ANALISIS PENGARUH SOCIAL MEDIA MARKETING ACTIVITIES, ADVERTISING, DAN SALES PROMOTION TERHADAP DIMENSI-
DIMENSI BRAND EQUITY STUDI KASUS : WARDAH
Sharfina Jasmine, Rifelly Dewi Astuti
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, 16324
E-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas di media sosial, iklan, serta promosi penjualan terhadap dimensi-dimensi brand equity pada low-involvement product dengan studi kasus brand kosmetik dan personal care yaitu Wardah. Sampel pada penelitian ini adalah pengguna produk dari brand Wardah dalam 3 (tiga) bulan terakhir dan pernah mengakses social media dari Wardah. Data diolah dengan menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa social media marketing activities berpegaruh positif terhadap brand awareness dan brand loyalty. Perceived advertising spend berpengaruh positif terhadap brand awareness dan berpengaruh negatif terhadap brand loyalty. Attitude towards the advertisement berpengaruh positif pada brand awareness. Monetary sales promotion berpengaruh positif pada brand association dan perceived quality. Sedangkan non-monetary sales promotion tidak berpengaruh apapun terhadap dimensi-dimensi brand equity. Pada penelitian ini juga ditemukan hubungan memediasi dari brand awareness dan perceived quality terhadap hubungan antara social media marketing activities dan brand loyalty. Hubungan dari dimensi-dimensi brand equity juga ditemukan berpengaruh positif satu sama lainnya. ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SOCIAL MEDIA MARKETING ACTIVITIES,
ADVERTISING, AND SALES PROMOTION TOWARDS THE DIMENSIONS OF BRAND EQUITY. CASE STUDY: WARDAH.
Abstract
This study aims to analyze the effect of social media marketing activities, advertising, and sales promotion towards the dimensions of brand equity in low-involvement product with case study of cosmetic and personal care brand that is Wardah. Samples in this study are the consumers of Wardah within 3 (three) months and ever accessed Wardah social media. The data was processed using Structural Equation Modeling (SEM). Results from the study showed that social media marketing activities have a positive effect to brand awareness and brand loyalty. Perceived advertising spend has a positive effect on brand awareness and have a negative effect on brand loyalty. Attitude towards the advertisement have a positive effect on brand awareness. Monetary sales promotion have a positive effect t on the brand association and perceived quality. Whereas non-monetary sales promotion does not have any effect on the dimensions of brand equity. This study also found a mediating effect of brand awareness and perceived quality on the relationship between social media marketing activities and brand loyalty. A positive effect of the dimensions of brand equity on one another also found in this study.
Keywords: Social Media Marketing Activities; Advertising; Sales Promotion; Brand Awareness; Brand Association; Perceived Quality; Brand Loyalty. Pendahuluan
Dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan banyak pemain pada industri yang
sama bersaing untuk menguasai pangsa pasar dengan mencari strategi yang terbaik untuk
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
memenangkan pasar. Di tengah persaingan ini, konsep ekuitas merek hadir untuk membantu
marketer menentukan strategi yang tepat untuk memenangkan kompetisi (Keller, 2013).
Definisi dari ekuitas merek atau brand equity menurut Aaker (1991) adalah nama, simbol, dan
sekelompok aset dan kewajiban apapun milik sebuah brand yang dapat menambah atau
mengurangi nilai atas sebuah produk atau jasa kepada konsumennya. Brand equity adalah
konsep multidimensional yang terdiri dari 4 (empat) dimensi utama yaitu brand awareness,
perceived quality, brand association dan brand loyalty (Aaker, 1991).
Yoo et. Al (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa elemen marketing mix
merupakan kunci dalam membangun brand equity, dimana brand equity merupakan hasil
investasi kumulatif atas aktivitas-aktivitas pemasaran yang dilakukan terhadap brand tersebut
(Keegan & Green, 2013). Dalam Yoo et al. (2000), promotions yang merupakan salah satu
dari 4p dalam aktivitas marketing memerankan peranan penting dalam usaha pembentukan
brand equity. Agar marketer tidak salah dalam menentukan strategi promosi yang dipakai
untuk meningkatkan brand equity, perlu ada penelitian lebih jauh untuk meneliti keefektifan
dari tiap alat promosi yang digunakan dalam mempengaruhi dimensi-dimensi brand equity.
Banyak brand saat ini memakai social media marketing sebagai salah satu alat
promosinya terutama karena masyarakat Indonesia merupakan pengguna berat dari internet
dan social media. Pada tahun 2015, sebanyak 41% masyarakat Indonesia telah menggunakan
internet untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari/pribadi (Consumer Barometer with Google,
2016) dan paling sering menggunakan internet untuk mengakses social networks. Para
marketer percaya bahwa social media marketing adalah alat promosi yang efektif untuk
dipakai di Indonesia pada era globalisasi ini. Walaupun sudah banyak menggunakan social
media marketing, namun alat promosi tradisional seperti advertising dan sales promotion
tetap tidak ditinggalkan. Bahkan advertising dan sales promotion masih secara intensif
digunakan oleh marketer dan cukup menghabiskan banyak dana pada pelaksanaannya (Buil
et. Al, 2013).
Buil et. Al (2013) meneliti mengenai pengaruh advertising dan sales promotion terhadap
pembentukan dimensi-dimensi brand equity. Namun, penelitian Buil et. Al (2013) hanya
meneliti mengenai high-involvement product, sedangkan diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai pengaruhnya terhadap low-involvement product. Low-involvement product adalah
produk yang dibeli konsumen tanpa pertimbangan yang kompleks, harga produk relatif
murah, serta biasanya berupa barang kebutuhan sehari-hari (Kotler, 2003). Kurangnya
penelitian mengenai kategori produk ini membuat peneliti tertarik untuk mengaplikasikan
model penelitian ini pada low-involvement product.
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Pertumbuhan yang tinggi saat ini sedang terjadi pada industri Fast Moving Consumer
Goods (FMCG), dimana bahkan menurut data dari Nielsen, harga FMCG di Indonesia
meningkat lebih cepat dari inflasi. Produk-produk dari perusahaan FMCG merupakan low-
involvement products dikarenakan karakteristik pemakaiannya yang cenderung habitual (Dibb
et al., 2006 dalam Leahy, 2009). Salah satu produk FMCG yang saat ini sedang berkembang
pesat adalah produk-produk beauty and personal care (Euromonitor, 2016).
PT Paragon Technology and Innovation (PTI), sebuah perusahaan kosmetik dan personal
care yang berasal Indonesia merupakan perusahaan dengan pertumbuhan tertinggi pada pasar
grooming di Indonesia dengan pertumbuhan total 45,8% pada tahun 2015 (AC Nielsen). Salah
satu produk unggulan dari PTI adalah Wardah, yang juga merupakan pioneer kosmetik halal
di dunia. Di pasar kosmetik dan personal care Indonesia, Wardah merupakan salah satu
perusahaan yang leading dengan value share tertinggi diantara top brand cosmetics Indonesia
lainnya yaitu sebesar 27,2% (AC Nielsen). Sedangkan untuk produk face carenya, walaupun
masih berada di bawah dua pesaing multinasional lainnya yaitu Unilever dan L’Oreal, namun
Wardah unggul sebagai brand lokal dan terus menunjukkaan pertumbuhan tertinggi
dibandingkan perusahaan lainnya. Sehingga potensi Wardah sangatlah besar untuk terus
tumbuh di masa depan.
Untuk terus meningkatkan value share nya dan memenangkan pasar kosmetik dan
personal care di Indonesia, wardah harus cermat dalam mengatur strategi yang efektif dan
efisien untuk memasarkan produknya termasuk memilih alat promosi yang tepat untuk
meningkatkan dimensi-dimensi brand equity. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang
dapat dirumuskan untuk penelitian ini adalah: Apakah aktivitas promosi yang selama ini
dilakukan oleh Wardah seperti aktivitas di media sosial, iklan, serta promosi penjualan,
mempengaruhi brand equity dari Wardah, apakah terdapat pengaruh mediasi dari dimensi
brand equity, dan apakah tiap dimensi dari brand equity mempengaruhi satu sama lainnya
secara signifikan.
Tinjuan Teoritis
Brand Equity Dimensions
Yoo et al. (2000) mendefinisikan brand equity sebagai perbedaan dalam pilihan konsumen
(consumer choice) antara produk dengan merek yang dikenal dengan produk tanpa merek,
definisi ini sesuai dengan pengertian dari banyak peneliti lain bahwa brand equity adalah
manfaat tambahan (incremental utility) atau sebuah nilai tambah bagi suatu produk dengan
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
nama brand nya. Konseptualisasi yang dibuat oleh Aaker (1991) mengatakan bahwa brand
equity membangun nilai bagi perusahaan dan juga bagi konsumen. Menurut Aaker (1991),
brand equity adalah sebuah konsep multidimensional. Brand equity terdiri dari brand loyalty,
brand awareness, perceived quality, dan brand association.
Brand awareness merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat
kembali suatu brand dari sebuah perusahaan sebagai suatu bagian dari kategori produk
tertentu (Aaker, 1997). Sedangkan Aaker (1991) mendifinisikan brand association sebagai
“apapun yang ada di memori mengenai sebuah brand”. Apapun yang dimaksud disini adalah
termasuk atribut dari produk / layanan, reputasi dari sebuah perusahaan, karakteristik dari
pengguna produk/layanan, dan lainnya yang berhubungan dengan memori konsumen akan
sebuah brand (Aaker, 1991, 1996; Baker et al., 2010;Keller, 1998; Yoo et al., 2000 dalam
Karamian et al., 2015).
Zeithaml (1988) dalam Yoo et al. (2000) mendifinisikan perceived quality sebagai
penilaian (subjektif) mengenai keunggulan dan superioritas keseluruhan dari sebuah produk.
Sedangkan Oliver (1997) dalam Yoo et al. (2000) mendifinisikan brand loyalty sebagai
komitmen yang dipegang dengan teguh untuk membeli kembali produk atau layanan yang
lebih disukai secara konsisten di masa depan, meskipun terdapat pengaruh situasional dan
upaya pemasaran yang memiliki potensi untuk menyebabkan perilaku switching.
The Promotional Mix
Promosi dapat diartikan sebagai koordinasi dari seluruh usaha yang dilakukan oleh
penjual untuk memberikan informasi dan persuasi untuk menjual produk dan servis mereka
atau mempromosikan ide mereka. Alat yang mereka gunakan untuk mecapai tujuan
komunikasi dinamakan sebagai promotional mix. (Belch and Belch, 2003). Penelitian ini akan
membahas mengenai advertising dan sales promotion yang merupakan promotional tools
tradisional serta social media marketing activities yang merupakan elemen hybrid dari
promotional mix
O’Guinn et al. (2012) menjelaskan iklan sebagai komunikasi yang dibayarkan oleh
perusahaan atau organisasi yang menginginkan informasi untuk disebarkan, dan merupakan
media massa atau diciptakan untuk menjangkau banyak orang. Sedangkan Peattie and Peattie
(1994) dalam Jamal et al. (2012) mendefinisikan sales promotion sebagai aktivitas pemasaran
yang biasanya dilakukan spesifik pada periode waktu, tempat, atau kelompok konsumen
tertentu, yang mendorong respon langsung dari konsumen maupun perantara melaui manfaat-
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
manfaat tambahan yang ditawarkan. Barefoot dan Szaboo dalam Rafiee and Sarabdeen (2013)
mendefinisikan social media marketing sebagai promosi dari sebuah perusahaan dan produk-
produknya melalui social media channel. Pada social media, sebuah perusahaan atau pemilik
brand tidak dapat mengatur komunikasi yang terbangun antar konsumen, melainkan hanya
dapat mengamatinya saja (Kaplan, 2009).
Metode Penelitian
Penelitian ini mengadaptasi model penelitian yang dilakukan oleh Buil et al. dalam
“Examining the role of advertising and sales promotion in brand equity creation” pada tahun
2013 dan penelitian oleh Owino et al. “The Influence of Social Media on Brand equity in
Kenyan Banking Industry” pada tahun 2016. Peneliti melakukan modifikasi pada model
penelitian oleh Buil et al. (2013) dengan menambahkan variabel social media marketing
activities sesuai dengan penelitian Owino et al. (2016).
Gambar 1 Model Penelitian
Walaupun pada penelitian ini sampel yang dipilih merupakan orang-orang yang sudah
pernah menggunakan produk dari brand Wardah sehingga sudah mengetahui tentang brand
Wardah, namun peneliti tetap mempertahankan variabel brand awareness di dalam model
penelitian dikarenakan brand awareness memiliki beberapa tingkatan (Aaker, 2009) di mana
tiap konsumen memiliki tingkat awareness yang berbeda-beda akan suatu brand. Walaupun
seseorang sudah mengkonsumsi atau menggunakan sebuah produk dari suatu brand, namun
mereka memiliki variasi atas tingkat awareness terhadap brand itu sendiri seperti ditunjukkan
Brand Equity Dimensions
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
pada Gambar 2.1. Peran dari brand awareness dalam brand equity bergantung kepada konteks
dan dimana tingkatan dari awareness yang diperoleh (Aaker, 2009). Rincian hipotesis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pengaruh social media marketing activities terhadap dimensi-dimensi brand equity
Social media (media sosial) adalah aplikasi, platform, dan media online yang bertujuan
untuk memfasilitasi interaksi, kolaborasi, dan pembagian konten (Richter & Koch, 2007).
Media sosial memungkinkan konsumen untuk berbagi informasi dengan teman-teman mereka
tentang produk dan layanan dari brand (Mangold & Foulds, 2009) yang mengarah ke
peningkatan brand awareness. Social media juga memiliki peran dalam membentuk persepsi
pelanggan akan kualitas produk dengan mengkomunikasikan brand promise (Owino et al,
2016). Media sosial bertindak sebagai alat untuk memberikan bukti mendukung yang
konsumen gunakan sebelum membuat penilaian terhadap produk (Samsup & Yungwook,
2003). Selain itu, konsistensi dalam menggunakan media sosial juga memiliki potensi untuk
mendorong loyalitas konsumen. Media sosial membantu perusahaan untuk membangun
loyalitas merek dengan membangun koneksi dan hubungan yang baik dengan konsumen
(Owino et al, 2016).
H1. Social media marketing activities berpengaruh positif terhadap a) brand awareness, b)
perceived quality, dan c) brand loyalty.
Pengaruh advertising terhadap dimensi-dimensi brand equity
Menurut Cobb-Walgren et al. (1995) Pengeluaran iklan yang tinggi mampu membawa
dampak yang positif terhadap dimensi-dimensi brand equity. Hal ini dikuatkan oleh Yoo et al.
(2000) yang menyatakan bahwa bukan hanya jumlah investasi yang dikeluarkan dalam
pembuatan iklan namun persepsi konsumen terhadap investasi tersebut juga berpengaruh
positif terhadap pembentukan brand equity dengan membangun perceived quality, brand
awareness, dan brand association yang semakin baik. Maka dari itu, peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
H2. Perceived advertising spend berpengaruh positif terhadap a) brand awareness, b) brand
association, c) perceived quality, dan d) brand loyalty.
Selain jumlah investasi yang dikeluarkan, sikap individu terhadap iklan itu sendiri perlu
untuk diteliti. Pembentukan brand equity yang kuat melibatkan sikap konsumen yang baik
terhadap suatu brand, sehingga sikap konsumen menjadi kunci yang utama dalam
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
pembangunan brand equity (Peter dan Olson, 2010). Argumen ini memunculkan hipotesis
ketiga sebagai berikut :
H3. Attitude towards the advertisement berpengaruh positif terhadap terhadap a) brand
awareness, b) brand association, c) perceived quality, dan d) brand loyalty.
Pengaruh sales promotion terhadap dimensi-dimensi brand equity
Penelitian sebelumnya oleh Chandon et al. (2000) mengenai sales promotion, menyatakan
bahwa terdapat dua tipe promosi yaitu monetary sales promotion dan non-monetary sales
promotion. Masing-masing tipe promosi ini dapat memiliki pegaruh yang berbeda terhadap
brand equity. Menurut penelitian oleh Buil et al. (2013), monetary promotions memiliki
pengaruh yang negatif terhadap brand equity, karena mempengaruhi persepsi konsumen akan
kualitas brand dan asosiasi konsumen dengan sebuah brand. Hal ini juga didukung oleh Belch
dan Belch (2003) yang menyatakan bahwa monetary promotions membuat konsumen fokus
kepada harga saja dibandingkan brand itu sendiri sehingga dapat menguangi value dari
sebuah brand. Argumen ini membentuk hipotesis selanjutnya yaitu :
H4. Monetary sales promotion berpengaruh negatif terhadap a) brand association, b)
perceived quality, dan c) brand loyalty.
Menurut Montaner dan Pina (2008), non-monetary promotions dapat meningkatkan
brand equity, karena tidak mempengaruhi referensi internal konsumen terhadap harga
(Campbell dan Diamond, 1990) sehingga cenderung tidak berpengaruh negatif terhadap
persepsi konsumen atas kualitas brand (Buil et al., 2013). Untuk itu hipotesis penelitian
berikutnya adalah :
H5. Non-monetary sales promotion berpengaruh positif terhadap a) brand association, b)
perceived quality, dan c) brand loyalty.
Hubungan antara dimensi-dimensi brand equity
Dimensi-dimensi dari brand equity saling berhubungan (Buil et al., 2013). Proses dari
pembangunan brand equity dimulai dari peningkatan brand awareness. Konsumen harus
terlebih dahulu sadar akan keberadaan sebuah brand untuk kemudian memiliki rangkaian
asosiasi terhadap sebuah brand (Aaker, 1991). Asosiasinya akan lebih kuat apabila
berdasarkan dari banyak pengalaman atau paparan pada komunikasi pemasaran, dibandingkan
hanya sedikit paparan (Aaker 1991; Alba and Hutchinson 1987 dalam Yoo et al., 2000).
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
H6. Brand Awareness memiliki pengaruh positif terhadap brand association.
Brand awareness kemudian mempengaruhi formasi dan kekuatan dari brand association
termasuk didalamnya perceived quality (Aaker, 1996). Hal ini dikarenakan perceived quality
yang tinggi muncul ketika konsumen sadar akan diferensiasi dan superioritas dari brand
relatif terhadap kompetitornya (Yoo et al., 2000). Maka dari itu, brand awareness adalah
suatu hal yang penting sebagai pemicu dari brand association dan perceived quality (Pitta dan
Katsanis, 1995; Keller dan Lehman, 2003) .
H7. Brand Awareness memiliki pengaruh positif terhadap perceived quality.
Persepsi positif akan sebuah brand menimbulkan loyalitas konsumen (Oliver, 1999).
Dikemukakan oleh Keller dan Lehmann (2003), bahwa brand association dan perceived
quality adalah tahap yang akan membawa ke brand loyalty. Hal ini juga ditegaskan oleh
beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa perceived quality yang tinggi dan asosiasi
positif terhadap sebuah brand bisa meningkatkan brand loyalty (Keller, 1993; Chaudhuri,
1999; Keller dan Lehmann, 2003; Pappu et al., 2005). Maka, hipotesis selanjutnya adalah :
H8. Perceived quality memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
H9. Brand Association memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
Pengaruh variabel mediasi brand awareness dan perceived quality dalam hubungan social
media marketing activities dan brand loyalty
Untuk lebih memahami hubungan pengaruh antara social media marketing activities
sebagai elemen hybrid baru dari promotional mix, karna penelitian mengenai pengaruh
mediasi ini masih terbatas maka peneliti merumuskan hipotesis selanjutnya sebagai berikut:
H10. Social media marketing activities memiliki pengaruh terhadap brand loyalty melalui
brand awareness dan perceived quality.
H11. Social media marketing activities memiliki pengaruh terhadap brand loyalty melalui
perceived quality.
Dalam studi ini, desain penelitian yang digunakan adalah konklusif-deskriptif.. Penelitian
deskriptif ini bersifat terstruktur dan dapat diukur secara kuantitatif. Penelitian ini
berlangsung dari Oktober 2016 hingga Desember 2016 mulai dari pengumpulan data primer
dan sekunder sampai pengambilan kesimpulan. Pengumpulan data primer pada penelitian ini
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
dilakukan secara cross-sectional, yakni pengumpulan informasi yang diambil dari sampel
dari populasi manapun dan dilakukan hanya satu kali (Malhotra et al., 2012).
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling. Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
judgemental sampling, sebuah bentuk dari convenience sampling. Target sampel yang dipilih
adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Jabodetabek. Responden haruslah
seorang perempuan yang pernah menggunakan produk dari brand Wardah dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan terakhir serta pernah mengakses (melihat, membuka, berkomentar di, dan
sebagainya) akun media sosial Wardah.
Data dikumpulkan melalui kuesioner online yang dibagikan melalui media sosial. Setiap
pertanyaan dijawab dengan mengunakan lima poin skala likert dengan (1) untuk “sangat tidak
setuju” sampai (5) untuk “sangat setuju”. Data tersebut kemudian diolah dengan metode
statistik Structural Equation Modelling (SEM) dengan program LISREL.
Hasil Penelitian
Untuk melakukan pre-test, peneliti menyebarkan kuesoner kepada 30 responden.
Kemudian dengan menggunakan software SPSS, peneliti melakukan uji validitas dan
reliabilitas terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Hasil pre-test menunjukkan
bahwa secara umum keseluruhan indikator variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang baik sehingga dapat digunakan
dalam penelitian ini. Terdapat satu item pertanyaan yang memiliki factor loading di bawah
0,5, namun wording test untuk pengecekan kuesioner menunjukkan tidak adanya masalah
untuk item pertanyaan tersebut sehingga peneliti memutuskan untuk tetap memakai item
pertanyaan ASO1 dan melanjutkan penelitian dengan mengacu pada Stevens (2002) dalam
Field (2009) yang mengatakan bahwa nilai factor loading di atas 0,4 masih dapat diterima.
Setelah pre-test dilakukan maka tahap selanjutnya adalah main-test dengan menyebarkan
kuesioner online ke lebih banyak responden dengan menghubungi langsung teman-teman dan
kerabat dari peneliti, menyebarkan link kuesioner di grup-grup kelas dan organisasi peneliti
melalui line, di grup-grup keluarga melalui whatsapp, pada status peneliti di facebook¸ serta
dengan menyebarkan link kuesioner di section komentar di instagram Wardah. Peneliti juga
meminta bantuan media sosial yang memiliki banyak followers yaitu line official account dari
infobeasiswa dan infomahaiswaui untuk menyebarkan kuesioner di timeline akun mereka dan
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
mengirimkan pesan berisi kuesioner kepada para followersnya (broadcast) agar persebaran
kuesioner lebih cepat dan luas.
Penyebaran kuesioner main-test ini dilakukan dalam kurun waktu empat hari dan
mendapatkankan 709 responden sehingga apabila ditambahkan dengan data pre-test maka
total responden yang mengisi kuesioner adalah sebanyak 739 orang. Setelah melakukan
eliminasi pada kuesioner yang tidak lulus screening kriteria responden, maka jumlah final
responden yang dipakai untuk penelitian ini adalah sebanyak 655 responden. Software Lisrel
8.51 kemudian dipakai untuk menguji hipotesis penelitian berdasarkan data yang telah
terkumpul.
Tahap pertama yang dilakukan pada main-test adalah uji validitas dan reliabilitas untuk
menganalisis hubungan antara variabel-variabel laten dengan indikator-indikator yang
digunakan untuk mewakili variabel laten tersebut (variabel teramati). Berikut hasil analisis
model pengukuran untuk setiap variabel dengan menggunakan software Lisrel 8.51.
Tabel 1 Uji Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran
Variabel Laten Indikator SLF T-values
Construct Reliability
Variance Extracted
Social Media Marketing Activities
Mengakses (melihat/membuka/berkomentar di) social media Wardah menyenangkan 0.69 18.08
0.75 0.44
Saya akan memberitahukan informasi dari brand, product maupun service dari social media Wardah kepada teman-teman saya
0.61 15.52
Social media Wardah memungkinkan diskusi atau pertukaran opini dengan orang lain 0.6 15.12
Konten yang terdapat di social media Wardah terlihat menarik 0.73 19.33
Perceived Advertising
Spend
Wardah secara intensif diiklankan 0.78 21.06
0.78 0.54 Wardah terlihat menghabiskan banyak dana pada iklan di bandingkan produk kompetitornya 0.65 17.03
Iklan Wardah sering ditampilkan 0.77 20.81
Attitudes Towards The Advertisement
Iklan Wardah kreatif 0.8 22.27
0.78 0.55 Iklan Wardah original 0.75 20.39 Iklan Wardah berbeda dengan iklan kompetitornya 0.66 17.15
Monetary Promotions
Wardah sering menawarkan potongan harga (diskon) 0.92 29.75
0.91 0.77 Wardah sering memberikan potongan harga (diskon) 0.96 32.18
Wardah lebih sering memberikan potongan harga (diskon) dibanding kompetitornya 0.74 21.87
Non-Monetary Promotions
Wardah sering memberikan hadiah 0.93 30.8
0.93 0.83 Wardah sering menawarkan hadiah 0.96 33.03 Wardah lebih sering memberikan hadiah dibanding kompetitornya 0.83 26
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Tabel 1 Uji Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran (Lanjutan)
Brand Awareness
Saat saya memikirkan tentang produk kosmetik dan personal care, Wardah adalah salah satu brand yang muncul dipikiran saya
0.73 20.12 0.76 0.52
Saya sangat familiar dengan Wardah 0.78 21.88 Saya mengetahui Wardah 0.65 17.01
Brand Associations
Saya memiliki gambaran yang jelas mengenai orang yang memakai Wardah 0.63 17.36
0.89 0.67 Saya mempercayai perusahaan Wardah 0.89 28.65 Saya menyukai perusahaan Wardah 0.9 28.94 Perusahaan Wardah memiliki kredibilitas 0.84 26.16
Perceived Quality
Wardah menawarkan kualitas produk yang sangat baik 0.87 28.02
0.93 0.78
Wardah menawarkan produk yang dapat dipercaya 0.9 29.54
Wardah menawarkan produk yang dapat diandalkan 0.98 31.39
Produk dari Wardah memiliki kualitas yang konsisten dari waktu ke waktu 0.82 25.5
Brand Loyalty
Saya loyal terhadap Wardah 0.86 26.52
0.87 0.69
Wardah merupakan pilihan pertama saya, jika saya menggunakan produk kosmetik dan personal care
0.87 26.94
Saya tidak akan menggunakan brand kosmetik lain, jika Wardah tersedia saat saya membutuhkan 0.75 21.59
Seluruh indikator telah memenuhi syarat nilai standardized loading factor ≥ 0.50 dan t-
value ≥ 1.96 sehingga seluruh variabel dinilai valid dan signifikan secara statistik serta tidak
perlu dihilangkan. Sedangkan construct reliability dan variance extracted, hampir seluruh
variabel telah memenuhi syarat nilai construct reliability ≥ 0.70 dan nilai variance extracted ≥
0.50. Terdapat satu variabel yaitu social media marketing activities yang memiliki nilai
variance extracted di bawah 0.50, namun nilai tersebut masih dapat diterima karena apabila
nilai AVE 0.5 namun nilai construct reliability melebihi 0.6 maka nilai konvergen validitas
masih dapat dikatakan memenuhi syarat (Fornell and Larcker, 1981), sehingga seluruh
variabel dinyatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian.
Selanjutnya adalah analisis uji kecocokan dengan melihat goodness of fit dari model
pengukuran dan model struktural. Berikut adalah nilai goodness of fit dari model pengukuran
dan model struktural dalam penelitian ini.
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Tabel 2 Uji Kecocokan Model Pengukuran dan Model Struktural
Ukuran Goodness of Fit Model Pengukuran Model Struktural Nilai Keterangan Nilai Keterangan
Statistics Chi-Square (χ2) (df=369) 991.39
(P = 0.0) -
(df = 374) 1160.82 (P = 0.0)
-
Goodness-of-Fit Index (GFI) 0.91 Good Fit 0.89 Marginal Fit
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) 0.051 Good Fit 0.058 Good Fit
Comparative Fit Index (CFI) 0.95 Good Fit 0.94 Good Fit
Dari hasil uji kecocokan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa model pengukuran dan
struktural dalam penelitian ini memiliki kecocokan yang baik. Pembahasan
Untuk mengetahui hubungan kausal antar variabel laten peneliti mengacu pada t-value
model struktural. Penelitian ini menggunakan confidence level sebesar 95%, sehingga nilai α
(alpha) adalah 0,05. Berdasarkan tabel distribusi t, nilai kritis untuk α (alpha) = 0,05 adalah
1,645. sehingga t-value ± 1,645 digunakan untuk penelitian ini.
Gambar 2 Path Diagram dan T-value Model Struktural
Brand Equity Dimensions
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
H1. Social media marketing activities berpengaruh positif terhadap brand awareness,
perceived quality, dan brand loyalty.
Hasil dari analisis penelitian ini menemukan adanya pengaruh positif antara social media
marketing activities terhadap brand awareness dan brand loyalty maka H1a dan H1c
diterima. Namun analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini menemukan bahwa
aktivitas social media marketing tidak berpengaruh terhadap perceived quality sehingga H1b
ditolak.
Tidak berpengaruhnya aktivitas social media marketing terhadap perceived quality
dapat dijelaskan oleh mayoritas dari responden yang mengakses instagram dari Wardah, di
mana instagram merupakan social media yang banyak menyajikan konten visual. Menurut
data hasil riset dari WebDam, sebuah perusahaan digital asset management, dalam inc.com,
menemukan bahwa 81 persen orang hanya melakukan skimming (membaca cepat) pada
konten yang mereka baca online terutama pada konten visual. Jakob Nielsen juga menyatakan
bahwa rata-rata user hanya membaca paling banyak 20 sampai 28 persen dari kata-kata yang
tertulis dalam kunjungannya rata-rata di media online.
Menurut Vantamay (2007) faktor penentu dari perceived product quality dapat dibagi
menjadi dua jenis. Pertama adalah isyarat intrinsik (instrinsic cues) yaitu karakteristik fisik
dari produk itu sendiri termasuk ukuran, warna, penampilan, atau aroma. Kedua adalah isyarat
ekstrinsik (exrinsic cues), yaitu atribut yang bukan bagian dari produk fisik. Harga, brand
image, citra produsen, citra toko ritel, negara asal, saluran distribusi, sertifikat, garansi, iklan,
pangsa pasar, nama merek, atau nama toko dapat disebut sebagai isyarat ekstrinsik. Untuk
membangun persepsi konsumen akan kualitas sebuah produk dibutuhkan kombinasi yang baik
dari kedua isyarat ini.
Berdasarkan fakta bahwa instagram yang menjadi social media utama yang diakses
oleh responden cenderung hanya dibaca secara cepat oleh konsumen, maka peneliti berasumsi
bahwa hal ini tidaklah cukup untuk menyampaikan informasi yang lengkap dari brand
Wardah yang mencakup isyarat instrinsik dan isyarat ekstrinsik.
H2. Perceived advertising spend berpengaruh positif terhadap brand awareness, brand
association, perceived quality, dan brand loyalty.
Pada penelitian ini ditemukan adanya pengaruh positif perceived advertising spend
terhadap brand awareness, sehingga H2a diterima. Namun tidak ada pengaruh yang
signifikan dari perceived advertising spend terhadap brand association dan perceived quality
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
sehingga hipotesis H2b dan H2c ditolak. Di dalam penelitian Buil et al. (2013), mereka
menjelaskan bahwa hal ini dapat terjadi karena pada suatu titik tertentu, pengeluaran untuk
iklan yang tinggi dapat mencapai titik jenuhnya yang menyebabkan adanya tambahan pada
pengeluaran tidak lagi secara signifikan berkonstribusi terhadap penciptaan brand equity. Dari
analisis yang dilakukan rata-rata responden menilai pengeluaran Wardah untuk iklan adalah
tinggi, sehingga peneliti berasumsi bahwa kuantitas iklan Wardah sudah mencapai titik yang
tidak lagi dapat menciptakan brand association. Keller dan Lehman (2003) juga
mengungkapkan bahwa jumlah investasi finansial untuk kegiatan marketing tidak menjadi
jaminan untuk kesuksesan dari bertumbuhnya brand equity termasuk brand association dan
perceived quality.
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh negatif antara perceived
advertising spend dan brand loyalty sehingga H2d ditolak. Ehrlich and Fisher (1982) dalam
McAuliffe (2015) juga menemukan bahwa pengeluaran untuk iklan tidak memiliki efek
jangka panjang dan akan terdepresiasi seutuhnya dalam satu tahun, hal ini tidak sesuai dengan
konsep dari loyalitas yang merupakan komitmen pelanggan untuk terus mengkonsumsi atau
menggunakan produk atau jasa yang dimiliki perusahaan tertentu selama jangka waktu yang
tidak pasti (Lovelock, 2009). Terlebih lagi mayoritas responden dalam penelitian ini adalah
generasi Y di mana generasi tersebut tidak mudah tertipu oleh advertising ataupun atribut
lainnya dari sebuah brand (Adroit Digital, 2015). Penelitian oleh Hubspot juga menemukan
bahwa 84% dari millenials tidak lagi percaya dengan advertising.
Terlalu banyaknya dana yang dikeluarkan oleh perusahaan dan terlalu seringnya sebuah
iklan ditampilkan dapat mencederai fungsi dari iklan untuk persuade dikarenakan
pengulangan iklan yang sudah menarik perhatian dengan berlebihan dapat berdampak buruk
pada persepsi konsumen akan produsen dan brand itu sendiri, karena konsumen berpikiran
ada sesuatu yang salah pada brand tersebut (Kirmani, 1997). Contohnya adalah iklan Wardah
pada film Habibie Ainun dan 99 Cahaya di langit Asia yang dinilai banyak mengganggu
penonton dari film karena kejanggalannya sehingga walaupun penontonnya adalah orang-
orang yang juga merupakan konsumen Wardah namun iklan yang dilakukan tidak berhasil
untuk membujuk konsumen untuk membeli kembali produk dari Wardah.
H3. Attitude towards the advertisement berpengaruh positif terhadap terhadap brand
awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty.
Pada penelitian ini ditemukan adanya pengaruh positif attitude towards the advertisement
terhadap brand awareness sehingga H1a diterima. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
tidak adanya pengaruh yang signifikan antara attitude towards the advertisement terhadap
brand association, perceived quality, dan brand loyalty sehingga H3b, H3c, dan H3d ditolak.
Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah usia 18-25 tahun, dan sisanya adalah usia
dibawah 18 tahun dan usia 18-35 tahun yang dapat dikategorikan sebagai usia muda yang
masuk dalam generasi millenials. Daniel Newman, CEO dari Broadsuite Media Group, dalam
Forbes.com menyatakan bahwa dengan adanya purchasing power yang tinggi serta
kepentingan yang spesifik menjadikan generasi ini lebih senang untuk mengkomunikasikan
ide dan perasaannya lewat social media. Iklan tradisional sudah tidak efektif lagi.
Generasi milenials dapat berkomunikasi antar sesamanya mengenai sebuah produk atau
brand lebih dari kampanye atau iklan apapun yang dibuat perusahaan bisa lakukan. Saat
memutuskan sesuatu layak atau tidak untuk dibeli, generasi milenials akan bertanya pada
teman-temannya atau mencari ke social network untuk melihat apa yang orang-orang pikirkan
(Newman, Forbes.com) Sehingga, peneliti berasumsi bahwa dengan menyukai iklan dari
suatu brand tidak langsung membuat persepsi konsumen terhadap kualitas brand tersebut
menjadi baik karena mereka akan terus mencari informasi dari pihak ketiga yang bukan
merupakan bagian dari perusahaan.
Selain itu, menurut Griffin (2005) loyalitas adalah wujud perilaku dari konsumen untuk
melakukan pembelian barang atau jasa dari perusahaan tertentu. Namun iklan tidak terbukti
meningkatkan konsumsi (Kelly-Gagnon, 2011) bahkan iklan yang baik tidak begitu saja
membuat sebuah penjualan (IJIMS). Sehingga dapat disimpulkan tanpa adanya konsumsi dan
pembelian maka attitude towards the advertisement tidak akan secara langsung
mempengaruhi brand loyalty.
H4. Monetary sales promotion berpengaruh negatif terhadap brand association, perceived
quality, dan brand loyalty.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan yang positif dari monetary
sales promotion terhadap brand association dan perceived quality sehingga H4a dan H4b
ditolak. Konsumen dapat meningkatkan asosiasinya terhadap merek dan mejadi lebih
menyukai produk dikarenakan dengan membeli produk yang sama dengan harga yang lebih
murah karena adanya promosi penjualan, meningkatkan rasa percaya diri mereka sebagai
konsumen yang pintar karena melakukan pembelian yang hemat (Chandon, 2000). Hal ini
dapat berlaku karena karakteristik dari responden yang mayoritas merupakan mahasiswa yang
sensitif terhadap harga sehingga menghargai economic value dari sebuah produk.
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Smith dan Colgate (2007) dalam Shanker (2012) mengusulkan sebuah kerangka
perciptaan customer-value yang mengidentifikasi empat jenis utama dari value yang dapat
dibuat oleh organisasi yaitu functional / instrumental value, experiential / hedonic value,
symbolic / expressive value serta cost / sacrifice value. Adanya hubungan yang positif antara
monetary sales promotion dengan perceived quality dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh
karakteristik dari responden pada penelitian ini yang mayoritas adalah mahasiswa yaitu
sebanyak 78% dan memiliki pengeluaran perbulannya Rp 1.000.001 – Rp 1.800.000. Peneliti
berasumsi bahwa mahasiswa yang umumnya belum memiliki pendapatan sendiri, cenderung
untuk mencari cost / sacrifice value dari sebuah produk pada saat melakukan keputusan
pembelian sehingga apabila ada promosi harga yang diberikan oleh sebuah brand maka
kelompok ini akan mempersepsikan kualitas yang tinggi akan produk tersebut.
Hasil dari penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan pengaruh yang signifikan
antara monetary promotion dengan brand loyalty, dan membuat H4c ditolak. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Gupta (1988) dalam Yoo et al. (2000) yaitu promosi harga tidak
berhubungan dengan loyalitas, walaupun secara konsisten ditemukan dalam meningkatkan
brand switching secara temporer. Namun, tingkatan dari loyalitas tidak akan berubah karena
perilaku brand switching akan segera hilang setelah alasan eksternal (berupa pengurangan
harga) dalam pembelian barang dihilangkan (Yoo et al., 2000).
Yoo et al. (2000) juga menjelaskan bahwa pengurangan harga seringkali gagal untuk
menciptakan pola pembelian berulang setelah trial pertama. Hal ini disebabkan karena
konsumen hanya tertarik untuk membeli brand dengan keuntungan transaksi yang diberikan
oleh pengurangan harga, dan ketika harga normal kembali maka konsumen tidak lagi tertarik
kepada brand kecuali brand dianggap lebih superior dan memenuhi kebutuhan konsumen
lebih dari brand kompetitor (Yoo et al., 2000).
H5. Non-monetary sales promotion berpengaruh positif terhadap brand association, perceived
quality, dan brand loyalty.
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara
non-monetary sales promotion terhadap brand association, perceived quality, dan brand
loyalty sehingga H5a, H5b, dan H5c ditolak. Menurut Mendez (2012) sales promotion hanya
akan berpengaruh dengan kuat apabila konsumen telah memiliki sikap yang baik terhadap
suatu brand. Sifat produk yang utilitarian juga dapat menjelaskan ketikadaan signifikansi
pengaruh ini, di mana non-monetary sales promotion lebih efektif untuk produk hedonis
dibandingkan produk utilitarian (Chandon, 2000). Selan itu, menurut Ndubisi (2006), non-
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
monetary promotions lebih sesuai untuk membentuk afeksi dan asosiasi emosional dengan
konsumen, sehingga Wardah yang merupakan produk low-involvement dan tidak terlalu
banyak melibatkan asosiasi emosial tidak terpengaruh secara signifikan oleh non-monetary
sales promotion.
Selain itu, sama seperti pada monetary sales promotion, non-monetary promotion hanya
memberikan efek temporer kepada konsumen. Hubungan yang muncul hanya berupa loyalitas
semu, yang muncul dikarenakan adanya promosi yang diberikan, dan ketika promosi habis
maka konsumen akan kehilangan loyalitasnya (Villarejo-Ramos & Sanchez-Franco, 2005;
Rahmani et al., 2012).
Sales promotion hanya akan meningkatkan operasi secara short-term dengan melakukan
provokasi pada penjualan (Gupta, 1998 dalam Rahmani et al., 2012), sehingga tidak terlihat
sangkut pautnya dengan brand loyalty karena seringkali sales promotion gagal dalam
memberikan pola pembelian berulang baru (Rahmani et al., 2012). Monerary sales promotion
hanya meningkatkan performa dalam jangka pendek dengan mendorong penjualan dan brand
switching sesaat (Gupta 1988) di mana konsep ini berlawanan dengan konsep brand loyalty
yang merupakan komitmen jangka panjang untuk terut melakukan pembelian produk dari
suatu brand dalam jangka pajang (Oliver, 1997 dalam Yoo et al., 2000).
H6. Brand Awareness memiliki pengaruh positif terhadap brand association.
H7. Brand Awareness memiliki pengaruh positif terhadap perceived quality.
Analisis pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara brand
awareness terhadap perceived quality sesuai dengan penelitian oeh Buil et al. (2013) sehingga
H6 dan H7 diterima. Dalam hubungan antara dimensi ini, brand awareness adalah suatu hal
yang penting sebagai pemicu dari brand association dan perceived quality (Pitta dan
Katsanis, 1995; Keller dan Lehman, 2003) yang akan membawa ke brand loyalty (Keller dan
Lehmann, 2003).
H8. Perceived quality memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
H9. Brand Association memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, peneliti menemukan adanya pengaruh
positif antara perceived quality terhadap brang loyalty sehingga H8 dan H9 diterima. Hasil ini
sesuai dengan hasil yang ditemukan pada penelitian sebelumnya oleh Buil et al. (2013).
Dikemukakan oleh Keller dan Lehmann (2003), bahwa brand association dan perceived
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
quality adalah tahap yang akan membawa ke brand loyalty. Hal ini juga ditegaskan oleh
beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa perceived quality yang tinggi dan asosiasi
positif terhadap sebuah brand bisa meningkatkan brand loyalty (Keller, 1993; Chaudhuri,
1999; Keller dan Lehmann, 2003; Pappu et al., 2005).
H10. Social media marketing activities memiliki pengaruh terhadap brand loyalty melewati
brand awareness dan perceived quality.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel social media marketing activities
berpengaruh positif terhadap brand loyalty dengan melewati brand awareness dan perceived
quality. Hasil ini didapatkan karena hubungan antar variabel tersebut masing-masing saling
berpengaruh positif sehingga H10 diterima. Media sosial memungkinkan konsumen untuk
berbagi informasi dengan teman-teman mereka tentang produk dan layanan merek (Mangold
& Foulds, 2009) yang mengarah ke peningkatan brand awareness. Selanjutnya hubungan
positif membuktikan bahwa adanya adanya hubungan antar dimensi-dimensi dari brand
equity (Buil et al., 2013). Dimana kesadaran yang di hasilkan dari aktivitas social media
adalah suatu hal yang penting sebagai pemicu dari perceived quality (Pitta dan Katsanis,
1995; Keller dan Lehman, 2003) yang akan membawa ke brand loyalty (Keller dan Lehmann,
2003).
H11. Social media marketing activities memiliki pengaruh terhadap brand loyalty melewati
perceived quality.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh mediasi dari perceived
quality dari hubungan antara social media marketing activites terhadap brand loyalty. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya signifikansi dari hubungan social media marketing activities
terhadap perceived quality, walaupun terdapat hubungan berpengaruh positif antara perceived
quality terhadap brand loyalty sehingga H11 ditolak.
Hasil ini dapat dijelaskan oleh ada faktor-faktor penentu dari perceived quality
(Vantamay, 2007) yang tidak dapat disampaikan oleh social media karena sifatnya yang
umumnya hanya dibaca dengan cepat oleh penggunanya (WebDam dalam inc.com) di dukung
dengan mayoritas responden yang mengaku menggunakan social media untuk melihat-lihat
timeline dan home saja. Sedangkan perceived quality berhubungan dengan brand loyalty
secara positif sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa
asosiasi positif terhadap sebuah brand bisa meningkatkan brand loyalty (Keller, 1993;
Chaudhuri, 1999; Keller dan Lehmann, 2003; Pappu et al., 2005).
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Penjelasan ini menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan brand loyalty melalui perceived
quality maka social media marketing activities bukanlah alat promosi yang tepat. Promotional
mix lainnya yang dapat memberikan kombinasi yang baik atas isyarat ekstrinsik dan intrinsik
dari sebuah produk mungkin saja membangun persepsi konsumen akan kualitas sebuah
produk (Vantamay, 2007) dan selanjutnya memediasi untuk membangun brand loyalty.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, hasil dari model penelitian ini sedikit
berbeda dengan model penelitian yang diajukan oleh Buil et al. (2013) dan Karamian et al.
(2015). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya dan karakteristik
responden antara Indonesia dengan UK serta perbedaan kategori produk yang digunakan yaitu
low-involvement product pada penelitian ini dan high-involvement product pada penelitian
Buil et al. (2013).
Ringkasan hasil dan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Social media marketing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perceived quality
namun berpengaruh positif terhadap brand awareness.
2. Perceived advertising spend berpengaruh negatif terhadap perceived quality dan brand
associations namun berpengaruh positif terhadap brand awareness.
3. Attitude toward the advertisements tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perceived quality dan brand associations namun berpengaruh positif terhadap brand
awareness.
4. Monetary sales promotions berpengaruh positif terhadap perceived quality dan brand
associations.
5. Non-monetary sales promotions tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perceived
quality dan associations.
6. Brand Awareness memiliki pengaruh positif terhadap perceived quality.
7. Brand Awareness memiliki pengaruh positif terhadap brand associations.
8. Perceived Quality memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
9. Brand Associations memiliki pengaruh positif terhadap brand loyalty.
10. Perceived quality tidak memediasi hubungan antara social media marketing activities dan
brand loyalty.
11. Brand Awareness dan perceived quality memediasi hubungan antara social media
marketing activities dan brand loyalty.
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Saran Implikasi Manajerial
1. Aktivitas Media Sosial : Berdasarkan analisis perilaku konsumen, social media yang paling
banyak dipakai oleh responden adalah Instagram. Maka dari itu, Wardah dapat memakai
media Instagram dalam berkomunikasi dengan konsumennya untuk menumbuhkan
loyalitas. Saran dari peneliti agar aktivitas dari social media dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan brand loyalty adalah dengan menjadi social media yang responsive kepada
followersnya serta bersifat interaktif contohnya adalah memberikan tutorial make up.
Dengan adanya penemuan bahwa pengguna social media saat ini cenderung melakukan
skimming dan tidak benar-benar membaca konten yang ada di social media maka konten
dalam bentuk video akan lebih menarik untuk dilihat oleh konsumen.
Selain itu, Wardah bisa meningkatkan interaksinya dengan konsumen di social media
dengan tidak hanya menggunakan official social media dari Wardah melainkan juga pada
instagram artis-artis atau influencer serta bisa melibatkan konsumen lebih jauh dengan
berinteraksi secara langsung dengan konsumen dan berusaha menciptakan viral agar
menimbulkan word-of-mouth karena sumber informasi konsumen selanjutnya adalah yang
berasal dari teman-teman atau kerabat dari konsumen sendiri.
2. Iklan : Peneliti menyarankan Wardah dan brand kosmetik dan personal care lainnya untuk
tidak lagi terlalu fokus terhadap iklan dan mencari alat promosi lainnya yang memiliki
pengaruh untuk membangun ekuitas merek. Namun, iklan tetap harus dilakukan karena
terbukti dalam membangun kesadaran akan merek yang merupakan langkah awal dari
pembangunan ekuitas merek. Sehingga presence dalam iklan harus tetap ada namun sudah
tidak lagi menjadi fokus utama dalam pemasaran. Iklan bisa ditempatkan di beberapa
media terpilih saja misalnya TV.
3. Promosi Penjualan : Wardah dapat melakukan monetary promotions atau pengurangan
harga jangka pendek seperti special sales, kupon dan potongan langsung (diskon).
Monetary promotions dapat memicu konsumen untuk melakukan trial atas produk yang
sangatlah penting untuk produk-produk low-involvement. Namun untuk promosi non-harga
langkah Wardah sudah tepat dengan tidak memberikan banyak promosi bentuk ini karena
bukan merupakan alat promosi yang efektif untuk membangun dimensi dari ekuitas merek.
4. Konten Marketing : Menurut analisis yang dibahas sebelumnya, peneliti berasumsi bahwa
tidak adanya pengaruh positif alat-alat promosi ini terhadap perceived quality adalah
karena semua konten dalam alat promosi seperti iklan dan social media dari Wardah
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
diketahui konsumen sebagai ‘buatan perusahaan’. Sehingga konsumen tidak lagi percaya
akan konten yang dituliskan. Saran peneliti adalah agar Wardah memicu konten yang
berasal dari konsumen atau pihak ketiga misalnya publikasi oleh media yang membahas
tentang keunggulan produk, memanfatkan social media dari brand ambassador atau
menggunakan beauty vlogger dan blogger untuk me-review produk, merancang strategi
untuk memicu words of mouth, dan lain lain. Penelitian Selanjutnya
1. Penelitian berikutnya dapat meneliti pengaruh promotional mix lainnya di luar social
media marketing, advertising, dan sales promotion terhadap dimensi-dimensi brand equity
untuk lebih memahami alat komunikasi pemasaran apa yang kiranya efektif dalam
membangun ekuitas dari sebuah brand.
2. Penelitian selanjutnya dapat menguji model penelitian pada low-involvement product dan
high-involvement product sekaligus agar langsung bisa membandingkan pengaruh dari
promotional mix dalam dua kategori involvement yang berbeda di pasar yang sama Referensi Aaker, D. (1991). Managing Brand equity Capitalizing on the Value of Brand Name, The Free Press, New York,
NY.
Activities Done At Least As Often Via Smartphone As Computer. (n.d). Google Consumer Barometer : Indonesia (2016). Diakses dari: https://www.consumerbarometer.com/en/insights/?countryCode=ID
Belch, G., & Belch, m. (2003). Advertising and Promotion (6th Edition). NY : McGraw-Hill Irwin.
Buil, I., Chernatony, L. d., & Martinez, E. (2013). Examining the role of advertising and sales promotion in brand equity creation. Journal of Business Research 66, 115-122.
Campbell L, Diamond W. (1990). Framing and sales promotion: the characteristics of a ―good dealǁ‖. Journal of Consumer Marketing;7(4):25– 31.
Chandon P, Wansink B, Laurent G. (2000). A benefit congruency framework of sales promotion effectiveness. Journal of Marketing;64(October):65–81.
Chaudhuri A. (1999). Does brand loyalty mediate brand equity outcomes? Journal of Marketing Theory and Practice;7(2):136–46.
Cobb-Walgren, C. J., Ruble, C.A., & donthu, N. (1995). Brand equity, brand Preference, and Purchase Intent. Journal of Advertising, 24(3), 25-40.
Consumer Lifestyles In Indonesia. (November 2015). Euromonitor International Report. Diakses dari : http://www.portal.euromonitor.com
Field, Andy. (2009). Discovering Statistics Using SPSS. London: Sage. pp. 665- 666
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Fornell, C., and Larcker, D. F. (1981). Evaluating structural equation models with unobservable variables and measurement error. Journal of Marketing Research, 18, 39–50.
Jamal, A., Peattie, S., Peattie, K. (2012) Ethnic minority consumers’ responses to sales promotion in the packaged food market. Journal of Retailing and Consumer Services, 19, 98–108.
Kaplan, A., and Haenlein, M. (2010) Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of social media. Business Horizons 53.: 59-68. Doi: 10.1016/j.bushor.2009.09.003
Karamian, et al. (2015), Do Social Media Marketing Activities Increase Brand equity, International Journal of Economy, Management and Social Sciences.
Keegan, W. J., & Green, M. C. (2013). Global Marketing Seventh Edition. New Jersey: Pearson Education.
Keller KL, Lehmann DR. (2003) How do brands create value? Marketing Management: 27–31. May/June.
Keller KL. (1993) Conceptualizing, measuring and managing customer-based brand equity. Journal of Marketing 1993;57:1–22.
Keller, L. K. (2013). Strategic Brand Management Building, Measuring and Managing Brand equity. Essex: Pearson.
Kelly-Gagnon, M. (2011) The Influence Of Advertising On Consumption, Economic Note, Montreal Economic Institute. Diakses dari: http://www.iedm.org/files/note0611_en.pdf
Kim, Larry (2015) 16 Eye-Popping Statistics You Need to Know About Visual Content Marketing. Inc.com. Diakses dari: http://www.inc.com/larry-kim/ visual-content-marketing-16-eye-popping-statistics-you-need-to-know.html
Kirmani, A. (1997). Advertising Repetition as a Signal of Quality: If it's Advertised So Much, Something Must Be Wrong. Journal of Advertising, 77-86.
Kotler P. (2000) Marketing management. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall;
Leahy, R. (2009). Relationships in fast moving consumer goods markets: The consumers‘ perspective. European Journal of Marketing.
Malhotra, N. K., Birks, D. F., & Wills, P. (2012). Marketing Research: An Applied Approach. Marketing Research.
Mangold, W. G., & Faulds, D.J. (2009). Social media: The new hybrid element of the promotion mix. Business Horizons, 357-365.
McAuliffe, R. E. (2015). Advertising. Wiley Encyclopedia of Management. 8:1– 4.
Montaner T, Pina JM. (2008). The effect of promotion type and benefit congruency on brand image. Journal of Applied Business Research;24(3):15–28.
O‘Guinn, T.C., Allen, C.T., & Semenik, R.J. (2012). Advertising and integrated brand promotion. Mason, OH: South-Western/Cengage Learning.
Oliver RL. Whence consumer loyalty (1999). Journal of Marketing;63:33–44.
Owino, J., Cherotich, M., Karuri, W., Gitonga, V., Kimuya, L., & Kaumbulu, L. (2016). The Influence of Social Media on Brand equity in Kenyan Banking Industry. Pyrex Journal.
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017
Pappu R, Quester PG, Cooksey RW. (2005). Consumer-based brand equity: improving the measurement, empirical evidence. The Journal of Product and Brand Management;14(3):143–54.
Peter, J. P., & Olson, J. C. (2010). Consumer Behavior & Marketing Strategy. New York: McGraw-Hill/Irwin.
Pitta DA, Katsanis LP. (1995). Understanding brand equity for successful brand extension. Journal of Consumer Marketing;12(4):51–64.
Rafiee, V. B., & J. Sarabdeen, J. (2013) Social media Marketing: The unavoidable marketing management tool. 21st International Business Information Management Association Conference (IBIMA), pp. 933-942. Diakses dari: http://ro.uow.edu.au/dubaipapers/494/
Rahmani, Z., & Mojaveri, H. S. (2012). Review the Impact of Advertising and Sale Promotion on Brand equity. Journal of Business Studies Quarterly Vol 4, No. 1, 64-73.
Richter A, Koch M. (2007). Social software — status quo und Zukunft. Technischer Bericht, Nr.,Fakultät für Informatik. Universität der Bundeswehr München.
Vantamay, S. (2007). Understanding of perceived product quality: Reviews and recommendations. BU Academic Review, 6(1), 110-118. Diakses dari: http://www.bu.ac.th/knowledgecenter/epaper/jan_june2007/Somphol.pdf
Wardah Winning Youth Market Trough Technology (2016). Diakses dari: Lightening Series Wardah Cosmetics Case Study in Indonesia Marketing Competition FEB UI
Yoo, B., Donthu, N. and Lee, S. (2000), An examination of selected marketing mix elements and brand equity, Academy of Marketing Science, Vol. 28 No. 2, pp. 195-211.
Analisis Pengaruh ..., Sharfina Jasmine, FEB UI, 2017