguhnya tidak mampu untuk mengjangkau apa yang
diinginkan oleh Bupati.
Secara yuridis, jika Perbup adalah Pedoman (juklak), maka tentu
ada peraturan diatasnya. Karena pada dasarnya pedoman ini adalah
untuk melaksanakan aturan/kebijakan diatasnya. Jadi memang terkesan
agak aneh dan timpang. Dalam praktek, peraturan bupati yang dijadikan
pedoman sangat simpang siur. Dari hasil kajian, persoalan ini tidak lepas
dari paradigma perancang peraturan dalam memahami legislative
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 16
drafting. Untuk dapat melaksanakan Perbup Nomor 11 Tahun 2006
dengan efektif, maka setidaknya jika merujuk pada materi yang ada dalam
perbup, masih membutuhkan peraturan lebih lanjut yang perlu
dijabarkan dalam bentuk petunjuk pelaksana dan ataupun petunjuk
teknis, sehingga para pihak yang dituju baik impelemnting agency (badan
pelaksana) maupun role accupation (para pihak yang dituju dalam
peraturan) dapat melaksanakan sesuai dengan peraturan.
Beberapa masalah kurang efektifnya perbup, karena cakupan dan
materi yang diatur yang dimaksudkan sebagai pedoman program, tidak
cukup komprehensif dan sistematik. Dan jika merujuk pada perbup
tersebut, maka terdapat beberapa peraturan pelaksaan yang perlu diatur
lebih lanjut, antara lain adalah meliputi ;
a. juklak dan juknis tentang pendataan dan verifikasi penerima
program pendidikan gratis
b. petunjuk teknis pelaksanaan persyaratan dan kelengkapan
persyaratan penerima program pendidikan gratis
c. juklak dan juknis tentang pembentukan Tim dan Tata Kerja Tim
d. juklak dan juknis pelaporan program pendidikan gratis
e. juklak dan juknis tentang pemantauan dan pengawasan program
pendidikan gratis untuk para pihak terkait
f. juklak dan juknis pembentukan Unit Pengaduan Masyarakat dan
Tata Kerja Unit Pengaduan Masyarakat
g. Juklak dan juknis Pelaporan Program Pendidikan Gratis.
h. Juklak dan Juknis Tata Cara Pengelolaan Anggaran, prosedur dan
Mekanisme Pengelolaan Anggaran untuk masing-masing sekolah
i. Juklak dan juknis Pelaporan program dan ;
j. Juklak dan juknis mengenai para pihak dan fungsi masing-masing
para pihak dalam pelaksanaan program pendidikan gratis.
Selain lingkup materi peraturan yang belum cukup komprehensif
untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan gratis berjalan
efektif, dari aspek teknis kalimat perundang-undangan yang dirumuskan
dalam pasal-pasal juga masih menimbulkan ketidakjelasan dan
berpotensi terjadi multitafsir dan kondisi ini telah menimbulkan
permasalahan dalam pelaksanaan program.
Arah Perubahan/Penyempurnaan
Beranjak dari permasalahan diatas, maka arah perubahan
penyempurnaan Peraturan Bupati—Penyusunan Peraturan daerah yang
dituju adalah penyempurnaan terhadap judul dan materi peraturan,
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 17
penyempurnaan terhadap kalimat peraturan, penyempurnaan terhadap
sistematika materi, dan beberapa permasalahan lainnya agar lebih
komprehensif dan sistematis.
5). Minimnya Pemahaman Masyarakat Terhadap Program
Pendidikan Gratis
Pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis
ternyata masih sangat minim dan masih sangat beragam. Bahkan,
sebagian besar masyarakat tidak mengetahui materi apasajakah yang
diatur dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006. Masyarakat tahu ada
program pendidikan gratis dari mendengar di “deker” atau informasi dari
para guru, teman, atau warga-warga yang ada dikampung yang
membicarakan tentang program pendidikan gratis. Rendah pengetahuan
masyarakat karena sejak awal dalam proses penyusunan Peraturan
tersebut keterlibatan masyarakat sangat rendah, bahkan sama sekali tidak
terlibat. Peraturan Bupati disusun ‘sendiri” oleh bagian hukum, tanpa ada
proses konsultasi publik secara luas dan terbuka.
Kurangnya sosiliasi ini menurut pemda muncul karena saat proses
penyusunan kebijakan keadaan atau situasi dalam “genting”. Ketika itu
ada penolakan dari DPRD--hubungan eksekutif dan legislatif tidak
berjalan harmonis, akibat kemelutt politik pilkada 2005 yang masih
meninggalkan sederatan persoalan, dan Bupati terpilih ketika itu
mendapat penolakan—pilkada dianggap curang dan Bupati terpilih oleh
sebagain kalangan dianggap tidak memiliki legitimisi.
Saat ini kondisi KSB relative kondusif, namun hingga saat ini
upaya sosialiasiterhadap perbup secara langsung yang dilakukan oleh
pemerintah daerah c.q. Bagian Hukum maupun DPRD sangat minim.
Hanya sebagian kecil kalangan yang dapat mengakses Perbup Nomor 11
tahun 2005—bahkan beberapa aparat birokrasi masih memandang
produk hukum tersebut sebagai “rahasia Negara”. Tidaklah
mengherankan, jika pada akhirnya pula para tenaga pendidik yang ada di
setiap sekolah tidak mengetahui pula secara komprehensif dari perbup
pendidikan gratis, sebagain besar mereka mengaku belum menerima dan
membaca perbup.
Kondisi inilah yang mendorong pada kahirnya dimasyarakat
program pendidikan gratis dimaknai sebagai program gratis sekolah,
seluruh biaya pendidikan mulai dari A sampai Z menjadi tanggungjawab
pemerintah daerah. Bagi sekolah yang kesulitan pendanaan, maka
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 18
menjadi sangat sulit untuk dapat menarik dana sumbangan dari
masyarakat, seperti misalnya dana untuk kegiatan ekstrakurikuler, biaya
kursus/jam tambahan mengajar diluar sekolah, dan sebagainya. Padahal
pada sisilain, anggaran yang disediakan dari program pendidikan gratis
selama ini masih sangat terbatas dan seringkali terlambat.
Arah Perubahan
Untuk mengatasi beberapa kelemahan/kendala sebagaimana
diatas, maka arah perubahan yang perlu dilakukan, menurut hemat kami
adalah ; pertama, perlu adanya pelibatan masyarakat dalam proses
pembentukan peraturan daerah (revisi perbup), sejak awal pemerintah
daerah c.q. bagian hukum dan DPRD perlu mengajak masyarakat—
rancangan peraturan daerah sudah saatnya untuk didisitribusikan
kepada masyarakat, khsusunya adalah sekolah (tenaga pendidik) dan para
orang tua/wali. Pemerintah harus bersikap terbuka untuk menerima
saran dan masukan dari masyarakat terhadap rancangan peraturan
daerah yang akan dibahas dan ditetapkan.
Kedua, mengenai jumlah pembiayaan program pendidikan untuk
membiayai operasional sekolah mulai dari TK/RA s.d. SMA/MA/SMK
perlu dilakukan penyesuaian dan pengkajian secara mendalam dan
dilakukan evaluasi secara terus menerus, karena pembiayaan operasional
sekolah sangat tergantung dengan dinamika pasar, fluktuasi harga, dan
faktor lainnya, pada setiap akhir tahun perlu dilakukan evaluasi dan
penyesuaian terhadap biaya operasional sekolah. Mengenai jumlah
pembiayaan operasional ini dapat dicantumkan dalam peraturan daerah
dan atau dapat pula dicantumkan secara khusus dalam bentuk surat
keputusan penetapan biaya operasional sekolah/tahun.
6). Masyarakat Memerlukan Jaminan Kepastian dan
Keberlanjutan Program Pendidikan Gratis
Program pendidikan gratis sangat dibutuhkan masyarakat,
terutama masyarakat miskin-- untuk itu, perlu dipertahankan dan
dilanjutkan di masa mendatang. Oleh karena program pendidikan gratis
dirasakan memiliki dampak dan manfaat langsung. Melalui program ini
selain membantu mengurangi beban atau biaya pendidikan yang selama
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 19
ini ditanggung oleh orang tua/wali murid juga dapat mendorong derajat
pendidikan masyarakat kearah yang lebih baik.
Saat ini mulai muncul keraguan sekaligus kecemasan akan
keberlanjutan program pendidikan gratis, karena Bupati saat ini telah dua
kali menjabat dan akan berakhir masanya pada tahun 2015. Pertanyaan
yang banyak muncul dikalangan masyarakat saat ini adalah “apakah
program pendidikan gratis nanti akan tetap ada dan dilanjutkan oleh
Bupati yang akan datang?
Kekhawatiran ini sangat wajar karena program pendidikan gratis
saat ini hanya—ditetapkan melalui Peraturan Bupati nomor 11 tahun
2006. Tuntutan atas kepastian dan keberlangsungan program pendidikan
gratis diharapkan pula dapat direspon oleh DPRD sebagai lembaga
perawakilan rakyat, dan sejauh ini politicall will DPRD terhadap
masyarakat untuk melanjutkan program pendidikan gratis masih sangat
lemah, bahkan terkesan DPRD menegasikan persoalan dan tuntutan
masyarakat yang berkembang
Arah perubahan
Scalling-up perbup untuk menjadi Perda adalah salah satu cara
sekaligus usaha untuk menjamin kepastian dan kebrelanjutan terhadap
program pendidikan gratis. Dorongan perlu pembentukan perda selain
untuk menyempurnakan beberapa kelamahan perbup adalah
dimaksudkan untuk mendoroong komitmen bersama seluruh
stakeholders did aerah, khususnya DPRD untuk tetap melanjutkan
program pendidikan gratis. Scalling-up ini juga sebagai upaya untuk
“mengikat” DPRD agar sebagai lembaga perwakilan rakyat turut
bertanggungjawab untuk memperjuangkan aspirasi yang berkembang
dimasyarakat. Bertanggung jawab untuk mengalokasikan anggaran
program pendidikan gartis serta sebagai upaya untuk menaikkan derajat
hierarkhi produk hukum pengaturan program pendidikan gratis yang
sebelumnya masih dalam bentuk perbup menjadi peraturan daerah.
Arah perubahan yang penting pula yang perlu dipersiapkan saat ini
adalah membangun sistem pendidikan gratis yang efektif, komprehensig
dan sistematis. Sehingga, jika sistem program pendidikan gratis telah
terbangun, maka diharapkan melalui sistem yang terbangun ini mampu
untuk menjaga/mengawal Bupati dan Wakil Bupati maupun DPRD untuk
mengikuti sistem tersebut. Untuk itupula, maka segala aspek regulasi
yang bersifat mengikat untuk kesempurnaan produk hukum—program
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 20
pendidikan gratis perlu dirumuskan dan ditetapkan sejak sekarang.
Dengan berbagai instrumen hukum yang mengikat itupula diharapkan
akan muncul komitmen dan politicall will yang sama Bupati dan Wakil
bupati di masa mendatang yang terpilih dengan Bupati yang ada saat ini.
7). Pendidikan Gratis Yang Bermutu Dimasa Mendatang
Sebagaian besar masyarakat mengakui, program pendidikan gratis
yang berlangsung saat ini telah membuka akses-- untuk dapat mengikuti
proses pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Pendidikan gratis,
telah mendorong motivasi dan memberikan asa baru—untuk mencapai
pendidikan yang tinggi.
Ketercapaian tujuan program pendidikan gratis pada aspek
ketersediaan dan keterjangkauan sudah cukup berhasil Indikasi ini
tercermin dari Angka Partisipasi Murni dan angka Partisipasi Kasar yang
terus mengalami perbaikan, disamping meningkatnya posisi Indeks
Pembangunan Masyarakat (IPM) KSB yang sebelumnya berada pada
posisi ke 7 dari 10 kabupaten/Kota di NTB naik menjadi peringkat ke 3.
Kedepan, , tujuan program pendidikan gratis diharapkan tidak lagi
sebatas pada ketersediaan akses melainkan harus merambah pada
peningkatan mutu/kualitas pendidikan karena mutu pendidikan yang
masih relative buruk.Memang, dikalangan masyarakat graaa roots
persoalan mutu pendidikan, bukan peroslan utama namun bukan berarti
hak warga miskin untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas harus
dibatasi dengan pendidikan gratis.
Masyarakat pada lapisan grass roots juga berharap program
pendidikan gratis dimasa mendatang, tidak lagi sebatas pada biaya
“pembebasan biaya” SPP, melainkan pula harus dapat menjangkau biaya
lainnya seperti ; biaya baju, buku, sepatu, transportasi dan sebagainya,
karena biaya inilah yang dirasakan masih mahal.
Atas dasar itulah, maka dimasa mendatang dibutuhkan adanya
reformulasi ulang terhadap sasaran kebijakan pemberian dana program
pendidikan gratis. formulasi kebijakan baru program pendidikan gratis
haruslah dapat mengutamakan terlebih dahulu kebutuhan dan
kepentingan masyarakat miskin.
Arah perubahan Yang dibutuhkan
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 21
Salah satu kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006
adalah tidak diaturnya mengenai standar pendidikan gratis. Persoalan
lainnya adalah rendahnya kapasitas dan profesionalisme guru, masih
terbatasanya sarana dan prasarana sekolah, dan faktor-faktor lainnya
yang menyebabkan mutu pendidikan rendah. Perubahan revisi perbup
diarahkan pada upaya perbaikan terhadap standar pendidikan dan dalam
pemberian pelayanan mengacu pada UU.No.25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Sedangkan terkait dengan jumlah dan alokasi
pemberian dana pendidikan yang tidak seragam perlu dilakukan kajian
dan diatur secara khusus dalam surat keputusan atau ketetapan tentang
besarnya proporsi anggaran bagi setiap peserta/siswa.
8). Rendahnya Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana
Pendidikan Gratis
Selama ini dana program pendidikan gratis untuk siswa, tidak
diberikan langsung kepada siswa melainkan kepada sekolah. Sejumlah
kalangan menilai bahwa pemberian dana ke sekolah potensial terjadi
penyimpangan, karena selama ini tidak ada keterbukaan informasi dan
pertanggungjawaban publik terhadap pengelolaan dana program
pendidikan gratis. Disamping itu, juga berpotensi terjadi manipulasi
terhadap jumlah data siswa. Terkait dengan itu, ada sebagian kecil
kalangan masyarakat yang menginginkan agar pemberian dana
pendidikan gratis diberikan secara langsung berupa uang tunai kepada
para penerima (siswa), dengan alasan dana tersebut adalah merupakan
hak penerima program, karena itu siswa atau orang tua siswalah yang
memiliki otoritas langsung untuk mengelolanya, bukan sekolah.
Keinginan sebagian kalangan ini, justeru banyak yang ditolak oleh
masyarakat, khususnya dari para tenaga pendidik. Mekanisme
pemberian dan pengelolaan dana langsung kepada masing-masing
sekolah sudah tepat, karena dengan langsung sekoolah yang menerima
dapat memberikan jaminan, dana pendidikan gratis yang diberikan oleh
pemerintah daerah sesuai peruntukkanya ; membebaskan biaya
operasinal siswa. Karena justeru, jika diberikan langsung dalam bentuk
uang tunai kepada masing-masing siswa/orang tua siswa/wali dapat
digunakan siswa/orang tua siswa/wali untuk keperluan belanja yang
lainnya sehingga siswa pada akhirnya terkendala untuk mambayar uang
sekolah.
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 22
Dari aspek pemberian dana pendidikan gratis kepada sekolah-
sekolah sudah cukup tepat. Persoalannya sekarang adalah bagaimana
pemerintah daerah, masyarakat dan DPRD dapat mendorong adanya
transparansi dan akuntabilitas dari masing-masing sekolah penerima
program pendidikan gratis, agar dana program pendidikan gratis dapat
diakses publik dan dipertanggungjawabkan serta tidak disalahgunakan.
Khususnya, terhadap sekolah swasta, karena pertanggungjawaban
sekolah swasta tergolong rendah dan pada sekolah swasta tidak ada
larangan khusus dari pemerintah daerah untuk menarik dana-dana dari
siswa atau orang tua siswa, sehingga dapat terjadi doubel acount
anggaran. Disatu sisi sekolah tersebut menerima program dana
pendidikan gratis, juga mereka menerima dana-dana dari siswa atau
orang tua murid melalui kebijakan di yayasan tersebut.
Arah Perubahan
Transparansi pengelolaan anggaran pendidikan di masing-masing
sekolah harus dibangun di masing-masing sekolah, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan atas program. Sekolah
harus membuka akses dan menyampaikan secara terbuka terhadap para
pemangku kepentingan yang ad di sekolah, seperti Komite Sekolah,
Dewan Pendidikan, orang tua siswa/wali, dan kepada siswa. Kegiatan
yang dilakukan misalnya dengan memasang papan informasi mengenai
dana program pendidikan gratis, mengundang para orang tua/wali untuk
mensosialisasikan anggaran yang diterima sekolah dari program
pendidikan gratis, mempublikasikan secara terbuka laporan penggunaan
anggaran pendidikan gratis dan lain sebagainya. Pertanggungjawaban
pengelolaan anggaran pendidikan gratis, tidak lagi sebatas penyampaian
pelaporan sekolah kepada Dinas, melainkan pertanggungjawaban harus
pula disampaikan kepada Komite Sekolah, Dewan Pendidikan dan para
orang tua/wali siswa.
9). Menurunnya Partisipasi dan Tanggung Jawab Orang Tua/Wali
dan Siswa
Salah satu masalah yang muncul sejak diberlakukannya program
pendidikan gratis adalah adanya kecendrungan menurunnya partisipasi
dan tanggungjawab orang tua/wali siswa dalam memotivasi, mengawasi
dan membina anaknya (siswa), bahkan sebagian orang tua, semakin
kurang peduli terhadap perkembangan dan kemajuan siswa. Mereka
merasa oleh karena sekolah sudah gratis, maka berarti tanggungjawab
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 23
orang tua terhadap pembiayaan sekolah sudah menjadi tanggung jawab
pemerintah, karena sudah menjadi tanggungjawab pemerintah, maka
kewajiban orang tua sudah tidak ada lagi, dan karena itu pula, jika ada
anak siswa yang tidak naik kelas atau malas belajar tidak ada implikasinya
terhadap orang tua/wali, karena orang tua tidak dirugikan, toh meskipun
tidak naik kelas atau malas belajar dana pendidikan gratis tetap berjalan
dan siswa tetap menerima program pendidikan gratis.
Dampak dari minimnya partisipasi dan tanggungjawab orang tua
terhadap siswa berpengaruh terhadap beban tugas dan fungsi para
tenaga pendidik yang semakin meningkat, para tenaga pendidik, pada
akhirnya harus membuat sejumlah kebijakan yang lebih kreatif dan ketat
dalam pengawasan dan pembinaan siswa agar para siswa yang ada di
masing-masing sekolah tetap menjalankan proses pembelajaran di
sekolah dengan baik. Disamping , motivasi dan tanggungjawab dari para
siswa itu sendiri yang juga cenderung menurun.
Ada beberapa faktor munculnya masalah di atas ; pertama,
karena kurangnya pemahaman orang tua dan siswa terhadap tujuan
program pendidikan gratis, bahkan siswa rata-rata belum tahu dan
pernah membaca Perbup Nomor 11 Tahun 2006 (khususnya siswa SMP
dan SMA). Sehingga sebagian siswa salah mensalahtafsirkan semangat
dan tujuan dari program pendidikan gratis. Sehingga program
pendidikan gratis, dimaknai sebagai hilangnya beban dan tanggungjawab
mereka sebagai siswa kepada orang tua, guru dan sekolah—mereka
merasa tidak perlu lagi untuk terus belajar dan meningkatkan
prestasinya. Karena toh, jikalaupun pada akhirnya mereka gagal, orang
tua mereka tidak dirugikan karena tidak ada biaya yang dikeluarkan,
segala tanggungjawab kembali kepada sekolah dan pemerintah daerah.
Arah Perubahan
Salah satu penyebab masalah di atas adalah karena di dalam
Perbup Nomor 11 Tahun 2006 tidak mengatur pembatasan waktu dan
jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk membiaya
siswa di masing-masing jenjang, misalnya ; terkait dengan jenjang
pendidikan di SMP adalah 3 tahun. Disamping itu adalah tidak adanya
sanksi kepada siswa atau orang tua, misalnya sanksi berupa “pemutusan”
dana bantuan pendidikan gratis apanila siswa/anak tersebut tidak naik
kelas atau malas atau melanggar peraturan tata tertib yang ada di sekolah.
Ketiadaan mekanisme tersebut menjadi salah satu pemicu minimnya
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 24
tingkat partisipasi dan tanggung jawab orang tua/wali murid untuk
mendukung upaya pencapaian program pendidikan gratis, termasuk
peningkatan mutu/kualitas pendidikan.
Oleh sebab itu, maka dalam revisi Perbup saat ini perlu
dirumuskan adanya ketentuan pembatasan waktu dan jumlah
pembiayaan pada setiap jenjang pendidikan serta sanksi terhadap siswa.
Pembatsan waktu disesuaikan dengan masa jenjang pendidikan yang
harus ditempuh, jika pendidikan SMP atau SMA, normalnya ditempuh
selama 3 tahun, maka selama hanya 3 tahun itulah kewajiban pembiayaan
pendidikan yang ditanggung pemerintah daerah dalam program
pendidikan gratis. Sedangkan terkait dengan sanksi adalah berupa
pemutusan atau pencabutan pemberian dana program pendidikan gratis,
misalnya apabila masa poendidikan SMA adalah 3 tahun, kemudian
ternyata ditempuh oleh siswa bersangkutan selama 5 tahun, maka 2 tahun
kelebih masa waktu tersebut pembiayaannya menjadi tanggung jawab
orang tua/wali siswa bersangkutan.
Kedua pemerintah daerah melalui sekolah-sekolah perlu
meningkatkan sosialiasi terhadap program pendidikan gratis. Sosialiasi
tersebut, bukan hanya ditujukan kepada Komite Sekolah atau Orang
Tua/Wali siswa, melainkan pula harus ditujukan langsung kepada para
siswa penerima program pendidikan gratis khususnya kepada siswa
SMP/Tsanawiyah dan SMA/SMK/Aliyah agar para siswa dapat
memahami secara komprehensif terhadap program pendidikan gratis,
dan mereka dapat berpartiispasi dan bertanggungjawab pula terhadap
keberhasilan pelaksanaan program pendidikan gratis, karena
keberhasilan program pendidikan gratis tergantung pula dari tingkat
partisipasi siswa terhadap program.
10). Masih Terbatasnya Sarana dan Prasana Pendukung Sekolah
Untuk Melahirkan Pendidikan Gratis Yang bermutu
Persoalan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan untuk
dapat menunjang pendidikan gratis yang berkualitas dirasakan masih
menjadi kendala yang dihadapai oleh sebagaian besar sekolah dari
seluruh jenjang satuan pendidikan, mulai dari TK s.d. SMA/sederajat.
Karena program pendidikan gratis yang diberikan oleh Pemerintah
daerah terbatas pada subsidi untuk biaya operasional pendidikan di
masing-masing sekolah. Dukungan tersebut dirasakan sekolah belum
cukup untuk dapat pendidikan yang berkualitas. Beberapa permasalahan
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 25
yang banyak ditemukan di masing-masing sekolah adalah terkait dengan
sarana dan prasana alat peraga, alat bermain, laboratorium,
perpustakaan, komputer dan sarana pendukung lainnya.
Bahkan, sekolah yang sedang menuju pada sekolah standar
nasional, seperti SMAN I Taliwang dan SMPN I Taliwang, sarana dan
prasarana disekolah tersebut belum memenuhi standar yang
dipersyaratkan sebagai standar sekolah nasional. Sarana dan prasarana
yang dirasakan belum belum cukup mendukung dan memadai antara lain
seperti fasilitas komputer yang masih terbatas begitupun dengan fasilitas
laboratorium IPA dan IPS yang belum memenuhi standar sekolah
nasional.
Arah perubahan
Peningkatan sarana dan prasarana merupakan masalah klasik yang
masih menjadi kendala dalam upaya peningkatan mutu/kualitas
pendidikan. Dalam rangka peningkatan mutu, selain memberikan dana
program operasional sekolah melalui program pendidikan gratis,
pemerintah daerah perlu mengalokasikan secara khusus dana
peningkatan sarana dan prasarana sekolah dan mendukung sekolah-
sekolah yang sedang menuju pada standar pendidikan nasional. Sekolah
standar nasional dibutuhkan sebagai percontohan sekolah di KSB—
mendorong sekolah-sekolah untuk menuju pada sekolah standar nasional
dan pada akhirnya sekolah standar internasional.
11). Perencanaan dan Pembiayaan Program bersifat Top Down
Menghambat Kreatifitas Pengembangan Sekolah
Penyusunan program dan kegiatan sekolah sangat tergantung dari
pagu yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan.
Sekolah harus menyesuaikan dengan anggaran yang ditetapkan dan
program maupun kegiatan sekolah pada akhirnya menyesuaikan dengan
anggaran yang telah dialokasikan oleh masing-masing sekolah.
Perencanaan kegiatan/program sekolah pada akhirnya banyak yang
terhambat atau tidak dapat dilaksanakan oleh masing-masing sekolah
secara efektif, karena secara prinsipil perencanaan program dan kegiatan
masing-masing sekolah tidak berdasarkan pada kebutuhan, potensi, dan
karakteristik yang dimiliki masing-masing sekolah. Pada dasarnya banyak
sekolah yang telah memiliki rencana strategis, visi dan misi serta agenda-
agenda program yang harus dilaksanakan oleh sekolah, namun menjadi
terhambat pengembangnnya karena alokasi anggaran yang diberikan
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 26
terbatas, item jenis kegiatan yang dapat dibiayai oleh pemerintah sudha
ditetapkan.
Aspek perencanaan program dan anggaran pendidikan di masing-
masing sekolah oleh sebagian besar tenaga pendidik di masing-masing
sekolah menilai penyusunan program dan anggaran pendidikan gratis
yang berlangsung selama ini lebih bersifat top down, anggaran
pendidikan untuk masing-masing sekolah telah ditetapkan oleh Dinas
Pendidikan, dan sekolah hanya menyesuaikan dengan kebijakan dari atas.
Oleh sebab itu, sangat sulit bagi sekolah untuk dapat mengembangkan
program pengembangan disekolahnya, terlebih lagi untuk program
peningkatan mutu atau kualitas pendidikan di masing-masing sekolah.
Karena jenis program dan kegiatan dimasing-masing sekolah yang harus
disesaikan dengan rincian atau item anggaran yang telah ditetapkan oleh
Dinas Pendidikan.
Arah perubahan
Perencanaan strategis atau renstra masing-masing sekolah perlu
untuk dikembangkan di masing-masing sekolah. Renstra menjadi
kerangka acuan bagi sekolah dan Dinas Pendidikan untuk menyusun
program dan kegiatan tahunan. Pola pendekatan penyusunan anggaran
untuk program pendidikan gratis perlu disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing sekolah. Pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) perlu
untuk melibatkan sekolah-sekolah dalam proses penyusunan anggaran,
termasuk melibatkan Dewan Pendidikan Daerah. Kajian dan evaluasi
terhadap kebutuhan masing-masing sekolah harus terus dilakukan untuk
memastikan tingkat perkembangan dan kemajuan masing-masing
sekolah. Disamping itu, sebelum menetapkan dan memberikan alokasi
anggaran kepada masing-masing sekolah Dinas Pendidikan perlu
melakukan verifikasi terhadap usulan program dan kegiatan yang
diajukan oleh masing-masing sekolah. Kebijakan alokasi anggaran untuk
operasional sekolah melalui program pendidikan gratis dapat
diberlakukan secara seragam, namun untuk pengembangan masing-
masing sekolah, pemerintah daerah perlu mempersiapkan dana khusus
yang dialokasikan untuk pengembangan sekolah—berdasarkan rencana
strategis yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. Sehingga proporsi
anggaran untuk operasional masing-masing sekolah tidak ditentukan
semata atas dasar indikator/variabel jumlah siswa yang terdaftar di
masing-masing sekolah, melainkan pula didasarkan atas basis kinerja—
yang tertuang dalam rencana strategis masing-masing sekolah, sehingga
dengan kebijakan model ini diharapkan sekolah juga menjadi kreatif
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 27
dalam mengembangkan sekolahnya. Tidak tergantung dari kebijakan dan
anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah.
12). Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis Untuk Semua
Sekolah Memicu Pelaku Usaha Pendidikan Untuk Mendirikan
Sekolah-Sekolah Baru.
Kebijakan pemberian dana program pendidikan gratis yang
berlaku saat ini adalah diberikan kepada seluruh siswa TK s.d. SMA dan
sederajat, baik swasta maupun sekolah negeri dan berlakupula pada
seluruh siswa, baik yang miskin maupun siswa kaya. Tidak ada
pembedaan, seluruh warga KSB memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan gratis.
Dalam implementasinya pendekatan sasaran pemberian dana
dengan cara seperti ini telah melahirkan persoalan antara lain adalah ;
pertama, adanya kecendrungan munculnya sekolah-sekolah swasta baru,
mulai dari tingkat PAUD hingga tingkat SMA sederajat, kemunculan
sekolah-sekolah baru ini banyak yang motivasinya lebih kepada
kepentingan usaha ‘bisnis pendidikan”. Bagi sejumlah pelaku usaha,
dengan adanya program pendidikan gratis yang berlaku secara
menyeluruh dipandang sebagai sebuah peluang atau bisnis baru yang
relatif cukup menguntungkan. Situasi ini, kemudian dimanfaatkan
dengan cara mendirikan sekolah, karena dengan sekolah baru itu, maka
sekolah tersebut dapat menerima siswa, dan dengan menerima siswa itu
maka akan memperoleh dana program pendidikan gratis. Fenomena
kecendrungan ini dapat menjadi masukan atau isyarat penting bagi
pemerintah daerah dalam rangka mengantisipasi terjadinya “ledakan
atau lonjakan” jumlah dan jenis sekolah baru di Kabupaten Sumbawa
Barat, karena memiliki konsekuensi terhadap anggaran daerah,
berpotensi anggaran pendidikan akan semakin meningkat dan semakin
banyak “tersedot” untuk mensubsidi sekolah-sekolah tersebut.
Arah perubahan
Munculnya sekolah-sekolah baru disatu sisi cukup membantu
pemerintah daerah dalam meningkatkan ketersediaan (akses) pendidikan
bagi masyarakat, namun disilain juga menjadi beban baru bagi
pemeirntah daerah karena pemerintah daerah harus pula mengalokasikan
anggaran untuk sekolah tersebut. Pemerintah daerah juga tidak bisa atau
boleh melarang orang atau Badan Hukum yang mendirikan sekolah
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 28
karena bagian dari partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Dilema
ini menjadi tantangan tersedniri yang dihadapi pemerintah daerah dalam
program pendidikan gratis.
Munculnya sekolah baru yang kemudian memperoleh dana
program pendidikan gratis salah satu penyebabnya adalah ketiadaan
aturan yang jelas dalam peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 mengenai
kualifikasi dan persyaratan sekolah penrima program pendidikan gratis.
Disamping minimnya verifikasi dan pengawasan. Kehadiran sekolah baru
juga banyak menimbulkan masalah baru dalam masyarakat, karena
banyak sekolah baru yang tidak dilengkapi dengan kelengkapan dokumen
perizinan yang memadai. Bahkan, terdapat sejumlah sekolah yang belum
memiliki legal standing yang jelas, namun pemerintah telah memberikan
dana untuk sekolah tersebut. Kondisi inipula yang menyebabkan dari
hasil pemeriksaan BPK menemukan sejumlah temuan-temuan yang
dinilai ebagai kesalahan.
Untuk itu, maka pemerintah daerah perlu untuk melakukan
perbaikan terhadap aturan main yang dijalankan dalam program
pendidikan gratis dan perlu melakukan ; pertama, evaluasi terhadap
keberadaan dan kinerja sekolah-sekolah baru diseluruh tingkatan mulai
dari PAUD hingga SMA sederajat khususnya terhadap sekolah swasta
untuk dapat memastikan apakah sekolah yang didirikan tersebut telah
memenuhi persyaratan dan kelayakan untuk menyelenggarakan
pendidikan, baik sarana dan prasarana, tenaga pendidik, legalitas sekolah
dan sebagainya.
Kedua, pemerintah daerah perlu untuk menyusun kriteria dan
persyaratan, mekanisme tata kelola dana pendidikan gratis, hak maupun
kewajiban, akuntabilitas penggunaan dana dan lain sebagainya kepada
masing-masing sekolah yang akan menerima dana pendidikan gratis,
kualifiasi sekolah yang layak dan tidak layak untuk menerima dana
pendidikan gratis perlu pula dirumuskan oleh pemerintah daerah
khususnya terhadap sekolah swasta, sehingga tidak semua sekolah
swasta, khususnya yang tidak layak untuk menerima dana pendidikan
gratis untuk menerima anggaran dari APBD daerah. Oleh sebab itu maka,
arah perubahan yang dituju dari adanya Revisi Peraturan Bupati Nomor
11 Tahun 2006 adalah diarahkan pada upaya untuk mengatasi beberapa
permasalahan diatas.
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 29
13). Terjadi Disparitas Antara Sekolah Maju (Pavorit) Dengan
Sekolah Pinggiran (Tertinggal)
Disparitas antara sekolah maju dengan sekolah pinggiran
sesungguhnya terjadi bukan hanya pada masa sekarang atau sejak
program pendidikan gratis diberlakukan. Sebelumnya, diparitas antar
sekolah antara sekolah pavorit dengan sekolah pinggiran pun telah
terjadi. Namun, kondisi disparitas antara sekolah maju dengan sekolah
pinggiran semakin cenderung meningkat sejak diberlakukannya program
pendidikan gratis. Salah satu penyebab pemicu terjadinya kesenjangan
yang semakin jauh ini dikarenakan kebijakan program pemberian dana
pendidikan gratis menjadikan indikator atau variabel jumlah siswa
yangterdaftar disekolah menjadi salah satu variabel yang menentukan
besarnya jumlah anggaran operasional untuk masing-masing sekolah.
Kebijakan ini ternyata memiliki konsekuensi sekolah pavorit
(maju) semakin maju karena memiliki jumlah murid dan kelas yang
semakin meningkat dan anggaran yang semakin besar. Sebaliknya,
sekolah yang tertinggal, terlebih lagi sekolah baru berdiri yang
notabennya bukan sekolah pavorit cenderung akan menerima jumlah
siswa/murid dan kelas yang semakin minim sehingga anggaran program
pendidikan gratis yang diterima oleh sekolah itupun semakin terbatas.
Oleh karena, anggaran operasional yang dimiliki sekolah tertinggal sangat
terbatas, maka sulit bagi sekolah tersebut untuk dapat mengembangkan
dan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, hanya sekolah baru
tertentu saja yang berhasil dari ‘kemelut krisis” ini yang berhasil keluar
dari masalah dan berhasil mejadi sekolah pavorit, itupun sangat terbtas
jumlahnya. Minimnya anggaran yang diterima oleh sekolah tertinggal jika
terus menerus berlangsung sepanjang tahun, maka dapat dipastikan
sekolah tersebut akan mengalami “kebangkrutan” karena ketiadaan
peserta didik dan anggaran operasional sekolah.
Arah perubahan
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah daerah perlu
untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut diarahkan pada
bagaimana pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan sekolah
tertinggal dan memberikan kebijakan dan anggaran khusus bagi sekolah
tertinggal. Pemerintah juga harus melakukan evaluasi terhadap sistem
proporsi anggaran pada masing-masing sekolah, variabel jumlah murid
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 30
perlu dipertimbangkan kembali penggunaannya terhadap sekolah
tertinggal. Harus ada variabel tertentu yang digunakan oleh pemerintah,
seperti misalnya variabel sekolah tertinggal sebagai penilaian dan
pertimbangan khusus yang dijadikan dasar untuk menentukan besarnya
biaya tambahan operasional bagi sekolah tertinggal. Karena secara
prinsipil, dalam penyelenggaraan pendidikan biaya operasional yang
harus dikeluarkan sekolah relatif sama antar sekolah tertinggal dengan
sekolah maju. Misalnya, alat tulis mengajar yang dibutuhkan untuk
melaksanakn pendidikan di sekolah.
Arah perubahan kebijakan pendidikan yang dibutuhkan dimasa
mendatang adalah bagaimana kebijakan program pendidikan gratis
mampu mengurangi terjadinya disparitas antar sekolah. Sekolah negeri
atau milik pemerintah khususnya, dapat berkembang maju secara
bersama-sama dan dapat meningkatkan mutu dan kualitasnya, serta
distribusi siswa yang merata di masing-masing sekolah, sehingga tidak
terjadi penumpukan murid dan guru pada sekolah tertentu. program
bantuan atau stimulus bagi sekolah tertinggal perlu untuk ditingkatkan
dimasa mendatang. Oleh sebab itu, arah revisi kebijakan yang ditempuh
didorong pada upaya untuk mengtasi problem disparitas antar sekolah.
14). Keterlambatan Pengucuran Anggaran ke Sekolah
Persoalan mendasar dan merupakan persoalan yang cukup krusial
dari penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah ketiadaan
singkroninasi APBD dengan kalender pendidikan. Dua kebijakan ini,
mekanisme APBD dan Kalender Pendidikan adalah merupakan kebijakan
ditingkat pusat, yang sulit bagi daerah untuk menerobosnya. Sejak
program pendidikan gratis diberlakukan keluhan sekaligus masalah yang
banyak menjadi sorotan dari Kepala Sekolah dan Para Guru adalah terkait
dengan waktu pencairan/pengeluaran anggaran program karena antara
waktu pengeluaran anggaran dengan kalender pendidikan yang berbeda.
Hampir seluruh sekolah, baik PAUD, TK, SMP, maupun SMA/sederajat
mengalami kendala untuk menyesuaikan kebutuahan anggaran sekolah
dengan waktu pencairan anggaran.
Sebagaimana dimafhum dalam mekanisme penyusunan dan
pembahasan APBD KSB selama ini baru dapat ditetapkan pada bulan
febuari s.d. april. Sementara itu, dalam kalender pendidikan, pada bulan
januari s.d. bulan april sekolah sedang menhadapi persiapan ujian
nasional mapun ujian sekolah. Aktifitas kegiatan sekolah pada bulan ini
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 31
(januari s.d. april) begitu tinggi, dan seiring dengan itupula sekolah
membutuhkan anggaran yang memadai. Sementara itu, pada masa ini
APBD umumnya masih dalam tahap pembahasan. APBD baru dapat
dicairkan untuk program pendidikan gratis pada bulan mei bahkan bulan
juni. Akibatnya, waktu pencairan anggaran tidak sesuai dengan waktu dan
kebutuhan masing-masing sekolah.
Persoalan lainnya yang menjadi masalah adalah masa tenggang
waktu ketika proses APBD dibahas antar DPRD dengan Pemerintah
Daerah, sekolah harus “menunggu”, dan pada masa menunggu penetapan
dan pencairan APBD inilah sebagian besar sekolah mengalami kendala
dalam melaksanakan berbagai kegiatan, karena ketiadaan dana
operasional. Padahal, disisilain sekolah dituntut untuk terus melakukan
proses belajar-mengajar, tanpa terganggu dengan pembahasan APBD.
Untuk menjaga agar proses belajar-mengajar tetap berjalan efektif,
sejumlah Kepala Sekolah, akhirnya terpaksa untuk mengisi “kekosongan”
biaya operasional sekolah, mencari pinjaman atau “berhutang” kepada
pihak tertentu. Keresahan dialami pula oleh para guru khususnya para
guru yang berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) maupun Guru
Kontrak Daerah (GKD) pada masa tenggang waktu ini, mereka harus
“berpuasa” karena tidak ada gaji atau honor untuk mereka. Padahal,
mereka harus tetap menjalankan aktifitas dan tugasnya mengajar, bagi
guru GTT dan GKD yang jaraknya jauh dari sekolah mereka harus
mengeluarkan biaya transportasi setiap hari, dan lebih parahnya lagi
adalah GTT dan GKD yang statusnya tidak memiliki rumah atau
mengontrak, mereka selain harus mengeluarkan biaya transportasi juga
harus mengeluarkan uang bulanan kos-kosan. Situasi ini cukup
memprihatinkan dan tentu dapat berdampak pada proses pembelajaran
di sekolah.
Arah perubahan
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka perlu dirumuskan
formulasi kebijakan agar dana program pendidikan gratis dengan
kalender pendidikan berjalan sinergis. Namun, oleh karena kedua
kebijakan ini adalah merupakan kebijakan yang berlaku secara umum di
tingkat pusat dan telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sulit bagi
Pemerintah Daerah untuk dapat merubahnya. Untuk itu, maka harus ada
kebijaksaan atau sebuah terobosan inovatif baru dari daerah. Terobosan
inovatif tersebut, misalnya adalah dengan cara membuat kebijakan
semacam “dana cadangan” atau “DANA ABADI SEKOLAH” untuk
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 32
masing-masing sekolah agar pada masa tenggang waktu pembahasan
APBD, proses belajar mengajar atau operasional sekolah tidak terganggu.
Dana Abadi Sekolah adalah Dana yang diberikan oleh Pemerintah
untuk masing-masing sekolah. Dana Abadi Sekolah ini semacam deposito
yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. Jumlahnya bervariasi sesuai
dengan kebutuhan operasional masing-masing jenjang sekolah. Misalnya
untuk sekolah SMA adalah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta)/tahun.
Dana ini diperuntukkan sebagai dana “cadangan” digunakan pada saat
APBD belum dicairkan kepada masing-masing sekolah, setelah APBD
ditetapkan dan diberikan kepada masing-masing sekolah, maka dana
yang terpakai dari Dana Abadi Sekolah ini diganti kembali sesuai dengan
jumlah yang dikeluarkan pada tahun tersebut. Sumber dari Dana Abadi
Sekolah ini adalah berasal dari APBD. Dan dapat pula ditarik dari
sumbangan pihak ketiga dan orang tua/siswa.
15). Larangan Pungutan Tidak Dibarengi dengan Dukungan
Anggaran Yang Memadai Untuk Sekolah
Alokasi anggaran yang diberikan per siswa dari Pemda selama ini
ternyata tidak cukup untuk membangun pendidikan yang bermutu,
bahkan selama ini dari anggaran yang dialokasikan pertahun oleh Pemda
kepada masing-masing sekolah—banyak sekolah yang tidak mampu
membiayai operasional sekolahnya. Cerita tentang sejumlah kepala
sekolah yang berhutang ke “tetangga” karena anggaran sekolah tidak
cukup bukan cerita belaka. Adalah sebuah fakta lapangan yang banyak
ditemukan dan dikeluhkan sejumlah kepala sekolah mulai dari TK hingga
Sekolah Tinggi.
Dilapangan ditemukan pula ternyata tidak seluruhnya masyarakat
menolak jika ada kebijakan dari sekolah untuk memungut biaya
kegiatan/program sekolah dalan rangka peningkatan kualitas pendidikan.
Misalnya, pungutan untuk biaya pembelian fasilitas komputer siswa,
penyediaan buku-buku perpustakaan sekolah, atau kegiatan tambahan
mengajar (les) dari para guru. Beberapa orang tua/wali murid yang
memiliki kelebihan secara ekonomis, ternyata banyak pula yang tidak
keberatan jika pungutan sekolah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Bahkan, banyak diantara para orang tua/siswa yang
menginginkan untuk memberikan konstribusi langsung terhadap
peningkatan mutu pendidikan disekolah. Keinginan sejumlah warga
masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian serta kemampuan
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 33
ekonomis ini tentu harus diberikan apresiasi oleh pemerintah daerah dan
sekolah.
Arah perubahan
Potensi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan
sekolah. Misalnya melalui penggalangan dan penyaluran Dana Abadi
Sekolah (DAS). DAS ini dapat menjadi sarana atau wahana untuk
penggalangan dana partisipasi masyarakat, termasuk para alumni sekolah
yang bersangkutan yang memiliki kepedulian terhadap peningkattan
mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Secara kelembagaan,
kegiatan ini dapat dilakukan oleh Komite Sekolah di masing-masing
sekolah. Sehingga, keberadaan dan peran Komite Sekolah tetap dapat
berjalan dan tidak ternegasikan dengan adanya program pendidikan
gratis—partisipasi komite sekolah justeru semakin minim.
16). Profesionalisme Guru Rendah Melahirkan Mutu Pendidikan
Gratis Yang Buruk
Pfofesionalisme guru memiliki peran yang sangat strategis dalam
menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk memperoleh guru
yang profesional tentu dimulai sejak proses rekrutmen Pegawai Negeri
Sipil. Seleksi dan Ujian yang dilakukan dalam penjaringan guru selain
mengacu pada ketentuan standar umum, perlu dilakukan uji kompetensi.
Uji kompetensi tersebut terkait dengan program studi yang akan
diajar/dilamar. Jika lowongan CPNS guru bahasa inggris, maka peserta
calon pegawai negeri sipil tersebut harus diuji kemampuannya secara
langsung dengan program bahasa inggris, termasuk kemampuan untuk
mengajar. Karena dari hasil evaluasi, masih banyak guru yang setelah
lulus menjadi PNS-Guru ternyata tidak memiliki kapasitas untuk
mengajar. Bahkan, banyak yang tidak mampu berbicara dihadapan siswa.
Di beberapa sekolah saat ini banyak ditemukan pula pegawai
negeri, yang sesungguhnya tidak memiliki background atau basic untuk
mengajar atau berasal dari program studi keguruan dan ilmu pendidikan,
sebagian besar adalah berasal dari akta IV (mengajar). Sehingga ada guru
yang basic pendidikannya adalah Sarjana Pertanian, kemudian mengajar
fisika dan kimia. Padahal, dari aspek kemampuan dan keilmuan yang
dimiliknya dengan program studi yang diajarkan tidak memiliki korelasi
dan kompetensi. Beberapa kasus lainnya adalah Guru yang hanya
berpendidikan SMA mengajar di Sekolah Dasar dan diangkat menjadi
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 34
Pegawai Negeri Sipil, bahkan ada tenaga administrasi yang merangkap
pula sebagai guru dan sebagainya.
Letak persoalan sesungguhnya bukan karena keterbatasan jumlah
guru yang memiliki kompetensi karena sebenarnya banyak guru di KSB
yang memiliki kompetensi di GTT atau GKD, namun karena kesempatan
yang dimiliki sangat terbatas, tidak ada akses dan jaringan ke tingkat
kekuasaan, akhirnya mereka tersingkirkan dari proses seleksi CPNS.
Rentannya praktek kolusi dan nepotisme dalam rekrutmen pegawai
diyakni banyak kelangan sebagai masalah besar yang menyebabkan
minimnya mutu pendidikan. Disamping itu upaya program untuk
peningkatan kapasitas para tenaga pendidik di sekolah masih sangat
minim.
Arah Perubahan
Beranjak dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan
perubahan terhadap sistem rekrutmen guru, perlu ada tambahan materi
dalam seleksi guru, yakni melakukan uji dan fit and propertes guru, untuk
memastikan bahwa calon PNS guru tersebut benar-benar memiliki
kelayakan dan kompetensi untuk mengajar, karena nasib pendidikan
tersebut sangat tergantung dari para guru. Uji kalayakan tersebut harus
dilakukan secara terbuka dan independen serta mengkedepankan
obyektivitas.
Pemerintah daerah juga perlu untuk melakukan evaluasi secara
khusus dan menyelruh terhadap para tenaga pendidik yang ada saat ini,
khususnya adalah para guru PNS dan Guru PNS yang telah memiliki
sertifikasi, apakah dengan sertifikasi yang telah dimilikinya saat ini
mencerminkan kapasitas, integritas dan profesional mengajar yang cukup
memadai ataukah sebaliknya. Disamping, melakulan peningkatan
kapasitas kepada para guru di masing-masing sekolah, khususnya guru
yang mengajar di sekolah tertinggal, perlu untuk mendapatkan perhatian
dan pengembangan program kapasitas guru agar sekolah tersebut dapat
sejajar dengan sekolah lainnya yang telah lebih dahulu maju. Sanksi
terhadap para birokrat yang melakukan KKN dalam praktek rekrutmen
CPNS guru juga perlu diberikan sanksi yang lebih berat—karena dampak
yang ditimbulkan dari praktek tersebut adalah terhadap para generasi
KSB dimasa mendatang, mereka diajar oleh para guru yang tidak
memiliki komptensi atau berkualitas.
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 35
17). Pendidikan Bukan Sekedar Akses Tapai Harus Menjangkau
Mutu Pendidikan Yang Lebih Baik
Dari aspek pencapaian tujuan program, secara umum program
pendidikan gratis telah menunjukkan adanya perkembangan kemajauan
pencapaian. Hal ini tercermin dari meningkatkan APK (Angka Partisipasi
Kasar) dan Angka Partisipasi Murni (APM) dalam bidang pendidikan
yang terus mengalamai peningkatan dari tahun ketahun, begitupun
dengan tujuan meringankan biaya pendidikan, dan penguarangan
terhadap angka putus sekolah. Mengalami kemjuan yang signifikan sejak
diberlakukannya pendidikan gratis.
Agenda yang masih mendapat sorotan dan kritikan adalah pada
aspek mutu/kualitas pendidikan. Untuk itu, maka pada periode
pembangunan pendidikan di KSB selanjutnya yang perlu untuk mendapat
perhatian sekaligus perubahan yang harus dituju adalah pada
peningkatan mutu pendidikan. Standar Pendidikan Nasional perlu untuk
didorong dan diberlakukan pada sejumlah sekolah yang ada di KSB.
18). Buruknya Perbup dan Pentingnya Advokasi Kebijakan
Pendidikan Gratis
Berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan
program pendidikan gratis sebagaimana di atas tidak lepas dari lemahnya
regulasi yang mengatur tentang program pendidikan gratis. bahkan
sejumlah materi dalam regulasi tidak dapat berjalan efektif sebagaimana
mestinya. Beberapa substansi yang kurang efektif berjalan adalah sebagai
berikut ;
Pertama, aspek persyaratan penerima program. Secara konseptual
program pendidikan gratis dihubungkan pula dengan program gerakan
sejuta pohon atau dikenal dengan GSP3. Akan tetapi, Gerakan Sejuta
Pohon sampai hari ini belum jelas konsepsi maupun implementasinya,
serta korelasi positif antara GSP dengan Program Pendidikan Gratis.
Dinas pendidikan sebagai leading sektor pelaksana program
pendidikan gratis dan Dinas Kehutanan, Pertanian, dan Ketahanan
Pangan sebagai leading sektor dari program berjalan sendiri-sendiri,
kurangnya koordinasi dan harmoniasasi program antara Dinas
Pendidikan dan Dinas Kehutanan juga menjadi kendala. Disamping
3 GSP ditetapkan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 10 Tahun 2006
Tentang Gerakan Sejuta Pohon di Kabupaten Sumbawa Barat, Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006.
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 36
kendala terkait petunjuk pelaksana dan teknis pejabaran atas kebijakan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitupun dalam aspek evaluasi
program pendidikan dan kesehatan gratis, dalam konsep Perbup Nomor
11 Tahun 2006 dalam pasal 23 ayat (2) dikatakan bahwa evaluasi
pelaksanaan program dikaitkan dengan Gerakan Penanaman Sejuta
Pohon, dilaksanakan oleh Dinas (Pendidikan-red) bersama-sama dengan
Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan. Tidak
ada penjabaran lebih lanjut atau ketentuan lebih lanjut mengenai materi
apasajakah yang dievaluasi oleh masing-masing pihak, cakupan dan
lingkup evaluasi, indikator keberhasilan program, maupun korealasi
antara program GSP dan Program Pendidikan Gratis. Dua program
tersebut memiliki maisntream dan sesungguhnya semangat yang
berbeda. GSP sesungguhnya adalah sebuah program nasional yang
berlangsung pada tahun 2004, era pemerintahan megawati—sebagai
bentuk respons pemerintah pusat atas kesepakatan dengan para donor
asing terkait dengan upaya antisipasi pemanasan global dan perubahan
iklim yang kemudian diadopsi oleh daerah. Sejauh ini belum terlihat ada
keterpaduan antara kedua program tersebut.
Dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006 pasal 23 secara eksplitit
menyebutkan mengenai syarat penerima beasiswa. Bunyi pasal 23 adalah
sebagai berikut “Peserta Belajar yang dapat menerima bantuan
pendidikan dari Program adalah siswa yang terdaftar disekolahnya
masing-masing dan atau telah mempunyai sertifikat GSP”. Dalam
rumusan pasal ini, secara implisit, mencerminkan ada dua syarat dan dua
otoritas lembaga yang memiliki kewenangan untuk menentukan peserta
penerima program, yakni ; Dinas Pendidikan dengan syarat siswa yang
terdafat di sekolah dan Dinas Kehuatanan, Pertanian, perkebunan dan
Ketahanan Pangan dengan GSP. Ketidakjelasan rumusan ini, bukan
hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga dapat membingungkan
implementing agency dari pembuat dan pelaksana aturan itu sendiri.
Kedua, kekaburan rumusan dalan perbup Nomor 11 tahun 2006
tercermin pula dalam pengaturan mengenai pemantauan. Dalam pasal 25
ayat (1) dikatakan bahwa pihak-pihak terkaitpsimaksud dalam pasal 4
wajib melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program. Ayat (2)
hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Bupati, Dinas, Tim dan lainnya guna keberhasilan Program.
Dalam rumusan ini jelas bahwa Perbup memerintahkan kepada
pihak-pihak terkait yang meliputi ;
a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora);
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 37
b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
c. Badan Pengeloa Keuangan Aset Daerah (BPKAD)
d. Inspektorat Daerah;
e. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan
(DISHUPPTAN)
f. Dewan Pendidikan;
g. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM);
h. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olahraga;
i. Sekolah/Madrasah;
j. Guru;
k. Camat;
l. Kepala Desa;
m. Orang Tua/wali Siswa dan;
n. Komite Sekolah
Untuk melakukan pemantauan terhadap program pendidikan
gratis. oleh karena perintah dalam pasal 25 adalah merupakan wajib atau
suatu keharusan, maka tentu secara hukum memiliki konsekeunsi jika
dilaksanakan akan memperoleh sanksi. Namun, perintah dalam pasal 25
tersebut tidak dibarengi dengan pengaturan terhadap sanksi. Sehingga
perintah keharusan untuk bertindak sesuai dengan pasal 25 ayat (1) tidak
memiliki kekuatan apapun karena ketiadaan atas sanksi.
Begitupun terkait dengan tugas pemantauan, oleh karena dalam
ketentuan peraturan tersebut (pasal 25 ayat 1) merupakan sebuah
keharusan untuk bertindak atau dijalankan, maka seyogyanya
implementing agency merumuskan secara jelas apa dan siapa yang
dipantau (obyek pemantauan) yang dilakukan oleh masing-masing pihak,
waktu dan prosedur pemantauan yang dijalankan, format pemantauan,
dan sebagainya. Namun dalam regulasi maupun turunannya tidak
mengatur sama sekali, sehingga seulit bagi para pihak untuk dapat
melaksanakan perintah pasal 24 ayat (1) dan (2). Bahkan menjadi
keanehan, jika Dinas (dikpora) memantau dirinya sendiri dan
melaporkannya kepada mereka sendiri (lihat pasal 24 ayat 1 dan 2).
Dari rumusan pasal-pasal yang diatur dalam Perbup Nomor 11
Tahun 2006 menunjukkan lemahnya peraturan tersebut, baik dari aspek
teknis pertimbangan, landasan yuridis yang digunakan, materi
pengaturan, maupun kalimat perundang-undangan yang digunakan.
Sehingga sangat wajar, jika impelemnting agency maupun rule ocupation
dari peratura tersebut tidak dapat dijalankan secara efektif oleh para
Position Papers Urgensi Perubahan Kebijakan Pendidikan Gratis 38
pihak atau dengan kata lain sulit bagi setiap orang untuk berperilaku atau
bertindak sesuai dengan yang diinginkan oleh peraturan tersebut, karena
perintah, larangan, kebolehan maupun pengaturan tentang obyek,
impelemnting agency dan rule occupation atas peraturan tersebut tidak
jelas dalam pengaturannya.
Beranjak dari permasalahan tersebut, maka perlu untuk
dilakukannya scalling-up perbup. Scalling-up perbup tersebut, bukan
hanya pada aspek penyempurnaan substansi materi pengaturan
melainkan pula adalah scalling-up kedudukan perbup untuk menjadi
sebuah perda—sebagai landasan untuk mendorong peyelenggaraaan
pendidikan yang bermutu/berkualitas di masa mendatang.