bab i & ii

57
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu pada dasarnya selalu menginginkan untuk dapat hidup sehat baik fisik maupun psikis. Namun pada kenyataannya, individu selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan seperti mengalami suatu penyakit. Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong penyakit ringan dan ada pula yang tergolong penyakit berat dan berbahaya. Penyakit yang tergolong berat dan berbahaya biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses penyembuhannya, diperlukan pula tenaga dan biaya yang cukup besar sehingga tidak jarang dapat mengganggu kondisi emosional dan lama kelamaan dapat menimbulkan tekanan secara psikologis. Salah satu penyakit yang tergolong berat yaitu penyakit CKD 1

Upload: emil-darmiza

Post on 06-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

text

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I & II

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap individu pada dasarnya selalu menginginkan untuk dapat hidup

sehat baik fisik maupun psikis. Namun pada kenyataannya, individu selalu

dihadapkan pada permasalahan kesehatan seperti mengalami suatu penyakit.

Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong

penyakit ringan dan ada pula yang tergolong penyakit berat dan berbahaya.

Penyakit yang tergolong berat dan berbahaya biasanya membutuhkan waktu

yang cukup lama dalam proses penyembuhannya, diperlukan pula tenaga dan

biaya yang cukup besar sehingga tidak jarang dapat mengganggu kondisi

emosional dan lama kelamaan dapat menimbulkan tekanan secara psikologis.

Salah satu penyakit yang tergolong berat yaitu penyakit CKD atau yang biasa

disebut gagal ginjal kronik (Azahra, 2013).

CKD atau gagal ginjal kronik terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak

mampu lagi mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk

kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. Begitu

banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis.

Penyebab tersebut bisa berasal dari ginjal itu sendiri dan bisa dari luar ginjal

(Muttaqin, 2011). Hilangnya fungsi ginjal secara progresif disebabkan oleh

eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vascular akibat diabetes

mellitus dan hipertensi yang berlangsung terus-menerus (Baradero, 2008).

1

Page 2: BAB I & II

Akan tetapi, apapun sebabnya respon yang terjadi adalah ginjal tidak mampu

lagi mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

sehingga terjadi penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam darah

(Muttaqin, 2011).

Kasus gagal ginjal kronik di dunia semakin meningkat dengan peningkatan

lebih dari 50%. Pada tahun 2015, diperkirakan penyakit ini dapat menyebabkan

kematian hingga 36 juta penduduk di dunia (Republika, 2009). Menurut United

State Renal Data System (USRDS) (2012), di Amerika Serikat penyakit gagal

ginjal kronik meningkat prevalensinya sebesar 20-25% setiap tahunnya.

Sementara itu, gagal ginjal kronik menempati sepuluh besar angka kejadian

tertinggi penyakit tidak menular di Indonesia dengan angka kejadian pada tahun

2013 sebesar 0.2%. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia

yang memiliki prevalensi kejadian gagal ginjal kronik pada tahun 2013 yang

cukup tinggi yaitu sebesar 0.2% (RISKESDAS, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekamedis Rumah Sakit Ahmad

Muchtar Bukittinggi, jumlah pasien pada tahun 2015 yang mengalami gagal

ginjal kronik yaitu sebanyak 1.056 orang. Data dari bulan januari sampai maret

2015 adalah sebanyak 232 orang.

Penyakit CKD atau gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang

memerlukan perawatan dan penanganan seumur hidup. Seminar tantang asuhan

keperawatan pada klien dengan CKD di RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi.

2

Page 3: BAB I & II

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan CKD di

RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menguasai konsep penyakit CKD.

b. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa

keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan

perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.

c. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat

mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.

d. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung

serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

D. Manfaat

1. Bagi rumah sakit

Sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam meningkatkan asuhan

keperawatan bagi pasien dengan CKD.

2. Bagi mahasiswa

Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku pendidikan

sehingga dapat menambah wawasan mahasiswa di lapangan.

3

Page 4: BAB I & II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GAGAL GINJAL KRONIK

1. Definisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan

cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50

mL/min (Suyono, et al, 2006).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.

(Smeltzer & Bare, 2001).

Gagal ginjal kronik adalah didefinisikan sebagai nilai laju filtrasi

glomerulus (GFR) yang berada di bawah batas normal selama > 3 bulan.

(Davey, 2005).

4

Page 5: BAB I & II

Gambar 2.1 Kidney Disease

(Yulianti Mega, 2013)

Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal

kronis adalah kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa

metabolik  dan kelebihan air dari darah yang disebabkan oleh hilangnya

sejumlah nefron fungsional yang bersifat irreversible.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal

ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah

penurunan fungsi ginjal secara progresif. Menurut Muttaqin (2011), kondisi

5

Page 6: BAB I & II

klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari

ginjal sendiri dan di luar ginjal.

a. Penyebab dari ginjal

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis.

2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.

3) Batu ginjal: nefrolitiasis.

4) Kista di ginjal: polcytis kidney.

5) Trauma langsung pada ginjal.

6) Keganasan pada ginjal.

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/ striktur.

b. Penyebab umum di luar ginjal

1) Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia.

3) SLE.

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.

5) Preeklamsia.

6) Obat-obatan.

7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).

Banyak penyakit dapat menyebabkan gagal ginjal kronis, termasuk

glomerulonefritis (30%), nefritis interstisial dan nefropati refluks (20%),

penyakit ginjal polikistik (10%), diabetes mellitus (10%), hipertensi/

penyakit renovaskular (10%), uropati obstruktif, dan penyakit-penyakit lain

yang tidak diketahui (20%) (Davey, 2005).

6

Page 7: BAB I & II

3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Baradero (2008) fungsi normal dari ginjal adalah

mempertahankan keseimbangan natrium dan air, pengaturan tekanan darah,

ekskresi zat sisa metabolisme nitrogen, ekskresi kalium dan asam, dan fungsi

hormonal dalam bentuk produksi eritropoietin serta metabolisme vitamin D.

Gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan

cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi

dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun

kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin

minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron

yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi,

dan sekresinya serta mengalami hipertrofi (Baradero, 2008).

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang

tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron

tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini

tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk

meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-

nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan

berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan

beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi, hipertensi akan

memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan

filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan

semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan

7

Page 8: BAB I & II

nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi

penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi

sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak

manifestasi pada setiap organ tubuh (Baradero, 2008).

Baradero (2008) menyatakan beberapa respon gangguan yang terjadi

yaitu :

a. Ketidakseimbangan cairan

Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu

memekatkan urin (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan

(poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan

penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron.

Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan

kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.

Terjadi osmotic diuretic, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.

Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak

mampu menyaring urin (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi

kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka

akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.

b. Ketidakseimbangan natrium

Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana

ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau

dapat meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium

8

Page 9: BAB I & II

berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi

kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium.

Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR

menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada

gangguan gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini

memperburuk hiponatremia dan dehidrasi.

Pada GGK yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan

meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai natrium.orang sehat

dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah

25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari,

maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium

dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.

c. Ketidakseimbangan kalium

Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka

hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium

berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urin output

dipertahankan, kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi

karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,

hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan

karakteristik dari tahap uremia.

Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada

penyakit tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, dimana kondisi ini

akan menyebabkan ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia

9

Page 10: BAB I & II

persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat;

HCO3 menurun dan natrium bertahan.

d. Ketidakseimbangan asam basa

Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu

mengeksresikan ion hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi

renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan

pada umumnya penurunan eksresi H+ sebanding dengan penurunan GFR.

Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolism di dalam

tubuh dan tidak difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler

tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat mempererat

ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh meineral

tulang. Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya

osteodistrofi.

e. Ketidakseimbangan magnesium

Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun

secara progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi.

Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada

hipermagnesiemia dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.

f. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor

Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid

hormone yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, mobilisasi dari

tulang,dan depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor.bila fungsi ginjal

menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi

10

Page 11: BAB I & II

sehingga timbul hyperparathyroidisme sekunder. Metabolism vitamin D

terganggu dan bila hipothyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat

mengakibatkan osteorenal distrofi.

g. Anemia

Penurunan Hb disebabkan oleh hal-hal berikut.

1) Kerusakan produksi eritropoietin.

2) Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.

3) Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi

gastrointestinal, dialysis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan

laboratorium.

4) Intake nutrisi tidak adekuat.

5) Defisiensi folat.

6) Defisiensi iron/ zat besi.

7) Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau

osteitis fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun.

h. Ureum kreatinin

Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat

(terakumulasi). Kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit

ginjal karena peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan

peningkatan intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah indicator

yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama

dengan jumlah yang diproduksi tubuh (Muttaqin, 2011).

11

Page 12: BAB I & II

Tekanan darah meningkat karena adanya hipervolemia; ginjal

mengeluarkan vasopresor (rennin). Kulit pasien juga mengalami

hiperpigmentasi serta kulit tampak kekuningan atau kecoklatan. Uremic

frosts adalah kristal deposit yang tampak pada pori-pori kulit. Sisa

metabolisme yang tidak dapat diekskresikan melalui kapiler kulit yang

halus sehingga tampak uremic frosts.

4. Stadium Gagal Ginjal Kronik

Menurut Baradero (2008), gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan

penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan

pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut :

a. Penurunan cadangan ginjal

1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.

2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal.

3) BUN dan kreatinin serum masih normal.

4) Pasien asimtomatik.

b. Insufisiensi ginjal

1) 75-80% nefron tidak berfungsi.

2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.

3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.

4) Anemia ringan dan azotemia ringan.

5) Nokturia dan poliuria.

c. Gagal ginjal

1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.

12

Page 13: BAB I & II

2) BUN dan kreatinin serum meningkat.

3) Anemia, azotemia dan asidosis metabolic.

4) Berat jenis urine.

5) Poliuria dan mokturia.

6) Gejala gagal ginjal.

d. End stage renal disease (ESRD)

1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.

2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.

3) BUN dan kreatinin tinggi.

4) Anemia, azotemia dan asidosis metabolic.

5) Berat jenis urin tetap 1,010

6) Oliguria.

7) Gejala gagal ginjal.

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the

National Kidney Foundation (NKF) menyatakan gagal ginjal kronik terjadi

apabila berlaku kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus

filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau

lebih. Berikut adalah tahap yang telah ditetapkan menurut (K/DOQI) pada

tahun 2002 dalam Pranay (2010) yaitu:

a. Stage 1: Kidney damage with normal or increased GFR (>90

mL/min/1.73 m2)

b. Stage 2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)

c. Stage 3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)

13

Page 14: BAB I & II

d. Stage 4: Severe reduction in GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)

e. Stage 5: Kidney failure (GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

Gambar 2.2 Stadium Gagal Ginjal Krinik

(Yulianti Mega, 2013)

5. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik

a. Manifestasi klinis menurut Long (1996)

1) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat

badan berkurang, mudah tersinggung, depresi.

2) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas

dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem

yang disertai lekukan, pruritus mungkin tidak ada tapi mungkin juga

sangat parah.

14

Page 15: BAB I & II

b. Manifestasi klinis menurut Smeltzer & Bare (2001)

1) Kardiovaskuler

a) Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis

b) Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)

c) Edema periorbital

d) Friction rub pericardial

e) Pembesaran vena leher

2) Dermatologi

a) Warna kulit abu-abu mengkilat

b) Kulit kering bersisik

c) Pruritus

d) Ekimosis

e) Kuku tipis dan rapuh

f) Rambut tipis dan kasar

3) Pulmoner

a) Krekels

b) Sputum kental dan liat

c) Nafas dangkal

d) Pernafasan kussmaul

4) Gastrointestinal

a) Anoreksia, mual, muntah, cegukan

b) Nafas berbau ammonia

c) Ulserasi dan perdarahan mulut

15

Page 16: BAB I & II

d) Konstipasi dan diare

e) Perdarahan saluran cerna

5) Neurologi

a) Tidak mampu konsentrasi

b) Kelemahan dan keletihan

c) Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran

d) Disorientasi

e) Kejang

f) Rasa panas pada telapak kaki

g) Perubahan perilaku

6) Muskuloskeletal

a) Kram otot

b) Kekuatan otot hilang

c) Kelemahan pada tungkai

d) Fraktur tulang

e) Foot drop

7) Reproduktif

a) Amenore

b) Atrofi testekuler

16

Page 17: BAB I & II

6. WOC

17

Page 18: BAB I & II

18

Page 19: BAB I & II

7. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik

Menurut Muttaqin (2011), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada

gagal ginjal kronik diantaranya :

a. Laboratorium

1) Laju endap darah : meninggi yang diperberat dengan adanya anemia

dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah

retikulosit yang rendah.

2) Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antar ureum

dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan bisa meninggi oleh

karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan

steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang jika

ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes

Klirens Kreatinin yang menurun.

3) Hiponatremia : umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :

biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya

dieresis.

4) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya

sintesis vitamin D3 pada GGK.

5) Phosphate alkalin meninggi akibat gangguan metabolism tulang,

terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.

6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

19

Page 20: BAB I & II

7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada

gagal ginjal (resistensi terhadapa pengaruh insulin pada jaringan

perifer).

8) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan

peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

9) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH

yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang

menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal

ginjal.

b. Pemeriksaan Diagnostik Lain

1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan dasar ginjal (adanya

batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk

keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

2) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai system pelviokalises dan

ureter. Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada

keadaan tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati

asam urat.

3) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih, dan prostat.

4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan (vascular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.

20

Page 21: BAB I & II

5) EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-

tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalimia).

8. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit

dan mencegah komplikasi. Menurut Muttaqin (2011) penatalaksanaan pada

gagal ginjal kronik yaitu sebagai berikut :

a. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah gagal ginjal yang

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis

memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan

natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan

perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.

b. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena

hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang

harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan

pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan

EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah mengurangi

intake kalium, pemberian Na bikarbonat dan pemberian infuse glukosa.

c. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor

defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat

diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi

yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.

21

Page 22: BAB I & II

d. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan

harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau

parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena

perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis

peritoneal dapat juga mengalami asidosis.

e. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan

vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan

hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal yang disertai

retensi natrium.

f. Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien

GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

9. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang

memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :

a. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diet berlebih.

b. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,

angiotensin, aldosteron.

d. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastro intestinal.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

22

Page 23: BAB I & II

B. ASUHAN KEPERAWATAN GGK

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Pekerjaan :

Agama :

b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang biasanya didapatkan biasanya bervariasi, mulai

dari BAK yang keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai

penurunan kesadaran, tidak selera makan , mual, muntah, kulit terasa

kering, mudah lelah walaupun tidak melakukan aktivitas, napas berbau

tidak enak dan gatal pada kulit dan biasanya pasien juga mengeluhkan

adanya pembengkakakn pada bagian tubuh tertentu ( lebih dominan pada

kaki ). biasanya juga klien dengan gagal ginjal kronik akan mengeluhkan

sesak nafas walaupun tidak melakukan aktivitas .

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Untuk kasus gagal ginjal kronis kaji omset penurunan

pengeluaran BAK , penurunan kesadaran, perubahan pola napas,

kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau

amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi.

Biasanya pasien dengan gagal ginjal kronik pada riwayat

kesehatan sekarang masih mengeluhkan penurunan pengeluaan BAK,

tidak selera makan , mual, muntah, kulit terasa kering, mudah lelah

walaupun tidak melakukan aktivitas , napas berbau tidak enak dan

gatal pada kulit dan biasanya pasien juga mengeluhkan adanya

23

Page 24: BAB I & II

pembengkakakan pada bagian tubuh tertentu ( lebih dominan pada

kaki ) yang belum berkurang, biasanya juga klien dengan gagal ginjal

kronik akan mengeluhkan masih sesak nafas. biasanya keluarga klien

juga mengeluhkan klien mengalami penurunan kesadaran dan

gelisah.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,

payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna prostatik

hiperplasia, dan prosteksotomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu

saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit

DM , dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi

predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat obat-

oabtan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat

kemudian dokumentasikan.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit GGK

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya , seperti diabetes

militus , hipertensi, dan adanya penyakit lain pada keluarga ( seperti

adanya keluarga yang menderita SLE, atau adanya riwayat TB paru)

yang dapat memperberat penyakit tersebut.

4) Riwayat Psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan

dialisis akan menyebabkan penderita akan mengalami gangguan pada

gambaran diri. Lamanya perawatan dan banyaknya biaya perawatan

dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan ,

gangguan konsep diri ( gambaran diri )dan gangguan peran dalam

keluarga.

24

Page 25: BAB I & II

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum :

Lemah dan terlihat sakit berat

2) Tingkat kesadaran :

menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi SSP.

3) TTV :

Tekanan darah meningkat

Pernapasan meningkat

Nadi meningkat

Suhu meningkat

4) Pemeriksaan fisik persistem

a) B1 (breathing )

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik ) sering di dapatkan

pada fase ini , respon uremia didapatkan adanya perrnafasan kusmaul .

Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan

pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

b) B2 (blood )

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultrasi perawat akan

menemkan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi

pericardial. Didapatkan tandandan gejala gagal jantung kongestif. Td

meningkat, akral dingin, crt > 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina ,

dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi

perifer sekunder dari penurunan crah jantung akibat hiperkalemi dan

gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.

Pada sistem hematologi sering di dapatkan adanya anemi. Anemi

sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesigastrointestinal

uremik, peurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya

dari saluran gi, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari

trombositopenia.

25

Page 26: BAB I & II

c) B3 ( brain )

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran ,disfungsi cerebral, seperti

perubahan prosesberfikir dan disorientasi. Klien sering di dapatkan

adanya kejang, adanya neuropati perifer, buning feet syndrome,

restlessleg syndrom, kram otot dan nyeri otot.

d) Sistem endokrin

Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereks menurun pada laki-laki

akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menerun, sebab

lain juga di hubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul

gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai gangguan amenorea.

Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut ( klirens kreatinin < 15 ml/

menit ) terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu

paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dpat menyebabkan

kebutuhan obat penuruna glukosa darah akan berkurang. Ganggun

metabolic lemak dan gangguan metabolik vitamin .

e) B4 (bladder)

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunn

lbido berat.

f) B5 ( bowel )

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder

dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran

cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari

kebutuhan.

g) B6 ( bone)

Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki

( memburuk saat malan hari )kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi ,

pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit,

fraktur tulang , deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan

sendi, keterbatasan gerak sendi.

26

Page 27: BAB I & II

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari

anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

e. Pengkajian Diagnostik

1) Laboratorium

a) laju endap darah : meninnggi yang di perberat oleh adanya anemia,

dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah

retikulosit yang rendah

b) ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum

dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi

oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,

pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini

berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protin

dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.

c) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :

biasanya terjad pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya

diuresis.

d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karen berkurangnya

sintesis vitain D3 pada GGK.

e) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,

terutama isenzim fosfatase lindi tulang.

f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umumnya di sebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein

g) Peninggian gula darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat

pada gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan

perifer )

h) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, desebabkna

peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

i) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH

yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang

27

Page 28: BAB I & II

menurun, semuanya di sebabkan retensi asam- asam organik pada

gagal ginjal.

2) Pemeriksaan Diagnostik Lain

a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya

batu atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi akan memperburuk

keadaan ginjal, oleh sebb irtu penderita di harapkan tidak puasa

b) Intra vena pielografi ( IVP ) untuk menilai sistem pelviokalises dan

ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada

keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, diabetes militus, dan nefropati

asam urat.

c) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal , tebal parenkim ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih dan prostat.

d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan ( vaskuler , parenkim, eksresi ) serta sisa fungsi ginjal.

e) EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda –

tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit ( hiperkalemia).

28

Page 29: BAB I & II

ANALISA DATA

N

O

DATA ETIOLOGI MASAL

AH

1 DS:

Biasanya klien dengan

mengeluhkan sesak

nafas

Klien biasanya

mengeluhkan nafas

berbau tidak enak

DO:

Tampak adanya

pernafasan kusmaul

Klien tampak

menggunakan otot

bantu nafas

Klien biasanya tampak

nafas sesak/ meningkat

(normal : 16-24

X/Menit )

Asidosis metabolik

dengan kompensasi

respirasi

menunjukkan pH

yang menurun, BE

yang menurun, HCO3

yang menurun, PCO2

yang menurun.

Destruksi struktur ginjal

secara progresif

GFR ↓ menyebabkan

kegaggalan

mempertahankan

metabolisme dan

keseimbangan cairan dan

elektrolit

Penumpukan toksik

uremik di dalam darah ≠

cairan dan lektrolit

Sindroma uremik

Respon asidosi metabolic

dan sindrome uremia

pada sistem saraf dan

pernafasan ( pernafsan

kusmauul )

pola nafas tidak efektif

pola nafas

tidak

efektif

2 DS:

Biasanya klien dengan

↓kerja ginjal ( glomerulus

)

Kelebihan

volume

29

Page 30: BAB I & II

GGK mengeluhkan

adanya bengkak pada

daerah tertentu ( dominan

pada kaki atau tangan )

Klien biasanya

mengeluhkan BAK yang

sedikit

Klien mengeluhkan

lemah

Klien mengeluhkan sesak

nafas

DO :

Biasanya BAK sedikit <

400 ml/ 24 jam

Biasanya Edema (+)

GFR ↓ ( 11, 68 )

EKG ; biasanya ada

aritmia ,ketidak

seimbangan elektrolit

(hiperfosfatemia,

hyperkalemia,

hipokalsemia )dan asam

basa

Biasa di dapatkan

peningkatan tekanan

darah dari hipertensi

ringan sampai berat

( normal 100-120/80-

90mmHg )

Biasanya klien tampak

gelisah

Klien biasa terlihat

Filtrasi cairan dalam

tubuh ↓

↓ GFR

↓kemamuan eksesi

Intake ≠output

Penumpukan cairandalam

tubuh dan toksik uremik

dalam darah

cairan

30

Page 31: BAB I & II

anxietas (+)

Adanya azotemia

Biasanya terjadi

penurunan kesadaran

(somenolen sampai –

koma)

Hb dan hematokrit

menurun

Hipoalbuminemia

Hiponatremi

Hipokalsemia dan

hiperfosfatemia

3 Ds:

Biasanya klien

mengeluhkan ↓ nafsu

makan

Biasanya Klien

mengeluhkan mudah

lelah

Klien biasanya

mengeluhkan mual,

muntah

Klien mengeluhkan

mulut kering

Klien biasanya

mengeluhkan nafas

berbau tidak enak

DO :

Klien biasanya tampak

lemah

Klien biasanya tampak

mual dan muntah

Adanya gangguan fungsi

mukosasebagi karier

Menyebabkan mukosa

lambung akan iritasi

karena ↑ asam lambung

( HCL )

Merangsang medula

vomiting

Mual, muntah

Intake ke dalam tubuh

berkurang

Ketidakse

imbangan

nutrisi :

kurang

dari

kebutuha

n tubuh

31

Page 32: BAB I & II

Biasanya Mukosa bibir

klien tampak

mengelupas

32

Page 33: BAB I & II

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Pola nafas tidak efektif b.d kelemahan otot pernafasan

b. Kelebihan volume cairan b.d perubahan mekanisme regulasi peningkatan

permeabilitas dinding gromerulus.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang

tidak adekuat

d. Resiko penurunan curah jantung b.d ketidakseimbangan cairan dan elktrolit.

e. Resiko peurunan perfusi serbral b.d penurunan pH pada cairan serebrospinal

sekunder dari asidosisi metabolic

f. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, sirkulasi

g. Kurang perngertahuan b.d kurang terpajan informasi

h. Gangguan aktivity daily living (ADL) b.d edema ekstremitas dan kelemahan

fisik secara umum

i. Kecemasa b.d prognosis penyakit , ancaman kondisi sakit , dan perubahn

kesehatan

j. Gangguan konsep diri ( gambaran diri ) berhubungan dengan penurunan

fungsi tubuh, tindakan dialisis , koping mal adaptif.

33

Page 34: BAB I & II

3. Intervensi keperawatan

NoDiagnos

aNOC NIC

1 Pola

nafas

tidak

efektif

b.d

kelemah

an otot

pernafas

an

NOC

respiratory status: ventilation

respiratory status: airway patency

vital sign status

KH :

mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dyspneu(mampu mengeluarkan sputum mampu bernafas dengan mudah,tidak ada pursed lips)

menunjukan jalan nafas yang paten(klien tidak merasa tercekik,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal

tanda-tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Airway Management

1. Buka jalan nafas, guanakan

teknik chin lift atau jaw

thrust bila perlu

2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

3. Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara

tambahan

4. Monitor respirasi dan status

O2

Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan

RR

2. Catat adanya fluktuasi

tekanan darah

3. Monitor kualitas dari nadi

4. Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

5. Monitor suara paru

6. Monitor pola pernapasan

abnormal

7. Monitor sianosis perifer

2 Kelebihan NOC NIC : Fluid

34

Page 35: BAB I & II

volume cairan b.d perubahan mekanisme regulasi peningkatan permeabilitas dinding gromerulus

electrolit and acid base balance

fluid balance hydration

KH:

terbebas dari edema,efusi,anaskara

bunyi nafas bersih,tidak ada dyspneu

terbebas dari distensi vena jugularis

memelihara tekanan vena sentral,tekanan kapiler paru,autput jantung dan vital sign

terbebas dari kelehan,kecemasan atau kebingungan

menjelaskan indikator kelebihan cairan

managemet

1. timbang popok/pembalut jika diperlukan

2. pertahankan catatan intake dan output jika diperlukan

3. monitor vital sign4. monitor indikasi

retensi/kelebihan cairan5. kaji lokasi dan luas edema6. monitor masukan

makanan/cairan dan hitung intake kalori

7. monitor status nutrisi8. kolaborasi pemberian

diuretik sesuai instruksi9. batasi masukan cairan

pada keadaan hiponatremia

10. kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebihsn muncul memburuk

3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

NOC :

Nutritional Status : Nutritional Status :

food and Fluid Intake

Nutritional Status : nutrient Intake

Weight control

NIC : Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk

35

Page 36: BAB I & II

Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan

Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Tidk ada tanda tanda malnutrisi

Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

meningkatkan protein dan vitamin C

5. Berikan substansi gula6. Yakinkan diet yang

dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).

8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam batas normal

2. Monitor adanya penurunan berat badan

3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

5. Monitor lingkungan selama makan

6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

8. Monitor turgor kulit9. Monitor kekeringan,

36

Page 37: BAB I & II

rambut kusam, dan mudah patah

10. Monitor mual dan muntah

11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

12. Monitor makanan kesukaan

13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

15. Monitor kalori dan intake nuntrisi

16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

37