Download - Partus Normal
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu fase kehidupan yang sangat dinantikan oleh setiap
wanita untuk dapat menjadi seorang ibu serta meneruskan keturunan. Kehamilan
tersebut tentu saja diharapkan dapat diakhiri dengan proses persalinan yang
berlangsung secara normal.
Persalinan (partus) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa atau persalinan
normal atau persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan
dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Kontraksi
miometrium selama persalinan akan terasa sangat menyakitkan bagi ibu. Sebelum
timbulnya kontraksi yang menyakitkan ini, uterus harus disiapkan untuk proses
kelahiran. Miometrium tidak akan berespon sampai dengan usia kehamilan 36-38
minggu, dan setelah periode memanjang ini, fase transisional diperlukan sampai
serviks mengalami penipisan dan perlunakan.2
Selama proses persalinan salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah
kontraksi miometrium. Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi
serviks dapat dirasakan kapanpun selama masa kehamilan. Kontraksi ini timbul
dengan intensitas yang rendah dan durasi yang singkat. Timbul rasa tidak nyaman
yang terbatas di abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang saat-saat akhir
kehamilan, ketika uterus mulai mengalami persiapan untuk persalinan, kontraksi ini
bertambah sering hal ini sering terjadi pada multipara dan kadang disebut persalinan
palsu. Namun, pada beberapa ibu kontraksi kuat dari uterus yang menimbulkan
dilatasi serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus timbul secara mendadak
tanpa peringatan.2
1
Pada dan selama persalinan ada tiga faktor penting yang berperan, yaitu
power (kekuatan kontraksi ibu (his), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma
pelvis atau kekuatan mengejan, ketegangan dan kontraksi ligament rotumdum),
passager (janin dan plasenta), passage (kondisi jalan lahir lunak dan tulang). Sebab
terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks.
Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara lain faktor-faktor humoral,
pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan faktor
nutrisi dimana faktor-faktor ini dapat menyebabkan persalinan dimulai.2
Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih banyak mengenai persalinan
normal baik definisi, faktor penyebab mulainya persalinan, tahapan, mekanisme,
pemantauan persalinan dengan partograf WHO dan memimpin persalinan sehingga
dapat menambah pengetahuan dan pemberian informasi yang benar pada pasien,
keluarganya maupun masyarakat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus
spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-
alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung
dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Kehamilan aterm adalah kehamilan yang berusia antara 37 sampai 42 minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Partus prematur adalah kehamilan yang
berusia 28 sampai 36 minggu, dimana hasil konsepsi dapat hidup tetapi belum aterm
atau cukup bulan dengan berat janin antara 1000-2500 gram. Partus postmatur atau
serotinus adalah kehamilan yang melebihi usia 42 minggu atau terjadi 2 minggu atau
lebih dari waktu partus yang diperkirakan. Partus immatur terjadi bila usia kehamilan
kurang dari 28 minggu namun lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-
1000 gram, sedangkan abortus adalah penghentian janin sebelum viable dengan berat
janin di bawah 500 gram atau umur kehamilan di bawah 20 minggu. 1,2,3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan
Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari aktivitas
jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi yang
lebih tinggi. Kondisi ini menghasilkan suatu keadaan menipis dan membukanya
serviks uterus. Pada persalinan normal terdapat juga hubungan antara waktu dengan
perubahan biokimiawi jaringan ikat serviks yang menyebabkan kontraksi uterus dan
pembukaan serviks. Semua peristiwa tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput
ketuban.2
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur dan sirkulasi
darah uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang
3
mengakibatkan partus dimulai. Perkembangan ilmu biokimia dan biofisika telah
banyak mengungkapkan proses dimulai dan berlangsungnya partus, antara lain
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron
merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Penurunan kadar kedua hormon ini terjadi
kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan
dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat terlebih sewaktu partus. 1,3
Pengaruh hormon hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks yang
dapat membangkitkan his. Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat
juga dimulai (induction of labor) misalnya : 1) merangsang pleksus Frankenhauser
dengan memasukkan gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan
ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan intravena), 4) pemakaian
prostaglandin, dan sebagainya. Dalam menginduksi persalinan perlu diperhatikan
bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis
servikalis terbuka minimal satu jari.1,3
2.3 Tahapan Persalinan Normal
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan
10 cm, kala ini dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran karena
berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan ibu, janin didorong keluar sampai lahir.
Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala
IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya sekitar 1 jam. Dalam kala ini diamati
apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.1,3
2.3.1 Kala I
Secara klinis dinyatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir ini berasal dari
lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darah
berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis yang
pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya
serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
4
Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus
adalah perlunakan serviks serta penipisan (efficement). Kriteria minimal Friedman
untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk
nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk multipara.3
Fase aktif. Dibagi dalam 3 fase, yakni:
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih
dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium uteri
eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka,
sehingga pembukaan ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi dalam saat yang bersamaan.1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap.
Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah
lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1
2.3.2 Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira satu kali setiap 2 sampai
3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, secara
reflektoris timbul rasa ingin mengedan. Tekanan pada rektum juga menimbulkan
perasaan hendak buang air besar sehingga perineum mulai menonjol dan menjadi
lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala
janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi,
kepala janin tidak akan masuk lagi di luar his. Kemudian dengan his dan kekuatan
mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis
dan secara berurutan lahir dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat
5
sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan ekstremitas bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30
menit. 1,2,3
2.3.3 Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai
dengan pengeluaran darah.1,3
2.3.4 Kala IV
Kala IV adalah kala dimana ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-2 jam untuk
melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak. Pada saat ini juga dilakukan
pemantauan tanda vital untuk mengetahui keadaan umum ibu. 1,3
2.4 Mekanisme Persalinan Normal
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi
kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23% di kanan
depan, ± 11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan
rektum.1,3
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada dalam
uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala
relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula karena bentuk uterus sedemikian
rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, yaitu
di ruangan yang lebih luas sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih
sempit. Hal ini dikenal sebagai teori akomodasi.1,3
Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah
kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan,
keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1
6
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka
dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat,
kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His yang sempurna
akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan
lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung
sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka.
Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus
uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-90 detik
dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari
12 mmHg.1,3
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas
panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu
kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior
menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan
dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman yaitu
keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih
menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior
karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan
pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul
agak terbatas.1,3
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu
lebih mendekati suboksiput, dan tahanan oleh jaringan dibawah terhadap kepala yang
akan menurun, maka kepala akan mengadakan fleksi di dalam rongga panggul
menurut hokum Koppel. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan
ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5cm) dan
dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul
kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat
kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his
7
yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang disebut juga putaran paksi
dalam. Pada saat melakukan rotasi, ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis.
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis,
maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi
untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin
tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.
Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak
bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah
gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan
kedudukan kepala dengan punggung anak.1,2,3
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam
posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, kemudian
bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, kemudian
trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.1,3
Bila mekanisme partus yang fisiologis ini dipahami dengan sungguh-sungguh,
maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual
jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila
bayi telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam
pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting diantara kedua cunam tersebut, lalu
diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptik. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi akan
segera menarik napas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan
mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan. 1,3
Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III atau
kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian ibu
karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang
cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his
mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya, hanya frekuensinya yang
8
berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan plasenta dengan
dinding uterus akan terlepas. Lepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai
dari tengah (sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan,
atau kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze.
Umumnya pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus uteri
setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,3
2.5 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO
Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui periksa dalam.
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status
atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. 5
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :
Mencatat kemajuan persalinan
Mencatat kondisi ibu dan janinnya
Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan
Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang
sesuai dan tepat waktu
9
Partograf harus digunakan :
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua
persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong
persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik
persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.
Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri dan Ginekologi,
Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
2.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu
pada pembukaan serviks:
fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm
fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
denyut jantung janin: setiap ½ jam
frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
nadi: setiap ½ jam
pembukaan serviks: setiap 4 jam
penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
2.5.2. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf
10
Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-4) menginstruksikan observasi dimulai
pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-
hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu:
Informasi tentang ibu:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu
penolong persalinan mulai merawat ibu);
5. waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin:
1. DJJ;
2. warna dan adanya air ketuban;
3. penyusupan (molase) kepala janin.
Kemajuan persalinan:
1. pembukaan serviks;
2. penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
3. garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu:
1. waktu mulainya fase aktif persalinan;
2. waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus:
1. frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2. lama kontraksi (dalam detik).
Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1. oksitosin;
2. obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu:
1. nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;
11
2. urin (volume, aseton atau protein).
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang
tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
2.6 Pimpinan Persalinan
Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai dengan mekanisme
persalinan normal: 1,3,4,5
2.6.1 Kala I
Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan adalah mengawasi
wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan
sudah dilakukan. Pemberian obat atau tindakan hanya apabila ada indikasi untuk ibu
maupun anak. Pada seorang primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk
pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru
pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke
dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat
dipersilahkan duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Akan tetapi, pada
umumnya wanita lebih suka berbaring karena sakit yang dirasakan ketika muncul his.
Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah
turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam
pintu atas panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila
ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat,
prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah,
wanita tersebut harus berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala
hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, disamping dapat dilakukan
pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut
pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh
pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam pada waktu
persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri pada penderita. Akan
tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi untuk menjalankan pemeriksaan
12
dalam yang diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau
tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang
jalan lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit (bartholinitis, urethritis, sistitis, dan
sebagainya), ketuban, presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul,
penilaian besar kepala terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang
baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala.
Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat
menimbulkan infeksi endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang memperhatikan
asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian
belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan
serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat
diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis dengan memakai
sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau sejenis. Mengingat
adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya
hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan tindakan
di samping perlu untuk mengetahui kemajuan partus.
Dalam kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan. Sebaiknya
sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml
gliserin ke dalam rektum dengan penyemprot klisma atau diberi suppositoria. Jika
tidak diberi klisma, skibala di rektum akan membuat wanita tersebut mengedan
sebelum waktunya. Skibala di rektum juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik
pada kala I.
2.6.2 Kala II
Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada akhir kala I
atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul,
ketuban akan pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan.
Kadang-kadang pada permulaan kala II ini, wanita tersebut mau muntah disertai
timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin
13
untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu, denyut jantung janin juga harus
sering diawasi.
Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:6
1. Wanita tersebut dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya sampai batas
siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia
dapat melihat perutnya.
2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan,
tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki
berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum
sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita
tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang.
Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada awalnya
berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus
adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat
menyebabkan ruptura perineum, terutama pada primigravida. Perineum ditahan
dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.
Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau pada wanita
dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis
dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan
mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion,
sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan
defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perineum dapat dihindarkan.
Untuk mengawasi perineum ini, posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan
dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan
menunjukkan akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya dilakukan episiotomi.
Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain episiotomi mediana,
dikerjakan pada garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah
14
yang dekat muskulus sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana
sering menimbulkan perdarahan.
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak
dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak
berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis.
Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan
ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan
timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang
dilakukan perasat menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan
kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan
pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum
dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan
demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir
diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan
dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2
cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul
ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke arah
letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula
dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan
kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan
lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat
menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala
janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu
janin dapat dilahirkan, maka usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter
anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha melahirkan
kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil. Dengan kedua
tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut dilahirkan
badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan
normal umumnya segera menarik napas dan menangis keras. Kemudian bayi
diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan
15
bidang datar. Lendir pada jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap
lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat
dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial ada
kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka pemotongan tali
pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara kedua cunam tersebut tali
pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi
didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan karena ikatan kurang
kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang dapat
membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kencing, bila penuh
dilakukan pengosongan kandung kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri.
Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu
pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan postpartum.
2.6.3 Kala III
Partus kala II disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti telah dijelaskan, tidak kalah
pentingnya dengan kala I dan kala II. Ketidakhati-hatian dalam memimpin kala II
dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir
lengkap sampai plasenta lahir lengkap.
Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah melepasnya
plasenta dari implantasinya pada dinding uterus dan dilanjutkan dengan pengeluaran
plasenta dari kavum uteri. Seperti telah disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih
mengadakan kontraksi yang mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri
tempat implantasi plasenta. Hal ini mengakibatkan plasenta akan lepas dari tempat
implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah menurut Schultze atau dari
pinggir menurut Mathews-Duncan atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta.
Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina,
tanda ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam,
sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila
plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih,
maka hal ini patologik. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera
16
berkontraksi menjepit pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan
segera berhenti. 3
Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta akan lahir spontan dalam
waktu ± 6 menit setelah anak lahir lengkap.6 Untuk mengetahui apakah plasenta telah
lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:
1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat,
tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini
hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta
terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada
tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding
uterus.
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun
ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah
mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila
plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik dan
terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan ringan pada
fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan
mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan cara memijat uterus
seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan
bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan
perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat
dikerjakan.
17
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau
masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada
pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya
plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri
berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus uteri untuk
memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus kurang
baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan sebagainya,
terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya.
Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka episiotomi harus
diteliti, dijahit, dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya
dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa,
menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan
dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk memastikan bahwa
organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta yang telah
terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini merupakan
tanda awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak.
3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun
masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong
uterus keatas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa plasenta
telah turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan
biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus
memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan
dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong
plasenta.
18
Manajemen aktif kala III.6
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III
meliputi:
Penatalaksanaan oksitosin dengan segera
Pengendalian tarikan pada tali pusat
Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut: 6
Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta.
Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:
1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis.
Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso
kranial ke arah belakang dan ke arah kepala ibu
2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan
vulva
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat
(2-3 menit)
4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus
menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus
merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia merasakan
kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada
pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada
setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau
klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke
bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang
plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk
mengeluarkan selaput ketuban.
19
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pascapersalinan.
Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks
atau vagina atau perbaiki episiotomi.
2.6.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi.
Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata
dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan
lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh
pokok penting yang harus diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru
melahirkan adalah:
1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu
dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitogin).
2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri
atau menggunakan kateter.
4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
7. Bayi dalam keadaan baik
BAB III
RINGKASAN
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus normal adalah bila bayi lahir
dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat bantu, tidak terdapat
komplikasi pada ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
20
Pada dan selama pesalinan ada 3 faktor penting yang berperan yaitu kekuatan
kontraksi ibu (his) dan kekuatan mengedan, kondisi jalan lahir dan janin itu sendiri.
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan
10 cm, kala ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran
oleh karena dengan kekuatan his dan kekuatan mengedan janin di dorong keluar
sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan
dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam, dalam kala ini
diamati apakah terjadi pendarahan postpartum atau tidak.
Pada laporan ini, pasien dengan persalinan normal yang sesuai dengan
definisi. Pemimpin persalinan melakukan tindakan dan penanganan sesuai standar
WHO. Ibu dan bayi dalam keadaan baik dan dipulangkan satu hari kemudian dengan
KIE ASI eksklusif, cara menjaga kebersihan diri dan pemakaian KB postpartum serta
anjuran kontrol kembali 1 minggu ke poli klinik setelah pulang rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T. (2008), Ilmu
Kebidanan, ed. 7, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
21
2. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and
Problem Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New York.
3. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C,
(2001), Williams Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New York.
4. Adenia,I., Piliang,S., Roeshadi,R.H., Tala,,M.R.Z. (1999), Kehamilan dan
Persalinan Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD dr.
Pirngadi RSUP dr. Adam Malik, Medan.
5. Madjid,O.A., Soekir,S., Wiknjosastro,G.H., dkk. (2008), Asuhan Persalinan
Normal, ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Jakarta.
6. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, (2002).
Jakarta.
7. Llewellyn,Derek-Jones. (2002), Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi, ed.6,
Hipokrates, Jakarta.
8. Norwitz, Erol., John Schorge. (2006), At a Glance Obstetri & Ginekologi,
ed.2, Erlangga, Jakarta.
22