Download - BAB I & II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap individu pada dasarnya selalu menginginkan untuk dapat hidup
sehat baik fisik maupun psikis. Namun pada kenyataannya, individu selalu
dihadapkan pada permasalahan kesehatan seperti mengalami suatu penyakit.
Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong
penyakit ringan dan ada pula yang tergolong penyakit berat dan berbahaya.
Penyakit yang tergolong berat dan berbahaya biasanya membutuhkan waktu
yang cukup lama dalam proses penyembuhannya, diperlukan pula tenaga dan
biaya yang cukup besar sehingga tidak jarang dapat mengganggu kondisi
emosional dan lama kelamaan dapat menimbulkan tekanan secara psikologis.
Salah satu penyakit yang tergolong berat yaitu penyakit CKD atau yang biasa
disebut gagal ginjal kronik (Azahra, 2013).
CKD atau gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak
mampu lagi mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. Begitu
banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis.
Penyebab tersebut bisa berasal dari ginjal itu sendiri dan bisa dari luar ginjal
(Muttaqin, 2011). Hilangnya fungsi ginjal secara progresif disebabkan oleh
eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vascular akibat diabetes
mellitus dan hipertensi yang berlangsung terus-menerus (Baradero, 2008).
1
Akan tetapi, apapun sebabnya respon yang terjadi adalah ginjal tidak mampu
lagi mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam darah
(Muttaqin, 2011).
Kasus gagal ginjal kronik di dunia semakin meningkat dengan peningkatan
lebih dari 50%. Pada tahun 2015, diperkirakan penyakit ini dapat menyebabkan
kematian hingga 36 juta penduduk di dunia (Republika, 2009). Menurut United
State Renal Data System (USRDS) (2012), di Amerika Serikat penyakit gagal
ginjal kronik meningkat prevalensinya sebesar 20-25% setiap tahunnya.
Sementara itu, gagal ginjal kronik menempati sepuluh besar angka kejadian
tertinggi penyakit tidak menular di Indonesia dengan angka kejadian pada tahun
2013 sebesar 0.2%. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang memiliki prevalensi kejadian gagal ginjal kronik pada tahun 2013 yang
cukup tinggi yaitu sebesar 0.2% (RISKESDAS, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekamedis Rumah Sakit Ahmad
Muchtar Bukittinggi, jumlah pasien pada tahun 2015 yang mengalami gagal
ginjal kronik yaitu sebanyak 1.056 orang. Data dari bulan januari sampai maret
2015 adalah sebanyak 232 orang.
Penyakit CKD atau gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang
memerlukan perawatan dan penanganan seumur hidup. Seminar tantang asuhan
keperawatan pada klien dengan CKD di RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
2
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan CKD di
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menguasai konsep penyakit CKD.
b. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
c. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
d. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
D. Manfaat
1. Bagi rumah sakit
Sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam meningkatkan asuhan
keperawatan bagi pasien dengan CKD.
2. Bagi mahasiswa
Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku pendidikan
sehingga dapat menambah wawasan mahasiswa di lapangan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GAGAL GINJAL KRONIK
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min (Suyono, et al, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
(Smeltzer & Bare, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah didefinisikan sebagai nilai laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang berada di bawah batas normal selama > 3 bulan.
(Davey, 2005).
4
Gambar 2.1 Kidney Disease
(Yulianti Mega, 2013)
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronis adalah kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa
metabolik dan kelebihan air dari darah yang disebabkan oleh hilangnya
sejumlah nefron fungsional yang bersifat irreversible.
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Menurut Muttaqin (2011), kondisi
5
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan di luar ginjal.
a. Penyebab dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polcytis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/ striktur.
b. Penyebab umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) SLE.
4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
5) Preeklamsia.
6) Obat-obatan.
7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
Banyak penyakit dapat menyebabkan gagal ginjal kronis, termasuk
glomerulonefritis (30%), nefritis interstisial dan nefropati refluks (20%),
penyakit ginjal polikistik (10%), diabetes mellitus (10%), hipertensi/
penyakit renovaskular (10%), uropati obstruktif, dan penyakit-penyakit lain
yang tidak diketahui (20%) (Davey, 2005).
6
3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Menurut Baradero (2008) fungsi normal dari ginjal adalah
mempertahankan keseimbangan natrium dan air, pengaturan tekanan darah,
ekskresi zat sisa metabolisme nitrogen, ekskresi kalium dan asam, dan fungsi
hormonal dalam bentuk produksi eritropoietin serta metabolisme vitamin D.
Gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan
cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun
kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin
minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron
yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi,
dan sekresinya serta mengalami hipertrofi (Baradero, 2008).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang
tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan
berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan
beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi, hipertensi akan
memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan
semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan
7
nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi
penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi
sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak
manifestasi pada setiap organ tubuh (Baradero, 2008).
Baradero (2008) menyatakan beberapa respon gangguan yang terjadi
yaitu :
a. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu
memekatkan urin (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan
(poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan
penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron.
Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan
kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.
Terjadi osmotic diuretic, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak
mampu menyaring urin (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi
kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka
akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
b. Ketidakseimbangan natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana
ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau
dapat meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium
8
berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi
kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium.
Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR
menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada
gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini
memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.
Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan
meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium.orang sehat
dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah
25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari,
maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium
dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.
c. Ketidakseimbangan kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka
hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urin output
dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi
karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan
karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada
penyakit tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini
akan menyebabkan ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia
9
persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat;
HCO3 menurun dan natrium bertahan.
d. Ketidakseimbangan asam basa
Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu
mengeksresikan ion hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi
renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan
pada umumnya penurunan eksresi H+ sebanding dengan penurunan GFR.
Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolism di dalam
tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler
tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat mempererat
ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh meineral
tulang. Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya
osteodistrofi.
e. Ketidakseimbangan magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun
secara progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada
hipermagnesiemia dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.
f. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor
Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid
hormone yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, mobilisasi dari
tulang,dan depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor.bila fungsi ginjal
menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi
10
sehingga timbul hyperparathyroidisme sekunder. Metabolism vitamin D
terganggu dan bila hipothyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan osteorenal distrofi.
g. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Kerusakan produksi eritropoietin.
2) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
3) Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi
gastrointestinal, dialysis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium.
4) Intake nutrisi tidak adekuat.
5) Defisiensi folat.
6) Defisiensi iron/ zat besi.
7) Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau
osteitis fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun.
h. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat
(terakumulasi). Kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit
ginjal karena peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan
peningkatan intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah indicator
yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama
dengan jumlah yang diproduksi tubuh (Muttaqin, 2011).
11
Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia; ginjal
mengeluarkan vasopresor (rennin). Kulit pasien juga mengalami
hiperpigmentasi serta kulit tampak kekuningan atau kecoklatan. Uremic
frosts adalah kristal deposit yang tampak pada pori-pori kulit. Sisa
metabolisme yang tidak dapat diekskresikan melalui kapiler kulit yang
halus sehingga tampak uremic frosts.
4. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Menurut Baradero (2008), gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan
penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan
pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut :
a. Penurunan cadangan ginjal
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal.
3) BUN dan kreatinin serum masih normal.
4) Pasien asimtomatik.
b. Insufisiensi ginjal
1) 75-80% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
4) Anemia ringan dan azotemia ringan.
5) Nokturia dan poliuria.
c. Gagal ginjal
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
12
2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
3) Anemia, azotemia dan asidosis metabolic.
4) Berat jenis urine.
5) Poliuria dan mokturia.
6) Gejala gagal ginjal.
d. End stage renal disease (ESRD)
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
3) BUN dan kreatinin tinggi.
4) Anemia, azotemia dan asidosis metabolic.
5) Berat jenis urin tetap 1,010
6) Oliguria.
7) Gejala gagal ginjal.
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the
National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi
apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus
filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau
lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menurut (K/DOQI) pada
tahun 2002 dalam Pranay (2010) yaitu:
a. Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90
mL/min/1.73 m2)
b. Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
c. Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
13
d. Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
e. Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)
Gambar 2.2 Stadium Gagal Ginjal Krinik
(Yulianti Mega, 2013)
5. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
a. Manifestasi klinis menurut Long (1996)
1) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.
2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritus mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
14
b. Manifestasi klinis menurut Smeltzer & Bare (2001)
1) Kardiovaskuler
a) Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b) Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
c) Edema periorbital
d) Friction rub pericardial
e) Pembesaran vena leher
2) Dermatologi
a) Warna kulit abu-abu mengkilat
b) Kulit kering bersisik
c) Pruritus
d) Ekimosis
e) Kuku tipis dan rapuh
f) Rambut tipis dan kasar
3) Pulmoner
a) Krekels
b) Sputum kental dan liat
c) Nafas dangkal
d) Pernafasan kussmaul
4) Gastrointestinal
a) Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b) Nafas berbau ammonia
c) Ulserasi dan perdarahan mulut
15
d) Konstipasi dan diare
e) Perdarahan saluran cerna
5) Neurologi
a) Tidak mampu konsentrasi
b) Kelemahan dan keletihan
c) Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
d) Disorientasi
e) Kejang
f) Rasa panas pada telapak kaki
g) Perubahan perilaku
6) Muskuloskeletal
a) Kram otot
b) Kekuatan otot hilang
c) Kelemahan pada tungkai
d) Fraktur tulang
e) Foot drop
7) Reproduktif
a) Amenore
b) Atrofi testekuler
16
6. WOC
17
18
7. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik
Menurut Muttaqin (2011), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
gagal ginjal kronik diantaranya :
a. Laboratorium
1) Laju endap darah : meninggi yang diperberat dengan adanya anemia
dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
2) Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antar ureum
dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang jika
ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes
Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia : umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
dieresis.
4) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D3 pada GGK.
5) Phosphate alkalin meninggi akibat gangguan metabolism tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
19
7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal (resistensi terhadapa pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
8) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal
ginjal.
b. Pemeriksaan Diagnostik Lain
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan dasar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai system pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati
asam urat.
3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih, dan prostat.
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vascular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
20
5) EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalimia).
8. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi. Menurut Muttaqin (2011) penatalaksanaan pada
gagal ginjal kronik yaitu sebagai berikut :
a. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang
harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan
pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan
EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah mengurangi
intake kalium, pemberian Na bikarbonat dan pemberian infuse glukosa.
c. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
21
d. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan
harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena
perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis
peritoneal dapat juga mengalami asidosis.
e. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal yang disertai
retensi natrium.
f. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien
GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
9. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastro intestinal.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
22
B. ASUHAN KEPERAWATAN GGK
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
Agama :
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya didapatkan biasanya bervariasi, mulai
dari BAK yang keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan , mual, muntah, kulit terasa
kering, mudah lelah walaupun tidak melakukan aktivitas, napas berbau
tidak enak dan gatal pada kulit dan biasanya pasien juga mengeluhkan
adanya pembengkakakn pada bagian tubuh tertentu ( lebih dominan pada
kaki ). biasanya juga klien dengan gagal ginjal kronik akan mengeluhkan
sesak nafas walaupun tidak melakukan aktivitas .
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk kasus gagal ginjal kronis kaji omset penurunan
pengeluaran BAK , penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau
amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi.
Biasanya pasien dengan gagal ginjal kronik pada riwayat
kesehatan sekarang masih mengeluhkan penurunan pengeluaan BAK,
tidak selera makan , mual, muntah, kulit terasa kering, mudah lelah
walaupun tidak melakukan aktivitas , napas berbau tidak enak dan
gatal pada kulit dan biasanya pasien juga mengeluhkan adanya
23
pembengkakakan pada bagian tubuh tertentu ( lebih dominan pada
kaki ) yang belum berkurang, biasanya juga klien dengan gagal ginjal
kronik akan mengeluhkan masih sesak nafas. biasanya keluarga klien
juga mengeluhkan klien mengalami penurunan kesadaran dan
gelisah.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna prostatik
hiperplasia, dan prosteksotomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit
DM , dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat obat-
oabtan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit GGK
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya , seperti diabetes
militus , hipertensi, dan adanya penyakit lain pada keluarga ( seperti
adanya keluarga yang menderita SLE, atau adanya riwayat TB paru)
yang dapat memperberat penyakit tersebut.
4) Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan
dialisis akan menyebabkan penderita akan mengalami gangguan pada
gambaran diri. Lamanya perawatan dan banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan ,
gangguan konsep diri ( gambaran diri )dan gangguan peran dalam
keluarga.
24
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum :
Lemah dan terlihat sakit berat
2) Tingkat kesadaran :
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi SSP.
3) TTV :
Tekanan darah meningkat
Pernapasan meningkat
Nadi meningkat
Suhu meningkat
4) Pemeriksaan fisik persistem
a) B1 (breathing )
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik ) sering di dapatkan
pada fase ini , respon uremia didapatkan adanya perrnafasan kusmaul .
Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
b) B2 (blood )
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultrasi perawat akan
menemkan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
pericardial. Didapatkan tandandan gejala gagal jantung kongestif. Td
meningkat, akral dingin, crt > 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina ,
dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan crah jantung akibat hiperkalemi dan
gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering di dapatkan adanya anemi. Anemi
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesigastrointestinal
uremik, peurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran gi, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
25
c) B3 ( brain )
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran ,disfungsi cerebral, seperti
perubahan prosesberfikir dan disorientasi. Klien sering di dapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, buning feet syndrome,
restlessleg syndrom, kram otot dan nyeri otot.
d) Sistem endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereks menurun pada laki-laki
akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menerun, sebab
lain juga di hubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul
gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai gangguan amenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut ( klirens kreatinin < 15 ml/
menit ) terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu
paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dpat menyebabkan
kebutuhan obat penuruna glukosa darah akan berkurang. Ganggun
metabolic lemak dan gangguan metabolik vitamin .
e) B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunn
lbido berat.
f) B5 ( bowel )
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
g) B6 ( bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
( memburuk saat malan hari )kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi ,
pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang , deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan
sendi, keterbatasan gerak sendi.
26
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
e. Pengkajian Diagnostik
1) Laboratorium
a) laju endap darah : meninnggi yang di perberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah
b) ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protin
dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
c) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :
biasanya terjad pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karen berkurangnya
sintesis vitain D3 pada GGK.
e) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isenzim fosfatase lindi tulang.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umumnya di sebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein
g) Peninggian gula darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer )
h) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, desebabkna
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
27
menurun, semuanya di sebabkan retensi asam- asam organik pada
gagal ginjal.
2) Pemeriksaan Diagnostik Lain
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya
batu atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebb irtu penderita di harapkan tidak puasa
b) Intra vena pielografi ( IVP ) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, diabetes militus, dan nefropati
asam urat.
c) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal , tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan ( vaskuler , parenkim, eksresi ) serta sisa fungsi ginjal.
e) EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda –
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit ( hiperkalemia).
28
ANALISA DATA
N
O
DATA ETIOLOGI MASAL
AH
1 DS:
Biasanya klien dengan
mengeluhkan sesak
nafas
Klien biasanya
mengeluhkan nafas
berbau tidak enak
DO:
Tampak adanya
pernafasan kusmaul
Klien tampak
menggunakan otot
bantu nafas
Klien biasanya tampak
nafas sesak/ meningkat
(normal : 16-24
X/Menit )
Asidosis metabolik
dengan kompensasi
respirasi
menunjukkan pH
yang menurun, BE
yang menurun, HCO3
yang menurun, PCO2
yang menurun.
Destruksi struktur ginjal
secara progresif
↓
GFR ↓ menyebabkan
kegaggalan
mempertahankan
metabolisme dan
keseimbangan cairan dan
elektrolit
↓
Penumpukan toksik
uremik di dalam darah ≠
cairan dan lektrolit
↓
Sindroma uremik
↓
Respon asidosi metabolic
dan sindrome uremia
pada sistem saraf dan
pernafasan ( pernafsan
kusmauul )
↓
pola nafas tidak efektif
pola nafas
tidak
efektif
2 DS:
Biasanya klien dengan
↓kerja ginjal ( glomerulus
)
Kelebihan
volume
29
GGK mengeluhkan
adanya bengkak pada
daerah tertentu ( dominan
pada kaki atau tangan )
Klien biasanya
mengeluhkan BAK yang
sedikit
Klien mengeluhkan
lemah
Klien mengeluhkan sesak
nafas
DO :
Biasanya BAK sedikit <
400 ml/ 24 jam
Biasanya Edema (+)
GFR ↓ ( 11, 68 )
EKG ; biasanya ada
aritmia ,ketidak
seimbangan elektrolit
(hiperfosfatemia,
hyperkalemia,
hipokalsemia )dan asam
basa
Biasa di dapatkan
peningkatan tekanan
darah dari hipertensi
ringan sampai berat
( normal 100-120/80-
90mmHg )
Biasanya klien tampak
gelisah
Klien biasa terlihat
↓
Filtrasi cairan dalam
tubuh ↓
↓
↓ GFR
↓
↓kemamuan eksesi
↓
Intake ≠output
↓
Penumpukan cairandalam
tubuh dan toksik uremik
dalam darah
cairan
30
anxietas (+)
Adanya azotemia
Biasanya terjadi
penurunan kesadaran
(somenolen sampai –
koma)
Hb dan hematokrit
menurun
Hipoalbuminemia
Hiponatremi
Hipokalsemia dan
hiperfosfatemia
3 Ds:
Biasanya klien
mengeluhkan ↓ nafsu
makan
Biasanya Klien
mengeluhkan mudah
lelah
Klien biasanya
mengeluhkan mual,
muntah
Klien mengeluhkan
mulut kering
Klien biasanya
mengeluhkan nafas
berbau tidak enak
DO :
Klien biasanya tampak
lemah
Klien biasanya tampak
mual dan muntah
Adanya gangguan fungsi
mukosasebagi karier
↓
Menyebabkan mukosa
lambung akan iritasi
karena ↑ asam lambung
( HCL )
↓
Merangsang medula
vomiting
↓
Mual, muntah
↓
Intake ke dalam tubuh
berkurang
Ketidakse
imbangan
nutrisi :
kurang
dari
kebutuha
n tubuh
31
Biasanya Mukosa bibir
klien tampak
mengelupas
32
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Pola nafas tidak efektif b.d kelemahan otot pernafasan
b. Kelebihan volume cairan b.d perubahan mekanisme regulasi peningkatan
permeabilitas dinding gromerulus.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat
d. Resiko penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan dan elktrolit.
e. Resiko peurunan perfusi serbral b.d penurunan pH pada cairan serebrospinal
sekunder dari asidosisi metabolic
f. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, sirkulasi
g. Kurang perngertahuan b.d kurang terpajan informasi
h. Gangguan aktivity daily living (ADL) b.d edema ekstremitas dan kelemahan
fisik secara umum
i. Kecemasa b.d prognosis penyakit , ancaman kondisi sakit , dan perubahn
kesehatan
j. Gangguan konsep diri ( gambaran diri ) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialisis , koping mal adaptif.
33
3. Intervensi keperawatan
NoDiagnos
aNOC NIC
1 Pola
nafas
tidak
efektif
b.d
kelemah
an otot
pernafas
an
NOC
respiratory status: ventilation
respiratory status: airway patency
vital sign status
KH :
mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dyspneu(mampu mengeluarkan sputum mampu bernafas dengan mudah,tidak ada pursed lips)
menunjukan jalan nafas yang paten(klien tidak merasa tercekik,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal
tanda-tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
4. Monitor respirasi dan status
O2
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas dari nadi
4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor sianosis perifer
2 Kelebihan NOC NIC : Fluid
34
volume cairan b.d perubahan mekanisme regulasi peningkatan permeabilitas dinding gromerulus
electrolit and acid base balance
fluid balance hydration
KH:
terbebas dari edema,efusi,anaskara
bunyi nafas bersih,tidak ada dyspneu
terbebas dari distensi vena jugularis
memelihara tekanan vena sentral,tekanan kapiler paru,autput jantung dan vital sign
terbebas dari kelehan,kecemasan atau kebingungan
menjelaskan indikator kelebihan cairan
managemet
1. timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. pertahankan catatan intake dan output jika diperlukan
3. monitor vital sign4. monitor indikasi
retensi/kelebihan cairan5. kaji lokasi dan luas edema6. monitor masukan
makanan/cairan dan hitung intake kalori
7. monitor status nutrisi8. kolaborasi pemberian
diuretik sesuai instruksi9. batasi masukan cairan
pada keadaan hiponatremia
10. kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebihsn muncul memburuk
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC :
Nutritional Status : Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Nutritional Status : nutrient Intake
Weight control
NIC : Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
35
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidk ada tanda tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula6. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit9. Monitor kekeringan,
36
rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
37