Download - Lapsus Echi
BAGIAN IKM-IKK April 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS (DM)
Oleh:
Arsita Adinningsih Kadar
110 205 0075
Pembimbing
dr. Sultan Buraena MS, Sp.OK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN
KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Arsita Adiningsih Kadar
Stambuk : 110 209 0075
Judul Case Report : Diabetes Mellitus
Universitas : Universitas Muslim Indonesia
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka paniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, April 2015
Supervisor
Dr. Sultan Buraena MS, SPOK
LAPORAN KASUS DIABETES MELITUS (DM)
Lokasi : PUSKESMAS JONGAYA MAKASSAR
Tanggal : 11 May 2015
Nama Coass : Arsita Adiningsi Kadar
Stambuk : 1102090075
Dokter Pembimbing : dr. Sultan Buraena MS Sp.OK
IDENTITAS PASIEN
No. Register :UD 3491
Nama : Ny. NH
Usia : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Andi Tonro 28/RT 05/ RW 07
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 11 May 2015 di ruang POLI UMUM Puskesmas
Jongaya Makassar
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : luka pada jempol kanan
Anamnesis terpimpin : Dialami sejak ± 4 hari lalu akibat terkena benda tajam
yaitu pisau dapur. Selain itu, terrkadang pasien juga mengeluh merasakan keram
pada kedua kaki, yang dirasakan hilang timbul, keram dirasakan seperti diitusuk-
tusuk, pasien sering tidak merasakan kakinya ketika berjalan, sekitar 1 minggu
sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas dan pusing, dan kesulitan tidur,
mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan kabur tidak ada. Pasien banyak
makan dan minum sejak 2 tahun terakhir, namun tidak disertai peningkatan berat
badan yang sesuai, buang air kecil sering terutama malam hari sebanyak ± 5 kali.
Buang air besar biasa. Riwayat penyakit DM (+) sejak 2 tahun yang lalu dan
mengonsumsi glibenklamid tetapi tidak teratur , riwayat HT (-). Riwayat penyakit
keluarga yang sama (-)
Kualitas
Luka pada jempol kanan
Kuantitas
Berkurangnya aktivitas rumah tangga
Kronologis
Pasien merasa luka pada jempol kanan tidak kunjung sembuh.
Faktor Modifikasi :
1. Faktor yang memperberat
Saat beraktivitas.
2. Faktor yang memperingan
Istirahat
Gejala yang menyertai
Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya keram, badannya lemas, dan
merasa ppusing.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM ada sejak 2 tahun yang lalu
Riwayat HT tidak ada
C. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat dengan penyakit yang sama tidak ada
D. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan keadaan sosial ekonomi
cukup baik. Pasien tinggal di tempat dengan lingkungan yang cukup bersih. Di
lingkungan tempat pasien tidak ada yang menderita sakit seperti pasien.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : CM
Keadaan Umum : Baik
Tinggi Badan : 160
Berat Badan : 65 kg
BMI : BB/TB2 = 65/(1,60)2 = 25,4 kg/m2 (cukup)
Kesan Gizi : Cukup
Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 85x/menit
Suhu : 36 ⁰C
Pernapasan : 20 x/menit
Kepala : anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax : NT (-)
vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : SI/II reguler, murni
Abdomen : Nyeri tekan (-)
Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : superior : luka pada jempol kanan
Inferior : tidak ada kelainan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan GDS : 386 mg/dl
G. DIAGNOSIS
DM tipe II Non Obese
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Farmakologi Yang Diberikan :
Sefadroxil 500 mg 2x1
Glibenklamid 5 mg 1x1
Piridoxin (Vit.B6) 10 mg 3x1
Asam mefenamat 500 mg 3x1
Gentamisin 0.1% salep kulit 2x1
Diasepam 0.5 mg 1x1
2. Pengobatan Nonfarmakologis
Menyarankan pada pasien untuk :
- Merawat luka
- Melakukan diet DM dan menghindari makanan yang tinggi kadar garam
untuk mencegah hipertensi
- Membiasakan diri untuk istirahat secara teratur
- Kontrol kadar gula darah
I. Prognosis :
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
J. RESUME
Pasien datang berkunjung ke puskesmas denan keluhan luka pada jempol
kanan. Dialami sejak ± 4 hari lalu akibat terkena benda tajam yaitu pisau
dapur. Selain itu, terrkadang pasien juga mengeluh merasakan keram pada
kedua kaki, yang dirasakan hilang timbul, keram dirasakan seperti diitusuk-
tusuk. sekitar 1 minggu sebelumnya pasien mengeluh sering merasa lemas
dan pusing, dan kesulitan tidur, mual tidak ada, muntah tidak ada, penglihatan
kabur tidak ada. Pasien banyak makan dan minum sejak 2 tahun terakhir,
namun tidak disertai peningkatan berat badan yang sesuai, buang air kecil
sering terutama malam hari sebanyak ± 5 kali. Buang air besar biasa. Riwayat
penyakit DM (+) sejak 2 tahun yang lalu dan mengonsumsi glibenklamid
tetapi tidak teratur , riwayat HT (-). Riwayat penyakit keluarga yang sama (-)
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Tujuan dilakukannya kunjungan rumah ialah untuk mengetahui
lingkungan tempat tinggal pasien dan menelusuri apakah ada anggota keluarga
lainnya yang meiliki penyakit atau keluhan yang sam, juga untuk menilai pola
psikososial pasien.
a. Profil Keluarga :
Pasien adalah seorang ibu yang tinggal bersama suaminya dan 2 anaknya
yang berumur 19 dan 30 tahun. Pasien juga tinggal dengan ibunya yang
berumur 73 tahun dan menantunya serta 2 orang cucu.
b. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang ibu ruma tangga. Pasien ini
tinggal dirumah pribadi yang telah dihuni selama +15 tahun. Suaminya
bekerja sebagai pegawai negeri sipil, pasien juga tinggal dengan ibunya,
menantu dan 2 orang cucunya. Rumah pasien dalam kondisi baik dan
cukup luas. Rumah inti terdiri dari 6 kamar dan 2 kamar mandi. Ventilasi
di rumah baik, sirkulasi udara baik . Peralatan rumah tangga lengkap, dan
terdapat 3 buah kendaraan bermotor berupa sepeda motor, dan terdapat
sebbua sepeda.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dalam keluarga yang menderita Diabetes melitus tidak
ada.
d. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan kebutuhan
asupan gizi.
e. Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga
yang lainnya, baik yang tinggal didalam rumah maupun yang tidak.
f. Lingkungan
Lingkungan pemukiman keluarga bersih dan tertata dengan baik. Sampah
tersimpan pada tempatnya demikian juga dengan tata letak peralatan dan
perlengkapan rumah.
DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. 4
B. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu1 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
C. Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.2
D. Patogenesis
1. Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja
sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.5
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5
E. Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan
mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan,
Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,
rasa baal dan gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memerhatikan waktu makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal
2x.3
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau
GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl
F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas
hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol
sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus
dimulai dari :
1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik
yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada
prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal
a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl
b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl
c) Kadar HbA1c < 7%
2. Tekanan darah <130/80
3. Profil lipid :
a) Kolesterol LDL <100 mg/dl
b) Kolesterol HDL >40 mg/dl
c) Trigliserida <150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,,
status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa
faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan
pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana
terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian
nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah
status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang
bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena
mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah
terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan
berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan
LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita.
Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini
akan menurunkan kadar gula darah.
Aktivitas latihan :
5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan
meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk
pembakaran sekitar 40%
> 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .
Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyak pula benda keton
yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke
keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan
atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350
mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu.
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.
1. obat hipoglikemik oral
a. insulin secretagogue :
sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan
obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya
glibenklamid.
Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia.
Contohnya : repaglinid, nateglinid.
b. insulin sensitizers
Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin
endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan
glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan
jaringan lemak.
c. glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga
memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien
dengan kecendrungan hipoksemia.
d. Inhibitor absorbsi glukosa
α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di
usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi
Hal-hal yang harus diperhatikan :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi
I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan.
Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada
saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama.
Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.
2. Insulin
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin
prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang
fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan
menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau
insuli campuran tetap (premixed insulin)
Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan
kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi
sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk
kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada
malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang
cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan
sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai
kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
insulin
G. PENCEGAHAN
• Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan
jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan
kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi
penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya
pencegahan primer.6
• Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan
terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan
selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet
dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada
penyandang Diabetes.
• Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan
kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang
dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk
mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli
di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar
ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
2. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu
Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai
penerbit FKUI, 2006; 1906.
4. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2
di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
5. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Jakarta. 2006
7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis,
dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III.
Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920
8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal.
1873
9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine
Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia.
Jakarta;2005; hal.1259