Download - organis edisi 19
Organis2
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Daftar Isi
Kondisi pemasaran yang terjadi selamaini adalah bahwa petani tidak dapat menentukanharga. Harga yang terjadi di pasaran ditentukanoleh tengkulak/pedagang perantara. Padahalsebenarnya petanilah yang seharusnya berhakmenentukan har ga jualnya karena merekalahyang mengetahui komponen produksi dariproduk yang dihasilkannya. Bentuk ketidakadilan pemasaran seperti ini adalah merupakanancaman bagi petani/produsen yang tetap sajaditindas oleh sistem-sistem perdagangan yangnyata-nyata tidak pro petani kecil. Petani masihtetap tidak berdaya untuk menawarkan hargayang lebih tinggi.
Sebenarnya banyak dari konsumen diIndonesia yang sadar bahwa kemakmuranterdistribusi dengan cara yang tidak adil danmerata, dan bahwa produk-produk yangditawarkan kepada mereka terlalu murah untukdapat menjamin kelayakan hidup bagi paraprodusen. Sayangnya tidak banyak dari merekayang tahu bagaimana cara membantu produsenagar terangkat dari keterpurukan yang selamaini terjadi.
Pembaca sekalian, di ORGANIS edisi19 kali ini, kami coba mengupas isu seputarperdagangan yang berkeadilan/fair trade.Sebuah metode kongkrit dan sederhana yangsangat mungkin dilakukan untuk meningkatkankesejahteraan hidup para produsen/petani kecildi negeri agraris ini. Selain itu, cara ini jugabertujuan untuk meningkatkan akses pasarproduk-produk petani, memperkuat or ganisasi-organisasi produsen, memberikan pembayaranyang lebih baik, dan menyediakan kontrakjangka panjang dalam hubungan perdagangan.
Melalui mekanisme fair trade,produsen/petani juga diposisikan sejajar dengankonsumen dengan mengedepankan asastransparansi. Kami juga berharap, dengansemakin luasnya isu mengenai perdaganganberkeadilan ini, akan semakin banyakmasyarakat di indonesia yang semakinmenghargai jerih payah para produsen/petanikecil di negeri tercinta ini. Selamat membaca.
Dari RedaksiDaftar Isi (Dari Redaksi) >> 2
Surat Pembaca >> 3
Isu UtamaMenuju Sistem Perdagangan Berkesetaraan >> 4
Hortikultura & PadiKentang Organik ? denu? >> 7
Kebun & TernakMosaik dari Meratus >> 9
Jendela KonsultasiKol Berlubang-lubang >> 11
PustakaApa Itu Fair Trade >> 12
Kabar dari BIOCertCantik Alami Dengan Kosmetika Organik >> 13
Hama & TanahUsir Tikus dengan Gula >> 15
KonsumenKonsumen Dukung Pertanian/CSA :Apa dan Bagaimana? >> 17
OpiniPembaruan Agraria:Strategi Pemenuhan Hak atas Pangan >> 19
ProfilKami orang GILA >> 21
Agenda >> 23
Organis
OrganisOrganis ditertibkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah
organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh sejumlah LSM, akademisi,organisasi tani, koperasi, peneliti, dan pihak swasta yang bergerak dibidang pertanian organik dan fair trade di Indonesia
>> Penanggung Jawab: Direktur Eksekutif AOI>> Pemimpin Redaksi: Sri Nuryati>> Redaksi Ahli: Indr o Surono , Rasdi Wangsa >> Staf Redaksi: Lidya Inawati,Hartoyo >> Redaktur Artistik: Gunawan >> Produksi dan Distribusi: NurdinHermawan >> Penerbit: Aliansi Organis Indonesia Bogor >> Alamat Redaksi,Iklan dan Sirkulasi: Graha Sukadamai Lt.2 Jl. Sukadamai Indah No.1 BudiAgung,Bogor Telp./Fax: 0251-331785E-mail: [email protected]: www.organicindonesia.orgEdisi No. 19/Th.5 (Apr .-Juni 2008)
Surat Pembaca
Organis3
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Sistem Informasi Jaringan PO
Saya bermaksud membuat Sistem InformasiJaringan Pertanian Organik di Jawa Barat, kalau bisaIndonesia. Sistem Informasi ini dibuat dalam rangkamemenuhi tugas akhir dan memecahkan masalahpenyediaan produk organik. Saya bermaksudmengadakan kerjasama dengan AOI. Jika berkenanbagaimana caranya? Terima Kasih.
SupriyantoMahasiswa T ingkat Akhir IPBKampus IPB DarmagaBogor
Redaksi:Senang sekali ada anak muda yang masih tertarikdengan pertanian, khususnya pertanian organik.Silakan datang ke sekretariat AOI di Budi Agung,Bogor. Mari kita bicarakan bersama ide andatersebut.
Benih P adi Organik
Saat ini kelompok tani kami kesulitanmencari benih padi organik. Bisakah AOI membantu?
Ajir
Kelompok Tani Organik Kidang Keling
Banyuwangi
Jawa Timur
Redaksi:Silakan menghubungi Mbak Eko di Yayasan LESMAN,Jl. Regulo No.79 B, Sidomulyo, Pulisen, Boyolali,Jawa Tengah. Telp.: 0276-325770,E-Mail: [email protected] atau dengan BungSabirin di PANSU Medan, HP. 08126098202
Angket Konsumen Organik
Dalam rangka penelitian, kami inginmenyebarkan angket untuk mengetahui antara lainpreferensi konsumen terhadap sayuran organik diIndonesia. Bisakah dibantu?
Henny Mayrowani, PhDPusat Penelitian Sosek PertanianDep artemen Pertanian RIJl. Jend A. Yani 70Bogor
Redaksi:Tentu saja bisa. Silakan kirim angketnya ke sekretariatAOI di Graha Sukadamai Lt.2, Jl. Sukadamai IndahNo.1, Budi Agung, Bogor.
Ingin Membeli ORGANIS
Saya Cinta, saya berminat membeli majalahAOI dari edisi 1 hingga sekarang. Bagaimana caranya?
YacintaJl. Kembang Elok V Blok H6 No.28Puri IndahJakarta Barat
Redaksi:ORGANIS edisi 1-9 sudah habis, jadi Ibu hanya bisamendapatkan ORGANIS edisi 10-19 yang setiapedisinya kami kenakan ganti ongkos cetak senilai@ Rp.5.000,- Silakan transfer ke no: 174-125-5800,BCA KCP Kebon Kembang Bogor a/n IndroSurono/Agung Prawoto. Kami akan segera kirimkanORGANIS yang ibu pesan setelah kami menerimasalinan bukti transfer dari Ibu.
Organik di Samarinda
Saya tengah menekuni bisnis organik dansekaligus melakukan sosialisasi mengenai pertaniandan produk organik di sekitar rumah saya. Siapakahyang dapat saya hubungi di Samarinda?
Nur Faidah
Jl. Gatot Subroto No. 31
Kelurahan Bandara, Samarinda
Kalimant an T imur
Redaksi:Coba ibu kontak Bapak Nugroho di KalimantanPrima Coal, HP: 08125536196 semoga terbantu.
Redaksi menerima masukan
baik dalam bentuk materi, komentar,
saran dan kritik atas artikel yang dimuat.
Silahkan kirim masukan anda ke redaksi
Organis
Isu Utama
Organis4
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Kenyamanan pagi yang cerah di atas kursi mahoni dilengkapi harum aroma secangkir
kopi yang baru saja diseduh. Saat menghirup nikmatnya, apakah anda (huruf kecil) juga
pernah menerawang dan membiarkan pikiran merangkai pertanyaan, siapakah dan seperti
apa kehidupan petani yang menanam kopi ini? yang menanam kopi dan dimanakah kopi
ditanam? Apakah pertanyaan serupa juga kembali muncul saat Anda menyantap sajian pagi
sebelum beraktivitas?
Aroma dan nikmatnya kopi yang tersaji setiap pagi, tak sampai ke hadapan Anda
jika para petani kopi berhenti menanam. Meski tampaknya mereka tak mungkin berhenti
meski hidup yang mereka rasakan tak senikmat kopi yang mereka hasilkan. Kopi kami
paling mahal hanya dihargai Rp. 5000 per kilo,? tutur Kharis, petani kopi di Padang Cermin,
Lampung Selatan. Padahal untuk menjual ke pasar terdekat, laki-laki berusia 60 tahun ini,
dan hampir seluruh petani di daerahnya, harus memanggul sekarung kopi berjalan kaki
selama dua sampai tiga jam.
Para tengkulak atau pedagang pengumpul di pasarlah yang umumnya memiliki
kuasa atas harga. Namun, mereka ini sebenarnya hanya satu bagian kecil mata rantai sistem
perdagangan yang telah menggurita. Tanpa petani tahu sampai di mana hulu hasil panennya,
berapa harganya, siapa saja yang turut mendapat untung dan berapa besarnya, dari tetesan
keringatnya. Para petani pula yang menanggung semua biaya produksi dan risiko atas
kualitas hasil. Dimana penentu kualitas ini juga mereka pemegang rantai perdagangan.
Bahkan yang kadang petani tidak mengetahui dengan pasti apakah kualitas produksinya
memang dinilai benar. Petani tak lebih mesin produksi yang terus - dalam keterpaksaan -
menanam dan tercekik jeratan rantai ketidak adilan sistem perdagangan.
Potret sistem yang
telah tergambar jelas - dan
mungkin kita ikut terlibat
memelihara - di depan
mata. Lantas, yakinkah
bahwa tidak ada yang bisa
dilakukan dan apakah
kondisi tersebut memang
berada diluar jangkauan
tangan Anda? Kita benar-
benar membutuhkan
sebuah sistem perdagangan
yang juga menjadi bagian
sebuah gerakan sosial
bernama pemberdayaan
masyarakat. Sistem yang
memuat nilai-nilai
pemberdayaan seperti
berpihak pada rakyat
miskin (pro-poor), ramah
sosial dan ramah
lingkungan. Sistem yang
memungkinkan terciptanya
sebuah mata rantai
perdangangan yang lebih
ramah bagi produsen dan
menjamin produsen
mendapatkan upah yang
adil bagi kerjanya, dan
harga yang pantas bagi
produknya. Sistem yang
memungkinkan produsen
dapat meningkatkan
standar hidup, menentukan
nasibnya sendiri,
melakukan investasi yang
penting bagi masa depan
mereka serta
meningkatkan kualitas
produksi mereka.
Oleh: Retno Proborini
Isu Utama
Organis5
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Intervensi Praktis Sistem
Perdagangan Berkesetaraan
Secara ringkas telah disebutkan
sistem perdagangan berkesetaraan harus
memiliki tujuan yang pasti, aktor-aktor
yang jelas dan profesionalisme--lembaga
intervensi sosial tidak boleh bercampur
dengan intervensi ekonomi, dan
mempunyai cara kerja/aturan main yang
disepakati. Prinsip-prinsip dasar gerakan
perdagangan adalah sebagai berikut:
1. Kesetaraan; dalam arti selalu berpihak
untuk membela hak-hak kaum yang
terpinggirkan oleh sistem yang sudah
ada saat ini (mainstream).
2. Adil; dalam arti dalam internal
gerakan selalu memberikan proporsi
hak dan kewajiban pada pihak yang
seharusnya menerimanya.
3. Transparansi; internal gerakan
haruslah terbuka baik dalam hal
manajemen operasional, informasi, dan
keuangan.
Sebuah sistem perdagangan
yang menciptakan hubungan masing-
masing komponen pada posisi setara.
Sistem perdagangan yang boleh disebut
sistem perdagangan berkesetaraan,
dimana relasi dalam produksi, distribusi
dan konsumsi berjalan pada satu situasi
yang adil dan berkelanjutan.
Menciptakan sistem
perdagangan berkesetaraan bukan
sebuah utopi yang tergantung di langit.
Membangun sistem perdagangan
berkesetaraan adalah bagian dari
perjuangan gerakan sosial untuk
mengubah pola relasi yang selama ini
ditandai adanya bentuk dominasi
berhadapan dengan sub dominasi ke
arah yang lebih setara.
Membedah sistem perdagangan
berkesetaraan bisa dimulai dengan
mendiskripsikan tujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pola produksi yang sesuai dengan
kondisi masyarakat setempat, lestarikan
pola-pola produksi komunal yang sudah
dimiliki oleh masyarakat secara turun-
termurun (indigenous knowledge),
termasuk sistem organisasi produksinya.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pola distribusi, memotong rantai supply
yang panjang, serta meningkatkan posisi
tawar produsen terhadap pedagang,
dalam hal penentuan harga, pembagian
keuntungan, penghilangan rente
ekonomi, serta akses informasi yang
transparan
3. Meningkatkan posisi tawar produsen
terhadap Negara, dalam hal hak-haknya
sebagai produsen
4. Memberikan kesempatan
pengembangan kesejahteraan dan
menentukan nasibnya sendiri pada
produsen dengan mekanisme
kepemilikan terhadap aset-aset produksi
5. Meningkatkan kesadaran konsumen
Sedangkan cara kerja yang
diharapkan dalam sistem perdagangan
ini adalah:
1. Adanya supply dan demand; hukum
ekonomi paling sederhana selalu
berkaitan dengan dimana ada permintaan
dan dari mana permintaan tersebut dapat
dipenuhi. Bagi gerakan ini demand
masih dianalisis dalam skala nasional,
mengingat potensi penduduk Indonesia
sebagai pasar yang sangat besar. Supply
juga sangat berkaitan dengan produk-
produk yang sudah diproduksi oleh
masyarakat. Kerjanya adalah bagaimana
menemukan formula untuk bisa
mempertemukan antara supply dengan
demand, itu saja.
2. Produksi yang adil dan benar; sistem
produksi memperhatikan kaidah-kaidah
ramah lingkungan dan sosial, kearifan
lokal, dan tentu saja
mempertimbangkan aspek-aspek
yang berkaitan dengan efisiensi dan
profesionalisme.
3. Harga yang adil; dilakukan dengan
memotong rantai perdagangan yang
panjang dan meminimalisir rente
ekonomi yang selama ini di ambil
oleh middlemen (tengkulak). Bekerja
langsung dengan produsen dan
mengarahkan agar produsen
mendapatkan persen keuntungan yang
layak dan adil sesuai dengan resiko
yang diambilnya
4. Organisasi kerja yang kooperatif;
organisasi yang menjamin bisnis
dikelola secara bersama (komunal)
dimana kepemilikan bersama selalu
didasarkan berdasarkan pada azaz
kontribusi, pembagian keuntungan?
dan kerugian--dilakukan secara adil
juga berdasarkan kontribusi,
pengambilan keputusan bukan
berdasarkan besaran modal/uang yang
disetor.
5. Dukungan teknis dan permodalan;
persoalan bagaimana membuat
produk yang diminati pasar, ramah
sosial dan lingkungan, akses pasar,
dan distribusi adalah kelemahan
umum dari usaha skala mikro, dan
kecil. Begitu pula persoalan
permodalan.
6. Akuntabilitas dan transparansi;
praktek bisnis baik dalam hal
penentuan harga, informasi pasar,
pembagian keuntungan dan resiko
dilakukan secara terbuka dan
dimonitoring oleh sebuah lembaga
khusus.
UUntuk mewujudkan tujuan
dan cara kerja dari sistem
Isu Utama
Organis6
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
perdagangan ini dibutuhkan aktor-aktor
yang mempunyai peran-peran spesifik.
Minimal ada tiga aktor utama dengan
tiga peran yang berbeda yaitu:
1. Organsasi produsen yang demokratis;
merupakan kumpulan produsen yang
memiliki spesialisasi yang berfungsi
sebagai penghasil produk. Hal ini
diperlukan untuk menghasilkan produk
yang memiliki mempunyai kualitas lebih
baik.
2. Organisasi perdagangan yang
akuntabel dan transparan; organisisasi
sebagai distributor, baik whole saler
(penjual besar) maupun retailer (eceran),
yang berperan menghubungkan
produsen dengan konsumen. Organisasi
ini dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu, organisasi distribusi hulu
(berhubungan dengan produsen sebagai
pengumpul produk) dan organisasi
distribusi hilir (berhubungan dengan
konsumen sebagai penjual produk).
3. Organisasi pembiayaan yang adil;
organisasi ini berfungsi sebagai sumber
permodalan bagi terciptanya
perdagangan produk-produk masyarakat.
Untuk menghindari conflict of interest,
sebaiknya organisasi ini tidak berfungsi
sebagai organisasi perdagangan.
Tujuannya adalah bagaimana agar
produk masyarakat dapat dibiayai untuk
sampai pada lokasi yang mempunyai
potensi pasar dengan prosedur yang
tidak memberatkan produsen (tanpa
agunan, tanpa persyaratan legalitas
formal, namun aman). Paling tidak
minimal dua hal yang seharusnya
dibiayai oleh organisasi ini yaitu, Harga
Pokok Produk (biaya yang dikeluarkan
oleh organisasi produsen untuk
menghasilkan produk) dan biaya
distribusi (biaya yang harus dikeluarkan
untuk mengirimkan produk ke lokasi
yang mempunyai potensi pasar).
Ketiga aktor tersebut bekerja di
lingkaran pusat dari sistem perdagangan
ini, sementara lingkaran tengahnya
berupa organisasi yang mendukung
proses produksi dan distribusi namun
tidak berperan langsung di dalamnya.
Terdapat dua organisasi di
lingkaran tengah yaitu:
1. Organisasi monitoring praktek
perdagangan dan abritase konflik;
organisasi ini pertama-tama harus
independen. Ia berfungsi sebagai
penengah dan resolusi konflik yang
biasanya terjadi antara organisasi
produsen, dan organisasi distribusi.
Organisasi ini juga berfungsi
merumuskan aturan main perdagangan
yang harus dipatuhi oleh setiap pihak
yang terlibat di dalamnya. Aturan main
tersebut harus disepakati antara
organisasi produsen dan distribusi.
Apabila terjadi pelanggaran aturan main,
maupun transparansi dan akuntabilitas,
maka organisasi ini harus mempunyai
kekuatan yang cukup untuk bisa
menjatuhkan sanksi.
2. Organisasi yang memfasilitasi
peningkatan kapasitas dan kapabilitas
organisasi produsen dan organisasi
perdagangan; seringkali kita temukan
adanya gap antara produk dan pasar.
Permintaan pasar kadang tidak dapat
dipenuhi oleh supply produsen
dikarenakan beberapa kendala baik
berupa informasi, ketrampilan,
pengetahuan maupun intervensi
teknologi. Organisasi ini berfungsi
untuk meningkatkan kapasitas
produsen dalam hal meningkatkan
produksi yang sesuai dengan
permintaan pasar. Ia juga berfungsi
untuk melakukan riset dan
pengembangan baik yang berkaitan
dengan peningkatan kinerja sistem
perdagangan, maupun hal yang
berkaitan dengan kendala - kendala
yang dihadapi produsen dalam
melakukan produksi yang baik dan
benar.
Terdapat juga aktor tambahan
yang berada di lingkaran tepi:
1. Konsumen yang sadar nilai;
konsumen merupakan perjalanan
akhir dari sebuah produk. Gerakan
perdagangan ini akan semakin utuh
apabila didukung pula oleh sebuah
gerakan konsumen yang massif dan
loyal. Konsumen yang sadar nilai dan
juga punya akses terhadap produsen.
Semakin langsung rantai yang
menghubungkan antara produsen
dengan konsumen, maka sistem ini
akan berjalan semakin efisien.
2. Organisasi labeling; organisasi ini
merupakan pengejawantahan bagi
kepentingan konsumen untuk
mendapatkan produk-produk yang
dijamin mempunyai kriteria
berkesetaraaan. Organisasi ini
mengeluarkan kriteria dan persyaratan
produk dan berfungsi juga sebagai
alat untuk memberikan "jaminan"
kwalitas dan kampanye serta promosi
bagi produk-produk masyarakat,
dimana kriteria-kriteria itu bisa
diterima sekaligus dipercaya
konsumen. (**)
Adalah Denu, seorang petani muda dari Desa Sukatani, Pacet,
Jawa Barat yang pada tahun 2005 belajar bertani kentang pada seorang
Dosen IPB di sebuah desa di kaki Gunung Salak, Bogor. Dari Sang
Dosen, Denu belajar seluk beluk kentang. Ilmu tersebut didapatnya
selama kurang lebih dua bulan. Dan dari belajar selama dua bulan
tersebut, Denu kemudian dibekali 23 buah umbi kentang yang kemudian
ditanam di beberapa polybag di halaman rumahnya.
Panen pertama, kentang-kentang tersebut dibagikan kepada para
tetangga di sekitar rumah. Sisanya, 26 buah, ditanam di kebun garapannya
yang terletak tepat di sisi jalan desanya. Dan dari 26 buah kentang
tersebut, Denu ternyata berhasil memanen sebanyak 45 kg kentang!
Diblender
Melihat panen yang sangat menggembirakan hatinya tersebut,
tergeraklah hati Denu untuk mencoba membibitkan kentang, hal ini juga
dipicu karena harga bibit kentang yang cukup mahal. Melalui beberapa
kali percobaan dan perlakuan, Denu akhirnya berhasil menciptakan bibit
kentang yang berumbi banyak dan relatif tahan terhadap hama penyakit.
Membuat bibit kentang dari biji ala Denu cukup mudah, namun
membutuhkan ketelitian. Kentang dipanen setelah berumur sekitar 100
hari. Setelah 100 hari, biasanya rumpun kentang akan mati dan tinggallah
buah-buah kentang yang menyerupai bola bekel berwarna hijau. Buah-
buah ini disortir, kemudian diblender dengan air, lalu dicuci dengan air
bersih. Setelah 4x penyaringan, barulah didapat biji-biji Organis
7Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Hortikultura & Padi
Sang pencipta kentang ?denu?
kentang yang menyerupai biji wijen. Biji-biji
kentang ini kemudian dikeringkan dan
disimpan untuk kemudian siap ditanam. Selain
dari biji, Denu juga membudi dayakan kentang
dari umbi-umbi kentangnya. Satu pohon
kentangnya rata-rata menghasilkan 20 buah
umbi kentang, dan dari ke 20 umbi ini
kemudian disortir mana yang akan dijadikan
bibit dan mana yang akan dijual. Dari minimal
1,2 ton hasil kebunnya, sekitar 800 kg dijual
ke pasar dan sisanya oleh Denu dijadikan
bibit.
Jadi Pestisida Alami
Penyakit yang bisanya menyerang
kentang adalah rontok daun dan busuk umbi.
Namun penyakit-penyakit tersebut seolah
tidak menyerang kentang ? denu? ini.
Rahasianya adalah pestisida alami buatan
Denu yang diraciknya dari air limbah
pencucian biji-biji kentang yang selama ini
dikumpulkannya. Air limbah ini
ditampungnya dalam jerigen-jerigen dan
didiamkan beberapa lama. Setelah beberapa
bulan, maka jadilah cairan pembasmi hama
alami ala Denu. ? Air limbah pencucian biji
kentang ini saya diamkan dan saya gunakan
sebagai pestisida alami. Makanya kentang
saya jarang terserang penyakit,? papar Denu.
Sri Nuryati
Pacet, Puncak
Organis8
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
? Saya tidak memakai pestisida kimia.
Saya semprotkan saja ini (air cucian
kentang yang telah didiamkan) ke
tanaman kentang saya,? tambahnya lagi.
Cairan berwarna coklat tua kehitaman
tersebut baunya memang sangat
menyengat. Walau sudah dicuci
memakai sabun, baunya tetap saja
menempel di tangan. ? Mungkin karena
baunya ini yang membuat hama atau
penyakit ngga mau datang,? kata Denu.
Habis Panen Tinggal Dibalik
Dalam satu kali musim tanam,
kentang ? denu? hanya membutuhkan
dua kali pemupukan. Pertama saat mulai
tanam dan kedua saat mau ditimbun
(agar menghasilkan umbi kentang yang
besar - red). Kompos dihasilkan dari
timbunan rumput atau serasah dedaunan
kentang yang digeletakkan di atas lahan
yang setelah agak busuk kemudian
dicampur dengan pupuk kandang. Tak
ada perlakuan khusus untuk kentang
? denu? . ? Tanam, biarin, lalu tumbuh,?
kata Denu. ? Kalau tanahnya basah
biasanya akan timbul penyakit busuk
umbi. Karena itu tanah sebaiknya
gembur dan berpasir,? jelas Denu.
? Sehabis panen nanti tinggal dibalik
(tanahnya) saja,? imbuhnya.
Pasokan ke Pasar malah Kurang
Layaknya kentang yang lain,
kentang ? denu? juga dipanen setelah
berumur 100 hari. Dalam satu pohon,
kentang ? denu? mampu menghasilkan
+/- 2 kg kentang.
Pemasaran tidak menjadi
kendala, selain pasar Cipanas, kentang
? denu? pun laris di jual di warung-
warung yang berada di desa Sukatani.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan
kentang di desanya, lebaran tahun
kemarin Denu mengakui kekurangan
stok kentang. ? Pemasaran ngga susah
kok, kalau dijual ke pasar Cipanas,
kentang dihargai Rp.3.000,-/kg, sedang
kalau dijual ke warung sekitar sini bisa
sampai Rp.5.000,-/kg,? ungkap Denu.
Menurutnya, kentang adalah jenis
produk yang tidak susah. ? Tidak perlu
cepat-cepat dijual karena dapat disimpan
hingga 1-2 bulan. Tidak seperti sayuran
yang harus segera dijual karena akan
cepat rusak/layu,? tutur Denu.
Melihat keberhasilan Denu dan
kentangnya, selain bertanam sayuran,
kini banyak tetangga di desanya yang
juga bertanam kentang. Tak heran jika
kemudian kentang dari kawasan Pacet
ini dikenal dengan nama kentang
? denu? . (**)
Hortikultura & P adi
Organis9
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Kebun & T ernak
Balai Malaris adalah sebuah kampung kecil di kaki pegunungan
Meratus yang secara administratif terletak di desa Lok Lahung, Kecamatan
Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan.
100 % penduduknya beragama Kaharingan dan seluruhnya merupakan
penduduk asli desa tersebut. Jumlah penduduk di kampung ini adalah
163 jiwa atau 24 tandun (kepala keluarga). Sebagai kawasan yang cukup
luas, Pegunungan Meratus dihuni oleh beberapa komunitas adat yang
sering disebut Masyarakat Adat Dayak Meratus. Dayak Meratus telah
mendiami kawasan Pegunungan Meratus ratusan bahkan ribuan tahun
yang lalu. Umumnya mereka berdiam dalam kelompok-kelompok kecil
yang disebut ? balai.?
Sumber Pendapatan
Hidup sebagai komunitas agraris, masyarakat disini tidak
kekurangan sumber-sumber produksi pertanian, terutama agroforestri
dan tanaman pangan. Hutan di sekitar kawasan
ini juga kaya akan tumbuhan obat berkhasiat.
Masyarakatnyapun kental dengan ritual sosial
budaya yang hingga kini masih dipegang teguh.
? Balian? (dukun kampung) menjadi tokoh
penting dikampung. Di Balai ini ada 5 orang
balian yang mahir dalam meramu bermacam
obat tradisional. Tanaman obat di kawasan
inipun ada sekitar 28 jenis, sehingga walau
jauh dari akses dan fasilitas kesehatan
pemerintah, paduan antara tanaman obat yang
banyak tersebar di kawasan ini dan balian yang
pandai meramu, membuat masyarakat di balai
ini tidak khawatir jika jatuh sakit.
Pagi masih berkabut dan mentari masih berlindung dibalik punggung pegunungan Meratus ketika jejak hari di
balai (kampung) ini telah dimulai lagi. Tapak kaki telanjang seorang perempuan dengan butah (Sejenis ransel yang terbuat
dari anyaman bambu) dipunggung dan seorang bapak tua dengan mandau dipinggul tengah menapaki jalanan tanah
kampung. Di pagi itu mereka bergegas menuju ladang padi yang menjadi sumber pangan utama mereka. Ladang mereka
berjarak kurang lebih satu jam perjalanan. Tetapi bagi kita yang tidak terbiasa dengan kontur jalan yang naik turun,
perjalanan menuju ladang ini bisa menghabiskan waktu hingga dua jam!
Kebun & T ernak
Organis10
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Sama halnya dengan
masyarakat lain yang hidup di bantaran
pegunungan Meratus, mata pencaharian
utama masyarakat Malaris adalah
bercocok tanam padi (Bahuma). Selain
itu, mereka juga menanam tanaman
perkebunan di bekas peladangan mereka.
Tanaman perkebunan tersebut antara
lain kayu manis, karet (gatah) dan
keminting/kemiri yang keseluruhan
hasilnya dapat mereka jadikan sumber
pendapatan utama dalam bentuk uang
tunai.
Sumber pendapatan masyarakat
Malaris lainnya adalah memanfaatkan
hasil hutan non kayu (Non Timber Forest
Product) seperti walatung/manau,
rotan/paikat, damar, madu dan lain-lain.
Untuk memanfaatkan waktu luang di
malam hari, biasanya kaum perempuan
atau ibu-ibu serta kaum pria yang sudah
lanjut usia mengisinya dengan membuat
berbagai macam anyaman atau kerajinan
dari bambu. Bentuk kerajinan ini berupa
tikar, lanjung, bakul, butah, tengkiring
dan lain-lain. Hasilnya sebagian untuk
keperluan sendiri dan sebagian lagi
dijual kepada turis atau pengunjung yang
datang ke tempat mereka.
Potensi Lokal
Buah lokal adalah sumber
pangan dan ekonomi penting lain bagi
orang Malaris. Durian, buah berduri
tajam ini bertebaran di sekitar kampung,
jumlahnya ada sekitar 228 pohon.
Langsat Mincungan ada sekitar 24
pohon, sedangkan Langsat Kacubuk dan
manggis ada sekitar 150-an pohon lebih.
Sedangkan buah lokal, Kapul dan
tiwadak, di balai ini ada sekitar 200-an
pohon.
Potensi kemiri di Malaris cukup
banyak, hal ini karena di kawasan ini
kemiri ditanam sebagai tanaman sela di
kebun dan ladang petani. Jika rata-rata
setiap tandun memiliki 20 pohon, maka
jika dikalikan dengan 24 tandun yang
ada di balai ini maka di Balai Malaris
ini ada sekitar 480 buah pohon kemiri.
Dan jika produksi satu pohon kemiri
bisa mencapai 100 kg kemiri
gelondongan per pohon maka omzet
penjualan kemiri gelondongan balai ini
dapat mencapai Rp. 96.000.000,- (480
kg x 100 kg x Rp 2000). Angka yang
cukup fantastis.
Kayu manis menjadi komoditas
penting lain bagi komunitas balai
Malaris. Hampir setiap hari, terlihat
hamparan kayu manis yang dikeringkan
berada di halaman depan rumah
penduduk. Rata-rata setiap tandun
memiliki 825 pohon kayu manis, jika
dikalikan dengan 24 tandun yang
berdomisili di balai ini maka ada sekitar
19.800 pohon kayu manis. Dengan
asumsi satu pohon menghasilkan 8 kg
kayu manis maka omzet penjualan kayu
manis di balai ini mencapai
Rp. 594.000.000,-
Selain kemiri dan kayu manis,
Malaris juga menyimpan kekayaan
hutan lain yaitu karet. Rata-rata setiap
tandun di balai ini memiliki 1.050 pohon
karet. Sehingga jika dikalikan dengan
24 tandun yang berdomisili di balai ini
maka ada sekitar 25.200 pohon. Dengan
asumsi setiap pohon karet dapat
menghasilkan 48 kg / tahun/pohon, dan
jika harga per kilogram adalah
Rp. 2.500,- maka dalam setahun omzet
penjualan produksi karet balai ini adalah
sebesar Rp. 3.024.000.000,-
dalam setahun omzet penjualanproduksi karet balai ini adalah
sebesar Rp 3.024.000.000,-
Keakraban Sore
Usai dari rutinitas kerja
keseharian di ladang, komunitas di balai
Malaris ini biasanya akan melanjutkan
dengan keakraban sore. Mereka tak
pandai menghitung nilai rupiah tanaman
pangan maupun hasil kebun yang
mereka akrabi setiap harinya tersebut.
Yang ada hanyalah jejak kaki dan ritual
keseharian yang mereka yakini akan
memberikan kehidupan bagi keluarga
dan orang-orang dikampungnya. Sebuah
realitas kehidupan yang sungguh sangat
berbeda dengan mosaik masyarakat kota
yang hampir sepanjang hari bergelut
dengan perhitungan Rupiah, bahkan
Dolar atau Euro. (**)
Kebun & T ernak
Organis11
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Jendela K onsultasi
Saya adalah pekebun organik di daerah Citeko, Puncak, Bogor. Di musim ini tanaman kol saya
daunnya seperti dimakan ulat/kutu, bolong-bolong hingga kedalam sehingga penampakannya kurang menarik.
Bagaimana cara pengendaliannya agar tanaman kol saya tersebut tumbuh mulus? Ada yang menyarankan
memakai tembakau, benarkah? Bagaimana caranya?
MahendraNaturiz OrganicDesa Citeko, PuncakBogor
Agus Kardinan menjawab:
Biasanya yang menyerang kol adalah ulat Crocidolomia dan Plutella. Saya pernah menguji pestisida
nabati dari piretrum dan mimba di Ciwidey/Pangalengan pada kol, hasilnya cukup bagus, tapi masih di
bawah insektisida kimia sintetis.
Dengan tembakau boleh juga, caranya daun tembakau direndam, diaduk dengan air dibiarkan
semalam, diperas/disaring, semprotkan ke tanaman. Atau kalau mau coba, bisa juga dengan minyak mimba,
walaupun cara kerjanya lambat, namun cukup membantu. Semoga berhasil.
Organis12
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Pustaka
Judul : FAIR TRADE, Panduan Bagi Masyarakat
Penulis : Ratri Kustanti, Bima D. Wijaya, Anwar Agustyawan,
Iwan Dwi Wahyu Anggoro
Penyunting : Ary Wibowo
Penerbit : Yayasan Samadi ? Justice & Peace Institute dan FIDES Books
Jl. Veteran Barat No.79C Surakarta 57154
Telp./Fax: 62-271-742522
E-mail: [email protected]
Tebal : 37 hal.
Pedagangan seharusnya mempunyai potensi untuk memberantas kemiskinan. Namun perdagangan yang selama ini
terjadi justru memperlebar kesenjangan yang telah ada antara kaum miskin dan kaya. Perdagangan yang terjadi selama ini
adalah perdagangan yang tidak adil. Permasalahannya bukan karena perdagangan tersebut merugikan kebutuhan dan
kepentingan kaum miskin, namun karena adanya aturan-aturan dalam perdagangan yang dimanipulasi secara curang untuk
kepentingan pihak tertentu.
Perdagangan yang selama ini terjadi dikatakan tidak adil karena tidak adanya tanggung jawab sosial dari mereka-
mereka yang diuntungkan. Hal ini semakin didukung dengan adanya aturan-aturan dari pemerintah yang seringkali berat
sebelah.
Dan berhadapan dengan situasi semacam ini belakangan muncul suatu gerakan yang bertujuan memberdayakan
para produsen marjinal, agar dapat mengembangkan usaha dan pada gilirannya memperbaiki kualitas hidup mereka dan
juga para pekerjanya serta orang-orang yang terlibat dalam proses produksinya. Gerakan ini dikenal dengan nama gerakan
fair trade atau perdagangan yang adil.
Hubungan kerja dalam Fair Trade sangat memerlukan adanya transparansi, terutama transparansi informasi. Sedangkan
perhatian yang dimaksud adalah berupa usaha untuk memanusiakan proses perdagangan dengan cara membangun rantai
produsen-konsumen sependek mungkin supaya konsumen menjadi sadar dan mengenal budaya, identitas dan kondisi dimana
para produsen hidup. (sny)
diolah tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis seperti pewarna atau pengawet buatan.
Yang menjadikan produk ini aman bagi manusia dan lingkungan adalah karena produk ini sangat sedikit
mengandung, bahkan, bebas bahan kimia ketimbang bahan kosmetika pada umumnya. Beragam produk kosmetik
mulai dari pembersih make-up, lipstik hingga perawatan rambut dan tubuh kini banyak yang organik. Bahan-bahan
yang digunakan untuk kosmetika organik ini biasanya berasal dari minyak nabati atau ekstrak tanaman, minyak atsiri
dan herbal. Ada juga buah-buahan yang digunakan untuk produk perawatan tubuh, perawatan mulut dan gigi, perawatan
kulit, perawatan wajah dan perawatan rambut. Ada juga teh dan juice herbal untuk pengobatan, aroma terapi dan
parfum organik.
Beberapa contoh kosmetik organik diantaranya adalah sabun organik yang terbuat dari minyak tanaman dan
ditambahkan dengan bahan-bahan alami seperti aroma jeruk dan lidah buaya tanpa pewarna dan pengawet sintetis.
Ada juga lipstik organik yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti beeswax, jojoba oil, caster oil, sun flower oil
dan vitamin E alami. Sementara moisture-nya menggunakan minyak alami, tanpa menggunakan parabens dan pengawet
sintetik atau bahan-bahan beracun lainnya.
Untuk parfum organik, banyak digunakan ekstrak bunga-bunga dari negara-negara tropis, seperti Indonesia,
yang dicampur dengan ekstrak rempah-rempah. Bahan-bahan ini lebih aman ketimbang wewangian sintesis yang
merupakan penyebab utama terjadinya alergi akibat kosmetik.
Organis14
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Kabar dari BIOCert
Bagaimana Indonesia
Sebagai negara tropis, Indonesia
memiliki potensi besar sebagai produsen
bahan baku kosmetika organik. Minyak
atsiri, teh herbal dan ekstrak tanaman yang
berasal dari berbagai tumbuhan alami yang
terdapat di Indonesia adalah modal dasar
pengembangan industri kosmetika organik.
Lihat saja bunga sepatu, bengkuang
yang dapat diproses untuk pemutih kulit,
daun beluntas dan kenikir untuk pengharum
badan, juma untuk susuk perut, merang dan
urang aring untuk keindahan rambut dan
masih banyak lagi.
Potensi tanah air ini dengan jeli
telah dilirik oleh seorang pengusaha
kosmetik dan jamu tersohor di Indonesia
dengan mengelola dan mengembangkan
sebuah kawasan seluas 9,8 hektar di
Cikarang Selatan yang ditanami lebih dari
500 jenis tanaman obat secara organik.
Industri jamu dan kecantikan tradisional di
tanah air ini telah mulai kearah pengembangan kosmetika organik
yang berakar dari budaya dan alam Indonesia.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, dan
memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies
di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat, merupakan potensi
besar bagi pasar bahan baku kosmetik organik. Walau kosmetk
organik belum menjadi tren di tanah air ini, namun semakin
banyaknya orang-orang yang kembali ke gaya hidup back to nature
membuat produk-produk organik semakin banyak diminati. Tren
dunia yang telah mengarah pada kosmetik organik menjadikan
produk ini akan menjadi tren pula di Indonesia. Tunggu saja. (**)
gambar: organic consumer association
diolah tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis seperti pewarna atau pengawet buatan.
Yang menjadikan produk ini aman bagi manusia dan lingkungan adalah karena produk ini sangat sedikit
mengandung, bahkan, bebas bahan kimia ketimbang bahan kosmetika pada umumnya. Beragam produk kosmetik
mulai dari pembersih make-up, lipstik hingga perawatan rambut dan tubuh kini banyak yang organik. Bahan-bahan
yang digunakan untuk kosmetika organik ini biasanya berasal dari minyak nabati atau ekstrak tanaman, minyak atsiri
dan herbal. Ada juga buah-buahan yang digunakan untuk produk perawatan tubuh, perawatan mulut dan gigi, perawatan
kulit, perawatan wajah dan perawatan rambut. Ada juga teh dan juice herbal untuk pengobatan, aroma terapi dan
parfum organik.
Beberapa contoh kosmetik organik diantaranya adalah sabun organik yang terbuat dari minyak tanaman dan
ditambahkan dengan bahan-bahan alami seperti aroma jeruk dan lidah buaya tanpa pewarna dan pengawet sintetis.
Ada juga lipstik organik yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti beeswax, jojoba oil, caster oil, sun flower oil
dan vitamin E alami. Sementara moisture-nya menggunakan minyak alami, tanpa menggunakan parabens dan pengawet
sintetik atau bahan-bahan beracun lainnya.
Untuk parfum organik, banyak digunakan ekstrak bunga-bunga dari negara-negara tropis, seperti Indonesia,
yang dicampur dengan ekstrak rempah-rempah. Bahan-bahan ini lebih aman ketimbang wewangian sintesis yang
merupakan penyebab utama terjadinya alergi akibat kosmetik.
Organis14
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Kabar dari BIOCert
Bagaimana Indonesia
Sebagai negara tropis, Indonesia
memiliki potensi besar sebagai produsen
bahan baku kosmetika organik. Minyak
atsiri, teh herbal dan ekstrak tanaman yang
berasal dari berbagai tumbuhan alami yang
terdapat di Indonesia adalah modal dasar
pengembangan industri kosmetika organik.
Lihat saja bunga sepatu, bengkuang
yang dapat diproses untuk pemutih kulit,
daun beluntas dan kenikir untuk pengharum
badan, juma untuk susuk perut, merang dan
urang aring untuk keindahan rambut dan
masih banyak lagi.
Potensi tanah air ini dengan jeli
telah dilirik oleh seorang pengusaha
kosmetik dan jamu tersohor di Indonesia
dengan mengelola dan mengembangkan
sebuah kawasan seluas 9,8 hektar di
Cikarang Selatan yang ditanami lebih dari
500 jenis tanaman obat secara organik.
Industri jamu dan kecantikan tradisional di
tanah air ini telah mulai kearah pengembangan kosmetika organik
yang berakar dari budaya dan alam Indonesia.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, dan
memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies
di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat, merupakan potensi
besar bagi pasar bahan baku kosmetik organik. Walau kosmetk
organik belum menjadi tren di tanah air ini, namun semakin
banyaknya orang-orang yang kembali ke gaya hidup back to nature
membuat produk-produk organik semakin banyak diminati. Tren
dunia yang telah mengarah pada kosmetik organik menjadikan
produk ini akan menjadi tren pula di Indonesia. Tunggu saja. (**)
gambar: organic consumer association
Organis15
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Hama & T anah
patek, dan layu akar yang saat ini
menyerang hampir semua komoditas
pertanian, kita dapat mengatasinya
dengan mensterilkan tanah dengan
menggunakan IMO (mikro
organisme lokal), arang, dan kompos
organik.
Dapat pula kita mengendalikan
penyakit dengan cara menggunakan
tanaman yang terkena penyakit.
Caranya: tanaman tersebut kita
fermentasi dengan menggunakan
gula merah perbandingan 1:1
(letakkan 1 kg tanaman yang
terserang penyakit dalam toples, lalu
tambahkan 1 kg gula merah), selama
7 hari. Kemudian semprotkanlah
hasil fermentasi tersebut ke tanaman
yang sakit. Cara ini mirip dengan
pemberian vaksinasi pada manusia
atau hewan ternak.
Untuk mengatasi penyakit
padi yang disebabkan oleh virus
tungro, belum ada jalan lain selain
memusnahkan tanaman yang sakit
tersebut. Biasanya, virus itu
menyerang tanaman yang masih
muda. Virus ini sangat cepat
berkembang dengan bantuan angin
dan air.
Untuk mengatasi penyakit
sundep dan ganjur/pentil, kita dapat
mengatasinya dengan cara
pengolahan lahan dengan media
mikroba IV, arang, dan kompos.
Sebelum ditanami, lahan harus kita
sterilkan dahulu. Lalu semprotkan
insektisida dan fungsisida nabati
dengan dosis 2 gelas + 10 liter air.
Penyakit ganjur/pentil ini menyerang
tanaman padi yang masih pada masa
Oleh:
Setyastuti
Orbaningsih
Dr. Cho Han Kyu, praktisipertanian alami di Korea Selatan,berpendapat bahwa pertanian alami
(natural farming/NF) memberi peluangbagi petani untuk bertani denganmenggunakan sumber daya yang
dimilikinya tanpa bergantung kepadabarang yang harus dibeli di pasar. Bahan-bahan yang diperlukan (input) dibuatsendiri, sehingga petani kembali menjadi
tuan dari lahan pertaniannya. Pertanianpun harus dapat menjadi sarana hidupyang terbuka bagi setiap orang, termasuk
mereka yang tidak mempunyai uang.Sehingga pertanian menjadi pekerjaanyang menghasilkan makanan bagikesehatan dan kehidupan manusia
dengan cara bekerja sama dengan alam,mengikuti hukum-hukumnya.
Kita dapat melihat pertanian
alami dari prinsip-prinsip kerjanya,yaitu: menerapkan hukum alam,menggunakan input lokal yang ada di
wilayahnya, tidak menggunakan hanyasatu cara (ketrampilan/kreatifitas), tepatwaktu (memperhatikan pranata musimdan waktu pemberian nutrisi atau waktu
pengendalian hama misalnya sore harisebelum jam 15.00, tepat dosis (misalnya1:1 + air 1 liter), tepat tahapan (pra
pertumbuhan, pertumbuhan, peralihan,pembuahan), tepat sasaran dalampengendalian hama dan penyakit,merawat tanaman, ternak, perikanan
sama dengan merawat anak dari dalamkandungan hingga lahir dewasa, sertamemperlakukan tanaman, ternak, danperikanan dengan adil tanpa melanggar
hak asasinya (karena setiap mahluk
hidup mempunyai hak asasi).
Oleh karena itu, sebenarnya
penanggulangan atau pemberantasan
hama dan penyakit tanaman tidak perlu
kita lakukan, akan tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana kita
melakukan budidaya dan pengelolaan
secara bersahabat dengan alam, dengan
memperhatikan semua aspek, di
antaranya:
1. Aspek hak makhluk hidup, tidak
boleh ada pemaksaan berupa
penggunaan bahan-bahan kimia.
2. Aspek lingkungan (ekosistem) yang
memperhatikan sumber daya alam,
seperti air, udara, dan tanah.
3. Aspek kesehatan tanaman, yaitu
pemenuhan gizi dengan bahan alami
yang ada.
4. Aspek keberlanjutan, seperti
memperhatikan kearifan lokal petani.
Dengan berpegang pada semua aspek
dan prinsip yang ada dalam pertanian
alami, kita dapat terhindar dari ledakan
hama penyakit pada tanaman dan hewan
peliharaan kita. Beberapa pengalaman
kelompok tani dalam mengembangkan
pertanian alami di wilayah Banjarnegara,
Jawa Tengah, menunjukkan manfaat
positif tersebut.
Kendalikan Penyakit dengan
Vaksinasi Nabati
Apabila tanaman kita terserang
penyakit, kita bisa menggunakan
fungisida nabati, nutrisi jahe, bawang
putih, kunyit, lengkuas ditambah alkohol
70% untuk disemprotkan pada tanaman
yang terserang penyakit. Untuk penyakit
yang disebabkan oleh jamur, virus,
Organis16
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
pertumbuhan, biasanya muncul pada
musim hujan dengan curah tinggi. Cara
mengatasi penyakit ini selain cara di
atas, dapat juga dengan jalan mencabut
ganjur/pentil tersebut.
Penyakit beluk biasanya
menyerang padi, yang terjadi mulai masa
bunga. Penyakit tersebut berupa ulat
penggerek yang hidup di dalam batang
padi. Cara mengatasi penyakit ini, lebih
banyak berupa pencegahan, yaitu sejak
dalam pengolahan lahan, dan memenuhi
gizi tanaman dengan nutrisi-nutrisi
nabati (cara pembuatan nutrisi nabati
serupa dengan fermentasi bahan-bahan
nabati menggunakan gula merah).
Cara Jitu Kendalikan Hama
Untuk mengendalikan hama
ulat daun dan kepik, kita dapat
menggunakan insektisida nabati dengan
ramuan yang terbuat dari campuran daun
pucung (kluwak) ditambah buah maja,
dan tambahkan pula daun-daun yang
pahit dan berbau ? langu? , lalu tumbuk
hingga halus, dan peras. Ambil airnya,
lalu semprotkan langsung ke tanaman
yang terserang hama (1,5 gelas air
ramuan tersebut dicampurkan dalam 1
tangki 10 liter + gula yang sudah
dilarutkan sebagai perekat).
Untuk mengendalikan hama
lalat buah, gunakanlah tanaman
perangkap yaitu tanaman yang
mempunyai bunga berwarna kuning
cerah yang ditanam di tepian tanaman
secara selang-seling. Selain itu, dapat
pula kita menggunakan perangkap lalat
(sistem atraktant) yang menggunakan
botol plastik bekas, dilengkapi kapas,
benang, lalu gantunglah. Letakkan kapas
dalam botol, lalu gantung dan berilah
aroma minyak kayu putih atau minyak
cengkih, atau tumbukan kapulaga.
Ambillah airnya dan campurkan dengan
alkohol 70%. Hasilnya: lalat buah
pejantan akan terperangkap di dalam
botol tersebut.
Untuk mengendalikan hama
buncis berupa serangga jenis aphid,
caranya adalah dengan menggunakan
air rendaman abu dapur, lalu tambahkan
air tumbukan daun pucung dan buah
maja (2 gelas untuk dilarutkan dalam
10 liter air), kemudian semprotkan ke
tanaman buncis yang terserang hama.
Untuk mengendalikan hama
padi berupa ulat, kepik, kepinding tanah,
walang sangit, belalang daun, wereng
coklat, wereng hijau, dan lain-lain,
gunakan insektisida nabati yang kita
buat sendiri dari ekstrak daun pucung,
buah maja dan dedaunan yang berbau
? langu? dan rasanya pahit. Cara
membuatnya: tumbuklah bahan-bahan
itu, lalu ambil airnya dan tambahkan
sedikit gula merah. Lalu semprotkan
campuran tersebut kepada tanaman yang
terserang hama (2 gelas untuk 1 tangki
semprot 10 liter).
Untuk mengatasi hama tikus,
kita dapat menggunakan sambetan
(dringro, lengkuas, kunyit, jahe, bawah
putih). Cara membuatnya: tumbuklah
bahan-bahan tersebut, lalu ambil airnya
sebanyak 2 gelas dan campurkan dengan
10 liter air. Lalu semprotkan ke tanaman.
Ampas tumbukan itu dapat kita tebarkan
di lahan sehingga akan membuat tikus-
tikus tidak betah berada di lahan tersebut.
Ada gula, ada semut. Dengan
menggunakan gula merah kita bahkan
dapat memanggil semut untuk
mengenyahkan tikus. Caranya, letakkan
gula merah di dekat lubang sarang tikus.
Tentu saja, semut akan segera datang
mengerubungi gula di sekitar lubang
itu. Ketika tikus keluar-masuk sarang
melalui lubang, gula akan menempel
pada bulu tikus dan terbawa ke mana-
mana. Lalu semut-semut akan masuk
ke telinga dan mata tikus sehingga
akan mengganggu tikus, dan tikus
menjadi tidak betah berada di lokasi
tersebut bahkan bisa mati karenanya
serangan semut.
Kita juga dapat mengusir
hama tikus dengan getah semboja
yang dicampur dengan gabah beras.
Caranya, keringkan campuran gabah
dan getah semboja itu, lalu masukkan
ke dalam bumbung (bambu) pendek.
Kemudian letakkan bumbung di
dekat lubang tikus. Tikus yang
memakan gabah itu akan tanggal
(lepas) giginya sehingga tidak dapat
mengerat/makan lagi. Dan lama-
kelamaan tikus akan mati, sementara
tikus betina khususnya akan menjadi
mandul. (**)
Hama & T anah
Organis17
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
K onsumen
pendampingan dari kelompok inti
CSA. Biaya tersebut diantaranya
adalah biaya tenaga kerja, distribusi,
investasi benih dan peralatan kerja,
sewa lahan, perbaikan
infrastruktur/mesin pertanian. Total
biaya usaha tani ini kemudian
dibagikan ke jumlah konsumen
anggota CSA yang terlibat
mendukung tiap kebunnya. Besarnya
nilai bagi hasil itulah yang akan
dibagikan dalam bentuk produk
pangan setiap panen musiman. Nilai
bagi hasil yang diterima setiap
konsumen akan dibagi lagi setiap
minggunya sesuai kebutuhan pangan
mingguan konsumen, dan biasanya
mampu mencukupi kebutuhan 4
anggota keluarga. Meskipun
kebutuhan anggota konsumen CSA
berbeda, namun umumnya satu
kebun CSA mampu menyediakan
berbagai variasi jenis pangan seperti
seperti sayur, buah, daging, telur dan
susu organik.
Di Jepang, sistem pertanian
semacam ini sudah mengakar kuat sejak
dekade 1960-an dimana waktu itu
diprakarsai oleh sekumpulan ibu-ibu
rumah tangga yang prihatin atas
meningkatnya produk pangan impor
yang berdampak langsung pada
penurunan jumlah petani dan luasan
lahan pertanian. Mereka inilah yang
kemudian berinisiatif membangun
kerjasama langsung antara kelompok
kusumen dan petani dalam penanaman
dan pembelian produk pertanian lokal
yang ramah lingkungan. Kerjasama
inilah yang kemudian dikenal orang
Jepang dengan nama TEIKEI yang
diartikan secara sederhana sebagai
membeli pangan langsung dari petani.
Produsen Konsumen Saling
Mendukung
Menjadi anggota CSA
menumbuhkan hubungan dan rasa
tanggung jawab antara konsumen
dengan pangan yang dikonsumsi serta
kesuburan lahan dengan petani
penggarapnya. Konsumen pendukung
berperan mendanai biaya operasional
usaha tani tahunan dengan cara membeli
nilai bagi hasil produk panenan setiap
musim. Disini anggota CSA perlu
membuat komitmen bersama untuk
mendukung biaya usaha tani selama
musim tanam, termasuk resiko kerugian
dan sisa panen yang dialami petani.
Anggota CSA dapat membantu
membelikan/menyediakan benih, pupuk,
saluran irigasi air, saprotan, tenaga kerja
dll. Timbal baliknya, petani akan
menyediakan pasokan produk segar
musiman yang kontinu dan menyehatkan
melalui sistem tanam musiman.
Hubungan kerjasama yang
saling mendukung antara petani dan
konsumen pendukung inilah yang
membantu menciptakan operasional
kebun yang layak secara ekonomis.
Pilar Gerakan CSA: Dana, Anggota
dan Manajemen
Dalam memperhitungkan biaya
usaha tani, petani perlu mendapat
Oleh: Gandhi Bayu
Organis18
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Konsumen anggota CSA
nantinya akan menandatangani
kesepakatan kontrak pembelian. Nilai
bagi hasil yang diperoleh bisa secara
keseluruhan sebelum masa tanam atau
melalui beberapa kesepakatan lanjutan
setiap musimnya. Dalam sistem ini
pengeluaran biaya produksi akan dijamin
tersedia dan petani akan langsung
menerima penghasilan saat mulai
menanam produk pangan yang
disepakati.
Timbal balik dari sistem
investasi ini, anggota CSA akan
menerima sekeranjang produk organik
lokal yang segar setiap minggunya
dalam satu musimnya. Para anggota
CSA juga berhak menerima berbagai
macam produk organik lainnya berupa
sayuran dan herbal yang dijadikan
tanaman tumpangsari maupun tanaman
pendamping. Pada prakteknya sistem
CSA mampu mengurangi faktor resiko
kerugian dan memberikan nilai manfaat
lebih pada lahan yaitu menyuburkan
tanah. Jenis tanaman sayuran yang
ditanam disesuaikan dengan permintaan
pasokan mingguan yang kontinu dengan
berbagai macam sayuran. Rotasi jenis
tanaman dilakukan sepanjang musim
dimana besaran jumlah nilai bagi hasil
mingguannya tergantung pada jumlah
hasil panen sayur dan jenis sayuran yang
mencerminkan jenis tanaman musiman
yang mampu ditanam sesuai kondisi
iklim lingkungan setempat.
Keanggotaan konsumen CSA
umumnya mencakup berbagai elemen
komunitas bisa termasuk diantaranya,
keluarga miskin, orang jompo, dan orang
berkebutuhan khusus. Sistem ini
memungkinkan ada biaya tambahan
untuk sistem pengiriman ke rumah.
Sebagian besar kelompok CSA dapat
mengundang anggotanya untuk
kunjungan kebun maupun terbuka untuk
pendampingan teknis secara sukarela.
Berbagi pekerjaan adalah salah satu
pilihan lain dari beberapa contoh
kelompok CSA, dimana anggota
konsumen dapat berkomitmen
meluangkan waktu sekitar 3-4 jam per
minggu untuk membantu pekerjaan di
kebun sebagai bentuk penggantian dari
diskon biaya keanggotaan.
Dalam CSA pengelolaan aset-aset usaha
tani diatur dengan cukup fleksibel.
Biasanya pemilik lahan (petani) akan
menyewakan lahan tesebut dengan
memasukkan biaya sewa lahan sebagai
komponen biaya pengeluaran rutin.
Mekanisme Distribusi dan
Pengambilan Keputusan
Bentuk-bentuk distribusi dalam
sistem CSA ini ada beberapa macam.
Sehari setelah produk dipanen, maka
sejumlah produk tersebut ditimbang
dalam berat ataupun satuan tertentu
(ikatan/buah) dan sesegera mungkin
produk akan diterima oleh konsumen
sesuai besaran nilai bagi hasilnya. Pada
beberapa CSA bahkan anggotanya
datang ke kebun untuk menimbang
sendiri bagian hasilnya sesuai daftar
kelebihan produk dan menyisakan
produk lain yang tidak dibutuhkan dari
berbagai produk yang tersedia bagi
anggota lain dan mendapatkan berbagai
produk lain yang dapat dimanfaatkan.
Pada kebun CSA lainnya memiliki staf
distribusi yang bertugas menimbang
berbagai produk dan mengepak
produk bagi hasil anggota CSA
hingga mengantarkan paket tersebut
ke tempat khusus pengambilan.
Beberapa keuntungan dari sistem
pemasaran langsung yang diterapkan
CSA adalah adanya pembagian
resiko bersama anggota dalam bentuk
pembayaran uang muka biaya usaha
tani organik. Kemudian
meminimalkan kerugian dan limbah
pertanian, mengurangi masa
penyimpanan produk yang lama, dan
ada kesadaran dari anggota untuk
menerima produk alami yang
tampilannya kurang sempurna.
Kelompok inti CSA
berperan membangun organisasi
petani/pekebun, distribusi produk
dan memegang peran kunci dalam
administrasi usaha bersama. Bahkan
beberapa anggota CSA kadang
berperan penting sebagai pengambil
keputusan lembaga CSA-nya dalam
menentukan tujuan jangka pendek
dan panjang, mempersiapkan
anggaran lembaga, mengelola
publikasi dan hasil kajian,
peyelenggaraan kegiatan. Selain itu
ada juga rapat tahunan anggota CSA,
buletin anggota, dan survai musiman
yang kesemuanya adalah beberapa
cara untuk membangun komunikasi
antara produsen dan konsumen. (**
Terjemahan bebas dari:What is Community Supported Agricultureand How Does It Work?
Oleh: Robyn Van En, CSA of North America(CSANA); Liz Manes, Colorado StateUniversity Cooperative Extension; and CathyRoth, University Massachusett ExtensionAgroecology Program
Foto: repro BIOCertPertemuan antara produsen dan konsumen
Konsumen
Organis19
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Opini
Pembaruan Agraria:Strategi Pemenuhan Hak atas P angan
Kondisi tersebut tidak
terlepas dari masalah kedaulatan
pangan di negara berkembang
sendiri. Kebutuhan pangan sangat
mempengaruhi pergerakan pangan
dunia. Kondisi pasar pangan dunia
dapat kita lihat melalui permintaan
(perubahan atau tidak-berubahnya
pasar beras). Indonesia sendiri, negeri
agraris ini, menjadi importir beras
terbesar berawal dari proses negosiasi
dengan IMF pada 1997. IMF
menekan pemerintah Indonesia agar
menghapus segala bentuk
pengendalian (kontrol) atas harga,
distribusi produk pertanian,
pembatasan impor produk pertanian,
dan Bulog harus diprivatisasi.
Pemerintah Indonesia pun
bagai kerbau dicucuk hidung, dan
melepas kontrol atas harga komoditas
pertanian kecuali beras, gula, dan
tembakau. Maka, pada 1 Januari
1998, harga beras, gula dan tembakau
pun melangit. Akibat kebijakan
neoliberal itu, jutaan rakyat
kelaparan.
Rentetan peristiwa konflik
agraria terekam dalam sejarah bangsa
agraris ini. Tatkala kebijakan-kebijakan
sektoral melahirkan konflik, tampaklah
negara mengabaikan tanggung
jawabnya, terutama dalam hal
pemenuhan hak-hak dasar warga negara
seperti hak atas tanah dan pangan yakni
hak ekosob (ekonomi, sosial, budaya).
Hal ini sangat penting mengingat 70%
penduduk di Indonesia mengandalkan
pertanian sebagai mata pencaharian
utama.
Selain konflik agraria, nestapa
bangsa ini juga ditambah dengan
pencemaran sumber produksi seperti
tanah, air, benih, ternak, tanaman, ikan
dan udara akibat pemakaian pupuk dan
pestisida kimia yang berlebihan,
pemaksaan penggunaan benih-benih
transgenik, kerusakan dan menurunnya
daya dukung pertanian seperti saluran
irigasi 40-60 persen, menyempitnya atau
konversi lahan pertanian ke non
pertanian dengan cepat, serta tekanan
demografi akibat gagalnya mengatasi
kelahiran yang tinggi.
Sementara itu, politik pertanian
negara-negara maju menuntut
penyeragaman pangan yang hanya
membudidayakan 16 tanaman pangan
saja, meski ada 3.000 spesies tumbuhan
yang dapat dikembangkan. Akibat
politik proteksi dan subsidi, negara-
negara maju mengalami swasembada
(surplus) pangan. Konsekuensinya,
mereka leluasa melepas produknya ke
pasar dengan harga sangat miring
(dumping). Sedang negara-negara
berkembang yang juga mengembangkan
komoditas yang sama, tentu saja
mengalami pukulan telak.
Kelaparan pun menyusul
kerakusan negara-negara industri yang
menguras sumber daya alam di belahan
selatan dunia (negara-negara
berkembang). Kebijakan menentukan
harga pangan impor murah, membuat
produksi petani dalam negeri dinilai
tidak kompetitif. Akibatnya, pemerintah
mengambil jalan pintas: impor dengan
alasan yang dicari-cari. Padahal
pertanian pangan adalah tumpuan hidup
petani dan jutaan tenaga kerja.
Situasi dan kondisi dunia saat
ini pun menggambarkan peningkatan
kebutuhan pangan terbesar di negara-
negara berkembang dan terbelakang
(85%). Sedang peningkatan produksi
pangan dunia terjadi di negara maju, di
mana 60% pertumbuhan pangan akan
diperoleh melalui kemajuan teknologi
dan rekayasa genetika.
Oleh: Gandhi Bayu
Sungguh ironis nasib anak bangsa di negeri agraris ini.
Seorang penjual penganan gorengan kaki lima bunuh diri, lantaran langka dan mahalnya
bahan dasar. Kedelai menjadi barang langka. Sementara penggemar tahu dan tempe
kebingungan menemukan makanan kesukaannya menjadi mengecil atau harganya
menjadi lebih mahal. Lebih parah lagi, setiap tujuh detik, anak di bawah 10 tahun meninggal
dunia akibat kelaparan, sementara 840 juta lainnya menderita kurang gizi.
Apakah bumi tidak lagi sanggup menyediakan pangan bagi seluruh penghuninya?
Oleh: Muhammad Nuruddin(Sekjen Aliansi Petani Indonesia)
Organis20
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Kedaulatan atas Pangan: Siasat
Menuju Pembaruan Agraria
Kedaulatan pangan merupakan
hak sebuah bangsa. Memonopoli
ketersediaan pangan, apalagi melakukan
penjajahan melalui pangan jelas
melanggar HAM. Kedaulatan pangan
suatu bangsa akan ditentukan oleh
ketersediaan dan keterjangkauan
terhadap pangan yang cukup dan bergizi.
Kedaulatan pangan adalah bagaimana
suatu bangsa memenuhi kebutuhan
pangan terutama untuk rakyat miskin
dilihat dari aspek ketersediaan jumlah,
mutu, harga, kontinuitas,
keterjangkauan, dan stabilitas. Tidak
semua negara terutama negara miskin
dan terbelakang memenuhi hak atas
pangan yang dapat dikonsumsi oleh
masyarakatnya.
Di Indonesia, landasan untuk
mewujudkan hak atas pangan adalah
pembaruan agraria, terutama bagi rumah
tangga petani kecil dan buruh tani.
Mengapa? Jumlah rumah tangga petani
gurem meningkat 2,6 % (naik dari 10,
8 juta tahun 1993 menjadi 13,7 juta).
Dari jumlah itu, 24,3 juta rumah tangga
petani berbasis lahan (land base
farmers), 20,1 juta (82,7 %) di antaranya
dikategorikan miskin. Karena sebagian
rumah tangga petani Indonesia adalah
petani padi/palawija, maka sebagian
besar petani gurem juga petani
padi/palawija (Khudori dalam Kompas
8 Januari 2007).
Jika kondisi tersebut menjadi
dasar pijakan pemerintah Indonesia
mengimpor beras setiap tahunnya 2 juta
ton, berarti pemerintah Indonesia telah
membohongi publik dan melanggar hak
ekosob, karena nilai material 2 juta ton
beras setara dengan modal usaha tani
Rp.6 juta/ha yang dibutuhkan sekitar
666.000 rumah tangga petani gurem.
Dari anggaran pembelian impor
beras saja sebenarnya pemerintah
Indonesia bisa mengalokasikan anggaran
untuk melakukan pembaruan agraria di
pedesaan. Namun karena mau disetir
oleh arsitektur keuangan dan politik
dunia sehingga tersesatlah Indonesia
dalam paham pasar bebas. Fakta tersebut
membawa kita melihat betapa paksaan
kebijakan melalui seperangkat paket
yang ditawarkan badan keuangan
multilateral seperti IMF dan Bank Dunia
mengandung potensi pelanggaran HAM.
Tidak hanya itu. Situasi
ketidakberdayaan dan keterbatasan yang
dialami petani dan buruh tani pun
menyumbang pada kesesatan tersebut.
Gagalnya revolusi hijau yang semula
bertujuan mendongkrak produksi padi
dan pendapatan petani menjelaskan
kurang pekanya pemerintah Indonesia
memahami siapa petani Indonesia
sesungguhnya. Memang, petani
Indonesia sudah terlatih menghadapi
tekanan ekonomi yang berlangsung
sejak zaman tanam paksa.
Usaha untuk berpihak kepada
kaum tani sudah berlangsung sejak lama.
Para generasi 1928 bahkan meletakkan
UUPA No.5 1960 sebagai payung politik
industri pertanian kita, namun tidak
kunjung berkembang karena dua kutub
dunia memainkan peran politik
Indonesia dengan sangat lihai. Generasi
penerusnya, angkatan 45 membangun
fondasi ekonomi dengan strategi bantuan
luar negeri. Dari sinilah penindasan
kognitif berlangsung. Kalau generasi
tanam paksa dipaksa belajar ekonomi
dualisme, pertama berlangsung pertanian
modern untuk ekspor dan satu sisinya
pertanian subsistem, maka semangat
pertanian kolonial Belanda diwujudkan
dalam bentuk UU Sumber Daya Air,
UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU
Kehutanan dan terakhir UU Penanaman
Modal.
Kalau zaman tanam paksa,
terbangun dualisme dalam kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat
petani, yang sebelumnya telah ada
walau belum menjadi manifes. Di
dalam ekonominya, tercipta dua
struktur yang tidak seimbang, yaitu
perkebunan kolonial yang
berorientasi modern-ekspor dan
pertanian tradisional yang masih
subsisten. Sehingga kehidupan sosial
menciptakan pola kehidupan
masyarakat yang dualistik pula, yaitu
masyarakat penjajah Belanda dan
masyarakat petani pribumi.
Sistem Tanam Paksa tidak
menghapuskan dualisme tersebut,
misalnya lewat penghapusan sistem
pertanian tradisional, bahkan
dipertahankan dan dimanfaatkan.
Caranya melalui pengaturan sistem
kerja petani dan lahan pertanian
tradisional sedemikian rupa sehingga
ekonomi-sosial tradisionallah yang
menjadi penunjang ekonomi
kolonial. Kehidupan tradisional yang
subsisten ini menunjang ekonomi
modern yang berorientasi komersial-
ekspor.
Dari sini dapat kita
memahami alur politik kebijakan
pertanian Indonesia yang mencoba
meliberalisasi pedesaannya dengan
harga yang harus dibayar berupa
bertambahnya penduduk miskin,
kekurangan pangan dalam spektrum
yang luas dalam wilayah dan
komunitas. Tidak jauh berbeda
dengan sistem tanam paksa, hanya
penghisap darah rakyatnya yang
berganti. (**)
Opini
Buletin Organis21
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Profil
Kami orang GILA
Rudin Barus sehari-harinya lebih dikenal dengan sebutan Pak Rona.
Menurut perhitungannya, untuk bertani secara konvensional pada lahannya
yang setengah hektar itu, dalam satu tahun ia membutuhkan biaya sebesar Rp.
9.700.000,- Namun saat ini, setelah ia beralih pada pola pertanian organik, ia
hanya butuh biaya sebesar Rp. 2.640.000,- Keuntungan yang ia peroleh berlipat
lantaran pengeluaran untuk biaya produksi dapat diminimalisir sekecil mungkin.
Dulu kami dianggap orang gila karena bertani dengan cara yang t idak
lazim. Tapi kami terus berupaya untuk dapat membuktikan bahwa apa yang
kami lakukan merupakan langkah yang baik. Kami percaya bahwa dengan
bertani organik, maka akan ada penurunan pengeluaran dalam usaha tani.
Sehingga kami tidak perlu lagi berhutang kepada tengkulak dan toko-toko
saprodi. Dengan tidak berhutang lagi, kami dapat mempertahankan lahan yang
sekarang kami miliki. Kalau sudah begitu, maka kami tidak perlu lagi merambah
hutan untuk membuka ladang baru. Bila hutan kami tidak dirambah lagi, pola
pertanian yang kami lakukan dapat terus berlanjut karena sebagian besar bahan
untuk obat-obatan dan pestisida nabati ada di dalam hutan. Maka dengan
Sekarang kami para petani
organik dapat tersenyum, bahkan
tertawa, ungkap Rudin Barus (37 th)
membuka percakapan kami di kebun
jeruk dan kopi miliknya yang luasnya
hanya setengah hektar, di kampungnya
di Desa Penampen, Kecamatan Barus
Jahe, Kabupaten Karo. Bila har ga jeruk
dapat bertahan diangka Rp. 2.000,-/kg
maka kami sudah untung banyak, apa
lagi kalau harganya bisa naik. Waktu
kami masih bertani dengan cara
konvensional, walaupun harga jeruk
naik tapi kami tetap saja berhutang
karena menanggung biaya produksi yang
sangat besar, imbuhnya.
Oleh: Gandhi Bayu
Membuat pestisida alamiSang istri, bangga dengan hasil kebunnya
Syafrizaldi
Medan
Organis22
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
demikian, kami juga bertanggung jawab
untuk pelestarian hutan, papar Rona
panjang lebar. Kini Pak Rona dan
kawan-kawannya bahkan menganggap
diri mereka sebagai orang-orang gila,
singkatan dari Gerakan Insan Lestarikan
Alam.
Penjelasan Pak Rona menjadi
masuk akal karena wilayah desanya
merupakan satu dari beberapa desa yang
terdapat di pinggiran Tahura Bukit
Barisan, tepatnya di kawasan Sub DAS
Lau Biang. Sub DAS Lau Biang
merupakan salah satu kawasan penting
di Hulu DAS Wampu yang airnya terus
mengalir ke hilir di Kabupaten Langkat.
Ia bersama kelompok
masyarakat dari desa-desa di sekitar
Tahura Bukit Barisan telah pula
melakukan aksi-aksi lapangan untuk
pelestarian Tahura Bukit Barisan melalui
wadah Forum Konservasi Tahura Bukit
Barisan (FKT). Selain mengembangkan
pola bertani organik, FKT juga terlibat
dalam mengembangkan kegiatan-
kegiatan rehabilitasi lahan serta
kampanye konservasi.
Sembari menyeruput teh
manisnya, yang nyaris dingin meski
baru beberapa menit saja disuguhkan di
atas meja -udara dingin menusuk sampai
17 derajat celsius- Rona menceritakan
pengalamannya bertani organik. Rona
juga menceritakan tawaran-tawaran yang
datang untuk mengikuti berbagai
pelatihan. ? Selama ini saya mendapat
pelatihan sekolah lapangan petani untuk
pertanian jeruk organik dari USAID
ESP. Sejak itu, saya tak pernah lagi
pakai pupuk dan pestisida kimia,
kisahnya.
Dampaknya, kini dengan harga
Rp. 1.500,-/kg pun ia telah menjual hasil
jeruk organiknya. Modalnya cuma
Rp. 300.000,- saja selama musim tanam
tahun lalu, tapi dari hasil penjualan,
dengan menanam 50 batang jeruk saja,
saya bisa dapatkan lebih dari
Rp. 5.000.000,- kata Rona.
Tentang hal itu membuat mata
para petani di kampungnya membelalak
karena dengan harga jual jeruk di tingkat
petani mencapai Rp.2.000,-/kg, para
petani yang menggunakan pupuk dan
pestisida kimia tetap belum berani
menjual jeruknya. Mereka baru berani
menjual hasil jeruknya bila harga di
Profil agen sudah mencapai Rp.2.500,-/kg.
Itupun tak ada untung. Sudah
syukurlah tak rugi,? tambah Rona
lagi.
Kini apa yang dilakukan
Rona dengan pupuk dan pestisida
alami sudah mulai diikuti oleh warga
kampungnya. Bahkan petani jeruk
di beberapa kampungnya juga mulai
beralih dari kimia ke organik.
Kan sayang rasanya Bang, untuk
satu musim tanam kita harus
mengeluarkan uang jutaan rupiah
hanya untuk pupuk dan pestisida
kimia. Dan kalau mereka jual dengan
harga Rp. 2.500/kg, itu mereka belum
hitung ongkos kerja petaninya selama
9 bulan musim tanam, jelas Rona.
Lalu kalau begitu, mengapa
harus kimia kalau lebih untung
organik? (**)
Agenda
>> Pelatihan selama 4 hari ini diadakan oleh PT BIOCert Indonesia, sebuah Lembaga
Sertifikasi Pangan Organik yang berkantor di Bogor. Dari 16 pesert a yang terseleksi,
PT BIOCert Indonesia akan memilih 3 peserta terbaik untuk dijadikan inspektor kontrak
lembaga ini. Fasilitator di kegiatan ini adalah: Agung Prawoto, Direktur Eksekutif PT
BIOCert Indonesia, Ananta K. Set a, Kep ala Bagian Perencanaan Ditjen P2HP Departemen
Pert anian RI, dan Indro Surono, Koordinator Dewan Perwakilan Anggota Aliansi Organis
Indonesia. (SNY)
Pelatihan Pasca Panen danPemasaran sebagai Langkah
Peningkatan KapasitasPendamping Petani untuk
Rantai Pemasaran PadiOrganik yang Adil
Bali, 26- 29 Maret 2008
>> Kegiat an selama 4 hari ini terselenggara atas
kerjasama Bali Organic Association (BOA), VECO
Indonesia, Earth Net Foundation serta didukung oleh
VECO Indonesia dan HIVOS. Kegiatan ini membahas
ap a itu rant ai beras, penjaminan mutu dan latihan
pengujian mutu beras. Rantai beras berbicara mulai
benih samp ai penjualan yakni pengujian varietas, seed
selection , pembenihan, observing, monitoring recording,
weeding, inspecting, threshing, drying, storing, miling,
packing, marketing dan selling. (LIN)
Organis23
Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)
Bogor , 08 - 11 April 2008