partus normal

35
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan merupakan suatu fase kehidupan yang sangat dinantikan oleh setiap wanita untuk dapat menjadi seorang ibu serta meneruskan keturunan. Kehamilan tersebut tentu saja diharapkan dapat diakhiri dengan proses persalinan yang berlangsung secara normal. Persalinan (partus) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa atau persalinan normal atau persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. 1 Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Kontraksi miometrium selama persalinan akan terasa sangat menyakitkan bagi ibu. Sebelum timbulnya kontraksi yang menyakitkan ini, uterus harus disiapkan untuk proses kelahiran. Miometrium tidak akan berespon sampai dengan usia kehamilan 36-38 minggu, dan setelah periode memanjang ini, fase transisional diperlukan sampai serviks mengalami penipisan dan perlunakan. 2 1

Upload: anindya-septiawati

Post on 27-Dec-2015

123 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Partus Normal

TRANSCRIPT

Page 1: Partus Normal

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan suatu fase kehidupan yang sangat dinantikan oleh setiap

wanita untuk dapat menjadi seorang ibu serta meneruskan keturunan. Kehamilan

tersebut tentu saja diharapkan dapat diakhiri dengan proses persalinan yang

berlangsung secara normal.

Persalinan (partus) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat

hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa atau persalinan

normal atau persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang

kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan

umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.1

Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan

dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Kontraksi

miometrium selama persalinan akan terasa sangat menyakitkan bagi ibu. Sebelum

timbulnya kontraksi yang menyakitkan ini, uterus harus disiapkan untuk proses

kelahiran. Miometrium tidak akan berespon sampai dengan usia kehamilan 36-38

minggu, dan setelah periode memanjang ini, fase transisional diperlukan sampai

serviks mengalami penipisan dan perlunakan.2

Selama proses persalinan salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

kontraksi miometrium. Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi

serviks dapat dirasakan kapanpun selama masa kehamilan. Kontraksi ini timbul

dengan intensitas yang rendah dan durasi yang singkat. Timbul rasa tidak nyaman

yang terbatas di abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang saat-saat akhir

kehamilan, ketika uterus mulai mengalami persiapan untuk persalinan, kontraksi ini

bertambah sering hal ini sering terjadi pada multipara dan kadang disebut persalinan

palsu. Namun, pada beberapa ibu kontraksi kuat dari uterus yang menimbulkan

dilatasi serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus timbul secara mendadak

tanpa peringatan.2

1

Page 2: Partus Normal

Pada dan selama persalinan ada tiga faktor penting yang berperan, yaitu

power (kekuatan kontraksi ibu (his), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma

pelvis atau kekuatan mengejan, ketegangan dan kontraksi ligament rotumdum),

passager (janin dan plasenta), passage (kondisi jalan lahir lunak dan tulang). Sebab

terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks.

Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara lain faktor-faktor humoral,

pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan faktor

nutrisi dimana faktor-faktor ini dapat menyebabkan persalinan dimulai.2

Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih banyak mengenai persalinan

normal baik definisi, faktor penyebab mulainya persalinan, tahapan, mekanisme,

pemantauan persalinan dengan partograf WHO dan memimpin persalinan sehingga

dapat menambah pengetahuan dan pemberian informasi yang benar pada pasien,

keluarganya maupun masyarakat.

2

Page 3: Partus Normal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus biasa atau partus normal atau partus

spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-

alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung

dalam waktu kurang dari 24 jam.1

Kehamilan aterm adalah kehamilan yang berusia antara 37 sampai 42 minggu

dihitung dari hari pertama haid terakhir. Partus prematur adalah kehamilan yang

berusia 28 sampai 36 minggu, dimana hasil konsepsi dapat hidup tetapi belum aterm

atau cukup bulan dengan berat janin antara 1000-2500 gram. Partus postmatur atau

serotinus adalah kehamilan yang melebihi usia 42 minggu atau terjadi 2 minggu atau

lebih dari waktu partus yang diperkirakan. Partus immatur terjadi bila usia kehamilan

kurang dari 28 minggu namun lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 500-

1000 gram, sedangkan abortus adalah penghentian janin sebelum viable dengan berat

janin di bawah 500 gram atau umur kehamilan di bawah 20 minggu. 1,2,3

2.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan

Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari aktivitas

jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi yang

lebih tinggi. Kondisi ini menghasilkan suatu keadaan menipis dan membukanya

serviks uterus. Pada persalinan normal terdapat juga hubungan antara waktu dengan

perubahan biokimiawi jaringan ikat serviks yang menyebabkan kontraksi uterus dan

pembukaan serviks. Semua peristiwa tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput

ketuban.2

Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang

kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur dan sirkulasi

darah uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang

3

Page 4: Partus Normal

mengakibatkan partus dimulai. Perkembangan ilmu biokimia dan biofisika telah

banyak mengungkapkan proses dimulai dan berlangsungnya partus, antara lain

penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron

merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Penurunan kadar kedua hormon ini terjadi

kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan

dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat terlebih sewaktu partus. 1,3

Pengaruh hormon hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks yang

dapat membangkitkan his. Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat

juga dimulai (induction of labor) misalnya : 1) merangsang pleksus Frankenhauser

dengan memasukkan gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan

ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan intravena), 4) pemakaian

prostaglandin, dan sebagainya. Dalam menginduksi persalinan perlu diperhatikan

bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis

servikalis terbuka minimal satu jari.1,3

2.3 Tahapan Persalinan Normal

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan

10 cm, kala ini dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran karena

berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan ibu, janin didorong keluar sampai lahir.

Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala

IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya sekitar 1 jam. Dalam kala ini diamati

apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.1,3

2.3.1 Kala I

Secara klinis dinyatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir ini berasal dari

lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darah

berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis yang

pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya

serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.

4

Page 5: Partus Normal

Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai

mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus

adalah perlunakan serviks serta penipisan (efficement). Kriteria minimal Friedman

untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk

nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk multipara.3

Fase aktif. Dibagi dalam 3 fase, yakni:

a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat

cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam

pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan

multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih

dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium uteri

eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka,

sehingga pembukaan ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan

pendataran serviks terjadi dalam saat yang bersamaan.1

Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap.

Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah

lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1

2.3.2 Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira satu kali setiap 2 sampai

3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, secara

reflektoris timbul rasa ingin mengedan. Tekanan pada rektum juga menimbulkan

perasaan hendak buang air besar sehingga perineum mulai menonjol dan menjadi

lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala

janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi,

kepala janin tidak akan masuk lagi di luar his. Kemudian dengan his dan kekuatan

mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis

dan secara berurutan lahir dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat

5

Page 6: Partus Normal

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan ekstremitas bayi. Pada

primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30

menit. 1,2,3

2.3.3 Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.

Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari

dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan

keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai

dengan pengeluaran darah.1,3

2.3.4 Kala IV

Kala IV adalah kala dimana ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-2 jam untuk

melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak. Pada saat ini juga dilakukan

pemantauan tanda vital untuk mengetahui keadaan umum ibu. 1,3

2.4 Mekanisme Persalinan Normal

Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi

kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23% di kanan

depan, ± 11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin

disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan

rektum.1,3

Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada dalam

uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala

relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula karena bentuk uterus sedemikian

rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, yaitu

di ruangan yang lebih luas sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih

sempit. Hal ini dikenal sebagai teori akomodasi.1,3

Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah

kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan,

keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1

6

Page 7: Partus Normal

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka

dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat,

kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His yang sempurna

akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan

lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung

sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka.

Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus

uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-90 detik

dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari

12 mmHg.1,3

Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan

sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas

panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu

kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior

menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan

dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman yaitu

keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih

menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior

karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan

pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul

agak terbatas.1,3

Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu

lebih mendekati suboksiput, dan tahanan oleh jaringan dibawah terhadap kepala yang

akan menurun, maka kepala akan mengadakan fleksi di dalam rongga panggul

menurut hokum Koppel. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan

ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5cm) dan

dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul

kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun

menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat

kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his

7

Page 8: Partus Normal

yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang disebut juga putaran paksi

dalam. Pada saat melakukan rotasi, ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis.

Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis,

maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi

untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin

tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.

Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak

bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera

mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah

gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan

kedudukan kepala dengan punggung anak.1,2,3

Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga

panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,

sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam

posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, kemudian

bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, kemudian

trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.1,3

Bila mekanisme partus yang fisiologis ini dipahami dengan sungguh-sungguh,

maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual

jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila

bayi telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam

pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting diantara kedua cunam tersebut, lalu

diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptik. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi akan

segera menarik napas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan

mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan. 1,3

Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III atau

kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian ibu

karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang

cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his

mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya, hanya frekuensinya yang

8

Page 9: Partus Normal

berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan plasenta dengan

dinding uterus akan terlepas. Lepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai

dari tengah (sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan,

atau kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze.

Umumnya pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus uteri

setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,3

2.5 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO

Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan

informasi untuk membuat keputusan klinik.

Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :

Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan

serviks melalui periksa dalam.

Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan

demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus

lama.

Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,

grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,

pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau

tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status

atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. 5

Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong

persalinan untuk :

Mencatat kemajuan persalinan

Mencatat kondisi ibu dan janinnya

Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran

Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit

persalinan

Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang

sesuai dan tepat waktu

9

Page 10: Partus Normal

Partograf harus digunakan :

Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen

penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua

persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong

persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik

persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.

Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik

bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).

Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan

kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri dan Ginekologi,

Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).

Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya

mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah

terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.

2.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan

Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu

pada pembukaan serviks:

fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm

fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm

Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:

denyut jantung janin: setiap ½ jam

frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam

nadi: setiap ½ jam

pembukaan serviks: setiap 4 jam

penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam

tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam

produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam

2.5.2. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf

10

Page 11: Partus Normal

Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-4) menginstruksikan observasi dimulai

pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-

hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu:

Informasi tentang ibu:

1. nama, umur;

2. gravida, para, abortus (keguguran);

3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;

4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu

penolong persalinan mulai merawat ibu);

5. waktu pecahnya selaput ketuban.

Kondisi janin:

1. DJJ;

2. warna dan adanya air ketuban;

3. penyusupan (molase) kepala janin.

Kemajuan persalinan:

1. pembukaan serviks;

2. penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;

3. garis waspada dan garis bertindak.

Jam dan waktu:

1. waktu mulainya fase aktif persalinan;

2. waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.

Kontraksi uterus:

1. frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit

2. lama kontraksi (dalam detik).

Obat-obatan dan cairan yang diberikan:

1. oksitosin;

2. obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

Kondisi ibu:

1. nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;

11

Page 12: Partus Normal

2. urin (volume, aseton atau protein).

Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang

tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).

2.6 Pimpinan Persalinan

Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai dengan mekanisme

persalinan normal: 1,3,4,5

2.6.1 Kala I

Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan adalah mengawasi

wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan

sudah dilakukan. Pemberian obat atau tindakan hanya apabila ada indikasi untuk ibu

maupun anak. Pada seorang primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk

pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru

pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke

dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat

dipersilahkan duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Akan tetapi, pada

umumnya wanita lebih suka berbaring karena sakit yang dirasakan ketika muncul his.

Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah

turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam

pintu atas panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila

ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat,

prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah,

wanita tersebut harus berbaring.

Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala

hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, disamping dapat dilakukan

pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut

pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh

pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam pada waktu

persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri pada penderita. Akan

tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi untuk menjalankan pemeriksaan

12

Page 13: Partus Normal

dalam yang diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau

tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang

jalan lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit (bartholinitis, urethritis, sistitis, dan

sebagainya), ketuban, presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul,

penilaian besar kepala terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus.

Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang

baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala.

Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat

menimbulkan infeksi endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang memperhatikan

asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian

belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan

serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat

diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis dengan memakai

sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau sejenis. Mengingat

adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya

hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan tindakan

di samping perlu untuk mengetahui kemajuan partus.

Dalam kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan. Sebaiknya

sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml

gliserin ke dalam rektum dengan penyemprot klisma atau diberi suppositoria. Jika

tidak diberi klisma, skibala di rektum akan membuat wanita tersebut mengedan

sebelum waktunya. Skibala di rektum juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik

pada kala I.

2.6.2 Kala II

Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada akhir kala I

atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul,

ketuban akan pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan.

Kadang-kadang pada permulaan kala II ini, wanita tersebut mau muntah disertai

timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin

13

Page 14: Partus Normal

untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu, denyut jantung janin juga harus

sering diawasi.

Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:6

1. Wanita tersebut dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya sampai batas

siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia

dapat melihat perutnya.

2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan,

tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki

berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum

sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita

tersebut.

Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka.

Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang.

Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada awalnya

berbentuk bulat, kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus

adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat

menyebabkan ruptura perineum, terutama pada primigravida. Perineum ditahan

dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.

Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau pada wanita

dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis

dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan

mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion,

sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan

defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perineum dapat dihindarkan.

Untuk mengawasi perineum ini, posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan

dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan

menunjukkan akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya dilakukan episiotomi.

Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain episiotomi mediana,

dikerjakan pada garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah

14

Page 15: Partus Normal

yang dekat muskulus sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana

sering menimbulkan perdarahan.

Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak

dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak

berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis.

Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan

ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan

timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang

dilakukan perasat menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan

kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan

pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum

dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan

demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir

diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan

dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2

cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul

ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke arah

letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula

dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan

kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan

lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat

menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala

janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu

janin dapat dilahirkan, maka usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter

anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha melahirkan

kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil. Dengan kedua

tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut dilahirkan

badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan

normal umumnya segera menarik napas dan menangis keras. Kemudian bayi

diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan

15

Page 16: Partus Normal

bidang datar. Lendir pada jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap

lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat

dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial ada

kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka pemotongan tali

pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara kedua cunam tersebut tali

pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi

didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan karena ikatan kurang

kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang dapat

membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kencing, bila penuh

dilakukan pengosongan kandung kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri.

Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu

pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan postpartum.

2.6.3 Kala III

Partus kala II disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti telah dijelaskan, tidak kalah

pentingnya dengan kala I dan kala II. Ketidakhati-hatian dalam memimpin kala II

dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir

lengkap sampai plasenta lahir lengkap.

Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah melepasnya

plasenta dari implantasinya pada dinding uterus dan dilanjutkan dengan pengeluaran

plasenta dari kavum uteri. Seperti telah disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih

mengadakan kontraksi yang mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri

tempat implantasi plasenta. Hal ini mengakibatkan plasenta akan lepas dari tempat

implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah menurut Schultze atau dari

pinggir menurut Mathews-Duncan atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta.

Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina,

tanda ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam,

sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila

plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih,

maka hal ini patologik. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera

16

Page 17: Partus Normal

berkontraksi menjepit pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan

segera berhenti. 3

Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta akan lahir spontan dalam

waktu ± 6 menit setelah anak lahir lengkap.6 Untuk mengetahui apakah plasenta telah

lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:

1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat,

tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali

dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini

hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta

terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.

2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali

pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada

tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding

uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding

uterus.

3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun

ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke

dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.

Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah

mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila

plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik dan

terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan ringan pada

fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan

mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan cara memijat uterus

seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan

bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan

perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat

dikerjakan.

17

Page 18: Partus Normal

Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau

masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada

pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya

plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri

berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus uteri untuk

memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus kurang

baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan sebagainya,

terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya.

Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka episiotomi harus

diteliti, dijahit, dan diperbaiki.

Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya

dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa,

menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan

dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk memastikan bahwa

organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta yang telah

terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:

1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini merupakan

tanda awal.

2. Sering ada pancaran darah mendadak.

3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun

masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong

uterus keatas.

4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa plasenta

telah turun.

Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan

biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus

memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan

dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong

plasenta.

18

Page 19: Partus Normal

Manajemen aktif kala III.6

Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu

menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III

meliputi:

Penatalaksanaan oksitosin dengan segera

Pengendalian tarikan pada tali pusat

Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir

Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut: 6

Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga

mempercepat pelepasan plasenta.

Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:

1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis.

Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso

kranial ke arah belakang dan ke arah kepala ibu

2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan

vulva

3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat

(2-3 menit)

4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus

menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.

PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus

merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia merasakan

kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada

pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada

setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.

Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau

klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke

bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang

plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk

mengeluarkan selaput ketuban.

19

Page 20: Partus Normal

Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar

menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan

mencegah perdarahan pascapersalinan.

Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks

atau vagina atau perbaiki episiotomi.

2.6.4 Kala IV

Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi.

Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata

dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan

lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh

pokok penting yang harus diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru

melahirkan adalah:

1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu

dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitogin).

2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.

3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri

atau menggunakan kateter.

4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.

5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.

6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.

7. Bayi dalam keadaan baik

BAB III

RINGKASAN

Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus normal adalah bila bayi lahir

dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat bantu, tidak terdapat

komplikasi pada ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.

20

Page 21: Partus Normal

Pada dan selama pesalinan ada 3 faktor penting yang berperan yaitu kekuatan

kontraksi ibu (his) dan kekuatan mengedan, kondisi jalan lahir dan janin itu sendiri.

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan

10 cm, kala ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran

oleh karena dengan kekuatan his dan kekuatan mengedan janin di dorong keluar

sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan

dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam, dalam kala ini

diamati apakah terjadi pendarahan postpartum atau tidak.

Pada laporan ini, pasien dengan persalinan normal yang sesuai dengan

definisi. Pemimpin persalinan melakukan tindakan dan penanganan sesuai standar

WHO. Ibu dan bayi dalam keadaan baik dan dipulangkan satu hari kemudian dengan

KIE ASI eksklusif, cara menjaga kebersihan diri dan pemakaian KB postpartum serta

anjuran kontrol kembali 1 minggu ke poli klinik setelah pulang rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T. (2008), Ilmu

Kebidanan, ed. 7, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

21

Page 22: Partus Normal

2. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and

Problem Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New York.

3. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C,

(2001), Williams Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New York.

4. Adenia,I., Piliang,S., Roeshadi,R.H., Tala,,M.R.Z. (1999), Kehamilan dan

Persalinan Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD dr.

Pirngadi RSUP dr. Adam Malik, Medan.

5. Madjid,O.A., Soekir,S., Wiknjosastro,G.H., dkk. (2008), Asuhan Persalinan

Normal, ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, Jakarta.

6. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, (2002).

Jakarta.

7. Llewellyn,Derek-Jones. (2002), Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi, ed.6,

Hipokrates, Jakarta.

8. Norwitz, Erol., John Schorge. (2006), At a Glance Obstetri & Ginekologi,

ed.2, Erlangga, Jakarta.

22