organis edisi 19

23
Organis 2 Edisi No. 19/Th 5 (Apr - Jun 2008) Daftar Isi Kondisi pemasaran yang terjadi selama ini adalah bahwa petani tidak dapat menentukan harga. Har ga yang terjadi di pasaran ditentukan oleh tengkulak/pedagang perantara. Padahal sebenarnya petanilah yang seharusnya berhak menentukan har ga jualnya karena merekalah yang mengetahui komponen produksi dari produk yang dihasilkannya. Bentuk ketidak adilan pemasaran seperti ini adalah merupakan ancaman bagi petani/produsen yang tetap saja ditindas oleh sistem-sistem perdagangan yang nyata-nyata tidak pro petani kecil. Petani masih tetap tidak berdaya untuk menawarkan harga yang lebih tinggi. Sebenarnya banyak dari konsumen di Indonesia yang sadar bahwa kemakmuran terdistribusi dengan cara yang tidak adil dan merata, dan bahwa produk-produk yang ditawarkan kepada mereka terlalu murah untuk dapat menjamin kelayakan hidup bagi para produsen. Sayangnya tidak banyak dari mereka yang tahu bagaimana cara membantu produsen agar terangkat dari keterpurukan yang selama ini terjadi. Pembaca sekalian, di ORGANIS edisi 19 kali ini, kami coba mengupas isu seputar perdagangan yang berkeadilan/fair trade. Sebuah metode kongkrit dan sederhana yang sangat mungkin dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup para produsen/petani kecil di negeri agraris ini. Selain itu, cara ini juga bertujuan untuk meningkatkan akses pasar produk-produk petani, memperkuat or ganisasi- organisasi produsen, memberikan pembayaran yang lebih baik, dan menyediakan kontrak jangka panjang dalam hubungan perdagangan. Melalui mekanisme fair trade, produsen/petani juga diposisikan sejajar dengan konsumen dengan mengedepankan asas transparansi. Kami juga berharap, dengan semakin luasnya isu mengenai perdagangan berkeadilan ini, akan semakin banyak masyarakat di indonesia yang semakin menghargai jerih payah para produsen/petani kecil di negeri tercinta ini. Selamat membaca. Dari Redaksi Daftar Isi (Dari Redaksi) >> 2 Surat Pembaca >> 3 Isu Utama Menuju Sistem Perdagangan Berkesetaraan >> 4 Hortikultura & Padi Kentang Organik ? denu? >> 7 Kebun & Ternak Mosaik dari Meratus >> 9 Jendela Konsultasi Kol Berlubang-lubang >> 11 Pustaka Apa Itu Fair Trade >> 12 Kabar dari BIOCert Cantik Alami Dengan Kosmetika Organik >> 13 Hama & Tanah Usir Tikus dengan Gula >> 15 Konsumen Konsumen Dukung Pertanian/CSA : Apa dan Bagaimana? >> 17 Opini Pembaruan Agraria: Strategi Pemenuhan Hak atas Pangan >> 19 Profil Kami orang GILA >> 21 Agenda >> 23 Organis Organis Organis ditertibkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh sejumlah LSM, akademisi, organisasi tani, koperasi, peneliti, dan pihak swasta yang bergerak di bidang pertanian organik dan fair trade di Indonesia >> Penanggung Jawab: Direktur Eksekutif AOI>> Pemimpin Redaksi: Sri Nuryati >> Redaksi Ahli: Indr o Surono , Rasdi Wangsa >> Staf Redaksi: Lidya Inawati, Hartoyo >> Redaktur Artistik: Gunawan >> Produksi dan Distribusi: Nurdin Hermawan >> Penerbit:Aliansi Organis Indonesia Bogor >> Alamat Redaksi, Iklan dan Sirkulasi: Graha Sukadamai Lt.2 Jl. Sukadamai Indah No.1 BudiAgung, Bogor Telp./Fax: 0251-331785 E-mail: [email protected] Website: www.organicindonesia.org Edisi No. 19/Th.5 (Apr .-Juni 2008)

Upload: aoi-aliansiorganisindonesia

Post on 28-Mar-2016

276 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

organis magazine

TRANSCRIPT

Page 1: organis edisi 19

Organis2

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Daftar Isi

Kondisi pemasaran yang terjadi selamaini adalah bahwa petani tidak dapat menentukanharga. Harga yang terjadi di pasaran ditentukanoleh tengkulak/pedagang perantara. Padahalsebenarnya petanilah yang seharusnya berhakmenentukan har ga jualnya karena merekalahyang mengetahui komponen produksi dariproduk yang dihasilkannya. Bentuk ketidakadilan pemasaran seperti ini adalah merupakanancaman bagi petani/produsen yang tetap sajaditindas oleh sistem-sistem perdagangan yangnyata-nyata tidak pro petani kecil. Petani masihtetap tidak berdaya untuk menawarkan hargayang lebih tinggi.

Sebenarnya banyak dari konsumen diIndonesia yang sadar bahwa kemakmuranterdistribusi dengan cara yang tidak adil danmerata, dan bahwa produk-produk yangditawarkan kepada mereka terlalu murah untukdapat menjamin kelayakan hidup bagi paraprodusen. Sayangnya tidak banyak dari merekayang tahu bagaimana cara membantu produsenagar terangkat dari keterpurukan yang selamaini terjadi.

Pembaca sekalian, di ORGANIS edisi19 kali ini, kami coba mengupas isu seputarperdagangan yang berkeadilan/fair trade.Sebuah metode kongkrit dan sederhana yangsangat mungkin dilakukan untuk meningkatkankesejahteraan hidup para produsen/petani kecildi negeri agraris ini. Selain itu, cara ini jugabertujuan untuk meningkatkan akses pasarproduk-produk petani, memperkuat or ganisasi-organisasi produsen, memberikan pembayaranyang lebih baik, dan menyediakan kontrakjangka panjang dalam hubungan perdagangan.

Melalui mekanisme fair trade,produsen/petani juga diposisikan sejajar dengankonsumen dengan mengedepankan asastransparansi. Kami juga berharap, dengansemakin luasnya isu mengenai perdaganganberkeadilan ini, akan semakin banyakmasyarakat di indonesia yang semakinmenghargai jerih payah para produsen/petanikecil di negeri tercinta ini. Selamat membaca.

Dari RedaksiDaftar Isi (Dari Redaksi) >> 2

Surat Pembaca >> 3

Isu UtamaMenuju Sistem Perdagangan Berkesetaraan >> 4

Hortikultura & PadiKentang Organik ? denu? >> 7

Kebun & TernakMosaik dari Meratus >> 9

Jendela KonsultasiKol Berlubang-lubang >> 11

PustakaApa Itu Fair Trade >> 12

Kabar dari BIOCertCantik Alami Dengan Kosmetika Organik >> 13

Hama & TanahUsir Tikus dengan Gula >> 15

KonsumenKonsumen Dukung Pertanian/CSA :Apa dan Bagaimana? >> 17

OpiniPembaruan Agraria:Strategi Pemenuhan Hak atas Pangan >> 19

ProfilKami orang GILA >> 21

Agenda >> 23

Organis

OrganisOrganis ditertibkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), sebuah

organisasi masyarakat sipil yang dibentuk oleh sejumlah LSM, akademisi,organisasi tani, koperasi, peneliti, dan pihak swasta yang bergerak dibidang pertanian organik dan fair trade di Indonesia

>> Penanggung Jawab: Direktur Eksekutif AOI>> Pemimpin Redaksi: Sri Nuryati>> Redaksi Ahli: Indr o Surono , Rasdi Wangsa >> Staf Redaksi: Lidya Inawati,Hartoyo >> Redaktur Artistik: Gunawan >> Produksi dan Distribusi: NurdinHermawan >> Penerbit: Aliansi Organis Indonesia Bogor >> Alamat Redaksi,Iklan dan Sirkulasi: Graha Sukadamai Lt.2 Jl. Sukadamai Indah No.1 BudiAgung,Bogor Telp./Fax: 0251-331785E-mail: [email protected]: www.organicindonesia.orgEdisi No. 19/Th.5 (Apr .-Juni 2008)

Page 2: organis edisi 19

Surat Pembaca

Organis3

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Sistem Informasi Jaringan PO

Saya bermaksud membuat Sistem InformasiJaringan Pertanian Organik di Jawa Barat, kalau bisaIndonesia. Sistem Informasi ini dibuat dalam rangkamemenuhi tugas akhir dan memecahkan masalahpenyediaan produk organik. Saya bermaksudmengadakan kerjasama dengan AOI. Jika berkenanbagaimana caranya? Terima Kasih.

SupriyantoMahasiswa T ingkat Akhir IPBKampus IPB DarmagaBogor

Redaksi:Senang sekali ada anak muda yang masih tertarikdengan pertanian, khususnya pertanian organik.Silakan datang ke sekretariat AOI di Budi Agung,Bogor. Mari kita bicarakan bersama ide andatersebut.

Benih P adi Organik

Saat ini kelompok tani kami kesulitanmencari benih padi organik. Bisakah AOI membantu?

Ajir

Kelompok Tani Organik Kidang Keling

Banyuwangi

Jawa Timur

Redaksi:Silakan menghubungi Mbak Eko di Yayasan LESMAN,Jl. Regulo No.79 B, Sidomulyo, Pulisen, Boyolali,Jawa Tengah. Telp.: 0276-325770,E-Mail: [email protected] atau dengan BungSabirin di PANSU Medan, HP. 08126098202

Angket Konsumen Organik

Dalam rangka penelitian, kami inginmenyebarkan angket untuk mengetahui antara lainpreferensi konsumen terhadap sayuran organik diIndonesia. Bisakah dibantu?

Henny Mayrowani, PhDPusat Penelitian Sosek PertanianDep artemen Pertanian RIJl. Jend A. Yani 70Bogor

Redaksi:Tentu saja bisa. Silakan kirim angketnya ke sekretariatAOI di Graha Sukadamai Lt.2, Jl. Sukadamai IndahNo.1, Budi Agung, Bogor.

Ingin Membeli ORGANIS

Saya Cinta, saya berminat membeli majalahAOI dari edisi 1 hingga sekarang. Bagaimana caranya?

YacintaJl. Kembang Elok V Blok H6 No.28Puri IndahJakarta Barat

Redaksi:ORGANIS edisi 1-9 sudah habis, jadi Ibu hanya bisamendapatkan ORGANIS edisi 10-19 yang setiapedisinya kami kenakan ganti ongkos cetak senilai@ Rp.5.000,- Silakan transfer ke no: 174-125-5800,BCA KCP Kebon Kembang Bogor a/n IndroSurono/Agung Prawoto. Kami akan segera kirimkanORGANIS yang ibu pesan setelah kami menerimasalinan bukti transfer dari Ibu.

Organik di Samarinda

Saya tengah menekuni bisnis organik dansekaligus melakukan sosialisasi mengenai pertaniandan produk organik di sekitar rumah saya. Siapakahyang dapat saya hubungi di Samarinda?

Nur Faidah

Jl. Gatot Subroto No. 31

Kelurahan Bandara, Samarinda

Kalimant an T imur

Redaksi:Coba ibu kontak Bapak Nugroho di KalimantanPrima Coal, HP: 08125536196 semoga terbantu.

Redaksi menerima masukan

baik dalam bentuk materi, komentar,

saran dan kritik atas artikel yang dimuat.

Silahkan kirim masukan anda ke redaksi

Organis

Page 3: organis edisi 19

Isu Utama

Organis4

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Kenyamanan pagi yang cerah di atas kursi mahoni dilengkapi harum aroma secangkir

kopi yang baru saja diseduh. Saat menghirup nikmatnya, apakah anda (huruf kecil) juga

pernah menerawang dan membiarkan pikiran merangkai pertanyaan, siapakah dan seperti

apa kehidupan petani yang menanam kopi ini? yang menanam kopi dan dimanakah kopi

ditanam? Apakah pertanyaan serupa juga kembali muncul saat Anda menyantap sajian pagi

sebelum beraktivitas?

Aroma dan nikmatnya kopi yang tersaji setiap pagi, tak sampai ke hadapan Anda

jika para petani kopi berhenti menanam. Meski tampaknya mereka tak mungkin berhenti

meski hidup yang mereka rasakan tak senikmat kopi yang mereka hasilkan. Kopi kami

paling mahal hanya dihargai Rp. 5000 per kilo,? tutur Kharis, petani kopi di Padang Cermin,

Lampung Selatan. Padahal untuk menjual ke pasar terdekat, laki-laki berusia 60 tahun ini,

dan hampir seluruh petani di daerahnya, harus memanggul sekarung kopi berjalan kaki

selama dua sampai tiga jam.

Para tengkulak atau pedagang pengumpul di pasarlah yang umumnya memiliki

kuasa atas harga. Namun, mereka ini sebenarnya hanya satu bagian kecil mata rantai sistem

perdagangan yang telah menggurita. Tanpa petani tahu sampai di mana hulu hasil panennya,

berapa harganya, siapa saja yang turut mendapat untung dan berapa besarnya, dari tetesan

keringatnya. Para petani pula yang menanggung semua biaya produksi dan risiko atas

kualitas hasil. Dimana penentu kualitas ini juga mereka pemegang rantai perdagangan.

Bahkan yang kadang petani tidak mengetahui dengan pasti apakah kualitas produksinya

memang dinilai benar. Petani tak lebih mesin produksi yang terus - dalam keterpaksaan -

menanam dan tercekik jeratan rantai ketidak adilan sistem perdagangan.

Potret sistem yang

telah tergambar jelas - dan

mungkin kita ikut terlibat

memelihara - di depan

mata. Lantas, yakinkah

bahwa tidak ada yang bisa

dilakukan dan apakah

kondisi tersebut memang

berada diluar jangkauan

tangan Anda? Kita benar-

benar membutuhkan

sebuah sistem perdagangan

yang juga menjadi bagian

sebuah gerakan sosial

bernama pemberdayaan

masyarakat. Sistem yang

memuat nilai-nilai

pemberdayaan seperti

berpihak pada rakyat

miskin (pro-poor), ramah

sosial dan ramah

lingkungan. Sistem yang

memungkinkan terciptanya

sebuah mata rantai

perdangangan yang lebih

ramah bagi produsen dan

menjamin produsen

mendapatkan upah yang

adil bagi kerjanya, dan

harga yang pantas bagi

produknya. Sistem yang

memungkinkan produsen

dapat meningkatkan

standar hidup, menentukan

nasibnya sendiri,

melakukan investasi yang

penting bagi masa depan

mereka serta

meningkatkan kualitas

produksi mereka.

Oleh: Retno Proborini

Page 4: organis edisi 19

Isu Utama

Organis5

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Intervensi Praktis Sistem

Perdagangan Berkesetaraan

Secara ringkas telah disebutkan

sistem perdagangan berkesetaraan harus

memiliki tujuan yang pasti, aktor-aktor

yang jelas dan profesionalisme--lembaga

intervensi sosial tidak boleh bercampur

dengan intervensi ekonomi, dan

mempunyai cara kerja/aturan main yang

disepakati. Prinsip-prinsip dasar gerakan

perdagangan adalah sebagai berikut:

1. Kesetaraan; dalam arti selalu berpihak

untuk membela hak-hak kaum yang

terpinggirkan oleh sistem yang sudah

ada saat ini (mainstream).

2. Adil; dalam arti dalam internal

gerakan selalu memberikan proporsi

hak dan kewajiban pada pihak yang

seharusnya menerimanya.

3. Transparansi; internal gerakan

haruslah terbuka baik dalam hal

manajemen operasional, informasi, dan

keuangan.

Sebuah sistem perdagangan

yang menciptakan hubungan masing-

masing komponen pada posisi setara.

Sistem perdagangan yang boleh disebut

sistem perdagangan berkesetaraan,

dimana relasi dalam produksi, distribusi

dan konsumsi berjalan pada satu situasi

yang adil dan berkelanjutan.

Menciptakan sistem

perdagangan berkesetaraan bukan

sebuah utopi yang tergantung di langit.

Membangun sistem perdagangan

berkesetaraan adalah bagian dari

perjuangan gerakan sosial untuk

mengubah pola relasi yang selama ini

ditandai adanya bentuk dominasi

berhadapan dengan sub dominasi ke

arah yang lebih setara.

Membedah sistem perdagangan

berkesetaraan bisa dimulai dengan

mendiskripsikan tujuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pola produksi yang sesuai dengan

kondisi masyarakat setempat, lestarikan

pola-pola produksi komunal yang sudah

dimiliki oleh masyarakat secara turun-

termurun (indigenous knowledge),

termasuk sistem organisasi produksinya.

2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pola distribusi, memotong rantai supply

yang panjang, serta meningkatkan posisi

tawar produsen terhadap pedagang,

dalam hal penentuan harga, pembagian

keuntungan, penghilangan rente

ekonomi, serta akses informasi yang

transparan

3. Meningkatkan posisi tawar produsen

terhadap Negara, dalam hal hak-haknya

sebagai produsen

4. Memberikan kesempatan

pengembangan kesejahteraan dan

menentukan nasibnya sendiri pada

produsen dengan mekanisme

kepemilikan terhadap aset-aset produksi

5. Meningkatkan kesadaran konsumen

Sedangkan cara kerja yang

diharapkan dalam sistem perdagangan

ini adalah:

1. Adanya supply dan demand; hukum

ekonomi paling sederhana selalu

berkaitan dengan dimana ada permintaan

dan dari mana permintaan tersebut dapat

dipenuhi. Bagi gerakan ini demand

masih dianalisis dalam skala nasional,

mengingat potensi penduduk Indonesia

sebagai pasar yang sangat besar. Supply

juga sangat berkaitan dengan produk-

produk yang sudah diproduksi oleh

masyarakat. Kerjanya adalah bagaimana

menemukan formula untuk bisa

mempertemukan antara supply dengan

demand, itu saja.

2. Produksi yang adil dan benar; sistem

produksi memperhatikan kaidah-kaidah

ramah lingkungan dan sosial, kearifan

lokal, dan tentu saja

mempertimbangkan aspek-aspek

yang berkaitan dengan efisiensi dan

profesionalisme.

3. Harga yang adil; dilakukan dengan

memotong rantai perdagangan yang

panjang dan meminimalisir rente

ekonomi yang selama ini di ambil

oleh middlemen (tengkulak). Bekerja

langsung dengan produsen dan

mengarahkan agar produsen

mendapatkan persen keuntungan yang

layak dan adil sesuai dengan resiko

yang diambilnya

4. Organisasi kerja yang kooperatif;

organisasi yang menjamin bisnis

dikelola secara bersama (komunal)

dimana kepemilikan bersama selalu

didasarkan berdasarkan pada azaz

kontribusi, pembagian keuntungan?

dan kerugian--dilakukan secara adil

juga berdasarkan kontribusi,

pengambilan keputusan bukan

berdasarkan besaran modal/uang yang

disetor.

5. Dukungan teknis dan permodalan;

persoalan bagaimana membuat

produk yang diminati pasar, ramah

sosial dan lingkungan, akses pasar,

dan distribusi adalah kelemahan

umum dari usaha skala mikro, dan

kecil. Begitu pula persoalan

permodalan.

6. Akuntabilitas dan transparansi;

praktek bisnis baik dalam hal

penentuan harga, informasi pasar,

pembagian keuntungan dan resiko

dilakukan secara terbuka dan

dimonitoring oleh sebuah lembaga

khusus.

UUntuk mewujudkan tujuan

dan cara kerja dari sistem

Page 5: organis edisi 19

Isu Utama

Organis6

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

perdagangan ini dibutuhkan aktor-aktor

yang mempunyai peran-peran spesifik.

Minimal ada tiga aktor utama dengan

tiga peran yang berbeda yaitu:

1. Organsasi produsen yang demokratis;

merupakan kumpulan produsen yang

memiliki spesialisasi yang berfungsi

sebagai penghasil produk. Hal ini

diperlukan untuk menghasilkan produk

yang memiliki mempunyai kualitas lebih

baik.

2. Organisasi perdagangan yang

akuntabel dan transparan; organisisasi

sebagai distributor, baik whole saler

(penjual besar) maupun retailer (eceran),

yang berperan menghubungkan

produsen dengan konsumen. Organisasi

ini dapat diklasifikasikan menjadi dua

yaitu, organisasi distribusi hulu

(berhubungan dengan produsen sebagai

pengumpul produk) dan organisasi

distribusi hilir (berhubungan dengan

konsumen sebagai penjual produk).

3. Organisasi pembiayaan yang adil;

organisasi ini berfungsi sebagai sumber

permodalan bagi terciptanya

perdagangan produk-produk masyarakat.

Untuk menghindari conflict of interest,

sebaiknya organisasi ini tidak berfungsi

sebagai organisasi perdagangan.

Tujuannya adalah bagaimana agar

produk masyarakat dapat dibiayai untuk

sampai pada lokasi yang mempunyai

potensi pasar dengan prosedur yang

tidak memberatkan produsen (tanpa

agunan, tanpa persyaratan legalitas

formal, namun aman). Paling tidak

minimal dua hal yang seharusnya

dibiayai oleh organisasi ini yaitu, Harga

Pokok Produk (biaya yang dikeluarkan

oleh organisasi produsen untuk

menghasilkan produk) dan biaya

distribusi (biaya yang harus dikeluarkan

untuk mengirimkan produk ke lokasi

yang mempunyai potensi pasar).

Ketiga aktor tersebut bekerja di

lingkaran pusat dari sistem perdagangan

ini, sementara lingkaran tengahnya

berupa organisasi yang mendukung

proses produksi dan distribusi namun

tidak berperan langsung di dalamnya.

Terdapat dua organisasi di

lingkaran tengah yaitu:

1. Organisasi monitoring praktek

perdagangan dan abritase konflik;

organisasi ini pertama-tama harus

independen. Ia berfungsi sebagai

penengah dan resolusi konflik yang

biasanya terjadi antara organisasi

produsen, dan organisasi distribusi.

Organisasi ini juga berfungsi

merumuskan aturan main perdagangan

yang harus dipatuhi oleh setiap pihak

yang terlibat di dalamnya. Aturan main

tersebut harus disepakati antara

organisasi produsen dan distribusi.

Apabila terjadi pelanggaran aturan main,

maupun transparansi dan akuntabilitas,

maka organisasi ini harus mempunyai

kekuatan yang cukup untuk bisa

menjatuhkan sanksi.

2. Organisasi yang memfasilitasi

peningkatan kapasitas dan kapabilitas

organisasi produsen dan organisasi

perdagangan; seringkali kita temukan

adanya gap antara produk dan pasar.

Permintaan pasar kadang tidak dapat

dipenuhi oleh supply produsen

dikarenakan beberapa kendala baik

berupa informasi, ketrampilan,

pengetahuan maupun intervensi

teknologi. Organisasi ini berfungsi

untuk meningkatkan kapasitas

produsen dalam hal meningkatkan

produksi yang sesuai dengan

permintaan pasar. Ia juga berfungsi

untuk melakukan riset dan

pengembangan baik yang berkaitan

dengan peningkatan kinerja sistem

perdagangan, maupun hal yang

berkaitan dengan kendala - kendala

yang dihadapi produsen dalam

melakukan produksi yang baik dan

benar.

Terdapat juga aktor tambahan

yang berada di lingkaran tepi:

1. Konsumen yang sadar nilai;

konsumen merupakan perjalanan

akhir dari sebuah produk. Gerakan

perdagangan ini akan semakin utuh

apabila didukung pula oleh sebuah

gerakan konsumen yang massif dan

loyal. Konsumen yang sadar nilai dan

juga punya akses terhadap produsen.

Semakin langsung rantai yang

menghubungkan antara produsen

dengan konsumen, maka sistem ini

akan berjalan semakin efisien.

2. Organisasi labeling; organisasi ini

merupakan pengejawantahan bagi

kepentingan konsumen untuk

mendapatkan produk-produk yang

dijamin mempunyai kriteria

berkesetaraaan. Organisasi ini

mengeluarkan kriteria dan persyaratan

produk dan berfungsi juga sebagai

alat untuk memberikan "jaminan"

kwalitas dan kampanye serta promosi

bagi produk-produk masyarakat,

dimana kriteria-kriteria itu bisa

diterima sekaligus dipercaya

konsumen. (**)

Page 6: organis edisi 19

Adalah Denu, seorang petani muda dari Desa Sukatani, Pacet,

Jawa Barat yang pada tahun 2005 belajar bertani kentang pada seorang

Dosen IPB di sebuah desa di kaki Gunung Salak, Bogor. Dari Sang

Dosen, Denu belajar seluk beluk kentang. Ilmu tersebut didapatnya

selama kurang lebih dua bulan. Dan dari belajar selama dua bulan

tersebut, Denu kemudian dibekali 23 buah umbi kentang yang kemudian

ditanam di beberapa polybag di halaman rumahnya.

Panen pertama, kentang-kentang tersebut dibagikan kepada para

tetangga di sekitar rumah. Sisanya, 26 buah, ditanam di kebun garapannya

yang terletak tepat di sisi jalan desanya. Dan dari 26 buah kentang

tersebut, Denu ternyata berhasil memanen sebanyak 45 kg kentang!

Diblender

Melihat panen yang sangat menggembirakan hatinya tersebut,

tergeraklah hati Denu untuk mencoba membibitkan kentang, hal ini juga

dipicu karena harga bibit kentang yang cukup mahal. Melalui beberapa

kali percobaan dan perlakuan, Denu akhirnya berhasil menciptakan bibit

kentang yang berumbi banyak dan relatif tahan terhadap hama penyakit.

Membuat bibit kentang dari biji ala Denu cukup mudah, namun

membutuhkan ketelitian. Kentang dipanen setelah berumur sekitar 100

hari. Setelah 100 hari, biasanya rumpun kentang akan mati dan tinggallah

buah-buah kentang yang menyerupai bola bekel berwarna hijau. Buah-

buah ini disortir, kemudian diblender dengan air, lalu dicuci dengan air

bersih. Setelah 4x penyaringan, barulah didapat biji-biji Organis

7Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Hortikultura & Padi

Sang pencipta kentang ?denu?

kentang yang menyerupai biji wijen. Biji-biji

kentang ini kemudian dikeringkan dan

disimpan untuk kemudian siap ditanam. Selain

dari biji, Denu juga membudi dayakan kentang

dari umbi-umbi kentangnya. Satu pohon

kentangnya rata-rata menghasilkan 20 buah

umbi kentang, dan dari ke 20 umbi ini

kemudian disortir mana yang akan dijadikan

bibit dan mana yang akan dijual. Dari minimal

1,2 ton hasil kebunnya, sekitar 800 kg dijual

ke pasar dan sisanya oleh Denu dijadikan

bibit.

Jadi Pestisida Alami

Penyakit yang bisanya menyerang

kentang adalah rontok daun dan busuk umbi.

Namun penyakit-penyakit tersebut seolah

tidak menyerang kentang ? denu? ini.

Rahasianya adalah pestisida alami buatan

Denu yang diraciknya dari air limbah

pencucian biji-biji kentang yang selama ini

dikumpulkannya. Air limbah ini

ditampungnya dalam jerigen-jerigen dan

didiamkan beberapa lama. Setelah beberapa

bulan, maka jadilah cairan pembasmi hama

alami ala Denu. ? Air limbah pencucian biji

kentang ini saya diamkan dan saya gunakan

sebagai pestisida alami. Makanya kentang

saya jarang terserang penyakit,? papar Denu.

Sri Nuryati

Pacet, Puncak

Page 7: organis edisi 19

Organis8

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

? Saya tidak memakai pestisida kimia.

Saya semprotkan saja ini (air cucian

kentang yang telah didiamkan) ke

tanaman kentang saya,? tambahnya lagi.

Cairan berwarna coklat tua kehitaman

tersebut baunya memang sangat

menyengat. Walau sudah dicuci

memakai sabun, baunya tetap saja

menempel di tangan. ? Mungkin karena

baunya ini yang membuat hama atau

penyakit ngga mau datang,? kata Denu.

Habis Panen Tinggal Dibalik

Dalam satu kali musim tanam,

kentang ? denu? hanya membutuhkan

dua kali pemupukan. Pertama saat mulai

tanam dan kedua saat mau ditimbun

(agar menghasilkan umbi kentang yang

besar - red). Kompos dihasilkan dari

timbunan rumput atau serasah dedaunan

kentang yang digeletakkan di atas lahan

yang setelah agak busuk kemudian

dicampur dengan pupuk kandang. Tak

ada perlakuan khusus untuk kentang

? denu? . ? Tanam, biarin, lalu tumbuh,?

kata Denu. ? Kalau tanahnya basah

biasanya akan timbul penyakit busuk

umbi. Karena itu tanah sebaiknya

gembur dan berpasir,? jelas Denu.

? Sehabis panen nanti tinggal dibalik

(tanahnya) saja,? imbuhnya.

Pasokan ke Pasar malah Kurang

Layaknya kentang yang lain,

kentang ? denu? juga dipanen setelah

berumur 100 hari. Dalam satu pohon,

kentang ? denu? mampu menghasilkan

+/- 2 kg kentang.

Pemasaran tidak menjadi

kendala, selain pasar Cipanas, kentang

? denu? pun laris di jual di warung-

warung yang berada di desa Sukatani.

Bahkan untuk memenuhi kebutuhan

kentang di desanya, lebaran tahun

kemarin Denu mengakui kekurangan

stok kentang. ? Pemasaran ngga susah

kok, kalau dijual ke pasar Cipanas,

kentang dihargai Rp.3.000,-/kg, sedang

kalau dijual ke warung sekitar sini bisa

sampai Rp.5.000,-/kg,? ungkap Denu.

Menurutnya, kentang adalah jenis

produk yang tidak susah. ? Tidak perlu

cepat-cepat dijual karena dapat disimpan

hingga 1-2 bulan. Tidak seperti sayuran

yang harus segera dijual karena akan

cepat rusak/layu,? tutur Denu.

Melihat keberhasilan Denu dan

kentangnya, selain bertanam sayuran,

kini banyak tetangga di desanya yang

juga bertanam kentang. Tak heran jika

kemudian kentang dari kawasan Pacet

ini dikenal dengan nama kentang

? denu? . (**)

Hortikultura & P adi

Page 8: organis edisi 19

Organis9

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Kebun & T ernak

Balai Malaris adalah sebuah kampung kecil di kaki pegunungan

Meratus yang secara administratif terletak di desa Lok Lahung, Kecamatan

Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan.

100 % penduduknya beragama Kaharingan dan seluruhnya merupakan

penduduk asli desa tersebut. Jumlah penduduk di kampung ini adalah

163 jiwa atau 24 tandun (kepala keluarga). Sebagai kawasan yang cukup

luas, Pegunungan Meratus dihuni oleh beberapa komunitas adat yang

sering disebut Masyarakat Adat Dayak Meratus. Dayak Meratus telah

mendiami kawasan Pegunungan Meratus ratusan bahkan ribuan tahun

yang lalu. Umumnya mereka berdiam dalam kelompok-kelompok kecil

yang disebut ? balai.?

Sumber Pendapatan

Hidup sebagai komunitas agraris, masyarakat disini tidak

kekurangan sumber-sumber produksi pertanian, terutama agroforestri

dan tanaman pangan. Hutan di sekitar kawasan

ini juga kaya akan tumbuhan obat berkhasiat.

Masyarakatnyapun kental dengan ritual sosial

budaya yang hingga kini masih dipegang teguh.

? Balian? (dukun kampung) menjadi tokoh

penting dikampung. Di Balai ini ada 5 orang

balian yang mahir dalam meramu bermacam

obat tradisional. Tanaman obat di kawasan

inipun ada sekitar 28 jenis, sehingga walau

jauh dari akses dan fasilitas kesehatan

pemerintah, paduan antara tanaman obat yang

banyak tersebar di kawasan ini dan balian yang

pandai meramu, membuat masyarakat di balai

ini tidak khawatir jika jatuh sakit.

Pagi masih berkabut dan mentari masih berlindung dibalik punggung pegunungan Meratus ketika jejak hari di

balai (kampung) ini telah dimulai lagi. Tapak kaki telanjang seorang perempuan dengan butah (Sejenis ransel yang terbuat

dari anyaman bambu) dipunggung dan seorang bapak tua dengan mandau dipinggul tengah menapaki jalanan tanah

kampung. Di pagi itu mereka bergegas menuju ladang padi yang menjadi sumber pangan utama mereka. Ladang mereka

berjarak kurang lebih satu jam perjalanan. Tetapi bagi kita yang tidak terbiasa dengan kontur jalan yang naik turun,

perjalanan menuju ladang ini bisa menghabiskan waktu hingga dua jam!

Kebun & T ernak

Page 9: organis edisi 19

Organis10

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Sama halnya dengan

masyarakat lain yang hidup di bantaran

pegunungan Meratus, mata pencaharian

utama masyarakat Malaris adalah

bercocok tanam padi (Bahuma). Selain

itu, mereka juga menanam tanaman

perkebunan di bekas peladangan mereka.

Tanaman perkebunan tersebut antara

lain kayu manis, karet (gatah) dan

keminting/kemiri yang keseluruhan

hasilnya dapat mereka jadikan sumber

pendapatan utama dalam bentuk uang

tunai.

Sumber pendapatan masyarakat

Malaris lainnya adalah memanfaatkan

hasil hutan non kayu (Non Timber Forest

Product) seperti walatung/manau,

rotan/paikat, damar, madu dan lain-lain.

Untuk memanfaatkan waktu luang di

malam hari, biasanya kaum perempuan

atau ibu-ibu serta kaum pria yang sudah

lanjut usia mengisinya dengan membuat

berbagai macam anyaman atau kerajinan

dari bambu. Bentuk kerajinan ini berupa

tikar, lanjung, bakul, butah, tengkiring

dan lain-lain. Hasilnya sebagian untuk

keperluan sendiri dan sebagian lagi

dijual kepada turis atau pengunjung yang

datang ke tempat mereka.

Potensi Lokal

Buah lokal adalah sumber

pangan dan ekonomi penting lain bagi

orang Malaris. Durian, buah berduri

tajam ini bertebaran di sekitar kampung,

jumlahnya ada sekitar 228 pohon.

Langsat Mincungan ada sekitar 24

pohon, sedangkan Langsat Kacubuk dan

manggis ada sekitar 150-an pohon lebih.

Sedangkan buah lokal, Kapul dan

tiwadak, di balai ini ada sekitar 200-an

pohon.

Potensi kemiri di Malaris cukup

banyak, hal ini karena di kawasan ini

kemiri ditanam sebagai tanaman sela di

kebun dan ladang petani. Jika rata-rata

setiap tandun memiliki 20 pohon, maka

jika dikalikan dengan 24 tandun yang

ada di balai ini maka di Balai Malaris

ini ada sekitar 480 buah pohon kemiri.

Dan jika produksi satu pohon kemiri

bisa mencapai 100 kg kemiri

gelondongan per pohon maka omzet

penjualan kemiri gelondongan balai ini

dapat mencapai Rp. 96.000.000,- (480

kg x 100 kg x Rp 2000). Angka yang

cukup fantastis.

Kayu manis menjadi komoditas

penting lain bagi komunitas balai

Malaris. Hampir setiap hari, terlihat

hamparan kayu manis yang dikeringkan

berada di halaman depan rumah

penduduk. Rata-rata setiap tandun

memiliki 825 pohon kayu manis, jika

dikalikan dengan 24 tandun yang

berdomisili di balai ini maka ada sekitar

19.800 pohon kayu manis. Dengan

asumsi satu pohon menghasilkan 8 kg

kayu manis maka omzet penjualan kayu

manis di balai ini mencapai

Rp. 594.000.000,-

Selain kemiri dan kayu manis,

Malaris juga menyimpan kekayaan

hutan lain yaitu karet. Rata-rata setiap

tandun di balai ini memiliki 1.050 pohon

karet. Sehingga jika dikalikan dengan

24 tandun yang berdomisili di balai ini

maka ada sekitar 25.200 pohon. Dengan

asumsi setiap pohon karet dapat

menghasilkan 48 kg / tahun/pohon, dan

jika harga per kilogram adalah

Rp. 2.500,- maka dalam setahun omzet

penjualan produksi karet balai ini adalah

sebesar Rp. 3.024.000.000,-

dalam setahun omzet penjualanproduksi karet balai ini adalah

sebesar Rp 3.024.000.000,-

Keakraban Sore

Usai dari rutinitas kerja

keseharian di ladang, komunitas di balai

Malaris ini biasanya akan melanjutkan

dengan keakraban sore. Mereka tak

pandai menghitung nilai rupiah tanaman

pangan maupun hasil kebun yang

mereka akrabi setiap harinya tersebut.

Yang ada hanyalah jejak kaki dan ritual

keseharian yang mereka yakini akan

memberikan kehidupan bagi keluarga

dan orang-orang dikampungnya. Sebuah

realitas kehidupan yang sungguh sangat

berbeda dengan mosaik masyarakat kota

yang hampir sepanjang hari bergelut

dengan perhitungan Rupiah, bahkan

Dolar atau Euro. (**)

Kebun & T ernak

Page 10: organis edisi 19

Organis11

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Jendela K onsultasi

Saya adalah pekebun organik di daerah Citeko, Puncak, Bogor. Di musim ini tanaman kol saya

daunnya seperti dimakan ulat/kutu, bolong-bolong hingga kedalam sehingga penampakannya kurang menarik.

Bagaimana cara pengendaliannya agar tanaman kol saya tersebut tumbuh mulus? Ada yang menyarankan

memakai tembakau, benarkah? Bagaimana caranya?

MahendraNaturiz OrganicDesa Citeko, PuncakBogor

Agus Kardinan menjawab:

Biasanya yang menyerang kol adalah ulat Crocidolomia dan Plutella. Saya pernah menguji pestisida

nabati dari piretrum dan mimba di Ciwidey/Pangalengan pada kol, hasilnya cukup bagus, tapi masih di

bawah insektisida kimia sintetis.

Dengan tembakau boleh juga, caranya daun tembakau direndam, diaduk dengan air dibiarkan

semalam, diperas/disaring, semprotkan ke tanaman. Atau kalau mau coba, bisa juga dengan minyak mimba,

walaupun cara kerjanya lambat, namun cukup membantu. Semoga berhasil.

Page 11: organis edisi 19

Organis12

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Pustaka

Judul : FAIR TRADE, Panduan Bagi Masyarakat

Penulis : Ratri Kustanti, Bima D. Wijaya, Anwar Agustyawan,

Iwan Dwi Wahyu Anggoro

Penyunting : Ary Wibowo

Penerbit : Yayasan Samadi ? Justice & Peace Institute dan FIDES Books

Jl. Veteran Barat No.79C Surakarta 57154

Telp./Fax: 62-271-742522

E-mail: [email protected]

Tebal : 37 hal.

Pedagangan seharusnya mempunyai potensi untuk memberantas kemiskinan. Namun perdagangan yang selama ini

terjadi justru memperlebar kesenjangan yang telah ada antara kaum miskin dan kaya. Perdagangan yang terjadi selama ini

adalah perdagangan yang tidak adil. Permasalahannya bukan karena perdagangan tersebut merugikan kebutuhan dan

kepentingan kaum miskin, namun karena adanya aturan-aturan dalam perdagangan yang dimanipulasi secara curang untuk

kepentingan pihak tertentu.

Perdagangan yang selama ini terjadi dikatakan tidak adil karena tidak adanya tanggung jawab sosial dari mereka-

mereka yang diuntungkan. Hal ini semakin didukung dengan adanya aturan-aturan dari pemerintah yang seringkali berat

sebelah.

Dan berhadapan dengan situasi semacam ini belakangan muncul suatu gerakan yang bertujuan memberdayakan

para produsen marjinal, agar dapat mengembangkan usaha dan pada gilirannya memperbaiki kualitas hidup mereka dan

juga para pekerjanya serta orang-orang yang terlibat dalam proses produksinya. Gerakan ini dikenal dengan nama gerakan

fair trade atau perdagangan yang adil.

Hubungan kerja dalam Fair Trade sangat memerlukan adanya transparansi, terutama transparansi informasi. Sedangkan

perhatian yang dimaksud adalah berupa usaha untuk memanusiakan proses perdagangan dengan cara membangun rantai

produsen-konsumen sependek mungkin supaya konsumen menjadi sadar dan mengenal budaya, identitas dan kondisi dimana

para produsen hidup. (sny)

Page 12: organis edisi 19

diolah tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis seperti pewarna atau pengawet buatan.

Yang menjadikan produk ini aman bagi manusia dan lingkungan adalah karena produk ini sangat sedikit

mengandung, bahkan, bebas bahan kimia ketimbang bahan kosmetika pada umumnya. Beragam produk kosmetik

mulai dari pembersih make-up, lipstik hingga perawatan rambut dan tubuh kini banyak yang organik. Bahan-bahan

yang digunakan untuk kosmetika organik ini biasanya berasal dari minyak nabati atau ekstrak tanaman, minyak atsiri

dan herbal. Ada juga buah-buahan yang digunakan untuk produk perawatan tubuh, perawatan mulut dan gigi, perawatan

kulit, perawatan wajah dan perawatan rambut. Ada juga teh dan juice herbal untuk pengobatan, aroma terapi dan

parfum organik.

Beberapa contoh kosmetik organik diantaranya adalah sabun organik yang terbuat dari minyak tanaman dan

ditambahkan dengan bahan-bahan alami seperti aroma jeruk dan lidah buaya tanpa pewarna dan pengawet sintetis.

Ada juga lipstik organik yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti beeswax, jojoba oil, caster oil, sun flower oil

dan vitamin E alami. Sementara moisture-nya menggunakan minyak alami, tanpa menggunakan parabens dan pengawet

sintetik atau bahan-bahan beracun lainnya.

Untuk parfum organik, banyak digunakan ekstrak bunga-bunga dari negara-negara tropis, seperti Indonesia,

yang dicampur dengan ekstrak rempah-rempah. Bahan-bahan ini lebih aman ketimbang wewangian sintesis yang

merupakan penyebab utama terjadinya alergi akibat kosmetik.

Organis14

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Kabar dari BIOCert

Bagaimana Indonesia

Sebagai negara tropis, Indonesia

memiliki potensi besar sebagai produsen

bahan baku kosmetika organik. Minyak

atsiri, teh herbal dan ekstrak tanaman yang

berasal dari berbagai tumbuhan alami yang

terdapat di Indonesia adalah modal dasar

pengembangan industri kosmetika organik.

Lihat saja bunga sepatu, bengkuang

yang dapat diproses untuk pemutih kulit,

daun beluntas dan kenikir untuk pengharum

badan, juma untuk susuk perut, merang dan

urang aring untuk keindahan rambut dan

masih banyak lagi.

Potensi tanah air ini dengan jeli

telah dilirik oleh seorang pengusaha

kosmetik dan jamu tersohor di Indonesia

dengan mengelola dan mengembangkan

sebuah kawasan seluas 9,8 hektar di

Cikarang Selatan yang ditanami lebih dari

500 jenis tanaman obat secara organik.

Industri jamu dan kecantikan tradisional di

tanah air ini telah mulai kearah pengembangan kosmetika organik

yang berakar dari budaya dan alam Indonesia.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, dan

memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies

di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat, merupakan potensi

besar bagi pasar bahan baku kosmetik organik. Walau kosmetk

organik belum menjadi tren di tanah air ini, namun semakin

banyaknya orang-orang yang kembali ke gaya hidup back to nature

membuat produk-produk organik semakin banyak diminati. Tren

dunia yang telah mengarah pada kosmetik organik menjadikan

produk ini akan menjadi tren pula di Indonesia. Tunggu saja. (**)

gambar: organic consumer association

Page 13: organis edisi 19

diolah tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis seperti pewarna atau pengawet buatan.

Yang menjadikan produk ini aman bagi manusia dan lingkungan adalah karena produk ini sangat sedikit

mengandung, bahkan, bebas bahan kimia ketimbang bahan kosmetika pada umumnya. Beragam produk kosmetik

mulai dari pembersih make-up, lipstik hingga perawatan rambut dan tubuh kini banyak yang organik. Bahan-bahan

yang digunakan untuk kosmetika organik ini biasanya berasal dari minyak nabati atau ekstrak tanaman, minyak atsiri

dan herbal. Ada juga buah-buahan yang digunakan untuk produk perawatan tubuh, perawatan mulut dan gigi, perawatan

kulit, perawatan wajah dan perawatan rambut. Ada juga teh dan juice herbal untuk pengobatan, aroma terapi dan

parfum organik.

Beberapa contoh kosmetik organik diantaranya adalah sabun organik yang terbuat dari minyak tanaman dan

ditambahkan dengan bahan-bahan alami seperti aroma jeruk dan lidah buaya tanpa pewarna dan pengawet sintetis.

Ada juga lipstik organik yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti beeswax, jojoba oil, caster oil, sun flower oil

dan vitamin E alami. Sementara moisture-nya menggunakan minyak alami, tanpa menggunakan parabens dan pengawet

sintetik atau bahan-bahan beracun lainnya.

Untuk parfum organik, banyak digunakan ekstrak bunga-bunga dari negara-negara tropis, seperti Indonesia,

yang dicampur dengan ekstrak rempah-rempah. Bahan-bahan ini lebih aman ketimbang wewangian sintesis yang

merupakan penyebab utama terjadinya alergi akibat kosmetik.

Organis14

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Kabar dari BIOCert

Bagaimana Indonesia

Sebagai negara tropis, Indonesia

memiliki potensi besar sebagai produsen

bahan baku kosmetika organik. Minyak

atsiri, teh herbal dan ekstrak tanaman yang

berasal dari berbagai tumbuhan alami yang

terdapat di Indonesia adalah modal dasar

pengembangan industri kosmetika organik.

Lihat saja bunga sepatu, bengkuang

yang dapat diproses untuk pemutih kulit,

daun beluntas dan kenikir untuk pengharum

badan, juma untuk susuk perut, merang dan

urang aring untuk keindahan rambut dan

masih banyak lagi.

Potensi tanah air ini dengan jeli

telah dilirik oleh seorang pengusaha

kosmetik dan jamu tersohor di Indonesia

dengan mengelola dan mengembangkan

sebuah kawasan seluas 9,8 hektar di

Cikarang Selatan yang ditanami lebih dari

500 jenis tanaman obat secara organik.

Industri jamu dan kecantikan tradisional di

tanah air ini telah mulai kearah pengembangan kosmetika organik

yang berakar dari budaya dan alam Indonesia.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, dan

memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies

di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat, merupakan potensi

besar bagi pasar bahan baku kosmetik organik. Walau kosmetk

organik belum menjadi tren di tanah air ini, namun semakin

banyaknya orang-orang yang kembali ke gaya hidup back to nature

membuat produk-produk organik semakin banyak diminati. Tren

dunia yang telah mengarah pada kosmetik organik menjadikan

produk ini akan menjadi tren pula di Indonesia. Tunggu saja. (**)

gambar: organic consumer association

Page 14: organis edisi 19

Organis15

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Hama & T anah

patek, dan layu akar yang saat ini

menyerang hampir semua komoditas

pertanian, kita dapat mengatasinya

dengan mensterilkan tanah dengan

menggunakan IMO (mikro

organisme lokal), arang, dan kompos

organik.

Dapat pula kita mengendalikan

penyakit dengan cara menggunakan

tanaman yang terkena penyakit.

Caranya: tanaman tersebut kita

fermentasi dengan menggunakan

gula merah perbandingan 1:1

(letakkan 1 kg tanaman yang

terserang penyakit dalam toples, lalu

tambahkan 1 kg gula merah), selama

7 hari. Kemudian semprotkanlah

hasil fermentasi tersebut ke tanaman

yang sakit. Cara ini mirip dengan

pemberian vaksinasi pada manusia

atau hewan ternak.

Untuk mengatasi penyakit

padi yang disebabkan oleh virus

tungro, belum ada jalan lain selain

memusnahkan tanaman yang sakit

tersebut. Biasanya, virus itu

menyerang tanaman yang masih

muda. Virus ini sangat cepat

berkembang dengan bantuan angin

dan air.

Untuk mengatasi penyakit

sundep dan ganjur/pentil, kita dapat

mengatasinya dengan cara

pengolahan lahan dengan media

mikroba IV, arang, dan kompos.

Sebelum ditanami, lahan harus kita

sterilkan dahulu. Lalu semprotkan

insektisida dan fungsisida nabati

dengan dosis 2 gelas + 10 liter air.

Penyakit ganjur/pentil ini menyerang

tanaman padi yang masih pada masa

Oleh:

Setyastuti

Orbaningsih

Dr. Cho Han Kyu, praktisipertanian alami di Korea Selatan,berpendapat bahwa pertanian alami

(natural farming/NF) memberi peluangbagi petani untuk bertani denganmenggunakan sumber daya yang

dimilikinya tanpa bergantung kepadabarang yang harus dibeli di pasar. Bahan-bahan yang diperlukan (input) dibuatsendiri, sehingga petani kembali menjadi

tuan dari lahan pertaniannya. Pertanianpun harus dapat menjadi sarana hidupyang terbuka bagi setiap orang, termasuk

mereka yang tidak mempunyai uang.Sehingga pertanian menjadi pekerjaanyang menghasilkan makanan bagikesehatan dan kehidupan manusia

dengan cara bekerja sama dengan alam,mengikuti hukum-hukumnya.

Kita dapat melihat pertanian

alami dari prinsip-prinsip kerjanya,yaitu: menerapkan hukum alam,menggunakan input lokal yang ada di

wilayahnya, tidak menggunakan hanyasatu cara (ketrampilan/kreatifitas), tepatwaktu (memperhatikan pranata musimdan waktu pemberian nutrisi atau waktu

pengendalian hama misalnya sore harisebelum jam 15.00, tepat dosis (misalnya1:1 + air 1 liter), tepat tahapan (pra

pertumbuhan, pertumbuhan, peralihan,pembuahan), tepat sasaran dalampengendalian hama dan penyakit,merawat tanaman, ternak, perikanan

sama dengan merawat anak dari dalamkandungan hingga lahir dewasa, sertamemperlakukan tanaman, ternak, danperikanan dengan adil tanpa melanggar

hak asasinya (karena setiap mahluk

hidup mempunyai hak asasi).

Oleh karena itu, sebenarnya

penanggulangan atau pemberantasan

hama dan penyakit tanaman tidak perlu

kita lakukan, akan tetapi yang lebih

penting adalah bagaimana kita

melakukan budidaya dan pengelolaan

secara bersahabat dengan alam, dengan

memperhatikan semua aspek, di

antaranya:

1. Aspek hak makhluk hidup, tidak

boleh ada pemaksaan berupa

penggunaan bahan-bahan kimia.

2. Aspek lingkungan (ekosistem) yang

memperhatikan sumber daya alam,

seperti air, udara, dan tanah.

3. Aspek kesehatan tanaman, yaitu

pemenuhan gizi dengan bahan alami

yang ada.

4. Aspek keberlanjutan, seperti

memperhatikan kearifan lokal petani.

Dengan berpegang pada semua aspek

dan prinsip yang ada dalam pertanian

alami, kita dapat terhindar dari ledakan

hama penyakit pada tanaman dan hewan

peliharaan kita. Beberapa pengalaman

kelompok tani dalam mengembangkan

pertanian alami di wilayah Banjarnegara,

Jawa Tengah, menunjukkan manfaat

positif tersebut.

Kendalikan Penyakit dengan

Vaksinasi Nabati

Apabila tanaman kita terserang

penyakit, kita bisa menggunakan

fungisida nabati, nutrisi jahe, bawang

putih, kunyit, lengkuas ditambah alkohol

70% untuk disemprotkan pada tanaman

yang terserang penyakit. Untuk penyakit

yang disebabkan oleh jamur, virus,

Page 15: organis edisi 19

Organis16

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

pertumbuhan, biasanya muncul pada

musim hujan dengan curah tinggi. Cara

mengatasi penyakit ini selain cara di

atas, dapat juga dengan jalan mencabut

ganjur/pentil tersebut.

Penyakit beluk biasanya

menyerang padi, yang terjadi mulai masa

bunga. Penyakit tersebut berupa ulat

penggerek yang hidup di dalam batang

padi. Cara mengatasi penyakit ini, lebih

banyak berupa pencegahan, yaitu sejak

dalam pengolahan lahan, dan memenuhi

gizi tanaman dengan nutrisi-nutrisi

nabati (cara pembuatan nutrisi nabati

serupa dengan fermentasi bahan-bahan

nabati menggunakan gula merah).

Cara Jitu Kendalikan Hama

Untuk mengendalikan hama

ulat daun dan kepik, kita dapat

menggunakan insektisida nabati dengan

ramuan yang terbuat dari campuran daun

pucung (kluwak) ditambah buah maja,

dan tambahkan pula daun-daun yang

pahit dan berbau ? langu? , lalu tumbuk

hingga halus, dan peras. Ambil airnya,

lalu semprotkan langsung ke tanaman

yang terserang hama (1,5 gelas air

ramuan tersebut dicampurkan dalam 1

tangki 10 liter + gula yang sudah

dilarutkan sebagai perekat).

Untuk mengendalikan hama

lalat buah, gunakanlah tanaman

perangkap yaitu tanaman yang

mempunyai bunga berwarna kuning

cerah yang ditanam di tepian tanaman

secara selang-seling. Selain itu, dapat

pula kita menggunakan perangkap lalat

(sistem atraktant) yang menggunakan

botol plastik bekas, dilengkapi kapas,

benang, lalu gantunglah. Letakkan kapas

dalam botol, lalu gantung dan berilah

aroma minyak kayu putih atau minyak

cengkih, atau tumbukan kapulaga.

Ambillah airnya dan campurkan dengan

alkohol 70%. Hasilnya: lalat buah

pejantan akan terperangkap di dalam

botol tersebut.

Untuk mengendalikan hama

buncis berupa serangga jenis aphid,

caranya adalah dengan menggunakan

air rendaman abu dapur, lalu tambahkan

air tumbukan daun pucung dan buah

maja (2 gelas untuk dilarutkan dalam

10 liter air), kemudian semprotkan ke

tanaman buncis yang terserang hama.

Untuk mengendalikan hama

padi berupa ulat, kepik, kepinding tanah,

walang sangit, belalang daun, wereng

coklat, wereng hijau, dan lain-lain,

gunakan insektisida nabati yang kita

buat sendiri dari ekstrak daun pucung,

buah maja dan dedaunan yang berbau

? langu? dan rasanya pahit. Cara

membuatnya: tumbuklah bahan-bahan

itu, lalu ambil airnya dan tambahkan

sedikit gula merah. Lalu semprotkan

campuran tersebut kepada tanaman yang

terserang hama (2 gelas untuk 1 tangki

semprot 10 liter).

Untuk mengatasi hama tikus,

kita dapat menggunakan sambetan

(dringro, lengkuas, kunyit, jahe, bawah

putih). Cara membuatnya: tumbuklah

bahan-bahan tersebut, lalu ambil airnya

sebanyak 2 gelas dan campurkan dengan

10 liter air. Lalu semprotkan ke tanaman.

Ampas tumbukan itu dapat kita tebarkan

di lahan sehingga akan membuat tikus-

tikus tidak betah berada di lahan tersebut.

Ada gula, ada semut. Dengan

menggunakan gula merah kita bahkan

dapat memanggil semut untuk

mengenyahkan tikus. Caranya, letakkan

gula merah di dekat lubang sarang tikus.

Tentu saja, semut akan segera datang

mengerubungi gula di sekitar lubang

itu. Ketika tikus keluar-masuk sarang

melalui lubang, gula akan menempel

pada bulu tikus dan terbawa ke mana-

mana. Lalu semut-semut akan masuk

ke telinga dan mata tikus sehingga

akan mengganggu tikus, dan tikus

menjadi tidak betah berada di lokasi

tersebut bahkan bisa mati karenanya

serangan semut.

Kita juga dapat mengusir

hama tikus dengan getah semboja

yang dicampur dengan gabah beras.

Caranya, keringkan campuran gabah

dan getah semboja itu, lalu masukkan

ke dalam bumbung (bambu) pendek.

Kemudian letakkan bumbung di

dekat lubang tikus. Tikus yang

memakan gabah itu akan tanggal

(lepas) giginya sehingga tidak dapat

mengerat/makan lagi. Dan lama-

kelamaan tikus akan mati, sementara

tikus betina khususnya akan menjadi

mandul. (**)

Hama & T anah

Page 16: organis edisi 19

Organis17

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

K onsumen

pendampingan dari kelompok inti

CSA. Biaya tersebut diantaranya

adalah biaya tenaga kerja, distribusi,

investasi benih dan peralatan kerja,

sewa lahan, perbaikan

infrastruktur/mesin pertanian. Total

biaya usaha tani ini kemudian

dibagikan ke jumlah konsumen

anggota CSA yang terlibat

mendukung tiap kebunnya. Besarnya

nilai bagi hasil itulah yang akan

dibagikan dalam bentuk produk

pangan setiap panen musiman. Nilai

bagi hasil yang diterima setiap

konsumen akan dibagi lagi setiap

minggunya sesuai kebutuhan pangan

mingguan konsumen, dan biasanya

mampu mencukupi kebutuhan 4

anggota keluarga. Meskipun

kebutuhan anggota konsumen CSA

berbeda, namun umumnya satu

kebun CSA mampu menyediakan

berbagai variasi jenis pangan seperti

seperti sayur, buah, daging, telur dan

susu organik.

Di Jepang, sistem pertanian

semacam ini sudah mengakar kuat sejak

dekade 1960-an dimana waktu itu

diprakarsai oleh sekumpulan ibu-ibu

rumah tangga yang prihatin atas

meningkatnya produk pangan impor

yang berdampak langsung pada

penurunan jumlah petani dan luasan

lahan pertanian. Mereka inilah yang

kemudian berinisiatif membangun

kerjasama langsung antara kelompok

kusumen dan petani dalam penanaman

dan pembelian produk pertanian lokal

yang ramah lingkungan. Kerjasama

inilah yang kemudian dikenal orang

Jepang dengan nama TEIKEI yang

diartikan secara sederhana sebagai

membeli pangan langsung dari petani.

Produsen Konsumen Saling

Mendukung

Menjadi anggota CSA

menumbuhkan hubungan dan rasa

tanggung jawab antara konsumen

dengan pangan yang dikonsumsi serta

kesuburan lahan dengan petani

penggarapnya. Konsumen pendukung

berperan mendanai biaya operasional

usaha tani tahunan dengan cara membeli

nilai bagi hasil produk panenan setiap

musim. Disini anggota CSA perlu

membuat komitmen bersama untuk

mendukung biaya usaha tani selama

musim tanam, termasuk resiko kerugian

dan sisa panen yang dialami petani.

Anggota CSA dapat membantu

membelikan/menyediakan benih, pupuk,

saluran irigasi air, saprotan, tenaga kerja

dll. Timbal baliknya, petani akan

menyediakan pasokan produk segar

musiman yang kontinu dan menyehatkan

melalui sistem tanam musiman.

Hubungan kerjasama yang

saling mendukung antara petani dan

konsumen pendukung inilah yang

membantu menciptakan operasional

kebun yang layak secara ekonomis.

Pilar Gerakan CSA: Dana, Anggota

dan Manajemen

Dalam memperhitungkan biaya

usaha tani, petani perlu mendapat

Oleh: Gandhi Bayu

Page 17: organis edisi 19

Organis18

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Konsumen anggota CSA

nantinya akan menandatangani

kesepakatan kontrak pembelian. Nilai

bagi hasil yang diperoleh bisa secara

keseluruhan sebelum masa tanam atau

melalui beberapa kesepakatan lanjutan

setiap musimnya. Dalam sistem ini

pengeluaran biaya produksi akan dijamin

tersedia dan petani akan langsung

menerima penghasilan saat mulai

menanam produk pangan yang

disepakati.

Timbal balik dari sistem

investasi ini, anggota CSA akan

menerima sekeranjang produk organik

lokal yang segar setiap minggunya

dalam satu musimnya. Para anggota

CSA juga berhak menerima berbagai

macam produk organik lainnya berupa

sayuran dan herbal yang dijadikan

tanaman tumpangsari maupun tanaman

pendamping. Pada prakteknya sistem

CSA mampu mengurangi faktor resiko

kerugian dan memberikan nilai manfaat

lebih pada lahan yaitu menyuburkan

tanah. Jenis tanaman sayuran yang

ditanam disesuaikan dengan permintaan

pasokan mingguan yang kontinu dengan

berbagai macam sayuran. Rotasi jenis

tanaman dilakukan sepanjang musim

dimana besaran jumlah nilai bagi hasil

mingguannya tergantung pada jumlah

hasil panen sayur dan jenis sayuran yang

mencerminkan jenis tanaman musiman

yang mampu ditanam sesuai kondisi

iklim lingkungan setempat.

Keanggotaan konsumen CSA

umumnya mencakup berbagai elemen

komunitas bisa termasuk diantaranya,

keluarga miskin, orang jompo, dan orang

berkebutuhan khusus. Sistem ini

memungkinkan ada biaya tambahan

untuk sistem pengiriman ke rumah.

Sebagian besar kelompok CSA dapat

mengundang anggotanya untuk

kunjungan kebun maupun terbuka untuk

pendampingan teknis secara sukarela.

Berbagi pekerjaan adalah salah satu

pilihan lain dari beberapa contoh

kelompok CSA, dimana anggota

konsumen dapat berkomitmen

meluangkan waktu sekitar 3-4 jam per

minggu untuk membantu pekerjaan di

kebun sebagai bentuk penggantian dari

diskon biaya keanggotaan.

Dalam CSA pengelolaan aset-aset usaha

tani diatur dengan cukup fleksibel.

Biasanya pemilik lahan (petani) akan

menyewakan lahan tesebut dengan

memasukkan biaya sewa lahan sebagai

komponen biaya pengeluaran rutin.

Mekanisme Distribusi dan

Pengambilan Keputusan

Bentuk-bentuk distribusi dalam

sistem CSA ini ada beberapa macam.

Sehari setelah produk dipanen, maka

sejumlah produk tersebut ditimbang

dalam berat ataupun satuan tertentu

(ikatan/buah) dan sesegera mungkin

produk akan diterima oleh konsumen

sesuai besaran nilai bagi hasilnya. Pada

beberapa CSA bahkan anggotanya

datang ke kebun untuk menimbang

sendiri bagian hasilnya sesuai daftar

kelebihan produk dan menyisakan

produk lain yang tidak dibutuhkan dari

berbagai produk yang tersedia bagi

anggota lain dan mendapatkan berbagai

produk lain yang dapat dimanfaatkan.

Pada kebun CSA lainnya memiliki staf

distribusi yang bertugas menimbang

berbagai produk dan mengepak

produk bagi hasil anggota CSA

hingga mengantarkan paket tersebut

ke tempat khusus pengambilan.

Beberapa keuntungan dari sistem

pemasaran langsung yang diterapkan

CSA adalah adanya pembagian

resiko bersama anggota dalam bentuk

pembayaran uang muka biaya usaha

tani organik. Kemudian

meminimalkan kerugian dan limbah

pertanian, mengurangi masa

penyimpanan produk yang lama, dan

ada kesadaran dari anggota untuk

menerima produk alami yang

tampilannya kurang sempurna.

Kelompok inti CSA

berperan membangun organisasi

petani/pekebun, distribusi produk

dan memegang peran kunci dalam

administrasi usaha bersama. Bahkan

beberapa anggota CSA kadang

berperan penting sebagai pengambil

keputusan lembaga CSA-nya dalam

menentukan tujuan jangka pendek

dan panjang, mempersiapkan

anggaran lembaga, mengelola

publikasi dan hasil kajian,

peyelenggaraan kegiatan. Selain itu

ada juga rapat tahunan anggota CSA,

buletin anggota, dan survai musiman

yang kesemuanya adalah beberapa

cara untuk membangun komunikasi

antara produsen dan konsumen. (**

Terjemahan bebas dari:What is Community Supported Agricultureand How Does It Work?

Oleh: Robyn Van En, CSA of North America(CSANA); Liz Manes, Colorado StateUniversity Cooperative Extension; and CathyRoth, University Massachusett ExtensionAgroecology Program

Foto: repro BIOCertPertemuan antara produsen dan konsumen

Konsumen

Page 18: organis edisi 19

Organis19

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Opini

Pembaruan Agraria:Strategi Pemenuhan Hak atas P angan

Kondisi tersebut tidak

terlepas dari masalah kedaulatan

pangan di negara berkembang

sendiri. Kebutuhan pangan sangat

mempengaruhi pergerakan pangan

dunia. Kondisi pasar pangan dunia

dapat kita lihat melalui permintaan

(perubahan atau tidak-berubahnya

pasar beras). Indonesia sendiri, negeri

agraris ini, menjadi importir beras

terbesar berawal dari proses negosiasi

dengan IMF pada 1997. IMF

menekan pemerintah Indonesia agar

menghapus segala bentuk

pengendalian (kontrol) atas harga,

distribusi produk pertanian,

pembatasan impor produk pertanian,

dan Bulog harus diprivatisasi.

Pemerintah Indonesia pun

bagai kerbau dicucuk hidung, dan

melepas kontrol atas harga komoditas

pertanian kecuali beras, gula, dan

tembakau. Maka, pada 1 Januari

1998, harga beras, gula dan tembakau

pun melangit. Akibat kebijakan

neoliberal itu, jutaan rakyat

kelaparan.

Rentetan peristiwa konflik

agraria terekam dalam sejarah bangsa

agraris ini. Tatkala kebijakan-kebijakan

sektoral melahirkan konflik, tampaklah

negara mengabaikan tanggung

jawabnya, terutama dalam hal

pemenuhan hak-hak dasar warga negara

seperti hak atas tanah dan pangan yakni

hak ekosob (ekonomi, sosial, budaya).

Hal ini sangat penting mengingat 70%

penduduk di Indonesia mengandalkan

pertanian sebagai mata pencaharian

utama.

Selain konflik agraria, nestapa

bangsa ini juga ditambah dengan

pencemaran sumber produksi seperti

tanah, air, benih, ternak, tanaman, ikan

dan udara akibat pemakaian pupuk dan

pestisida kimia yang berlebihan,

pemaksaan penggunaan benih-benih

transgenik, kerusakan dan menurunnya

daya dukung pertanian seperti saluran

irigasi 40-60 persen, menyempitnya atau

konversi lahan pertanian ke non

pertanian dengan cepat, serta tekanan

demografi akibat gagalnya mengatasi

kelahiran yang tinggi.

Sementara itu, politik pertanian

negara-negara maju menuntut

penyeragaman pangan yang hanya

membudidayakan 16 tanaman pangan

saja, meski ada 3.000 spesies tumbuhan

yang dapat dikembangkan. Akibat

politik proteksi dan subsidi, negara-

negara maju mengalami swasembada

(surplus) pangan. Konsekuensinya,

mereka leluasa melepas produknya ke

pasar dengan harga sangat miring

(dumping). Sedang negara-negara

berkembang yang juga mengembangkan

komoditas yang sama, tentu saja

mengalami pukulan telak.

Kelaparan pun menyusul

kerakusan negara-negara industri yang

menguras sumber daya alam di belahan

selatan dunia (negara-negara

berkembang). Kebijakan menentukan

harga pangan impor murah, membuat

produksi petani dalam negeri dinilai

tidak kompetitif. Akibatnya, pemerintah

mengambil jalan pintas: impor dengan

alasan yang dicari-cari. Padahal

pertanian pangan adalah tumpuan hidup

petani dan jutaan tenaga kerja.

Situasi dan kondisi dunia saat

ini pun menggambarkan peningkatan

kebutuhan pangan terbesar di negara-

negara berkembang dan terbelakang

(85%). Sedang peningkatan produksi

pangan dunia terjadi di negara maju, di

mana 60% pertumbuhan pangan akan

diperoleh melalui kemajuan teknologi

dan rekayasa genetika.

Oleh: Gandhi Bayu

Sungguh ironis nasib anak bangsa di negeri agraris ini.

Seorang penjual penganan gorengan kaki lima bunuh diri, lantaran langka dan mahalnya

bahan dasar. Kedelai menjadi barang langka. Sementara penggemar tahu dan tempe

kebingungan menemukan makanan kesukaannya menjadi mengecil atau harganya

menjadi lebih mahal. Lebih parah lagi, setiap tujuh detik, anak di bawah 10 tahun meninggal

dunia akibat kelaparan, sementara 840 juta lainnya menderita kurang gizi.

Apakah bumi tidak lagi sanggup menyediakan pangan bagi seluruh penghuninya?

Oleh: Muhammad Nuruddin(Sekjen Aliansi Petani Indonesia)

Page 19: organis edisi 19

Organis20

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Kedaulatan atas Pangan: Siasat

Menuju Pembaruan Agraria

Kedaulatan pangan merupakan

hak sebuah bangsa. Memonopoli

ketersediaan pangan, apalagi melakukan

penjajahan melalui pangan jelas

melanggar HAM. Kedaulatan pangan

suatu bangsa akan ditentukan oleh

ketersediaan dan keterjangkauan

terhadap pangan yang cukup dan bergizi.

Kedaulatan pangan adalah bagaimana

suatu bangsa memenuhi kebutuhan

pangan terutama untuk rakyat miskin

dilihat dari aspek ketersediaan jumlah,

mutu, harga, kontinuitas,

keterjangkauan, dan stabilitas. Tidak

semua negara terutama negara miskin

dan terbelakang memenuhi hak atas

pangan yang dapat dikonsumsi oleh

masyarakatnya.

Di Indonesia, landasan untuk

mewujudkan hak atas pangan adalah

pembaruan agraria, terutama bagi rumah

tangga petani kecil dan buruh tani.

Mengapa? Jumlah rumah tangga petani

gurem meningkat 2,6 % (naik dari 10,

8 juta tahun 1993 menjadi 13,7 juta).

Dari jumlah itu, 24,3 juta rumah tangga

petani berbasis lahan (land base

farmers), 20,1 juta (82,7 %) di antaranya

dikategorikan miskin. Karena sebagian

rumah tangga petani Indonesia adalah

petani padi/palawija, maka sebagian

besar petani gurem juga petani

padi/palawija (Khudori dalam Kompas

8 Januari 2007).

Jika kondisi tersebut menjadi

dasar pijakan pemerintah Indonesia

mengimpor beras setiap tahunnya 2 juta

ton, berarti pemerintah Indonesia telah

membohongi publik dan melanggar hak

ekosob, karena nilai material 2 juta ton

beras setara dengan modal usaha tani

Rp.6 juta/ha yang dibutuhkan sekitar

666.000 rumah tangga petani gurem.

Dari anggaran pembelian impor

beras saja sebenarnya pemerintah

Indonesia bisa mengalokasikan anggaran

untuk melakukan pembaruan agraria di

pedesaan. Namun karena mau disetir

oleh arsitektur keuangan dan politik

dunia sehingga tersesatlah Indonesia

dalam paham pasar bebas. Fakta tersebut

membawa kita melihat betapa paksaan

kebijakan melalui seperangkat paket

yang ditawarkan badan keuangan

multilateral seperti IMF dan Bank Dunia

mengandung potensi pelanggaran HAM.

Tidak hanya itu. Situasi

ketidakberdayaan dan keterbatasan yang

dialami petani dan buruh tani pun

menyumbang pada kesesatan tersebut.

Gagalnya revolusi hijau yang semula

bertujuan mendongkrak produksi padi

dan pendapatan petani menjelaskan

kurang pekanya pemerintah Indonesia

memahami siapa petani Indonesia

sesungguhnya. Memang, petani

Indonesia sudah terlatih menghadapi

tekanan ekonomi yang berlangsung

sejak zaman tanam paksa.

Usaha untuk berpihak kepada

kaum tani sudah berlangsung sejak lama.

Para generasi 1928 bahkan meletakkan

UUPA No.5 1960 sebagai payung politik

industri pertanian kita, namun tidak

kunjung berkembang karena dua kutub

dunia memainkan peran politik

Indonesia dengan sangat lihai. Generasi

penerusnya, angkatan 45 membangun

fondasi ekonomi dengan strategi bantuan

luar negeri. Dari sinilah penindasan

kognitif berlangsung. Kalau generasi

tanam paksa dipaksa belajar ekonomi

dualisme, pertama berlangsung pertanian

modern untuk ekspor dan satu sisinya

pertanian subsistem, maka semangat

pertanian kolonial Belanda diwujudkan

dalam bentuk UU Sumber Daya Air,

UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU

Kehutanan dan terakhir UU Penanaman

Modal.

Kalau zaman tanam paksa,

terbangun dualisme dalam kehidupan

ekonomi dan sosial masyarakat

petani, yang sebelumnya telah ada

walau belum menjadi manifes. Di

dalam ekonominya, tercipta dua

struktur yang tidak seimbang, yaitu

perkebunan kolonial yang

berorientasi modern-ekspor dan

pertanian tradisional yang masih

subsisten. Sehingga kehidupan sosial

menciptakan pola kehidupan

masyarakat yang dualistik pula, yaitu

masyarakat penjajah Belanda dan

masyarakat petani pribumi.

Sistem Tanam Paksa tidak

menghapuskan dualisme tersebut,

misalnya lewat penghapusan sistem

pertanian tradisional, bahkan

dipertahankan dan dimanfaatkan.

Caranya melalui pengaturan sistem

kerja petani dan lahan pertanian

tradisional sedemikian rupa sehingga

ekonomi-sosial tradisionallah yang

menjadi penunjang ekonomi

kolonial. Kehidupan tradisional yang

subsisten ini menunjang ekonomi

modern yang berorientasi komersial-

ekspor.

Dari sini dapat kita

memahami alur politik kebijakan

pertanian Indonesia yang mencoba

meliberalisasi pedesaannya dengan

harga yang harus dibayar berupa

bertambahnya penduduk miskin,

kekurangan pangan dalam spektrum

yang luas dalam wilayah dan

komunitas. Tidak jauh berbeda

dengan sistem tanam paksa, hanya

penghisap darah rakyatnya yang

berganti. (**)

Opini

Page 20: organis edisi 19

Buletin Organis21

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Profil

Kami orang GILA

Rudin Barus sehari-harinya lebih dikenal dengan sebutan Pak Rona.

Menurut perhitungannya, untuk bertani secara konvensional pada lahannya

yang setengah hektar itu, dalam satu tahun ia membutuhkan biaya sebesar Rp.

9.700.000,- Namun saat ini, setelah ia beralih pada pola pertanian organik, ia

hanya butuh biaya sebesar Rp. 2.640.000,- Keuntungan yang ia peroleh berlipat

lantaran pengeluaran untuk biaya produksi dapat diminimalisir sekecil mungkin.

Dulu kami dianggap orang gila karena bertani dengan cara yang t idak

lazim. Tapi kami terus berupaya untuk dapat membuktikan bahwa apa yang

kami lakukan merupakan langkah yang baik. Kami percaya bahwa dengan

bertani organik, maka akan ada penurunan pengeluaran dalam usaha tani.

Sehingga kami tidak perlu lagi berhutang kepada tengkulak dan toko-toko

saprodi. Dengan tidak berhutang lagi, kami dapat mempertahankan lahan yang

sekarang kami miliki. Kalau sudah begitu, maka kami tidak perlu lagi merambah

hutan untuk membuka ladang baru. Bila hutan kami tidak dirambah lagi, pola

pertanian yang kami lakukan dapat terus berlanjut karena sebagian besar bahan

untuk obat-obatan dan pestisida nabati ada di dalam hutan. Maka dengan

Sekarang kami para petani

organik dapat tersenyum, bahkan

tertawa, ungkap Rudin Barus (37 th)

membuka percakapan kami di kebun

jeruk dan kopi miliknya yang luasnya

hanya setengah hektar, di kampungnya

di Desa Penampen, Kecamatan Barus

Jahe, Kabupaten Karo. Bila har ga jeruk

dapat bertahan diangka Rp. 2.000,-/kg

maka kami sudah untung banyak, apa

lagi kalau harganya bisa naik. Waktu

kami masih bertani dengan cara

konvensional, walaupun harga jeruk

naik tapi kami tetap saja berhutang

karena menanggung biaya produksi yang

sangat besar, imbuhnya.

Oleh: Gandhi Bayu

Membuat pestisida alamiSang istri, bangga dengan hasil kebunnya

Syafrizaldi

Medan

Page 21: organis edisi 19

Organis22

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

demikian, kami juga bertanggung jawab

untuk pelestarian hutan, papar Rona

panjang lebar. Kini Pak Rona dan

kawan-kawannya bahkan menganggap

diri mereka sebagai orang-orang gila,

singkatan dari Gerakan Insan Lestarikan

Alam.

Penjelasan Pak Rona menjadi

masuk akal karena wilayah desanya

merupakan satu dari beberapa desa yang

terdapat di pinggiran Tahura Bukit

Barisan, tepatnya di kawasan Sub DAS

Lau Biang. Sub DAS Lau Biang

merupakan salah satu kawasan penting

di Hulu DAS Wampu yang airnya terus

mengalir ke hilir di Kabupaten Langkat.

Ia bersama kelompok

masyarakat dari desa-desa di sekitar

Tahura Bukit Barisan telah pula

melakukan aksi-aksi lapangan untuk

pelestarian Tahura Bukit Barisan melalui

wadah Forum Konservasi Tahura Bukit

Barisan (FKT). Selain mengembangkan

pola bertani organik, FKT juga terlibat

dalam mengembangkan kegiatan-

kegiatan rehabilitasi lahan serta

kampanye konservasi.

Sembari menyeruput teh

manisnya, yang nyaris dingin meski

baru beberapa menit saja disuguhkan di

atas meja -udara dingin menusuk sampai

17 derajat celsius- Rona menceritakan

pengalamannya bertani organik. Rona

juga menceritakan tawaran-tawaran yang

datang untuk mengikuti berbagai

pelatihan. ? Selama ini saya mendapat

pelatihan sekolah lapangan petani untuk

pertanian jeruk organik dari USAID

ESP. Sejak itu, saya tak pernah lagi

pakai pupuk dan pestisida kimia,

kisahnya.

Dampaknya, kini dengan harga

Rp. 1.500,-/kg pun ia telah menjual hasil

jeruk organiknya. Modalnya cuma

Rp. 300.000,- saja selama musim tanam

tahun lalu, tapi dari hasil penjualan,

dengan menanam 50 batang jeruk saja,

saya bisa dapatkan lebih dari

Rp. 5.000.000,- kata Rona.

Tentang hal itu membuat mata

para petani di kampungnya membelalak

karena dengan harga jual jeruk di tingkat

petani mencapai Rp.2.000,-/kg, para

petani yang menggunakan pupuk dan

pestisida kimia tetap belum berani

menjual jeruknya. Mereka baru berani

menjual hasil jeruknya bila harga di

Profil agen sudah mencapai Rp.2.500,-/kg.

Itupun tak ada untung. Sudah

syukurlah tak rugi,? tambah Rona

lagi.

Kini apa yang dilakukan

Rona dengan pupuk dan pestisida

alami sudah mulai diikuti oleh warga

kampungnya. Bahkan petani jeruk

di beberapa kampungnya juga mulai

beralih dari kimia ke organik.

Kan sayang rasanya Bang, untuk

satu musim tanam kita harus

mengeluarkan uang jutaan rupiah

hanya untuk pupuk dan pestisida

kimia. Dan kalau mereka jual dengan

harga Rp. 2.500/kg, itu mereka belum

hitung ongkos kerja petaninya selama

9 bulan musim tanam, jelas Rona.

Lalu kalau begitu, mengapa

harus kimia kalau lebih untung

organik? (**)

Page 22: organis edisi 19

Agenda

>> Pelatihan selama 4 hari ini diadakan oleh PT BIOCert Indonesia, sebuah Lembaga

Sertifikasi Pangan Organik yang berkantor di Bogor. Dari 16 pesert a yang terseleksi,

PT BIOCert Indonesia akan memilih 3 peserta terbaik untuk dijadikan inspektor kontrak

lembaga ini. Fasilitator di kegiatan ini adalah: Agung Prawoto, Direktur Eksekutif PT

BIOCert Indonesia, Ananta K. Set a, Kep ala Bagian Perencanaan Ditjen P2HP Departemen

Pert anian RI, dan Indro Surono, Koordinator Dewan Perwakilan Anggota Aliansi Organis

Indonesia. (SNY)

Pelatihan Pasca Panen danPemasaran sebagai Langkah

Peningkatan KapasitasPendamping Petani untuk

Rantai Pemasaran PadiOrganik yang Adil

Bali, 26- 29 Maret 2008

>> Kegiat an selama 4 hari ini terselenggara atas

kerjasama Bali Organic Association (BOA), VECO

Indonesia, Earth Net Foundation serta didukung oleh

VECO Indonesia dan HIVOS. Kegiatan ini membahas

ap a itu rant ai beras, penjaminan mutu dan latihan

pengujian mutu beras. Rantai beras berbicara mulai

benih samp ai penjualan yakni pengujian varietas, seed

selection , pembenihan, observing, monitoring recording,

weeding, inspecting, threshing, drying, storing, miling,

packing, marketing dan selling. (LIN)

Organis23

Edisi No. 19/Th 5(Apr - Jun 2008)

Bogor , 08 - 11 April 2008

Page 23: organis edisi 19