Download - Lapsus Cardiology PH
BAGIAN ILMU KARDIOVESIKULER LAPORAN KASUSFAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013UNIVERSITAS HASANUDDIN
HIPERTENSI PULMONAL
DISUSUN OLEH
Sri Mahtufa Riski H.(C 111 09 759)
SUPERVISOR:dr. Pendrik Tandean, SpPD-KKV, FINASIM
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA DEPARTEMEN ILMU KARDIOVESIKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2013
1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini, menyatakan bahwa :
NAMA : Sri Mahtufa Riski
NIM : C 111 09 759
FAKULTAS : Kedokteran
UNIVERSITAS : Universitas Hasanuddin
JUDUL KASUS : Hipertensi Pulmonal
Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Makassar, Desember 2013
2
Supervisor,
(dr. Pendrik Tandean, SpPD-KKV, FINASIM)
HIPERTENSI PULMONAL
BAB I. LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. HR
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 16 Desember 2013
Nomor MR : 64-22-61
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan sesak nafas dirasakan sejak 14 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo. Sesak nafas dirasakan terus menerus, meskipun
pasien istirahat. Sesak nafas semakin memberat sejak 1 hari yang lalu.
Pasien merasa lebih nyaman bila berbaring miring ke sisi kanan. Tidak
disertai nyeri dada. Berkeringat dingin ada. Pasien juga mengeluh
badannya terasa lemah. Tidak disertai demam. Pasien mengeluh Batuk
sejak 1 minggu yang lalu. Mual dan muntah ada, tidak disertai nyeri ulu
hati.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Riwayat hipertensi (-)
2. Riwayat penyakit jantung (-)
3. Riwayat diabetes mellitus (-)
4. Riwayat dislipidemia (-)
5. Riwayat penyakit jantung (+)
6. Riwayat pengobatan (+)
Dirawat di RS Pelamonia selama 8 hari dengan Diagnosa Susp. Ca.
Ovarium kemudian di rujuk ke RS Awal Bros
3
Dirawat di RS awal bros selama 16 hari kemudian pasien dirujuk
ke RS Wahidin Sudirohudoso
D. Riwayat Keluarga
Riwayat Keluarga dengan penyakit yang sama (-)
E. Riwayat Personal
Riwayat merokok (-)
F. FAKTOR RESIKO
a. Tidak dapat dimodifikasi :
o Perempuan, umur 39 tahun
b. Dapat dimodifikasi :
o Tidak ada
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang/Gizi baik/Composmentis
2. Tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5C (aksilla)
3. Kepala
Mata : Anemis (-), ikterus (+), edema palpebral (+)
Bibir : Sianosis (+)
Leher : Limfadenopati (-), DVS R+1 cmH2O
4. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP: Vesikuler; BT: Ronkhi-/-, Wheezing -/-
4
5. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis susah untuk dinilai
Perkusi : Pekak, ukuran jantung membesar.
Batas kanan : Linea parasternalis kanan
Batas kiri : Linea medioklavikularis kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, reguler, (+) bising sistolik
grade 3/6
6. Abdomen
Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Massa Tumor (+)
Perkusi : Ascites (+)
7. Ekstremitas : Edema: pretibial +/+, dorsum pedis +/+, sianosis (+)
H. PEMERIKSAAN EKG
5
Rhythm : Sinus ritme
Denyut jantung : 75 bpm
Axis : Deviasi axis kanan
Pembesaran Ventrikel kanan (V1 R/S >1, V6 S/R >1)
I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
WBC : 17,65x103/mm3
HGB : 13,2 g/dL
HCT : 36,4 %
PLT : 263.000/uL
Ur/Cr : 75/1,5mg/dL
GOT/GPT : 25/8 u/l
Na/K/Cl :131/4.4/100 mmol/l
PT : 16,9 control 10,7 detik
aPTT : 28,7 control 23,5 detik
D-Dimer : 1,8 unit
Albumin : 3,6 gr/dl
6
GDS : 91 mg/dl
Bilirubin total/direct : 2,9/2,1 mg/dl
J. PEMERIKSAAN 2D-ECHOCARDIOGRAPHY
Dilatasi ventrikel kanan
Kontraktilitas LV baik (EF: 85%)
Atrium kiri mengecil, dilatasi atrium kanan
Tekanan arteri pulmonalis 80,1 mmHg
7
K. Pemeriksaan Foto thorax
Corakan bronkovascular dalam batas normal
Cor membesar dengan CTI 0,7, aorta dilatasi
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesan : Cardiomegaly dengan dilatation aortae
L. DIAGNOSIS
Hipertensi Pulmonalis
M. PENGOBATAN
1. O2 2-4L/min/mask
2. IVFD Nacl 0,9% 500cc/24jam
3. β1-adrenergic agonist: Dobutamine 5mg/kgbb/m via siringe
pump (Dobutamine is an inotropic agent. It works by
increasing the strength and force of the heartbeat, causing
more blood to circulate through the body)
8
4. Norepinephrine bitartrate: Vascon 0,1 mcg/kgbb/via siringe
pump (BP control in acute hypotensive states. Adjunctive
treatment of cardiac arrest & profound hypotension.)
5. Antibiotik: Ceftriaxone 2gr/24jam/iv (golongan
cephalosporin gen 3)
6. Diuretik: Inj. Lasix 120 mg/24 jam via siringe pump (which
is an anthranilic acid derivative)
7. Potassium-sparing diuretic: Spironolactone 25 mg 1x1
8. Beraprost Na: Dorner 20mg 2x1 (Memperbaiki luka, rasa
nyeri,dan dingin akibat Penyakit Arteri Perifer. Hipertensi
Pulmonal Primer)
9. Laxative: Laxadine 0-0-2 cth
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan hipertensi
pulmonal sekunder. Hipertensi Pulmonal Primer(HPP) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh arteri paru-paru jauh
di atas normal yaitu lebih dari 25 mmHg saat istirahat atau lebih dari 30 mmHg saat
melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan sesak, pusing dan bahkan sampai
pingsan. Nilai tekanan arteri pulmonalis pada orang normal adalah sekitar 14 mmHg
pada saat beristirahat. Diagnosis HPP dibuat bila suatu hipertensi pulmonal tidak
ditemukan faktor-faktor resiko dan tidak didapatkan adanya penyakit katup
jantung kiri, penyakit miokard, penyakit jantung kongenital dan beberapa penyakit
paru lainnya seperti penyakit jaringan ikat atau tromboemboli kronik. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi pulmonal dapat menjadi suatu penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan bahkan dapat
9
menyebabkan gagal jantung kanan. Istilah HPP menjadi kurang populer karena
dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganannya sehingga istilah hipertensi
pulmonal primer saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri Pulmonal
Idiopatik(IPAH).
Hipertensi pulmonal sekunder merupakan kondisi yang lebih umum yang
banyak disebabkan oleh penyakit dari jantung atau dari paru yang memang sudah
ada. Penyebab yang paling umum adalah karena adanya penyakit PPOK pada paru
dan juga bisa karena adanya kelainan katup pada jantung.
2.2 Anatomi Pembuluh darah
Pembuluh darah terdiri dari 3 jenis : arteri, vena, dan kapiler.
1. Arteri
Membawa darah dari jantung dan disebarkan ke berbagai jaringan tubuh
melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkcil, diameternya kurang dari
0,1 mm, di namakan arteriol. Persatuan cabang-cabang arteri dinamakan
anastomosis. Pada arteri tidak terdapat katup
2. Vena
Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung.
Vena banyak mempunyai katup. Vena terkecil dinamakan venla. Vena yang
lebih kecil atau cabang-cabangnya, bersatu membentuk vena yang lebih
besar, yang seringkali bersatu satu sama lain membentuk peksus vena.
3. Kapiler
Adalah pembuluh darah mikroskopis yang membentuk jalinan yang
menghubungakna arteriol dan venula. Pada beberapa daerah tubuh,
terutama pada ujung-ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan lanagsung
antara arteri dan vena tanpa diperantarai kapiler. Tempat hubungan seperti
ini dinamakan anastomosis arteriovenosa.
2.3 Histologi Struktur Pembluh Darah
1. Tunika intima merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah.
Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endothel.
10
2. Tunika media merupakan lapisan yang berada diantara tunikan media dan
adventesia, disebut juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh
sel otot polos dan jaringan elastis.
3. Tunika adventesia
Merupakan lapisan yang paling luar yang tersusun oleh jaringan ikat.
2.4 Sitem Hemodinamik
Peredaran darah dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu
1. Sistem kardiovaskuler
2. Sistem sirkulasi limfatik
1. Sistem kardiovaskuler merupakan sub sistem sirkulasi yang bertugas
mengedarkan darah ke seluruh tubuh.
2. Sistem sirkulasi limfatik yang terdiri dari kelenjar limfe, pembuluh limfe dan
cairan limfe atau getah bening.
Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler bertugas mengedarkan darah ke seluruh tubuh
dimana darah mengandung oksigen dan nutrisi berupa sari makanan yang
diperlukan sel/jaringan untuk metabolisme.
Sistem kardiovaskuler juga membawa sisa metabolisme berupa ekskret
untuk dibuang melalui organ-organ eksresi.
11
Sistem kardiovaskuler ini mempunyai karakter yang khas yaitu : selalu
cairan berupa darah pada manusia berada di dalam pembuluh darah
sehingga peredarannya tertutup
Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah ke seluruh tubuh melalui
sistem peredaran darah (sirkulasi darah). Sirkulasi darah terbagi menjadi 2 bagian
yaitu:
1. sirkulasi sistemik (Sistem peredaran darah besar)
2. Sirkulasi pulmonal ( Sistem peredaran kecil).
Sirkulasi pulmonal ( Sistem peredaran kecil).
Sirkulasi pulmonal atau disebut juga sistem peredaran darah kecil adalah
sirkulasi darah antara jantung dan paru-paru. ( Jantung - Paru paru - Jantung
lagi)
Detailnya darah dari jantung (ventrikel kanan) dialirkan ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis, darah ini banyak mengandung karbondioksida
sebagai sisa metabolisme untuk dibuang melalui alveolus paru-paru ke
atmosfer.
12
Selanjutnya darah akan teroksigenasi pada kapiler paru dan kembali ke
jantung (atrium kiri) melalui vena pulmonalis.
Dari pemahaman itu maka
1. Arteri Pulmonalis adalah satu satunya aretri yang kaya Carbon dioksida
2. Vena Pulmonalis adalah satu satunya pembuluh darah vena / balik yang
kaya akan Oksigen
Sirkulasi sistemik (Sistem peredaran darah besar)
Sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar / Magna sirkulatoria adalah
srikulasi darah dari jantung (ventrikel kiri) ke seluruh tubuh (kecuali paru-
paru).( Jantung - Tubuh - Jantung )
Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta,
kemudian pembuluh darah Aorta bercabang-cabang menjadi arteri dan
arteri bercabang lagii membentuk aeteriol / arteri yang lebih kecil yang
tersebar dan bisa mengakses ke seluruh sel tubuh kita .
Selanjutnya darah dikembalikan ke jantung bagian kanan tepatnya ke
serambi kanan)/ ventrikel dexter melalui vena cava baik Vena cava superior
( tubuh sebelah atas jantung ) maupun Vena cava inferior
Sirkulasi darah antara jantung dan seluruh tubuh berjalan satu arah.
Darah dari ventrikel kanan dialirkan ke paru-paru kemudian kembali ke
jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh dari ventrikel kiri melalui aorta.
Aorta akan bercabang-cabang menjadi arteri, arteriola / pembuluh kapiler.
Selanjutnya dikembalikan ke jantung melalui venula -vena - vena cava
(pembuluh balik).
2.5 Etiologi dan Klasifikasi
Hipertensi pulmonal berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 kategori
yaitu hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. Klasifikasi
menurut simposium hipertensi pulmonal “Dana Point Meeting California” hipertensi
pulmonal dibagi lagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
Tipe Keterangan Etiologi
Tipe 1.a Hipertensi arteri pulmonalis Idiopatik, genetik, induksi obat dan
13
(Hipertensi Arteri Pulmonal
Idiopatik)
racun, penyakit jaringan ikat, infeksi
HIV, hipertensi portal, penyakit
jantung kongenital, scistosomiasis,
anemia hemolitik kronis, autoimun
Tipe 1.b Penyakit hipertensi veno-
pulmonal
Obstruksi vena besar paru oleh
karena penyakit fibrosis (fibrosis
mediastinum, tumor, sarkoidosis,
histiositosis)
Tipe 2 Hipertensi pulmonal dengan
kelainan jantung kiri
Disfungsi sistolik, disfungsi
diastolik, penyakit valvular
Tipe 3 Hipertensi pulmonal dengan
kelainan paru-paru/hipoksia
COPD, panyakit paru interstisial,
penyakit paru dengan gabungan dari
kelainan restriktif dan obstruktif,
sleep upnea desease, gangguan
hipoventilasi alveolar
Tipe 4 Hipertensi pulmonal dengan
tromboemboli kronis
Oklusi trombotik proksimal, oklusi
trombotik distal oleh karena benda
asing
Tipe 5 Hipertensi den gan
multifaktorial
Gangguan mieloproliferatif dan
splenektomi, vaskulitis, gangguan
tiroid, tumor,gagal ginjal kronis
Klasifikasi hipertensi pulmonal berdasarkan kelas fungsional menurut WHO adalah
• Kelas I: Pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
• Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikit keterbatasan
dalam melakukan aktifitas sehari – hari.
• Kelas III: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukan aktifitas
ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat.
14
• Kelas IV: Pasien dengan hipertensi pulmonal, yang tidak mampu melakukan
aktifitas apapun (aktifitas ringan akan merasakan sesak), dengan tanda dan
gejala gagal jantung kanan.
2.6 FaktorResiko
Dari klasifikasi yang telah digambarkan pada etiologi jelas bahwa berbagai
faktor resiko dapat berkembang menjadi hipertensi pulmonal berat dan oleh
karenanya dapat dianjurkan skrining dari bagian populasi terpilih untuk terjadinya
hipertensi pulmonal atau penyakit vaskular pulmonal. Pada simposium WHO, level
resiko disertai dengan masing-masing kondisi yang dinilai pada beberapa
pembagian, antara lain:
1. Obat-obatan
Anoreksigen
Hubungan antara anoreksigen dan hipertensi pulmonal awalnya
diobservasi pada tahun 1960an saat epidemik HPP di Eropa karena
pemakaian aminorex fumarate. Studi hipertensi (IPPHS)
mendemonstrasikan hubungan kuat antara HAP dan obat anoreksik.
Derifat Fenfluramine adalah suatu inhibitor poten uptake serotonin (5-
HT). Aminorex fumarate (2-amino-5-phenyl-2-Oxazoline, derivat
katekolamin), aksinya meliputi pelepasan norepinephrine pada ujung saraf
bebas dan meningkatkan kadar serotonin serum. Sehingga terjadi
proliferasi atau pertumbuhan sel-sel otot polos arteri paru. Penggunaan
obat ini meningkatkan kasus HPP, tergantung dosis dan lama pemakaian
Methamphetamine dan Cocaine
Methamphetamine dan cocain dilaporkan meningkatkan insiden hipertensi
pulmonal. Pada studi autopsi 20 perokok cocain berat, 4 (20%) paru
menunjukkan hipertropi medial arteri paru. Mekanisme terjadinya
hipertrofi arteri ini masih belum jelas.
2. Hubungan Dengan Lingkungan
Hipoksia
Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi menginduksi
15
vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler paru terhadap
hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk mengoptimalkan
hubungan antara ventilasi dan perfusi. Hipoksia akut diregulasi oleh
produk-produk endotel (seperti endotelin-1 dan serotonin) dan memediasi
perubahan aktivitas kanal ion pada selsel otot polos arteri paru. Hipoksia
akut menyebabkan perubahan yang reversible pada tonus vaskuler paru,
sedangkan hipoksia kronik menyebabkan remodeling struktur, proliferasi
sel-sel otot polos vaskuler, migrasi dan peningkatan deposisi matrik
vaskuler.
3. Riwayat Keluarga
2 gen dalam kelompok reseptor famili TGF-b mempunyai hubungan yang
kuat dengan familial hipertensi pulmonal. Gen bone morphogenetic
receptor type 2 (BMPR2), memodulasi pertumbuhan sel-sel vaskuler
dengan mengaktivasi jalur intraseluler. Dalam keadaan normal BMP
menekan pertumbuhan sel otot polos vaskuler. Lebih dari 45 mutasi yang
berbeda BMPR2 telah diidentifikasi pada familial hipertensi arterial
pulmonal. BMPR2 adalah suatu komponen reseptor pada sel otot polos
vaskuler heteromerik, bagian dari transforming growth factor. Mutasi
eksonik pengkodean gen BMPR2, yang berpengaruh pada suatu aberasi
transduksi sinyal pada sel otot polos vaskuler paru sehingga menimbulkan
proliferasi sel. Mutasi BMPR2 telah diidentifikasi 50%-90% pasien
dengan diagnosis HAPF, 25% pada pasien HPP dan 15 % pada pasien
HAP sehubungan penggunaan fenfluramine. Jenifer R et al menemukan
bahwa 27 % pasien HPP dengan mutasi BMPR2. R. Souza et al, 2008,
pasien dengan mutasi BMPR2 signifikan lebih cepat timbul gejala
dibandingkan dengan tanpa mutasi BMPR2.
4. Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal karena substansi
seperti prostasiklin, tromboksan A2, endotelin 1, nitreus oxid tidak
termetabolisme di hati, sehingga masuk ke dalam paru dan menyebabkan
perubahan anatomis pada vaskular paru. Perubahan terjadi pada tunika
intima, dimana nantinya vaskular paru tidak dapat berdilatasi yang
menyebabkan meningkatnya tahanan dari arteri paru.
16
5. Infeksi HIV
Hubungan antara HIV dan hipertensi pulmonal pertama kali di jabarkan oleh
Kim dkk pada 1987. Faktor resiko pada penderita dihubungkan dengan
penggunaan obat-obat intravena, infeksi paru berulang, tromboemboli vena
dan disfungsi ventrikel kiri. Patofisiologi secara pasti masih belum diketahui,
dan masih belum di peroleh bukti virus HIV secara langsung dapat
menginfeksi endothel arteri pulmonalis. Kemungkinan lain yang paling
mungkin adalah adanya infeksi yang menyebabkan proses inflamasi yang
merangsang pelepasan leukosit dan trombosit dan juga merangsang
fibrinogen yang akan memicu pembekuan darah dan memicu adanya
trombosis pada pembuluh darah.
2.7 Patogenesis
Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint” dengan
sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary vaskuler bed” sebagai
sirkuit yang low pressure dan high flow. Kelainan vaskuler hipertensi pulmonal
mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan arteriol, berupa
hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima, dan trombosis in situ. Progresif
dan penipisan arteri pulmonalis, yang secara gradual meningkatkan tahanan
pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan
PATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL HYPERTENSION
Kerusakan/sumbatan jaringan Vaskuler paru
↓
Peningkatan aliran darah
Peningkatan tekanan arteri pulmonal
Tahanan Vaskular pulmonal meningkat
17
Kontriksi arteri pulmonal Penurunan jaringan vaskular pulmo
Peningkatan tahanan dan tekanan pulmonal
Nyeri dada midsternum Overload ventrikel kanan
Hipertrofi ventrikel kanan
Gangguan pola tidur Kegagalan ventrikel kanan
Gangguan sirkulasi CO2
Gangguan Transport darah non O2 dari partikel
Kanan jantung ke paru Gagal jantung kanan
Gangguan difusi O2 Gangguan pertukaran gas
Sesak nafas (dyspneu) Ansietas
Intoleransi aktifitas
Pada stadium awal hipertensi pulmonal, peningkatan tekanan arteri
pulmonalis menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya
18
trombotik arteriopati pulmonal. Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal
ini adalah trombosis insitu pada muskularis arteri pulmonalis. Pada stadium lanjut,
dimana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan progresif, lesi
berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal yang ditandai dengan
hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik, yang menggantikan struktur
endotel pulmonal normal. Secara patologi hipertensi pulmonal dapat dikelompokan
dalam 3 subtipe:
1. Fleksogenik arteriopati primer (30-60 % dari HPP)
Secara patologi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Lesi
fleksiform merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, kelainan ini
ditemui pada pasien yang mempunyai komponen genetik, dimana 7 %
adalah familial.
2. Tromboemboli arteriopati (45-50% dari HPP)
Secara patologi subtipe ini ditandai dengan fibrosis eksentrik tunika intima
dan gambaran rekanalisasi thrombosis insitu (jaringan dan septum dalam
lumen arterial). Subtipe tromboemboli hipertensi pulmonal terdapat 2
bentuk : bentuk makro tromboemboli, yang biasanya ditemukan pada
hipertensi pulmonal sekunder dan berisi gumpalan besar ditengah lumen,
dan kedua bentuk mikrotromboemboli dengan thrombus di distal yang
menyumbat pembuluh-pembuluh darah kecil.
19
3. Oklusi vena pulmonalis
Bentuk yang jarang didapat, disebabkan oleh penipisan tunika intima vena
pulmonalis.
Penyebab kelainan Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif
a. Prostasiklin dan Tromboksan A2
20
Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam arakidonat
utama sel-sel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin merupakan vasodilator
poten, menghambat agregasi trombosit dan antiproliferatif, sedangkan tromboksan
A2 merupakan vasokonstriktor poten. Pada hipertensi pulmonal keseimbangan
kedua molekul ini lebih banyak pada tromboksan A2. Prostasiklin sintase adalah
enzim yang merangsang produksi prostasiklin, jumlahnya menurun pada arteri
pulmonal pada pasien hipertensi pulmonal terutama HPP.
b. Endotelin-1
Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu vasokonstriktor poten dan memiliki
aktifitas mitogenik pada sel-sel otot polos arteri. Peningkatan kadar ET-1 plasma
dan dinding vaskuler pada pasien IPAH(idiopatik pulmonary arteri hypertension).
Endothelin-1 (ET-1) adalah suatu asam amino peptide yang dihasilkan oleh enzim
konverting endothelium pada sel-sel endotel. Kadar endotelin meningkat pada
pasien IPAH dan klirennya berkurang pada vaskuler paru. Endotelin beraksi pada 2
reseptor yang berbeda. Reseptor ETA pada sel otot polos vaskuler dan Reseptor ETB
pada sel otot polos vaskuler dan sel endotel vaskuler paru. Kedua reseptor
menyebabkan proliferasi sel otot polos vaskuler.
c. Nitrik Oksida
Nitric oxide (NO) adalah vasodilator poten, penghambat aktivasi platelet dan
penghambat proliferasi sel otot vaskuler. NO dihasilkan sel endotel dari arginin oleh
NO sintase, menimbulkan efek vasodilatasi melalui mekanisme yang komplek
dengan cGMP. cGMP mengaktifkan cGMP kinase, menyebabkan terbukanya kanal K+
membran sel, sehingga ion K+ keluar, membran depolarisasi dan menghambat kanal
Ca2+. Menurunnya Ca2+ masuk dan menurunnya pelepasan Ca2+ sarkoplasma
menyebabkan vasodilatasi. Phosphodiesterase-5 (PDE-5), salah satu enzim PDE
yang memecah cGMP. Pasien dengan HPP terbukti menurunnya NO sintase,
sehingga timbul vasokonstriksi dan proliferasi sel. NO berkontribusi dalam menjaga
fungsi dan struktur vaskuler dalam keadaan normal.
d. Serotonin
Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor yang
meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan serotonin plasma
21
telah dilaporkan pada pasien IPAH, yang menyebabkan vasokonstriksi. Mekanisme
seretonergik yang berimplikasi pada IPAH. Konsumsi dekfenfluramin, terjadi
peningkatan release serotonin dan terhambat reuptake oleh platelet.
e. Adrenomedulin
Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan aliran
darah paru dan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma meningkat pada
pasien IPAH, kadar adrenomedulin plasma berkorelasi dengan tekanan rata-rata
atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan tekanan arteri paru rata-rata.
f. Vasoactive Intestinal Peptide
Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator sistemik poten,
menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal, juga
menghambat aktifasi platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru ini
melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien IPAH
g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah di
dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru.
Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal
ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah
juga terganggu. Ventrikel kanan jantung membesar sehingga menyebabkan suplai
darah dari jantung ke paru berkurang, keadaan yang disebut dengan gagal jantung
kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun
sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk
mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas. Biasanya
pasien mengeluh jantung sering berdebar dan sering berkeringan meskipun tidak
beraktifitas.
2.8 Pemeriksaan Fisik
22
Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan diagnosis,
namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari hipertensi
pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya normal. Gejala lebih awal dan
atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen pulmonal pada bunyi jantung 2
(P2) hampir 90 %. Peninggian suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan
penutupan katup pulmonal karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal
pada saat diastolik. Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan
pengaruh HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien
berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan
overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis
meningkat bila terjadi overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali
mungkin timbul, asites dan retensi cairan di perifer.
2.9 Manifestasi Klinik
Hipertensi pulmonal sering timbul dengan gejala-gejala yang tidak spesifik.
Gejala-gejala itu sulit untuk dipisahkan sehubungan dengan penyebab apakah, dari
paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan utama adalah gejala
umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling sering adalah dispnea saat
aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang merefleksikan ketidakmampuan
menaikan curah jantung selama aktifitas. Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun
arteri koroner normal tetapi disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis
atau iskemia ventrikel kanan. Gejala dan tanda dari hipertensi pulmonal di
kelompokan pada tabel berikut
Symptoms Signs
Dyspnea saat aktivitas Distensi vena Jugular
Kelelahan impuls ventrikel kanan yang cepat
Sinkop Menekankan komponen katup pulmonal (P
2)
Nyeri dada Anginal Terdengar suara jantung ketiga (S 3)
Hemoptisis Murmur insufisiensi tricuspid
Fenomena Raynaud Hepatomegali
23
Edema perifer
Selain itu hemoptisis akibat pecahnya pembuluh darah paru juga bisa
terjadi, yang akan berpotensi menyebabkan batuk darah. Kelainan terdeteksi pada
pemeriksaan fisik cenderung lokal pada sistem kardiovaskular. Pemeriksaan yang
seksama sering mendeteksi tanda-tanda hipertensi pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan. Temuan pada pemeriksaan paru-paru yang tidak spesifik tetapi
dapat menunjukkan penyebab yang mendasari hipertensi pulmonal. Sebagai contoh,
mengi dapat didiagnosis PPOK, dan basilar crackles mungkin menunjukkan adanya
penyakit paru-paru interstisial.
2.10 Diagnosa
Untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal, dokter dapat melakukan satu atau
lebih tes untuk mengevaluasi kerja jantung dan paru-paru pasien. Hal ini termasuk
X-ray di daerah dada untuk menunjukkan pembesaran dan ketidaknormalan
pembuluh darah paru-paru, ekokardiogram yang menunjukkan visualisasi jantung,
mengukur besar ukuran jantung, aliran darah, dan mengadakan pengukuran tidak
langsung terhadap tekanan di pembuluh paru-paru.
1. Ekokardiografi
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk
diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi adalah modalitas
diagnostik untuk evaluasi atau eklusi penyebab Hipertensi pulmonal sekunder
(seperti gagal ventrikel kiri, penyakit jantung katup, penyakit jantung kongenital
dengan shunt sistemik pulmonal dan disfungsi diastolik ventrikel kiri). Disamping
itu untuk menentukan beratnya hipertensi pulmonal serta prognosisnya.. Namun
demikian ekokardiografi saja tidak cukup adekuat untuk konfirmasi definitif ada
atau tidaknya hipertensi pulmonal. Untuk itu direkomendasikan untuk kateterisasi
jantung. Penilaian yang dapat dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal
antara lain:
24
- Right ventricular size (chamber diameter and volume, and wall
thickness)
- Right ventricular/left ventricular diastolic volume
- Right ventricular contractility
- Pericardial effusion (presence, size)
- Inferior vena cava (IVC) size, respiratory variation
- Tricuspid regurgitation (severity and velocity)
- Left ventricular (LV) early diastolic filling velocity.
2. Eletrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering menunjukan
pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel kanan, dan pergeseran
aksis ke kanan, yang juga memiliki nilai prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah
indikator yang sensitif untuk penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan EKG
sebagai marker progresi penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan.
Elektrokardiogram menunjukkan perubahan pada hipertrofi ventrikel kanan
(panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi paru primer.
Deviasi sumbu kanan (panah pendek), peningkatan amplitudo gelombang P pada
lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih)
yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi
ventrikel kanan.
25
3. Radiologi
Karena radiografi thorak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien dengan
sesak yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi thorak. Ro thorak sama
pentingnya sebagai first-line tes skrining pada pasien IPAH untuk melihat penyebab
sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan kongesti vena-vena paru. Hampir 85
% terdapat kelainan Radiografi thorak pada hipertensi pulmonal, seperti
pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium kanan, dilatasi arteri pulmonal.
.
4. Tes Fungsi Paru
Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume ekspirasi
paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MVV), kapasitas difusi karbon
monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen
penting dalam pemeriksaan Hipertensi Pulmonal, yang dapat mengidentifikasi
secara signifikan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi
hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan
mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada Hipertensi Pulmonal.
5. CT Scan
CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah primer atau
sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi,
26
emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk deteksi dan atau
melihat penyakit tromboemboli paru
6. Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal
adalah gold standard untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal
adalah tekanan PAP lebih 25 mHg pada saat istrahat, atau lebih 30 mmHg pada saat
aktifitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain
seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk prognostik
hipertensi pulmonal. Yang dapat diukur pada pemeriksaan dengan kateterisasi
antara lain:
- Systemic arterial pressure (BP) and heart rate (HR)
- Right atrial pressure (RAP)
- Right ventricular pressure (RVP)
- Pulmonary artery pressure (PAP)
- Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
- Cardiac output and index
- Pulmonary vasoreactivity
- Systemic and pulmonary arterial oxygen saturation
Hemodinamik adalah prognostik untuk IPAH, nilai prognostik pengukuran
hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak
mendapat terapi vasodilator, sedangkan bila RAP lebih dari 20 mmHg harapan
hidupnya kurang dari 3 bulan.
7. Tes Vasodilator
Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien IPAH,
pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan
menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon (European
Society of Cardiology consensus) adalah penurunan rata-rata tekanan arteri
pulmonal paling < 10 mm Hg dengan peningkatan kardiak output. Tujuan primer tes
vasodilator adalah untuk menentukan apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral.
8. Tes Berjalan 6 Menit
27
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan
fungsional pasien hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berjalan 6
menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional pasien dengan
sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas
dalam penelitian untuk evaluasi pasien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT
tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
9. Biopsi paru
Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi pulmonal,
biopsi paru di indikasikan bila pasien yang diduga IPAH, dengan pemeriksaan
standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.
10. Laboratorium
Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnea, yang meliputi pemeriksaan
analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah lengkap. Pemeriksaan HIV
direkomendasikan pada pasien dengan faktor resiko. Dilaporkan bahwa hipertensi
pulmonal sehubungan dengan infeksi HIV 100 kali lebih sering dibandingkan
dengan IPAH. Tes fungsi hati juga harus dilakukan untuk eklusi suatu hipertensi
portopulmonal disamping untuk pemberian terapi.
2.11 Penatalaksanaan
Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan atau
aktifitas pada pasien hipertensi pulmonal, dan pasien sebaiknya harus
memperhatikan dan membatasi aktifitas yang berlebihan. Pemberian oksigen untuk
mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan diatas 90 %.
Penggunaan digoksin saat ini masih kontroversial, karena belum ada data terhadap
keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin pada hipertensi pulmonal primer.
Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat bermanfat
untuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada regurgitasi trikuspid.
Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan dan stasis vena meningkatkan
28
resiko terjadinya tromboemboli paru. Perbaikan survival telah dilaporkan dengan
antikoagulan oral, warfarin 1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8. Telah banyak
penelitian untuk pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan : golongan
vasodilator, prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis reseptor
endotelin dan anti koagulan.
1. Calcium-Channel Blocker (CCB)
Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai terapi
hipertensi pulmonal, perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada
pasien yang tes vasodilator akut positif. Nifedipine (120-240 mg/hari) atau
diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen yang paling sering digunakan,
sementara verepamil menimbulkan efek inotropik negative. Efek samping yang
bermakna seperti hipotensi yang mengancam hidup pasien dengan fungsi ventrikel
kanan yang berat.
2. Prostanoid
Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam
patogenesis IPAH. Studi klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama dengan
analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien dengan hiperetensi
pulmonal sedang sampai berat.
a. Epoprostenol
Epoprostenol iv pertama kali disetujui oleh FDA untuk terapi hipertensi
pulmonal pada tahun 1995. Pemakaian epoprostenol jangka panjang
memperbaiki hemodinamik, toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan
survival rate penderita hipertensi pulmonal. Epoprostenol tidak stabil pada
suhu kamar, harus dilindungi selama pemberian infus, half- life pendek
dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asam, dan tidak bisa
secara oral. Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan secara perlahan
dititrasi 1-2 ng/kg/min, sampai (20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min).
Komplikasi lain sehubungan dengan terapi iv jangka lama adalah infeksi,
29
selulitis sampai sepsis, bila pemberian melalui katerterisasi vena sentral
harus dilakukan pada senter dengan peralatan lengkap, perawat / dokter
yang berpengalaman.
b. Treprostinil
Adalah suatu analog prostasiklin dengan half-life 3 jam. Obat stabil pada
suhu kamar dan dapat diberikan secara subkutan. Efek samping seperti sakit
kepala, diare, flushing sama seperti epoprostenol, disamping nyeri dan
eritem pada tempat penyuntikan. Pemberian secara subkutan ini lebih aman
dan efektif pada pasien terutama rawat jalan.
c. Iloprost Inhalasi
Iloprost adalah prostasiklin analog dengan bentuk kimia stabil, yang tersedia
dalam bentuk intravena, oral dan aerosol. Half-live dalam serum 20-25 min.
Bentuk inhalasi dalam pengobatan hipertensi pulmonal adalah konsep yang
baik dan praktis dalam penggunaan klinik. Iloprost inhalasi mempunyai efek
vasodilator yang lebih poten dibandingkan dengan NO inhalasi. Illoprost
inhalasi mempunyai aksi yang lebih pendek sehingga pemberiannya bisa 6
sampai 9 kali sehari.
d. Beraprost
Beraprost adalah analog prostasiklin secara kimia stabil dan aktif untuk oral.
Diabsorbsi secara cepat dalam keadaan puasa, konsentrasi puncak tercapai
setelah 30 menit dan half life 35-40 menit setelah pemberian.
3. Antagonis Reseptor Endotelin
Pada penelitian terakhir Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam
mengobati hipertensi pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik
endotelin-1 pada hipertensi pulmonal. Endothelin-1 adalah suatu vasokonstriktor
yang poten, dan mitogen pada otot polos yang menyebabkan meningkatnya tonus
vaskuler dan hipertrofi vaskuler paru. Dalam studi kontrol kecil pasien IPAH,
konsentrasi endothelin plasma berkorelasi dengan PAP and PVR, berkorelasi juga
dengan kapasitas latihan.
a. Bosentan
30
Efek samping dari bosentan adalah peningkatan kadar alanine
aminotransferase dan/atau aspartate amino transferase. Gangguan fungsi
hati ini berkorelasi dengan dosis, dimana lebih sering terjadi dengan
bosentan 250 mg bid. Dan efeknya transien, sehingga USFDA
merekomendasikan pemeriksaan fungsi hati paling tidak 1 bulan sebelum
terapi.
b. Sitaxsentan
Perbaikan yang sama fungsional klas, dan hemodinamik pada kedua
kelompok dosis. Efek samping terapi dengan sitaxsentan berupa
abnormalitas fungsi hati, sakit kepala, edem perifer, nausea, nasal kongestan
dan pusing.
c. Ambrisentan
Tidak terdapat peningkatan transaminase hati.
4. Phosphodiesterase Inhibitor
Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5 monophosphate (cGMP) di
dalam otot polos vaskuler memainkan peranan dalam regulasi tonus, pertumbuhan
dan struktur vaskuler paru. Efek vasodilator NO tergantung pada kemampuannya
untuk meningkatkan dan mempertahankan cGMP yang ada pada vaskuler. Sekali
diproduksi, NO secara langsung mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkan
produksi cGMP. cGMP kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka kanal
potassium, dan menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP sangat singkat,
sehingga didegradasi cepat oleh phosphodiesterase. Phosphodiesterase merupakan
famili enzim yang menghidrolisa cyclic nucleotides, cyclic adenosine monophosphate
(cAMP) dan cGMP, dan membatasi signal intraseluler dengan menghasilkan produk
inaktif 5-adenosine monophosphate dan 5-guanosine monophosphate. Bagaimanapun
juga obat-obat yang menginhibisi spesifik cGMP phosphodiesterase
(phosphodiesterase type 5 inhibitors) meningkatkan respon vaskuler paru pada NO
inhalasi dan endogen pada hipertensi pulmonal.
a. Dipyridamole
31
Studi terdahulu mendemonstrasikan bahwa dipyridamole dapat
menurunkan PVR, menurunkan hipertensi pulmonal dan meningkatkan atau
memperpanjang efek inhalasi NO pada anak dengan hipertensi pulmonal.
Pasien yang gagal dengan inhalasi NO maka dikombinasi dengan
dipyridamole. Hasil ini menyokong bahwa inhibisi phosphodiesterase type 5
bisa menjadi suatu strategi klinik yang efektif untuk terapi HPP.
b. Sildenafil
Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang poten dan
lebih spesifik, telah terbukti efektif dan aman untuk terapi disfungsi ereksi.
Berdasarkan perkembangnya pemahaman aktifitas phosphodiesterase type
5 dalam sirkulasi paru, suatu studi klinik tanpa kontrol menguji efek
hemodinamik akut sildenafil dan potensinya dalam terapi jangka panjang
pasien IPAH. Dilaporkan bahwa sildenafil memblok vasokonstriksi paru
hipoksik pada dewasa sehat dan menurunkan mPAP pasien IPAH.
Perbandingan dengan inhalasi NO, sildenafil juga mempunyai efek
hemodinamik sistemik dan bila dikombinasi dengan inhalasi NO
meningkatkan dan memperpanjang efek NO sehingga dapat mencegah
rebound vasokonstriksi setelah memberian inhalasi NO. Dalam suatu studi
dengan mengkombinasikan inhalasi sildenafil dengan iloprost dilaporkan
terjadi penurunan yang besar mPAP dan PVR dibanding bila diberikan
tunggal.
4. NO dan Arginine
Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat lahir.
Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi pulmonal. NO terus
menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru sepanjang hidup. NO juga
memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi dan antioksidan, juga memodulasi efek
angiogenesis. NO dihasilkan dalam 3 bentuk NO synthase (NOS), yang muncul dalam
sel multiple dan terus menerus aktif (type I dan III) dalam endotelium atau
“inducible” (type II) pada sel lainnya seperti makrofag, epitel bronkus dan otot polos
vaskuler. Regulasi NOS komplek dan termasuk growth factors hormon (seperti
vascular endothelial growth factor), tekanan oksigen, hemodinamik, dan faktor
lainnya. Sudah jelas bahwa amino acid, L-arginine, adalah substansi NOS, maka itu
32
penting untuk produksi NO. Arginine eksogen diperlukan untuk memproduksi NO.
Arginine masuk dalam sel dangan transport aktif dan defek pada mekanisme
transpor berkontribusi pada ketergantungan arginine dengan meningkatnya kadar
ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan. Dalam endotel, transpor arginin secara
kuat berikatan dengan NOS, bila ikatan ini rusak oleh karena injuri endotel maka
kadar normal ekstraseluler mungkin berkurang untuk memproduksi NO. Defisiensi
Arginine telah memperlihatkan terjadinya hipertensi pulmonal dan infuse L-
arginine (500 mg/kg selama 30 menit pada bayi hipertensi pulmonal terjadi
peningkatan PaO2 selama lebih 5 jam.
a. NO inhalasi
Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan secara inhalasi
dengan waktu paruh singkat, hal ini bermanfaat sebagai tes vasodilator pada
pengobatan hipertensi pulmonal. Efek inhalasi NO pada pasien hipertensi
pulmonal primer memperlihatkan perbaikan dalam parameter
hemodinamik, efek jangka panjang belum diteliti namun beberapa pasien
tampak menunjukan manfaat dengan terapi tersebut untuk jangka lama.
b. Suplemen Arginine
Pemberian L-arginine (500 mg/kg infuse selama 30 menit) pada 10 pasien
IPAH menghasilkan penurunan mPAP sampai 15.8 ± 3.6% (p < 0.005) dan
PVR sampai 27 ± 5.8% (p < 0.005), dibandingkan dengan titrasi prostasiklin
saja sampai dosis maksimal penurunan mPAP 13.0 ± 5.5% (p < 0.005) dan
PVR 46.6 ± 6.2% (p < 0.005). Infus L-arginine mengurangi mPAP dengan
memediasi vasodilatasi oleh NOS.
5. Terapi Bedah
a. Atrial Septostomi
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk
mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan. Dengan
berkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi hanyalah suatu
prosedur paliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi paru. Pemilihan pasien,
waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah hal yang masih krusial. Tranplantasi
jantung-paru terutama untuk IPAH yang gagal dengan semua strategi terapi.
33
Survival pasien IPAH yang mengalami tranplantasi paru kira-kira 66%-75% pada 1
tahun pertama. Dan yang paling sering adalah bilateral transplantasi.
b. Transplantasi paru-paru
Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal.
Paru-paru transplantasi adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari
65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang tidak merespon manajemen
medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima
transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat
ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45
persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan
dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan.
2.12 Prognosis
Kemungkinan kelangsungan hidup setelah diagnosis hipertensi pulmonal
primer adalah lebih kurang 3tahun, tapi angka ini sangat bervariasi. Sebagai hasil
dari pengobatan baru, pasien tanpa bukti hemodinamik disfungsi ventrikel kanan
dapat bertahan hidup selama lebih dari 10 tahun.
Prognosis untuk pasien dengan hipertensi pulmonal sekunder tergantung
pada penyakit yang mendasari, serta fungsi ventrikel kanan. Sebagai contoh, pasien
dengan PPOK dan obstruksi aliran udara moderat memiliki tiga tahun angka
kematian 50 persen setelah onset kegagalan ventrikuler kanan. Survival adalah juga
dipengaruhi pada pasien dengan penyakit paru-paru interstisial dan hipertensi
pulmonal.
34
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Z. 2006. Hipertensi Pulmonal Primer, Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 3. jakarta: FKUI. Hal ; 1072.
Capture 17. Pulmonary hypertension. www.nlm.nih.gov/medlineplus/pulmonaryhypertension.html
Chad, D. dan Pritts. 2010. Anesthesia for patients with pulmonary hypertension. Stanford University, Stanford, California, USA. 2010, 23:411–416
Diah, M., Ghanie A,. 2006. Hipertensi Pulmonal Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 3. Jakarta: FKUI. Hal ; 1697-1702.
Georg, Mirko, dan Ardechir. 2002. HIV-associated Pulmonary Hypertension
Guidelines. 2009. Guidelines for the diagnosis and treatment of pulmonary hypertension. European Heart Journal 30, 2493–2537.
Jean, P et al. 2004. Pulmonary Arterial Hypertension Related to HIV Infection: Improved Hemodynamics and Survival Associated with Antiretroviral Therapy. by the Infectious Diseases Society of America. All rights reserved. 1058 4838/2004/3808-0023
35
Lubis, A. 2010. 2010. Manifestasi kasrdiovaskular penderita HIV. Medan
Marius, Michael, dan Christian. 2004. Portopulmonary hypertension and Hepatopulmonary syndrome. THE LANCET • Vol 363 • May 1, 2004
Nauser, D. & Steven, W. 2001. Diagnosis and Treathment of Pulmonary Hypertension. Amerika: Amerika Family Physician.
Nasrul, A. 2008. Hipertensi Pulmonal Primer. Padang: RS dr. M Djamil Padang
Rosenkranz. 2007. Pulmonary hypertension current diagnosis and treatment. Clin Res Cardiol 96:527–541 (2007) DOI 10.1007/s00392-007-0526-8.
Saunders, Constable, Heath, D., Smith. 2012. Pulmonary hypertension complicating portal vein thrombosis. Thorax, 1979, 34, 281-283
Trenton dan Steven. 2001. Diagnosis and Treatment of Pulmonary Hypertension. University of Kansas Medical Center, Kansas City, Kansas. MAY 1, 2001 / VOLUME 63, NUMBER 9
36