Download - Pembahasan Kurva Kelarutan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Percobaan untuk Sampel Sukrosa (C12H22O11)
Tabel 4.1 Tabel hasil percobaan untuk sampel Sukrosa (C12H22O11) dengan
menggunakan pelarut aquadest
SampelBerat Zat
terlarut (gr)Volume
pelarut (ml)Temperatur
Jernih ( C)⁰ Keruh ( C)⁰
Sukrosa (C12H22O11)
2,4
16 82 40
21 79 38
26 77 37
2,516 80 3821 79 3726 77 35
2,616 84 3721 80 3626 79 34
Tabel 4.2 Tabel hasil percobaan untuk sampel Sukrosa (C12H22O11) dengan
menggunakan pelarut Ades
SampelBerat Zat
terlarut (gr)Volume
pelarut (ml)Temperatur
Jernih ( C)⁰ Keruh ( C)⁰
Sukrosa (C12H22O11)
2,516 80 3821 79 3726 77 35
4.2. Pembahasan untuk Sukrosa dalam Pelarut Aquadest
4.2.1 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Volume Larutan
Gambar 4.1 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Volume Larutan
Pada Gambar 4.1, grafik perbandingan temperatur jernih terhadap volume
larutan yang diperoleh setelah melakukan percobaan, dapat dilihat bahwa
temperatur jernih berbanding terbalik dengan volume pelarut. Semakin besar
volume pelarut, maka semakin kecil temperatur jernihnya.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada run I diperoleh data temperatur jernih untuk volume larutan 16 ml, 21
ml dan 26 ml sebesar 82oC, 79oC dan 77oC dengan regresi sebesar 79,86oC,
79,32oC dan 78,96oC. Pada run II diperoleh data temperatur jernih untuk volume
larutan 16 ml, 21 ml dan 26 ml sebesar 80oC, 79oC dan 77oC dengan regresi
sebesar 116,41oC, 101,02oC dan 91,07oC. Pada run III diperoleh data temperatur
jernih untuk volume larutan 16 ml, 21 ml dan 26 ml sebesar 79oC, 78oC dan
75oC dengan regresi sebesar 99,80oC, 97,51oC dan 96,02oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah
temperaturnya.
9 10 11 12 13 14 150
20
40
60
80
100
120
140
Sukrosa 2,4 gram
Sukrosa 2,5 gram
Sukrosa 2,6 gram
Regresi Sukrosa 2,4 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa2,6 gram
Volume Larutan (ml)
4.2.2 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Volume Larutan
9 10 11 12 13 14 150
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Sukrosa 2,4 gram Sukrosa 2,5 gram Sukrosa 2,6 gram Regresi Sukrosa 2,4 gram Regresi Sukrosa 2,5 gram Regresi Sukrosa 2,6 gram
Volume Larutan (ml)
Tem
per
atu
r(oC
)
Gambar 4.2 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Volume Larutan
Pada gambar 4.2 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap
volume larutan yang diperoleh dari hasil percobaan. Sukrosa pada grafik
mengalami penurunan .Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak volume
larutan, maka semakin rendah temperaturnya.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada run I diperoleh data temperatur keruh untuk volume larutan 16 ml, 21
ml dan 26 ml sebesar 40oC, 38oC dan 37oC dengan regresi sebesar 37,37oC,
37,32oC dan 37,28oC. Pada run II diperoleh data temperatur keruh untuk volume
larutan 16 ml, 21 ml dan 26 ml sebesar 38oC, 37oC dan 35oC dengan regresi
sebesar 38,22oC, 36,46oC dan 35,33oC. Pada run III diperoleh data temperatur
keruh untuk volume larutan 16 ml, 21 ml dan 26 ml sebesar 37oC, 36oC, 34oC
dengan regresi sebesar 37,08oC, 35,36oC, 34,42oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori dimana semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah
temperaturnya.
4.2.3 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap % Massa Sampel
8 9 10 11 12 13 14 150
20
40
60
80
100
120
140
Sukrosa 2,4 gram
Sukrosa 2,5 gram
Sukrosa 2,6 gram
Regresi Sukrosa 2,4 gram
Regresi Sukrosa2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,6 gram
% Massa Sampel
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.3 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap % Massa Sampel
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap massa
sampel, yang diperoleh dari hasil percobaan. Untuk sukrosa 2,4, 2,5 dan 2,6
gram, grafik mengalami peningkatan. Dapat disimpulkan bahwa persen massa
sampel berbanding lurus dengan temperatur. Semakin besar % massa sampel
maka semakin besar temperaturnya.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada run I diperoleh data temperatur jernih untuk % massa sampel 13,40
gr, 10,27 gr dan 8,45 gr sebesar 82oC, 79oC dan 77oC dengan regresi sebesar
79,86oC, 79,32oC dan 78,96oC. Pada run II diperoleh data temperatur jernih
untuk % massa sampel 13,51 gr, 10,63 gr dan 8,77 gr sebesar 80oC, 79oC dan
77oC dengan regresi sebesar 116,41oC, 101,02oC dan 91,07oC. Pada run III
diperoleh data temperatur jernih untuk % massa sampel 13,99 gr, 11,02 gr dan
9,09 gr sebesar 79oC, 78oC dan 75oC dengan regresi sebesar 99,80oC, 97,51oC
dan 96,02oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori. Semakin besar % massa sampelnya, semakin besar pula
temperaturnya.
4.2.4 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap % Massa Sampel
8 9 10 11 12 13 14 150
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Sukrosa 2,4gram
Sukrosa 2,5 gram
Sukrosa 2,6 gram
Regresi Sukrosa 2,4 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,6 gram
% Massa Sampel
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.4 Hubungan Temperatur keruh Terhadap % Massa Sampel
Gambar 4.4 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap berat
sampel, yang diperoleh dari hasil percobaan. Untuk sukrosa 2,4 ,2,5 dan 2,6
gram, grafik mengalami peningkatan. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar
persen massa dari sampel, semakin tinggi temperatur keruh sampel tersebut.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada run I diperoleh data temperatur keruh untuk % massa sampel 13,04
gr, 10,27 gr dan 8,45 gr sebesar 40oC, 38oC dan 37oC dengan regresi sebesar
37,37oC, 37,32oC dan 37,28oC. Pada run II diperoleh data temperatur keruh
untuk % massa sampel 13,51 gr, 10,63 gr dan 8,77 gr sebesar 38oC, 37oC dan
35oC dengan regresi sebesar 38,22oC, 36,46oC dan 35,33oC. Pada run III
diperoleh data temperatur keruh untuk % massa sampel 13,99 gr, 11,02 gr dan
9,09 gr sebesar 37oC, 36oC dan 34oC dengan regresi sebesar 37,08oC, 35,36oC
dan 34,42oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori. Semakin besar % massa sampelnya, semakin besar pula
temperaturnya.
4.2.5 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Kelarutan
0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.50
20
40
60
80
100
120
140
Sukrosa 2,4 gram
Sukrosa 2,5 gram
Sukrosa 2,6 gram
Regresi Sukrosa 2,4 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,6 gram
Kelarutan (mol/L)
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.5 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Kelarutan
Gambar 4.5 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap kelarutan,
yang diperoleh dari hasil percobaan. Di mana didapat bahwa kelarutan
berbanding lurus dengan temperatur jernih larutan. Dapat disimpulkan bahwa
semakin besar kelarutan, semakin besar temperatur.
Menurut teori, untuk larutan solid dan liquid, kelarutannya di
air bertambah dengan kenaikan temperatur. Hal ini dapat
dicontohkan dengan pembuatan air gula menjadi permen keras.
Sebuah larutan terlarut terbentuk pada saat temperatur yang
tinggi, sebagaimana ketika temperatur menjadi dingin gulanya
menjadi kurang larut. Jadi, molekul air memegang beberapa
molekul-molekul gula yang kemudian membuatnya menjadi
saling menjauhi (Rosengarten, 2011).
Pada run I diperoleh data temperatur jernih untuk kelarutan 0,399 M, 0,310
M dan 0,254 M sebesar 82oC, 79oC dan 77oC dengan regresi sebesar 79,86oC,
79,32oC dan 78,96oC. Pada run II diperoleh data temperatur jernih untuk
kelarutan 0,398 M, 0,309 M dan 0,254 M sebesar 80oC, 79oC dan 77oC dengan
regresi sebesar 116,41oC, 101,02oC dan 91,07oC. Pada run III diperoleh data
temperatur jernih untuk kelarutan 0,453 M, 0,353 M dan 0,289 M sebesar 79oC,
78oC dan 75oC dengan regresi sebesar 99,80oC, 97,51oC dan 96,02oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana terjadi kenaikan kelarutan ketika temperatur semakin
besar.
4.2.6 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Kelarutan
0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.53132333435363738394041
Sukrosa 2,4 gram Sukrosa 2,5 gram Sukrosa 2,6 gram Regresi Sukrosa 2,4 gram Regresi Sukrosa 2,5 gram
Kelarutan (mol/L)
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.6 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Kelarutan
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap kelarutan,
yang diperoleh dari hasil percobaan. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar
kelarutan, semakin tinggi temperatur.
Menurut teori, untuk larutan solid dan liquid, kelarutannya di
air bertambah dengan kenaikan temperatur. Hal ini dapat
dicontohkan dengan pembuatan air gula menjadi permen keras.
Sebuah larutan terlarut terbentuk pada saat temperatur yang
tinggi, sebagaimana ketika temperatur menjadi dingin gulanya
menjadi kurang larut. Jadi, molekul air memegang beberapa
molekul-molekul gula yang kemudian membuatnya menjadi
saling menjauhi (Rosengarten, 2011).
Pada run I diperoleh data temperatur keruh untuk kelarutan 0,399 M, 0,31
M dan 0,254 M sebesar 40oC, 38oC dan 37oC dengan regresi sebesar 37,37oC,
37,32oC dan 37,28oC. Pada run II diperoleh data temperatur keruh untuk
kelarutan 0,398 M, 0,309 M dan 0,254 M sebesar 38oC, 37oC dan 35oC dengan
regresi sebesar 38,22oC, 36,46oC dan 35,33oC. Pada run III diperoleh data
temperatur keruh untuk kelarutan 0,453 M, 0,353 M dan 0,289 M sebesar 37oC,
36oC, dan 34oC dengan regresi sebesar 37,08oC, 35,36oC,dan 34,42oC.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai
dengan teori di mana terjadi kenaikan kelarutan ketika temperatur semakin
besar.
4.3 Pembahasan untuk Fruktosa dalam Pelarut Ades
4.3.1 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Volume Larutan
10 11 12 13 14 1558
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Volume Larutan (ml)
Tem
per
atu
r(oC
)
Gambar 4.7 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Volume Larutan
Pada Gambar 4.7, grafik perbandingan temperatur jernih terhadap volume
larutan yang diperoleh setelah melakukan percobaan, dapat dilihat bahwa
temperatur jernih berbanding terbalik dengan volume pelarut. Semakin besar
volume pelarut, maka semakin kecil temperatur jernihnya.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada percobaan sukrosa dalam pelarut Ades diperoleh data temperatur
jernih untuk volume larutan 16 ml, 21 ml dan 26 ml sebesar 75oC, 73oC dan 65 oC dengan regresi sebesar 75,81oC, 69,62oC dan 67,41 oC. Berdasarkan hasil
percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai dengan teori di mana
semakin besar suatu volume larutan, semakin rendah temperaturnya.
4.3.2 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Volume Larutan
10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 14 14.50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Volume Larutan (ml)
Tem
per
atu
r(oC
)
Gambar 4.8 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Volume Larutan
Pada gambar 4.8 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap
volume larutan yang diperoleh dari hasil percobaan. Sukrosa pada grafik
konstan.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada percobaan sukrosa dalam pelarut Ades diperoleh data temperatur
keruh untuk volume larutan 16 ml, 21 ml dan 26 ml masing - masing sebesar
47oC, 446oC, dan 38oC dengan regresi masing – masing sebesar 47,59oC,
41,75oC, dan 39,66oC. Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan
hasil yang sesuai dengan teori di mana semakin besar suatu volume larutan,
semakin rendah temperaturnya.
4.3.3 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap % Massa Sampel
9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 1458
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
% Massa Sampel
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.9 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap % Massa Sampel
Gambar 4.9 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap massa
sampel, yang diperoleh dari hasil percobaan. Grafik Sukrosa mengalami
peningkatan. Dapat disimpulkan bahwa persen massa sampel berbanding lurus
dengan temperatur. Semakin besar % massa sampel maka semakin besar
temperaturnya.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada percobaan sukrosa dalam pelarut Ades diperoleh data temperatur
jernih untuk % massa sampel 13,57 gr, 10,69 gr dan 9,66 gr sebesar 75oC, 73oC
dan 65 oC dengan regresi sebesar 75,81oC, 69,62oC dan 67,41 oC. Berdasarkan
hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.
Semakin besar % massa sampelnya, semakin besar pula temperaturnya.
4.3.4 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap % Massa Sampel
9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 140
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
% Massa Sampel
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.10 Hubungan Temperatur keruh Terhadap % Massa Sampel
Gambar 4.10 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap berat
sampel, yang diperoleh dari hasil percobaan. Grafik Sukrosa 2,02 gram
menunjukkan keadaan temperatur konstan.
Menurut teori, ketika suhu zat cair naik, volume zat cair bertambah,
sementara massanya tetap. Akibatnya, ketika suhu zat cair bertambah, massa zat
cair berkurang (Atophysics, 2008).
Pada percobaan sukrosa dalam pelarut Ades diperoleh data temperatur
keruh untuk % massa sampel 13,57 gr, 10,69 gr dan 9,66 gr masing – masing
sebesar 47oC, 44oC, dan 38oC dengan masing – masing regresi sebesar 47,59oC,
41,75oC, dan 39,66oC. Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan
hasil yang sesuai dengan teori. Semakin besar % massa sampelnya, semakin
besar pula temperaturnya.
4.3.5 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Kelarutan
0.38 0.385 0.39 0.395 0.458
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Kelarutan (mol/L)
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.11 Hubungan Temperatur Jernih Terhadap Kelarutan
Gambar 4.11 menunjukkan hubungan temperatur jernih terhadap
kelarutan, yang diperoleh dari hasil percobaan. Dimana di dapat bahwa kelarutan
berbanding lurus dengan temperatur jernih larutan. Dapat disimpulkan bahwa
semakin besar kelarutan, semakin besar temperatur.
Menurut teori, untuk larutan solid dan liquid, kelarutannya di
air bertambah dengan kenaikan temperatur. Hal ini dapat
dicontohkan dengan pembuatan air gula menjadi permen keras.
Sebuah larutan terlarut terbentuk pada saat temperatur yang
tinggi, sebagaimana ketika temperatur menjadi dingin gulanya
menjadi kurang larut. Jadi, molekul air memegang beberapa
molekul-molekul gula yang kemudian membuatnya menjadi
saling menjauhi (Rosengarten, 2011).
Pada percobaan sukrosa dalam pelarut Ades diperoleh data temperatur
jernih untuk kelarutan 0,398 M, 0,310 M dan 0,398 M sebesar 75oC, 73oC dan
65 oC dengan regresi sebesar 75,81oC, 69,62oC dan 67,41 oC. Berdasarkan hasil
percobaan yang diperoleh, didapatkan hasil yang sesuai dengan teori di mana
terjadi kenaikan kelarutan ketika temperatur semakin besar.
4.3.6 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Kelarutan
0.38 0.385 0.39 0.395 0.405
101520253035404550
Sukrosa 2,5 gram
Regresi Sukrosa 2,5 gram
Kelarutan (mol/L)
Tem
per
atu
r (o
C)
Gambar 4.12 Hubungan Temperatur Keruh Terhadap Kelarutan
Gambar 4.12 menunjukkan hubungan temperatur keruh terhadap
kelarutan, yang diperoleh dari hasil percobaan. Grafik Sukrosa menunjukkan
keadaan temperatur konstan.
Menurut teori, untuk larutan solid dan liquid, kelarutannya di
air bertambah dengan kenaikan temperatur. Hal ini dapat
dicontohkan dengan pembuatan air gula menjadi permen keras.
Sebuah larutan terlarut terbentuk pada saat temperatur yang
tinggi, sebagaimana ketika temperatur menjadi dingin gulanya
menjadi kurang larut. Jadi, molekul air memegang beberapa
molekul-molekul gula yang kemudian membuatnya menjadi
saling menjauhi (Rosengarten, 2011).
Pada percobaan sukrosa dalam pelarut Ades diperoleh data temperatur
jernih untuk kelarutan 0,398 M, 0,310 M dan 0,398 M masing – masing sebesar
sebesar 47oC, 44oC, dan 38oC dengan masing – masing regresi sebesar 47,59oC,
41,75oC, dan 39,66oC. Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh, didapatkan
hasil yang sesuai dengan teori di mana terjadi kenaikan kelarutan ketika
temperatur semakin besar.