Download - autoimun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan
kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B,
sel T atau keduanya. Potensi autoimun ditemukan pada semua individu oleh karena
limfosit dapat mengeskpresikan reseptor spesifik untuk banyak self antifen.
Autoimun terjadi karena self-antigen dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta
diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan
dan berbagai organ. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam
pathogenesis penyakit autoimun.
Penyakit AutoImune adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah
mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru
dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya
penyakit autoimmune tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam
melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang
terbentuk.
Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa
respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri
dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara
efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat
memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit
autoimmune terjadi karena kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya.
Dalam populasi, sekitar 3,5% orang menderita penyakit autoimun. 94% dari jumlah
tersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes mellitus tipe 1, anemia
pernisiosa, artritis rheumatoid, tiroiditis, vitiligo dan sclerosis multiple. Penyakit
ditemukan lebih banyak pada wanita (2,7 x dibandingkan pria), diduga karena hormon.
1.2 Rumusan Masalah
Apa itu autoimmune?
Apa penyebab dan mekanisme autoimmune bisa terjadi?
Apa saja jenis penyakit autoimmune?
Bagaimana cara mendiagnosa dan mengobati autoimmune?
1.3 Tujuan
Mengetahui arti dari autoimun itu sendiri.
Menjelaskan penyebab dan mekanisme autoimun bisa terjadi.
Mengetahui jenis penyakit autoimun.
Menjelaskan cara mendiagnosa dan mengobati autoimun.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 AUTOIMUNITAS
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan
oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B,
sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang
bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang
membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan
pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk
mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan
jaringan.
Setiap penyakit yang dihasilkan dari seperti respon imun yang menyimpang,
kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun
disebut penyakit autoimun.
Penyakit Autoimune adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah
mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru
dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit
autoimun tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu
penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah
molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus,
atau sel kanker). Beberapa antigen, seperti molekul serbuk sari atau makanan, ada di
mereka sendiri.
Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen.
Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau
berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendirii. Tetapi,
sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai
antibodi asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan
menyerang jaringan tubuh sendiri.
Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan
jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang
menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak
terjadi.
2.1.1 Penyebab Utama Penyakit Autoimmune
Genetik : Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen Major
Histocompatibility Complex (MHC) dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit
autoimmune. Gen MHC ada pada semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori
pokok molekul yang membentuk bagian dari sel membran dan seluruh bagian
membran. Secara khusus gen tersebut memiliki peranan dalam menseleksi antigen
yang dapat dikenali oleh sel-T. Sebuah analisa keturunan dari anjing beardies
menunjukan bahwa hypoadrenocorticism mempengaruhi sifat keturunan yang
dihasilkan. Kejadian ini disebabkan adanya autosomal recessive gene yang
melakukan penetrasi secara tidak lengkap.
Para peneliti berharap dapat mengidentifikasi gen atau gen-gen pada satu atau
lebih loci yang memiliki hubungan dengan hypoadrenocorticism. Analisa pedigree
pada populasi besar Old English Sheepdogs dan breeds lainnya yang pada populasi
lebih kecil, menunjukkan bahwa hampir semua kasus autoimmune terjadi pada
hewan yang memiliki darah segaris. Namun demikian data tersebut juga menjelaskan
bahwa anjing-anjing yang dalam segaris keturunan tidak selalu menderita penyakit
autoimmune dimana mayoritas dalam kondisi normal, sehat walaupun beberapa
menderita gangguan subklinis penyakit autoimmune. Kesimpulan yang dapat ditarik
dari kasus diatas bahwa ; Tampaknya anjing memiliki kecendurungan secara genetik
untuk menderita penyakit autoimmune.
Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau kelompok gen sebagai
predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai tambahan, individu anggota
suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat berperan dalam membentuk
abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune walaupun
mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit autoimmune
lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus, maka keturunannya
dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan lainnya penderita
Rheumatoid arthritis.
2.1.2 Faktor yang Berperan pada Automunitas
1. Infeksi dan Kemiripan Molekular
Banyak infeksi yang menunjukkan hubungan dengan penyakit autoimun
tertentu. Beberapa penyakit memiliki epitope yang sama dengan antigen sendiri.
Respon imun yang timbul terhadap bakteri tersebut bermula pada rangsangan
terhadap sel T yang selanjutnya merangsang sel B untuk membentuk
autoantibodi.
Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya eksaserbasi
autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak dapat ditemukan.
Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab mikroba, tetapi merupakan akibat
respon imun terhadap jaringan pejamu yang rusak. Contoh penyakit yang
ditimbulkan oleh kemiripan dengan antigen sendiri adalah demam reuma pasca
infeksi streptokok, disebabkan antibodi terhadap streptokok yang diikat jantung
dan menimbulkan miokarditis.
2. Sequestered Antigen
Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya,
tidak terpapar dengan sistem imun. Pada keadaan normal,sequestered
antigen tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Perubahan anatomik dalam
jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia atau trauma),
dapat memajankan sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi
pada keadaan normal. Contohnya protein intraoktakular pada sperma.
3. Kegagalan Autoregulasi
Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis. Gangguan
dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respon MHC,
kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-β) dan gangguan respon terhadap IL-2.
Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr. Bila
terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka sel Th dapat dirangsang sehingga
menimbulkan autoimunitas.
4. Aktivasi Sel B Poliklonal
Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus
(EBV), LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung
yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri atas berbagai
autoantibodi.
5. Obat-obatan
Antigen asing dapat diikat oleh permukaan sel dan menimbulkan reaksi
kimia dengan antigen permukaan sel tersebut yang dapat mengubah
imunogenitasnya. Trombositopenia dan anemia merupakan contoh-contoh umum
dari penyakit autoimun yang dicetuskan obat. Mekanisme terjadinya reaksi
autoimun pada umumnya belum diketahui dengan jelas. Pada seseorang yang
mendapat prokainamid dapat ditemukan antibodi antinuklear dan timbul sindroma
berupa LES. Antibodi menghilang bila obat dihentikan.
6. Faktor Keturunan
Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetic. Meskipun
sudah diketahui adanya kecendrungan terjadinya penyakit pada keluarga, tetapi
bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah kompleks dan diduga
terjadi atas pengaruh beberapa gen.
2.1.3 Mekanisme Kejadian Penyakit Autoimmune
Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan
berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi
dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk
melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk
mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau
bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi kegagalan untuk mengenali
beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998).
Ada 80 grup Penyakit autoimmune serius pada manusia yang memberikan
tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh bagian tubuh manusia.
Gejala-gejala yang ditimbulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal,
endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya, mata, darah, dan pembuluh darah.
Pada gangguan penyakit tersebut diatas, problema pokoknya adalah terjadinya
gangguan sistem immune yang menyebabkan terjadinya salah arah sehingga merusak
berbagai organ yang seharusnya dilindunginya.
2.1.4 Apakah Menular ?
Belum pernah dibuktikan bahwa penyakit autoimmune ini bersifat menular.
Penyakit autoimmune tidak menyebar kepada individu lainnya sebagaimana penyakit
infeksi. Penyakit ini tidak sebagaimana AIDS demikian pula tidak sebagaimana
kanker. Gen individu penderita penyakit autoimmune memiliki konstribusi terhadap
penularan penyakit autoimmune. Penyakit tertentu seperti Psoriasis dapat terjadi
diantara beberapa anggota keluarga (NIH, 1998).
2.2 PENYAKIT AUTOIMMUNE (PSORIASIS)
Contoh penyakit autoimun meliputi penyakit seliaka, diabetes mellitus tipe 1
(IDDM), lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Sjögren, Churg-Strauss Syndrome,
tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, purpura idiopatik thrombocytopenic, dan
rheumatoid arthritis (RA).
Beberapa ganguan autoimun yang sering terjadi seperti radang sendi rheumatoid,
lupus erythematosus sistemik (lupus), dan vasculitis, diantaranya. Penyakit tambahan yang
diyakini berhubungan dengan autoimun seperti glomerulonephritis, penyakit Addison,
penyakit campuran jaringan ikat, sindroma Sjogren, sclerosis sistemik progresif, dan
beberapa kasus infertilitas.
Ada beberapa penyakit autoimmune dan masing-masing dapat berdampak pada
tubuh dengan berbagai model, sebagai contoh; reaksi autoimmune berlangsung menyerang
otak pada kasus multiple sclerosis dan menyerang saluran pencernaan pada kasus penyakit
Churg-Strauss. Pada kasus penyakit autoimmune lainnya, seperti lupus erythematosus
(lupus), berdampak pada jaringan dan organ-organ yang bervariasi antar individu dengan
penyebab penyakit yang sama.
Seseorang yang menderita lupus mungkin berdampak pada kulit dan persendian
sementara kasus lupus pada individu lainnya memberikan dampak kulit, ginjal dan paru-
paru. Pada akhirnya kerusakan pada jaringan-jaringan yang disebabkan oleh sistem
kekebalan akan permanen sebagaimana kerusakan sel pankreas yang memproduksi insulin
pada diabetes mellitus tipe I.
2.2.1 Penyakit Autoimmune (Rhematoid-Arthritis)
Beberapa penyakit autoimmune diketahui terjadi dan makin terjadi karena
adanya faktor pemicu seperti infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai
pemicu kejadian lupus akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk
kondisi penderita lupus. Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat
dihindari oleh individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan
jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakit autoimmune pada
penderita. Faktor-faktor lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan,
belum banyak diketahui dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit
autoimmune (Aronson, 1999)
2.2.2 Penyakit Autoimmune Lupus
Penyakit lupus atau erythematosus merupakan penyakit kronis yang terjadi
karena produksi antibodi atau zat kekebalam tubuh yang terlalu berlebihan. Penyakit
lupus termasuk penyakit autoimun karena pada saat terkena penyakit lupus, tubuh
akan menghasilkan antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel
kanker yang ada di tubuh, namun dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata
merusak organ tubuh sendiri. Bagian dari organ tubuh yang sering dirusak adalah:
ginjal, sendi, kulit, jantung, apru, otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama
proses perusakan terjadi, semakin berat kerusakan organ tubuh.
a. Gejala Penyakit Lupus
Demam merupakan gejala yang paling sering muncul. Selain itu juga terdapat
rasa nyeri sendi, kelainan pada kulit, anemia, gangguan pada fungsi ginjal, rasa
nyeri kepala, sampai kadang terjadi kejang. Pada kasus tertentu, kadang pada
jantung dan ginjal juga bisa terdapat cairan yang bisa menimbulkan sesak nafas.
Banyak dari gejala penyakit lupus yang menyerupai penyakit lain. Oleh karena
itu, penyakit lupus juga sering disebut sebagai penyakit peniru ulung.
b. Jenis Penyakit Lupus
Pada dasarnya, penyakit lupus dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Penyakit Lupus Diskoid
Penyakit lupus diskoid merupakan penyakit lupus yang hanya terbatas pada
kulit. Penyakit inibiasanya lebih ringan dan hanya sekitar 10% - 155 yang
berkembang menjadi penyakit lupus sistemi
2) Penyakit Lupus Sistemik
Penyakit lupus sistemik merupakan penyakit lupus yang bisa menyebabkan
kerusakan organ tubuh
3) Penyakit Lupus yang Disebabkan Obat
Penyakit lupus jenis ini bisa menimbulkan gejala seperti pada penyakit
lupus sistemik namun gejalanya akan semakin membaik jika pemakaian
obat dihentikan. Jenis obat yang sering enimbulkan penyakit lupus
diantaranya adalah: prokainamid, hidralazin, serta INH (obat tuberkulosis)
Penyakit lupus akan muncul ketika seperangkat gen yang memiliki
kecenderungan tertentu terkena kombinasi unsur-unsur lingkungan, perantara infeksi,
obat-obatan, sinar ultraviolet, trauma fisik, tekanan emosional, atau faktor-faktor
lain. Pada anak-anak dan orang dewasa diatas 50th, timbulnya penyakit lupus
menunjukkan hanya sedikit kecenderungan pada perempuan, tetapi antara umur 15 -
45 tahun, hampir 90% pengidapnya adalah perempuan.
2.2.3 Penyakit Autoimun Lainnya
Beberapa Gangguan Autoimun
Gangguan Jaringan yang terkena Konsekuensi
Anemia
hemolitik
autoimun
Sel darah merah
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi,
menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala
ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat
dan bahkan fatal.
Bullous
pemphigoidKulit
Lepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang
merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan
pengobatan, prognosis baik.
Sindrom
GoodpastureParu-paru dan ginjal
Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah,
kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang.
Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum
kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.
Penyakit Graves Kelenjar tiroid
Kelenjar gondok dirangsang dan membesar,
menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid
(hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak
jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat
kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan,
prognosis baik.
Tiroiditis
Hashimoto
Kelenjar tiroid Kelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan
kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism). Gejala
seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan
ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup
dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi
gejala secara sempurna.
Multiple sclerosis Otak dan spinal cord
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel
tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya.
Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal,
kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan
otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah
tentang waktu dan mungkin datang dan pergi. Prognosis
berubah-ubah.
Myasthenia
gravis
Koneksi antara saraf
dan otot
(neuromuscular
junction)
Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan
lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam
hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas.
Obat biasanya bisa mengontrol gejala.
Pemphigus KulitLepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa
mengancam hidup.
Pernicious
anemia
Sel tertentu di
sepanjang perut
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan
menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk
produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf).
Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan
kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf
bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan
sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang
mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan
sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko
kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan,
prognosis baik.
Rheumatoid
arthritis
Sendi atau jaringan
lain seperti jaringan
paru-paru, saraf, kulit
dan jantung
Banyak gejala mungkin terjadi. termasuk demam,
kepenatan, rasa sakit sendi, kekakuan sendi, merusak
bentuk sendi, pendeknya nafas, kehilangan sensasi,
kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak di
bawah kulit. Progonosis bervariasi
Systemic lupus
erythematosus
(lupus)
sendi, ginjal, kulit,
paru-paru, jantung,
otak dan sel darah
Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat.
Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan
ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru,
atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan,
pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin
terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan berubah-ubah
secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh
hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang
kekacauan.
Diabetes mellitus
tipe
Sel beta dari pankreas
(yang memproduksi
insulin)
Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, buang
air kecil, dan selera makan, seperti komplikasi
bervariasi dengan jangka panjang.
Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan,
sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak
cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks
iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan
cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah
dan bertahan hingga waktu yang lama.
Vasculitis Pembuluh darah
Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu
bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-
paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa
macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal,
kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk,
rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan
gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal)
bergantung pada bagian badan mana yang dipengaruhi.
Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak
jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan
pengobatan.
2.3 MENDIAGNOSA PENYAKIT AUTOIMMUNE
Diagnosa penyakit autoimmune didasarkan pada gejala individu yang didapatkan
melalui pengamatan kondisi fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnose dini
penyakit autoimmune sangat sulit dilakukan. Beberapa gejala dari penyakit autoimmune,
seperti kecapaian, adalah tidak spesifik. Test laboratorium mungkin sangat membantu,
tetapi seringkali tidak mencukupi didalam mengkonfirmasi suatu diagnostik. Jika individu
menderita gejala semacam sakit persendian dan hasil laboratorium positif tetapi non
spesifik, maka penderita tersebut akan didignose dengan nama yang membingunggkan
(undifferentiated) sebagai awal atau tidak terbedakan sebagai penyakit jaringan ikat
(connective tissue disease) (NIH, 1998).
2.3.1 Penyebab Autoimmune
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan
demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam
aliran darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata
dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh
untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari,
atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi
sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah
sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh
untuk menyerangnya.
Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki
badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan
senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri
penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan
sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang
jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman
rumatik).
Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah
putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang
beberapa sel badan.
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan
kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang
rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat
kekacauan berkembang. Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena
banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
2.3.2 Gejala Autoimmune
Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi
bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan
autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh
darah, tulang rawan, atau kulit.
Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ
yang mana pun, termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi.
Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak
bentuk sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan
cairan (edema), demam, bahkan kematian.
2.3.3 Diagnosa
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai
gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali
meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu
kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah
sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka.
Tetapi, radang mempunyai banyak sebab, banyak diantaranya yang bukan autoimun.
Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui
antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan
autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada
di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated
peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Tetapi
antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai
gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil
tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan
autoimun.
2.3.4 Pengobatan
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem
kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga
mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti
azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan
methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka
panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga
kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-
jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan
kanker meningkat.
Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat
ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang
digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin,
kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau
sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk
jangka waktu tidak terbatas.
Ganggua autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid)
juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid.
Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor
necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat
efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya
jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti
multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.
Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih
menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi
autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan
dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan
kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu
(B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam
penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan
melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah
dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang
disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat
dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis.
Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis
bervariasi bergantung pada gangguan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan
oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B,
sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang
bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang
membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan
pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk
mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan
jaringan.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine,
chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering
digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini
menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri
terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker.
Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
3.2 Saran
Dan kami berharap makalah atau karya tulis ini dapat bermanfaat pagi pembaca
sebagai ilmu pengetahuan atau wawasan umum. Kami menyadari bahwa dalam makalah
ini masih banyak memiliki kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan sarana yang
kami miliki. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sesalu kami harapkan
sehinga dimasa mendatang makalah ini dapat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Universitas Indonesia Press.
James, Joyce, dkk. 2006. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Tomer Y, Davies TF. Searching for the autoimmune disease susceptibility genes : from gene
mapping to gene function. Endocrine Rev 2003;24(5):694-717.
http://medicastore.com/penyakit/538/gangguan_autoimun.html
http://glameestoryofaizee.blogspot.com/2012/04/penyakit-autoimun.html