· web viewujian tengah semester. ujian tengah semester. nama. mata kuliah: pengembangan...
TRANSCRIPT
UJIAN TENGAH SEMESTERUJIAN TENGAH SEMESTER
NAMA MATA KULIAH : PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
EKONOMI
PROGRAM : S-2
SEMESTER : 1
Tahun akademik : 2014/2015
Dosen Pengampu MK : Dr. Pupu Saeful Rahmat, M.Pd.
SIFAT UJIAN : Take Home Test
Waktu Pengerjaan : Selama satu minggu sejak soal diterbitkan
(15 November 2014 )
File jawaban (soft copy) dikirimkan melalui email: [email protected] paling lambat tanggal 22 November 2014. Hard copy diserahkan pada hari Minggu, 20 November
2014.
Petunjuk Umum
1. Soal yang tertera di bawah ini merupakan soal UTS dalam bentuk take home test
2. Karena sifat test berbentuk take home test, maka jawaban diharapkan lebih rapin, bersih dan berkualitas.
3. Kerjakan semua soal dengan penuh kehati-hatian dan ketelitian dalam menjawab.
4. Setiap jawaban harus disertai berbagai sumber yang relevan sehingga jawaban benar-benar dapat dipertanggungjawabkan melalui hasil pemikiran yang matang, kritis dankreatif ditambah dukungan teori yang berhubungan dengan jawaban tersebut.
5. Lembar jawaban ditik pada kertas HVS A4 dengan penggunaan jarak baris 1,5 bentuk huruf time news Roman Fond 12 dan dijilid soft cover.
Petunjuk khusus
1. Hati-hati dalam menjawab karena jawaban yang dianggap percis sama tidak akan dinilai dan akan dikembalikan !
2. Soal:
Semua soal dibuat dalam bentuk essay yang tentu saja untuk menjawabnya membutuhkan pemikiran yang tajam penuh dengan kreativitas. Setiap jawaban harus dilengkapi dengan pendapat ahli yang dapat Sdr. rujuk dari berbagai sumber termasuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen) atau Kepmen.
1. Bobot Nilai 10
Ditinjau dari perspektif sosiologis, kurikulum itu merupakan produk sosial, artinya dari segala pemahaman baik dari segi format, isi, maupun disain dan pelaksanaannya akan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman yang terjadi. Coba Sdr. jelaskan hal-hal sebagai berikut: (1) Mengapa kurikulum yang dibuat itu harus mengikuti perkembangan zaman? (2) Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum itu (ambil dari beberapa pendapat ahli kemudian Sdr. simpulkan).
2. Bobot Nilai 10
Curriculum Development (pengembangan kurikulum) merupakan istilah komprehensif yang di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan, dan penilaian. Coba Sdr. jelaskanlah bagaimana pandangan Hilda Taba tentang pengembanagn kurikulum?
3. Bobot Nilai 15
Berdasarkan Pasal 36 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dinyatakan bahwa:
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Coba Sdr. komentari pasal 36 UU Sisdiknas tersebut di atas. Agar Sdr. mendapatkan pemahaman yang jelas, kaitkan dengan ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tersebut dengan dengan Peraturan Pemerintah (PP) dan Permen!
4. Bobot Nilai 10
Oemar Hamalik (2003) mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, antara lain: (1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional; (2) sosial budaya dan agama; (3) perkembangan peserta didik; (4) keadaan lingkungan; (5) kebutuhan pembangunan; dan (6) perkembanagn ilmu pengetahuan dan teknologi. Coba Sdr. jelaskan lebih rinci lagi kelima faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum tersebut!
5. Bobot Nilai 10
Hamid Hasan menyatakan konsep kurikulum ditinjau dari 4 sisi yaitu . (1) Kurikulum sebagai suatu ide; (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan; (4) Kurikulum sebagai suatu hasil. Coba Sdr. jelaskan keempat hal tersebut!
6. Bobot Nilai 15
Jelaskan sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sejak zaman Kejayaan Hindu, Budha, Islam, zaman penjajahan, masa setelah kemerdekaan, masa orde lama, orde baru, sampai masa orde reformasi!
7. Bobot Nilai 10
KTSP didasarkan pada peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006, diberlakukan di satuan pendidikan dasar dan menengah dengan menerapkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) secara bertahap dimulai pada tahun ajaran 2006/2007. Coba Sdr. jelaskan apa perbedaan KTSP dengan kurikulum 1994!
8. Bobot Nila 20
Analisislah kurikulum 2013 pada Mapel Ekonomi SMA serta perbedaannya dengan kurikulum KTSP dari segi: (1) tujuan; (2) sistem yang digunakan; (3) silabus yang digunakan; (4) beban belajar siswa; (5) implementasi kurikulum; (6) proses penilaian; (7) kelemahan dan keunggulannya.
UJIAN TENGAH SEMESTER
UTS
NAMA MATA KULIAH : PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
EKONOMI
PROGRAM : S-2
SEMESTER : 1
Tahun akademik : 2014/2015
Dosen Pengampu MK : Dr. Pupu Saeful Rahmat, M.Pd.
SIFAT UJIAN : Take Home Test
Waktu Pengerjaan : Selama satu minggu sejak soal diterbitkan
(15 November 2014 )
MAHASISWA
NAMA : SAMSI
NIM : 2014121027
JAWABAN UTS SEMESTER IKURIKULUM PENDIDIKAN EKONOMI
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS KUNINGAN TAHUN 2014
1. (1) Mengapa kurikulum yang dibuat itu harus mengikuti perkembangan zaman?
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu
pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan
dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia
sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya
sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman,
guna mencapai hasil yang maksimal.
Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya . Perubahan secara terus menerus
ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk
penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan
menyesuaikan diri dengan perubahan.
Perubahan kurikulum yang terjadi di indonesia dewasa ini salah satu
diantaranya adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu tidak tetap. Selain itu,
perubahan tersebut juga dinilainya dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu
berubah juga karena pengaruh dari luar, dimana secara menyeluruh kurikulum itu
tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh ekonomi, politik, dan kebudayaan.
Sehingga dengan adanya perubahan kurikulum itu, pada gilirannya berdampak pada
kemajuan bangsa dan negara. Kurikulum pendidikan harus berubah tapi diiringi juga
dengan perubahan dari seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia yang harus
mengikuti perubahan tersebut, karena kurikulum itu bersifat dinamis bukan stasis,
kalau kurikulum bersifat statis maka itulah yang merupakan kurikulum yang tidak
baik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka Saya mencoba membahas
permasalahan yang dihadapi dalam mencari alternatif jawaban ataupun solusi yang
bisa dipecahkan bersama sehingga dapat terwujud pemahaman mengenai Mengapa
kurikulum yang dibuat itu harus mengikuti perkembangan zaman?
B. Perubahan Kurikulum
Menurut soetopo dan soemanto (1991: 38), pengertian perubahan kurikulum
agak sukar untuk dirumuskan dalam suatu devinisi. Suatu kurikulum disebut
mengalami perubahan bila terdapat adanya perbedaan dalam satu atau lebih
komponen kurikulum antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha
yang disengaja.
Sedangkan menurut nasution (2009:252), perubahan kurikulum mengenai
tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu . Mengubah
kurikulum sering berarti turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina pendidikan,
dan mereka-mereka yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan kurikulum
dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change. Perubahan kurikulum juga
disebut pembaharuan atau inovasi kurikulum.
Mengenai makna perubahan kurikulum, bila kita bicara tentang perubahan
kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat
dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam
proses belajar mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang
diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya
saling berkaitan. Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan
berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara berkala agar tetap
relevan dengan perkembangan zaman. Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan
sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi dengan murid didalam kelas. Kurikulum
dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya
dirrencanakan, karena dalam interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan
dan kreatif yang tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar
kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum
dapat dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan
cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya.
Kurikulum ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Kurikulum yang formal mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas dari
pada kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil bukan sekedar buku pedoman,
melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas , ruang olahraga, warung
sekolah, tempat bermain, karya wisata , dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata
mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam
arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik , sebab menyangkut
banyak variabel. Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang terlibat
didalamnya, yaitu guru sendiri, murid , kepala sekolah, penilik sekolah juga orang tua
dan masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal
ini dikatakan, bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum
change is social change.
C. Jenis-Jenis Perubahan
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:39-40), Perubahan kurikulum dapat
bersifat sebagian-sebagian , tapi dapat pula bersifat menyeluruh.
a. Perubahan sebagian-sebagian
Perubahan yang terjadi hanya pada komponen (unsur) tentu saja dari
kurikulum kita sebut perubahan yang sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode
mengajar saja, perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem penilaian saja,
adalah merupakan contoh dari perubahan sebagian-sebagian.
Dalam perubahan sebagian-sebagian ini, dapat terjadi bahwa perubahan yang
berlangsung pada komponen tertentu sama sekali tidak berpengaruh terhadap
komponen yang lain. Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang studi
kedalam suatu kurikulum dapat saja terjadi tanpa membawa perubahan dalam cara
(metode) mengajar atau sistem penilaian dalam kurikulum tersebut.
b. Perubahan menyeluruh
Disamping secara sebagian-sebagian, perubahan suatu kurikulum dapat saja
terjadi secara menyeluruh . artinya keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut
mengalami perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya organisasi dan
strategi dan pelaksanaannya.
Perubahan dari kurikulum1968 menjadi kurikulum 1975 dan 1976 lebih
merupakan perubahan kurikulum secara menyeluruh. Demikian pula kegiatan
pengembangan kurikulum sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha
perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan 1976 misalnya ,
pengembangan , tujuan, isi, organisasi dan strategi pelaksanaan yang baru dan dalam
banyak hal berbeda dari kurikulum sebelumnya.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan kurikulum
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:40-41), ada sejumlah faktor yang
dipandang mendorong terjadinya perubahan kurikulum pada berbagai Negara dewasa
ini.
Pertama, bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia ini dari kekuasaan
kaum kolonialis. Dengan merdekanya Negara-negara tersebut, mereka menyadari
bahwa selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan yang sudah
tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional merdeka. Untuk itu , mereka mulai
merencanakan adanya perubahan yang cukup penting di dalam kurikulum dan sistem
pendidikan yang ada.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sekali. Di
satu pihak , perkembangan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan
di sekolah menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama . Di lain pihak,
perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi, komunikasi, dan lain-lainnya
menimbulkan diketemukannya teori dan cara-cara baru di dalam proses belajar
mengajar. Kedua perkembangan di atas , dengan sendirinya mendorong timbulnya
perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan kurikulum.
Ketiga, pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia . dengan bertambahnya
penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang yang membutuhkan pendidikan.
Hal ini menyebabkan bahwa cara atau pendekatan yang telah digunakan selama ini
dalam pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau perlu diubah agar dapat memenuhi
kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar. Ketiga faktor di atas itulah yang
secara umum banyak mempengaruhi timbulnya perubahan kurikulum yang kita alami
dewasa ini.
E. Sebab-Sebab Kurikulum Itu Diubah
Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan
pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara
yang dijajah menjadi Negara yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus
mengalami perubahan yang menyeluruh.
Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran.
Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan progresif di USA tekanan
kurikulum adalah pada anak, sehingga kurikulum mengarah kepada child-centered
curriculum sebagai reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap terlalu
bersifat adult dan society-centered. Pada tahun 40-an , sebagai akibat perang, asas
masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih society-centered. Pada
tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat sputnik yang menyadarkan Amerika Serikat
akan ketinggalan dalam ilmu pengetahuan, para pendidik lebih cenderung kepada
kurikulum yang discipline-centered, yang mirip kepada subject-centered curriculum.
Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi kepada titik semula. Akan tetapi, lebih
tepat, bila kita katakan, bahwa perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak sebagai
lingkaran, jadi kita tidak kembali kepada yang lama, tetapi pada suatu titik di atas
yang lama.
Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru
mengenai proses belajar, sehingga timbul bentuk-bentuk kurikulum seperti activity
atau experience curriculum, programmed instruction, pengajaran modul, dan
sebagainya.
Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan dan lain-lain
mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu menyebabkan
kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini akan senantiasa
dihadapi oleh setiap kurikulum , betapapun relevannya pada suatu saat.
Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan
mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan demikian fungsi
kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu asas akan memerlukan perubahan
keseluruhan kurikulum itu.
F. Kesulitan-Kesulitan Dalam Perubahan Kurikulum
Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaharuan.
Ide yang baru tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum
dipraktikan secara umum di sekolah-sekolah.
Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan
itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada
kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan
pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang
suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya,
bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan
perubahan karena peraturan-peraturan administrative. Guru itu hanya diharapkan
mengikuti instruksi atasan.
Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang
mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaharuan yang
telah dimulainya itu.
Dalam pembaharuan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru
lebih “mudah” daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah
dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam
penyebarluasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin
memerlukan perubahan struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.
Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk
fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang
pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah
lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru sebelum terbukti
kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan kurikulum adalah sifat yang
sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada suatu
saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
G. Strategi kepemimpinan Dalam Perubahan Kurikulum
Strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk mencapai tujuan , dalam
hal ini perubahan kurikulum. Untuk mengubah kurikulum dapat diikuti strategi yang
berikut :
a. Mengubah seluruh sistem pendidikan
Yang hanya dapat dilakukan oleh pusat yakni Depdikbud karena mempunyai
wewenang penuh untuk mengadakan perubahan kurikulum secara total. Perubahan ini
menyeluruh dan dijalankan secara uniform di seluruh Negara. Usaha besar-besaran ini
hanya dapat dikoordinasi oleh pusat dengan memberikan pernyataan kebijaksanaan,
petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis
mengenai waktu dan tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum secara uniform
dan menyeluruh.
b. Mengubah kurikulum tingkat lokal
Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di mana guru dan murid
berada, yakni sekolah dan dalam kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang
sesungguhnya . Di sinilah dihadapi masalah kurikulum yang sesungguhnya . Dalam
kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik kertas. Dalam menghadapi anak,
mau tak mau setiap guru akan menghadapi masalah yang harus diatasinya. Dalam
pelaksanaan kurikulum dalam kelas terhadap murid yang berbeda-beda, tak dapat
tiada guru harus mengadakan penyesuaian. Bagaimanapun ketatnya perincian
kurikulum , guru selalu mendapat kesempatan untuk mencobakan pikirannya sendiri.
Pedoman kurikulum hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru terjalin erat
dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah yang menjadi garis depan
perubahan dan perbaikan kurikulum.
Dibawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat seluruh staf, atau
setiap tingkatan atau bidang studi. Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum
sebaiknya dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak diperoleh sekaligus.
Perbaikan sesungguhnya akan terjadi bila guru sendiri menyadari kekurangannya, ada
kalanya atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan siswa dan dalam diskusi
dengan teman guru lainnya. Usaha perbaikan yang dijalankan oleh guru-guru
memerlukan kordinasi kepala sekolah.
Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa sekolah itu menyendiri
dan melepaskan diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam rangka
kurikulum resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk menyesuaikannya dengan
kebutuhan anak dan lingkungannya serta berusaha untuk meningkatkannya. Ada
menyebutnya “kurikulum plus”. Kurikulum resmi hanya memberikan kurikulum
minimal yang diharapkan harus dicapai oleh segenap siswa di seluruh Indonesia.
Sama sekali tidak dilarang memberi bahan yang lebih mendalam dan luas bagi anak-
anak yang berbakat. Adanya perbedaan antara apa yang diajarkan disuatu sekolah
tidak perlu mempersulit anak pindah sekolah, selama sekolah itu mengajarkan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip atau struktur ilmu, sedangkan isinya secara detail
tidak esensial.
c. Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf.
Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami perbaikan jika mutu
guru ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal , dengan rencana yang
lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf atau
staff development lebih tak formal, lebih bebas disesuaikan dengan kebutuhan guru.
Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya mengajar yang telah
divideo-tape. Apa yang dipelajari dalam inservice dan pengembangan staf hendaknya
dipraktikkan.
d. Supervisi
Dahulu penilik (Pengawas ) sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan
inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya dipandang
sebagai hari mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam tipu
muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya ialah membantu guru
mengadakan perbaikan dalam pengajaran. Supervisi adalah member pelayanan
kepada guru untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Bila
dirasa perlu penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi bagaimana melaksanakan
suatu metode baru. Seorang penilik sekolah harus senantiasa mempelajari
perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern dan dapat pula
menerapkannya. Ialah sebenarnya hulubalang dalam modernisasi pendidikan.
e. Reorganisasi sekolah
Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak seluruh cara mendidik
di sekolah itu dengan menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini antara lain dapat
terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya team teaching , non-grading ,
metode unit, open school, dan lain-lain yang memerlukan perubahan dalam semua
aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas , penjadwalan , tugas guru,
kegiatan siswa , administrasi, dan sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat di
negara kita dewasa ini , kecuali bila diadakan eksperimen dengan metode baru,
misalnya pengajaran modul.
f. Eksperimentasi dan penelitian
Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan dalam pendidikan.
Kemajuan komunikasi dan transport membuka pendidikan kita bagi berbagai
pengaruh di bagian lain dunia ini. Ciri kemajuan ialah perubahan dan perbaikan, juga
dalam bidang pendidikan di sekolah. Penelitian atau research pendidikan belum cukup
dilakukan di Negara kita ini. Biasanya penelitian tidak langsung dapat ditetapkan dan
melalui fase yang lama sebelum diterima secara umum.
Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi, yakni mencobakan
metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan
lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko pembaruan kurikulum
tanpa uji coba sangat besar, dapat menghamburkan biaya dan tenaga yang banyak,
tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.
Percobaan metode baru dilakukan secara berkala, antara lain sekolah
pembangunan yang kemudian menjadi PPSI cukup dikenal, sayang tidak berbekas
selanjutnya. Demikian pula CBSA dan “muatan lokal” diuji cobakan selain percobaan
lainnnya.
Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis, sebenarnya tiap guru pernah
mengadakan eksperimentasi. Bila misalnya ada murid yang suka ribut dalam kelas,
menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis, bahwa dengan
pengawasan yang lebih ketat murid itu akan berubah kelakuannya. Ada guru yan g
menganjurkan anak yang ketinggalan agar belajar bersama dengan murid yang
pandai, atau guru memberi tanggung jawab kepada murid yang nakal. Bila diselidiki
boleh dikatakan bahwa tiap guru pernah melakukan percobaan kecil-kecilan seperti
ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan untuk mengatasinya.
Penelitian adalah cara yang secara sistematis mengikuti langkah-langkah
tertentu untuk memecahkan suatu masalah. Biasanya guru jarang melakukannya.
Yang banyak dilakukan guru ialah percobaan kecil-kecilan yang kurang sistematis
bila ia menyadari adanya masalah yang dihadapinya dan berniat untuk mengatasinya.
Masalah akan timbul, bila guru itu mengadakan evaluasi tentang pekerjaannya sendiri,
dan selain itu peka terhadap kritik dari dunia luar, melihat kekurangan pendidikan
berdasarkan ebtanas atau evaluasi lainnya, dan umumnya bila merasa kurang puas
dengan apa yang dilakukannya.
Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam kelas dan dalam hal ini
guru memegang peranan yang paling utama. Maka guru harus lebih menyadari
peranannya sebagai pengembang kurikulum.
g. Beberapa alasan yang menjadi dasar dalam perubahan kurikulum harus mengikuti
perkembangan zaman (kurikulum 2013) diantaranya:
A. Tantangan Masa Depan
• Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA
• Masalah lingkungan hidup.
• Kemajuan teknologi informasi.
• Konvergensi ilmu dan teknologi.
• Ekonomi berbasis pengetahuan.
• Kebangkitan industri kreatif dan budaya.
• Pergeseran kekuatan ekonomi dunia.
• Pengaruh dan imbas teknosains.
• Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan.
• Materi TIMSS dan PISA.
B. Fenomena Negatif yang Mengemuka
Perkelahian pelajar
Narkoba
Korupsi
Plagiarisme
Kecurangan dalam Ujian (Contek, Kerpek..)
Gejolak masyarakat (social unrest)
C. Kompetensi Masa Depan
• Kemampuan berkomunikasi
• Kemampuan berpikir jernih dan kritis
• Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan
• Kemampuan menjadi warga negara yang efektif
• Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan
yang berbeda
• Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal
• Memiliki minat luas mengenai hidup
• Memiliki kesiapan untuk bekerja
• Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya
D. Persepsi Masyarakat
• Terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif
• Beban siswa terlalu berat
• Kurang bermuatan karakter
Referensi:
o Nasution. 2009. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
o Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum
Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
o Soemantri, Hermana. 1993. Perekayasaan Kurikulum. Bandung: Angkasa.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Depdiknas. 2005.
o DR.Pupu Saeful Rahmat,M.Pd.Ketua Program Studi PGSD-FKIP –
Uniku,Asesor PLPG Rayon UPI.
o http://yherpansi.wordpress.com/2010/05/08/70/
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum itu (ambil dari beberapa
pendapat ahli kemudian Sdr. simpulkan)
Definisi Pengembangan Kurikulum
a) Definisi Pengembangan Kurikulum
Kegiatan pendidikan dalam prosesnya, memerlukan sebuah panduan
penyelenggaraan pendidikan yang dijadikan sebagai pedoman agar proses pendidikan
itu berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kurikulum merupakan panduan
pelaksanaan proses pendidikan.
Dalam kurikulum tidak terbatas hanya pada disiplin ilmu apa yang akan
diajarkan kepada siswa, namun di dalamnya juga termasuk penetapan tentang tujuan
pendidikan serta bagaimana cara agar disiplin ilmu itu bisa disampaikan kepada siswa
secara efektif dan efisien. Dengan demikian, pemahaman tentang kurikulum tidaklah
sesempit seperti yang dikemukakan sebagian orang. Sebagian orang menganggap,
bahwa kurikulum adalah merupakan beberapa jenis mata pelajaran yang akan
diberikan kepada siswa. Namun pada perkembangannya, banyak persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan proses pendidikan untuk selanjutnya dianggap sebagai
bagian dari kurikulum. Persoalan-persoalan itu adalah persoalan tentang arah
pendidikan itu sendiri dan metodologi pendidikan yang efektif.
Kajian tentang definisi pengembangan kurikulum, dapat dibagi ke dalam dua
bagian. Pertama, definisi “pengembangan”, kedua, definisi “kurikulum”.
Terdapat dua istilah yang sering dibahas para ahli dalam definisi pengembangan
kurikulum. Yaitu tentang definisi “pengembangan” dan “pembinaan”. Burhan
Nurgiyantoro (2008, hal. 11) menyebutkan bahwa, istilah pengembangan dan
pembinaan harus dibedakan, karena menunjuk pada kegiatan yang berbeda.
Pengembangan kurikulum menunjuk pada kegiatan menghasilkan kurikulum.
Kegiatan pengembangan, terdiri dari kegiatan penyusunan, pelaksanaan, penilaian,
dan penyempurnaan (David Pratt dalam Winarno Surahmad, dikutip oleh Burhan
Nurgiyantoro, 2008). Selanjutnya Burhan Nurgiyantoro (2008, hal. 17) berpendapat,
bahwa pengembangan adalah kegiatan untuk menghasilkan sesuatu.
Istilah “pembinaan” diartikan sebagai kegiatan mempertahankan dan
menyempurnakan. Kaitannya dengan istilah pengembangan, pembinaan dilakukan
setelah pengembangan.
Dalam sejarahnya, istilah kurikulum bukan istilah yang murni digunakan
dalam dunia pendidikan. kemunculannya istilah kurikulum digunakan dalam dunia
olahraga pada zaman Yunani kuno. Akar kata dari kurikulum yaitu berasal dari kata
“curir” dan “curere”, yang diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari dari garis start sampai finish (Wina Sanjaya, 2009, hal. 3). Namun kemudian,
istilah kurikulum mulai digunakan oleh bangsa-bangsa Barat dalam dunia pendidikan.
Dapat dipahami bahwa kurikulum dunia pendidikan, dapat dikatakan sebagai suatu
proses yang membutuhkan waktu untuk mengantarkan siswa ke dalam dimensi
maksimal sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.
Para pakar berbeda pendapat dalam mendefinisikan kurikulum, namun secara
esensial ada juga persamaan yang mendasar, bahwa kurikulum adalah sebuah rencana
untuk membentuk pribadi dan mengembangkan potensi siswa sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Wina Sanjaya (2009, hal. 4) menyebutkan, bahwa setidaknya ada
tiga dimensi dalam pengertian tentang kurikulum. Pertama, kurikulum diartikan
sebagai mata pelajaran; kedua, kurikulum diartikan sebagai pengalaman belajar; dan
ketiga, kurikulum diartikan sebagai perencanaan program pembelajaran.
Pengertian kurikulum dalam dimensi pertama dianggap sebagai sejumlah mata
pelajaran, merupakan pengertian tradisional yang banyak dipahami oleh sebagian
orang, tidak terkecuali tenaga pendidikan. Dalam survei yang dilakukan Penulis di
beberapa sekolah, kebanyakan para guru menganggap bahwa kurikulum itu adalah
sejumlah mata pelajaran yang akan dibelajarkan kepada siswa. Pakar pendidikan yang
mendefinisikan kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran dikemukakan oleh Robert
M. Hutchins dalam Wina Sanjaya (2009). Robert berpendapat bahwa “The curriculum
should include grammar, reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at
the secondary level introduce the great books of the western world”.
Pandangan tentang kurikulum sebagai sejumlah disiplin ilmu, lebih
berorientasi kepada penguasaan berbagai ilmu yang bersifat kognitif. Dalam
prakteknya belum menyentuh sisi lain dari potensi siswa yang bisa dikembangkan
agar hasil pendidikannya dapat betul-betul bermakna bagi siswa. Siswa yang berhasil
lulus dari sekolahnya, dianggap telah mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan
yang diajarkan dengan pemenuhan standar minimal. Namun, apakah predikat itu
mampu mengukur kebermaknaan ilmu yang diperolehnya untuk kehidupan sehari-hari
di masyarakat?, belum bisa dipastikan. Meski demikian, pandangan kurikulum
sebagaimana dijelaskan, merupakan pandangan yang cukup mewarnai pendidikan
nasional.
Sementara itu, pakar yang menganggap bahwa kurikulum adalah pengalaman
belajar bagi siswa adalah Hollis L. Caswell dan Campbell dalam Wina Sanjaya
(2009). Mereka mengemukakan, bahwa kurikulum adalah “… all of the experiences
children have under the guidance of teacher”. Hollis dan Campbell menganggap,
bahwa kurikulum itu adalah sejumlah pengalaman belajar siswa dalam bimbingan
seorang guru. Menurutnya, belajar sebagai implementasi kurikulum, tidak terbatas
hanya pada dinding-dinding kelas yang sempit dengan waktu yang terbatas. Kegiatan-
kegiatan di luar sekolah seperti pengerjaan tugas mandiri, mengadakan penelitian,
percobaan, observasi dan kegiatan-kegiatan lain yang dibimbing oleh guru termasuk
ke dalam kurikulum. Namun, tentu tidak semua kegiatan siswa adalah termasuk
kurikulum, hanya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dan menunjang terhadap
pengembangan belajarnya atau dalam bahasa Hollis dan Campbell, yaitu sejumlah
kegiatan di bawah bimbingan guru.
Perkembangan makna kurikulum sebagai pengalaman belajar merupakan hasil
penemuan baru ilmu psikologi belajar. Dalam pandangan psikologi belajar, dikatakan
telah belajar apabila telah ada perubahan perilaku. Perubahan perilaku merupakan inti
dari hasil belajar. Dari tidak tahu menjadi tahu atau tidak bisa menjadi bisa.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar, tidak dapat dihasilkan hanya dengan
menumpuk ilmu pengetahuan, akan tetapi membutuhkan pengalaman belajar. Oleh
karena itu, pengalaman belajar paling penting diberikan kepada siswa dibanding
hanya menumpuk ilmu pengetahuan (Wina Sanjaya, 2009, hal. 7). Dengan demikian,
evaluasi hasil belajar yang dilakukan untuk mengukur ketercapaian siswa seharusnya
juga dilihat dari proses belajarnya.
Dimensi kurikulum yang ketiga adalah kurikulum diamaknai sebagai
perencanaan pembelajaran. Dalam dimensi ini, para pakar yang sependapat
diantaranya dikemukakan oleh Hilda Taba dalam Wina Sanjaya (2009). Menurutnya:
“A curriculum is a plan for learning, therefore, what is known about the learning
process and the development of the individual has bearing on the shaping of a
curriculum”. Sementara itu pendapat lain dari Tanner yang mengatakan:
“..the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes,
formulated through systematic reconstruction of knowledge and experiences under
auspices of the school, for the learner’s continous and willful growth in personal
social competence”.
Menurut Hilda Taba, kurikulum adalah sebuah perencanaan pembelajaran,
oleh karenanya pengetahuan tentang proses belajar dan pengembangannya merupakan
dasar dalam menyusun sebuah kurikulum. Perumusan proses belajar yang efektif
menjadi sangat penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
Konsep kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran, juga termaktub dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, dalam UU ini disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pembelajaran.
Definisi sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Penididikan Nasional di
atas, bahwa kurikulum itu adalah sebuah perencanaan yang di dalamnya memiliki
beberapa komponen yang membentuknya. Komponen-komponen itu adalah
komponen tujuan, komponen isi dan bahan pelajaran, serta komponen cara yang
digunakan untuk menyampaikan isi dan bahan pelajaran itu. Tujuan pendidikan
merupakan arah yang harus dicapai oleh proses penyelenggaraan pendidikan nasional.
Berbagai visi dan misi sekolah yang secara jenjang dan kondisi lingkungan
berbeda-beda, namun tetap bermuara maupun sebuah bentuk formulasi dari tujuan
pendidikan nasional. Oleh karena itu, hirarki dan pemahaman yang komprehensif
terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional sangat penting untuk diperhatikan
oleh seluruh penyelenggara dan stakeholders pendidikan.
Jika ditelaah, maka tujuan pendidikan nasional kita, mencakup seluruh
dimensi kurikulum. Baik itu dimensi kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran
(disiplin ilmu), dimensi kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan dimensi
kurikulum sebagai perencanaan belajar.
Setelah menelaah definisi tentang istilah “pengembangan” dan “kurikulum”
sebagaimana di atas, selanjutnya kita mengkaji tentang definisi pengembangan
kurikulum. Beberapa definisi tentang pengembangan kurikulum menurut para ahli
disebutkan sebagai berikut:
1) Burhan Nurgiyantoro (2008, hal. 17), mendefinisikan pengembangan kurikulum
sebagai kegiatan penyusunan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan. Dalam
tulisannya beliau menambahkan perbedaan dengan pembinaan kurikulum.
Menurutnya pembinaan kurikulum itu adalah kegiatan mempertahankan,
menyempurnakan, atau melaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh
hasil yang maksimal.
2) Pengembangan kurikulum adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan
bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya.
3) Dalam pengertian lain menurut Suparlan (2011, hal. 79), bahwa pengembangan
kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh
pengembang kurikulum dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang
dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional.
Untuk lebih jelas untuk mengambil kesimpulan saya tuliskan beberapa definisi
kurikulum menurut para ahli:
1) Hilda Taba:
Kurikulum adalah sebuah rancangan pembelajaran, yang disusun dengan
mempertimbangkan berbagai hal mengenai proses pembelajaran serta perkembangan
individu
2) Daniel Tanner & Laurel Tanner :
Pengalaman pembelajaran yang terencana dan terarah, yang disusun melalui proses
rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang sistematis di bawah pengawasan
lembaga pendidikan agar pembelajar dapat terus memiliki minat untuk belajar sebagai
bagian dari kompetensi sosial pribadinya.
3) Romine :
Kurikulum mencakup semua temu permbelajaran, aktivitas dan pengalaman yang
diikuti oleh anak didik dengan arahan dari sekolah baik di dalam maupun di luar
kelas.
4) Murray Print. :
Kurikum didefinisikan sebagai semua ruang pembelajaran terencana yang
diberikan kepada siswa oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang dinikmati
oleh siswa saat kurikulum itu terapkan.
Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh
siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk
membelajarkan siswa. Dengan program itu, para siswa melakukan berbagai kegiatan
belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan
lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar.
i. Kurikulum : suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga
pendidikan beserta staf pengajarnya.
ii. Kurikulum : adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.
iii. Kurikulum : niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau
program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
iv. Kurikulum adalah niat dan rencana, proses belajar mengajar adalah
pelaksanaanya. Dalam proses tersebut ada dua subjek yang terlibat yakni guru
dan siswa. Siswa adalah subjek yang dibina dan guru adalah dubjek yang
membina.
v. Curriculum dalam bahasa Yunani kuno berasal dari kata Curir yang artinya
pelari; dan Curere yang artinya tempat berpacu. Curriculum di artikan jarak yang
harus di tempuh oleh pelari. Dari makna yang terkandung berdasarkan rumusan
masalah tersebut kurikulum dalam pendidikan di artikan sebagai sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau disekesaikan anak didik untuk memperoleh
ijasah.
vi. Kurikulum adalah program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis dan
logis, di berikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai
program belajar, kurikulum adalah niat, rencana atau harapan.
vii. Kurikulum adalah hasil belajar yang diniati atau intended learning out comes
viii. Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang
di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun
secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah
untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi social
anak didik.
ix. Kurikulum adalah rencana atau program belajar dan pengajaran adalah
pelaksanaan atau operasionalisasi dari rencana atau program.
x. Kurukulum adalah alat atau saran untuk mencapai tujuan pendidikan melalui
proses pengajaran.
xi. Kurikulum adalah sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan untuk anak didik.
Artinya, hasil belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak.
Judul :Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Tahun : 2005 Pengarang :
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata Halaman : 4,5,6
xii. (Ronald. C. Doll, 1974, Hal 22) The commonly accepted definition of the
curriculum has changed from content of course of study and list of subject and
courses to all the experience which are offered to learnes unders the auspises or
direction of the school.
xiii. (Johnson, 1967, hal 130) Kurikulum….a structured series of itended learning out
comes.
xiv. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau
pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
xv. (Beauchamp, 1968, hal 6) A curriculum is a written document which may contain
many ingredients, but basically it is the plant for education of pupils during their
enrollment in given school. Beauchamp lebih memberikan tekanan behwa
kurikulum adalah siatu rencana pendidikan atau pengajaran.
xvi. Caswel dan Chambell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum
Development (1935), kurikulum….to be composed of all experience children
have a under the guidance of teacher.
xvii. Zais menjelaskan bahwa kurikulumbukan hanya merupakan rencana tertulis begi
pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas,
yang memberi pedoman dan mengatur lingnkungan dan kegiatan yang
berlangsung di dalam kelas.
xviii. Menurut Robert S. Zais (1976, hal 3), kurikulum sebagai bidang studi
mencakup :1. The range of subject matters with which it is concerned (the
substantive structure), and 2. The procedures of inkiuri and practice it follows
(the syntactical structure).
xix. Menurut George A. Beaucham (1976 hal 58-59), kurikulum sebagai bidang studi
membentuk suatu teori yaitu teori kurikulum. Selain sebagai bidang studi
kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem
kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan.
xx. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Judul :Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pengarang : Dr. Wina Sanjaya, M. Pd. Tahun : 2005
Kesimpulan Menurut pendapat sendiri
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, maka saya ambil kesimpulan:
pengembangan kurikulum dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk
membuat keputusan dari tujuan pendidikan, yang dilakukan melalui proses
pembelajaran, yang dilengkapai dengan petunjuk dan standar untuk
keberhasilan dari tujuan yang telah di tetapkan, dan dapat menghasilkan out
put dari hasil proses pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan
zaman.
Kurikulum merupakan seperangkat perencanaan dan program pembelajaran
serta proses belajar mengajar yang ditempuh siswa dan tenaga kependidikan
dalam berbagai hal termasuk didalamnya proses rekontruksi pengetahuan dan
pengalaman yang sistematis yang di ikuti oleh anak didik yang diorganisir
oleh lembaga pendidikan, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan
tingkah laku siswa khususnya, dan umumnya membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapakan dan
dikembangkan mengikuti perkembangan sosiaal budaya dan iptek
3. Curriculum Development (pengembangan kurikulum) merupakan istilah
komprehensif yang di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan, dan penilaian.
Coba Sdr. jelaskanlah bagaimana pandangan Hilda Taba tentang pengembanagn
kurikulum?
Sebelum menjawab dan menjelaskan lebih lanjut pandangan Hilda Taba tentang
pengembangan kurikulum, alangkah baiknya saya akan bahas dulu tentang:
A. Apakah yang dimaksud dengan model?
B. Definisi Model Pengembangan Kurikulum
C. Model-Model Pengembangan Kurikulum
D. Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba
E. Ciri-ciri Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba
F. Pandangan Hilda Taba tentang pengembangan kurikulum
G. Sekilas Riwayat Hidup Hilda Taba
A. Apakah yang dimaksud dengan model
Model didefinisakan Konseptualisasi dalam bentuk persamaan, peralatan fisik,
uraian atau analogi grafik yang menggambarkan situasi (keadaan) yang sebenarnya,
baik berupa keadaan apa adanya maupun keadaan yang seharusnya. (Silvern, AECT,
1986).
B. Definisi Model Pengembangan Kurikulum
Model Pengembangan Kurikulum didefinisikan Gambaran sistematis
mengenai prosedur yang ditempuh dalam melakukan aktivitas pengembangan
kurikulum. Yaitu proses perencanaan, pelaksanaan (uji coba), dan penilaian
kurikulum. Inti dari aktivitas ini adalah pengambilan keputusan tentang apa, mengapa
dan bagaimana komponen-komponen kurikulum akan dibuat.
C. Model – model Pengembangan Kurikulum
Beberapa model-model pengembangan kurikulum diantaranya:
I. Model Ralph Tyler
II. Model Zais
III. Model Beauchamp
IV. Model Seller dan Miller
V. Model Hilda Taba
D. Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang
optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang
digunakan. Adapun model dalam pengembangan kurikulum diantaranya yaitu Model
Taba.Kurikulum menurut Hilda Taba adalah:
“ a curriculum is a plan for learning, therefore what is know about the learning
process and the development of individual has bearing on the shaping of the
curriculum”.
kurikulum adalah suatu rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang
belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum.
Kurikulum tidak hanya terletak pada pelaksanaanya, tetapi pada keluasan
cakupannya, terutama pada isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka
panjang, karena justeru kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka
panjang itu, sedangkan imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang
keduanya harus kontinum. Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan
pendidikan yang bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan
berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Hilda Taba
berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk
mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam
masyarakatnya.
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik
beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatau proses
perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam kurikulum ini dikembangkan
tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Model
pengembangan ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model
pengembangan Tyler. Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler.
Modifikasi tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori
Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam pegembangan
kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru
sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum. Merupakan karakteristik dalam
model pengembangan Taba.
Pengembang kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari
langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain
kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum
didalam kelas. Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia
yang dipilih. Panitia ini bertugas:
i. Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan
kesepakatan fundasional.
ii. Merumuskan Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan
yang telah dirumuskan.
iii. Mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
iv. Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya,
pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pambaruan
kurikulum. Oleh karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan
secara terbalik (inverted) yaitu dengan pendekatan induktif.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan
mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
i. Bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka
sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan
diuji.
ii. Panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat mendukung rencana-
rencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas
dasar logika bukan empirik.
iii. Karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang
dihasilkan cenderung merupakan skema / sketsa bagan yang sangat umum
dan abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan praktek instruksional.
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang
tradisional dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi
dalam teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan
Integrasi isi / materi, Hubungan dengan kebutuhan siswa. Jalannya praktek core
tersebut umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time mata
ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah kehidupan
terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan
berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek. Taba
mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan
mengembangkan inverted model, yakni langkah awal dimulai dari perencanaan unit-
unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali dengan desain
kerangka (framework) yang umum.
Unit-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya
digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall
design).
Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
i. Membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena
produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan
pengalaman praktis.
ii. Kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh
guru-guru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah
dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang
dihasilkan oleh urutan tradisional.
iii. Kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar
lebih berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum
yang ada.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba, yaitu
A. Membuat unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru :
Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan 1. Perencanaan berdasarkan pada
teori-teori yang kuat, dan 2. Eksperimen harus dilakukan di dalam kelas
dengan menghasilkan data yang empiric dan teruji. Unit –unit eksperimen ini
harus dirancang melaui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Mendiagnosis kebutuhan.
Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan
menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang
berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa.
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan
serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran.
Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan
direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut
difungsikan.
Merumuskan tujuan khusus.
Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para
pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
Rumusan tujuan akan meliputi:
- Konsep atau gagasan yang akan dipelajari
- Sikap, kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan
- Cara befikir untuk memperkuat,
- Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai
Memilih isi.
Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah
berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus
dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus
mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.
Mengorganisasi isi.
Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan
itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa
sebaiknya kurikulum itu diberikan.
Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-
pengalaman belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan
kurikulum.
Mengorganisasi pengalaman belajar.
Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-
pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket
kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab
dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa.
Peda penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik
yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah
mencapai tujuan atau belum.
Menguji keseimbangan isi kurikulum.
Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi,
pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
B. Menguji unit eksperimen
Unit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus
diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk
mengetahui tigkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai
penyempurnaan.
C. Mengadakan revisi dan konsolidasi
Setelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya melakukan revisi dan
konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan pada data yang dihimpun
sebelumnya. Selain dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga
konsolidasi yaitu penarikan kesimpulan hal-hal yang umum dan tentang konsistensi
teori-teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan secara bersana-sama dengan
coordinator kurikulum maupun ahli kurikulum. produk dari langkah ini adalah berupa
teaching learning unit yang telah diuji dilapangan. Pada langkah ini dilakukan pula
penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan.
Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Bila
hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup
yang lebih luas.
D. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a frame work)
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh
sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para
ahli kurikulum.
Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam langkah ini.
Apakah lingkup isi telah memadai
Apakah isi telah tersusun secara logis
Apakah pemebelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan
intelektual, keterampilan dan sikap
Dan apakah konsep dasar telah terakomodasi
Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang
berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara
berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman
belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional
kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang
siap untuk diimplementasikan dan didesiminasikan.
E. Implementasi dan desiminasi
Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke
daerah dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta
permasalahan yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu
diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek
penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya,
yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan
demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan
kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan
kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan
tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas
pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia,
semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil
optimal.
C. CIRI KHAS MODEL HILDA TABA
Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal dengan
model terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangankurikulumnya tidak
didahului oleh konsep-konsep yang datangnya secaradeduktif. Dalam kurikulum
Hilda Taba sebelum melaksanakan langkah-langkahlebih lanjut, terlebih dahulu
mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan yang kemudian
disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Model Taba sebagai model pembelajaran secara induktif yang terdiri atas langkah-
langkah terstruktur yang dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi motor penggerak
untuk menjangkau fase demi fase melalui pertanyaan-pertanyaan yangdiajukan
kepada siswa secara sambung-menyambung. Tujuan utama model iniadalah
pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa di samping penguasaansecara tuntas
topik yang dibicarakan. Model Taba berorientasi pada pendekatan proses.
http://rifda-aither.blogspot.com/2011/11/pengembangan-kurikulum-model-hilda-
taba.html
E. PANDANGAN HILDA TABA TENTANG PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pandangan tentang Pengembangan Kurikulum, dari Hilda Taba:
i. Taba menganjurkan pendekatan Induktif untuk pengembangan kurikulum,
dimulai dengan spesifik.
ii. Membangun dengan desain umum yang bertentangan dengan pendekatan
deduktif lebih tradisional dimulai dengan desain umum dan bekerja sampai
ke spesifik.
iii. Taba berpendapat model deduktif kurang cocok sebab tidak merangsang
timbulnya inovasi – inovasi
iv. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan
kreativitas guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan kebalikan dari
model tradisional.
v. Taba yakin bahwa proses deduktif yang paling mendasar ini cenderung
mengurangi kemampuan inovasi kreatif, karena membatasi kemungkinan
untuk bereksperimen tentang ide maupun konsep pengembangan kurikulum
yang mungkin timbul.
vi. Ia berpegang bahwa perubahan dapat dimulai dengan mendesain kembali
keseluruhan kerangka kerja.
IKA UMAYA YASINTA – 0104511008, SURYA PUSPITA SARI -
0104511005
F. SEKILAS TENTANG RIWAYAT HIDUP HILDA TABA
Hilda Taba lahir pada 7 Desember 1902 di Kooraste, Estonia (Rusia). Dia
adalah anak pertama dari sembilan bersaudara anak. Ayahnya Robert Taba, seorang
guru di sekolah dasar nya. Dia kemudian lulus dari Sekolah Tinggi Voru for Girls
pada tahun 1921, dengan harapan menjadi seorang guru sekolah dasar. Tapi dia malah
masuk Universitas Tartu dan mulai belajar ekonomi. Dia akhirnya mengubah studi
utamanya menjadi sejarah dan pendidikan sebelum lulus dari University of Tartu pada
tahun 1926.
Hilda kemudian pindah ke Amerika Serikat untuk menyelesaikan gelar
master-nya di Bryn Mawr College di Bryn Mawr, Pennsylvania, yang hanya
dimungkinkan oleh hibah dari Rockefeller Foundation. Selama studi pascasarjana nya
ia mulai memperhatikan sastra pendidikan Amerika, yang memperkenalkannya
kepada karya-karya Bode dan filsafat pendidikan progresif. Setelah menyelesaikan
pekerjaan pascasarjana nya dalam satu tahun, Taba mulai melanjutkan Universitas
Columbia pada tahun 1927 untuk studi doctoral di filsafat pendidikan. Selama studi
doctoral dia memiliki kesempatan untuk bertemu psikolog terkenal di dunia EL
Thorndike dan filsuf Jon Dewey dan beberapa orang lainnya. Setelah menyelesaikan
disertasinya pada tahun 1931, Taba kembali ke Estonia dan diangkat menjadi guru
besar di Tartu. Karena tidak terpilih untuk jabatan professionalship ia memutuskan
untuk kembali ke Amerika Serikat tak lama setelah itu, keputusan yang praktis
menyelamatkan hidupnya karena kebanyakan intelektual "dihilangkan" setelah
pengambilalihan Soviet pada tahun 1940. Setelah kembali Hilda menjadi asisten
profesor pendidikan di Ohio State dan kemudian University of Chicago sebelum
menjadi profesor penuh pada tahun 1951 ia melanjutkan pendidikan di San Francisco
State University sampai kematiannya pada 1967.
Ada beberapa ide filosofis Taba pada pengembangan kurikulum, juga ada
banyak makalah akademis dalam bahasa Inggris dan Estonia yang menggambarkan
ide-ide Hilda Taba dan penelitian pada bidang tertentu dalam pendidikan. Meski
sedikit prinsip-prinsip umum Taba yang meyakinan tentang penelitian dan pendidikan
yang membuat karyanya yang unik, kreatif dan asli. Namun banyak ide-ide yang
membuat Taba terkenal di dunia terus berkembang dan berkembang secara bertahap
sepanjang karirnya.
http://rifda-aither.blogspot.com/2011/11/pengembangan-kurikulum-model-hilda-
taba.html
3. Berdasarkan Pasal 36 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dinyatakan
bahwa:
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan
akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman
potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan
dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i)
dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Coba Sdr. komentari pasal 36 UU Sisdiknas tersebut di atas. Agar Sdr. mendapatkan
pemahaman yang jelas, kaitkan dengan ketentuan mengenai pengembangan kurikulum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tersebut dengan dengan
Peraturan Pemerintah (PP) dan Permen!
Jawaban Komentar:
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengembangan itu menjadi tambah
sempurna tentang pribadi, pikiran dan pengetahuan. Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.(UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003:SNP).
Dalam melakukan pengembangan kurikulum menurut saya,benar tentunya harus
mengacu pada standar nasional pendidikan, karena dengan mengacu kepada standar
nasional pendidikan akan jelas arah dan tujuan pengembangan tersebut. Sebaliknya bila
dalam pengembangan tidak mengacu kepada standar nasional pendidikan akan terjadi
tidak tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Penomena yang terjadi di dunia pendidikan, walaupun sudah mengacu pada SNP
saja masih banyaknya pro dan kontra diantara pelaku pendidikan, ini mengisyaratkan
bahwa pengembangan kurikulum tersebut perlu adanya evaluasi di tingkat bawah sebagai
pelaksana kegiatan jangan sampai terjadi hanya pakai praduga-praduga atau prediksi
dalam pengembangan kurikulum, apabila hanya pakai teori tanpa penelitian di bawah
saya yakin pengembangan kurikulum akan terjadi tidak sesuai dengan tujuan dari
pendidikan nasional dan hasilnyapun tidak akan tercapai secara optimal dan hanya
menghambur-hamburkan anggaran saja.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Menurut saya pasal 36 ayat 2 UU No.20 Tahun 2003 sudah sangat baik tetapi bila
kita hubungkan dengan adanya kurikulum 2013 saya pikir ini tidak sinkron. Diversifikasi
dalam KBBI diartikan penganekaragaman ini artinya bahwa setiap jenjang pendidikan,
satuan pendidikan memiliki perbedaan-perbedaan, baik potensi daerah maupun peserta
didik. Antara kurikulum 2013 dan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 36 ayat 2,
menurut saya bersebrangan dan tidak memberikan kebebasan pada satuan pendidikan
sehingga potensi dan peserta didik dipaksakan.
Pasal 36 ayat 2 UU No.20 Tahun 2003 ini berlaku untuk Kurikulum KTSP yang
penjabarannya memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengatur
kurikulumnya di sesuaikan dengan kebutuhan setempat dengan tidak menyimpang dari
tujuan pendidikan nasional dan standar pendidikan.
Kesimpulan komentar saya bahwa pasal 36 ayat 2 UU No.20 Tahun 2003 tidak sesuai
dengan pengembangan kurikulum 2013.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b)
peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
(d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan
nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-
nilai kebangsaan.
Komentar pada pasal 36 ayat 2 UU No.20 Tahun 2003 yang saya komentari yaitu pada
sub (d), keragaman potensi daerah dan lingkungan. Bila kita kaitkan dengan
pengambangan kurikulum 2013 sudah tidak sesuai lagi. Bagian sub (d) ini yang sangat
relevan dengan kurikulum KTSP.
4. Bobot Nilai 10
Oemar Hamalik (2003) mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pengembangan kurikulum, antara lain: (1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional; (2) sosial
budaya dan agama; (3) perkembangan peserta didik; (4) keadaan lingkungan; (5) kebutuhan
pembangunan; dan (6) perkembanagn ilmu pengetahuan dan teknologi. Coba Sdr. jelaskan
lebih rinci lagi kelima faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum tersebut!
Kajian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar
dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran
tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan
dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”,
artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum
ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk
memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah.
Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah
menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari
telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai
finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah
tertentu.[1]
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun
lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika
Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim
digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan
rencana pelajaran.[2]
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang
pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut
mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah
ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa
melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah
laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah
menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya,
suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai.
Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat
pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang
pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan
kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya
yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa
kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari
pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine,
1945,h. 14).”[3]
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang
kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan
yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional).[4]
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.
(Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).[5]
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai
tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan
Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).[6]
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar
pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
1.2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan
manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan
manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37).
Pengembangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk
merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam
merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan
peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi
(interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan
hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang
ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan
kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu dengan yang lainnya.
1. Filsafat dan tujuan pendidikan
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan
cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan kata lain,
filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi
landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta perangkat
pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengeruhi oleh dua hal
pokok, yakni (1). Cita-cita masyarakat, dan (2). Kebutuhan peserta didik yang hidup di
masyarakat.
Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal ini
menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka pengembangan
kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-
nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung cita-
cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan nilai-nilai yang disetujui oleh
individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus dirumuskan berdasarkan
kriteria yang bersifat umum dan obyektif. Hopkin dalam bukunya Interaction The democratic
Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
2) Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
2. Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita. Keadaan
sosial budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya sebagai peserta
didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi oleh interaksi sosial
yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan
masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah laku kita juga sangat besar pengaruhnya
dalam membuat suatu kurikulum.
3. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangannya
Setiap peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan keadaan peserta
didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi atau dalan hal
perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya kurikulum
yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat sedemikian rupa untuk mengimbangi
perkembangan peserta didiknya.
4. Kedaaan lingkungan
Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem,
yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu kehidupan
di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, meliputi:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.
Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan sebagai
modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupakan
sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah maupun dalam mutunya. Lingkungan sosial
budaya merupakan sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi
ada tiga sumber daya yang terkait erat dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
5. Kebutuhan Pembangunan
Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad
kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan
merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang maju,
mandiri dan sejahtera.
Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses
pembangunan yang titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring dan
didukung oleh pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya
pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai
dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri, pertanian,
tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usaha nasional,
pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan,
keuangan, transmigrasi, energi dan lingkungan hidup (GBHN, 1993).
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut di atas sekaligus
menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan
implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain,
penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya
–upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan
pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan
diarahkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan keilmuan dan keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional,
yakni suatu masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera.
6. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam
rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek
terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya
masyarakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-
kemampuan tersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
i. Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,
pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan
jasa.
ii. Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
iii. Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur
budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
iv. Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisiensi
dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
v. Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat memberikan
pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi
dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
i. Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang
pembangunan dalam segala bidang.
ii. Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan
mengembangkannya secara swadaya.
iii. Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek untuk
disumbangkan kepada pembangunan.
iv. Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya
seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang
isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan
dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan
dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang
hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya
sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman
itu?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat
pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis
dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis ,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada
hasil belajar dan proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat
yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan,
filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan
Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan
Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.
Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat
cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada
beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
1. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua
bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-
aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-
teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip
pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa
kompetensi merupakan ”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan
kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam
pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
i. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
ii. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi
atau informasi.
iii. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
iv. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
v. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan
sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih
tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih
tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi
permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan
hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh
lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
2. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu
rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan
masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang
menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan
dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu,
tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang
mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek
penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber
dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di
sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui
pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang
dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang
dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada
perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.
3. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan
terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil
kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat
di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di
Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga
diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan
hidup manusia.
Referensi:
[1] Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara , 2007. hlm
16.
[2] Dr. S. Nasution, M.A, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara, 2006. hlm 2.
[3] Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara , 2007. hlm 18.
[4] www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
[5] www.kopertis4.or.id
[6] www.bsn.or.id/SNI
5. Bobot Nilai 10
Hamid Hasan menyatakan konsep kurikulum ditinjau dari 4 sisi yaitu . (1) Kurikulum sebagai
suatu ide; (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; (3) Kurikulum sebagai suatu
kegiatan; (4) Kurikulum sebagai suatu hasil. Coba Sdr. jelaskan keempat hal tersebut!
Pengertian dan Dimensi kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata caries (pelari) dan curere (tempat
berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga . pada saat itu kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish
untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam
dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh
seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan
dalam bentuk ijazah.
Berdasarkan pengertian diatas, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok yaitu : (1)
adanya mata pelajaran yang harus ditempu oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk
memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasinya terhadap praktik pengajaran, yaitu setiap
siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam
posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa
jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang
diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Pengertian kurikulum seperti yang disebitkan diatas dianggap terlalu sempit atau
sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang kurikulum
terutama yang berkembang di negara-negara maju maka akan ditemukan banyak pengertian
yang lebih luas dan beragam. Istilah kurikulum pada dasarnya tidak hanya terbatas pada
sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning
esperiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan
Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan
kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the
student by the school). Sehingga kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas, tetapi
mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.
Pendapat dan senada menguatkan pengertian tersebut dikemukan oleh Saylor,
Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kerukulum sebagai segala upaya sekolah
untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah,
maupun diluar sekolah. Selanjutnya berdasarkan hasil pengumpulan informasi tentang kata
kurikulum tahun 1916 – 1982 diperoleh beberapa penyataan yang dapat dikembangkan
sebagai definisi dari kurikulum.
Tabel 1.1. Definisi Kurikulum
Nama Ahli Tahun Pengertian Kurikulum
John Dewey
1916
...education consists primarily in transmission through
communication. ...As societies become more complex in
structure and resources, the need for formal or intentional
teaching and learning increases.
William C. Bagley 1907 [The Curriculum]...is a storehouse of organized race experience,
conserved [until] needed in the constructive solution of new and
untried problems.
Frederick G. Bonser 1920 ...experiences in which pupils are expected to engaged in school
and the general...sequence in which these experiences are to
come
Franklin Bobbitt 1924 ...the series of things which children and youth must do and
experience by way of developing abilities to do the things well
that make up the affairs of adult life; and to be in all respect what
adult should be
Hollis L. Caswell and
Doak S. Campbell
1935 ...all of experinces choldren have under the guidances of teachers
Robert M. Hutchins 1936 The curriculum should include grammer, reading, rhetoric and
logic, and mathematics, and in addition at the secondary level
introduce the great books of Western world
Pickens E. Harris 1937 ...real curriculum development is individual. It is also multiple in
the sense that there are teachers and separate children....there will
be a curriculum for each child.
Henry C. Marrison 1940 ...the content of instruction without reference to instructional
ways or means.
Dorris Lee and Murray
Lee
1940 ...those experiences of the child which the school in any way
utilizes or attempts to influence.
L. Thomas Hopkins 1941 The curriculum [is a design made] by all of those who are most
intimately concerned with the activities of the life of the children
while they are in school... a curriculum must be as flexibel as life
and living. It cannot be made beforehand and given to pupils and
teachers to install. [also it]...represent those learning each child
select, accepts, and incorporetes into himself to act with, in, and
upon in subsequent experiences.
H. H. Giles, S. P.
McCutchen, and A. N.
Zechiel
1942 ...the curriculum is...the total experiences with which the school
deals in educating young people
Harold Rugg 1947 [the curriculum is] the...stream of guided activities that
constitutes the life of young people and theirs elders. [in a much
earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the traditional
curriculum as one”...passing on descriptions of earlier cultures
and to perpetuating dead languages nad abstract techniques
which were useful to no more than a negligible fraction of our
population.”]
Ralph Tyler 1949 ...learning take place through the experinces the learner
has...”learning experinces”...[the curriculum consist of]...all of
the learning of students which is planned by and directed by the
school to attain its educational goals.
Edward A. Krug 1950 ...all learning experiences under the direction of the school.
B. Othanel Smith,
W.O. Stanley, and J.
Harlan Shores
1950 ...a sequences of potential experinces...set up in school for the
purpose of disciplining children and youth in group ways of
thinking and acting
Roland B. Faunce and
Nelson L. Bossing
1951 ...those learning experiences that fundamental for all learners
because they derive from (1) our common, individual drivers and
needs and (2) our civil and social needs as participating members
of a democratic society.
Authur E. Bestor 1953 The economic, political, and spiritual health of democratic
state,,,requires of every man and women a variety of complex
skill which rest upon sound knowledge of science, history,
economic, philosophy, and other fundamental discplines...the
fundamental discplines...have become, in the jargon of
educationists, “sunject matter fields.” But a discpline is by no
means the same as a subject matter field. The one is a way of
thinking, the other a mere aggregation of facts.
Harold Alberty 1953 All of the activities that are provided for students by the school
constitute its curriculum
George Beauchamp 1956 ...the design of a social group for the educational experiences of
their children in school. [Dr. Beauchamp reflects growing
emphasis on group processes by the 1950s]
Philip H. phenix 1962 The curriculum should consist entirely of knowledge which
comes from the disciplines [while] education should be
conceived as guided recapitulation of the processes of inquiry
which gave rise to the fruitful bodies of organized knowledge
comprising the established disciplines.
Hilda Taba 1962 A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known
about the learning process and the development of the individual
has beating on the shaping of a curriculum
John I. Goddlad 1963 A curriculum consists of all those learning intended for a student
or group of student
Harry S. Broudy, B.
Othanel Smith, and Joe
R. Burnett
1964 ...modes og teaching are not, strictly speaking, a part of the
curriculum [which] consist primarily of certain kinds of content
organized into categories of instruction
J. Galen saylor and
William M. Alexander
1966
and
1974
[the curriculum is]...all learning opportunities provided by the
school...a plan for providing sets of learning opportunities to
achieve broad educational goals and related specific objectives
for an identifiable population served by single school center.
The Plowden Report
(British)
1967 The curriculum, in the narrow sense, [consist of] the subjects
studied,,,in the period 1898 to 1944...
Mauritz Johnson, Jr. 1967 ...a structured series of intended learning outcomes
W.J. Popham and Eva
L. Baker
1970 ...alll planned learning outcomes for which the school is
responsible
Daniel Tanner and
laurel Tenner
1975 ...the planned and guided learning experiences and intended
learning outcomes, formulated through the systematic
reconstruction of knowledge and experiences under the auspices
of the school, for the learner’s continuous and will full growth in
personal-social competence
Donald E. Orlosky and 1978 Curriculum is the substances of the school program, it is the
B. Othanel Smith content pupils are expected to learn
Peter F. Oliva 1982 Curriculum [is] the plan or program for all experiences which the
learner encounters under the direction of the school.
Sumber : Definitional and Descriptive Statements of Curriculum, 1916-1982 (diadaptasi dari
Curriculum in the New Millenium, 1993)
R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu
kurikulum sebagai subtansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi.
Dimensi pertama memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di
sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum dapat juga
menunjuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatn
belajar mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan
pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat.
Dimensi kedua memandang kurikulumsebagai bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem adalah tersusunnya suatu
kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum adalah memelihara kurikulum agar tetap
dinamis.
Dimensi ketiga memandang kurikulum sebagai bidang studi, yaitu bidang studi
kurikulum. Hal ini merupakan kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan
pengajaran. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum, melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitia dan percobaan,
sehingga menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari
tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem dan sebagai rencana. Kurikulum sebagai ilmu
dikaji konsep, asumsi, teori-teori dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum
sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannnya dengan sistem-sistem
lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis
pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap
beragam rencana dan rancangan tau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Demikian pula, dengan rancangan atau desain, terdapat desain
berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, kebutuhan siswa.
Said Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa pada saat sekarang istilah
kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan dimensi lainnya
saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut, yaitu : (10 kurikulum sebagai
suatu ide/gagasan; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan
perwujudan dari kurikulum sebagai ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering
pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum.
Secara teoritis, dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis; (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Selanjutnya, bila kita merujuk pada dimensi pengertian yang terakhir, maka dapat
dengan mudah mengungkap keeempat dimensi kurikulum tersebut dikaitkan dengan
pengertian kurikulum.
a. Pengertian kurikulum dihungkan dengan dimensi ide
Pengertian kurikulum sebagai dimensi yang berkaitan dengan ide pada
dasarnya mengandung makna bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang akan
dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya. Pengertian-
pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, diantaranya :
1) “...the content of intruction without refernce to instructional ways or means”
(Henry C. Marrison, 1940).
2) “...curriculum is the substance of the school program. It is the content pupils are
expected to learn” (Donald E. Orlosky and B. Othanel Smith, 1978)
3) “...curriculum it self is a construct or concept, a verbalization of an extremely
complex idea or set of ideas” (Oliva, 1997).
b. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi rencana
Makna dari dimensi kurikulum ini adalah sebagai seperangkat rencana dan
cara mengadministrasikan tujuan, isis dan bahan pelejaran, serta cara yang digunakan
untuk pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Pengertian-pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi
ini, diantaranya :
1) “...A curriculum is a plan for learning; therefore, what is known about the
learning process and the development of the individual has bearing on the
shaping of curriculum” (Hilda Taba).
2) “...all planned learning outcomes for which the school is responsible” (W.
Popham and Eva L. Baker, 1970).
3) “...the planned and guided learning experiences and intended learning outcomes
formulated through the systematic reconstruction of knowledge and
experiences of the school, for learner’s continuous and will full growth in
personal-social competence” (Danial Tanner and Laurel Tanner, 1975).
c. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi aktivitas
Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktivitas memandang kurikulum
merupakan segala aktivitas dari guru dan siswa dalam prose pembelajaran di sekolah.
Pengertian-pengertian kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, diantaranya :
1) “...the curriculum [is a design, made] by all of those who are most intimately
concerned with the activities of the life of the children while they are inschool...a
curriculum must be as flexibel as life and living. It cannot be made beforehand and
given to pupils and teachers to install. [also it/...represents those learning each child
selects, accepts, and incorporates into himself to act with, in, and upon in subsequent
experiences” (L. Thomas Hopkins, 1941).
2) “[the curriculum is] the...stream of guided activities that constitutes the life of
people and their elders. [in a much earlier book, Rugg disapprovingly spoke of the
traditional curriculum as one...passing in description of earlier cultures and to
perpetuating dead languanges and abstract techniques which were useful to no more
than a negligible fraction of our population” (Harold Rugg, 1947).
3) “All of the activities that are provided for student by the school constitutes its
curriculum” (Harold Alberty, 1953).
d. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil
Dedinisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat
memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah
direncanakan dan yang menjadi tujuan dari kurikulum tersebut. Pengertian-pengertian
kurikulum yang berkaitan dengan dimensi ini, diantaranya :
1) “...a structured series of intended learning outcomes” (Mauritz Johnson, Jr.,
1967).
2) “Curriculum is defined as a plan for achieving intended learning outcomes; a
plan concerned with purposes, with what is to be learned and with the result of
instruction” (Unruh and Unruh, 1984).
3) “segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang
diharapkan dalam situasi di dalam ataupun di luar sekolah” (Hilda Taba dalam
Nasution, 1993).
http://desainkurikulumq.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-dimensi-kurikulum.html
6.Bobot Nilai 15
Jelaskan sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sejak zaman Kejayaan Hindu, Budha,
Islam, zaman penjajahan, masa setelah kemerdekaan, masa orde lama, orde baru, sampai
masa orde reformasi!
1. Zaman Kejayaan Hindu,Budha
A. Perkembangan Pendidikan pada Zaman Hindu dan Budha
Menurut teori Van Leur, yang oleh banyak ahli dapat diterima, ditegaskan bahwa
pada abad-abad permulaan terjadilah hubungan perdagangan antara orang-orang
Hindu dengan orang-orang Indonesia. Faktor-faktor yang memungkinkan
berkembangnya Peradaban Hindu Budha diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor Politik
Terjadi peperangan antara kerajaan India bagian Utara dengan kerajaan India bagian
Selatan. Bangsa Aria dari Utara mendesak kerajaan dan penduduk Selatan, sehingga
penduduk di Selatan lari mencari tempat-tempat baru, dan ada sampai ke Indonesia.
Oleh karena itu peradaban yang masuk ke Indonesia Nusantara dipengaruhi oleh
bangsa India dari bagian Selatan.
2. Faktor Ekonomis atau Geografis
Indonesia terletak antara India dan dataran Tiongkok, dimana pada waktu itu telah
terjadi perdagangan antar India dan Tiongkok melalui jalur laut. Akibatnya banyak
orang India dan Tiongkok bergaul dengan bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan
atau perniagaan sampai terjadi koloni yang berdatangan dari India dan Tiongkok.
3. Faktor Kultural
Tingkat peradaban bangsa India lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli di
Nusantara. Mereka sudah mengenal sistem pemerintahan yang teratur dalam bentuk
kerajaan, mereka juga telah mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta
sejarah membuktikan dengan ditemukannya prasasti batu bertulis dengan huruf
Pallawa dan bahasa Sansekerta yang menjelaskan tentang adanya kerajaan tertua. Di
Kalimantan yaitu di Kutai abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa
Barat.
Perkembangan pendidikan pada zaman ini, sudah mulai menampakkan suatu gerakan
pendidikan dengan misi penyebaran ajaran agama dan cara hidup yang lebih universal
(keseluruhan) dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Pendidikan masa Hindu-
Budha di Indonesia dimulai sejak pengaruh Hindu-Budha datang ke Indonesia.
Perkembangan agama Hindu Budha di Indonesia membawa perubahan besar bagi
kehidupan masyarakat Indonesia. Sebenarnya masyarakat indonesia telah memiliki
kemampuan dasar yang patut dibanggakan sebelum masuknya Hindu dan Budha.
Setelah Hindu dan Budha berkembang di Indonesia kemampuan masyarakat
Indonesia makin berkembang karena berakulturasi dan berinteraksi dengan tradisi
Hindu dan Budha.
Di daerah Kalimantan (Kutai) dan Jawa Barat (Tarumanegara) ditemukan prasasti
adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua pada abad ke-5. Para cendekiawan,
ulama-biarawan, musafir dan peziarah Budha dalam perjalanannya ke India, singgah
di Indonesia untuk mengadakan studi pendahuluan dan persiapan lainnya. Negara
India merupakan tanah suci dan merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu
pengetahuan dan kesenian bagi pemeluk agama Budha. Agama Hindu di India terbagi
dua golongan besar yaitu Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang datang ke
Indonesia adalah Syiwaisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang Brahmana yang
bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan bahwa :
• Syiwa adalah dewa yang paling berkuasa.
• Syiwa adalah penncipta dan perusak alam, segala sesuatu bersumber pada
Syiwa dan kembali kepada Syiwa.
• Manusia hidup dalam rangkaian reinkarnasi dan merupakan suatu samsara
(penderitaan), yang ditentukan oleh perbuatan manusia sebelumnya, jadi berlaku
hukum “karma”.
• Tujuan hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia
terlepas dari samsara, manusia hidup dalam keabadian yang menyatu dengan Syiwa.
Agama Budha merupakan agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama di India
yang kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Mahayana dan Hinayana. Yang
berkembang di Indonesia ialah bangsa Hinayana. Agama ini berkembang pada masa
kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan pada zaman Wangsa Syailendra di Pulau Jawa.
Menurut ajaran agama Budha manusia hidup dalam penderitaan karena nafsu
duniawi. Manusia dalam hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan, mencari
kebahagiaan yang abadi yaitu untuk mencapai nirwana. Adapaun langkah-langkah
untuk mencapai nirwana, manusia harus berperilaku benar diantaranya sebagai berikut
:
Berpandangan yang benar.
Berpikir yang benar.
Berkata yang benar
Berbuat yang benar.
Berkehidupan yang benar.
Berdayaupaya yang benar.
Melakukan meditasi yang benar.
Konsentrasi kepada hak-hak yang benar.
Meskipun Hinduisme dan Budhisme merupakan agama yang berbeda, namun di
Indonesia tampak terdapat kecenderungan sinkretisme yaitu keyakinan untuk
mempersatukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber dari Ynag Maha Tinggi.
Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tapi satu jua
adalah perwujudan dari keyakinan tersebut. dalam hal ini, Budha dan Syiwa adalah
dewa yang dapat diperbedakan (bhinna) tetapi dewa itu (ika) hanya satu (tungal).
Kalimat yang tadi adalah salah satu bait dari syair Sutasoma karya Empu Tantular
pada zaman Majapahit. Sehingga kebudayaan Hindu telah membaur dengan unsur-
unsur Indonesia asli dan memberikan ciri serta coraknya yang khas, sampai jatuhnya
kerajaan Hindu terakhir di Indonesia yaitu Majapahit akan masih berkembang dalam
hal pendidikan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang sastra, bahasa, ilmu
pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan-kerajaan seperti Kalingga, Mataram,
Kediri, Singasari, dan Majapahit akan melahirkan para Empu, Pujangga yang
menghasilkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Selain karya seni pahat dan seni
bangunan dalam arsitekstur yang bernilai tinggi juga ditemukan beberapa karya
ilmiah dalam bidang filsafat, sastra dan bahasa.
A. Pendidikan Hindu Budha
Syiwaisme yang berkembang di Indonesia berbeda dengan India yanga sangat
bertentangan dan hidup bermusuhan dengan Budhisme. Di Indonesia Syiwaisme dan
Budhisme hidup dan tumbuh berdampingan, walaupun terjadi penumpasan Wangsa
Syailendra yang beragama Budha oleh Wangsa Sanjaya yang beragaman Hindu,
namun dimasyarakat biasa tidak nampak pertentangan tersebut, bahkan mungkin
dapat dikatakan telah terjadi sinkretisme antara Hinduisme, Budhisme dan
kepercayaan animism dan dinamisme, suatu keyakinan untuk menyatukan Syiwa,
Budha, dan arwah-arwah nenek moyang sebagai suatu sumber dan amaha tinggi.
Pendidikan formal ini diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan Indonesia pada saat itu.
Pendidikan pada zaman Hindu masih terbatas kepada golongan minoritas (kasta
Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan mayoritas kasta Waisya dan Sudra
apalagi kasta Paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kata di Indonesia
tidak begitu ketat seperti halnya dengan di India yang menjadi asalnya agama Hindu.
Pendidikan zaman ini lebih tepat dikatakan sebagai “perguruan”dimana para murid
berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan
nama pesantren, jadi berbeda sekali dengan sekolah yang kita kenal sekarang ini.
Sistem perguruan yang dikenal dengan pesantren itu berkembang terus sampai pada
pengaruh Budha, zaman Islam sampai sekarang (pesantren tradisional). Pada zaman
Budha pendidikan berkembang pada kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang
sudah terdapat perguruan tinggi Budha. Dimana para murid-muridnya banyak berasal
dari Indocina, Jepang dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu ialah
Dharmapala. Perguruan-perguruan Budha tersebut mungkin menyebar keseluruh
kekuasaan Sriwijaya. Mungkin saja candi-candi Borobudur, Menndut, dana Kalasan
merupakan pusat pendidikan agama Budha.
Kalau kita memperjhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi-candi,
patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid belajar tentang ilmu
membangun dan seni pahat. Karena pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik
dan seni yang tinggi. Dmeikian juga dengan memahat relief-relief candi dibimbing
oleh suatu alur cerita yang menceritakan kehidupan sang Budha atau para dewa, bisa
juga cerita tentang Ramayana. Karya hasil sastra yang ditulis para pujangga banyak
yang bermutu tinggi antara lain : Pararaton, Negara Kertagama, arjuna Wiwaha, dan
Brata Yudha. Para pujangga yang terkenal diantaranya sebagai berikut : Mpu Kawa,
Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Prapanca.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu sperti Singasari, Majapahit dan
kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat uraian yang jelas mengenai pendidikan.
Namun sudah apsti bahwa pada zaman tersebut sudah berkembang pendidikan dengan
lembaga-lembaga yang dengan sengaja dibuat secara formal. Lembaga-lembaga
pendidikan tersebut berbentuk perguruan yang lebih dikenal dnegan sebutan
pesantren. Pada saat itu mutu pendidikan cukup memuaskan berbagai pihak yang
bersangkutan.
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai
moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai nirwana bagi agama Budha. Karena
itu secara umum tujuan akhir adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara khusus
mungkin dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Bagi kaum Brahmana (kasta tertinggi), pendidikan bertujuan untuk menguasai
kitab suci ( Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Budha) sebagai sumber kebenaran
dan pengetahuan yang universal.
2. Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk
memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang pengaturan pemerintahan
(kerajaan).
3. Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara
turun temurun. Misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni
pahat dan sebagainya.
b. Sifat Pendidikan
Beberapa sifat dan ciri pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah :
1. Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan.
2. Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan dan keagamaan
menguasai segala-galanya.
3. Penghormatan yang tinggi terhadap guru, karena gurunya adalah kaum
Brahmana ( kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu) dan tidak memperoleh imbalan
gaji. Mereka menjadi guru semata-mata karena kewajiban sebagai Pandita atau
Brahmana yang didasarkan pada perasaan tulus, mengabdi tanpa pamrih ( tanpa
memikirkan imbalan dunia ).
4. Aristokratis artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja
yaitu golongan Brahmana, pendeta dan golongan Ksatria dan golongan keturunan
raja-raja. Dalam agama kita kenal penggolongan berdasarkan kasta, namun di
Indonesia perbedaan tidak begitu tajam dan menonjol. Yang menonjol adalah antara
golongan raja-raja dan rakyat jelata.
c. Jenis-jenis Pendidikan
Beberapa jenis pendidikan pada zaman Hindu Budha dapat dibedakan menjadi
beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :
1. Pendidikan Intelektual
Kegiatan pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci. Veda
dipelajari oleh kaum Brahmana, dan kitab Tripitaka dipelajari oleh penganut Budha.
Pada waktu itu hanya golongan Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci
Veda. Pendidikan intelektual juga berkaitan dengan penguasaan doa dan mantera,
yang berkaitan dengan penguasaan alam semesta, pengabdian kepada Syiwa dan
Budha Gautama.
2. Pendidikan Kesatriaan
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan keluarga istana
kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan
mengatur pemerintahan (kerajaan), mengatur Negara, dan belajar untuk berperang.
3. Pendidikan Keterampilan
Pendidikan keterampilan dan pendidikan kesatriaan merupakan pendidikan kegiatan
yang deprogram secara tertib(dalam arti pendidikan bagi kaum Brahmana dan
bangsawan (keluarga raja)) sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan
keterampilan yang diajukan bagi masyarakat jelata berlangsung secara informal yang
berlangsung dalam keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya.
Seorang pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya begitu pula
dengan para petani, nelayan dan sebagainya.
d. Lembaga Pendidikan
Pendidikan pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal
dalam bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang ini. Namun dengan demikian
ada beberapa tempat yang biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
1. Padepokan atau Pecatrikan
Merupakan tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada
guru disuatu tempat, sehingga disebut pecatrikan dan dengan nama lain biasa juga
disebut padepokan. Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan
pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu
Budha. Dipesantren dan atau padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya
keturunan Brahmana utnuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber
dari kitab suci ( Veda dan Upanishad bagi Hindu serta Tripitaka bagi Budha). Dicandi
Borobudur terlihat suatu lukisan yang menggambarkan suatu proses pendidikan
seperti yang berlaku sekarang ini. Ditengah-tengah pendopo besar seorang Brahmana
atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya membawa buku, dan
mereka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima gaji namun dijamin oleh
murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan adalah agama Budha
dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief-relief yang tertulis dicandi Borobudur
( Budha) dan candi Prambanan (Hindu).
2. Pura
Merupakan tempat yang berada di istana. Tempat ini diperuntukkan bagi putra-putri
raja belajar. Mereka diberi pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun
sebagai keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar tentang
mengatur Negara, ilmu bela diri baik secara fisik maupun secara batiniah.
3. Pertapaan
Karena orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang
sangat tinggi. Oleh karenaitu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal
terutama berkaitan dengan hal-hal yang gaib.
4. Keluarga
Pada waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang juga tapi hanya
pendidikan sebagai informal. Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dalam
menyelesaikan pekerjaan orang tua yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga
lainnya.
e. Ilmu Pengetahuan dan Karya Sastra
Pada masa kejayaan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia ini telah terjadi
perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat tinggi. Seperti telah
dikemukakan pada kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan Budha yang
terbesar di Indonesia, pada saat iru telah berdiri lembaga pendidikan setaraf
“perguruan tinggi”. Perguruan tinggi tersebut dapat menampung berates-ratus
mahasiswa biarawan Budha dan adapat belajar dengan tenang, mereka tinggal di
asrama-asrama khusus.
Sistem dan metode sesuai yang ada di India, sehingga biarawan Cina dapat belajar di
sriwijaya sebelum melanjutkan belajar di India. Di Sriwijaya terkenal mahaguru yang
berasal dari India yaitu Dharmapala dan mengajarkan agama Budha Mahayana.
Dipulau Jawa pada waktu Mataram diperintah oleh seorang ratu terdapat sekolah
agama Budha yang dipimpin oleh orang Jawa yaitu Janadabra.
Pada sekitar abad ke-14 sampai kira-kira abad ke-16 menjelang jatuhnya kerajaan
Hindu di Indonesia, kegiatan pendidikan tidak lagi dilakukan secara meluas seperti
sebelumnya tetapi dilakukan oleh para guru kepada siswanya yang jumlahnya terbatas
dalam suatu padepokan. Pendidikan pada zaman tersebut, mulai dari pendidikan dasar
sampai dengan pendidikan tinggi pada umumnya dikendalikan oleh para pemuka
agama. Namun demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara
formal, sehingga seorang siswa yang belum puas akan ilmu yang diperolehnya dapat
mencari dan pindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya. Kelompok bangsawan,
ksatria dan kelompok elit lainnya mengirimkan anak-anaknya kepada guru untuk
dididik atau guru diundang untuk datang mengajar anak-anak mereka.
2. Zaman Kejayaan Islam
Kurikulum pendidikan pada masa kejayaan Islam
Youchenky Salahuddin Mayeli | Selasa, Desember 11, 2012 | 0 komentar
Latar Belakang
Sejak lahirnya islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran islam, pendidikan dan
pengajaran islam itu terus berkembang pada masa Khulafaurrasyaidin dan Dinasti
Bani Umayyah yang berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak
terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan bidang kemajuan pendidikan islam.
Sementara system pendidikan masih sama ketika masa Rasul dan Khulafaur rasyidin,
hal ini terlihat pada pola pengajaran dengan system kuttab, tempat anak-anak belajar
membaca dan menulis al-Quran serta ilmu agama islam lainnya. System pola ini
bertempat dirumah guru, istana dan masjid. Yaitu kuttab yang pelaksanaannya di
masjid.[1]
Pada masa Dinasti Umayyah, pembangunan lembaga-lembaga pendidikan, seperti
kuttab dan masjid menjadi tujuan utama para Khalifah dan Gubernur setempat.
Pendanaan lembaga-lembaga pendidikan ini sangat tergantung pada pemerintah
sebagai pemrakarsa dan propagandis. Masjid Jami yang banyak bermunculan pada
Dinasti Abbasiyah di biayai keberaradaannya dan oporasionalnya oleh pemerintah
sepenuhnya. Halaqah-halaqah yang diangkat oleh Khalifah untuk mengajarkan bidan
kajian tertentu.[2] Pada masa-masa akhir, daulah Umayyah dalam kondisi politik yang
tidak stabil, pemborantakan-pemborantakan yang terjadi disana-sini,akibat perebutan
kekuasaan didalam lingkungan keluarga Umayyah sendiri, serta firqah-firqah yang
muncul pada saat itu. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh keluarga Abbas untuk
memulai gerakannya. [3]
Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan
Dinasti Bani Umayyah, dinamakan Khalifah karena para pendiri dan penguasa Dinasti
ini adalah keturunan dari Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti ini
didirikan oleh Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-
Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132
H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Pada permulaan Dinasti Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan
sangat hebatnya diseluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak
terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda-
pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat
pendidikan. Meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu
penegtahuan.
Dinasti Abbasiyah merupakan Dinasti islam yang sempat membawa kejayaan umat
islam pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada masa dinasti ini berkuasa.
Pada masa ini pula umat islam banyak melakukan kajian kritis ilmu pengetahuan.
Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga
membuat ilmu pengetahuan menjadi maju begitu pesat. Popularitas daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid(786-809 M) dan putranya
Al-Ma’mum (813-833 M) kekayaan yang dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk
keperluan social, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan,
pada masanya sudah terdapat paling tidak. sebanyak 800 orang Dokter. Disamping
itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling
tinggi terwujud pada zaman khalifah ini, kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusatraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara
terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma;mun pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai
Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemrintahannya, ia
menerjemahkan buku-buku Yunani, ia juga banyak mendirikan sekolah-sekolah, salah
satu karya besarnya yang terpenting pembangunan Bait Al-Hikmah, pusat penerjemah
yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dan perpustakaan yang besar dan menjadi
perpustakaan umum. Dan diberi nama Darul Ilmi, yang berisi buku-buku yang tidak
terdapat diperpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, dan pada saat ini pula Baghdad
dapat memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban islam keberbagai penjuru dunia.
[4] Diantara bangunan-bangunan atau sarana pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah
adalah:
Madrasah yang terkenal pada saat itu adalah madrasah innidzamiyah, yang didirikan
oleh seseorang perdana menteri Nidzamul Muluk (456-486 M), bangunan tersebut
tersebar luas di kota Baghdad, Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.
1. Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
2. Majelis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ilmuan para ulama,
cendikiawan dan para pilosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yang mereka
geluti.
3. Darul hikmah, perpustakaan pusat.
A. Kurikulum pendidikan Islam
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin “curriculum” yang berarti pelajaran,
selanjutnya kata kurikulum menjadi istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mecapai suatu tujuan atau ijazah.
Jadi kurikulum pendidikan islam adalah alat untuk mendidik generasi muda dengan
baik dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesedian-kesedian,
bakat-bakat, kekuatan-kekuatan dan keterampilan mereka yang bermacam-macam
serta menyiapkan mereka dengan baik untuk melaksanakn fungsinya sebagai khalifah
di muka bumi.[5]
Ini berarti kurikulum pendidikan islam mengandung makna sebagai serangkaian
program yang mengarah pada kegiatan belajar terencana secara sistematis, yang
bertujuan yang mencerminkan cita-cita para pendidik sebagai pembawa norma Islam.
Pemahaman kurikulum seperti ini, direalisasikan dalam sejarah pendidikan Islam,
khususnya pada periode kemajuan peradaban Islam.
Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat rendah
adalah Al-Quran, pokok-pokok agama Islam, membaca, menulis, kissah (riwayat),
berhitung dan pokok-pokok nahwu dan sharaf. Dalam kasus-kasus lain dikhususkan
untuk membaca Al-Quran dan mengajarkan sebagian pokok-pokok agama.
Sedangkan untuk anak-anak penguasa dan amir-amir, kurikulum tingkat rendah
sedikit berbeda, di istana-istana biasanya ditegaskan pengajaran Khitabah, sejarah,
cara-cara bergaul, disamping ilmu-ilmu pokok seperti Al-Quran.
Setelah usai menempuh tingkat dasar (rendah), siswa bebas memilih bidang studi
yang ingin didalami ditingkat menengah (lanjutan). Umumnya rencana pengajaran
pada tingkat ini adalah Al-Quran, bahasa Arab,dan kesusasteraan, fiqhi, tafsir, hadis,
nahwu, sharaf, ilmu alam, dan kedokteran dll.[6]
Ilmu-ilmu agama mendominasi kurikulum lembaga-lembaga pendidikan pada tingkat
menengah, dengan Al-Quran sebagai intinya. Ilmu agama harus dikuasai agar dapat
memahami dan menjelaskan secara terinci makna Al-Quran, sebagai inti kurikulum.
Selain Al-Quran, hadis dan tafsir juga penting bagi siswa yang ingin mendalami ilmu
keagamaan. Hadis merupakan mata pelajaran dalam kurikulum yang sangat penting.
Selama beberapa abad, hadis menjadi materi penting dimasjid-masjid. Karena
kedudukannya sangat penting sebagai sumber agama setelah Al-Quran, hadis banyak
diminati penuntut ilmu sehingga pelajaran hadis tidak hanya berlangsung di masjid-
masjid, tetapi juga dirumah-rumah ulama, dan tempat-tempat umum.
Kurikulum pada zaman kemajuan Islam kurikulum yang terdapat dilembaga
pendidikan Islam tidak menawarkan mata pelajaran yang bermacam-macam. Dalam
suatu jangka waktu pengajaran hanya mengajarkan satu mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh siswa.
B. Metode pengajaran
Pendidikan dalam proses pendidikan Islam, tidak hanya dituntut untuk meguasai
sejumlah materi yang akan di berikan kepada peserta didik, tetapi juga harus
menguasai sejumlah metode pendidikan guna kelangsungan, transformasi, dan
internalisasi materi pengajaran. Oleh Karena itu, metode mempunyai posisi penting
dalam upaya mnecapai tujuan sebagai sarana memberi makna materi pelajaran yang
tersusun dalam kurikulum pendidikan yang sedemikian rupa sehingga dapat dipahami
atau diserap oleh peserta didik, pada akhirnya berfungsi pada perilakunya. Tanpa
metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat diproses secara efisien dan efektif.
Adapun wasiat Harun Ar-Rasyid, jika dianalisis lebih mendalam, Harun Ar-Rasyid
mengisyaratkan adanya larangan mengalihkan dari mempelajari satu macam ilmu ke
ilmu lainnya, kecuali bila mantap pemahaman pada ilmu yang pertama. Jadi Harun
Al-Rasyid menunjukkan Al-Quran merupakan pelajaran inti. Langkah-langkah ini
sangat penting diikuti oleh masyarakat pada masa pemerintahannya dan Khalifah-
Khalifah sesudahnya.
Dalam rangka mentransfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada peserta didik
secara langsung digunakan pada maa Dulah Abbasiyah adalah metode lisan, hafalan
dan tulisan. Metode lisan bias berupa dikte, ceramah, qiraat dan diskusi. Dikte (imla’)
adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman,
karena pelajar mempunyai catatan. Metode ceramah disebut juga al-asma’, sebab
dalam metode ceramah, guru membacakan bukunya atau menjelaskan isi buku,
sedangka murid mendengarnya. Pada saat-saat tertentu guru berhenti dan memberi
kesempatan kepada pelajar-pelajar untuk menulis dan bertanya. Metode qira’ah atau
membaca, biasanya digunakan untuk belajar membaca. Sedangkan diskusi merupaka
metode yang khas dalam pendidikan islam pada masa kejayaannya itu.
Metode ini banyak digunakan dalam pengajaran ilmu-ilmu yang bersifat filosofis dan
fiqhi. Dalam proses penyerapan ilmu, diskusi adalan metode yang palin efektif
daripada metode-metode yang lain. Diskusi dapat menjadikan pencari ilmu lebih aktif.
Diskusi jiga dapat melatih para pelajar-pelajar menguraikan ilmu dan menggunakan
daya berfikir mereka lebih aktif dibandingkan metode-metode lain.
C. Kehidupan murid
Ciri utama murid tingkat dasar adalah mereka diharuskan belajar membaca dan
menulis. Bahan pengajaran biasanya syaiir-syair, bukan Al-Quran karena kalau
memakai Al-Quran dikhawatirkan mereka membuat kesalahan yang akan menodai
kemuliaan Al-Quran. Pada pendidikan tingkat dasar, siswa yang telah mengenal tulis
baca, selanjutnya diperkenankan belajar Al-Quran dan menghafalnya dengan baik.
Belajar ditingkat dasar tidak ditentukan lamanya, melainkan tergantung kepada
kemampuan anak-anak. Mereka yang cerdas akan cepat selesai, sedangkan mereka
yang kurang cerdas dan malas tentu terlambat belajarnya.
Sebagai peserta didik, mereka mempunyai tujuan utama untuk belajar dan mereka
menghabiskan sebahagian hidup mereka untuk belajar, dan mereka mempunyai
hubungan erat dengan guru mereka. Guru mengetahui pribadi tiap-tiap pelajar yang
berguru kepadanya. Di samping guru memperhatikan tingkah laku anak didiknya, dia
juga memperhatikn kemampuan si murid dalam belajar. Serta guru sering memberi
petunjuk kepada anak didiknya tentang pelajaran apa yang cocok baginya.
Begitu mengesankan hubungan guru dengan murid pada masa kejayaan Islam.
Hubungan guru dan murid tidak hanya sebatas yang berkaitan dengan transmisi
keilmuan dan pembentukan perilaku si peserta didik, tetapi juga guru memberikan
dukungan moral moril kepada peserta didik. Kebanyakan pelajar-pelajar tidak puas
dengan pengetahuan yang ia peroleh dari guru-gurunya, dan ia akan belajar lagi
kepada guru lainnya, bahkan bila dikota tempat si murid tinggal tidak ada guru yang
ia kehendaki, ia akan ke kota lain belajar kepada guru-guru yang ia inginkan sampai
merasa cukup.[7]
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Puncak
perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa
Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan
Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah
mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa
pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Salah satu faktor penyebab kemajuan peradaban Islam (ilmu pengetahuan) pada masa
dinasti Abbasiyah, khususnya pemerintahan Harun al-Rasyid sampai al-Ma’mun
adalah adanya pendidikan sebagai sesuatu yang esensial bagi manusia. Pendidikan
dapat mebentuk kepribadian seseorang, diakui sebagai kekuatan yang dapat
menentukan prestasi dan produktifitas seseorang.
Perhatian khusus darinya dibuktikan dengan penerjemahan buku-buku yang berbahasa
Yunani kedalam bahasa Arab, serta mengkaji para penerjemah dari gelongan Kristen
dan penganut Agama lain yang ahli sehingga zaman ini sering disebut sebagai zaman
keemasan dunia islam. Gerakan al-Ma’mun usaha dalam memajukan dunia ilmu
pengetahuan adalah dengan mendatangkan para ilmuan, penulis, fisikawan, pujangga
dan filosof untuk tinggal diistana.
DAFTAR PUSTAKA
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia. Ed.I Cet.4; Jakarta; Kencana, 2011.
Rahmat, Paradigma Pendidikan Pada Masa Kejayaan Peradaban Islam. Cet.1;
Alauddin University Press, 2011.
http://www.scribd.com/doc/46943120/Pendidikan-Islam-Pada-Zaman-Bani-
Abbasiyah.
[1]Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2009), h. 53
[2]Lihat Charles Michael Stanton, Pendidkan Tinggi dalam Islam, terj. Hasan Asari
dan H. Afandi, (Jakarta: Logos, 1994), Cet. IV; h. 35
[3]Joesoef Sou’yb, Seajarah Daulah Abbasiyah, Jilid I (Cet. I;Jakarta: Bulan Bintang,
1977), h. 9-10.
[4]http://www.scribd.com/doc/46943120/Pendidikan-Islam-Pada-Zaman-Bani-
Abbasiyah
[5] Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Cet.
II; Jakarta: Bulan Bintang,1983), h. 476.
[6]Drs. Rahmat, M.Pd.i, Paradigma Pendidikan Pada Masa Kejayaan Peradaban
Islam, (Cet. I; 2011), h. 134.
[7](Ibid.), h. 146.
http://youchenkymayeli.blogspot.com/2012/12/kurikulum-pendidikan-pada-masa-
kejayaan.html
3. Zaman Penjajahan
A. Pendidikan Pada Masa Kolonial Belanda
Pemerintah kolonial Belanda mempunyai ambisi dan strategi sendiri ketika
menerapkan pola pendidikan modern. Pada awalnya, Pemerintah Kolonial Belanda
hanya memberikan model pendidikan pada anak bangsa yang berupa sekolah ongko
loro dan ongko siji. Sekolah ini bertujuan agar anak bangsa mendapatkan pendidikan
satu tahun dan tiga tahun saja, di mana materi yang diberikan berupa ketrampilan
berhitung, membaca, dan menulis sederhana. Ketrampilan ini jelas dibutuhkan untuk
membantu tugas-tugas administrasi pemerintah Kolonial Belanda sendiri. Hal ini
dilakukan karena di satu sisi pemerintah Belanda ingin mendapatkan tenaga
administrasi level bawah yang bergaji rendah, di sisi lain Belanda tidak ingin
memberikan sepenuhnya ilmu pengajaran dan pengetahuan bagi anak bangsa yang
status sosialnya dipandang rendah. Pemerintah Kolonial Belanda memberikan
persyaratan bagi siswa yang masuk di sekolah ongko siji dan loro. Syarat utamanya
adalah latar belakang keningratan bagi siswa-siswanya.
Namun demikian, setelah munculnya politik etis yang dimotori van Deventer dan
Baron van Hoevel, maka terjadi perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. Sistem
persekolah dan kurikulum mengalami banyak perubahan. Semula jenjang pendidikan
terlama di bangku sekolah dasar hanya tiga tahun, dengan kebijakan baru berubah
menjadi 5 (lima) tahun dan 6 (enam tahun). Model persekolahan ini dinamakan
schakel school dan HIS (Holland Inlandsche School). Materi pengajaran mengalami
perubahan yang cukup banyak. Tingkat kesulitan mengalami peningkatan dan tidak
setiap anak bangsa bisa menjadi siswa di sekolah ini. Kedua sekolah ini tetap
mempertahankan sistem lama dalam penerimaan siswa baru. Mereka yang berasal
dari kalangan rakyat biasa tetap tidak diperbolehkan memasuki jenjang pendidikan
HIS. Mereka yang berasal dari kalangan priyayi rendah, tentu saja harus ngenger
dahulu agar dapat diterima menjadi siswa sekolah ini. Bahasa Belanda menjadi bahasa
pengantar dalam kegiatan belajar di sekolah ini.
Sebagai pembanding, pemerintah Kolonial Belanda mendirikan pula ELS (Eropesch
Lagere School) sebagai sekolah dasar untuk anak-anak eropa dan China Lagere
School bagi anak-anak keturunan Tionghoa. Sekolah ini jelas bukan milik kaum
pribumi yang secara sosial berada di bawah posisi orang Eropa dan China.
Di tingkat lanjut, pemerintah Kolonial Belanda mendirikan MULO yang setingkat
SMP jaman sekarang. Kurikulum yang dipergunakan semakin lengkap. Bahasa
Belanda tetap menjadi bahasa pengantar. Selain itu diajarkan bahasa Perancis dan
Inggris. Tidak setiap anak bangsa bisa memperoleh pendidikan tingkat ini. Banyak
kendala rasialis dan sosial yang menghalangi anak bangsa untuk memperoleh
kesempatan ini. Jika dibandingkan jaman sekarang lulusan MULO sebanding
kualitasnya dengan lulusan S-1 sekarang. Bagi lulusan MULO maka ia berhak
mendapatkan tempat pekerjaan di struktur kepegawaian negeri maupun militer
pemerintah Kolonial Belanda.
Pengembangan aspek kepegawaian dan sistem birokrasi pemerintah Kolonial Belanda
yang semakin lengkap, jelas membutuhkan pegawai lokal yang lebih cerdas. Oleh
karena itu, dengan jumlah lulusan MULO yang tidak banyak maka kebutuhan akan
jumlah kepegawaian itu dapat terpenuhi.
Pada level yang tertinggi, kebijakan Kolonial Belanda menjelang pertengahan abad
ke-20 mulai mendirikan sekolah setingkat SLTA sekarang dengan sebutan AMS
(Algemens Middlebars School) dan HBS (Hoogere Bourgere School). Minimal anak
bangsawan tinggi yang diperbolehkan memasuki jenjang sekolah ini. Untuk AMS
ditempuh selama 3 (tiga) tahun, sedangkan untuk HBS ditempuh 5 (lima) tahun.
Siswa yang bersekolah di HBS secara sosial ia adalah pribumi yang sudah disamakan
derajatnya dengan bangsa Eropa/Belanda. Pada pendidikan tingkat ini, kualitas
menjadi sebuah ukuran mutlak. Oleh karena pola pendidikannya yang disiplin dengan
kurikulum yang jelas maka dengan sendirinya menghasilkan alumni yang disegani
oleh siapa saja. Para alumninya antara lain: Soekarno, Hatta, Sutan Syahrir,
Syafruddin Prawiranegara, Soetomo, Cipto Mangunkusuma, A. Rivai, Suwardi
Suryaningrat, dan sebagainya.
Sangat jelas bahwa sistem pendidikan masa Kolonial Belanda sangat diwarnai oleh
dualisme pendidikan. Di satu sisi, adanya politik etis tersebut pemerintah menyetujui
untuk memberikan politik balas jasa bagi pribumi dengan memberikan kesempatan
memperoleh pendidikan. Namun di sisi lain, pribumi tetap dipelihara seperti
sediakala. Pendidikan yang diberikan pada pribumi jelas tidak sama dengan
pendidikan yang diberikan pada anak-anak Belanda, Tionghoa, dan Eropa lainnya.
Hanya anak kaum bangsawan tinggi yang diperbolehkan memasuki sekolah seperti
MULO, AMS, dan HBS. Akibatnya pemerintah tetap melestarikan rust en orde, yaitu
sebuah kestabilan politik di bawah kendali ratu Belanda, sehingga dapat menekan
benih-benih ketidakpuasan dari kaum intelektual yang mungkin terlahir dari sistem
dan kebijakan Belanda sendiri.
Betapa sulitnya kaum pribumi untuk menaiki tangga mobilitas sosial. Hambatan
sosial yang berupa latar keningratan dan kebangsawan menjadi batu sandungan yang
berat bagi anak bangsa yang ingin memperbaiki nasib diri dan bangsa. Bagi mereka
yang tak sempat mengenyam bangku AMS dan HBS, tentu saja lebih memilih
memasuki jenjang pendidikan guru yang setingkat dengan MULO dan AMS sendiri
namun dengan kualitas keilmuan dan gengsi di bawahnya. Menjadi guru toh
merupakan jenjang kepriyayian yang dicita-citakan meski berada pada posisi
terbawah model birokrasi Kolonial Belanda.
Pada aspek materi, jelas sekali ada perbedaan yang cukup mendasar antara jenjang
pendidikan HIS, MULO, dan AMS. Namun ada kesamaan di antara jenjang yang
berbeda tersebut yaitu materi kebangsaan Belanda yang tercermin dalam pelajaran
sejarah, ilmu budaya, civic education, dan bahasa. Semua ilmu ini merupakan bagian
dari propaganda Belanda agar masyarakat memperoleh kesadaran berbangsa dan
loyalitas terhadap eksistensi ratu Belanda. Adapun kelebihan pendidikan masa
Kolonial Belanda adalah aspek kualitasnya yang terjamin. Hal ini terlihat pada standar
input, proses, pembiayaan, sarana-prasarana, dan standar lulusan setiap tahunnya.
Pada standar input jelas sekali dapat terlihat kualitas siswa yang masuk. Mereka yang
tercatat sebagai siswa tidak hanya berlatar belakang sosial yang tinggi, namun juga
proses seleksi intelektual menjadi sebuah ukuran yang mutlak.
Pada standar proses, terlihat bahwa kelas dengan jumlah siswa yang kecil, maksimal
25 siswa menjadi ruang yang penuh mekanisme pengawasan, pembinaan, dan
pengajaran yang sangat optimal. Apalagi dengan guru-guru yang menguasai ilmu
mengajar yang mumpuni, tanggung jawab dan dedikasi yang sepenuhnya, serta pola
pengajaran searah namun keras dan penuh disiplin, tentu saja akan melahirkan
jalannya kegiatan belajar yang efektif bagi pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Pada standar pembiayaan, jelas bahwa adanya siswa yang mayoritas berasal dari
kalangan bangsawan tinggi akan memberikan sokongan dan dukungan dana bagi
pengembangan sekolah. Mereka yang kaya akan berusaha memberikan partisipasi
dana yang maksimal agar anak-anaknya bisa sukses di sekolah.
Adanya dukungan dana dari orang tua dan statusnya sebagai sekolah negeri sudah
pasti menjadikan sarana dan prasarana lebih lengkap. Perpustakaan dengan buku-buku
berbahasa Belanda dan Inggris menjadi koleksi utama semua sekolah dari HIS sampai
dengan HBS.
Semuanya yang sudah dijelaskan di atas pada akhirnya akan bermuara pada kualitas
lulusannya yang hebat dan mumpuni di bidangnya. Konon, saking hebatnya lulusan
AMS maka banyak orang yang mengatakan bahwa kualitasnya sama dengan lulusan
S-2 jaman sekarang.
B. Pendidikan di Zaman Pendudukan Jepang
Didorong semangat untuk mengembangkan pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari
rencana membentuk Asia Timur Raya yang meliputi Manchuria, Daratan China,
Kepulauan Filiphina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah
kepemimpinan Jepang, negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai
negara sekitarnya tersebut. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran Bersama
Asia Raya) dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, bangsa fasis inipun
menargetkan Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi
besarnya. Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat,
Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan
ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang
sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan
Pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang
Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang
kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi
luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan
menggantikan Bahasa Belanda;
2. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan
berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan
sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun.
Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah
dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
2. Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3. Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain
di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
4. Pendidikan Tinggi.
Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan
menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta,
Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan
setelah kegagalan the Triple Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi.
Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang
tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan mereka.
Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan
sistem pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem
Nipponize (Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format
pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut
dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang
untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu
(propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat
menghancurkan ideologi Indonesia Raya.
Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman
pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan
tersebut antara lain:
1. Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu;
2. Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;
3. Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang;
4. Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta
5. Olaharaga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan.
Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa
aktivitas berikut ini:
1. Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi;
2. Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang, Tenno
Heika setiap pagi;
3. setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-
cita Asia Raya;
4. Setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang;
5. Melakukan latihan-latihan fisik dan militer;
6. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan. Bahasa
Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan.
Setelah menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah
berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa
lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan
China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-
Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran
dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain
memaksa para guru untuk mentranslasikan buku-buku berbahasa asing kedalam
Bahasa Indonesia untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya sekolah-
sekolah yang bertipe akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi.
Jepang juga melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk
kepentingan kontrol, maka sekolah swasta harus mengajukan izin ulang untuk dapat
beroperasi kembali. Taman Siswa misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa
menjadi Taman Tani, sementara Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup.
Kebijakan ini menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia
pendidikan dilihat dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya.
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan
antara lain: (1) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda
yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri,
yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka; (2) Pondok
pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang; (3)
Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni
kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin; (4)
Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H.
Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta; (4) Diizinkannya ulama dan
pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang
belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan (5) Diizinkannya
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian
dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang
menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan
semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya
hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya
kemerdekaan.
4. Masa Setelah Kemerdekaan
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasionaltelah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984,1994,2004, dan yang sekarang 2006. Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi,
dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Perubahan kurikulum tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-
beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin
dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita. Perubahan kurikulum di dunia
pendidikan Indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Kurikulum 1947
Kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum
pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan
Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana
Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial
Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan
untuk membentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan
sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran
harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan
akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa,
karya, dan moral (Hamalik, 2004). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan
dan kegiatan fungsional praktis.
5. Masa Orde Lama
6. Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, pendidikan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Agar
bangsa Indonesia memiliki kualitas pendidikan yang sama dengan negara-negara
maju lainnya, maka secara kuantitas dibangunlah semua sarana pendidikan di setiap
daerah. Alhasil, sekolah begitu banyak berdiri di tanah air. Secara kuantitatif
pendidikan mengalami perkembangan yang pesat. Setiap anak dapat bersekolah
dengan mudah. Namun di sisi lain, kualitas tidak bisa terjaga dengan baik.
Kekurangan guru yang baik menjadi problematika pemerintah Indonesia. Sekolah
Pendidikan Guru yang berdiri pada awal kemerdekaan tidak cukup menyediakan
lulusannya yang siap pakai. Jumlah sekolah melebihi kapasitas guru yang ada.
Akibatnya, pemerintah mengambil jalan pintas. Semua lulusan setingkat SLTA
diperbolehkan menjadi guru meski mereka tidak memiliki kemampuan dan
ketrampilan sebagai guru yang layak.
Di daerah-daerah, terjadi kemerosotan pendayagunaan sarana dan prasarana. Artinya
terjadi jurang pemisah yang sangat tajam antara sekolah desa dengan sekolah di pusat
perkotaan. Sekolah desa hanya mengandalkan kebijakan pusat yang bersifat proyek.
Pembangunan ruang kelas berhasil, namun penyediaan sarana dan prasarana lainnya
tidak mendukung. Sementara itu, sekolah perkotaan dengan bantuan orang tua siswa
dan akses yang mudah pada pemerintah pusat mendapatkan bantuan buku-buku
perpustakaan dan sarana pendukung lain yang baik.
Pada masa ini, kualitas lulusan siswa tidak sebanding dengan perkembangan sarana
pendidikan di Indonesia. Sekolah begitu banyak namun tingkat kualitasnya
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Agaknya beban
kurikulum yang terlalu lebar tidak sepadan dengan kemampuan kognitif siswa yang
harus menyerap semua informasi dan pengetahuan.
Di sisi lain, perubahan kurikulum terjadi hampir setiap 10 (sepuluh) tahun. Kurikulum
1978 diganti dengan munculnya kurikulum 1984. Kurikulum 1984 diganti dengan
kurikulum 1994. Demikian pula kurikulum 1994 mengalami beragam tambahn yang
dibuktikan dengan adanya suplemen 1994.
Agaknya perubahan kurikulum tersebut dilaksanakan karena terkait dengan
perkembangan jaman. Tuntutan perbaikan kualitas dan juga kepentingan politik
tertentu melahirkan kebijakan-kebijakan yang sarat dengan kepentingan ideologi.
Contohnya adalah pemberlakuan materi PSPB pada kurikulum 1984 yang sarat
dengan muatan ideologis dan politis. Demikian pula salah satu syarat kenaikan kelas
seorang siswa harus mendapatkan nilai minimal 6,0 dengan skala 1 sampai dengan 10
pada nilai raport. Jika nilai dibawah itu, maka siswa tidak dapat naik kelas meskipun
pelajaran lain mendapat 9 (sembilan).
Pada masa pemberlakuan kurikulum 1984 ini model pembelajaran yang sangat
terkenal adalah CBSA atau Cara Belajar Siswa Aktif di mana guru memberikan
peluang dan respon bagi siswa yang memang memiliki kecerdasan dan kepintaran.
Sistem ini dipergunakan untuk merubah model pengajaran yang kaku dan statis
seperti yang dilaksanakan pada masa sebelumnya.
Pendidikan Masa Reformasi Pada masa reformasi, jelas sekali kebijakan yang
dihasilkan terkait dengan aspek politik dan ekonomi. Munculnya suplemen 1999 juga
dalam rangka kepentingan politik yang mendasarinya.
Namun semenjak penataran P-4 (Eka Prasetya Pancakarsa) ditiadakan maka dunia
pendidikan dikembalikan pada posisi yang semestinya
7. Masa Orde Reformasi
Pendidikan Masa Reformasi Pada masa reformasi, jelas sekali kebijakan yang
dihasilkan terkait dengan aspek politik dan ekonomi. Munculnya suplemen 1999 juga
dalam rangka kepentingan politik yang mendasarinya.
Namun semenjak penataran P-4 (Eka Prasetya Pancakarsa) ditiadakan maka dunia
pendidikan dikembalikan pada posisi yang semestinya.
Pada tahun 2004 mulai diberlakukan kebijakan kurikulum baru. Kurikulum berbasis
kompetensi menjadi jawaban atas perkembangan jaman. Kurikulum ini berusaha
untuk memberikan solusi atas perubahan jaman dan globalisasi yang melanda dunia
mana saja.
Namun demikian, dunia pendidikan bukan berarti lepas dari persoalan yang ada.
Pembaharuan kurikulum ternyata tidak diimbangi dengan manajemen dan kebijakan
baru dalam menjaga mutu dan kualitas lulusan. Ujian nasional dengan pemberlakuan
standar nilai yang dilakukan secara terpusat telah memberangus standar proses yang
seharusnya menjadi titian utama kurikulum 2004.
Di sisi lain, masalah kesejahteraan guru menjadi satu faktor yang belum dituntaskan
pada masa reformasi ini. Kesejahteraan guru mulai diperhatikan ketika era Presiden
Abdurrahman Wahid menaikkan gaji guru hingga sama dengan pegawai negeri
lainnya. Pada akhirnya era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kesejahteraan guru
dan anggaran pendidikan 20% disahkan melalui undang-undang guru dan dosen serta
sistem pendidikan nasional. Sertifikasi guru dilaksanakan secara menyeluruh dengan
konsekuensi guru mendapatkan penghasilan tambahan sebesar satu kali gaji pokok.
Kurikulum 2006 akhirnya diberlakukan pula dalam menekankan makna
keberfungsian semangat kompetensi dan kepentingan lokal. Tidak hanya itu saja,
pemerintah juga memberikan subsidi dana bagi sekolah dari tingkat dasar sampai
SLTP lewat Dana Bos. Di samping itu, pemerintah memberlakukan MBS sebagai
model manajemen sebuah sekolah yang efektif dan efisien. Pemerintah pula memilah
dan mencoba memberikan kriteria bagi upaya peningkatan kualitas sekolah secara
utuh. Kriteria SSN, akselerasi, imersi, RSKM, SKM, RSBI, dan SBI menjadi sesuatu
yang lazim ada situasi persekolahan saat ini.
7.Bobot Nilai 10
KTSP didasarkan pada peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006, diberlakukan di satuan
pendidikan dasar dan menengah dengan menerapkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) secara bertahap dimulai pada tahun ajaran 2006/2007. Coba Sdr. jelaskan apa
perbedaan KTSP dengan kurikulum 1994!
Kurikulum 1994
a. Karakteristik kurikulum 1994
i. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
ii. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
iii. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti
sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan
dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
iv. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah
kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu
jawaban) dan penyelidikan.
v. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep
dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
b. Kelebihan Kurikulum 1994
- Penggunaan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik, dan social.
- Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
c. Kekurangan Kurikulum 1994
- Aspek yang di kedepankan dalam kurikulum 1994 terlalu padat.
- Konsep pengajaran satu arah, dari guru ke murid.
- Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/ substansi setiap mata pelajaran.
- Materi pelajaran yang dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari-hari.
- Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.
KURIKULUM 2006-Sekarang (KTSP)
Kurikulum 2006 atau yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan yang berlaku dewasa ini di Indonesia. KTSP diberlakukan
mulai tahun ajaran 2006/2007 yang menggantikan kurikulum 2004 (KBK). Kurikulum ini
lahir seiring dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Salah satu perbedaan KTSP dibandingkan dengan kurikulum yang
pernah berlaku sebelumnya di Indonesia adalah terletak pada sistem pengembangannya.
Pengembangan kurikulum sebelum KTSP dilakukan secara terpusat (sentralistik), sedangkan
KTSP merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah (desentralistik).
a. Karakteristik KTSP
- Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun
klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsure edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
b. Kelebihan KTSP
- Dalam pembelajaran adanya komunikasi dua arah antara guru dan siswa.
- Pembelajaran berpusat pada siswa.
- Penggunaan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar yang bervariasi.
- seorang guru benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang
menuntut kekereatifitasan.
c. Kekurangan KTSP
- Minimnya sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana pendukung pendidikan dan
terutama sekali kesiapan guru dan sekolah untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum
sendiri.
http://kupatkepot.blogspot.com/2012/10/karakteristik-kelebihan-dan-kekurangan_5364.html
8.Bobot Nila 20
Analisislah kurikulum 2013 pada Mapel Ekonomi SMA serta perbedaannya dengan
kurikulum KTSP dari segi: (1) tujuan; (2) sistem yang digunakan; (3) silabus yang
digunakan; (4) beban belajar siswa; (5) implementasi kurikulum; (6) proses penilaian; (7)
kelemahan dan keunggulannya.
Analisa Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Ekonomi serta Perbandingannya dengan
Kurikulum KTSP
Adapun hal-hal yang akan dianalisis dalam kurikulum 2013 ini terkait mata pelajaran
ekonomi terutama di SMA adalah dari segi tujuan, SK/KD (evaluasi) serta perbandingannya
dengan kurikulum KTSP, maka analisa yang dapat saya paparkan adalah sebagai berikut:
A. Dari segi tujuan
1.Tujuan mata pelajaran ekonomi tingkat SMA pada kurikulum KTSP:
Adapun tujuan dari mata pelajaran ekonomi adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a.Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah
ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi dilingkungan individu,
rumah tangga, masyarakat, dan negara
b.Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan
untuk mendalami ilmu ekonomi
c.Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan memiliki pengetahuan
dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang bermanfaat bagi diri
sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara
d.Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi dalam
masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional
2.Tujuan mata pelajaran ekonomi tingkat SMA pada kurikulum 2013:
Hakikatnya pada kurikulum 2013 ini, belum tampak adanya tujuan khusus dari mata
pelajaran ekonomi, namun secara umum kurikulum 2013 ini memiliki tujuan yang terkategori
pada tujuan satuan pendidikan yaitu menjadikan peserta didik sebagai manusia yang memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a. Beriman dan bertakwa pada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berkepribadian
luhur
b. Berilmu, cakap, kritis, kreatif dan inovatif
c. Sehat, mandiri, dan percaya diri
d. Toleran, peka sosial, demokratis dan tanggungjawab.
Di samping itu, dikarenakan mata pelajaran ekonomi termasuk kelompok mata
pelajaran peminatan, maka dapat kita lihat bahwa kelompok mata pelajaran peminatan
memiliki tujuan sebagai berikut: (1) untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
mengembangkan minatnya dalam sekelompok mata pelajaran sesuai dengan minat
keilmuannya di perguruan tinggi, dan (2) untuk mengembangkan minatnya terhadap suatu
disiplin ilmu atau keterampilan tertentu.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut (baik itu pada kurikulum KTSP maupun 2013),
maka dapat kita lihat bahwa terdapat perbedaan dari tujuan kurikulum KTSP dengan
kurilukum 2013. Hal ini dikarenakan pada kurikulum 2013 itu sendiri belum mengarah pada
spesifikasi tujuan mata pelajaran tertentu termasuk mata pelajaran ekonomi. Sedangkan pada
kurikulum KTSP tujuan mata pelajaran ekonomi dijelaskan secara rinci dan tujuannya
tersebut mengarahkan pada pembentukan kompetensi siswa agar benar-benar mengerti akan
konsep ekonomi dalam kehidupannya. Sementara untuk kurikulum 2013 hal itu tidak tampak,
yang ada hanya tujuan satuan pendidikan dan peminatan. Hal ini dirasakan masih sangat
umum dan tujuannya memang lebih banyak mengarah pada pembentukan karakter anak
secara umum pula. Namun, saya melihat bahwa bagaimanapun perbedaan dari segi dokumen,
tetap yang menjadi penilaian adalah pelaksanannya. Jadi, menurut saya tidak ada salahnya
juga jika terdapat perbedaan seperti itu, mungkin memang seperti itulah desain dari masing-
masing kurilukum yang pada akhirnya akan terus dilakukan perbaikan-perbaikan
kedepannya.
Walaupun terdapat perbedaan dari arah serta tujuan dari pelaksanaan masing-masing
kurikulum ini, namun tetap harus diapresiasikan niat baik pemerintah untuk memperbaiki
kurikulum itu sendiri. Kita belum bisa memutuskan mana kurikulum terbaik, karena hal itu
baru bisa terjadi apabila keduanya sudah dilaksanakan dan selanjutnya dievaluasi. Sementara
sekarang kita baru hanya melihat pelaksanaan dari kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 baru
akan terlaksana pada tahun ini.
B. Dari segi SK/KD atau KI/KD
1.SK/KD Mata Pelajaran Ekonomi Tingkat SMA pada Kurikulum KTSP:
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami
permasalahan ekonomi dalam
kaitannya dengan kebutuhan
manusia, kelangkaan dan sistem
ekonomi
1.1 Mengidentifikasi kebutuhan manusia
1.2 Mendeskripsikan berbagai sumber ekonomi yang
langka dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas
1.3 Mengidentifikasi masalah pokok ekonomi,
yaitu tentang apa, bagaimana dan untuk siapa barang
diproduksi
1.4 Mengidentifikasi hilangnya kesempatan pada
tenaga kerja bila melakukan produksi di bidang lain
1.5 Mengidentifikasi sistem ekonomi untuk
memecahkan masalah ekonomi
2. Memahami konsep
ekonomi dalam kaitannya dengan
kegiatan ekonomi konsumen dan
produsen
2.1 Mendeskripsikan pola perilaku konsumen dan
produsen dalam kegiatan ekonomi
2.2 Mendeskripsikan CirculairFlow Diagram
2.3 Mendeskripsikan peran konsumen dan
produsen
3 Memahami konsep
ekonomi dalam kaitannya dengan
permintaan, penawaran, harga
keseimbangan, dan pasar
3.1 Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran
3.2 Menjelaskan hukum permintaan dan hukum
penawaran serta asumsi yang mendasarinya
3.3 Mendeskripsikan pengertian harga dan
jumlah keseimbangan
3.4 Mendeskripsikan berbagai bentuk pasar
barang
3.5 Mendeskripsikan pasar input
Kelas X , Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
4. Memahami kebijakan
pemerintah dalam bidang
4.1 Mendeskripsikan perbedaan antara ekonomi
mikro dan ekonomi makro
ekonomi 4.2 Mendeskripsikan masalah-masalah yang
dihadapi pemerintah di bidang ekonomi
5. Memahami Produk
Domestik Bruto (PDB), Produk
Domestik Regional Bruto
(PDRB), Pendapatan Nasional
Bruto (PNB), Pendapatan
Nasional (PN)
5.1 Menjelaskan konsep PDB, PDRB, PNB, PN
5.2 Menjelaskan manfaat perhitunganpendapatan
nasional
5.3 Membandingkan PDB dan pendapatan perkapita
Indonesia dengan negara lain
5.4 Mendeskripsikan indeks harga dan inflasi
6. Memahami
konsumsi dan investasi
6.1 Mendeskripsikan fungsi konsumsi dan fungsi
tabungan
6.2 Mendeskripsikan kurva permintaan investasi
7 Memahami uang dan
perbankan
7.1 Menjelaskan konsep permintaan dan penawaran uang
7.2 Membedakan peran bank umum dan bank sentral
7.3 Mendeskripsikan kebijakan pemerintah di bidang
moneter
Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami kondisi
ketenagakerjaan dan dampaknya
terhadap pembangunan ekonomi
1.1 Mengklasifikasi ketenagakerjaan
1.2 Mendeskripsikan tujuan pembangunan
1.3 Mendeskripsikan proses pertumbuhan ekonomi
1.4 Mendeskripsikan pengangguran beserta
dampaknya terhadap pembangunan nasional
2. Memahami APBN dan APBD 2.1 Menjelaskan pengertian, fungsi, tujuan APBN dan
APBD
2.2 Mengidentifikasi sumber-sumber penerimaan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
2.3 Mendeskripsikan kebijakan pemerintah di bidang
fiskal
2.4 Mengidentifikasi jenis-jenis pengeluaran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
3. Mengenal Pasar modal 3.1 Mengenal jenis produk dalam bursa efek
3.2 Mendeskripsikan mekanisme kerja bursa efek
4. Memahami perekonomian
Terbuka
4.1 Mengidentifikasi manfaat, keuntungan dan faktor-
faktor pendorong perdagangan internasional
4.2 Mengidentifikasi kurs tukar valuta asing, dan neraca
pembayaran
4.3 Menjelaskan konsep tarif, kuota, larangan ekspor,
larangan impor, subsidi, premi, diskriminasi harga
dan dumping
4.4 Menjelaskan pengertian devisa, fungsi sumber-
sumber devisa dan tujuan penggunaannya
KELAS XI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Memahami penyusunan
siklus akuntansi perusahaan jasa
5.1 Mendeskripsikan akuntansi sebagai sistem
informasi
5.2 Menafsirkan persamaan akuntansi
5.3 Mencatat transaksi berdasarkan mekanisme debit
dan kredit
5.4 Mencatat transaksi/dokumen ke dalam jurnal
umum
5.5 Melakukan posting dari jurnal ke buku besar
5.6 Membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan jasa
5.7 Menyusun laporan keuangan perusahaan jasa
Kelas XII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami penyusunan siklus
akuntansi perusahaan dagang
1.1 Mencatat transaksi/dokumen ke dalam jurnal
khusus
1.2 Melakukan posting dari jurnal khusus ke buku
besar
1.3 Menghitung harga pokok penjualan
1.4 Membuat ikhtisar siklus akuntansi perusahaan
dagang
1.5 Menyusun laporan keuangan
perusahaan dagang
2. Mamahami penutupan siklus
akuntansi perusahaan dagang
2.1 Membuat jurnal penutupan
2.2 Melakukan posting jurnal penutupan ke
buku besar
2.3 Membuat neraca saldo setelah penutupan buku
Kelas XII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3. Memahami manajemen badan
usaha dalam perekonomian
nasional
3.1 Menjelaskan unsur-unsur manajemen
3.2 Menjelaskan fungsi manajemen dalam
pengelolaan badan usaha
3.3 Mendeskripsikan peran badan usaha dalam
perekonomian Indonesia
4. Memahami pengelolaan
koperasi dan kewirausahaan
4.1 Mendeskripsikan cara pengembangan
koperasi dan koperasi sekolah
4.2 Menghitung pembagian sisa hasil usaha
4.3 Mendeskripsikan peran dan jiwa
kewirausahaan
2.KI/KD Mata Pelajaran Ekonomi Tingkat SMA pada Kurikulum 2013:
KELAS: X KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya
1.1 Mensyukuri sumber daya karunia Tuhan
YME dalam rangka pemenuhan kebutuhan
1.2 Mengamalkan ajaran agama dalam
pengelolaan keuangan bank dan lembaga
keuangan lainnya
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta
damai, responsif dan proaktif) dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi
atas berbagai permasalahan bangsa dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan
diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
2.1 Bersikap peduli, disiplin, tanggung jawab
dalam mengatasi kelangkaan sumber daya
2.2 Bersikap peduli, kreatif, kerja sama, dan
mandiri dalam mengatasi permasalahan
ekonomi di lingkungan sekitar
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
3.1 Memahami konsep dasar ilmu ekonomi
3.2 Menganalisis kelangkaan (hubungan
antara sumber daya dengan kebutuhan
manusia) dan strategi untuk mengatasi
kelangkaan sumber daya
3.3 Menganalisis masalah pokok ekonomi
(apa, bagaimana, dan untuk siapa) serta
alternatif pemecahannya melalui berbagai
sistem ekonomi
3.4 Memahami perilaku konsumen dan
produsen serta peranannya dalam kegiatan
ekonomi
3.5 Memahami pasar dan bentuk-bentuk
pasar (monopoli, oligopoli, persaingan
sempurna, persaingan monopolistik, dll) dan
peranannya terhadap perskonomian
3.6 Menganalisis masalah dan kebijakan
ekonomi (mikro dan makro)
3.7 Memahami konsep, metode, dan manfaat
perhitungan pendapatan nasional
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam
ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah
keilmuan
3.8 Memahami lembaga keuangan Bank dan
lembaga keuangan lain (konsep, fungsi,
peran, dan produk).
3.9 Memahami konsep pasar modal dan
perannya dalam perekonomian
4.1 Menyajikan konsep permintaan,
penawaran, dan harga keseimbangan dalam
bentuk skedul/tabel, fungsi, dan kurva
4.2 Menyajikan fungsi konsumsi, tabungan,
investasi, dan pendapatan keseimbangan
dalam bentuk grafik (dalam perekonomian
tertutup sederhana/ekonomi dua sektor)
4.3 Menghitung indeks harga dan inflasi
(konsep, faktor penyebab dan dampak inflasi
terhadap perekonomian Indonesia)
4.4 Menyajikan konsep permintaan dan
penawaran uang dalam bentuk fungsi dan
grafik
KELAS: XI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya
1.1 Melakukan kegiatan akuntansi
berdasarkan ajaran agama yang dianut
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta
damai, responsif dan proaktif) dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan bangsa
dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia
2.1 Bersikap kreatif, kerjasama, mandiri dan
tanggung jawab dalam upaya mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia
2.2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin,
dan tanggung jawab dalam kegiatan
penyusunan keuangan perusahaan
2.3 Menunjukkan perilaku kreatif, percaya
diri, disiplin, tanggung jawab, jujur,
kerjasama dan mandiri dalam menerapkan
kegiatan rencana usaha/bussines plan secara
sederhana
3. Memahami, menerapkan, dan
menjelaskan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
3.1 Menganalisis konsep dasar
pembangunan ekonomi, permasalahan
pembangunan ekonomi, faktor yang
mempengaruhi, dan strategi untuk
mengatasinya
3.2 Memahami pengertian, fungsi, dan
tujuan, APBN maupun APBD
3.3 Menganalisis permasalahan
ketenagakerjaan, faktor penyebab dan upaya
untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan di
Indonesia
3.4 Memahami kebijakan pemerintah dalam
bidang fiskal dan moneter
3.5 Memahami konsep manajemen, unsur-
unsur manajemen, dan fungsi manajemen
dalam pengelolaan perusahaan
3.6 Memahami konsep kewirausahaan , cara
mengelola usaha/bisnis secara sederhana dan
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam
ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta
mampu menggunakan metoda sesuai kaidah
keilmuan
peran wirausaha dalam perekonomian
3.7 Memahami akuntansi sebagai sistem
informasi
3.8 Memahami konsep persamaan akuntasi
3.9 Memahami konsep perusahaan jasa
4.1Menerapkan prinsip penyusunan dan
penutupan siklus akuntansi perusahaan jasa
4.2Membuat perencanaan usaha/bussines
plan sederhana dan menerapkannya secara
efektif dan kreatif
KELAS: XII KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya
1.1 Mengamalkan ajaran agama dalam
melakukan pencatatan dan perhitungan
akuntansi
1.2 Menerapkan ajaran agama dalam praktek
mengelola usaha dan koperasi
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta
damai, responsif dan proaktif), menunjukkan
sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan bangsa, serta memosisikan diri
sebagai agen transformasi masyarakat dalam
membangun peradaban bangsa dan dunia
2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin,
mandiri, dan tanggung jawab dalam
melakukan perhitungan dan pencatatan
akuntansi
2.2 Menghargai ajaran agama dalam
melakukan kerjasama dan perdagangan
internasional
2.3 Mengembangkan kerjasama dalam
perdagangan internasional yang responsif
dan proaktif dan bertanggung jawab
2.4 Menunjukkan perilaku kreatif, percaya
diri, disiplin, tanggung jawab, jujur,
kerjasama dan mandiri dalam melakukan
praktik mengelola koperasi sekolah
3. Memahami, menerapkan, dan menjelaskan
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural,
dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
3.1 Memahami konsep, manfaat,
keuntungan, dan faktor pendorong
perdagangan internasional
3.2 Menganalisis kerjasama internasional
dibidang ekonomi dan dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia
3.3 Menganalisis peran pelaku ekonomi
dalam sistem perekonomian Indonesia
(BUMN, BUMS, Koperasi).
3.4 Memahami konsep perusahaan dagang
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta
dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya
di sekolah secara mandiri serta bertindak
secara efektif dan kreatif, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
4.1 Menerapkan penyusunan siklus
akuntansi perusahaan dagang
4.2 Menerapkan penutupan siklus akuntansi
perusahaan dagang
4.3 Menyajikan penyusunan dan penutupan
siklus akuntansi perusahaan dagang
4.4 Menerapkan teori pengelolaan koperasi
sekolah
Berdasarkan SK/KD (pada kurikulum KTSP) dan KI/KD (pada kurikulum 2013) yang
tercantum di atas. Kita dapat melihat beberapa perbedaan di antara kedua kurikulum tersebut,
yaitu:
1. Pada kurikulum KTSP dikenal istilah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD). Namun pada kurikulum 2013, istilah yang dikenal adalah Kompetensi Inti (KI)
dan Kompetensi Dasar (KD). Akan tetapi tidak terdapat permasalahan dalam
penggunaan istilah ini. Hanya saja pada kurikulum 2013 ini lebih menekankan pada KI
dan kemudian dijabarkan menjadi KD. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard
skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi
(organizingelement) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti
merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi
Dasar. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2),
pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi
4). Sedangkan Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk
setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau
kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada
kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan
dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu
mata pelajaran. Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk
setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar SMA/MA untuk
setiap mata pelajaran mencakup:mata pelajaran Wajib Kelompok A, Wajib
Kelompok B, Kelompok Peminatan (Matematika dan Sains, Kelompok Peminatan
Sosial, dan Kelompok Peminatan Bahasa).
2. Pada kurikulum KTSP terdapat pengelompokkan untuk masing-masing SK/KD pada
semester tertentu. Artinya sudah ada ketetapan kapan SK/KD ini dipelajari oleh siswa,
apakah menjadi beban belajar di semester I atau II. Sehingga semuanya sudah jelas dan
guru hanya tinggal memberikannya saja pada semester yang telah ditetapkan. Sementara
pada kurikulum 2013 yang tampak hanya pembagian menurut kelas saja, tetapi tidak
nampak kapan KI/KD itu akan dipelajari, apakah di semester I atau II. Menurut saya hal
inilah yang masih membuat kita bertanya-tanya bagaimana aplikasinya nanti.
3. Pada kurikulum KTSP, pengelompokkan antara SK/KD untuk mata pelajaran ekonomi
atau akuntansi terlihat lebih tersusun. Artinya ketika SK nya membahas tentang
Akuntansi maka KD nya juga akan berbicara seputar permasalahan akuntansi, begitu
juga ketika mempelajari ekonomi. Namun, berbeda halnya pada kurikulum 2013 terdapat
percampuran antara materi yang termasuk akuntansi dengan ekonomi. Jadi lebih terlihat
seperti tematik. Sehingga menurut saya guru harus benar-benar kreatif dan cerdas dalam
melaksanakan pembelajaran dengan kurikulum 2013 ini.
4. Pada kurilukum KTSP lebih menekankan pada penguasaan kompetensi siswa pada suatu
kajian tertentu (ekonomi atau akuntansi), meskipun tetap ada penilaian tersendiri untuk
sikap dan psikomotor dari SK/KD tersebut hanya saja penilaian itu lebih bersifat abstrak
(tidak dibunyikan pada SK/KD nya). Namun, pada kurilukum 2013 hal ini lebih terlihat
jelas, karena dibunyikan unsur penilaian atau KI/KD yang mengarahkan pada
pembentukan dan penilaian karekter siswa. Artinya setiap KI/KD yang dipelajari, baik
itu pada kelas X, XI dan XII semuanya tetap menekankan pada unsur-unsur karakter
siswa. Jadi tidak hanya penguasaan terhadap materinya, akan tetapi penilaian sikap dan
keterampilan lebih konkrit. Di samping itu juga, hal ini dikarenakan pada kurikulum
2013 ini KI nya terkelompokkan pada 4 kelompok yaitu sikap keagamaan (Kompetensi
Inti 1), sikap sosial (Kompetensi Inti 2), pengetahuan (Kompetensi Inti 3), dan penerapan
pengetahuan (Kompetensi Inti 4). Hal ini tidak terdapat pada kurikulum KTSP.
Selain hal yang disebutkan di atas, maka perbedaan umum antara kurikulum 2013
dengan kurikulum KTSP, sebagaimana penjelasan Menteri Pendidikan & Kebudayaan, M.
Nuh bahwa kurikulum 2013 memiliki 3 (tiga) keunggulan dibandingkan kurikulum
sebelumnya, antara lain meliputi :
a.Pertama, jika pada kurikulum KTSP mata pelajaran ditentukan terlebih dahulu untuk
kemudian menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), maka pada Kurikulum 2013
pola pikir tersebut dibalik. Artinya menetapkan standar kompetensi lulusan terlebih
dahulu.
b.Kedua, kurikulum 2013 memiliki pendekatan yang lebih utuh dengan berbasis pada
kreativitas siswa. Kurikulum baru ini diyakini telah memenuhi tiga komponen utama
pendidikan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan menjadi penguatan
pada pembentukan karakter.
c.Ketiga, pada kurikulum 2013 ini kompetensi yang ada pada jenjang SD, SMP dan SMA
didesain secara berkesinambungan.
Namun, bagaimanapun kurikulum KTSP tetap memiliki keunggulan yaitu
memasukkan konsep otonomi pendidikan. Setiap sekolah memiliki peluang untuk menjadi
inovatif dengan menerapkan SNP (Standar Nasional Pendidikan) dibarengi pengembangan
secara kreatif dan kontekstual menuju sekolah unggul yang otonom. Kurikulum 2013 justru
dirasakan dapat memasung kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum
dan persiapan proses pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (Completely-
built up product). Semua guru dapat mengajar (mengembangkan kecakapan intelektual,
penguasaan sains dan teknologi), tetapi tidak semuanya mampu mendidik (mengubah
paradigma, sikap dan perilaku dalam rangka membentuk karakter siswa). Oleh sebab itu,
kendala lain yang dirasakan paling berat dalam implementasi kurikulum 2013 adalah urusan
mengubah paradigma, sikap, perilaku dan karakter para guru itu sendiri sebelum mereka
melaksanakan tugas sebagai pendidik yaitu membentuk karakter siswa.
Disisi lain juga akan disajikan perbandingan kurikulum KTSP (2006) dengan
kurikulum 2013 berdasarkan bebarapa kriteria sebagai berikut:
PERBANDINGAN KURIKULUM 2006 DENGAN KURIKULUM 2013
NO PERBEDAAN KURIKULUM 2006 KURIKULUM 2013
1 Tujuan
Pendidikan
Tingkat Satuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah
dirumuskan mengacu kepada
tujuan umum pendidikan berikut.
Tujuan pendidikan dasar adalah
meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah
adalah meningkatkan kecerdasan,
Pendidikan dasar dan
menengah, dengan
mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan
Penyelenggaraan
Pendidikan, bertujuan
membangun landasan bagi
berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan
pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah
kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
KTSP ( Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan ) disusun
dalam rangka memenuhi amanat
yang tertuang dalam Undang-
Undang Republik Indonesia
Nomer 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomer 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan.
bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, dan berkepribadian
luhur; berilmu, cakap,
kritis, kreatif, dan inovatif;
sehat, mandiri, dan percaya
diri; dan toleran, peka
sosial, demokratis, dan
bertanggung jawab.
2. Struktur dan
Muatan
Kurikulum
Tingkat Satuan
Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada
jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang tertuang dalam SI
meliputi lima kelompok mata
pelajaran sebagai berikut.
Kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia.
Kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan
kepribadian.
Kelompok mata pelajaran ilmu
Ditinjau dari manajemen
sekolah, maka KTSP pada
dasarnya merupakan bentuk
perencanaan satuan
pendidikan pada bidang
intrakurikuler, kokurikuler,
ekstrakurikuler untuk
mencapai visi, misi, dan
tujuannya.
Dokumen KTSP pada
jenjang pendidikan dasar
pengetahuan dan teknologi.
Kelompok mata pelajaran
estetika.
Kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan
dan menengahsetidak-
tidaknya meliputi:
Kurikulum nasionalyang
terdiri dari Rasional,
Kerangka Dasar
Kurikulum, Struktur
Kurikulum, Deskripsi
Matapelajaran, KI dan KD,
dan Silabus untuk satuan
pendidikan terkait.
Kurda yang terdiri dari KD
dan Silabus yang
dikembangkan oleh daerah
yang bersangkutan, dengan
acuan KI yang
dikembangkan pada
kurikulum nasional.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Kegiatan kurikuler
(intrakurikuler, kokurikuler,
ekstrakurikuler)
Kalender Pendidikan.
3. Sistem yang
digunakan
Dalam kurikulum 2006 yang
digunakan Standar Kompetensi
dan Kompetensi dasar
Berbasis mata pelajaran, masing-
masing disiplin ilmu dibahas atau
dikelompokkan dalam satu mata
pelajaran.
Dalam kurikulum 2013
yang digunakan
Kompetensi Inti (KI)
Berbasis tematik, sehingga
dalam pembelajaran yang
digunakan adalah tema-
tema yang menjadi acuan
atau bahan ajar.
4. Silabus yang
digunakan
Silabus yang digunakan adalah
silabus yang dibuat oleh masing-
Silabus yang digunakan
adalah silabus dari pusat,
masing satuan pendidikan yang
berdasarkan silabus nasional.
sehingga seluruh indonesia
menggunakan silabus yang
sama.
6 Mata pelajaran
pancasila
Dalam kurikulum 2006, mata
pelajaran pendidikan pancasila
ditiadakan dan diganti dengan
mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan.
Dalam kurikulum 2013,
mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan dirubah
menjadi pendidikan
pancasila dan
kewarganegaraan.
5 Implementasi
kurikulum
Dalam kurikulum 2006, sistem
yang digunakan adalah
penjurusan.
Dalam kurikulum 2013,
sistem yang digunakan
adalah peminatan.
7 Beban belajar
siswa
Beban belajar siswa terlalu berat
karena banyaknya mata pelajaran
yang terlalu kompleks melebihi
kemampuan siswa.
Beban belajar siswa lebih
sedikit dan disesuaikan
dengan kemampuan siswa
8 Proses penilaianBerfokus pada pengetahuan
melalui penilaian output
Berbasis kemampuan
melalui penilaian proses
dan output
10 Penilaian Menekankan aspek kognitif
Test menjadi cara penilaian yang
dominan
Menekankan aspek
kognitif, afektif,
psikomotorik secara
proporsional Penilaian test
dan portofolio saling
melengkapi
11 Pendidik dan
Tenaga
Kependidikan
Memenuhi kompetensi profesi
saja Fokus pada ukuran kinerja
PTK
Memenuhi kompetensi
profesi, pedagogi, sosial,
dan personal motivasi
mengajar
12 Pengelolaan
Kurikulum
Satuan pendidikan mempunyai
kebebasan dalam pengelolaan
Pemerintah Pusat dan
Daerah memiliki kendali
kurikulum terdapat
kecenderungan satuan pendidikan
menyusun kurikulum tanpa
mempertimbangkan kondisi
satuan pendidikan, kebutuhan
peserta didik, dan potensi daerah
Pemerintah hanya menyiapkan
sampai standar isi mata pelajaran
(Satuan pendidikan mempunyai
kebebasan dalam pengelolaan
kurikulum)
kualitas dalam pelaksanaan
kurikulum di tingkat satuan
pendidikan.
Satuan pendidikan
mampumenyusunkurikulum
dengan mempertimbangkan
kondisi satuan pendidikan,
kebutuhan peserta didik,
dan potensi daerah
(Pemerintah Pusat dan
Daerah memiliki
kendali kualitas dalam
pelaksanaan
kurikulum di tingkat satuan
pendidikan)
Berdasarkan perbedaan yang terlihat antara kurikulum 2006 dan 2013 di atas,maka
secara keseluruhan, bisa dikatakan bahwa:
1.konsep yang dijelaskan dalam kurikulum 2013 lebih baik dan lebih terarah dibandingkan
kurikulum 2006. Hal ini dikarenakan dalam kurikulum 2013, guru dituntut untuk tidak hanya
sekedar menyampaikan materi namun juga mengajarkan nilai- nilai positif untuk membangun
karakter peserta didik di mana dalam hal ini masing – masing sekolah diperkenankan
menyusun sesuai dengan kemampuan peserta didik dan mengacu pada Visi dan Misi sekolah
masing - masing. Kurikulum 2006 belum mampu menggambarkan sikap – sikap yang harus
dikembangkan untuk peserta didik, karena kompetensi yang dibutuhkan untuk pengembangan
karakter tidak terakomodasi di dalamnya dan di mana hal ini belum mampu terspesifikasikan
karena masing – masing sekolah memiliki kemampuan yang berbeda.
2.Kurikulum 2013 lebih peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada
tingkat lokal, nasional maupun global. Walaupun lebih baik karena sudah menekankan
terhadap pengembangan karakter, namun kurikulum 2013 ini tetap harus dikaji dan di
evaluasi secara komprehensif dimana segala kekurangan dan kelebihan harus terakomodir
sehingga dapat memaksimalkan sosialisasi kurikulum. Kurikulum ini belum bisa langsung
diterapkan karena dibutuhkan persiapan yang matang untuk didapat diperoleh hasil yang
diinginkan. Pemerintah perlu memperhatikan lagi KI dan KD sehingga dapat ditafsirkan
secara jelas oleh para pelaksana pendidikan. Kesiapan perangkat pembelajaran dan sosialisasi
sangat diperlukan. Pemerintah juga perlu memperhatikan kemampuan guru secara umum
dalam menjabarkan kurikulum yang ada. Sehingga dalam hal ini pendidik dan tenaga
kependidikan harus memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal motivasi
mengajar.
C. Dari Segi Evaluasi
Apabila kita telah melihat perbedaan antara kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013
dari SK/KD atau KI/KD nya, maka kita sudah pasti dapat melihat perbedaannya dari segi
evaluasi. Hal paling penting dari segi evaluasi yang dapat terlihat bahwa pada kurilukum
2013 penilaian yang melibatkan tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor memang
benar-benar dilaksanakan dengan baik karena tergambar secara langsung tuntutan tersebut
dalam KI/KD nya. Artinya pada kurikulum 2013 ini penilaian dilakukan berbasis kemampuan
melalui penilaian proses dan output. Sementara pada kurikulum KTSP meskipun sudah
dilaksanakan penilaian terhadap ketiga ranah tersebut, namun tidak secara konkrit tuntutan
tersebut dijabarkan pada SK/KD nya dan penilaiannya juga masih dirasakan abstrak. Artinya
penilaiannya berfokus pada pengetahuan siswa atau berbasis output. Hal inilah yang
membedakan sisi evaluasi dari kedua kurikulum di atas (KTSP dan 2013).
Kesimpulan analisis:
Berdasarkan ketiga sisi yang telah dibandingkan yaitu tujuan, SK/KD atau KI/KD dan
Evaluasi yang terlihat dari dokumen kedua kurikulum, maka penulis menyimpulkan
walaupun terdapat perbedaan dari adanya tujuan dan hal lain yang dibandingkan, tetapi pada
hakikatnya hal yang dilakukan pemerintah ini adalah untuk penyempurnaan dari kurilukum di
Indonesia itu sendiri, demi berlangsungnya pembelajaran dan citra pendidikan yang lebih
baik lagi. Karena secara dokumen yang tertulis, pemerintah sudah sangat ingin membantu
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dokumen yang tersusun sudah sangat baik.
Seperti misalnya sekarang sudah mewajibkan pendidikan karakter yang tujuannya adalah
menjadikan peserta didik Indonesia lebih cerdas baik dari sisi kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Tuntutan inilah yang mulai ingin diperbaiki dan terus dimajukan oleh
pemerintah Indonesia. Selain itu juga melalui kurikulum 2013 pemerintah ingin
meningkatkan kualitas guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru yang melaksanakan
kurikulum 2013 ini harus benar-benar cerdas, aktif, kreatif dan inovatif. Namun yang perlu
mendapat sorotan lebih tajam adalah dari sisi pelatihan terhadap guru-gurunya. Apabila
kurikulum 2013 ini ingin berjalan secara baik, maka perlu dilakukan pelatihan pada tenaga
pengajarnya dan perangkat lain yang terlibat karena ia merupakan suatu sistem (mata rantai).
Semua pihak harus mengerti benar dengan arah dan tujuan dari kurikulum 2013 ini. Artinya
tidak hanya dokumen saja yang harus bagus, tetapi implementasinya juga harus demikian
bagusnya. Sehingga semua berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa sebaik-baiknya dokumen yang telah dibuat, apabila tidak
diimplementasikan dengan baik, maka hasilnya tidak akan baik. Begitu juga sebaliknya
implementasi tidak akan berjalan baik jika tidak ada dokumen yang baik sebagai pedoman
pelaksanaan.
Meskipun demikian, bukan berarti kurikulum terdahulu tidak baik. Semua yang
pernah diterapkan pasti tetap memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh sebab itu, kelemahan
inilah yang menjadi ukuran dalam perbaikan dan penyempurnaan bagi kurikulum
kedepannya. Karena bagaimanapun sekolah-sekolah masih ada yang menggunakan
kurikulum KTSP disebabkan kurikulum 2013 ini masih dalam tahap percobaan dan hanya
beberapa sekolah yang ditunjuk saja yang baru melaksanakannya. Intinya semua perlu
persiapan yang matang, dan kalau sekarang kurikulum 2013 terlihat belum siap dilaksanakan
itu hanya masalah waktu dan teknis di lapangan saja lagi yang perlu ditingkatkan. Kita tetap
harus mengapresiasikan niat baik pemerintah kita untuk memajukan dunia
pendidikan Indonesia. Hal ini dapat terwujud jika semua pihak terlibat dengan baik dan
saling bekerjasama (bukan saling menghujat atau menjatuhkan untuk kepentingan
peribadi).
Referensi :
- Draft dokumen KTSP dan Kurikulum 2013
- http://fokus.news.viva.co.id/news/read/371744-kurikulum pendidikan-2013--apa-yang-
baru-
http://ristiliana.blogspot.com/2013/07/analisa-kurikulum-2013-pada-mata.html