Download - Jurnal ptk
UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV SDN BALEREJO 2 KEBONSARI MADIUN TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh : Linda Mulyo Hariyati
Abstrak
Pembelajaran Bahasa Indonesia sampai sekarang ini masih mengacu
pada model pembelajaran lama (tradisional). Guru jarang melibatkan
siswa untuk berdiskusi baik secara individu atau secara kelompok
(pembelajaran tanpa adanya umpan balik dari siswa). Di dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek keterampilan
yaitu (1) Keterampilan menyimak; (2) Keterampilan berbicara; (3)
keterampilan menulis; dan (4) keterampilan membaca. Dalam proses
belajar mengajar di kelas, kemampuan berbicara dapat diwujudkan
dalam kegiatan berdiskusi, menanggapi pertanyaan guru atau siswa
lain (berargumentasi), debat dan sebagainya. Metode diskusi
merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran dalam proses
belajar mengajar sehingga guru dan siswa, bahkan antar siswa terlibat
dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal balik dari dua
arah baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi,
pembahasan maupun pengambilan keputusan. Berdasarkan temuan
tersebut maka direkomendasikan mengenai pentingnya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan guru dalam melakukan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran yang menerapkan metode
diskusi untuk melatih keterampilan berbicara siswa.
(kata kunci: metode diskusi, pembelajaran bahasa indonesia,
keterampilan berbicara siswa)
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di jenjang
sikolah dasar. Tetapi pembelajaran Bahasa Indonesia sampai sekarang ini masih
mengacu pada model pembelajaran lama (tradisional). Pembelajaran pada guru atau
center teacher instruction yang lebih mengutamakan suatu teori daripada praktik
sehingga materi yang disampaikan guru hanya sekedar pengetahuan yang harus
diketahui atau dihafalkan oleh siswa tanpa adanya suatu pengalaman dari siswa akan
manfaat atau kegunaan materi yang diajarkan guru dengan situasi yang ada.
Peran guru sangat dominan dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Guru diposisikan sebagai sumber ilmu dan sumber informasi yang dibutuhkan oleh
siswa, daripada guru diposisikan sebagai fasilitator. Selama kegiatan belajar
mengajar guru dituntut selalu aktif menjelaskan materi, sedangkan siswa hanya pasif
mendengarkan, mencatat dan tanpa komentar. Guru jarang melibatkan siswa untuk
berdiskusi baik secara individu atau secara kelompok (pembelajaran tanpa adanya
umpan balik dari siswa). Interaksi yang timbul hanya sebatas interaksi satu arah,
yaitu interaksi antara guru dengan siswa saja. Padahal interaksi merupakan salah satu
unsur penting untuk menentukan efektif atau tidaknya suatu pembelajaran.
Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek
keterampilan yaitu (1) Keterampilan menyimak; (2) Keterampilan berbicara; (3)
keterampilan menulis; dan (4) keterampilan membaca. Tinggi rendahnya kompetensi
kebahasaan seseorang pada umumnya tercermin dari kemampuan atau keterampilan
berbahasanya. Kemampuan berbahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
kemampuan memahami (comprehension) dan mempergunakan ( production),
masing-masing bersifat reseptif dan produktif. Kemampuan produktif adalah
keterampilan berbicara dan menulis, sedangkan kemampuan reseptif adalah
kemampuan menyimak/mendengarkan dan membaca. Keempat keterampilan ini
tidak dapat dipisah tetapi dapat dibedakan.
Kebanyakan guru Bahasa Indonesia yang menganggap bahwa berbicara
merupakan aspek pembelajaran yang kurang mendapatkan perhatian dari siswa.
Kenyataan ini membuat guru cenderung untuk mengalihkan materi berbicara dengan
materi lain atau mengganti dengan tugas yang lain sebagai pekerjaan rumah.
Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang dimiliki
oleh seseorang, dan kemampuan itu bukanlah kemampuan yang diperoleh secara
turun temurun melainkan kemampuan yang timbul secara alamiah. Dan kemampuan
berbicara memerlukan latihan, pengarahan, dan bimbingan intensif. Dalam
kenyataannya, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan yaitu berbicara
dan mendengarkan selebihnya barulah menulis dan membaca. Akan tetapi
adakalanya seseorang berbicara dalam situasi formal sering timbul rasa gugup,
sehingga gagasan yang dikemukakan tidak bisa dipahami atau diterima orang lain
karena dalam menyampaikan bahasanya menjadi tidak teratur. Berbicara dalam
situasi formal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik memerlukan latihan
dan bimbingan yang intensif. Dalam proses belajar mengajar di kelas, kemampuan
berbicara dapat diwujudkan dalam kegiatan berdiskusi, menanggapi pertanyaan guru
atau siswa lain ( berargumentasi ), debat dan sebagainya.
Dalam upaya melatih kemampuan berbicara siswa dalam kegiatan belajar
mengajar diperlukan adanya pemilihan metode yang tepat dan dapat mendukung
tercapainya tujuan yang diinginkan. Metode diskusi merupakan salah satu cara
penyajian bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar sehingga guru dan siswa,
bahkan antar siswa terlibat dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal balik
dari dua arah baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan
maupun pengambilan keputusan. Adanya perubahan dalam mengajar atau variasi
guru dalam mengajar secara tepat maka akan menghasilkan siswa yang berprestasi
dan terpendidik. Oleh karena itu, untuk menjadikan siswa yang ulet, tertantang, dan
bermotivasi guru harus profesional dalam menyikapi hal tersebut diantaranya
menggunakan metode diskusi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan,
dan dapat menjadikan siswa yang aktif dan kreatif. Selain anak yang dituntut aktif
dan kreatif, guru juga dituntut untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam
mempersiapkan sumber belajar. Kondisi psikologis guru juga dituntut untuk
senantiasa mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
(PAKEM). Permasalahan yang melingkupi guru diharapkan tidak mempengaruhi
proses pembelajaran.
Sering kali ditemukan dalam dunia pendidikan khususnya siswa kelas IV
SDN Balerejo 2 Kebonsari Madiun, siswa yang sering dianggap bersalah apabila
siswa mendapat nilai yang kurang baik. Namun, tidaklah tepat apabila hanya siswa
saja yang disalahkan karena hingga saat ini masih sering pula ditemukan guru yang
dalam penyampaian atau penyajian materi hanya dengan menggunakan metode
ceramah saja dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk berpikir atau untuk
menemukan suatu masalah atau informasi yang penting pada pembelajaran tersebut.
Dalam hubungan dengan pengembangan potensi yang ada dalam diri siswa,
diperlukan satu standar kompetensi sebagai tolok ukur kemampuan yang dimiliki
oleh siswa. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi disebutkan bahwa standar
kompetensi mata pelajaran Bahsa Indonesiaberorientasi pada hakikat pembelajaran
bahasa yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi
dalam Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menimbulkan
penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia (2004:136). Disebutkan pula,
salah satu tujuan pengajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki
kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial (2004:137).
Mengacu pada adanya kondisi seperti itu dan dilandasi oleh keinginan peneliti untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas IV SDN Balerejo 2 Kebonsari
Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013, maka peneliti mencoba menerapkan metode
diskusi karena adanya keunggulan yang dijanjikan oleh metode diskusi. Diantaranya,
siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas berpikir, berpendapat,
menanggapi/berargumentasi tentang persoalan-persoalan ataupun hal-hal yang telah
disampaikan guru, siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam menyumbangkan
pikirannya, dan metode diskusi dapat mendinamiskan kelas dalam proses belajar.
Berdasarkan paparan di atas peneliti berupaya untuk melatih keterampilan berbicara
siswa dalam pelajaran Bahasa Indonesia dengan melakukan penelitian yang berjudul,
“Peningkatan Keterampilan Berbicara Diswa Dengan Penerapan Metode Diskusi
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa kelas IV SDN Balerejo 2
Kebonsari Madiun tahun pelajaran 2012/2013”.
B. Kajian Pustaka
1. Metode Diskusi
Diskusi menurut Mohamad Ali (1990 : 261) adalah: ”Kegiatan yang
dilakukan sejumlah orang untuk membicarakan atau untuk memecahkan suatu
masalah” Dan menurut W.J.S Poerwadarminta (1990 : 671) mengatakan bahwa
diskusi adalah ”Pembicaraan dua orang atau lebih un tuk memecahkan suatu
masalah”.
Dapat didefenisikan metode diskusi sebagai suatu kegiatan belajar
mengajar yang membicarakan suatu topik atau masalah yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih (dapat guru dan siswa atau siswa dan siswa lainnya).
Berdasarkan uraian di atas dapat simpulkan bahwa metode diskusi
adalah suatu cara kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang untuk
memecahkan suatu masalah melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau
masalah untuk mencari jawaban berdasarkan fakta yang mendukung.
Adapun keunggulan dari metode diskusi adalah:
Metode ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berpartisipasi
secara langsung, baik sebagai partisipan, ketua kelompok, atau penyusun
pertanyaan diskusi.
a. Metode ini dapat digunakan secara mudah sebelum, selama, ataupun
sesudah metode-metode yang lain.
b. Metode ini mampu meningkatkan kemungkinan berfikir kritis, partisipasi
demokratis, mengembangkan sikap, motivasi, dan kemampuan berbicara
yang dilakukan tanpa persiapan.
c. Metode ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menguji,
mengubah, dan mengembangkan pandangan, nilai, dan keputusan yang
diperlihatkan kesalahannya melalui pengamatan yang cermat dan
pertimbangan kelompok.
d. Metode ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memahami
kebutuhan memberi dan menerima (take and give).
e. Metode ini menguntungkan para siswa yang lemah dalam pemecahan
masalah.
Selain keunggulan, menurut beberapa penulis metode ini juga memiliki
kelemahan antara lain:
a. Metode diskusi sulit diramalkan hasilnya, walaupun telah diatur secara
hati-hati.
b. Metode ini kurang efisien dalam penggunaan waktu dan membutuhkan
perangkat meja dan kursi yang mudah diatur.
c. Metode ini tidak menjamin penyelesaian, sekalipun kelompok setujuatau
membuat kesepakatan pada akhir pertemuan, sebab keputusan yang akan
dicapai belum tentu dilaksanakan.
d. Metode ini sering kali didominasi oleh seseorang atau bebarapa orang
anggota diskusi, dan orang yang tidak berminat hanya sebagai penonton.
e. Metode ini membutuhkan kemampuan berdiskusi dari para peserta, agar
dapat berpartisipasi secara aktif dalam diskusi.
2. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam Bab 1 pasal 1 Undang-Undang Replublik Indonesia No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (2003: 9).
Menurut Djago Tarigan dkk (2005:4.17), karakteristik pembelajaran
bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Setiap pembelajaran bahasa Indonesia berupa kegiatan siswa;
b. Setiap pembelajaran berkaitan dengan kegiatan berbahasa seperti
menyimak, berbicara, membaca, atau menulis sebagai fokusnya;
c. Setiap pembelajaran dimulai dengan kata kerja;
d. Setiap pembelajaran dapat dikembangkan secra kreatif;
e. Setiap pembelajaran berkaitan dengan komponen PBM dan pendekatan
CBSA, ketrampilan proses serta pendekatan komunikatif.
Menurut St. Y. Slamet (2008:6), pengajaran bahasa Indonesia pada
hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa, bukan pengajaran
tentang bahasa. Tata bahasa, kosakata dan sastra disajikan dalam konteks, yaitu
dalam kaitannya dengan keterampilan tertentu yang tengah diajarkan bukan
sebagai pengetahuan tata bahasa, teori pengembangan kosakata, teori sastra
sebagai pendukung atau alat penjelas.
Sedangakn menurut Nurhadi (2004:193), pengajaran bahasa bertujuan
agar pembelajar atau siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Kemampuan berbahasa nyata harus menjadi tujuan utama pengajaran bahasa
Indonesia. Anak-anak diharapkan dapat membaca, menulis, berbicara dan
mendengarkan dengan baik. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dalam
bahasa secara lisan dan tertulis.
3. Karakteristik Anak SD
a. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
1) Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain,
sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi
ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak
berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara
lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua
terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain.
2) Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi
lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang
memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang,
perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
3) Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak.
Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita
kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak
dan kesehatan anak.
4) Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang
sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan
penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua
selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi,
kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari
sekalipun sederhana.
b. Perkembangan Intelektual dan Emosional
1) Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor
utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan
pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual
tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
2) Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya
perbedaan jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan
orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional
tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.
3) Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan
kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak
dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali
juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat
mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat
dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya.
Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu
menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak.
4) Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali
bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada
perkembangan emosional anak.
5) Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang
tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli,
misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan
berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak
dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang
dapat merugikan bahkan memperlambat perkembangan mental dan
emosional anak.
6) Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran
orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang
sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan
stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali
mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh
melakukan sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan
lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang
bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam
masyarakat.
c. Perkembangan Bahasa
Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 – 5 bulan. Orang tua
yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari
yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan
mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi
setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang
tua membimbing anaknya.
Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: (a) sebagai pemuas
kebutuhan, (b) sebagai alat untuk menarik orang lain, (c) sebagai alat untuk
membina hubungan sosial, (d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri,
(e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, (f) untuk
mempengaruhi perilaku orang lain.
Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu: (a)
kematangan alat berbicara, (b) kesiapan mental, (c) adanya model yang baik
untuk dicontoh oleh anak, (d) kesempatan berlatih, (e) motivasi untuk
belajar dan berlatih dan (f) bimbingan dari orang tua.
Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat
gangguan perkembangan berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b)
anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
d. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap
1) Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan
juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat
dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak,
mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan
penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau
berperilaku yang positif.
2) Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu
yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan
maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat
diterima dalam masyarakat luas.
3) Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b)
memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d)
memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.
4) Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif,
(b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi.
5) Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c)
konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak
melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat
kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.
4. Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efekrif dan Menyenangkan (PAKEM)
Sebagai model pembelajaran, PAKEM diharapkan dapat digunakan
dalam proses pembelajaran di kelas dengan variasi pembelajaran yang
menuntut siswa aktif kreatif dalam kondisi belajar yang menyenangkan
sehingga akan efektif dalam mencapai tujuan.
Menurut Suyatno (2005:1) pembelajaran yang menyenangkan adalah
pembelajaran yang cocok dengan suasana yang terjadi dalam diri siswa. Kalau
siswa tidak senang, pasti juga siswa tidak ada perhatian. Ujung-ujungnya siswa
akan pasif, jenuh, dan masa bodoh.
Secara garis besar PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman
dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar berbuat;
b. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam
membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai
sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan
dan cocok bagi siswa;
c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang
lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”;
d. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif,
termasuk belajar kelompok;
e. Guru mendorong siswa menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu
masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam
menciptakan lingkungan sekolahnya.
Peran guru dalam PAKEM meliputi a) sebagai fasilator dan motivator
dalam pembelajaran; b) kreatif dalam mendesain pembelajaran dan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar; c) menggunakan metode
pembelajaran dan masalah aktual dalam proses pembelajaran; d) menciptakan
suasana belajar yang demokratis dan mendorong siswa berani menyampaikan
gagasan/ide; dan e) mengadakan pendekatan kasih sayang.
Sebagai subuah pendekatan PAKEM memiliki karakteristik:
a. Dari segi pendekatan pembelajaran, PAKEM lebih berpusat pada siswa,
artinya dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilatator,bukan
penceramah, fokus pembelajaran pada siswa bukan guru, siswabelajar
aktif, dan siswa mengontrol proses belajar dan menghasilkan karya mereka
sendiri, tidak mengutip dari guru.
b. Dilihat dari strategi pembelajarannya, PAKEM berpusat pada siswa yang
bentuknya bisa bermain peran, pemecahan masalah, belajar kelompok,
diskusi kelas/debat, praktik keterampilan, penelitia/riset atau menulis
dengan kata-kata sendiri.
5. Keterampilan Berbicara
Menurut Burhan Nurgiyantoro (1918: 154) Keterampilan berbahasa
meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Keterampilan berbahasa merupakan tindak menggunakan bahasa secara nyata
untuk maksud berkomunikasi. Kegiatan berbahasa atau sebagai kebalikan
kompetensi : perfomansi, merupakan manifestasi nyata kompetensi
kebahasaan seseorang. Tinggi rendahnya kompetensi kebahasaan seseorang
pada umumnya tercermin dari kemampuan atau keterampilan berbahasanya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan berbahasa dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu kemampuan memahami (comprehension) dan
mempergunakan (production), masing-masing bersifat reseptif dan produktif.
Kemampuan berbahasa meliputi kemampuan produktif dan
kemampuan reseptif. Kemampuan produktif adalah keterampilan berbicara
dan menulis, sedangkan kemampuan reseptif adalah kemampuan menyimak
dan mendengar serta membaca. Disatu pihak, keterampilan mendengar
dibedakan dengan keterampilan berbicara. Di pihak lain keterampilan
membaca dibedakan dengan keterampilan menulis (depdikbud, 1999 : 16).
Menurut Bambang Kaswanti Purwo (1997 : 20), keterampilan berbahasa
bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian atau penjelasan semata-
semata. Siswa tidak dapat memperoleh keterampilan berbahasa hanya dengan
duduk mendengar keterangan guru dan mencatat apa yang didengarnya dalam
buku tulis. Keterampilan berbahasa tidak dapat diperoleh melalui kegiatan
menghafal. Keterampilan berbahasa hanya dapat diraih degan melakukan
kegiatan berbahasa terus menerus.
Selanjutnya dikatakan bahwa untuk dapat mengajarkan keterampilan
berbahasa sesungguhnya siswa perlu dibawa ke pengalaman melakukan
kegiatan berbahasa dalam konteks sesungguhnya. Untuk mempertajam
keterampilan memahami berbahasa, siswa perlu dihadapkan atau dipajankan
pada berbagai jenis teks tulis dan jenis komunikasi lisan. Untuk mempertajam
keterampilan menggunakan bahasa siswa perlu diberi peluang menyusun dan
merangkaikan kalimat untuk berbagai keperluan komunikasi baik lisan
maupun tulisan.
Mukhsin Ahmadi (1990:18) berpendapat bahwa keterampilan
berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksikan arus
sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan, perasaan,
dan keinginan kepada orang lain. Lebih lanjut Ngalim Purwanto (1997:51)
menjelaskan bahwa berbicara/bercakap-cakap adalah melahirkan pikiran dan
perasaan yang teratur dengan memakai bahasa lisan.
Berbicara sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari
menurut Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S ( dalam Suyitno, 2007 : 2 ).
Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara dengan baik akan dapat
dengan mudah menyampaikan ide dan gagasan-gagasannya, yang bisa
dipahami dan diterima dengan baik oleh orang lain. Sebaliknya, jika seseorang
kurang memiliki kemampuan berbicara tentu akan mengalami kesulitan dalam
menyampaikan ide dan gagasan itu kepada orang lain. Sehingga ide dan
gagasan yang dimaksud tidak dapat dipahami atau diterima dengan baik oleh
orang lain.
Berbicara atau bercakap-cakap dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
bercakap-cakap spontan dan bercakap-cakap terpimpin. Tujuan pengajaran
berbicara spontan antara lain: 1) melatih siswa melahirkan isi hatinya (pikiran,
perasaan, dan kemauannya) secara lisan dengan bahasa yang teratur dan
kalimat yang baik; 2) memperbesar dorongan batin akan melahirkan isi
hatinya; 3) memupuk keberanian berbicara pada anak-anak; 4) menambah
perbendaharaan bahasa anak; dan 5) dari sudut psikologi humanismenya
adalah memberikan kesempatan pada anak untuk menyatakan dirinya (Ngalim
Purwanto, 1997:52). Tujuan pengajaran berbicara terpimpin adalah untuk
membuat siswa berani menyatakan pendapatnya, menghilangkan rasa malu
dan rasa ragu-ragu (Ngalim Purwanto, 1997:55).
Dalam penilaian kompetensi berbicara aspek yang dinilai adalah
kemampuan mengungkapkan pendapat , kelancaran menyampaikan pendapat,
ketepatan bahasa, dan kebenaran ragam bahasa. Alat ukur tes kompetensi
berbicara adalah non tes bentuk pedoman pengamatan atau wawancarasesuai
dengan aspek-aspek penilaian dengan skala bertingkat. Misalnya, skala
1sampai 5. Caranya adalah menyuruh siswa tampil ke depan kelas secara
bergiliran untuk menyampaikan 1 atau 2 kalimat utama sebagai pikiran utama
dari suatu paragraf. Atau mengemukakan pengalaman pribadinya yang paling
menarik.
6. Penerapan Metode Diskusi dalam Pembelajaran
Dalam melaksanakan kegiatan diskusi agar dapat tercapai dengan baik,
seorang pendidik hendaknya telah siap dengan jumlah topik yang menarik
untuk didiskusikan dan siswa harus memiliki seperangkat pengatahuan dan
pengalaman tentang topik atau masalah yang akan didiskusikan sehingga
kedua belah pihak mampu memecahkan masalah tersebut dan
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan demokratis secara maksimal
terhadap siswa.
Pada satiap penggunaan metode diskusi, sebaiknya guru dan atau siswa
melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Sebaiknya dilakukan pemilihan topik diskusi, yakni suatu kegiatan yang
dimaksudkan untuk menentukan topik diskusi
b. Membuat rancangan garis besar diskusi yang akan dilaksanakan.
c. Menentukan jenis diskusi yang akan digunakan.
d. Mengorganisasikan para siswa dan formasi kelas dengan jenis diskusinya.
Kegiatan pada saat dilakukannya diskusi.
a. Guru memberikan penjelasan tentang tujuan diskusi, topik diskusi dan
kegiatan diskusi yang akan dilakukan.
b. Para siswa dan atau para siswa dan guru melaksanakan kegiatan diskusi
c. Pelaporan penyimpulan hasil diskusi oleh siswa bersama guru.
Kegiatan setelah dilakukan diskusi
a. Membuat catatan tentang gagasan-gagasan yang belum ditanggapi dan
kesulitan yang timbul selama diskusi.
b. Mengevaluasi diskusi dari berbagai dimensi dan mengumpulkan evaluasi
dari para siswa serta lembaran komentar.
Tugas utama seorang guru dalam kegiatan diskusi berlangsung adalah
dapat mengkondisikan kelas agar disiplin dan tertib supaya diskusi terjadi
lebih menarik dan menantang keingintahuan siswa, dan keadaan ini tentunya
memberikan peluang bagi para siswa untuk berpartisipasi aktif mengikuti
perkembangan diskusi.
C. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Balerejo 02 Madiun, selama 3 bulan
September sampai November 2012. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas IV
sejumlah 14 orang.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).
PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan
hasil pembelajaran di kelas, atau memecahkan masalah pembelajaran dikelas/di
latar penelitian yang dilakukan secara bersiklus. Adapun alur penelitian tindakan
kelas yang akan dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Studi awal identifikasi masalah
SIKLUS I
Tindakan dan pengamatan
Rencana siklus II
Belum
Analisis-refleksi
Tindakan dan pengamatan
Rencana siklus I
Berhasil
Simpulan
Berhasil
SIKLUS II
SimpulanAnalisis-refleksi
Bagan I alur Penelitian Tindakan Kelas Diadaptasi dari Arikunto (1996)
Model pelaksanaan PTK ini menggunakan model PTK “guru sebagai
peneliti” dengan acuan model siklus PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan
Taggart (1990), dengan digambarkan segaia berikut:
-------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------
Pada model siklus di atas tampak bahwa pada setiap siklus terdiri atas:
planning-perencanaan, acting&observing-tindakan dan pengamatan, reflecting-
perefleksian, dan revise plan-perbaikan rencana. Dalam penelitian ini kegiatan-
kegiatan dalam siklus PTK dapat dipaparkan sebagai berikut:
Siklus 1
Siklus 1 terdiri atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi,
dan perbaikaan rencana.
Revise
Planning
Revise
Reflectin
Action and
Reflectin
Planning
Action and
Siklus...dst
Siklus 1
Siklus 2
dst
Perencanaan
Pada tahap perencaan, peneliti melakukan studi pendahuluan dengan
melakukan refleksi terhadap praktik pembelajaran keterampilan berbicara di kelas
4 SDN Balerejo 2 Kebonsari Madiun. Peneliti berupaya untuk mengingat kembali
bebagai peristiwa pembelajaran yang telah berlangsung selama ini, mewawancarai
siswa kelas 4 SDN Balerejo 2 Kebonsari Madiun untuk mengungkapkan kesuitan-
kesulitan apa yang dialami dan dirasakan mereka ketika belajar berbicara. Di
samping itu peneliti menelaah dokumen-dokumen tentang keterampilan berbicara
siswa berupa dokumen latihan dan penugasan, dokumen hasil tes kinerja tentang
keterampilan berbicara siswa.
Pada tahap perencanaan peneliti melakukan pembutan desain
pembelajaran yang berupa RPP, penyiapan soal untuk penjajagan kemampuan
awal siswa, penyiapan LKS, penyusunan perangkat uji kompetensi siswa yang
berkaitan dengan keterampilan berbicara, dan menyiapkan instrumen untuk
pengumpulan data berupa pengamatan, observasi, wawancara, dokumentasi.
Pelaksaan Tindakan dan Observasi
Pada tahap ini peneliti mempraktikan pembelajaran sesuai dengan desain
pembelajaran (RPP) yang telah disusun, membuat catatan hasil pengamatan
terhadap proses dan hasil pembelajaran, keaktifan dan kreativitas siswa yang
tampak dan mendokumentasikan hasil-hasil latihan dan penugasan siswa.
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, peneliti melakukan refleksi atas proses dan
hasil pembelajaran yang dicapai pada proses tindakan ini. Refleksi ilakukan untuk
mengkaji apa-apa yang belun dilakukan, dicapai, dipecahkan yang akan
dilanjutkan/diimplementasikan pada siklus 2.
Siklus 2
Pada siklus 2 ini kegiatan sama dengan siklus 1.
Siklus 3
Jika pada siklus 2 indikator keberhasilan penelitian belum dicapai maka sangat
dimungkinkan dilanjutkan pada siklus 3.
Penelitian berikut akan mengungkapkan gambaran yang jelas dan
mendalam mengenai penerapan metode diskusi dalam pembelajara Bahasa
Indonesia untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
Sumber data penelitian berikut terdiri dari subyek pelaku dan dokumen.
Subyek penelitian meliputi guru dan siswa, disini peneliti mengamati aktivitas
guru dan aktivitas siswa. Dokumen yang di gunakan adalah silabus, RPP dan
laporan hasil belajar siswa. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain.
Dalam penelitian berikut, peneliti menggunakan sumber data yang berupa
kata-kata lisan maupun tertulis, tindakan dan sekaligus data tertulis berupa
dokumen. Sumber data kata-kata digali dengan menggunakan wawancara
mendalam terhadap guru dan siswa. Sumber data tindakan diperoleh dari
observasi langsung terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa, juga dari foto dan
rekaman video. Sedangkan data tambahan berupa dokumen dilakukan dengan
telaah pada silabus pembelajaran, RPP dan laporan hasil belajar siswa.
Teknik wawancara yang dilakukan peneliti adalah dengan mengguanakan
wawancara berdasarkan pada pedoman umum (Poerwandari, 2001: 76). Sebelum
memulai kegiatan wawancara, peneliti telah menyusun kisi-kisi instrumen
penelitian yang berisi garis besar pokok-pokok masalah yang disusun bedarasar
kajian teori. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek-aspek yang harus dibahas atau ditanyakan. Wawancara dilakukan
secara terfokus, artinya wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal
atau aspek-aspek tertentu dari pengalaman subyej yang diharapkan peneliti dapat
menjawab pertanyaan penelitian. Selama proses wawancara tersebut direkam dan
dicatat pada notes.
Untuk penelitian kualitatif, istilah validitas lebih mengacu pada
kredibilitas atau derajat kepercayaan data. Salah satu teknik yang dapat digunakan
untuk memeriksa keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi.
Triangulasi memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data utama untuk keperluan
pengecakan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2006:
330). Sebagaimana disebutkan oleh Poerwandari (2001: 108) bahwa triangulasi
mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda untuk
menjelaskan suatu hal tertentu sehingga dapat meningkatkan generabilitas
penelitian kualitatif. Neuman (dalam Susari, 2005:59) menyebutkan bahwa
triangulasi adalah melihat dari sudut pandang dalam suatu penelitian. Triangulasi
bertujuan untuk mengurangi kecenderungan terjadinya kesalahan interpretasi
dengan menggunakan bermacam-macam prosedur termasuk mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya (Denzin, 2000 dalam Susari,2005:59).
Patton (dalam Poerwandari, 2001: 109) menyatakan bahwa triangulasi
dapat dibedakan dalam 4 kategori, yaitu:
1. Triangulasi data, dengan menggunakan variasi sumber data yang berbeda.
Moleong (2006: 331) menambahkan bahwa variasi sumber data dapat dicapai
dengan (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara, (b) membandingkan apa yang dikatakan subyek penelitian di
depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (c)
membandingkan apa yang dikatakan subyek penelitian tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (d)
membandingkan keadaan dan perspektif subyek penelitian dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang di luar subyek, (e) membandingkan hasil
wawancara dan atau hasilobservasi dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
2. Triangulasi peneliti, dengan menggunakan beberapa orang peneliti atau
evaluator yang berbeda untuk mengecek kembali derajat kepercayaan data
sehingga dapat mengurangi kemelencengan pengumpulan data. Pada
dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dengan
menggunakan teknik berikut. Cara lain adalh dengan membandingkan hasil
pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya (Moleong, 2006:331).
Triangulasi peneliti tidak digunakan karena pada penelitian berikut ini,
peneliti melakukan pengambilan data serta interpretasinya secara mandiri.
3. Triangulasi teori, dengan menggunakan beberapa sudut pandang yang
berbeda untuk menginterpretasi data yang sama. Moleong (2006: 331)
menguntip pendapat patton (1987) bahwa triangulasi berikut ini disebut juga
dengan penjelasan bandinng (rival explanation).
4. Triangulasi metodologis, dengan menggunakan beberapa metode yang
berbeda untuk meneliti suatu hal yang sama. Triangulasi metodologis tidak
digunakan karena pada penelitian berikut ini, peneliti hanya menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Jadi secara singkat triangulasi dapat dilakukan dengan jalan mengajukan
berbagai macam variasi pertanyaan, mengecek hasil wawancara dengan berbagai
sumber data lain serta memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan
kepercayaan data dapat dilakukan.
Dalam penelitian berikut peneliti menggunakan triangulasi data, yaitu
dengan mengumpulkan informasi dari hasil wawancara dan observasi serta telaah
dokumen. Selain itu juga digunakan triangulasi teori, yaitu melalui paradigma
interpretif dan teori mengenai pembelajaran tematik dan permainan tradisional
dakon untuk menganalisis data.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam proses koding peneliti
akan mengolah data yang berupa transkrip wawancara sehingga dapat
menemukan fakta konkret sebagai bentukan kategori untuk kemudian
mengembangkan pola hubungan antar kategori tersebut dalam bentuk bagan dan
selanjutnya menganalisa pola hubungan yang terbentuk secara tematik. Hasil
analisa tersebut menjadi dasar dari interpretasi peneliti.
Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2001: 95) interpretasi mengacu pada
upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti
memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasikan
data melalui perspektif tersebut.
Terdapat 3 konteks situasi dan komuditas validasi yang dapat
memunculkan interpretasi yang berbeda pula, yaitu:
1. Konteks interpretasi pemahaman diri, yaitu berusaha memaknai pernyataan-
pernyataan informan atau subyek peneliti sebagai pemahaman diri pribadi
individu.
2. Konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis, yaitu berusaha
menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka
pemahaman subyek. Bersifat kritis terhadap pernyataan subyek dengan
menempatkan diri sebagai masyarakat umum.
3. Konteks interpretasi pemahaman teoritis, yaitu menggunakan kerangka teoritis
tertentu yang digunakan untuk memahami pernyataan subyek.
Meskipun berbeda situasi akan tetapi ketiga konteks pemahaman tersebut
dapat saling diintegrasikan satu sama lainnya dan dapat dilihat saling
keterkaitannya sehingga peneliti tersebut dapat mencakup seluruh sudut
pandang interpretasi.
D. Simpulan dan Saran
Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia
diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena metode
diskusi adalah suatu cara kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang (dapat
guru dan siswa atau siswa dan siswa lainnya) untuk memecahkan suatu masalah
melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah untuk mencari jawaban
berdasarkan fakta yang mendukung.
Adapun saran yang bisa diajukan dalam penelitian ini adalah guru di
dalam pelaksanaan pembelajaran harus mampu memilih dan menentukan strategi,
metode, media yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran serta guru harus
dapat memanfaatkan media yang ada di lingkungan sekitar untuk pembelajaran.
Penerapan metode diskusi harus dilakukan secara kontinyu dan konsisten
sehingga keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia
dapat meningkat.
Daftar Pustaka
Budi Santoso, Agus. 2006. Implementasi Model PAKEM dalam Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Siswa di Sekolah Dasar (Jurnal Pendidikan). Madiun: IKIP PGRI Madiun.
Dwi Susari, Hermawati. 2011. Implementasi Kegiatan Outbound dalam Upaya Pembentukan Perilaku Sosial dan Emosional Anak Usia Dini (Premier Educandum). Madium: PGSD IKIP PGRI Madiun.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE- YOGYAKARTA.
Tryanasari, Dewi. 2011. Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa Terbimbing Berbasis Inquiry Pada mata kuliah Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia (PKBI) Untuk Mengembangkan Karakter Mahasiswa PGSD IKIP PGRI Madiun (Premier Educandum). Madiun : PGSD IKIP PGRI Madiun.
http://fusliyanto.wordpress.com/2009/10/12/keterampilan-berbahasa/
http://massofa.wordpress.com/2010/12/09/kajian-proses-pembelajaran-bahasa-indonesia-di-sd/
http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2009/06/metode-metode-dalam-pembelajaran-bahasa.html