Download - Lapsus Hermoroid
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Pendarahan Daerah Anorektal
Drainase daerah anorektal adalah melalui vena-vena hemoroidales
superior dan inferior. Vena hemoroidales superior mengembalikan darah
ke v. mesenterika inferior. Vena hemoroidales superior mengembalikan
darah ke v.mesenterika inferior dan berjalan submukosa dimulai dari
daerah anorektal dan berada dalam bagian yang disebut kolumna
Morgagni, berjalan memanjang secara radier sambil mengadakan
anastomosis. Bila ini menjadi varises disebut hemoroid interna. Vv.
hemoroidales inferior memulai venuler dan pleksus-pleksus kecil di
daerah anus dan distal dari garis anorektal. Pleksus ini terbagi menjadi
dua yaitu menjadi vv. hemoroidales media yang menyalurkan darah surut
ke v. pudenda interna dan satunya menjadi vv. hemoroidales
inferior, berjalan di luar lapisan muskularis dan masuk ke v.
hipogastrika. Pleksus inilah yang menjadi varises dan disebut hemoroid
eksterna.1
I.2. Hemoroid
I.2.1. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran vena-vena satu segmen atau lebih vena-
vena hemoroidales (Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-
macam, yaitu thrombosis, rupture, radang, ulserasi, dan nekrosis. 1
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang
tidak merupakan keadaan patologik.2
I.2.2. Sinonim
Hemoroid memiliki nama lain yaitu wasir atau ambein.2
I.2.3. Klasifikasi
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna.
A. Hemoroid Interna
Hemoroid interna adalah plekus v.hemoroidalis superior di atas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.1 Hemoroid interna adalah
1
vena dengan mukosa di atas linea dentata.3 Hemoroid interna ini
merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rectum
sebelah bawah.1 Hemoroid interna berlokasi di anterolateral,
porterolateral, dan lateral kiri.3 Hemoroid interna dibagi menjadi 4
derajat.1,2
Hemoroid Intern
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I + - -
II (+) + Spontan
III (+) + Manual
IV (+) Menetap Tidak dapat
Tabel 1. Derajat Hemoroid Intern 2
Gambar1. Derajat Hemoroid Intern ( A. Derajat I, B. Derajat II, C.
Derajat III dan IV)2
Pada hemoroid derajat I terjadi varises atau pelebaran vena tetapi
belum ada benjolan atau prolaps saat defekasi, walaupun defekasi dengan
sekuat tenaga. Derajat I dapat diketahui melalui adanya perdarahan atau
melalui sigmoidoskopi.2
Pada hemoroid derajat II perdarahan dan prolaps jaringan di luar
anus saat mengejan selama defekasi berlangsung. Hemoroid derajat II
dapat kembali secara spontan.2
2
Pada hemoroid derajat III sama dengan derajat II, hanya saja
prolapsus tidak dapat kembali secara spontan tetapi harus didorong
(reposisi manual).2
Pada hemoroid derajat IV prolapsus tidak dapat direduksi atau
inkarserasi, benjolan atau prolaps dapat terjepit di luar, dapat mengalami
iritasi, inflamasi, udema, dan ulserasi, sehingga baru timbul rasa sakit. 2
B. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna adalah pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam
jaringan di bawah epitel anus.1 Hemoroid eksterna adalah kompleks
vaskular di bawah anoderma.3 Hemoroid eksterna terletak di bawah linea
dentata dan ditutupi oleh kulit.2
I.2.4. Faktor Predisposisi dan Faktor Penyebab
Hemoroid memiliki beberapa etiologi. Apabila etilogi tidak
diperhatikan akan menjadi hemorrhoid sirkuler.4
1. Hambatan aliran darah balik dari plexus hemoroidalis, misalnya pada
tumor daerah panggul, pada kehamilan janin akan menekan pelvis, dan
pada gangguan aliran darah dari v. Porta misalnya chirrosis hepatis.
2. Faktor genetik memiliki sifat tonus vena yang tidak begitu kuat sehingga
mudah terjadi varises.
3. Terdapat beberapa keadaan fisiologis yang termasuk etiologi hemoroid
yaitu pada saat defekasi akan ada proses mengejan, pada saat di rectum
ada feses akan menekan vena, dan usia yang menua akan meningkatkan
insiden hemoroid.
4. Adanya gangguan pada saat defekasi. Obstipasi karena sering mengejan
terjadi prolaps tunika sub mukosa. Selain itu adanya kesalahan terkait
kebiasaan saat defekasi, misalnya duduk diatas kloset dalam waktu lama
m. sfingter ani terus terbuka sehingga ada kesempatan plexus
hemoroidalis untuk melebar sehingga dapat timbul hemoroid.
5. Makanan dan diet juga dapat menyebabkan hemoroid. Makan makanan
yang menyebabkan feses jadi keras menyebabkan hemoroid. Agar feses
menjadi lunak intake cairan yang cukup dan selulose yang seimbang jika
3
air saja urin akan meningkat, jika cairan dan selulose feses menjadi lunak
karena selulose bersifat hidroskopis sehingga dapat membawa air sampai
ke traktus digestivus distal, jika feses lunak penderita tidak perlu
mengejan pada saat defekasi. Makanan yang bisa menyebabkan
vasodilatasi misalnya makanan pedas tidak baik untuk hemoroid.
I.2.5. Diagnosa
Diagnosa hemoroid ditegakan berdasarkan data yang diperoleh dari
anamnesa dan pemeriksaan.
A. Anamnesa
Pasien sering menderita hemoroid tanpa ada hubungannya dengan
gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
berhubungan dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid
ekstern yang mengalami thrombosis.2
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern
akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah
segar dan tidak tercamur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada
feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari
vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat
asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan
darah di darah di vena tetap merupakan “darah arteri”.2
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat
timbulnya anemia berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar dan menyebabkan prolaps. Pada tahap
awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul
oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih
lanjut hemoroid intern ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar
masuk ke dalam anus. Akhirnnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi
bentuk yang mengalami prolaps dan tidak dapat di dorong masuk lagi.
Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan
ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal
dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini
4
disebabkan oleh kelembaban yang terus-menerus dan rangsangan mucus.
Nyeri hanya timbul apabila terdapat thrombosis yang luas dengan udem
dan radang.2
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan
epitel penutup bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus
yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan. Pada
pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri.
Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum.2
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lainya bisa dengan anoskop untuk melihat hemoroid
intern yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar
untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke lumen. Apabila penderita diminta
mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau
prolaps akan lebih nyata.2
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di
tingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik
saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya
darah samar.2
I.2.6. Diagnosa Banding
Perdarahan rectum yang merupakan manifestasi utama hemoroid
intern juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip,
colitis ulserosa, dan penyekit lain yang tidak begitu sering terdapat di
kolorektum. Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium
kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada
keluhan dan gejala penderita. Prolaps rektum harus juga dibedakan dari
prolaps mukosa akibat hemoroid intern.2
5
Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak
sulit dibedakan dari hemoroid yang mengalai prolaps. Lipatan kulit luar
yang lunak sebagai akibat thrombosis hemoroid ekstern sebelumnya juga
mudah dikenali. Adanya lipatan kulit sentinel pada garis tengah dorsal,
yang disebut umbel kulit, dapat menunjukan adanya fisura anus.2
I.2.7. Komplikasi
Terkadang hemoroid intern yang mengalami prolaps akan menjadi
ireponibel, sehinggga tak dapat terpulihkan oleh karena kongesti yang
mengakibatkan udem dan trombosis. Keadaan yang agak jarang ini dapat
berlanjut menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.
Emboli septik dapat terjadi melalui sistem portal dan dapat menyebabkan
abses hati. Anemia dapat terjadi karena perdarahan ringan yang lama.2
Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami
perdarahan maka darah dapat sangat banyak.2
I.2.8. Penatalaksanaan
Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara
perorangan. Hemoroid adalah normal dan oleh karenanya tujuan terapi
bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroidal, tetapi untuk
menghilangkan keluhan.2
Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat
ditolong dengan tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang
makan. Makanan sebaiknya terdiri atas mekanan berserat tinggi.
Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara
berlebihan.2
Supositoria dan salep anus telah diketahui tidak mempunyai efek
yang bermakna kecuali efek anestetik dan astringen.2
Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem
umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan
istirahat baring dan kompres local untuk mengurangi pembengkakan.
Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.
6
Apabila ada penyakit radang usus besar yang mendasarinya, misalnya
penyakit Crohn, terapi medik harus diberikan apabila hemoroid menjadi
simptomatik.2,
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang mernagsang,
misalnya 5% fenol dalam minynak nabati. Penyuntikan diberikan ke
submukosa di dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid
intern dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di
sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui
anuskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka
tidak nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi , prostatitis akut jika
masuk ke dalam prostat dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang
disuntikkan. Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan ansehat
tentang makanan yang merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid
intern derajat I dan II.2
Ligasi dengan gelang karet dapat dilakukan pada hemoroid besar
atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet
menurut Baron. Melalui bantuan anuskop, mukosa di atas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik dan dihisap ke dalam tabung ligator khusus.
Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di
sekelilingi mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena
iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas
sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid tersebut.
Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan
ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena terkenanya
garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut
ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat
pula disebabkan oleh infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu
hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah tujuh sampai sepuluh
hari.2
7
Bedah beku bisa juga menjadi penatalaksanaan hemoroid.
Hemoroid dibekukan dengan pendinginan pada suhu rendah sekali.
Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh
karenamukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini
lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rectum yang
inoperable.2
Hemoroidektomi dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah
juga dilakukan pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia
yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana.
Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami thrombosis dan kesakitan
hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Prinsip yang perlu
diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan
pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakuakan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus.2
Tindak bedah lain seperti dilatasi anus yang dilakukan dalam
anaestesi dimaksudkan untuk memutuskan jaringan ikat yang diduga
menyebabkan obstruksi jalankeluar anus atau spasme yang merupakan
faktor penting dalam pembentukan hemoroid. Metode dilatasi menurut
Lord ini kadang disertai dengan penyulit inkontinensia sehingga tidak
dianjurkan.2
I.2.9. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simtomatis dapat
dibuat menjadi asimtomatis. Pendekatan konservatif hendaknya
diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada
umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita makan
diajari untuk menghindari obstipasi dengan makanan serat agar dapat
mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid. Penderita penyakit Chorn
harus ditangani hati-hati secara konservatif.2 Setelah sembuh pasien tidak
boleh sering mengejan karena rekuren.4
BAB II
8
LAPORAN KASUS
II.1. ANAMNESIS
II.1.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kepil 3/4 Kebumen Banyubiru, Semarang.
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Datang ke RS : 13-09-2013
No. RM : 043610-2013
II.1.2. ANAMNESIS
Diperoleh dari penderita dan keluarga
KELUHAN UTAMA
Benjolan di dubur
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit muncul benjolan pada
dubur (anus). Benjolan pertama kali muncul saat BAB pasien mengedan.
Benjolan tersebut tetap muncul walau sedang tidak BAB. Pada feses
tidak terdapat darah atau lendir. Pasien juga mengeluhkan terasa nyeri
dan perih di daerah benjolan. Nyeri dan perih timbul terus-menerus.
Kalau batuk nyeri semakin bertambah namun kalau istirahat nyerinya
berkurang. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan muntah. Pasien
tidak ada keluhan saat BAK. Pasien sudah berobat ke dokter dikasih obat
dan keluhan tetap sama.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat hipertensi dan riwayat diabetes mellitus, namun riwayat
kolesterol disangkal.
9
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama. Riwayat
hipertensi dan diabetes melitus di keluarga disangkal.
RIWAYAT KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN
Sehari-hari pasien makan sayur dan buah. Posisi pasien saat BAB
adalah jongkok.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien sudah menikah. Pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Pasien merupakan pasien kelas III menggunakan JAMKESDA. Kesan
ekonomi kurang.
ANAMNESIS SISTEM
Sistem cerebrospinal : tidak ada keluhan
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : terdapat benjolan di dubur
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
II.1.3. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalisata
KU / Kesadaran : E4 V5 M6, tampak sakit sedang
TD : 130/70 mm/Hg
Nadi : 70 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36.5oC
2. Kepala
Bentuk : Mesocephal
Rambut : Distribusi merata, warna abu-abu, tidak mudah
dicabut
3. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4. Hidung : deviasi septum (-), discharge (-/-), nafas cuping
hidung (-)
10
5. Telinga : discharge (-/-), kelainan bentuk (-/-)
6. Mulut : bibir (tidak ada sianosis), mukosa (normal),
lidah (normal), tonsil T1/T1
7. Leher :KGB (dalam batas normal)
8. Thorax
a. Jantung
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I/II (normal), regular, murmur (-), gallop (-)
b. Paru – paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis, retraksi intercostae (-)
Palpasi : fremitus taktil (normal), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan ronkhi
(-), wheezing (-)
9. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, distensi (-)
Auskultasi : BU + 6x/ menit, hiperperistaltik (-), metallic sound (-)
Perkusi : Supel, NT (-), hepar dan lien (dalam batas normal), ginjal
(n), CVA -/-
Palpasi : Timpani seluruh lapang abdomen kecuali hepar pekak,
hipertimpani (-)
10. Ekstremitas: Simetris kanan dan kiri, Edema (-), capillary refill (<2
detik), akral hangat
11. Status lokalis:
Anus
Inspeksi : Terlihat benjolan di luar anus, hiperemi, tampak sisa
feses
Palpasi : Teraba massa dengan konsistensi keras, terdapat nyeri
tekan, tidak bisa digerakkan, permukaan licin.
11
Rectal Touche: Terdapat benjolan dengan konsistensi keras di luar
anus, tampak hiperemi dan sisa feses, tonus otot
sfingter kuat, benjolan teraba sampai dalam anus
dengan permukaan licin dan konsistensi keras di
arah jam 1 dan 3.
II.4. Differensial Diagnosis
1. Hemoroid Interna Grade IV
2. Ca Colon
II.5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb 12,1 g/dl 12 - 16
Leukosit 16 ribu 4,5 – 10,3
Eritrosit 3,9 juta 4 - 6,2
Hematokrit 37,4 % 37 - 43
Trombosit 210 ribu 150 - 400
MCV 95,6 mikro 80 - 90
MCH 30,8 pg 27 - 34
MCHC 32,3 g/dl 32 - 36
RDW 13,2 % 10 - 16
MPV 6,7 mikro 7 - 11
Limfosit 1,9 x 103 mikro L 1,7 - 3,5
Monosit 0,8 x 103 mikro L 0,2 - 0,6
Granulosit 13,6 x 103 mikro L 2,5 - 7
12
Limfosit 11,7 % 25 - 35
Monosit 5,1 % 4 - 6
Granulosit 83,2% 50 - 80
PCT 0,203 % 0,2 - 0,5
PDW 14,9 % 10 - 18
Golongan Darah O A B O
Widal
Salmonella thypi
O
Negatif Negatif
Salmonella thypi
H
Negatif Negatif
Salmonella
parathypi AH
Negatif Negatif
SGOT 26 U/ L 6 - 21
SGPT 32 IU/ L 4 - 20
Tabel 6. Pemeriksaan laboratorium
II.6. Diagnosa Kerja
Hemoroid Interna Grade IV
II.7. Penatalaksanaan
A. Non-farmakologi
Bed rest
Konsul Sp.B untuk dilakukan operasi : hemoroidektomi
13
B. Farmakologi
Infuse RL 20 tpm
Cefotaxim 3 x 1 gr
Ketorolac 3 x 30 mg
Ranitidin 3 x 1 gr
Dulcolax tb IV
II.8. Prognosis
Dubia ad bonam
II.9. Edukasi
Pasien perlu diberikan edukasi agar menghindari faktor-faktor resiko
terjadinya hemoroid, antara lain:
Konsumsi makanan yang berserat agar menghindari konstipasi. Apabila
membuat pasien mengedan terlalu keras akan meningkatkan tekanan
vena dan dilatasi vena.
Pasien diedukasikan tidak boleh sering mengejan karena rekuren.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. S (Subjective)
Pasien bernama Ny. K datang ke IGD RSUD Ambarawa pada
tanggal 13 September 2013 dengan keluhan utama terdapat benjolan
dianus. Sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit muncul benjolan pada
dubur (anus). Benjolan pertama kali muncul saat BAB pasien mengedan.
Benjolan tersebut tetap muncul walau sedang tidak BAB. Pada feses
14
tidak terdapat darah atau lendir. Pasien juga mengeluhkan terasa nyeri
dan perih di daerah benjolan. Nyeri dan perih timbul terus-menerus.
Kalau batuk nyeri semakin bertambah namun kalau istirahat nyerinya
berkurang. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan muntah. Pasien
tidak ada keluhan saat BAK. Pasien sudah berobat ke dokter dikasih obat
dan keluhan tetap sama. Anamnesa ini menjelaskan bahwa benjolan
sudah prolaps dan tidak dapat kembali spontan mengarahkan hipotesis
hemoroid.
Pasien juga mengeluhkan nyeri dan perih di daerah benjolan. Nyeri
dan perih di tempat benjolan akibat adanya peradangan di daerah
tersebut. Tidak terdapatnya darah yang menetes menunjukan hemoroid
tidak hemoragik (perdarahan).
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya, pasien
memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Tekanan vena bisa
juga meningkat dari hipertensi.
Pekerjaan pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien sering
makan buah dan sayur. Pasien berposisi jongkok saat BAB. Posisi BAB
jongkok meningkatkan tekanan vena dan pelebaran vena.
III.2. O (Objective)
Berdasarkan hasil pemeriksaan status lokalis pasien pada daerah
anus dari inspeksi, terlihat benjolan di luar anus, hiperemi, tampak sisa
feses. Pada palpasi teraba massa dengan konsistensi keras, terdapat nyeri
tekan, tidak bisa digerakkan. Hal ini menunjukkan hemoroid sudah tidak
bisa direposisi artinya sudah grade iv. Perabaan keras akibat sudah
terjadinya thrombus. Ca Recti bisa dilemahkan karena pada pasien tidak
terdapat perdarahan rectum. Pada ca recti juga bisa terdapat perdarahan
kecil yang tidak terlalu kelihatan tapi bisa menyebabkan anemia,
kelelahan, pernafasan lebih cepat, dan takikardi. Ca recti juga memiliki
gejala obstruksi. Nyeri saat buang air besar dan perasaan bahwa
rektumnya belum sepenuhnya kosong. Selain itu pada kanker juga
terdapat penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Pada saat
15
pemeriksaan rectal touche tanda ca recti yaitu tumor berbenjol-benjol
tidak teratur di dinding rectum sedangkan pada pasien permukaannya
licin.
III.3. A (Assessment)
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan diagnosis pada pasien ini
adalah hemoroid interna grade iv.
III.4. P (Planning)
Infuse RL 20 tpm
Ringer laktat merupakan larutan isotonis. Komposisi ringer laktat
adalah Na (130 mEq/L), Cl (109 mEq/L), Ca (3 mEq), dan laktat (28
mEq/L). Pasien di berikan RL untuk maintenance cairan tubuh.
Cefotaxim 3 x 1 gr
Efotax atau cefotaxim merupakan antibiotik sefalosporin generasi
ketiga. Obat ini sangat aktif terhadap berbagai kuman Gram positif
maupun Gram negatif aerobik. Waktu paruh plasma sekitar 1 jam dan
diberikan tiap 6 samapai 12 jam. Metabolitnya ialah desasetilsefotaksim
yang kurang aktif. Sefotaksim tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik
1,2 dan 10 g. Dosis pada orang dewasa 1-2g/ 12 jam. Dosis pada anak
50-200 mg/kg/h dalam 3-4 dosis.7
Ketorolak 3 x 30 mg
Ketorolak merupakan analgesik poten dengan efek anti-inflamasi
sedang. Ketorolak merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk
pemberian parenteral. Absorpsi oral dan intramuskular berlangsung cepat
mencapai puncak dalam 30-50 menit. Bioavailabilitas oral 80% dan
hampir seluruhnya terikat protein plasma. Ketorolak IM sebagai
analgesik pascabedah memperlihatkan efektivitas sebanding morfin /
meperidin dosis umum; masa kerjanya lebih panjang dan efek
sampingnya lebih ringan. Obat ini juga dapat diberikan peroral. Dosis
intramuscular 30-60 mg; IV 15-30 mg dan oral 5-30 mg. Efek
sampingnya berupa nyeri di tempat suntikan, gangguan saluran cerna,
16
kantuk, pusing dan sakit kepala yang dilaporkan terjadi kira-kira 2 kali
plasebo. Karena ketorolak sangat selektif menghambat COX-1, maka
obat ini hanya dianjurkan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena
kemungkinan tukak lambung dan iritasi lambung besar sekali.6
Ranitidin 3 x 1 gr
Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Melalui obat ini sekresi asam lambung akan di hambat. Bioavailabilitas
ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada
pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang
dewasa, dan memanjang pada orang tua dan gagal ginjal.6
Dulcolax tb IV
Obat ini mengandung 4,4'-diacetoxy-diphenyl-(pyridyl-2)-methane
(=bisacodil). Indikasi pemberian ini adalah untuk pasien yang menderita
konstipasi. Untuk persipan prosedur diagnostik, terapi sebelum dan
sesudah operasi dalam kondisi untuk mempercepat defeksi. Bisacodyl
adalah laksatif yang bekerja lokal dari kelompok turunan difenil metan.
Sebagai laksatif perangsang (hidragogue antiresorptive laxative), obat ini
merangsang gerakan peristaltis kolon setelah hidrolisis dalam kolon, dan
meningkatkan akumulasi air dan alektrolit dalam lumen kolon.
Operatif
Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah untuk dilakukan
tindakan operatif yang terdiri dari hemoroidektomi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani,W.I, Setiowulan, W. 2000.
Hemoroid. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius.
2. De Jong Wim, Sjamsuhidajat R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.
3. Schwartz Seymour, MD. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah
(Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro. 2005. Ilmu Bedah 1.
Semarang.
5. Leksana. 2005. Chirurgica. Yogyakarta. Tosca Enterprise.
6. Syarif Amir, Estuningtyas Ari, Setiawati Arini, Muchtar Armen, Arif
Azalia, Bahry Bahroelim dkk. 2009. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai penerbit FKUI.
18