Download - Gagal Ginjal Kronik Lagi
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK
GAGAL GINJAL KRONIK
I. KONSEP GAGAL GINJAL KRONIK
1.1 DEFINISI
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homeostasis
tubuh dalam mempertahankan keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi
hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah serta
metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolism dan menyesuaikan
ekskresi air daan pelarut. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga
mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero, 2008 : 1)
Gambar 1.1 : Letak Ginjal Dalam Tubuh Manusia
Gagl ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi
bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/min. (Suyono.et.al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbanga cairann dn elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
1.2 ETIOLOGI
Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
1. Infeksi Tubulointestinal : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
2. Penyakit Peradangan : Glomerulonefritis.
3. Penyakit Vaskular Hipertensif : Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis Arteria Renalis.
4. Gangguan Jaringan Ikat : Lupus Aritematosus Sistemik
Polioarteritis Nadosa
Sklerosis Sistemik Progresif.
5. Gangguan Kongenital & Herediter : Penyakit Ginjal Polikistik
Asidosis Tubulus Ginjal.
6. Penyakit Metabolik : Diabetes Melitus, Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis.
7. Nefropati Toksik : Penyalahgunaan analgesic
Nefropati Timah.
8. Nefropati obstruksi
Traktus urinarius bagian atas : batu, neoplasma, fibrosis, retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktus uretra, anomaly
congenital leher vesika urinaria dan uretra.
(Price & Wilson, 2005 : 918)
1.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) di duga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesis nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bsa diabsorpsi berakibat diuretik
osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yangrusak
bertambah banyak oligouri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun 15ml/menit atau lebih rendah itu.
(Barbara C.Long 1996 : 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normal
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap system tubuh. Semakin banyak timmbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Sunddarth,
2001 : 1448)
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik (Mary Baradero, 2008 :124-125)
1. Penurunan cadangan ginjal
Sekitar 40-70% nefron tidak bisa berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
BUN dan kreatinin serum masih normal
Pasien asimtomatik
2. Insufiensi ginjal
75-80% nefron tidak bisa berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
BUN dan kreatinin serum muulai meningkat
Anemia ringan dan azotemia ringan
Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
BUN dan kreatinin serum meningkat
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik
Berat jenis urine
Poliuria dan nokturia
Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ESRD)
Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
BUN dan kreatinin tinggi
Anemia, azotemia dan asidosis metabolik
Berat jenis urine tetap 0,010
Oligouria
Gejala gagal ginjal
Menurut NKF DOQI, pembagian derajat gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
Stadium Deskripsi LFG
I Kerusakan ginjal disertai kerusakan LFG N/meninggi ≥ 90
II Kerusakan ginjal disertai LFG menurun 60-89
III Penurunan moderat LFG 35-59
IV Penurunan berat LFG 15-29
V Gagal ginjal <15/dialisis
1.4 MANIFESTASI KLINIS
a. Manifestasi klinik menurut (Smeitzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem rennin-angiostenin-aldosteron),
gagal jantung kongesif dan odema pulmoner akibat cairan berlebihan dan
perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi).
b. Manifestasi klinik menurut (Suyono, 2001) adalah sebagai berikut :
1. Sistem kardiovaskuler Hipertensi
Pitting
edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial
2. Sistem pulmoner Krekel
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat
3. Sistem gastrointestinal Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
Ulserasi dan perdarahan mulut
Nafas berbau amonia
4. Sistem muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
5. Sistem integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
6. Sistem reproduksi Amenorhoe Atrofi testis
29
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboraturium
Laboraturium Darah :
BUN, Kreatinin, Elektrolit, (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit,
Ht, leukosit), Protein antibody (kehilangan protein dan imunoglobulin)
Pemeriksaan Urine :
Warna, PH, BJ, Kekeruhan, Volume, Glukosa, Protein, Sedimen, SDM,
Keton, SDP, TKK/CCT.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai berat dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat.
4. Pemeriksan Radiologi
Renogram, Intravenosus, Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Arteriografi, dan Venografi, CT scan, MRI, Renal Biopsi, Pemeriksaan Rontgen
Dada, Pemeriksaan Rotgen Tulang, Foto Polos Abdomen.
1.6 PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan
sering kali tidak menimbulkan gejala yang menunjukkan kerusakan dan kegagalan
ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan
perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan
darah, dan pemeriksaan urinalis, pemeriksaan kesehatan umum, dapat menurunkan
jumlah individu yang menjadi insufiensi sampai menjadi kegagalan ginjal.
Perawatan ditunjukkan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna., dan
mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi,
kehamilan). (Barbara Long. 2001)
1.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Retriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : Diuretik untuk meningkatkan urinasi
Alumunium hidroksida untuk terapi hiperfostamia
Anti hipertensi untuk terapi hipertensi
Serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti
Apoetin Alfa bila terjadi anemia
3. Dialisis
4. Transpolantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit Tulang
(Smeltzer & Bare, 2004)
II. ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan untuk pasien dengan gagal ginjal adalah rumit. Pengkijain
keperawatan mencakup parameter fisik, psikologis, dan social.
(Mary Baradero, 2008 : 141)
2.2 DATA SUBYEKTIF
Riwayat keperawatan adalah komprehensif yang mencakup gejala fisik dan gaya
hidup pasien. Perilaku kesehatan dan lingkungan rumah pasien perlu dikaji. Pasien
ini juga mengeluh cepat lelah, mual letargi, dan pruritus.
(Mary Baradero, 2008 : 141)
2.3 DATA OBYEKTIF
Tanda vital, asupan dan haluaran, auskultasi jantung dan paru, status mental, serta
tanda adanya nyeri. Perlu juga dikaji peningkatan pigmentasi kulit dan adanya
edema perifer. Berat badan ditimbang setiap hari.
(Mary Baradero, 2008 : 141-142)
2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan untuk pasien ini mencakup :
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi tubuh.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
anoreksia, mual dan nyeri.
3. Risiko infeksi yang berhubungan dengan gangguan respon imun.
4. Risiko trauma yang berhubungan dengan deficit sensorimotor, tidak sadar akan
bahaya lingkungan, dan penurunan tingkat kesadaran.
5. Kelelahan yang berhubungan dengan anemia, uremia, insomnia.
6. Nyeri (kram otot, iritasi okular, luka akibat pruritus) yang berhubungan dengan
kekurangan natrium, uremia.
7. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan perubahan fisik dan lingkungan
sosial.
8. Defisit pengetahuan (sifat penyakit, uji diagnostik, tindakan, dan medikasi) yang
berhubungan dengan tidak adanya informasi, sikap acuh pada informasi, dan
gangguan ingatan.
(Mary Baradero, 2008 ; 142)
2.5 HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan meliputi :
a. Tidak ada tanda distress pernapasan, edema perifer, hipertensi, serta tidak ada
tanda/gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Menjelaskan terapi diet, termasuk pembatasan cairan, protein, kalium, dan
natrium.
c. Tidak ada tanda infeksi; kulit utuh.
d. Bebas trauma.
e. Dapat beristirahat dan tidak merasa cepat lelah.
f. Tidak ada kram otot, tidak gatal, dan tidak ada iritasi okular.
g. Menerapkan koping yang efektif; dapat melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
h. Mengungkapkan kepuasan dengan diri dan dirinya.
i. Mampu menjelaskan sifit penyakit, pengobatan, dan rencana lanjutan.
(Mary Baradero, 2008 : 142)
2.6 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi tubuh.
Tujuan : Pasien menunjukkan pengeluaran urine tepat seimbang dengan
pemasukan.
Intervensi :
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
R : Paseien gagal ginjal kronik perlu belajar mengenal tanda ketidakseimbangan
cairan, mengatur asupan cairan sesuai program dokter dan menerapkan
terapi diet. Pasien harus memantau asupan dan haluarannya. Mengatur
asupan natrium dapat menjadi tantangan berat bagi pasien. Tambahan berat
badan yang tiba-tiba menunjukkan retensi cairan yang disebabkan kelebihan
asupan natrium. Pengganti garam harus dihindari karena mengandung
banyak kalium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
anoreksia, mual dan nyeri.
Tujuan : Mempertahankan status nutrisi adekuat.
Intervensi :
Membuat rencana modifikasi dietnya
R : natrium, Kalium, Fosfor, dan protein harus dibatasi. Makanan disiapkan
dengan baik dan menarik, mengandung aroma yang disukai pasien, dan rasa
enak agar pasien mau makan walaupun jumlah garam dan protein terbatas.
3. Risiko infeksi yang berhubungan dengan gangguan respon imun.
Tujuan : Pasien tehindar dari risiko infeksi.
Intervensi :
Pasien perlu melindungi dirinya dari infeksi dengan menghindari tempat yang
banyak orang, dan menghindari kelelahan.
R : karena tempat yang banyak orang /kelelahan menyebabkan daya tahan tubuh
berkurang, dan segera meminta bantuan medis apabila ada tanda/gejala
infeksi.
Pasien dianjurkan agar memakai sikat gigi yang lembut untuk perawatan
mulutnya.
R : agar mengurangi risiko infeksi melalui mulut, dan mencegah perlukaan saat
menggosok gigi.
Pasien dianjurkan menghindari obat aspirin & azotemia.
R : aspirin diekskresi oleh ginjal dan memperpanjang masa perdarahan.
Azotemia dapat menyebabkan perdarahan pada sel otak & menyebabkan
pasien bingung dan disorientasi.
4. Risiko trauma yang berhubungan dengan deficit sensorimotor, tidak sadar akan
bahaya lingkungan, dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Pasien bebas dari trauma.
Intervensi :
Mencegah trauma.
R : trauma yang berat pada jaringan dapat mengakibatkan kalium serum
meningkat. Kalium adalah kation intraseluler dan kerusakan berat pada
jaringan dapat menyebabkan peningkatan kalium serum yang mengancam
jiwa pasien gagal ginjal kronik, edema dapat menjadi risiko trauma kulit.
5. Kelelahan yang berhubungan dengan anemia, uremia, insomnia.
Tujuan : dapat beristirahat dan tidak merasa cepat lelah.
Intervensi :
Mengatasi insomnia dengan menurunkan kadar nitrogen urea serum dan
kreatinin melalui diet yang rendah protein dan dialisis.
R : perubahan pola tidur disebabkan kecemasan tentang proses penyakitnya,
pruritus, dan uremia.
Mengatasi anemia.
R : berkurangnya jumlah eritrosit mengakibatkan sel mengalami kekurangan
suplai oksigen yang diperlukan untuk produksi energi.
6. Nyeri (kram otot, iritasi okular, luka akibat pruritus) yang berhubungan dengan
kekurangan natrium, uremia.
Tujuan : Tidak ada kram otot, tidak gatal, dan tidak ada iritasi okular.
Intervensi :
Pasien dengan ESRD mengalami pruritus yang sangat. Pasien dibantu dengan
:
1. Obat trimeprazin tartat (Temaril)
2. Menakai lotion kulit supaya kulit tidak kering.
3. Kamar yang dingin agar pasien tidak merasa panas dan tidak berkeringat.
4. Stress emosi dapat memperberat pruritus sehingga pasien perlu diberi
waktu untuk mengungkapkan perasaannya. Perawat dapat memakai
komunikasi terapeutis dan dirinya secara terapeutik.
5. Kuku pasien dipotong pendek. Pasien dapat mengenakan sarung tangan
yang dibuat dari kain agar kulit tidak digaruk langsung dengan kuku.
Penanganan kram otot dengan mengatasi uremia.
R : penanganan uremia, cairan elektrolit, dapat menghilangkan kram otot. Kram
otot dikaitkan dengan defisit natrium. Obat Quinine Sulfate 325mg sebelum
tidur malam dapat mencegah kram otot.
Iritasi okular diatasi dengan pemberian obat-obat ikatan fosfor per oral untuk
mengendalikan fosfat plasma. Pasien juga dibantu dengan air mata buatan
(metil selulosa) yang diteteskan dalam kantong konjungtiva.
R : iritasi ocular disebabkan deposit kalsium dalam konjungtiva yang
menyebabkan airmata keluar terus dan rasa perih pada mata.
7. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan perubahan fisik dan lingkungan
sosial.
Tujuan : menerapkan koping yang efektif dan dapat melakukan aktivitas hidup
sehari-hari serta dapat memilihkan kualitas hidup yang optimal.
Intervensi :
Memfasilitasi koping dengan mengubah gaya hidup.
R : pengkajian psikososial dilaksanakan secara kolaboratif oleh dokter, perawat,
dan pekerja sosial. Masalah psikososial yang mungkin terjadi antara lain
cemas, depresi, frustasi, marah, gangguan citra tubuh, gangguan harga diri
dan krisis bunuh diri.
8. Defisit pengetahuan (sifat penyakit, uji diagnostik, tindakan, dan medikasi) yang
berhubungan dengan tidak adanya informasi, sikap acuh pada informasi, dan
gangguan ingatan.
Tujuan : Mampu menjelaskan sifat penyakit, pengobatan, dan rencana lanjutan.
Intervensi :
Penyuluhan pasien / keluarga
1. Kaitan satu gejala dengan gejala lain dan penyebabnya.
2. Kaitan modifikasi diet, pembatasan cairan, obat, dan nilai kimiawi darah.
3. Tindakan pencegahan : hygiene oral, menghindari infeksi, dan
perdarahan.
4. Program diet termasuk pembatasan cairan
o Pembatasan natrium, kalium, fosfor, dan protein.
o Apabila ada anoreksia dan mual, makan sedikit tapi sering, hindari
pengganti garam karena mungkin mengandung kalium.
5. Pemantauan kelebihan cairan.
o Ukur dan catat asupan dan haluaran dengan akurat.
o Pantau berat badan setiap hari dan edema.
6. Medikasi
o Efek samping dan dosis obat
o Hindari mengonsumsi obat tanpa resep dari dokter. Hindari obat
aspirin, obat untuk influenza, dan obat inflamasi non steroid.
7. Rencanakan kegiatan dan istirahat agar pasien tidak kehabisan tenaga.
8. Tindakan untuk mengendalikan pruritus.
9. Perawatan lanjutan. Gejala/tanda yang memerlukan bantuan medis
segera; perubahan haluaran urine, edema, berat badan bertambah tiba-
tiba, dispnea, meningkatnya gejala uremia.
( Mary Baradero, 2008 : 143-147)
III. HEMODIALISIS
3.1 PENGERTIAN
Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam
tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu
mekanisme untuk membawa darah pasien ked an dari dialiser (tempat terjadinya
pertukaran cairan, elektrolit, dan zat sisa tubuh), serta dialiser. (Mary Baradero, 2008)
3.2 SEJARAH
Dr. Williem Kolff, seorang dokter Belanda, dibangun bekerja dialiser pertama
pada tahun 1943 selama pendudukan Nazi di Belanda. Karena kelangkaan sumber
daya yang tersedia, Kolff harus berimprovisasi dan membangun mesin awal
menggunakan casing sosis, kaleng minuman, sebuah mesin cuci dan bahkan berbagai
barang lainnya yang terseedia saat itu. Selama 2 tahun berikutnya Kolff menggunakan
mesin untuk mengobati 16 pasien yang menderita gagal ginjal akut, tetapi hasilnya
tidak berhasil. Kmudian pada tahun 1945, seorang wanita 67 tahun di koma uremik
sadar setelah I jam hemodialisis dengan dialyzer, dan tinggal selama 7 tahun sebelum
meninggal dari kondisi yang tidak terikat. Dia adalah pasien pertama yang berhasil
diobati dengan dialisis. (Davita, 2010)
3.3 PRINSIP
Dialisis bekerja pada prinsip-prinsip difusi zat terlarut dan ultrafiltrasi cairan
melintasi membrane semipermiabel. Difusi menjelaskan properti dari zat di dalam air.
Zat dalam air cenderung bergerak dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi
rendah. Darah mengalir dari salah sat sisi membrane semipermiabel, dan dialisat, atau
cairan dialisis khusus, mengalir di sisi brlawanan. Sebuah membrane semipermiabel
adalah lapisan tipis bahan yang mengandung lubang berbagai ukuran atau pori-pori.
Hal ini meniru proses penyaringan yang terjadi pada ginjal, ketika darahmemasuki
ginjal dan zat lebih besar dipisahkan dari yang kecil dalam gomerulus. (Kamus
Mosby, 2006)
Dua jenis utama dialisis hemodialisis dan dialisis peritoneal, menghilangkan
limbah dan kelebihan air dari darah dengan cara yang berbeda. Hemodialisis
menghiangkan limbah dan air dengan sirkulasi darah di luar tubuh melalui filter
eksternal disebut dialyzer, yang berisi membrane semipermiabel. Darah mengalir
dalam satu arah dan dialisat mengalir di seberang. Aliran kontra saat ini darah dan
dialisat memaksimalkan gradient konsentrasi zat terlarut (misalnya kalium, fosfor dan
urea) yang tidak diinginkan yang tingi dalam darah, tetapi rendah atau tidak dalam
larutan dialisis dan penggantian konstan dialisat memastikan bahwa konsentrasi zat
terlarut yang tidak diinginkan tetap rendah dalam sisi membrane. Larutan dialisis
memiliki kadar mineral seperti kalium dan kalsium yang mirip dengan konsentrasi
alami mereka dalam darah yang sehat. Untuk yang lain, terlarut bikarbonat, tingkat
dialisis solusi adalah ditetapkan pada tingkat sedikit lebih tinggi daripada di darah
normal, untuk mendorong difusi bikarbonat di dalam darah, untuk bertindak sebagai
buffer PH untuk menetralkan asidosis metabolik yang hadir pada pasien ini. (Pendse,
2008)
Pada dialisis peritoneal limbah dan air dikeluarkan dari darah dalam tubuh
dengan menggunakan membran peritoneal dan perioneum sebagai membrane
semipermiabel alami. Limbah dan memindahkan kelebihan air dari darah, melintasi
membran peritoneal dan ke dalam larutan dialisis khusus, yang disebut dialisat, di
rongga perut yang memiliki komposisi mirip dengan cairan darah. Hemodialisis
berlangsung 2-4 jam, ssedang dialisis peritoneal berlangsung selama 36 jam (Mary
Baradero, 2008)
3.4 EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI
Hemodialisis sering melibatkan pemindahan cairan (melalui ultrafiltrasi),
karena sebagian besar pasien dengan gagal ginjal buang air sedikit atau tidak ada. Efek
samping yang disebabkan oleh menghilangnya terlalu banyak cairan atau menghapus
cairan terlalu cepat, termasuk tekanan darah rendah, kelelahan, sakit dada, kram kaki,
mual, dan sakit kepala.
Sejak hemodialisis membutuhkan akses ke sistem peredaran darah, pasien
yang menjalani hemodialisis dapat mengekspor sistem peredaran darah mereka untuk
mikroba yang dapat menyebabkan sepsis, infeksi yang mempengaruhi katup jantung
(endokarditis) atau infeksi yang mempengaruhi tulang (osteomyelitis).
Heparin adalah anti koagulan yang paling umum digunakan dalam
hemodialisis, karena umumnya diltoleransi dengan baik dan dapat secara cepat
dikembalikan dengan protamine sulfat. Alergi heparin jarang menjadi masalah dan
dapat menyebabkan jumlah trombosit rendah.
Komplikasi jangka panjang dari hemodialialisis termasuk amilodosis,
neuropati, dan berbagai bentuk penyakit jantung. Meningkatnya frekuensi dan
lamanya perawatan telah terbukti untuk meningkatkan overload cairan dan
pembesaran hati yang sering terlihat pada pesien tersebut. (Weinrich, 2006)
3.5 AKSES VASKULAR HEMODIALISIS
Untuk melakukan hemodialisis intermitten jangka panjang, maka perlu ada
jalan masuk ke sistem vascular penderita yang dapat diandalkan. Darah harus keluar
masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit. Akses vascular
merupakan aspek yang paling peka pada hemodialisis karena banyak komplikasi dan
kegagalannya. Oleh karena itu, banyak metode yang dikembangkan untuk mencapai
jalan masuk vascular dalam beberapa tahun belakangan ini. Denominator yang paling
sering dipakai pada kebanyakan teknik akses vascular adalah jalan masuk ke sirkulasi
arteri dan kembalinya ke sirkulasi vena.
Table 3.5
Sumber : Price 2005
3.5.1 Akses Vaskular Eksternal (sementara)
Pirau arteriovenosa (AV) eksternal atau sistem kanula diciptakan dengan
menempatkan ujung kanula dan teflon dalam arteri (biasanya arteria radialis atau
tibialis posterior) dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung-ujung kanula
kemudian dihubung-hubungkan dengan selang karet silicon dan suatu
sambungan teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu dilakukan dialisis, maka
slang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat hubungan dengan alat dialisis. Darah
kemudian dialirkan dari ujung arteri, melalui alat dialisis dan kembali ke vena.
(Price, 2005)
Kateter vena femoralis dan subklavia sering dipakai pada kasus gagal
ginjal akut bila diperlukan akses vaskular sementara, atau bila teknik akses
vaskular lain tidak dapat berfungsi sementara waktu pada penderita dialisis
kronik. (Price, 2005)
Terrdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter shaldon adalah
kateter berlumen tunggal yang mmerlukan akses kedua. Jika digunakan dua
kateter shaldon, maka dapat dipasang secara bilateral. Tipe kateter yang lebih
baru memiliki lumen ganda, satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat
dialisis dan satu lagi untuk mengembalikan darah ke tubuh penderita.
Komplikasi yang terjadi pada kateter vena femorallis adalah laserasi arteria
femoralis, perdarahan, trombosis, emboli, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai karena pemasangannya
mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibandingkan kateter vena femoralis.
Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai 4 minggu, tetapi kateter vena
femoralis biasanya dibuang setelah pemakaiann 1-2 hari setelah pemasangan.
Komplikasi yabngg disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan
yang terdapat pada toraks, robeknya arteria subklavia, perdarahan, thrombosis,
embolus, hematoma, dan infeksi. (Price, 2005)
3.5.2 Akses Vaskular Internal (permanen)
Fistula AV diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia (1962) sebagai
respon terhadap banyaknya komplikasi yang ditimbulkan pirau Av. Fistula AV
dibuat melalui anatomosis arteri secara langsung ke vena.(biasanya arteria
Teknik Utama Vaskular Untuk Hemodialisa
Eksternal (sementara)
Pirau Arteriovenosa (AV) atau sistem kanula
Kateter Vena Femoralis (Lumen Shaldon dan Ganda)
Kateter Vena Subklavia
Internal (permanen)
Fistula AV
Tandur AV
radialis dan vena sefalika pergelangan tangan) pada lengan yang tidak dominan.
Hubungan dengan sistem dialisis dibuat dengan menempatkan satu jarum distal
(garis arteri) dan sebuah jarum lain diproksimal (garis vena) pada ven ayangg
sudah diarterialisasi tersebut. Umur rata-rata fistula AV adalah 4 tahun dan
komplikasinya lebih sedikit dibandingkan denga pirau AV. Masalah yang paling
utama adalah rasa nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, thrombosis,
kesulitan hemotasis pascadialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome).
(Price, 2005)
Pada beberapa kasus, pembuatan fistula pada pembuluh darah pasien
sendiri tidak dimungkinkan akibat adanya penyakit, kerusakan akibat prosedur
sebelumnya, atau ukuran kecil. Pada keadaan demikian, maka suatu tandur AV
dapat dianastomosiskan antara sebuah arteri dan vena, dimana tandur ini bekerja
sebagai saluran bagi aliran darah dan tempat penusukan selama dialisis. Tandur
akan membuat tonjolan dibawah kulit dan nampaknya seperti vena yang
menonjol. Tandur AV adalah sebuah tabung prustetik yang dibuat dari bahan
biologis atau bahan sintetik. Komplikasi tandur AV akan sama dengan fistula
AV yaitu thrombosis, infeksi, aneurisma, dan iskemia tangan yang disebabkan
oleh pirau darah melalui prostesis dan jauh dari sirkulasi distal (steal syndrome).
(Price, 2005)
3.6 JENIS
Ada tiga jenis hemodialisis :
a.) Hemodialisis konvensional.
Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu, selama sekitar 3-4 jam untuk
setiap perlakuan dimana darah pasien diambil, keluar melalui tabung dengan
kecepatan 200-400 ml/menit. Tabung terhubung ke jarum dimasukkan ke dalam
fistula dialisis atau cangkok. Darah kemudiann dipompa kembali ke dalam aliran
darah pasien melalui tabung lain. Skema prosedur tekanan darah pasien dimonitor,
dan jika itu menjadi rendah atau pasien mengembangkan tanda-tanda lain dari
volume darah seperti mual, petugas dialisis dapat mengelola cairan ekstra melalui
mesin. Selama perawatan seluruh volume darah pasien (sekitar 5000cc)
bersirkulasi melalui mesin setiap 15 menit.
b.) Hemodialisis harian.
Hemodialisis harian biasanya digunakan oleh pasien yang melakukan pencucian
darah sendiri di rumah. Hal ini lebih lembut ttetapi meembutuhkan akses lenih
sering. Hemodialisis harian biasanya dilakukan selama 2 jam, enam hari seminggu.
c.) Hemodialisis nokturnal.
Prosedur dialisis ini mirip dengan hemodialisis konvnsional, kecuali dilakukan
enam malan dalam seminggu dan 6-10 jam per sesi saat tidur. (TOH, 2008)
3.7 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan :
Tingkat kematian rendah.
Lebih mengantrol tekanan darah dank ram perut.
Kurang pembatasan diet.
Toleransi yang lebih baik, dan sedikit komplikasi.
Kekurangan :
Membutuhkan pasokan yang lebih seperti kualitas air yang tinggi dan listrik.
Membutuhkan teknologi yang handal seperti mesin dialisis.
Prosedur rumit dan membutuhkan pengasuh memiliki pengetahuan yang lebih.
Membutuhkan waktu untuk menyiapkan dan membesihkan mesin dialisis dan
beban mesin. (Daugirdas, 2007)
3.8 INDIKASI
Keputusan untuk memulai dialisis atau hemofiltration pada pasien dengan gagal
ginjal tergantung beberapa factor. Ini dapat dibagi menjadi indikasi akut atau kronis.
Indikasi untuk dialisis pada pada pasien dengan cidera ginjal akut adalah:
1. Asidosis metabolik, dalam situasi dimana koreksi dengan natrium bikarbonat tidak
praktis atau dapat mengakibatkan overload cairan.
2. Kelainan elektrolit seperti hiperkalemia.
3. Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan diuretic.
4. Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati atau perdarahan
gastrointestinal.
5. Keracunan, yaitu keracunan akut dengan zat dialyzable.
Indikasi untuk pasien dengan gagal ginjal kronis:
1. Gejala gagal ginjal.
2. Rendah LFG sering dianjrrkan untuk dimulai pada LFG kurang dari 10-15
mls/min/1,73 m2. Pada penderita diabetes dialisis dimulai sebelumnya.
3. Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan kalium serum dan atau
fosfor saat LFG rendah. (Irwin, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Long, B.C. 2001. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit edisi:6. Jakarta : EGC.
Reeves, C.S, Roux, G, lockhart. 2001. Medical- surgical Nursing. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, S dan Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sundarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar ilmu Penyalit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Dialisis. Bandung : PPI FK UNPAD
Materi Hemodialisis dari :
www.wikipedia.com diakses pada tanggal 29 Juli 2011. Pukul 10.45 WIB
Diposkan oleh Tri Widayanti di 01.17