download

9
INOVASI TEKNOLOGI INSTORE DRYING UNTUK MEMPERTAHAN MUTU DAN NILAI TAMBAH BAWANG MERAH Sigit Nugraha, Resa Setia Adiandri dan Yulianingsih Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar 12 A Bogor Email : [email protected] ABSTRAK Bawang merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat, karena digunakan sebagai bumbu, ataupun penyedap masakan. Budidaya bawang merah sudah banyak dilakukan oleh petani karena merupakan usaha yang sangat menguntungkan, namun sekaligus juga mengandung resiko yang sangat besar. Kegagalan dalam melakukan panen, perawatan daun dan umbi serta penanganan pascapanen lanjutan dapat menyebabkan kehilangan hasil, penurunan bobot maupun kerusakan umbi karena busuk, berjamur, dan tumbuh. Pada panen raya dengan produksi bawang yang sangat melimpah harga jual yang diterima petani sangat rendah, bahkan kadang-kadang tidak seimbang dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk upah tenaga pemanen. Oleh karena itu diperlukan adanya perbaikan penanganan pascapanen bawang merah yang lebih tepat, sehingga dapat memperpanjang umur simpan bawang merah. Perbaikan cara pengeringan dan penyimpanan di tingkat petani menggunakan instore drying memberi peluang terhadap kegagalan petani bawang merah dalam mengatasi sulitnya penanganan pascapanen bawang merah, terutama pada panen musim hujan yaitu pada bulan Januari. sampai bulan Maret. Pemanfaatan model gudang pengeringan dan penyimpanan (instore drying) dapat menghindari kerusakan bawang merah segar karena faktor cuaca yang buruk dan mempertahankan kualitas bawang merah dengan menghindari terjadinya umbi yang busuk, umbi tumbuh dan umbi kosong, sehingga petani akan mendapatkan nilai tambah berupa harga jual bawang merah pada akhir panen raya. Kata kunci : bawang merah, instore drying, nilai tambah, mutu ABSTRACT Onion is a type of horticultural crops which are needed by, because it is used as a seasoning, or flavoring dishes. Onion cultivation was mostly done by farmers because it is a very profitable business, but it also contains a very large risk. Failure to do harvesting, treatment of leaves and tubers as well as advanced post-harvest handling can cause yield losses, reduced weight and tuber damage due to rot, moldy, spoilage. On the peak harvesting with the production of onions which are very abundant, selling prices received by farmers is very low, even sometimes not balanced with the costs for the wage of harvesters. Therefore we need an improvement of the handling more precise red onion, so it can extend the shelf life of red onion. Improvement of drying and storage at farm level using in store drying provides an opportunity to failure of onion farmers in overcoming the difficulty of post harvest handling of onions, especially in the rainy season harvest is in January until March. Utilization of drying and storage warehouse model (in store drying) can avoid damage to fresh red onion because of bad weather and maintain the quality of onion bulbs by avoiding the occurrence of a foul, bulbs and tubers grow empty, so that farmers will get the added value of the selling price of onions at the end of harvesting time. Key word: onion, in store drying, value added, quality

Upload: nanang-naber

Post on 18-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dvtu

TRANSCRIPT

Page 1: Download

INOVASI TEKNOLOGI INSTORE DRYING UNTUK MEMPERTAHAN MUTU DAN NILAI TAMBAH BAWANG MERAH

Sigit Nugraha, Resa Setia Adiandri dan Yulianingsih

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jl. Tentara Pelajar 12 A Bogor Email : [email protected]

ABSTRAK

Bawang merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat, karena digunakan sebagai bumbu, ataupun penyedap masakan. Budidaya bawang merah sudah banyak dilakukan oleh petani karena merupakan usaha yang sangat menguntungkan, namun sekaligus juga mengandung resiko yang sangat besar. Kegagalan dalam melakukan panen, perawatan daun dan umbi serta penanganan pascapanen lanjutan dapat menyebabkan kehilangan hasil, penurunan bobot maupun kerusakan umbi karena busuk, berjamur, dan tumbuh. Pada panen raya dengan produksi bawang yang sangat melimpah harga jual yang diterima petani sangat rendah, bahkan kadang-kadang tidak seimbang dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk upah tenaga pemanen. Oleh karena itu diperlukan adanya perbaikan penanganan pascapanen bawang merah yang lebih tepat, sehingga dapat memperpanjang umur simpan bawang merah. Perbaikan cara pengeringan dan penyimpanan di tingkat petani menggunakan instore drying memberi peluang terhadap kegagalan petani bawang merah dalam mengatasi sulitnya penanganan pascapanen bawang merah, terutama pada panen musim hujan yaitu pada bulan Januari. sampai bulan Maret. Pemanfaatan model gudang pengeringan dan penyimpanan (instore drying) dapat menghindari kerusakan bawang merah segar karena faktor cuaca yang buruk dan mempertahankan kualitas bawang merah dengan menghindari terjadinya umbi yang busuk, umbi tumbuh dan umbi kosong, sehingga petani akan mendapatkan nilai tambah berupa harga jual bawang merah pada akhir panen raya. Kata kunci : bawang merah, instore drying, nilai tambah, mutu

ABSTRACT Onion is a type of horticultural crops which are needed by, because it is used as a seasoning, or flavoring

dishes. Onion cultivation was mostly done by farmers because it is a very profitable business, but it also contains a very large risk. Failure to do harvesting, treatment of leaves and tubers as well as advanced post-harvest handling can cause yield losses, reduced weight and tuber damage due to rot, moldy, spoilage. On the peak harvesting with the production of onions which are very abundant, selling prices received by farmers is very low, even sometimes not balanced with the costs for the wage of harvesters. Therefore we need an improvement of the handling more precise red onion, so it can extend the shelf life of red onion. Improvement of drying and storage at farm level using in store drying provides an opportunity to failure of onion farmers in overcoming the difficulty of post harvest handling of onions, especially in the rainy season harvest is in January until March. Utilization of drying and storage warehouse model (in store drying) can avoid damage to fresh red onion because of bad weather and maintain the quality of onion bulbs by avoiding the occurrence of a foul, bulbs and tubers grow empty, so that farmers will get the added value of the selling price of onions at the end of harvesting time. Key word: onion, in store drying, value added, quality

Page 2: Download

PENDAHULUAN

Bawang merah merupakan tanaman semusim, berbentuk rumput yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15-50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Karena sifat perakaran inilah, bawang merah tidak tahan kekeringan. Tanaman ini mempunyai ciri berumbi lapis, berakar serabut dan berbentuk daun silindris. Tanaman ini tumbuh pada dataran tinggi dan rendah, tanah lempung berpasir, gembur dan mudah meneruskan air, tetapi lebih senang tumbuh pada iklim yang kering dan udara yang panas (Histifarina dan Mussaddad, 1998).

Beberapa varietas bawang merah yang banyak di tanam di Pulau Jawa terdiri dari varietas Bima, Medan, Ampenan, Kuningan, Sumenep, Lampung, Gurgur, Lembang, Keling dan Maja Kuning. Perbedaan diantara varietas-varietas tersebut didasarkan atas perbedaan bentuk umbi, ukuran umbi, warna umbi, kekerasan umbi, rasa, aroma, umur tanam dan panjang waktu penyinaran yang dibutuhkan tanaman untuk proses pembentukan umbi. Penerapan intensifikasi pada budidaya tanaman bawang merah, dapat meningkatkan produktivitasnya. Rata- rata produksi petani bawang merah di Pulau Jawa dapat mencapai antara 7,42 – 9,94 ton/hektar (Deptan, 2004). Peningkatan produksi tersebut belum sepenuhnya memberikan keuntungan bagi petani. Pada panen raya dengan produksi bawang yang sangat melimpah harga jual yang diterima petani sangat rendah, bahkan kadang-kadang tidak seimbang dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk tenaga pemanen. Oleh karena itu perlu penanganan pascapanen bawang merah yang lebih tepat. Sementara itu, produk yang diterima segmen pasar dari petani/kelompok tani masih beragam baik dalam bentuk fisik, ukuran maupun kebersihan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mutu dan nilai tambah pendapatan petani bawang merang dengan menerapkan teknologi penyimpanan menggunakan instore drying.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Gabunga Koperasi Penangkar Benih (Gapokar) desa Tengguli,

Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Bahan yang digunakan yaitu bawang merah varietas Bima yang telah masak optimum dengan umur 65 hari setelah tanam. Pengamatan dan analisis mutu fisik bawang merah dilakukan di Instalasi Karawang. Pada proses pelayuan dilakukan terhadap susut bobot sedangkan pada proses pengeringan parameter yang diamati meliputi : laju perubahan kadar air, kerusakan umbi , susut bobot dan kekerasan.

Spesifikasi teknis bangunan instore drying ditampilkan pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. instore drying tampak depan

Page 3: Download

Gambar 2.. Susunan rak penyimpanan bawang merah di dalam ruang penyimpanan dan pengeringan (instore drying)

Spesifikasi instore drying terdiri dari bangunan gudang dengan ukuran 7.5 m panjang x 5.5 m lebar x 4.45 m tinggi yang dilengkapi dengan aerasi udara (ballwind) 4 buah dengan diameter 20 inchi, atap terbuat dari seng dengan ketelaban 1,0 mm, tungku pemanas berbahan bakar kayu yang dilengkapi dengan kipas double aksial 16 inchi 2 blower penghisap dengan kecepatan 1400 rpm dan motor pengerak 2 HP serta ventilasi udara (jendela) yang seluruhnya untuk dapat membantu pengaturan suhu dan kelembaban udara di dalam ruang pengeringan-penyimpanan (instore drying) bawang merah Metode Sampling 1. Gudang penyimpanan dibagi menjadi 3 zone ulangan yaitu samping kiri (ulangan I), tengah (ulangan

II) dan samping kanan (ulangan III). Daerah sampling dibagi menjadi 3 juga, yaitu bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang (AI, AII, AIII), dari masing-masing bagian ini dibagi tiga lagi, yaitu bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas (gambar 2).

2. Sampling dilakukan secara acak pada setiap titik dalam ruangan penyimpanan yang sudah ditentukan.

3. Untuk setiap komponen pengamatan disiapkan gedengan bawang merah tersendiri yang sudah diberi kode untuk memudahkan penelusuran dalam pengamatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber dan Mutu Awal Bahan

Mutu awal bahan sangat menentukan terhadap hasil penyimpanan yang akan diperoleh. Makin baik kualitas mutu awal, hasil akir penyimpanan juga akan lebih baik. Bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Varietas Bima dengan umur panen 65 hari hasil panen petani. Adapun karakteristik mutu fisik awal bawang merah yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik mutu bawang merah varietas Bima Brebes

No Komponen mutu Hasil (%)

1 Kadar Air 86.70 2 Kadar Abu 0.86 3 Kekerasan 4.65

4 Warna L : 1775 a : 1322 b : 635

x : 286 y : 247 z : 186

Page 4: Download

Proses Penyimpanan Bawang Merah

Penyimpanan dalam suhu dan kelembaban yang sesuai mampu mempertahankan kualitas dan memperpanjang masa simpan hasil pertanian, karena dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transpirasi dan menghambat perkembangan mikrobia. Parameter yang diamati yaitu kadar air, kadar abu, kerusakan, susut bobot, kekerasan, dan warna. Penempatan bawang merah di dalam penyimpanan baik pada cara petani maupun penyimpanan di dalam instore drying dapat dilihat pada gambar 3 .

Gambar 3. Penyimpanan bawang merah dalam ruang instore drying dan cara petani

Hasil Penelitian penyimpanan bawang merah menggunakan gudang pengeringan dan penyimpanan (instore drying) disajikan pada Tabel 2 di bawah ini Tabel 2 Mutu bawang merah setelah 8 minggu penyimpanan menggunakan instore drying dan cara

petani

Parameter yang diamati

mutu awal Cara penyimpanan

Instore drying

Cara petani

Instore drying Cara petani

Kadar air Kadar abu Kerusakan Susut bobot Kekerasan

83.44 0,59 0.00 0.00 3.63

83.44 0,72 0.00 0.00 3.63

80.51 0.48 10.58 16.11 3.57

80.39 0.45 19.81 25.29 3.27

1. Kadar Air

Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Dalam penelitian ini pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven.

Kadar air dalam bahan pangan sangat menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Selama penyimpanan kadar air bawang merah cenderung mengalami penurunan . Hal ini terjadi baik pada bawang merah yang disimpan dalam instore drying maupun dengan cara petani. Namun nilai kadar air yang dicapai pada akhir penyimpanan tidak berbeda jauh antara bawang merah yang disimpan dalam Instore drying dengan kadar air bawang merah yang disimpan dengan cara petani yaitu berturut-turut 80,51% dan 80,39%.

(b) Cara penyimpanan Bawang merah

dalam instore drying

(a) Cara penyimpanan Bawang merah

petani

Page 5: Download

2. Kadar Abu

Kadar abu adalah jumlah residu anorganik yang dihasilkan dari pengabuan atau pemijaran suatu produk (SNI 01-2354.1-2006). Kandungan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Kadar abu bawang merah selama penyimpanan ditampilkan pada Tabel 2. Kadar abu selama penyimpanan 8 minggu sebesar 0,48 % (dalam instore drying) dan 0.45 % (cara petani), atau mengalami penurunan rata-rata 0,11% pada instore drying dan 0,27% pada penyimpanan cara petani. Penurunan kadar abu diduga berhubungan dengan kandungan padatan terlarut pada umbi bawang merah maupun sanitasi tempat penyimpanan.

3. Kerusakan

Menurut SNI 01-3159-1992, bawang merah dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau

cacat oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yang terlihat pada permukaan. Menurut Hartuti dan Sinaga (1991), tingkat kerusakan, susut bobot, kadar air, kadar VRS dan kadar total padatan terlarut umbi bawang merah selama penyimpanan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu varietas dan cara penyimpanan. Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan terhadap kerusakan selama penyimpanan yang disebabkan karena umbi busuk, hampa, tunas dan berakar.

Busuk dan jamur merupakan penyebab utama kerusakan bawang merah selama penyimpanan. Beberapa mikroba yang telah teridentifikasi menyebabkan kerusakan pada bawang merah selama penyimpanan adalah Penicillium spp., Aspergillus spp., Botrytis spp., Fusarium spp., Pseudomonas spp., dan Erwinia spp. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroba-mikroba ini adalah kondisi pelayuan yang kurang baik, penanganan selama pemanenan dan grading, dan telalu tingginya temperatur dan kelembaban selama penyimpanan (http://www.dpi.vic.gov.au).

0

1

2

3

4

5

6

7

0 2 4 6 8

Waktu pengamatan (minggu)

Nila

i keru

sakan (

%)

Busuk/jamur

Hampa/kering

Berakar

Tunas

Dalam Instore Drying

Kerusakan Selama Penyimpanan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 2 4 6 8

Waktu pengamatan (minggu)

Nila

i ker

usak

an (

%)

Busuk/jamur

Hampa/kering

Berakar

Tunas

Cara Petani

Page 6: Download

Penyebab lain terjadinya kerusakan bawang merah selama penyimpanan yaitu umbi hampa, umbi kering, dan tumbuh tunas. Nilai kerusakan karena hampa/kering pada bawang merah yang disimpan dengan cara petani lebih besar dibandingkan dengan bawang merah yang disimpan dalam Instore drying. Hal ini kemungkinan karena adanya sebagian bawang merah yang langsung kontak dengan sinar matahari terutama ketika suhu matahari mencapai puncaknya, sehingga menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebih pada umbi bawang merah sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumah bawang merah yang hampa dan kering.

Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa selama penyimpanan dalam Instore drying maupun dengan cara petani, pertunasan bawang merah baru terjadi pada minggu ke-8 dengan persentase berturut-turut 1,52% dan 2,25%. Menurut Histifarina dan Mussaddad pertunasan yang terjadi pada bawang merah dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kandungan air dari umbi bawang merah.

Gambar 12. Pertumbuhan tunas pada bawang merah yang terjadi setelah 8 minggu penyimpanan 4. Susut Bobot

Susut bobot adalah pengurangan bobot atau berat bawang merah selama proses penyimpanan. Dari persentase susut bobot selama penyimpanan petani akan dapat menghitung bobot akhir setelah penyimapanan, sekaligus bisa memprediksi nilai tambah yang akan diperoleh dalam melakukan penyimpanan. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Histifarina dan Musaddad (1998), nilai susut bobot yang dihasilkan dalam penelitian ini masih jauh lebih rendah. Hasil penelitian Histifarina dan Musaddad (1998) menunjukkan bahwa nilai susut bobot berkisar antara 23,81 – 36,11 %.

Dari hasil pengamatan selama penyimpanan 8 minggu, susut bobot bawang merah selama penyimpanan dalam Instore drying mencapai 13,28%, sedangkan penyimpanan dengan cara petani mencapai 14,67%. Hal ini berarti bahwa susut bobot bawang merah selama penyimpanan baik dalam Instore drying maupun cara petani mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya proses transpirasi dari umbi dan daun bawang merah sebagai akibat adanya peningkatan laju respirasi. Disamping itu penurunan berat umbi juga diakibatkan oleh adanya kerusakan karena busuk, hampa/kering dan bertunas.

Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai susut bobot yang dicapai pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Histifarina dan Musaddad (1998), dimana persentase susut bobot dari perlakuan cara pengeringan mekanis maupun konvensional sampai 2 bulan penyimpanan menghasilkan susut bobot sekitar 13,01 – 23,43%. Asgar dan Sinaga (1992) juga melaporkan bahwa bawang merah yang digantung di gudang vortex hanya dapat di simpan sampai 6 minggu. Lama penyimpanan di atas 7 minggu akan mengalami kemunduran mutu akibat tumbuhnya tunas sebesar 0,8% dan susut bobot yang tinggi (39,8%).

Page 7: Download

5. Kekerasan Umbi

Kekerasan didefinisikan sebagai gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu. Pada beberapa

komoditas pertanian kekerasan menjadi salah satu penentu tingkat kesegaran bahan. Tekstur (kekerasan) sayuran seperti halnya tekstur buah-buahan atau tanaman lainnya dipengaruhi oleh turgor dari sel-selnya yang masih hidup karena turgor berpengaruh terhadap keteguhan sel-sel parenkhima (Muchtadi, D., 1992).

Dalam penelitian ini tingkat kekerasan bawang merah dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik bawang merah selama pengeringan. Hasil pengamatan terhadap kekerasan bawang merah diketahui bahwa nilai kekerasan berkisar antara 4,10 – 4,30 kg/m

2 (dalam Instore drying), dan 4,00 – 4,30 kg/m

2

(dengan cara petani). Nilai kekerasan bawang merah selama pengeringan dalam Instore drying maupun dengan cara petani ditunjukkan pada Tabel 2. Setelah penyimpanan 8 minggu diketahui bahwa nilai kekerasan bawang merah baik dalam Instore drying maupun dengan cara petani memiliki kisaran antara 3,80 – 4,00 kg/m

2.

Tabel 2. menujukkan bahwa nilai kekerasan bawang merah selama penyimpanan 8 minggu cenderung menurun. Hal ini terjadi baik pada bawang merah yang disimpan dalam Instore drying maupun dengan cara petani. Menurut Muctadi, D (1992), pada umunya kekerasan akan menurun selama penyimpanan. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan komposisi penyusun dinding sel maupun komponen makro lainnya. Pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran sayuran selama penyimpanan.

Untuk bawang merah yang dikeringkan dengan cara petani memiliki nilai kecerahan (L) berkisar antara 20,37 – 23,48 . Kisaran ini menunjukkan bahwa bawang merah cenderung cerah. Nilai a berkisar antara 9,31 – 12,69. Kisaran nilai ini menunjukkan bahwa bawang merah cenderung kemerahan. Sedangkan nilai b berkisar antara 10,92 – 17,39. Nilai ini menunjukkan bahwa bawang merah cenderung berwarna kekuningan.

Analisis Ekonomi Penyimpanan Bawang Merah Dengan Instore drying

Analisis ini menggambarkan penerimaan petani, apabila melakukan dalam pengelolaan hasil panen bawang merah dilakukan oleh penebas, dilakukan dengan cara petani sendiri dan menggunakan instore drying. Tabel..... Nilai tambah yang diperoleh petani atau kelompok tani. apabila melakukan penanganan pascapanen bawang merah dengan cara ditebaskan, dilakukan sendiri tanpa fasilitas gudang dan dilakukan sendiri dengan fasilitas gudang pengeringan-penyimpanan

Page 8: Download

Uraian kegiatan Bawang merah

ditebaskan (Rp)

Bawang merah dikelola sendiri

(Rp)

Dikelola sendiri dengan fasilitas ID

(Rp)

Produksi (t/ha) - 15 000 kg 15 000 kg Harga pokok - Biaya: - - panen - 690.000 690.000 -pengangkutan dari sawah-jalan - 300.000 300.000 - pengangkutan dari sawah ke

gudang - 400.000 400.000

- penjemuran - 180.000 100.000 - gedeng/ikat - 300.000 300.000 - sortasi tanah/umbi - 240.000 240.000 -Perawatan penyimpanan - - 1.050.000 Penyusutan proses 20% Penyusutan penyimpanan 5%

- -

20% x 15000=3000 -

15%x15000= 2250 kg

5% x 12750-638 kg

Harga jual bawang 45.000.000 (15000 – 3000) x 5000=60.000000

(15000- 2250 – 638) x 7500= 90.840..000

Total biaya proses 0 2.050.000 3.100.000

Nilai tambah yang diperoleh 0

60.000.000 – (45.000.000 + 2.050.000 )= 12.950.000

90.840.000 – (45.000.000-+3.100.000)= 42.740.000

Keterangan: Analisis dilakukan pada musim panen bulan November 2009

Dari tabel analisis tersebut diatas terlihat bahwa apabila petani memilih cara tebasan dijual langsung agar segera mendapatkan uang kontan, maka petani duianggap tidak memperoleh nilai tambah dari proses pascapanen, sedangkan apabila petani melakukan penanganan pascapanen sendiri dan tidak melakukan penyimpanan untuk memperoleh haga jual yang lebih baik, maka petani akan mendapat nilai tambah sebesar Rp 12.950.000 dan apabila petani melakukan penanganan pascapanen dan dilanjutkan penyimpanan bawang merah dengan menggunakan instore drying (ID), maka akan mendapatkan nilai tambah sebesar Rp.. 42.740.000,-

KESIMPULAN

1. Umur panen bawang merah varietas Bima 65 hari dengan karakteristik mutu awal adalah kadar air rata-rata 86.70%, kandungan VRS rata-rata 7,02 %, kadar abu rata-rata 0,86%, dan kekerasan rata-rata 4,65. Setelah proses pengeringan dengan instore drying mutu bawang merah yang dihasilkan mempunyai kadar air 83,27%, kadar abu 0,70%, kekerasan 4,20%, kerusakan 0,37% dan susut bobot 11,28%

2. Bawang merah yang disimpan di dalam instore drying setelah 8 minggu penyimpanan terjadi

penurunan kadar air sebesar 2, 93%, kadar abu 0,11% dan kekerasan turun sebesar 0,6. Kerusakan yang terjadi sebesar 10,58% dengan susut bobot sebesar 16,11%. Sedangkan penyimpanan cara petani setelah 8 minggu penyimpanan terjadi penurunan kadar air sebesar 3,05 %, kadar abu 0,27% dan kekerasan turun sebesar 0,36. Kerusakan yang terjadi sebesar 19,81% dengan susut bobot sebesar 25,29%.

3. Petani yang melakukan penanganan pascapanen sendiri dan tidak melakukan penyimpanan untuk

memperoleh haga jual yang lebih baik, maka petani akan mendapat nilai tambah sebesar Rp 12.950.000 dan apabila petani melakukan penanganan pascapanen dan dilanjutkan penyimpanan bawang merah dengan menggunakan instore drying (ID), maka akan mendapatkan nilai tambah sebesar Rp.. 42.740.000,-

Page 9: Download

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Pembakuan Standar Mutu Produk Beberapa Segmen Pasar Di Propinsi Yogyakarta dalam

http :// www. Deptan. Go. Id/psa/doc.baku standar b.m.Yogya.htm.

Anonim. 2002. Karbohidrat Dalam Pangan. www.usu_digital_library.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis . AOAC, Virginia.

Asgar A., dan Sinaga R.M, 1992. Pengeringan Bawang Merah (Allium ascalonicum L) Dengan

Mengunakan Ruang Berpembangkit Vortex. Bull. Penel. Hortikultura. Vol. XXII No. 1, 1992.

Bailey.1958. The Standard Cylopedi of Horticulture. Vol. 2. The mac. Mlla. New York

Dapertemen Perdagangan. 1990. Standar Industri Indonesia. Pengolahan Sayuran. Dep. Perdagangan

Jakarta.

Departemen Pertanian, 2004. Informasi Hortikultura Tahun 1999 – 2003 (Tanaman Sayuran).

Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2004.

Dian Histifarina dan Darkam Mussaddad, 1998. Pengaruh cara pelayuan daun, pengeringan, dan

pemangkasan daun terhadap mutu dan daya simpan bawang merah. Journal Hortikultura. 8

(1):1036-1047.1998.

Hilman Y., dan Asgar A. Pengaruh Umur Panen pada Dua Macam Paket Pemupukan terhadap Kualitas

Hasil Bawang Merah (Allim ascolonicum L.) Kulitivar Kuning di dataran Rendah. Buletin Penelitian

Hortikultura. Vol. XXVII No. 4, 1995.

Kusriyanto, 2008. Profil Kelompok Penangkar Benih Bawang Merah” Tunas Harapan Kecamatan

Tanjung, Kabupaten Brebes , Jawa Tengah. Un Publish

Mussadad D, dan Sinaga R.M, 1994 Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Bawang Merah.

(Allium Ascalonicum L.). Buletin Penelitian Hortikultura. Vol. XXVI. No. 2., 1994).

Nugraha, S., Yulianingsih, R. Thahir, B.A.S Santosa, Suyanti, S. Lubis. Sunarmani, D. D. Tarigan, R.S.

Adiandri dan I. Pamungkas, 2007. Laporan Akhir Teknologi Sistem Pengeringan Penyimpanan

Bawang Merah. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. 2007

Nugraha, S., Yulianingsih, R. Thahir, D. D. Tarigan, R.S. Adiandri dan I. Pamungkas, 2007. Laporan

Akhir Teknologi Sistem Pengeringan Penyimpanan Bawang Merah. Balai Besar Litbang

Pascapanen Pertanian. 2008

Sinaga, R.M dan N. Hartuti. 1991. Pengaruh cara penyimpanan terhadap mutu bawang merah (Allium

ascolanicum L) Bul.Penel.Hort.XX(1):143-150.

Sitorus, E dan Imam M. 2000. Peran Derajat Ketuaan, Pendinginan Awal, dan Suhu Penyimpanan

Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Sedap Malam. J. Hort. 10 (2): 137-143, Jakarta.

Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik untuk Industri dan Hasil Pertanian. Penerbit Bhratara Karya

Aksara. Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B. Dan suhardi. 1996. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.

Edisi ketiga. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Syamsuhidayat, S.S dan J.R Hutapea, 1991. Investasi Tanaman Obat Indonesia (I). Balai Pendidikan

dan Pengembangan Kesehatan. Dep. Kes. R.I.

Suad Husnan dan Suwarsono, 1984. Study Kelayakan Proyek, 1984.UPP AMP YKPN

Pomeranz, Y dan E.M. Cliffon, 1980. Food Analysis Theory and Pratise. The AVI Publ. Co. Inc. Westport,

Connecticut.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustakan Utama, Jakarta.