· web viewpada masa ini, ia sempat berguru kepada syeh ahmad khatib yang juga guru dari...

60
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar belakang dipilihnya nama Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga masyarakat umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat, sehingga ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini lahir sebagai perwujudan keprihatinan karena melihat kenyataan umat Islam di Indonesia dalam cara menjalankan perintah-perintah agama Islam banyak yang tidak bersumber dari ajaran Al Quran dan tuntunan Rasulullah SAW. Dalam hal itu KH Ahmad Dahlan menghendaki agar dengan Muhammadiyah, orang-orang Islam mengamalkan dan menggerakkan Islam dengan berorganisasi. Pembahasan mengenai sejarah berdirinya Muhammadiyah tidak bisa terlepas dari situasi dan kondisi bangsa Indonesia. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah juga tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial-agama di Indonesia, sosio-pendidikan di

Upload: hacong

Post on 03-Mar-2018

247 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di

Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,

sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang

menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Latar belakang dipilihnya nama

Muhammadiyah yang pada masa itu sangat asing bagi telinga masyarakat

umum adalah untuk memancing rasa ingin tahu dari masyarakat, sehingga

ada celah untuk memberikan penjelasan dan keterangan seluas-luasnya

tentang agama Islam sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 8

Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 di Yogyakarta. Organisasi ini

lahir sebagai perwujudan keprihatinan karena melihat kenyataan umat Islam

di Indonesia dalam cara menjalankan perintah-perintah agama Islam banyak

yang tidak bersumber dari ajaran Al Quran dan tuntunan Rasulullah SAW.

Dalam hal itu KH Ahmad Dahlan menghendaki agar dengan

Muhammadiyah, orang-orang Islam mengamalkan dan menggerakkan Islam

dengan berorganisasi.

Pembahasan mengenai sejarah berdirinya Muhammadiyah tidak bisa

terlepas dari situasi dan kondisi bangsa Indonesia. Latar belakang berdirinya

Muhammadiyah juga tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial-agama di

Indonesia, sosio-pendidikan di Indonesia dan realitas politik Islam hindia

Belanda. Oleh karena itu berdirinya Muhammadiyah berhubungsan erat

dengan empat masalah pokok,yaitu: Pemikiran Islam Ahmad Dahlan, Realitas

sosio-religius di Indonesia,dan Realitas sosio-pendidikan dan Realitas politik

Islam hindia-Belanda.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah hidup KH. Ahmad Dahlan?

2. Bagaimana pendidikan dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan?

3. Bagaimana kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan?

4. Apa pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan?

Page 2: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah hidup KH. Ahmad Dahlan

2. Mengetahui pendidikan dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan

3. Mengetahui kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan

4. Mengetahui pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan

D. Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah hidup KH. Ahmad Dahlan

2. Mahasiswa daapat mengetahui pendidikan dan perjuangan KH. Ahmad

Dahlan

3. Mahasiswa dapat mengetahui kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan

4. Mahasiswa dapat mengetahui pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan

Page 3: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

BAB II

PEMBAHASAN

KERANGKA METODELOGIS PEMIKIRAN KH. AHMAD DAHLAN

A. Sejarah Hidup KH. Ahmad Dahlan

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama

kecil KH. Ahmad Dahlan adalah

Muhammad Darwisy. Ia merupakan

anak keempat dari tujuh orang

bersaudara yang keseluruhan

saudaranya perempuan, kecuali adik

bungsunya. Ia termasuk keturunan yang

kedua belas dari Maulana Malik

Ibrahim, salah seorang yang terkemuka

di antara Walisongo, yaitu pelopor

penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik

Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad

Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),

Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai

Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan

Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima

tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-

pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani,

Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya

tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia

bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia

sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU,

KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di

kampung Kauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya

sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai

Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari

perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam

orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti

Page 4: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula

menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai

Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai

putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu)

Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin

Pakualaman Yogyakarta.

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan

masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh

nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi

keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi

anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini

menyarankan agar Kyai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan

rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut

dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang

terpaksa tutup bila kyai pemimpinnya meninggal dunia.

Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kyai Dahlan dengan mendirikan

sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912

(8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan

pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan

dan membangun masyarakat Islam.

Bagi Kyai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata

modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara

tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan

tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan

Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya.

Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai

Page 5: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya,

keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa

mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu

dogma yang mati.

Di bidang pendidikan, Kyai Dahlan lantas mereformasi sistem

pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan

tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak

merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kyai Dahlan mendirikan sekolah-

sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta

bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met

de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada

sekolah-sekolah umum. Kyai Dahlan terus mengembangkan dan membangun

sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan

sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.

Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin

meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran

utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah

diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.

Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan

yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda,

dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari

percampuran ajaran agama Hindu, Budha,animisme, dinamisme, dan

kejawen.

Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi

Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah,

yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, karena menyadari

pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai

pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan

membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama Pramuka -

dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari

baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan

bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam,

mirip Pramuka sekarang.

Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat

pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa.

Page 6: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan

bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak

ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan

zaman.

Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak

menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah

yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kyai sering diteror seperti diancam

bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.

Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan

dibunuh dan dituduh sebagai kyai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak

mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama

(mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan

penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang

diajarkannya.

Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Segala

tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kyai ini dimaksudkan

untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat

mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini

ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas

beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik

dengan metoda yang dipraktekkan Kyai Dahlan ini sehingga mereka banyak

yang menjadi anggota Muhammadiyah. Dalam perkembangannya,

Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar

di Indonesia.

Melihat metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, beliaulah ulama

Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang

melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan um’mat, tidak dengan

pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi.

Sebab selama hidup, beliau diketahui tidak pernah mendirikan pondok

pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan,

beliau juga konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama.

Muhammadiyah sebagai organisasi tempat beramal dan melaksanakan

ide-ide pembaruan Kyai Dahlan ini sangat menarik perhatian para pengamat

perkembangan Islam dunia ketika itu. Para sarjana dan pengarang dari Timur

Page 7: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

maupun Barat sangat memfokuskan perhatian pada Muhammadiyah. Nama

Kyai Haji Akhmad Dahlan pun semakin tersohor di dunia.

Dalam kancah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, peranan

dan sumbangan beliau sangatlah besar. Kyai Dahlan dengan segala ide-ide

pembaruan yang diajarkannya merupakan saham yang sangat besar bagi

Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20.

Kyai Dahlan menimba berbagai bidang ilmu dari banyak kyai yakni

KH. Muhammad Shaleh di bidang ilmu fikih; dari KH. Muhsin di bidang

ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa); dari KH. Raden Dahlan di bidang ilmu

falak (astronomi); dari Kyai Mahfud dan Syekh KH. Ayat di bidang ilmu

hadis; dari Syekh Amin dan Sayid Bakri Satock di bidang ilmu Al-Quran,

serta dari Syekh Hasan di bidang ilmu pengobatan dan racun binatang.

Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji

Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di

Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka

negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan

Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK

Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.

B. Pendidikan dan Perjuangan KH. Ahmad Dahlan

1. Pendidikan KH. Ahmad Dahlan

Semenjak kecil Darwis diasuh dan dididik sebagai putera kyai.

Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji

al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari

ayahnya. Menjelang dewasa, seperti umumnya santri pada waktu itu,

setelah memiliki dasar-dasar pendidikan agama Islam, Darwis menjadi

Page 8: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

“musafir pencari ilmu” yang mengembara dari pesantren satu ke

pesantren lainnya untuk memperdalam ilmu agama. Beberapa kyai besar

waktu itu yang di mana Darwis pernah memperdalam ilmunya antara lain

adalah; K.H. Muhammad Saleh Darat, seorang ulama terkenal yang

tinggal di kampung Darat, Semarang. Kepada beliau, Darwis menimba

ilmu fiqh. Di pesantren mbah Saleh Darat itu pula K.H. Hasyim Asy’ari,

tokoh pendiri Jam’iyyah Nahdhatul Ulama (NU) pernah belajar.

Selanjutnya Darwis juga belajar kepada K.H. Muhsin (ilmu Nahwu),

K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh

(ilmu Hadits), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (ilmu qira’at al-Qur’an),

serta beberapa guru lainnya. Karena ketekunan dan kecerdasannya,

dalam usia yang relatif masih muda, Darwis telah mampu menguasai

berbagai disiplin ilmu keislaman, bahkan ia selalu merasa tidak puas

dengan apa yang telah dipelajarinya sehingga terus berupaya untuk lebih

mendalaminya.

Ketika Muhammad Darwis berumur 15 tahun (1883), dengan

dibiayai oleh kakak iparnya, K.H. Soleh, ia berangkat ke tanah suci untuk

menunaikan ibadah haji dan sekaligus melanjutkan studinya dan

bemukim di Mekah selama lima tahun. Dalam studinya tersebut

Muhammad Darwis banyak belajar ilmu agama dari para ulama terkenal.

Diantara gurunya waktu itu adalah Sayyid Bakri Syata’, salah seorang

mufti madzhab Syafi’i yang bermukim di Mekkah. Bahkan Sayyid Bakri

Syata’–lah yang mengganti nama Muhammad Darwis menjadi Ahmad

Dahlan. Sepulang dari ibadah haji Muhammad Darwis yang telah

berganti nama menjadi Ahmad Dahlan menikah dengan Siti Walidah

binti H. Fadhil, dan dikaruniai putra: Djohanah, Siradj Dahlan, Siti

Busyro, Siti Aisyah, Irfan Dahlan, dan Siti Zuharah.

Berbekal kedalaman ilmu agama yang telah dikuasainya, K.H.

Ahmad Dahlan kemudian mulai mengajar mengaji di kampungnya dan

beberapa kali menjadi badal (pengganti) ayahnya menjadi khatib bahkan

karena kemampuannya, K.H. Ahmad Dahlan kemudian diangkat menjadi

salah seorang khatib di masjid Besar Kasultanan Yogyakarta.

Setelah beberapa tahun lamanya bekerja sebagai khatib dan

berdagang batik di beberapa daerah, tepatnya tahun 1902 (34 th), K.H.

Ahmad Dahlan mendapatkan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji

Page 9: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

yang kedua kalinya. Pada kunjungan yang kedua ini, Dahlan menetap

selama satu setengah tahun dengan tujuan untuk kembali memperdalam

ilmunya. Ketika mukim yang kedua kali ini, memperdalam ilmu fiqh

kepada Kyai Machfudz Termas dan Sayid Babusyel, ilmu Hadits kepada

Mufti Syafi’i, ilmu falaq kepada Kyai Asy’ari Bacean dan ilmu qira’ah

kepada syekh Ali al-Musri Makkah. Selain itu, K.H. Ahmad Dahlan juga

banyak melakukan mudzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang

bermukim di sana, diantaranya adalah; Syeikh Muhammad Khatib al-

Minangkabawi, Kyai Nawawi al-Bantani, Kyai Mas Abdullah dan Kyai

Faqih Kembang. Pada saat itu pula, K.H. Ahmad Dahlan mulai

berkenalan dengan ide-ide pembaharuan melalui penganalisaan kitab-

kitab yang ditulis oleh pembaharu Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn

Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal al-Din al-

Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya.

Dahlan semakin memahami ide pembaharuan Islam setelah

melakukan dialog dengan Syeikh Muhammad Rasyid Ridha dari Mesir,

selain juga membaca majalah al-Manar dan al-Urwat al-Wutsqa.

Adapun kitab-kitab yang menjadi bahan kajian K.H. Ahmad Dahlan

selanjutnya adalah;

At-Tauhid (Muhammad Abduh)

Tafsir Juz Amma (Muhammad Abduh)

Al- Islam wal Nasriyyah (Muhammad Abduh)

Fi’il Bid’ah (Ibn Taimiyah)

Izhar al-Haqq (Rahmat Allah al-Hindi)

Kanz al-‘Ulum

Da’irah al-Ma’arif (Farid Wajdi)

Tafshil al-Nasyatin Tahshil al-Sa’adatain

Matan al-Hikam (‘Atha’ Allah)

Al-Tawassul wa’l Wasilah (Ibn Taimiyah)

Al-Qashaid al-Aththasiyyah (‘Abd al-Aththas)

Ide pembaharuan yang berkembang di Timur Tengah sangat

menarik hati K.H. Ahmad Dahlan, terutama bila melihat realita dinamika

umat Islam Indonesia yang cukup stagnan. Sehingga, sepulangnya ke

tanah air, ia sangat aktif menyebarkan gagasan pembaharuan ke berbagai

daerah. Sambil berdagang batik K.H. Ahmad Dahlan melakukan tabligh

Page 10: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

dan diskusi keagamaan. Kemudian, atas desakan para muridnya dan

beberapa anggota Boedi Oetomo, maka K.H. Ahmad Dahlan merasa

perlu untuk merealisasikan ide pembaharuannya melalui sebuah

organisasi keagamaan yang permanen. Maka didirikanlah organisasi

Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta. Tujuan

organisasi ini adalah “menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada

penduduk bumiputera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-

anggotanya”.

Untuk mencapai maksud ini, Muhammadiyah mendirikan

lembaga pendidikan (tingkat dasar sampai perguruan tinggi),

mengadakan rapat-rapat, dan tabligh, mendirikan badan wakaf dan

masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur, surat kabar dan majalah.

Sementara untuk menumbuhkan semangat patriotisme para anggotanya,

organisasi ini membentuk suatu wadah bagi para pemudanya melalui

Hizbul Wathan, untuk kaum perempuan dibentuk ‘Aisyiyah. Untuk

meminimalisir pertikaian antar umat Islam dalam persoalan khilafiyah,

Muhammadiyah membentuk Majlis Tarjih.

2. Perjuangan KH. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat berani. Bagi dia,

kebenaran harus tetap dilaksanakan dan ditegakkan, sekalipun harus

berhadapan dengan kekuasaan. Hal ini, menurut Abdul Mu’ti, dibuktikan

dalam dua hal. Pertama, kiblat masjid Besar Kasultanan yang menurut

Dahlan tidak sama persis dengan perhitungan falaq, maka Dahlan

kemudian mengundang para khatib dan penghulu untuk melakukan

diskusi tentang kiblat masjid Besar tersebut, yang sekalipun tidak

dihadiri oleh para khatib, tetapi kemudian banyak diikuti oleh kalangan

muda Kauman yang kemudian membuat garis-garis shaf menurut

perhitungan falaq yang Dahlan lakukan. Kedua, adalah kasus perbedaan

penentuan tanggal 1 Syawwal antara perhitungan falaq dengan aboge.

K.H. Ahmad Dahlan dengan diantar oleh Kanjeng Penghulu

memberanikan diri menghadap Kanjeng Sultan dan menyampaikan

perhitungan falaqnya. Gagasan K.H. Ahmad Dahlan diterima oleh

Sultan. Shalat ‘Id dilaksanakan sesuai dengan perhitungan Dahlan

sedangkan grebeg dilaksanakan sesuai dengan kalender aboge.

Page 11: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Setting Sosial Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

Situasi dan kondisi nyata di mana seorang tokoh hidup serta

dengan siapa tokoh tersebut melakukan interaksi, tentu sangat

berpengaruh terhadap konsep dan pemikirannya, termasuk juga yang

terjadi pada Ahmad Dahlan. Dijelaskan oleh Deliar Noer, bahwa hampir

seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap

situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam

kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini

diperparah dengan politik kolonial Belanda yang sangat merugikan

bangsa Indonesia. Melihat kondisi yang menimpa umat saat itu,

memunculkan ide dan gagasan para pejuang dan guru bangsa kita.

Kegelisahan membuat Dahlan dan para tokoh pendidikan lainnya semisal

K.H. Hasyim ‘Asy’ari, Abdullah Ahmad, Ki Hajar Dewantara, dan

lainnya merupakan bentuk jawaban dari ketidak puasan mereka terhadap

kondisi bangsa yang terjajah.

Bagi Dahlan, Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungan

pertamanya ke Mekah. Kemudian ide tersebut lebih dimantapkan setelah

kunjungannya yang kedua. Terutama setelah Dahlan melakukan diskusi

dengan Muhammad Rasyid Ridha. Hal ini berarti, sebagaimana

disimpulkan oleh Noer, bahwa kedua kunjungannya tersebut merupakan

proses terjadinya kontak intelektualnya –baik secara langsung maupun

tak langsung– dengan ide-ide pembaharuan yang terjadi di Timur Tengah

pada awal abad ke-20.

Secara umum, menurut Nizar, ide-ide pembaharuan Dahlan dapat

diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu; Pertama, berupaya

memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khurafat, tahayul, dan bid’ah

yang selama ini telah bercampur dalam aqidah dan ibadah umat Islam.

Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran

tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan

dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.

Pemikiran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan

Tahun 1656, dapat dipandang sebagai titik awal bangsa Belanda

mulai menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Awal keberadaannya di

Indonesia, Belanda sama sekali tidak menaruh perhatian pada bidang

Page 12: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

pendidikan. Tiga abad kemudian, barulah mereka mulai merasakan

perlunya mendirikan sekolah, tepatnya pada tahun 1854 dan hanya

dikhususkan pada anak-anak Belanda. Kemudian baru disusul dengan

didirikannya sekolah-sekolah desa, yang lulusannya dapat dimanfaatkan

sebagai buruh pada perkebunan Belanda. Adapun yang pandai membaca

dan menulis, dapat diangkat sebagai juru tulis di kantor-kantor

pemerintahan Hindia-Belanda. Mengutip tulisan Siregeg, Khozin

menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Belanda, pendidikan di

Indonesia terbagi menjadi empat sistem persekolahan.

“Pertama, sekolah Eropa yaitu sekolah yang menampung anak-

anak Hindia Belanda. Kurikulum di sekolah ini identik dengan kurikulum

sekolah yang sama di negeri Belanda. Kedua, sekolah Barat adalah

sekolah yang menampung anak-anak yang berwarga negara Belanda.

Tujuan pendidikan di sekolah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan

pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Bahasa pengantar di sekolah ini

adalah bahasa Belanda. Ketiga, sekolah vernakuler. Kurikulum di

sekolah ini disusun oleh Belanda. Tujuan pendidika di sekolah ini hampir

sama dengan sekolah Barat, bahasa pengantarnya adalah bahasa daerah.

Keempat, sekolah pribumi. Yaitu sistem persekolahan yang ada di luar

kontrol pemerintah Hindia Belanda. Sekolah-sekolah yang

diselenggarakan oleh lembaga-lembaga agama termasuk dalam golongan

persekolahan yang terakhir ini”.

Sistem persekolahan sebagaimana di atas, tentu akan mempertajam

jurang pemisah antara penduduk pribumi dengan orang-orang Belanda

sebagai penjajah. Dilihat dari perspektif Islam, maka sistem pendidikan

yang demikian disamping membawa pengaruh positif, unsur-unsur

negatifnya bagi umat Islam sudah barang tentu akan lebih dominan,

terutama dampak sekularisme. Jika sistem pendidikan ini tetap

dipertahankan, maka tidak menutup kemungkinan umat Islam akan

semakin jauh terseret dalam proses sekularisasi. Karena budaya Barat, di

samping berbeda dengan kepribadian penduduk pribumiyang religius

khususnya umat Islam, juga sangat mungkin membawa misi kristenisasi.

Lebih lanjut tentang ciri-ciri sistem pendidikan yang dikembangkan

oleh pemerintah kolonial Belanda, Selo Sumarjan, sebagaimana dikutip

oleh Khozin, menyatakan sebagai berikut:

Page 13: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

“Belanda membawa ke Indonesia suatu jenis pendidikan baru yang

dalam banyak hal berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan pribumi.

Perbedaan-perbedaan yang pokok adalah:

1. Pendidikan yang dibiayai oleh Belanda di sekolah-sekolah umum

netral terhadap agama,

2. Tidak terlalu memikirkan bagaimana caranya hidup secara harmonis

dalam dunia, tetapi terutama menekankan tentang bagaimana

memperoleh penghidupan,

3. Diselenggarakan berdasarkan perbedaan kelompok etnis di dalam

masyarakat,

4. Juga diselenggarakan untuk mempertahankan perbedaan kelas dalam

masyarakat Indonesia, terutama di kalangan orang Jawa,

5. Sebagian besar diarahkan pada pembentukan kelompok elit,

masyarakat yang bisa dipergunakan untuk mempertahankan supremasi

politik dan ekonomi Belanda di negeri jajahannya, dan dengan

demikian benar-benar mencerminkan kebijaksanaan pemerintah

Hindia Belanda”.

Menurut Steenbrink, pada dasawarsa terakhir abad ke-19, di

Indonesia telah dimulai sistem pendidikan liberal yang dikembangkan

oleh pemerintah Belanda. Pada masa itu pendidikan tersebut juga

diperuntukkan bagi sekelompok kecil orang Indonesia (terutama

kelompok elit), sehingga sejak tahun 1870 mulai tersebar jenis

pendidikan rakyat, yang berarti juga bagi umat Islam. Perluasan

pendidikan ke pedesaan yang diperuntukkan bagi seluruh lapisan

masyarakat, baru dilaksanakan pada awal abad ke-20. Pendidikan yang

diselenggarakan oleh pemerintah kolonial sangat berbeda dengan sistem

pendidikan Islam tardisional, bukan saja dari segi metode, tetapi juga dari

segi substansi dan tujuannya. Pendidikan yang dikelola oleh pemerintah

kolonial menekankan pada aspek pengetahuan umum dan ketrampilan

duniawi, sedangkan lembaga-lembaga pendidikan Islam lebih

menekankan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan agama.

Menghadapi kenyataan demikian, Ahmad Dahlan mencoba

mengantisipasi persoalan-persoalan kemasyarakatan di sekelilingnya.

Identifikasi masalah yang dihadapi umat Islam pada waktu itu, dan

dipandang perlu segera mendapat jawaban adalah persoalan-persoalan

Page 14: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

sebagai berikut: Kemunduran umat Islam yang berpusat di pondok

pesantren karena terisolasi dari perkembangan ilmu dan masyarakat

modern. Timbulnya sekolah-sekolah kolonial yang sekular, dan a-

nasional yang mengancam kehidupan batin para pemuda, dari agama dan

kebudayaan bangsanya. Sistem pemerintah kolonial yang sedang kuat-

kuatnya mencengkeram kuku-kukunya yang beracun ke dalam tubuh

masyarakat Indonesia.

Untuk mensosialisasikan gagasan-gagasan pembaharuannya

terutama dalam bidang pendidikan, Ahmad Dahlan mencoba memulainya

dengan membimbing beberapa orang keluarga dekatnya serta beberapa

temannya. Tampat yang semula digunakan untuk menyampaikan

gagasan-gagasannya adalah pengajian-pengajian dan tempat-tempat lain

di mana ia memberikan pelajaran. Setelah upayanya dalam

menyampaikan benih-benih pembaharuan membuahkan hasil, maka ia

merasa perlu membuat wadah untuk menampung ajaran-ajarannya yang

semakin berkembang itu dalam sebuah wadah; yaitu Muhammadiyah.

Langkah ini merupakan upaya merintis gerakannya dalam bentuk yang

lebih kongkrit.

H.M. Mulyadi dalam “Dunia Baru Islam” tulisan L. Stoddard,

mengatakan bahwa karena :

“...didorong oleh sebab-sebab dan suasana yang ada di sekelilingnya

ketika itu. Ia mulai menginsafkan beberapa keluarganya sendiri dan

teman sejawatnya yang terdekat di Yogjakarta, dengan mengajak berfikir

secara baru dalam pengajian-pengajian agama dan cjeramah-cjeramah. Ia

dirikan juga sekolah-sekolah yang dalamnja diajarkan jiwa Islam murni

ke dalam jiwa-nya angkatan muda yang bersekolah di sekolah-sekolah

umum ditekankanja untuk perlu menanamkan jiwa tauhid dalam rangka

memperhebat kepribadianja.”

Dari peristiwa sejarah ini, Khozin menyimpulkan beberapa hal:

1. Pendidikan Muhammadiyah –dikelola oleh K.H. Ahmad Dahlan–

lahir pertama kali dalam suasana pendidikan umat yang

memprihatinkan, terutama pendangkalan nilai-nilai Islam dalam suatu

proses penjajahan yang mengarah ke sekularisasi,

Page 15: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

2. Sebagai cikal bakal pendidikan Muhammadiyah adalah pengajian-

pengajian dengan suasana kesederhanaan yang langsung dibimbing

oleh Ahmad Dahlan,

Untuk mewujudkan cita-cita pembaharuan dalam pendidikan ini,

Ahmad Dahlan dengan kesungguhannya dan secara terus menerus

menanamkan benih-benih pembaharuannya, baik melalui sekolah di

mana ia mengajar maupun melalui ceramah-ceramahnya.

Untuk mewujudkan ide pembaharuan di dalam bidang pendidikan,

Dahlan merasa perlu mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi

pada pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal.

Apa yang dilakukannya merupakan sesuatu yang masih cukup langka

dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam pada waktu itu. Di sini, ia

menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan sistem pendidikan

tradisional secara integral.

Komitmen Dahlan terhadap pendidikan agama sedemikian kuat.

Oleh karena itu, di antara faktor utama yang mendorongnya masuk

organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1909 adalah untuk mendapatkan

peluang memberikan pengajaran agama kepada para anggotanya, selain

juga agar bisa membuka kesempatan memberikan pelajaran agama di

sekolah-sekolah pemerintah. Pendekatan ini dilakukan karena para

anggota organisasi Boedi Oetomo umumnya bekerja di sekolah dan

kantor pemerintah waktu itu.

Pada perkembangan berikutnya, Ahmad Dahlan mencoba

mendirikan sebuah madrasah dengan memakai bahasa Arab sebagai

pengantar dalam lingkungan kraton Yogyakarta, namun usaha ini gagal.

Selanjutnya atas dorongan para pengurus Boedi Oetomo, pada tanggal 1

Desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah sekolah dasar di

lingkungan kraton Yogyakarta. Di sekolah ini pelajaran umum diberikan

oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen.

Sekolah ini barangkali merupakan sekolah Islam swasta pertama yang

memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah dan

kemudian mendapatkan subsidi tersebut. Tidak berpuas diri mendirikan

satu sekolah, Dahlan juga mendirikan sekolah yang sama di kampung

Yogya yang lain.

Page 16: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Setelah membentuk perkumpulan Muhammadiyah, pada tanggal 18

Nopember 1912, pendidikan yang dirintis oleh Dahlan berkembang

dengan pesatnya. Untuk memenuhi tenaga pengajar pada sekolah-sekolah

tersebut, di samping guru yang berasal dari sekolah pemerintah, juga dari

sekolah calon guru yang didirikan oleh Dahlan sendiri pada 8 Desember

1921, yaitu Kweek School Muhammadiyah (Madrasah Mu’allimin) dan

Kweek Istri Muhammadiyah (Madrasah Mu’allimat).

Sepuluh tahun setelah berdirinya Muhammadiyah, perkembangan

pendidikan yang dipelopori oleh Ahmad Dahlan berkembang cukup

pesat. Di Yogyakarta sendiri, pada tahun 1923 telah berdiri empat

sekolah dasar Muhammadiyah, dan sudah mulai mempersiapkan

mendirikan sekolah HIS. Tidak hanya itu, Dahlan juga memperluas ide

pembaharuan pendidikannya melalui sekolah-sekolah yang didirikan di

berbagai daerah di luar Yogyakarta. Dalam catatan Sucipto, pada tahun

1922, Muhammadiyah sudah memiliki 9 sekolah dengan 73 orang guru

dan 1019 siswa. Sekolah-sekolah tersebut diantaranya adalah opelding

school di Magelang, Kweeck School (Purworejo), Normal School

(Blitar), NBS (Bandung), Algemeene School (Surabaya), Hoogers

Kweeck School (Purworejo).

Dalam menyebarkan ide-ide pembaharuannya, melalui pendirian

berbagai lembaga pendidikan, K.H. Ahmad Dahlan bukan tanpa kendala,

pada saat mendirikan sekolah rakyat Muhammadiyah di Suronatan

Yogyakarta yang kemudian terkenal dengan nama Standar School atau

sekolah standar, ia mengalami kekurangan biaya, sehingga harus

mengikhlaskan barang-barang rumah tangganya dilelang guna

meneruskan pendirian sekolah tersebut.

Demikian sebagian tentang perjalanan K.H. Ahmad Dahlan dalam

usaha mendirikan dan mengembangkan lembaga pendidikannya. Karena

menurut Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari

pola berfikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah

melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala

prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Mereka hendaknya

dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam

memeta dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci bagi

meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada al-

Page 17: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Qur’an dan hadits, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam

yang komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan –menurut Dahlan– hendaknya didasarkan

pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis

bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara

vertikal (khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam,

paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai ‘abd

Allah dan khalifah fi al-ardh.

Tujuan Pendidikan

Ahmad Dahlan tidak secara khusus menyebutkan tujuan

pendidikan. Tetapi dari pernyataan yang disampaikannya dalam berbagai

kesempatan, tujuan pendidikanAhmad Dahlan adalah : “ Dadijo Kijahi

sing kemadjoean, adja kesel anggonmoenjamboet gawe kanggo

Moehammadijah”. Dalam pernyataan sederhana tersebut, terdapat

beberapa hal penting, yaitu “kijahi”, “kemadjoean” dan “njamboet gawe

kanggo Moehammadijah”.

Istilah Kiai merupakan sosok yang sangat menguasai ilmu agama.

Dalam masyarakat Jawa, seorang Kiai, adalah figur yang shalih,

berakhlaq mulia dan menguasai ilmu agama secara mendalam. Istilah

kemajuan secara khusus menunjuk kepada kemoderenan sebagai lawan

dari kekolotan dan konservatisme. Pada masa Ahmad Dahlan kemajuan

sering diidentikkan dengan penguasaan ilmu-ilmu umum atau

intelektualitas dan kemajuan secara material. Sedangkan kata “njamboet

gawe kanggo Moehammadijah” merupakan manifestasi dari keteguhan

dan komitmen untuk membantu dan mencurahkan pikiran dan tenaga

untuk kemajuan umat Islam, pada khususnya, dan kemajuan masyarakat

pada umumnya.

Berdasarkan pemahaman tersebut, Amir Hamzah menyimpulkan

tujuan pendidikan menurut Ahmad Dahlan adalah untuk membentuk

manusia yang :

‘Alim dalam ilmu agama; Berpandangan luas, dengan memiliki

pengetahuan umum; Siap berjuang, mengabdi untuk Muhammadiyah

dalam menyantuni nilai- nilai keutamaan pada masyarakat.

Page 18: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan “pembaharuan”

dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu

pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi

pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang

salih dan mendalami ilmu agama. Di dalam sistem pendidikan pesantren

tidak diajarkan sama sekali pelajaran dan pengetahuan umum serta

penggunaan huruf latin. Semua kitab dan tulisan yang diajarkan

menggunakan bahasa dan huruf Arab. Sebaliknya, pendidikan sekolah

model Belanda merupakan pendidikan “sekuler” yang di dalamnya tidak

diajarkan agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini menggunakan

huruf latin. Akibat dualisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub

intelegensia: lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak

menguasai ilmu umum dan lulusan sekolah Belanda yang menguasai

ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.

Melihat ketimpangan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa

tujuan pendidikan yang “sempurna” adalah melahirkan individu yang

“utuh” : menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual

serta dunia dan akhirat. Bagi Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-

umum, material-spiritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak

bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa

Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama ekstra kurikuler

diKweekschool Jetis dan Osvia Magelang serta mendirikan madrasah

Muhammadiyah yang didalamnya mengajarkan ilmu agama dan ilmu

umum sekaligus.

Materi Pendidikan

Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut Ahmad Dahlan

berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya

meliputi:

1. Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter

manusia yang baik  berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.

2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan

kesadaran individu yangutuh yang berkeseimbangan antara

perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinandan intelek,

antara perasaan dengan akal pikiran serta antara dunia dan akhirat.

Page 19: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

3. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan

kesediaan dankeinginan hidup bermasyarakat.

Meskipun demikian, Ahmad Dahlan belum memiliki konsep

kurikulum dan materi pelajaran yang baku. Muatan kurikulum pelajaran

agama menurut Ahmad Dahlan bisa dilihat dari materi pelajaran agama

yang diajarkannya dalam pengajian- pengajian di madrasah dan pondok

Muhammadiyah. K.R.H Hadjid, salah seorang murid Ahmad Dahlan,

mengumpulkan ajaran gurunya ke dalam sebuah buku berjudul “Ajaran

Ahmad Dahlan dan 17 Kelompok Ayat-Ayat Al-Quran” yang merupakan

catatan pribadinya selama mengikuti pelajaran agama. Kelompok ayat al-

Qur’an yang sering dan berulang-ulang diajarkan Dahlan antara lain

adalah:

1. Membersihkan diri sendiri

2. Menggempur hawa nafsu mencintai harta benda

3. Orang yang mendustakan agama

4. Apakah artinya agama itu?

5. Islam dan sosialisme

6. Suratul ‘ashri

7. Iman/kepercayaan

8. Amal sholeh

9. Watawa shau bil haqqi

10. Watawa shau bis shobri

11. Al-djihad

12. Wa ana minal muslimin

13. Al-birru

14. Al-Qori’ah ayat 6

15. As-Shaf ayat 3

16. Menjaga diri

17. Al-Hadid ayat 16

Dari pelajaran tersebut dapat dikelompokkan bahwa Ahmad

Dahlan banyak menyampaikan materi yang berkaitan dengan keimanan,

akhlak dan semangat untuk berjuang membela agama dan membantu

sesama.

Metode Mengajar

Page 20: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Di dalam menyampaikan ilmu agama, K.H. Ahmad Dahlan tidak

menggunakan pendekatan yang tekstual, melainkan kontekstual.

Bagaimana cara ia mengajarkan agama antara lain dijelaskan oleh K.H.

Mas Mansur, yang merupakan salah seorang murid dan teman

seperjuangannya. Dalam hal ini, K.H. Mas Mansur, sebagaimana

dijelaskan oleh Abdul Mu’ti, menyebutkan:

“KHA. Dahlan gemar sekali mengupas tafsir dan pandai pula

tentang hal itu. Kalau menafsirkan sebuah ayat, beliau selidiki lebih

dahulu dalam tiap-tiap perkataan dalam ayat itu satu demi satu. Beliau

lihat kekuatan atau perasaan yang terkandung oleh perkataan itu di

dalam ayat yang lain-lain, barulah beliau sesuaikan dengan keadaan

hingga keterangan beliau itu hebat dan dalam serta tepat.”

Di samping menggunakan penafsiran yang kontekstual, Ahmad

Dahlan berpendapat, bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya

dihafalkan saja atau difahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan

sesuai situasi dan kondisi. Gagasan Dahlan tentang “pembumian” ajaran

al-Qur’an tersebut antara lain tercermin dalam pengajaran surat al-Ma’un

–yang dalam perkembangannya melahirkan majlis pembinaan

kesejahteraan umat (MPKU).

Dalam hal metode mengajar ini, Ahmad Dahlan memilih

menggunakan metode ceramah. Sebagai guru, ia masih merupakan

sumber utama dari proses pembelajaran. Hal ini tentu dapat dipahami,

mengingat kondisi saat itu, selain juga masih terbawa metode pendidikan

ala pesantren. Seperti kita ketahui, dalam pesantren saat itu,

pembelajaran yang menggunakan metode bandongan dan sorogan, sistem

pengajarannya berjalan satu arah. Dari kyai kepada santri, di sini kyai

merupakan satu-satunya sumber belajar, selain kitab-kitab yang

dipelajarai tentunya. Dalam sistem dan metode semacam ini, hampir

pasti tidak ada unsur dialogis (baca: tanya jawab dan diskusi).

Namun demikian, sekalipun metode pembelajarannya nir-diskusi,

namun Dahlan menerapkan pola “learning by doing” (belajar sambil

melakukan). Ilmu yang telah diajarkan harus diamalkan, karena ilmu dan

amal adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Selanjutnya, dilihat dari sistem penyelenggaraannya, sekolah yang

diselenggarakan oleh Ahmad Dahlan meniru sistem persekolahan model

Page 21: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Belanda. Dalam mengajar, Dahlan menggunakan kapur, papan tulis,

meja, kursi dan peralatan lain sebagaimana lazimnya sekolah Belanda.

Berkaitan dengan langkah tersebut, Dahlan berpendapat bahwa untuk

memajukan pendidikan diperlukan cara-cara sebagaimana yang

digunakan dalam sekolah yang maju. Meniru model penyelenggaraan

sekolah tidak berarti mengabaikan ajaran agama sebab penyelenggaraan

sistem pendidikan merupakan wilayah muamalah yang harus ditentukan

dan dikembangkan sendiri.

Catatan Kritis Pemikiran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan

Sekalipun tidak dalam formulasi dan rumusan filsafat pendidikan

yang eksplisit, K.H. Ahmad Dahlan telah meletakkan landasan bagi

lahirnya pendidikan Islam modern di nusantara. Sumbangan Ahmad

Dahlan tersebut setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek.

Pertama, dari aspek filosofis, Dahlan telah meletakkan rumusan

tujuan pendidikan yang “utuh”, non-dokotomik, yang menciptakan ulama

yang intelek dan intelek yang ulama, yakni individu yang menguasai

ilmu agama dan ilmu umum sekaligus. Dalam konsep ini, Dahlan

mencoba melakukan islamisasi terhadap pendidikan kolonial Belanda

yang sekuler. Desain pendidikan Dahlan ini merupakan terobosan

terhadap permasalahan pendidikan pada masa itu yang hanya melahirkan

dua kutub inteligensia yang saling bertentangan: kelompok ulama yang

hanya menguasai ilmu agama sebagai produk pendidikan pesantren dan

kelompok intelektual sebagai produk pendidikan sekolah Belanda.

Kedua, secara kelembagaan K.H. Ahmad Dahlan telah berhasil

meletakkan landasan lahirnya lembaga pendidikan Islam modern di

Indonesia. Sistem sekolah Islam dan madrasah yang sekarang ini

merupakan model lembaga pendidikan Islam yang paling dominan

merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem sekolah dan madrasah

yang dikembangkan oleh Dahlan.

Ketiga, pada aspek kurikulum, Dahlan telah mewariskan desain

kurikulum bagi sekolah Islam dan madrasah, yang merupakan perpaduan

apik antara kurikulum di pesantren dan kurikulum pada sekolah umum.

Kurikulum yang integralistik ini, bahkan tidak banyak mengalami

perubahan dari produk pemikiran Dahlan saat itu, kecuali penyesuaian

Page 22: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

terhadap kurikulum pemerintah. Dalam hal kurikulum ini juga, Dahlan

telah berhasil memasukkan pendidikan agama ke dalam lembaga

pendidikan umum, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun

swasta non-agama. Walaupun dewasa ini banyak kajian dan diskusi

tentang minimnya pendidikan agama pada sekolah umum, yang dituduh

sebagai sumber rendahnya akhlak peserta didik, namun “jihad” yang

dilakukan oleh Dahlan ketika berusaha untuk mengajarkan agama di

sekolah umum pada lebih kurang seratus tahun lalu itu pantas mendapat

pujian. Usaha Dahlan waktu itu paling tidak telah memberikan porsi –

walau dirasa sangat kurang– pendidikan agama untuk diajarkan pada

sekolah umum non agama.

Gagasan K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam ini, oleh

Abdul Mu’ti, dianggap telah memberikan kontribusi dalam memecahkan

masalah umat dan bangsa.

Meskipun demikian, gagasan Ahmad Dahlan memadukan dua

kutub Barat-Islam atau sistem pendidikan sekolah-pesantren ke dalam

satu lembaga pendidikan sekolah atau madrasah tidak luput dari

kelemahan. Perpaduan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk

kurikulum, dalam perkembangannya masing-masing tetap berdiri sendiri-

sendiri. Materi agama dan ilmu pengetahuan umum belum bisa (untuk

tidak mengatakan tidak bisa) padu (integral/menyatu). Apalagi sekarang,

ketika kelulusan peserta didik hanya ditentukan oleh hasil ujian nasional

yang hanya terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika

untuk tingkat Dasar, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan

IPA untuk tingkat SMP/MTs, Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa

Inggris, Fisika, Biologi, dan Kimia untuk tingka SMA/MA jurusan IPA

dan Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Ekonomi, Geografi

dan Sosiologi untuk SMA/MA jurusan IPS, serta hampir sama untuk

jurusan Bahasa dan SMK. Pada kondisi ini, maka pendidikan Agama

tidak ubahnya hanya pelengkap saja.

Merespon model pendidikan Islam semacam ini, di mana masih

ada jurang pemisah antara ilmu agama dengan ilmu umum, Prof.

Abdurrahman Mas’ud menawarkan model pendidikan non-dikotomik.

Menurut Rahman, pendidikan Islam yang masih membedakan antara

Page 23: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

ulumuddin dan ulumuddunya, belum layak disebut sebagai pendidikan

Islam yang kaffah atau komprehensif.

C. Kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan

Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh

Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta,

Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain

Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada

tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa

Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai

Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang

Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah

inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi,

dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh

Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi

munkar, berasa Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan

Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul (berpengharapan baik) dapat

mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam

rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi

terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan

kemuliaan hidup sebagai realita.

Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah

hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah,

membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran

ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian

segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang

ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.

Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk

membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur

dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah Islam

amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.

Periode ini merupakan masa perintisan pembentukan organisasi dan

jiwa serta amal usaha. Selain itu masa pengenalan ide-ide pembaharuan

dalam metode gerakan amaliah Islamiyah. Ahmad dahlan mengenalkan

Page 24: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Muhammadiyah melalui beberapa cara, antara lain silaturahmi, mujadalah

(diskusi), Tausiyah-ma’idhoh hasanah, dan memberikan keteladanan dalam

praktek pengamalan ajaran Islam.

Pada periode ini dibentuk perangkat awal seperti : Majelis Tabligh,

Majelis Sekolahan , Majelis Taman Pustaka, Majelis Penolong Kesengsaraan

Oemoem (PKO), ‘Aisyiyah, Kepanduan Hizbul Wathon (HW), menerbitkan

majalah “SWORO MOEHAMMADIJAH”. Selain itu mempelopori

berdirinya rumah sakit umat Islam, Rumah Miskin, dan Panti Asuhan

Yatim/Piatu, serta menganjurkan dan mempelopori hidup sederhana, terutama

dalam menyelenggarakan Walimatul’Urusy (pesta perkawinan).

Dalam mengadakan perubahan untuk meluruskan kembali ajaran Islam,

Ahmad dahlan menggunakan pendekatan pesuasif (memberikan penjelasan),

sehingga para para penentangnya simpati, bahkan ada yang mengikuti

gerakannya.

Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah telah usai

digelar, diharapkan Pebruari 2011 seluruh Pimpinan Daerah Muhammadiyah

se Jawa Tengah sudah menggelar Musyda, dan bulan Mei 2011 seluruh

Pimpinan Cabang Muhammadiyah se-Jawa Tengah direncanakan telah

selesai menyelenggarakan Musycab. Salah satu agenda yang paling penting

dalam musyawarah diantaranya adalah pemilihan pimpinan melalui system

formatur. Model kepemimpinan untuk kurun waktu 5 tahun ke depan

biasanya lepas dari pembahasan. Padahal model kepemimpinan sangat

menentukan terhadap roda gerakan Muhammadiyah ke depan.

Secara historis model kepemimpinan Muhammadiyah tidak jauh

berkisar dari profil KH. Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan (1868 -1923)

seorang muslim yang mendambakan keutuhan dan kemajuan bangsa melalui

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan bersikap lugas, tegas, jelas serta

berwawasan luas. Komitmen KH. Ahmad Dahlan untuk mewujudkan

keutuhan dan kemajuan bangsa dapat dilihat dari keterlibatan beliau untuk

aktif pada organisasi Jami’ah al khairiyah, Boedi Oetomo, sebagai penasehat

Syarekat Islam, dan tentunya ketika memimpin persyarikatan

Muhammadiyah. Di sinilah tampak model kepemimpinan KH. Ahmad

Dahlan sangat kooperatif dan akomodatif.

Model yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan berbeda dengan

Persis dan Al-Irsyad. Persis dan Al-Irsyad dalam mensosialisasikan wawasan

Page 25: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

keagamaannya menempuh jalur polemik atau debat terbuka sekalipun. KH.

Ahmad Dahlan cenderung menitikberatkan pada transformasi nilai-nilai

melalui prasarana kultural yang tidak menimbulkan guncangan. Oleh karena

itu Muhammadiyah terkesan sebagai organisasi yang berlanggam “Jowo

penuh unggah-ungguh. Itulah kelemahan sekaligus keunggulan

Muhammadiyah.

Model kepemimpinan itu sangat penting, karena mati dan majunya

sebuah organisasi tidak terlepas dengan model kepemimpinan yang

diterapkan. Hal ini senada dengan hasil penelitian Andersen Consulting

Institute for Strategic Change, yang dikutip oleh Warren Bennis dalam On

Mission and Leadership (Frances Hesselbein, 2005:8), bahwa nilai saham di

suatu perusahaan yang memiliki kepemimpinan yang baik tumbuh sebanyak

900% dalam kurun waktu 10 tahun, dibandingkan dengan perusahaan dengan

kepemimpinan yang buruk yang hanya mengalami pertumbuhan 74% dalam

kurun waktu yang sama.

Majalah Fortune dalam usaha mengumpulkan perusahaan-perusahaan

yang disukai pada tahun 1998 mengidentifikasi adanya suatu persamaan dari

perusahaan-perusahaan yang baik. “sebenarnya tidak ada satu faktor pun yang

dapat membuat suatu perusahaan menjadi perusahaan yang baik, tetapi jika

anda dipaksa untuk memilih salah satu faktor yang dapat membuat

perusahaan besar, pilihlah faktor kepemimpinan”. Dalam istilah Warren

Buffer, ‘orang memilih pelukisnya, bukan lukisannya.

Mengingat pentingnya model kepemimpinan tersebut, maka sejak

awal pelantikan pimpinan Muhammadiyah hendaknya sudah menata diri dan

menentukan strategi dalam meraih visi, misi organisasi. Apabila masih

konsisten menerapkan model kepemimpinan kolegial hendaknya kelemahan-

kelemahan dalam model kepemimpinan kolegial segera diantisipasi dan

dicarikan alternatif solusi.

1. Model Kepemimpinan Kolegial

Idealnya model kepemimpinan kolegial didukung oleh kolektivitas

pimpinan  yang memiliki latar belakang keilmuan yang variatif,

mengingat amal usaha Muhammadiyah juga bervariasi.  Sehingga job

description akan tepat dan sesuai dengan profesi yang digelutinya. Hal

ini senada dengan pendapat E. Durkheim, seorang sosiolog terkemuka, ia

berpendapat dalam masyarakat modern bangunan komunikasinya

Page 26: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

didasarkan pada ikatan fungsional. Maka sebuah organisasi akan bisa

eksis dan berkembang bila mengedepankan ikatan fungsional. Sungguh

sangat naif apabila sekolah dan rumah sakit Muhammadiyah dipimpin

oleh orang yang tidak memiliki latar belakang profesional yang sesuai.

Barangkali inilah titik lemah pemilihan pimpinan melalui formatur,

sehingga tatkala akan menempatkan orang yang sesuai dengan

kapabilitasnya kadang mengalami kendala, apalagi tidak boleh rangkap

jabatan dengan organisasi yang sepadan maupun partai politik. Padahal

dalam masyarakat modern orang bisa saja memiliki multi fungsi atau

banyak profesi.

Di satu sisi model kepemimpinan kolegial, tidak akan berjalan

efektif apabila tidak di dukung oleh komitmen dan rasa tanggung jawab

pimpinan yang lain. Orang jawa mengatakan jagakke, karena program

kerja atau tanggung jawabnya sudah ada yang melaksanakan.  Apalagi

model struktur organisasi Muhammadiyah, posisi wakil ketua adalah

sebagai koordinator majlis atau lembaga. Sehingga yang memiliki

gagasan untuk menjalankan dan mengembangkan program adalah majlis

atau lembaga tersebut. Fungsi koordinator sebagai pengarah, koordinator

bahkan mempertemukan unsur majlis kadang tidak berjalan secara

maksimal.

2. Tawaran Alternatif Model Kepemimpinan

Apabila mengacu model kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan,

model kepemimpinan KH.Ahmad Dahlan dalam penerapannya lebih

cenderung mendekati  model kepemimpinan transformasional. Karena

ada banyak kesamaan teknik memimpin KH. Ahmad Dahlan dengan

model kepemimpinan transformasional.

Sebagai gambaran Daft (1999:427) memberi pengertian bahwa:

Transformational leaders have the ability to lead changes in the

organization’s vision, strategy, and cultureas well as promote innovation

in products and technologies. Hughes, Ginnet, Curphy (2002:416)

mendefinisikan, Transformation leaders possess good visioning,

rhetorical (heighten followers emotional levels and inspire them to

embrace the vision), impression management skills, and they use these

skills to develop strong emotional bonds with followers.

KH. Ahmad Dahlan adalah sosok yang mampu membangun

Page 27: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan penghormatan terhadap orang

yang dipimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada

yang awalnya diharapkan dari mereka. Pemimpin transformasional

mengubah dan memotivasi para pengikut dengan: membuat mereka lebih

menyadari pentingnya hasil tugas,, membujuk mereka untuk

mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan

dengan kepentingan pribadi, mengaktifkan kebutuhan mereka pada

tingkat yang lebih tinggi. Bass & Riggio (2006:6) mengemukakan 4

dimensi gaya kepemimpinan transformasional:

a. Pengaruh Idealis (Idelaized Influence)

Pemimpin berperilaku dan bertindak sebagai contoh atau suri

tauladan. Pemimpin dapat menciptakan rasa kagum (admire), rasa

hormat (respect), dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang

dipimpinnya. Pemimpin mempengaruhi anggota atau pimpinan yang

lain melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya

nilai-nilai moral, komitmen, dan keyakinan dalam mencapai tujuan

serta mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap

keputusan yang diambil.

b. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)

Pemimpin memotivasi dan menginspirasi para anggota dan pimpinan

yang lain dengan menyediakan tantangan kepada mereka. Pemimpin

dapat mengkomunikasikan visinya dengan penuh keyakinan diri,

mereka mendemonstrasikan keteguhan dan komitmen untuk

mencapai tujuan dan memiliki pandangan yang jauh ke depan. Gaya

kepemimpinan ini dapat memperbesar optimisme dan

membangkitkan gairah anggota dan pimpinan yang lain dalam

menggerakkan roda organisasi. 

c. Rangsangan Intelektual (Intellectual Stimulation)

Pemimpin merangsang usaha para anggota dan pimpinan yang lain

untuk bertindak secara inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan

asumsi, meninjau ulang masalah, dan menangani permasalahan

dalam cara-cara yang baru. Pemimpin mengajak para anggota dan

pimpinan yang lain untuk berpikir secara rasional serta

menggunakan data dan fakta dalam memecahkan berbagai persoalan

Page 28: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. 

d. Pertimbangan Pribadi (Individualized Consideration)

Pemimpin memperlakukan setiap anggota dan pimpinan yang lain

sebagai pribadi yang unik, yang memiliki kecakapan, kebutuhan dan

keinginan yang berbeda satu sama lain. Pemimpin memberikan

perhatian yang khusus kepada mereka untuk meningkatkan prestasi

dan mengembangkan kemampuan mereka. Pemimpin tidak hanya

mengenali kebutuhan mereka dan meningkatkan perspektif mereka,

tetapi juga menyampaikan gagasan atau solusi untuk mencapai

tujuan yang lebih efektif.

Kepemimpinan transformasional menjawab tantangan zaman yang

penuh dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman

ketika manusia menerima segala apa yang menimpanya, tetapi zaman di

mana manusia dapat mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang

diberikannya secara kemanusiaan. Dalam terminologi motivasi Maslow,

manusia di era ini adalah manusia yang memiliki keinginan

mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan

penghargaan terhadap manusia itu sendiri. Kepemimpinan

transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan

diri, tetapi menumbuhkan kesadaran para pimpinan untuk berbuat yang

terbaik dan memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi

adalah sisi yang saling berpengaruh.

Kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada

dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat

moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin adalah seorang yang

sadar akan prinsip perkembangan oganisasi dan kinerja manusia sehingga

ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui

pemotivasian terhadap anggota dan pimpinan yang lain dan  menyerukan

cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan,

keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya

keserakahan, kecemburuan, kebencian apalagi kebohongan.

Indonesia adalah sebuah negara yang lahir setelah sekian lama

terjajah. Belanda sebagai sebuah negara telah menanamkan kekuasaannya

di Indonesia cukup lama. Cukup lama hingga membuat Belanda menjadi

negara yang makmur dan rakyat Indonesia menderita. Belanda melakukan

Page 29: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

penindasan dan penjajahan terhadap bangsa Indonesia yang makin lama

makin kuat kekuasaannya. Perbuatan Belanda sangat bertentangan dengan

nilai agama Islam dan nilai prikemanusiaan serta keadilan.  Setelah sekian

lama menghadapi situasi yang merugikan masyarakat Indonesia, rakyat

pun bangkit. Perlawanan-perlawanan terhadap kekuasaan Belanda

dilancarkan, baik melalui jalur perlawanan bersenjata maupun tidak.

Zaman terakhir kekuasaan Belanda ditandai dengan pertumbuhan

cepat kesadaran diri secara politik yang merupakan hasil dari perubahan

sosial dan ekonomi, pendidikan Barat, dan gagasan pembaharuan Islam.

Pada masa ini mulai masuk dan diterimanya gagasan-gagasan baru. Zaman

ini kemudian disebut sebagai masa kebangkitan nasional. Upaya

penguasaan seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan Belanda, oleh

ulama dimanfaatkan untuk menumbuhkan kesadaran pada diri tentang

adanya musuh bersama. Gerakan ulama membangkitkan kesadaran akan

rasa cinta tanah air, bangsa dan agama.

Kondisi penjajahan dan penindasan yang dialami oleh rakyat

Indonesia telah melahirkan pemahaman pada diri bahwa Islam identik

dengan kebangsaan atau nasionalisme. Realitas sejarah tentang telah

adanya eksistensi kekuasaan politik Islam sejak abad ke-9 M hingga abad

ke-20 M dan tumbuh meluas di seluruh Nusantara Indonesia dijadikan

modal yang sangat berharga oleh Ulama dan Santri, untuk membangkitkan

kembali kesadaran politik umat Islam Indonesia.

D. Pokok-pokok Pikiran KH. Ahmad Dahlan1. Pembaharuan Lewat Politik

Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kyai Ahmad Dahlan telah

melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kyai

diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Ketib

Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang

relatif muda sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari

jabatan serupa. Satu tahun kemudian (1907) Kyai memelopori

Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan

arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.

Tahun 1922 Kyai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan

badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan

merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan

Page 30: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini

diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun

pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang

mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis

Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kyai Mas Mansur dengan tujuan

dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui

pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.

Tahun 1909, Kyai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi

Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga

untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang

dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang

pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan

Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres

Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kyai Ahmad Dahlan.

Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak

terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat

(Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26

(Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema

Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong

lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.

Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya

Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.

Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur

Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair

dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam

berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.

Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi

tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif

dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad

Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya pada

tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan

bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”.

2. Pembaharuan Lewat Pendidikan

Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan

kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka

Page 31: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan

Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-

dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:

KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan umat Islam

untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus

belajar dan berbuat. Dengan organisasi Muhammadiyah yang

didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada

bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal

bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam. Usahanya

memberi warna pada Budi Utomo yang cenderung kejawen dan sekuler,

tidaklah sia-sia. Terbukti kemudian dengan munculnya usulan dari para

muridnya untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri, lengkap dengan

organisasi pendukung. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kelemahan

pesantren yang biasanya ikut mati jika kyainya meninggal. Maka pada 18

Nopember 1912 berdirilah sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah

Diniyah. Sekolah tersebut mengambil tempat di ruang tamu rumahnya

sendiri ukuran 2,5 x 6 M di Kauman.

Madrasah tersebut merupakan sekolah pertama yang dibangun dan

dikelola oleh pribumi secara mandiri yang dilengkapi dengan

perlengkapan belajar mengajar modern seperti; bangku, papan tulis, kursi

(dingklik; kursi berkaki empat dari kayu dengan tempat duduk panjang),

dan sistem pengajaran secara klasikal. Cara belajar seperti itu, merupakan

cara pengajaran yang asing di kalangan masyarakat santri, bahkan tidak

jarang dikatakan sebagai sekolah kafir. Di sinilah Ahmad Dahlan

menerapkan Al Qur’an surah 96 ayat 1 yang memberi penekanan arti

pentingnya membaca, diterjemahkan dengan mendirikan lembaga-lembaga

pendidikan. Ahmad Dahlan berfikir dengan pendidikan buta huruf

diberantas. Apabila umat Islam tidak lagi buta huruf, maka mereka akan

mudah menerima informasi lewat tulisan mengenai agamanya.

Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan

Buya merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan saat

itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah

untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia

berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu buya merentaskan

Page 32: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan

model Muhammadiyah khususnya, antara lain:

Pendidikan Integralistik

K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action

sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak

amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana

orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak merujuk pada

bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah

pidato terakhir beliau yang berjudul “Tali Pengikat Hidup” menarik

untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau

terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya

ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Beliau

dalam pencerahan akal, yaitu:

a. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup

yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan

mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali

dengan di dasari hati yang suci;

b. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;

c. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal

manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah

kepada petunjuk Allah swt.

Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang

menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga

meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia

membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam

sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat dikatakan

sebagai suatu “model” dari bangkitnya sebuah generasi yang

merupakan “titik pusat” dari suatu pergerakan yang bangkit untuk

menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang

berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham

agama Islam.

Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang

musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu,

masalah teknik pendidikan bisa berubah sesui dengan perkembangan

ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan. Dalam rangka

Page 33: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran

murid-muridnya Beliau akhirnya mendirikan persyarikatan

Muhammadiyah tahun 1912.

Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan

bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah

ketika Beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya

secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu

menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-

miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu

mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada

semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah,

yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un

sebagaimana dipraktekan K.H. Ahmad Dahlan . Anehnya, yang

diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya,

bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak

mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap

sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari K.H. Ahmad

Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos

pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu

memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali

menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran

agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem

pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di

dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem

pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya

madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem

pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam

semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah

berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model

pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari,

tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.

Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda

dalam Madrasah-madrasah Pendidikan Agama

Page 34: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai

oleh lembaga pendidikan Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan

dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan dan prektek

pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap

baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-

madrasah tradisional. Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara

metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak

bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan

berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat

pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula

mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta,

lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak

menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah

Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di

atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir

Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan

Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:

1) Baik budi, alim dalam agama

2) Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)

3) Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya

Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum

Modern Belanda

Muhammadiyah baru memutuskan meminta kepada pemerintah

agar memberi izin bagi orang Islam untuk mengajarkan agama Islam

di sekolah-sekolah Goebernemen pada bulan April 1922. sebenarnya

sebelum Muhammadiyah didirikan ini sudah diusahakan namun baru

mendapat izin saat itu. Hingga akhirnya Muhammadiyah mendirikan

sekolah-sekolah swasta yang meniru sekolah Gubernemen dengan

pelajaran agama di dalamnya. Tujuan pokok organisasi dan pendirian

lembaga pendidikan menjadi orientasi utama K.H. Ahmad Dahlan

sehingga berusaha untuk menandingi sekolah pemerintahan Belanda

dengan mengikuti contoh misi Kristen dengan menyebarkan fasilitas

dan mendesakkan pengalaman iman.

Sekolah Dasar Belada dengan al-Qur’an didirikan dari

keterkesanannya terhadap kerja para misionaris Kristen dan SD

Page 35: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Belanda dengan Alkitabnya. Sekolah Muhammadiyah

mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan

cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal

dengan gaya pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan

sistem pendidikan baru yang diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga

ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional. Untuk

meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan

mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan

Muballighat. Dengan demikian diharapakan lahirlah kader-kader

Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa

menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu

menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan. K.H.

Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan moral dan posisi

kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang

efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan

merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga

terbentuklah Aisyiah. Di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-

masjid khusus bagi kaum perempuan, sesuatu yang jarang ditemukan

di Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad

Dahlan juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang

diberi nama Hizbul Watan.

Menerapkan Sistem Kooperatif dalam Bidang Pendidikan

Kita dapat melihat adanya kerjasama yang harmonis antara

pemerintahan Belanda dengan Muhammadiyah. Keduanya sama-sama

memperoleh keuntungan. Pertama, dari sikap non oposisional. Kedua,

mendukung program pembaharuan keagamaan termasuk di dalam

bidang pendidikan. Sikapnya yang akomodatif dan kooperatif

memberikan ketentuan mutlak untuk bertahan hidup di tengah iklim

yang sangat tidak ramah terhadap gerakan nasionalis pribumi dan

disaat tidak satupun gerakan yang sebanding dengannya dapat

bertahan saat itu. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan dapat masuk lebih

dalam pada lingkungan pendidikan kaum misionaris yang diciptakan

oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih maju kedepan dari pada

sistem penddikan pribumi yang tradisional.

Page 36: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa catatan yang direntaskan

oleh buya[24], antara lain:

a. Membawa pembaruan dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang

semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.

b. Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau

madrasah.

c. Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran, dari yang semula

menggunakan metode weton dan sorogan menjadi lebih bervariasi.

d. Mengajarkan sikap hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan.

Dengan Muhammadiyahnya buya berhasil mengembangkan lembaga

pendidikan yang beragam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan

dari yang berbentuk sekolah agama hingga yang berbentuk sekolah umum.

Berhasil memperkenalkan manajemen pendidikan modern ke dalam sistem

pendidikan yang dirancangkannya.

3. Pembaharuan Pemikiran Budaya

Ketika Grebeg Hari Raya dalam tradisi Kraton Yogyakarta jatuh

sehari sesudah hari raya Islam, Kyai meminta menghadap Sri Sultan

Hamengku Buwono VIII. Tengah malam, diantar Kanjeng Kyai Penghulu,

Dahlan diterima Sang Raja dalam sebuah ruang tanpa lampu. Setelah

Dahlan menyampaikan usul agar Grebeg diundur sehari, Raja bersabda

bahwa Grebeg dilaksanakan sesuai dengan tradisi Jawa, Dahlan

dipersilakan menyelenggarakan shalat Hari Raya sehari lebih dahulu. Kyai

begitu terkejut mendapati ruang paseban penuh dengan pangeran dan

pejabat kerajaan mendampingi Raja saat lampu ruang paseban dinyalakan.

Sang Raja kembali bersabda bahwa pemadaman lampu itu sengaja

dilakukan agar Dahlan tidak merasa kikuk saat menyampaikan usulnya

kepada Raja.

Hubungan harmonis Dahlan dan pusat kekuasaan Jawa cukup unik

dan menarik dikaji ketika kerajaan dipandang sebagai pusat tradisi

Kejawen yang penuh mistik. Kelahiran Muhammadiyah sendiri berkait

dengan kebijakan Hamengku Buwono VII dan VIII. Kepergian Dahlan

naik haji dan bermukim di Mekkah adalah perintah langsung Sri Sultan

Hamengko Buwono VII. Raja memandang penting Raden Ngabei Ngabdul

Darwis (nama kecil Ahmad Dahlan) belajar Islam dari asal kelahirannya.

Sepulang haji, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintahkan Dahlan

Page 37: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

bergabung dalam Boedi Oetomo. Reformasi Islam pun mulai berlangsung

dari sini.

Konflik keras justru muncul dalam komunitas Kauman dari ulama

senior dan Kiai Dahlan. Disharmoni Muhammadiyah dan pusat kekuasaan

Jawa mulai muncul ketika gerakan ini memperkuat ortodoksi Fikih

sesudah pendirinya wafat tahun 1923. Gerakan pembaruan Islam

kemudian berkembang berhadap-hadapan dengan pusat kekuasaan Jawa.

Suasana sosial politik yang melingkupi kehidupan Dahlan di atas

berbeda dengan pembaru Islam Saudi Arabia, Mesir, Iran, Afganistan,

Aljazair, Pakistan, atau India. Jika para pembaru itu banyak berhubungan

dengan pusat kebudayaan Eropa (Perancis dan Inggris), Kiai memperoleh

pendidikan di lingkungan kerajaan. Interaksinya dengan elite kerajaan,

pejabat kolonial, priayi Jawa, pendeta, dan pastor memberi ruang lebih

luas menjelajahi berbagai persoalan dunia global atau nasional dan lokal.

4. Pembaharuan Pemikiran Ekonomi

Jiwa ekonomi terlihat dari profil kehidupan KH. Ahmad Dahlan

yang bekerja sebagai pedagang batik (bussinessman) di samping kegiatan

sehari-harinya sebagai guru mengaji dan khatib. KH. Ahmad Dahlan

sering melakukan perjalan-an ke berbagai kota untuk berdagang. Dalam

perjalanan bisnisnya, KH. Ahmad Dahlan selalu membawa misi dakwah

Islamiyah.

Kepada para aktivis organisasi dan para pendukung gerakannya,

KH. Ahmad Dahlan berwanti-wanti: “Hidup-hidupilah Muhammad-iyah,

dan jangan hidup dari Muhammadiyah”. Himbauan ini menimbul-kan

konsekuensi tertentu. Menurut Dawam Raharjo mengatakan, konsekuensi

yang lain adalah bahwa untuk memperjuangkan kepentingan ekonominya,

mereka harus memajukan usahanya agar bisa membayar zakat, shadaqah,

infaq atau memberi wakaf, warga Muhammadiyah harus menengok ke

organisasi lain. Pada waktu itu, yang bergerak di bidang sosial-ekonomi

adalah Sarekat Dagang Islam (SDI), kemudian bernama Sarekat Islam (SI)

itu. Itulah sebabnya warga Muhammadiyah sering berganda keanggotaan,

Muhammadiyah dan Sarekat Islam.

Pada tahun 1921, Muhammadiyah memprogramkan perbaikan

ekonomi rakyat, salah satunya adalah dengan membentuk komisi

penyaluran tenaga kerja pada tahun 1930. Pada perkembangan selanjutnya,

Page 38: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

tahun 1959 mulai dibentuk jama’ah Muhammadiyah di setiap cabang dan

terbentuknya dana dakwah. Program-program ekonomi yang dirancang

ternyata menjadi dorongan untuk terbentuknya Majelis Ekonomi

Muhammadiyah.

Namun, sebagaimana diungkap Mu’arif (2005:223), dalam

persoalan ekonomi ini, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami posisi

dilematis. Di satu sisi, visi ekonomi ketika hendak membangun

perekonomian yang tangguh haruslah didasarkan pada profesionalisme.

Adapun untuk mengantarkannya pada profesionalisme itu biasanya

menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis kapitalis. Hal ini

tentunya bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal

berdirinya persyari-katan menjadi agenda utama.

5. Pembaharuan Bidang Sosial

Praktek amal nyata yang fenomenal ketika menerapkan apa yang

tersebut dalam surah Al Maun yang secara tegas memberi peringatan

kepada kaum muslimin agar mereka menyayangi anak-anak yatim dan

membantu fakir miskin. Aplikasi surah al Ma’un ini adalah terealisirnya

rumah-rumah yatim dan menampung orang-orang miskin.

Ketika menerapkan Al Qur’an surah 26 ayat 80, yang menyatakan

bahwa Allah menyembuhkan sakit seseorang, maka didirikannya balai

kesehatan masyarakat atau rumah sakit-rumah sakit. Lembaga ini

didirikan, selain untuk memberi perawatan pada masyarakat umum,

bahkan yang miskin digratiskan, juga memberi penyuluhan, betapa

pentingnya arti sehat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Page 39: · Web viewPada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,

B. Saran

1. Sebagai seorang muslim kita harus mengetahui sejarah agama dan tokoh

pendiri islam.

2. Kita harus memperdalam wawasan kita mengenai ajaran islam

Muhammadiyah.

3. Jangan mencukupkan diri kita dengan membaca tentang sejarah agama

saja tetapi kita harus mengamalkan dan memperkokoh ajaran yang telah

ada.