dorsal root syndrome.docx

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG System saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. System saraf ini mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sebelumnya. System tubuh yang penting ini juga mengatur aktivitas sebagian besar system tubuh lainya. Tubuh mampu berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis karena pengaturan hubungan hubungan saraf diantara berbagai system. Fenomena mengenai kesadaran, daya piker, daya ingat, bahasa, sensasi, dan gerakan semuanya berasal dari system ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami, belajar dan berespons terhadap rangsangan merupakan hasil dari integrasi fungsi system saraf, yang muncak dalam kepribadian dan perilaku, seseorang. System saraf terdiri dari sel-sel saraf ( neuron ) dan sel- sel penyokong ( neugrolia dan sel Schwan ). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel system saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen ke ott-otot dan kelenjar- kelenjar, yaitu organ-organ afektor. Neuron tertentu, disebut

Upload: rilanurul

Post on 29-Nov-2015

286 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

System saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang berhubungan, sangat

khusus, dan kompleks. System saraf ini mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan

interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sebelumnya. System tubuh yang penting

ini juga mengatur aktivitas sebagian besar system tubuh lainya. Tubuh mampu berfungsi

sebagai satu kesatuan yang harmonis karena pengaturan hubungan hubungan saraf diantara

berbagai system. Fenomena mengenai kesadaran, daya piker, daya ingat, bahasa, sensasi, dan

gerakan semuanya berasal dari system ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami,

belajar dan berespons terhadap rangsangan merupakan hasil dari integrasi fungsi system

saraf, yang muncak dalam kepribadian dan perilaku, seseorang.

System saraf terdiri dari sel-sel saraf ( neuron ) dan sel-sel penyokong ( neugrolia dan sel

Schwan ). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain

sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel system saraf

khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau aferen dari ujung-ujung saraf

perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau

masukan eferen ke ott-otot dan kelenjar-kelenjar, yaitu organ-organ afektor. Neuron tertentu,

disebut interneuron, hanya mempunyai fungsi menerima dan mengirim data neural ke

neuron-neuron lain. Interneuron tersebut, disebut juga neuron asosiasi sangat banyak pada

substansia grisea, tempat antarhubungan menyebabkan banyak fungsi integrative medulla

spinalis. Neugrolia merupakan penyokong, pelindung, dan sumber nutrisi bagi neuron-

neuron otak dan medulla spinalis. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong

neuron-neuron dan tonjolan neuronal di luar system saraf pusat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF

System saraf dibagi menjadi system saraf pusat ( SPP ) dan system saraf tepi ( PNS ).

SSP terdiri dari otak dan medula spinalis. PNS terdiri dari neuron aferen dan eferen system

saraf somatis dan neuron system saraf autonom ( visceral ).

SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang. Selanjutnya, SSP dilindungi

pula oleh suspensi dalam cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid, CSF) yang diproduksi

dalam ventrikel otak. SSP juga diliputi oleh tiga lapisan jaringan yang secara bersama-sama

disebut sebagai meninges (dura mater, araknoid, pia meter).

Otak dibagi menjadi: otak depan, otak tengah, dan otak belakang berdasarkan

perkembangan embriologik. Kategori ini kemudian dibagi lagi berdasarkan susunan anatomi

otak dewasa (Kotak 50-1). Perlu diperhatikan bahwa otak tengah, pons, dan medula

oblongata bersama-sama dinamakan:batang otak.

Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula

oblongata melalui foramen magnum dan teru ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai

setinggi vertebrata lumbalis pertama (L1) orang dewasa. Medula spinalis terbagi menjadi 31

segmen yang menjadi tempat asal dari 31 pasangan saraf spinal. Segmen-segmen tersebut

diberi nama sesuai dengan vertebrata tempat keluarnya radiks saraf yang bersangkutan,

sehingg amedula spinalis dibagi menjadi bagianservikal, torakal, lumbal, dan sacral.

Secara anatomis, PNS dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf cranial.

Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang menerima pesan-pesan neural sensorik (aferen)

yang menuju ke SSP atau menerima pesan-pesan neural motorik (eferen) dari SSP, atau

keduanya. Saraf spinal menghantarkan pesan-pesan aferen maupun pesan-pesan eferen dan

demikian saraf-saraf spinal dinamakan saraf campuran. Saraf cranial berasal dari bagian

permukaan otak. Lima pasang merupakan saraf motorik, tiga pasang merupakan saraf

sensorik, dan empat pasang merupakan saraf campuran. Secara fungsional PNS dibagi

menjadi saraf somatic dan system saraf autonom.

System saraf somatic terdiri dari saraf campuran. Bagian aferen membawa informasi

sensorik yang disadari maupun informasi sensorik yang tak disadari (misal, nyeri, suhu, raba,

propriosepsi yang disadari maupun yang tak disadari, penglihatan, pengecapan, pendengaran

dan penciuman) dari kepala, dinding tubuh, dan ekstremitas. Saraf eferen terutama

berhubungan dengan otot rangka tubuh. System saraf somatic menangani interaksi dan

respons terhadap lingkungan luar.

System saraf autonom merupakan system saraf campuran. Serabut-serabut aferenya

membawa masukan dari organ-organ viseral(menangani pernapasan, pencernaan makanan,

rasa lapar, mual, pembuangan dan sebagainya). Saraf eferen motorik system saraf autonom

mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar viseral. System saraf autonom

viseral dan interaksinya dengan lingkungan internal.

System autonom dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah system saraf

autonom parasimpatis (parasympatethic nervous system, PANS) dan system saraf autonom

simpatis (sympathethic autonomic nervous system, SANS). Bagian simpatis meninggalkan

SSP dari daerah torakal dan lumbal (torakolumbal) medula spinalis. Bagian parasimpatis

keluar dari otak (melalui komponen-komponen saraf cranial) dan bagian sacral medula

spinalis (kraniosaklar). Beberapa fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut

jantung dan pernapasan, serta penurunan aktivitas saluran cerna. Tujuan utama SANS adalah

mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stress, atau yang disebut respons bertempur atau

lari. Sebaliknya, system saraf parasimpatis autonom menurunkan kecapatan denyut jantung

dan pernapasan, dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan

pencernaan dan pembuangan. Jadi, saraf parasimptis membantu konservasi dan homeostasis

fungsi-fungsi tubuh.

Saraf – saraf cranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui

lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal,foramen). Terdapat 12 pasang

saraf cranial yang dinyatakan dalam nama atau angka Romawi. Saraf-saraf terssebut adalah

olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens

(VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI),

hipoglosus (XII). Saraf cranial I, II, VIII merupakan saraf murni; saraf cranial III, IV, VI, XI,

dan XII terutama merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif

dari otot-otot yang dipersarafinya; saraf cranial V, VII, IX dan X merupakan saraf campuran.

Saraf cranial III, VII, dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang

parasimpatis system saraf autonom.

Medula spinalis terdiri dari segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang

saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis (lubang

pada tulang vertebrata). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina

intervertebralis tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf vertical pertama yang

keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8

saraf servikal (dan hanya tujuh vertebrata servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang

saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Sewaktu menentukan

lokasi lesi spinal menurut tingkat medula spinalis dan bukan berdasarkan tingkat

vertebratanya, maka perlu diperhatikan bahwa kedua tingkatan tersebut tidaklah sesuai satu

dengan yang lain. Perbedaan antar panjang medula spinalis dan dan karanalis vertebranalis

tersebut menambah perbedaan jarak perlekatan berbagai radiks saraf dan foramina

intervertebralis. Oleh karena itu, radiks-radiks saraf yang keluar dari segmen lumbal dan

segmen sacral harus melewati jarak tertentu sebelum keluar dari vertebra.

Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medula spinalis dengan perantaraan dua

radiks, radiks posterior atau dorsal (sensorik) dan radiks anterior atau ventral (motorik).

Radiks dorsal memperlihtakan pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari

badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medula

spinalis terdapat dalam ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan tonjolan-

tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer ke medula spinalis.

Badan sel neuron motorik atau neuron eferen terdapat di dalam medula spinalis dalam

kolumna anterior dan lanteral substansia grisea. Aksonya membentuk serabut-serabut radiks

ventral yang berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen

intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal atau trunkus saraf. Jadi, semua saraf

spinal merupakan saraf campuran, yaitu mengandung serabut-serabut sensorik maupun

serabut-serabut motorik. Trunkus saraf segera bercabang menjadi divisi atau rami dorsalis

dan ventralis. (terdapat dua divisi lagi, yaitu satu cabang meningeal yang mempersarafi

meningen medua spinalis dan ligamenta, dan cabang viseral yang mempunyai dua bagian

(yaitu rami alba dan grisea dan tergolong sebagai bagian system saraf otonom),

Secara umum, bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan

segmen-segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral

yaitu bagian yang besar dan membentuk bagian utama saraf spinal. Otot-otot dan kulit leher,

dada, abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral.

Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ventral ini

saling terjalin sehigga membentuk jalinan saraf yang disebut pleksus. Dengan demikian,

pleksus yang terbentuk adalah pleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis, dan

koksigealis. Pada setiap pleksus terdapat cabang-cabang yang menuju ke bagian-bagian yang

dipersarafi. Cabang-cabang ini merupakan saraf-saraf perifer dan mempunyai nama khusus.

Keempat saraf servikal yang pertama (C1 samapai C4) membentuk pleksus servikalis

yang mempersarafi leher dan bagian belakang kepala. Salah satu yang penting sekali adalah

saraf frenikus yang mempersarafi diafragma.

Pleksus brakialis dibentuk dari C5 sampai T1 atau T2. Pleksus ini mempersarafi

ekstremitas atas. Cabang-cabangnya pada lengan yang penting adalah saraf radialis,

medianus, dan ulnaris. Saraf-saraf torakal ( T3 sampai T11) tidak membentuk pleksus tetapi

keluar dari ruang interkostal sebagai saraf interkostalis. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-

otot abdomen bagian atas dan kulit dada serta abdomen.

Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12 samapi L4, pleksus sakralis dari L4

sampai S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. L4 dan S4 ikut

menyumbang cabang baik ke pleksus lumbalis maupun pleksus sakralis. Saraf-saraf dari

pleksus lumbalis dan mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas

bawah. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf femolaris dan obturatorius. Saraf utama dari

pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus , saraf terbesar dalam tubuh. Saraf iskiadikus

menembus bokong dan turun ke bawah melalui bagian belakang paha. Cabang-cabangnya

yang amat banyak mempersarafi otot paha posterior, tungkai dan kaki, dan ham[ir seluruh

kulit tungkai. Saraf-saraf dari sakralis bawah dan pleksus koksigealis mempersarafi

perineum.

Setiap saraf spinal tersebar ke segmen-segmen tubuh tertentu. Kulit dipersarafi oleh

radiks dorsal dari setiap saraf spinal, jadi dari satu segmen medula spinalis, disebut

dermatom. Meskipun dermatom-dermatom ini saling tumpang tindih, pengetahuan tentang

persarafan segmental kulit memungkinkan evaluasi klinis sederhana. Eveluasi klinis ini dapat

dilakukan dengan bantuan sepotong kecil kapas, yaitu menevaluasi funsi sensorik dari

segmen tertentu medula spinalis atau saraf perifer.

Otot-otot rangka juga mendapat persarafan segmental dari radiks spinal ventral.

Persarafan segmental otot biseps brakii, triseps brakii, brakioradialis, otot-otot abdomen,

kuadriseps femoros, gastroknemeus fan soleus, serta otot-otot f;eksor telapak kaki harus

diingat dengan baik, karena bagian-bagian ini dapat diuji dengan menghasilkan suatu refleks

otot sederhana dengan menggunakan palu refleks.

2.2 MEDULA SPINALIS

Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga sebagai jaras konduksi

implus dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermielin)

dengan bagian dalam terdiri dari substasia grisea (jaringan saraf tak bermielin). Substansia

alba berfungsi sebagai jars konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medula

spinalis dan otak. Substansia grisea merupakan tempat integrasi refleks-refleks spinal.

Pada penampang melintang, substansia grisea tampak menyerupai huruh H capital.

Kedua kaki huruh H yang menjulur ke bagian depan tubuh disebut kornu anterior atau kornu

ventralis, sedangkan kefua kaki belakang dinamakan kornu posterior atau kornu dorsalis.

Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrite neuron-neuron motorik

eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis (lower motor

neuron) biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal

dari korteks motorik selebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor

sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.

Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang

akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf

sensorik.

Substansia grisea juga mengadung neuron-neuron internunsial atau neuron asosiasi,

serabut aferen dan eferen system saraf otonom, serta akson-askson yang berasal dari berbagai

tingkatan SSP. Neuron internunsial menghantar impuls dari satu neuron ke neuron lain dalam

otak dan medula spinalis. Dalam medula spinalis neuron-neuron internunsial mempunyai

banyak hubungan antara satu dengan yang lain, dan hanya beberapa yang langsung

mempersarafi sel yang kornu ventralis. Hanya sedikit implus saraf sensorik yang masuk ke

medula spinalis atau implus motorik dari otak yang langsung berkahir pada sel kornu

ventralis (lower motor neuron). Sebaliknya, sebagian besar implus mula-mula dihantarkan

lewat sel-sel internunsial dan kemudian implus tersebut mengalami proses yang sesuai,

sebelum merangsang sel kornu anterior. Susunan seperti ini memungkinkan respons otot

yang sangat terorganisasi.

2.3 DORSAL ROOT SYNDROME

Sebuah kondisi yang ditandai dengan sakit parah tanpa kehilangan sensoris, disebabkan

oleh hiperfleksi atau cedera hiperekstensi bagian tubuh, diperburuk oleh penyebab cedera

kepala dan / atau dengan adanya perdarahan di sekitar ganglion dorsal root.

Dorsal root ganglion syndrome adalah struktur penting yang berhubungan dengan nyeri

tulang belakang. Lokasi dorsal root ganglion dapat bervariasi , dan berdasarkan lokasi , dapat

rentan terhadap tekanan.

  Sebuah studi baru-baru ini , menemukan bahwa dorsal root ganglion proksimal terletak

rentan dan iritasi dari segi hipertrofi dan perubahan degeneratif , dan perubahan dari lamina

dan ligamentum.

Dorsal root syndrome ini dapat dilakukan pemeriksaan oleh beberapa teknik : MRI , CT

scan, diskografi, dan myelography . MRI scan sangat sensitif dalam mendeteksi dorsal root

syndrome , sebagian besar terutama pada pandangan aksial. Dorsal root syndrome tersebut

dianalisis dari kanan ke kiri untuk asimetri , lekukan , lokasi , dan kompresi , yang semuanya

memiliki implikasi klinikopatologi .

Penelitian telah menemukan bahwa dorsal root syndrome di tingkat L4 dan L5 yang

paling sering adalah intraforaminal . Para dorsal root ganglion syndrome tingkat S1 yang

paling biasanya intraspinal. Iritasi dari dorsal root ganglion syndrome memainkan peran

penting dalam nyeri panggul / nyeri kaki akut .

Beberapa bentuk gangguan yang akan timbul :

Anestisia selangkang.

Gangguan miksi, defikasi dan fungsi genitilia.

Kita akan dapat jumpai retensio urinae, yang kemudian menjadi inkontinesia

paradoksa.

Gangguan fungsi genetilia akan menimbulkan impotensia.

Refleks anus yang menjadi negative.

Penderita akan mengeluh tentang iskhialgia, yaitu nyeri yang menjalar pada suatu

kaki. Bila terdapat penderita dengan keluhan nyeri pada satu kaki maka

hendaknya kita mengadakan pemeriksaan untuk menentukan apakah nyeri itu

adalah suati iskhialgia atau bukan.

Dalam usaha lokalisasi dalam suatu lesi dalam medulla spinalis, hendaknyalah kita

selalu ingat akan adanya asensus medullae. Pada pertumbuhan embrional tampak bahwa

tumbuhnya medulla spinalis jauh lebih lambat daripada pertumbuhan kolumna vertebrae.

Keadaan ini menimbulkan asensus medullae.

Pada waktu lahir, tampak bahwa ujung bawah medulla spinalis adalah terletak

setinggi C.V.L1-L2. Keadaan ini tidak akan berubah lagi, sehingga akan tampak, bahwa :

1. Segmen C3 terletak di belakang rua C2.

2. Segmen C6 terletak dibelakang C4.

3. Segmen T4 terletak dibelakang T1.

4. Segmen T8 terletak dibelakanng T5.

5. Segmen Li terletak dibelakang T9.

6. Segmen L4 terletak dibelakang T11.

7. Segmen sacral terletak dibelakang T.12-L.1

Misalnya suatu lesi setinggi segmen T.10, dengan batas setinggi umbilikus, gangguan

miksi, defekasi dan fungsi genitalia) adalah terletak dibelakang ruas korpus vertebrae

Torakal VII.

Artinya ialah bahwa ada sangkaan bahwa lesi tersebut ditimbulkan oleh suatu

kelainan pada ruas korpus vertebrae, maka X-foto yang akan dibikin hendaknyalah foto

Rontgen dari ruas korpus vertebrae Torakal VII. (jadi oleh karena adanya asensus

medullae, kita selalu ingat bahwa bila hendak membikin foto Rontgen dari korpus

vertebrae, hendaknya foto tersebut dibikin dua-tiga ruas lebih tinggi daripada lesi

segmental yang kita temukan).

Terapi manipulatif dapat membantu mengurangi iritasi mekanis dorsal root

syndrome, terutama dalam kasus-kasus sindrom segi lumbal.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Medula spinalis terdiri dari segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang

saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis (lubang

pada tulang vertebrata). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina

intervertebralis tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf vertical pertama yang

keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat

delapan saraf servikal (dan hanya tujuh vertebrata servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5

pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Dorsal root

ganglion syndrome Sebuah kondisi yang ditandai dengan sakit parah tanpa kehilangan

sensoris di lengan, disebabkan oleh hiperfleksi atau cedera hiperekstensi bagian tubuh,

diperburuk oleh penyebab cedera kepala dan / atau dengan adanya perdarahan di sekitar

ganglion akar dorsal.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan Hall.2007.Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta:EGC.

Kikuchi S, Sato K. Anatomic and radiographic study of the dorsal root ganglion. Spine 19(1):6-

11, 1994.

McClain RF, Weinstein JN. Effect of vibration on DRG. Spine 19(13):1455-1461, 1994.

Sudoyo, Aru W. dkk.2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta:Interna Publishing.