Download - Jurnal_Ovula OK
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA
PROFESI APOTEKER
SEMESTER : GENAP 2009/2010
FORMULASI : OVULA ANTIJAMUR Mengandung : Metronidazol
Nistatin
I. PENDAHULUAN
Infeksi jamur sering baerkaitan gangguan daya tahan tubuh, tetapi bila
daya tubuh turun, maka pengobatan jamur sering mengalami kegagalan. Demikian
juga pengobatan infeksi dermatofitosis tidak berhasil jika binatang yang menjadi
sumber penularan tidak disingkirkan.
(ISO farmakoterapi, hal 721)
I.1 Definisi Sediaan
Suppistoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vaginal atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut ( Farmakope Indonesia ed IV hal 16)
Supositoria vaginal (ovula) umumnya nberbentuk bulat telur dan
berbobotlebih kurang 5 g. dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang
dapat bercampur dalam air, seperti polietilenglikol atau gelatin.ukuran berkisar
1,25 – 1,5 inchi dan diameter 5/8 inchi.
Tujuan penggunaan ovula yaitu biasanya digunakan untuk lokal dengan
efek antiseptic, kontrasepsi, anastetik lokal, dan pengobatan penyakit infeksi
seperti trichomonal, bakteri monilial. Pada umumnya ovula digunakan pada efek
lokal, tpi beberapa penelitian menunjukana da beberapa obat yang dapat berdifusi
melalui mukosa dan masuk dalam peredaran darah.
(Husa’s Pharmaceutical Dispensing .hal 117)
Kelebihan dan kelemahan dari bentuk sediaan ini
Kelebihan : Efek kerja lokal (vagina), memberikan rasa sejuk untuk bagian
yang gatal atau sakit akibat vaginitis, dapat menghindari
pengaruh PH dan asam lambung, sesuai untuk zat yang rasa dan
baunya tidak enak.
Kelemahan : Kurang disenangi penderita karena penggunaannya yang tidak
praktis dan acapkali pasien merasa risih.
II. FORMULA
2.1 Formula Umum
R/ Zat Aktif
Basis supositoria vaginal (ovula)
- Basis berlemak : contoh oleum cacao
- Basis larut air dan basis yang bercampur dengan air :
Contoh Polyetilenglikol (PEG)
PEG 1000 96%, PEG 4000 4%
PEG 1000 75%, PEG 4000 25%
(Lachman hal 578)
2.2 Formula Baku
Zat aktif : - Metronidazol
A.Nistatin
Basis : PEG 1000 : PEG 6000 = 2 : 8
Ovula metronidazol
Tiap ovula mengandung :
Metronidazolum 500 mg
Zat tambahan yang cocok q.s
(Fornas, hal 198)
2
Ovula Nistatin
Tiap Formula mengandung :
Nistatin 100.000 UI
(MIMS 2008, hal 359)
Flagystatin
Tiap ovula mengandung :
- metronidazol 500 mg
- nistatina 100000 UI
(MIMS 2008, hal 258)
Vagistin
Tiap ovula mengandung :
- metronidazol 500 mg
- nistatina 100000 UI
(MIMS 2008, hal 259)
2.3 Zat Aktif
a. Metronidazol
1. Monografi
Struktur Kimia :
Rumus Molekul : C6H9N3O3
Berat Molekul : 171,2
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih hingga kuning pucat;
tidak berbau; stabil di udara tetapi lebih gelap bila
terpapar oleh cahaya.
3
2. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan :
Sukar larut dalam eter; agak sukar larut dalam air, dalam etanol, dan
dalam kloroform. Satu bagian metronidazol larut dalam 100 bagian
air, 200 bagian etanol, 250 bagian kloroform; sukar larut dalam
aseton dan diklorometan; agak larut dalam dimetilformamida; larut
dalam larutan asam.
(Farmakope Indonesia, edisi IV, hal. 560)
pH : larutan metronidazole jenuh memiliki pH 5,8. Konstanta
disosiasi
pKa = 2,5 ; Koefisien partisi :Log P (octanol/pH 7,4), -0,1
3. Stabilitas
Harus disimpan pada suhu 15-30 C, gel vaginal tidak boleh beku
(untuk 0,75 % krim topikal dan 0,75 % gel vaginal). Krim
metronidazol 1 % disimpan pada suhu 20-25 C. Metronidazol stabil
di udara tapi menjadi gelap pada penampakan cahaya. Bila disimpan
dalam kondisi baik, gel vaginal dapat stabil untuk 3 tahun.
b. Nistatin
1. Monografi
Struktur kimia :
Ana Espinel-Ingroff, Kedokteran ilmu cendawan di Amerika Serikat:
sebuah analisis historis (1894-1996), Springer, 2003, hal 62. 62.
Nama resmi : Nystatinum
4
Pemerian : Serbuk berwarna kuning hingga cokelat muda, berbau
biji – bijian, higroskopik dan dapat terpaengaruh
cahaya, panas dan udara dalam waktu lama.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 625)
2. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar hingga agak sukar
larut dalam etanol, metanol dalam n- propanolol,dan dalam n-
butanol, tidak larut dalam kloroform dalam eter dan dalam benzene.
pH : 6,5 - 8
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 625)
2.4 Farmakologi
a. Metronidazol
3. Mekanisme Kerja
Metronidazol bekerja dengan cara merusak membrane sel dan juga
menghambat sintesis DNA pada T vaginalis and Clostridium
bifermentans (Goodman and Gilman’s edisi 9, 1996, hal: 996)
Berdasarkan perintangan sintesis asam nukleinat setelah direduksi oleh
enzim yang terdapat pada bakteri anaerob. Efek mutagennya
diperkirakan juga berdasarkan mekanisme ini.
(Katzung hal 744)
4. Farmakokinetik
Absorpsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian
oral. Satu jam sesudah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral
diperoleh kadar plasma kira-kira 10 mikrogram/ ml. Waktu paruhnya
berkisar antara 8-10 jam. Obat ini dieksresi melalui urine dalam bentuk
asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi. Juga
dieksresi melalui urin dalam bentuk melalui air liur, air susu, cairan
vagina (Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal. 540).
5
5. Penggunaan
Merupakan pilihan pertama untuk amubiasis hati. Pada infeksi
Helicobacter pylori ( tukak usus 12 jari) digunakan pada
triple/quadruple therapy, bersamaan dengan 2 atau 3 obat lain
(bismutoksida, omeprazole, amoksisilin). Selain itu juga diindikasikan
untuk pengobatan infeksi intra – abdomen anaerob atau campuran,
Pengobatan vaginitis oleh Trichomonas vaginalis, pengobatan
enterokoloitis yang terkait antibiotic.
(Katzung edisi 8 jilid 3,2002, hal: 163)
6. Efek samping, Kontra Indikasi, dan Interaksi Obat
Efek Samping :
ringan berupa gangguan saluran cerna, mulut kering dan rasa logam,
pusing atau sakit kepala, rash kulit dan sewaktu-waktu leukopenia.
Air kemih dapat menjadi coklat kemerah-merahan disebabkan oleh
zat warna yang terbentuk
Kontra Indikasi : Gangguan ringan seperti vaginitis
Interaksi Obat :
- Kombinasi dengan Disulfiram menyebabkan perilaku psikotik
(kebingungan).
- Dengan antikoagulan dapat meningkatkan efek antikoagulan,
akibatnya resiko pendarahan meningkat.
- Dengan alkohol dapat menyebabkan reaksi yang sama seperti yang
disebabkan oleh difulsiram yakni dengan gejala pusung, wajah
merah, sakit kepala dan sesak nafas.
(Harkness, Richard., Interaksi Obat,, hal. 8, 52, 202, 213)
5. Dosis
Vaginal 500 mg, diberikan pada waktu malam hari selama 10 hari.
( Goodman & Gilman hal 1107)
6
b. Nistatin
1. Mekanisme Kerja
Nistatin akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitive aktivitas anti
jamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol membrane jamur,
terutama ergosterol. Akibat dari terbentuknya ikatan antara sterol
dengan nistatin maka terjadi perubahan permeabilitas membrane sel
sehingga menyebabkan hilangnya kation dan makromolekul dalam sel.
(Katzung edisi 6, 1998, hal; 757)
2. Farmakokinetik
a. Absorbsi
Nistatin tidak diabsorpsi jika diberikan per oral dan terlalu toksik jika
diberikan secara parenteral sehingga diberikan secara topical tetapi
tidak diabsorbsi secara bermakna dari kulit, mukosa, atau saluran
pencernaan.
b. Eliminasi
Nistatin dieksresikan ke dalam feses (Katzung edisi 6,1998, hal: 757).
3. Penggunaan
1. Pengobatan infeksi kandida di kulit, selaput lendir dan selaput cerna
2. Pengobatan infeksi kandida di vagina
3. pengobatan guam oropharyngeal
(Katzung edisi 8 jilid 3, 2002, hal: 122)
4. Efek samping, Kontra Indikasi, dan Interaksi Obat
Efek Samping : Mual, muntah dan diare ringan, Iritasi kulit maupun
selaput lendir pada pemakaian topical belum pernah dilaporkan.
Kontraindikasi (Goodman and Gilman’s edisi 9, 1996, hal: 1188)
Sampai sekarang tidak ada kontraindikasi pada pemakaian nistatin.
7
5. Dosis
Tiap 1 mg nistatin mengandung tidak kurang dari 200 unit nistatin
1. Dalam bentuk krim dan salep mengandung 100.000 unit nistatin
pemakaian 2-3 kali sehari.
2. Tablet Vaginal mengandung 100.000 unit nistatin/tablet pemakaian
1-2 kali sehari
3. Suspensi obat tetes oral mengandung 500.000 unit nistatin
2.5 Penggolongan Obat
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan
narkotika ( DepKes RI, 2006).
2.5.1 Obat Keras
Golongan obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter
gigi, dan dokter hewan ditandai dengan tanda lingkaran merah dan terdapat huruf
K di dalamnya. Yang termasuk golongan ini adalah beberapa obat generik dan
Obat Wajib Apotek (OWA). Juga termasuk didalamnya narkotika dan
psikotropika tergolong obat keras.
Logo dari Obat Keras
Dexamethason termasuk dalam golongan obat keras, sehingga penandaan
pada kemasan menggunakan logo obat keras ( DepKes RI, 2006 ).
8
III. Rancangan Penentuan Formula dan Proses pembuatan
Formula :
Dibuat 3 tablet vaginal / ovula @ 3 g
Dalam tiap ovula mengandung :
No
.Nama Bahan Jumlah/ovula Fungsi
1. Metronidazol 500 mgAntiamuba/
antitrikhomoniasis
2. Nistatin 100000 UI Anastetik Lokal
3. Gylesrin 2% Emollient
3. PEG 1000 : PEG 6000 2 : 8 Basis
Alasan Pemilihan Formul a
Metronidazol (antiprotozoa yang ditujukan untuk penggunaan lokal) larut
dalam 100 bagian air, dan nistatin sangat sukar larut dalam air sehingga
diperlukan basis yang larut air untuk memudahkan pelepasan zat aktif dari
basisnya dalam vagina. PEG (polyetilen glikol) dipilih sebagai basis karena
sifatnya yang hidrofil, non iritan, pelepasan zat aktif tidak bergantung pada titik
leleh, stabil secara fisik pada suhu penyimpanan. PEG. Zat aktif dalam ovula,
dengan efek lokal, dilepaskan lambat dari basisnya, dan pada pendekatan formula
ini, kita memakai basis PEG 1000 : PEG 6000 dengan perbandingan 2 : 8.
Dosis metronidazol yang digunakan yaitu 500 mg dan nistatin 100000 UI.
Hal ini berdasarkan sediaan ovula yang berada dipasaran. Zat aktif metronidazol
dan nistatin berkhasiat unutk mengatasi vaginitis sehingga akan lebih baik jika
diformulasikan dalam bentuk sediaan yang berefek lokal. Oleh karena itu dipilih
sediaan ovula yang memberikan efek lokal disekitar vagina. (Katzung, hal 744)
9
Keterangan perhitungan :
a) Metronidazol : 500 mg
b) Nistatin : 100000 UI
Bentuk sediaan Nistatin yang ada di lab yaitu 500000 UI/ gr
Jadi = , jadi untuk 100000 UI dibutuhkan 200 mg
c) Glyserin : 2 % x 3 g = 0,06 g ≈ 60 mg
d) PEG 1000 : PEG 6000 = 2 : 8
Yang dibuat adalah ovula @ 3 g, sehingga basis untuk tiap masing
masing ovula
Basis = 3000 mg – (500 mg + 200 + 60)
= 3000 mg – 760 mg
= 2240 mg
dengan berat masing-masing PEG sbb :
PEG 1000 = x 2240 = 448 mg ~ 0,5 g
PEG 6000 = x 2240 = 1792 mg ~ 1,8 g
Proses pembuatan :
Tergantung dari basis yang digunakan, dalam hal ini basisnya PEG 1000:
PEG 6000 dengan perbandingan 2 : 8, Tahap-tahapnya pembuatannya
sebagai berikut:
1. Masing – masing bahan di timbang dengan seksama
2. Basis PEG 1000 dipanaskan sampai 60oC (karena jumlahnya lebih
sedikit), lalu ditambahkan PEG 6000 sampai meleleh sempurna,
kemuadian ditambahkan glyserin.
3. Metronidazol dan nistatin digerus halus sampai homogen
10
4. Setelah kombinasi basis meleleh dan tidak terlalu panas lalu zat aktif
( metronidazol dan nistatin) ditambahkan ke dalamya,
5. Diaduk tetapi tidak terlalu kuat agar tidak terbentuk gelembung,
6. Cetakan diisi sampai penuh (sedikit berlebih, untuk menghindari
kontraksi volume),
7. Didiamkan sampai suhu kamar,
8. Dimasukkan ke lemari pendingin (8 - 10C) selama 10 menit,
9. Dimasukkan dalam freezer.
IV. Rancangan Pembungkusan dan Penandaan
1. Wadah
Ovula dibungkus dengan aluminium foil, kemudian dimasukkan ke
dalam kemasan dus.
2. Kemasan
Di dalam kemasan dilengkapi dengan penahan / pembatas antar ovula :
Pada kemasan tertera :
Nama produk :
Komposisi dari tiap 1 ovula
Kemasan produk (kotak berisi sekian ovula)
Harus dengan resep dokter
Indikasi
Dosis pemakaian
Penyimpanan
Peringatan : Ovula ini bukan untuk ditelan
No. Reg : DKL 0902123917B1
Batch No. : 151005
Expire Date : Des 2010
Diproduksi oleh (produsen) :
11
Kemasan sekunder
12
3. Brosur
Di dalam kemasan terdapat brosur yang memuat keterangan yang lebih
lengkap dari sediaan yang dibuat, meliputi nama perusahaan. Nama obat
bentuk sediaan, komposisi, indikasi dan kontraindikasi, dosis, efek
samping, peringatan dan perhatian, interaksi obat, isi bersih, nomor
registrasi, nomor batch, expire date, dan tanda peringatan. Brosur
terbuat dari kertas putih.
13
V. Evaluasi Sediaan
1. Keseragaman sediaan (Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan )
Keseragaman bobot dapat ditetapkan pada produk yang mengandung
zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50 % atau lebih dari bobot
sediaan
Keseragaman kandungan zat aktif supositoria yang tidak dinyatakan
lain dlam masing-masing monografi terletak antara 85,0 – 11,5 % dari
yang tertera pada etiket dan dan simpangan baku relatif kurang dan
atau sama dengan 6 %.
(Teknologi Farmasi, Voight, hal.305)
2. Uji Kisaran dan Waktu Meleleh
Kisaran leleh merupakan rentang suhu zat padat mulai meleleh
sampai meleleh semourna, sedangkan waktu meleleh adalah waktu
dari mulai zat padat meleleh adalah waktu dari mulai zat padat
meleleh sampai meleleh sempurna. Waktu meleleh supositoria diukur
pada suhu 37 + 0,50C
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi III, 1994, hal.1191)
3. Uji Titik Patah
Dilakukan pada suhu kamar dengan cara memberikan tekanan pada ovula
sesuai
dengan air yang diteteskan pada penampung. Pada saat ovula mulai pecah
(terpotong), berat air yang ditampung dicatat dan inilah yang disebut titik
patah (Breaking point)
4. Uji Kekerasan
14
Ovula yang baik memiliki kekerasan yang besar tetapi tetap meleleh pada
suhu tubuh (37 +0,5 0C)
(Teknologi Farmasi, Voight, hal.305)
VI. REALISASI FORMULASI
Formula lengkap
Tiap 1 ovula (3 g) mengandung :
Metronidazol 500 mg
Nistatin 200 mg
Glyserin 60 mg
PEG 1000 0,5 g
PEG 6000 1,8 g
VII. REALISASI PEMBUATAN SEDIAAN
VII.1 Penimbangan bahan
No Nama Bahan
Jumlah Paraf Cek Waktu
1 buahPerencanaan
(3 ovula)
1. Metronidazol 0,5 g 1,5 g
2 Nistatin 0,2 g 0,6 g
3 Glyserin 0,06 g 0,18 g
4 PEG 1000 0,5 g 1,5 g
5 PEG 6000 1,8 g 5,4 g
15
VII.2 Prosedur pembuatan
No Prosedur Paraf Cetak
1 Ditimbang masing – masing bahan
2 Metronidazol dan nistatin digerus halus samapai
homogen.
3 Basis PEG 1000 dipanaskan sampai 60oC (karena
jumlahnya lebih sedikit), lalu ditambahkan PEG
6000 sampai meleleh sempurna, kemudian
ditambahkan 60 mg glyserin.
4 Setelah kombinasi basis meleleh dan tidak terlalu
panas lalu metronidazol dan nistatin ditambahkan.
5 Diaduk tetapi tidak terlalu kuat agar tidak terbentuk
gelembung,
6 Campuran dimasukan ke dalam cetakan. cetakan
diisi sampai penuh (sedikit berlebih, untuk
menghindari kontraksi volume),
7 Didiamkan sampai suhu kamar, sekitar 15-30 menit
8 Dimasukkan ke lemari pendingin (8 - 10C) selama
10 menit,
9 Ovula yang telah memadat dimasukan kedalam
wadah
16
VIII. EVALUASI SEDIAAN
Evaluasi fisik/ farmasetik
Keseragaman bubur
Bobot minimal 3 ovula diukur lalu hasilnya dirata-ratakan
No. Berat (mg) Paraf
1.
2.
3.
Rata - rata
VIII.1.1.1.1.1.1 Uji titik patahan
No Banyaknya air (ml) Paraf Keterangan
1.
2.
3.
Uji waktu dan kisaran meleleh
No. Titik leleh (0C) Titik leleh (Menit) Paraf
1.
2.
3.
17
DAFTAR PUSTAKA
AHFS Drug Information, Published by Authority of The Board of Director of The American Society of Health System Pharmacist, 2002
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope III. Edisi ke-3. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope IV. Edisi ke-4. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional. Edisi ke-2. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Ganiswarna, G.S. et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Edisi ketiga. Penerbit : Salemba Medika.
Lachman, L., et al., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke-3. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Martindale The Extra Pharmacopeiea, Thirty-first Edition, Vol. II, The Royal Pharmaceutical Society, London 1990
MIMS annual Indonesia, Medi Media International Group
Mutschler, Ernst., Dinamika Obat, edisi kelima, Penerbit ITB Bandung, 1991
Richard Harkness, Interaksi Obat, Penerbit ITB Bandung, 1989
Tan,Hoan Tjay, Obat-Obat Penting, edisi kelima, cetakan kedua, Jakarta, November 2002,
The Pharmaceutical CODEX, “Principle and Practice of Pharmaceutics”. 12nd ed. 1994. London: The Pharmaceutical Press.
Wade, A. & P.J. Weller, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 1994, 2nd ed, The Pharmaceutical Press London.
18
19