documentdm

Upload: mekar-yulia-putri

Post on 04-Mar-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kuc,vj.

TRANSCRIPT

Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Diabetes Mellitus Tipe II

Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Diabetes Mellitus Tipe II

Mekar Yulia Putri

102012139

E1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi dan gangguan metabolisme pada umumnya, yang pada perjalanannya jika tidak dikendalikan dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi baik akut ataupun menahun. Kelainan dasar pada penyakit ini ialah adaya kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas, yaitu kekurangan jumlah dan atau dalam kerjanya insulin kurang sensitif atau peka dalam menjalani fungsinya.

Diabetes Mellitus ini sendiri terbagi menjadi dua, yakni DM tipe 1 dan DM tipe 2, dimana pada DM tipe 1 terjadi karena adanya gangguan pada pankreas itu sendiri sehingga tidak dapat mengeluarkan hormon insulin biasanya tipe ini sudah terlihat dari kecil dan merupakan insulin dependent. Sedangkan pada kasus skenario kali ini akan lebih membahas mengenai anamnesis, pemeriksaan, patofisiologi serta terapi dari Diabetes Mellitus tipe 2.

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah komunikasi dua arah yang dilakukan dokter dengan pasien atau dengan keluarga pasien. Ada dua macam komunikasi yang di lakukan, yaitu:

Auto : antara dokter dan pasien , B. Allo : Antara dokter dan keluarga pasien

Dalam skenario ini dokter dapat melakukan auto anamnesis karena pasien dalam keadaan sadar. Tujuan dari anamnesis adalah memperoleh informasi, menjalin hubungan baik dan menjalin kepercayaan antara dokter dan pasien.

Dari skenario ini yang dapat kita tanyakan, yaitu :

Identitas : laki-laki 35 tahun

Keluhan Utama : Laki-laki berusia 35 tahun merasa semakin lemas sejak 2 minggu, riwayat diabetes dan minum metformin dan glibenclamid secara teratur.

Riwayat Penyakit Sekarang

-Menanyakan apakah banyak makan, minum atau kencing?

- Neuropati. Tanyakan apakah pasien mengalami kesemutan, hilang rasa pada

Bagian distal seperti kaki.

- Retinopati. Tanyakan apakah ia mengalami gangguan penglihatan

- Menanyakan adanya hipertensi?

- Riwayat adanya penurunan berat badan?

- Apakah meras cepat lelah atau cepat haus di rasakan sejak kapan?

-Menanyakan apakah ada luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan luka yang bau?

Riwayat Penyakit Dahulu

- Menanyakan apakah pernah sakit seperti ini juga sebelumnya?

- Menanyakan apakah pernah di rwat denga penurunan kesadaran karena diare berlebihan, stres, atau lupa makan setelah minum obat?

Riwayat Keluarga

Riwayat Obat

Riwayat Sosial

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa pada pasien, serta menyingkirkan diagnosis banding setelah dilakukannya anamnesis. Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan adalah peeriksaan keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital, didapatkan hasil :

Keadaan umum baik dan kesadaran pasien

TD : 120/80 mmHgNadi : 88 /menit

Suhu : 36 celcius

Frekuensi nafas : 16 x/ menit

Inspeksi : Hiperpigmentasi pada bagian leher dan ketiak (merupakan salah satu ciri khas resistensi insulin)

IMT : 22,5 (normal)

Pemeriksaan Fisik Kaki Diabetes

- Inspeksi

Melihat warna kulit dan kondisi kulit pasien

Atrofi/ hipertrofi otot

Lesi kulit (ulkus,abses, gangrene,cicatrix), cek telapak kaki

Gerakan terbatas dan kontraktur.

- Palpasi

Pemeriksaan suhu raba pada kaki pasien

Pemeriksaan pulsasi a. Dorsalis pedis dan a. Tibialis posterior

- Refleks

Pemeriksaan sensibilitas dengan monofilament untuk melihat apakah ada parastesia

APR

KPR

Babinsky

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tambahan yang di anjurkan dalam penegakan diagnosis adalah:

Kriteria Diagnosis :

Gejala klasik DM + gula darah sewaktu > 200mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

Kadar gula darah puasa > 126mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

Kadar gula darah 2 jam pada TTG > 200mg/dl. TTGO dilakukan dengan standar WHO

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Untuk pemeriksaan ini, pasien dikehendaki untuk berpuasa minimal 8 jam sebelum dilakukan tes. 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien di harapkan makan,minum, aktivitas seperti biasa. Pada waktu pemeriksaan, pasien di berikan 75 gram glukosa (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) yang di larutkan dalam 250 ml air. Kemudian di ukur gula darah pasien dalam 2 jam setlah pemberian glukosa. Pasien akan dianggap menderita DM apabila hasil pemeriksaan >200 mg/dl.

- Kadar Insulin

Untuk mengukur kadar insulin saat melakukan uji toleransi glukosa, maka serum atau plasma perlu dipisahkan dalam waktu 30 menit sesudah pengambilan spesimen sebelum di assay. Kadar insulin imunoreaktif normal berkisar antara 5-20 mikroU/ml dalam keadaan puasa, dan mencapai 50-130 sesudah satu jam, dan biasanya turun kembali dibawah 30 sesudah 2 jam. Kadar insulin selama TTGO jarang memiliki manfaat klnis karena alasan-alasan berikut: bila kadar glukosa melampaui 120 mg/dl, hiperinsulinemia akan timbul terlambat sebagai akibat adanya resistensi insulin pada penderita DM tipe 2.

Homeostasis Model of Assesment- Insulin Resistance

Merupakan parameter untuk mengukur kualitas/ mutu insulin. Jika Homa IR dibawah nilai normal, berarti kualitas insulin bagus, maka otomatis HbAIc turun. Sehingga gula darah 2 jam PP pasti turun. Artinya Homa IR dikatakan baik jika hasilnya < nilai normal (2,77)

International Formula : Fasting glucose (mmol/L) x fasting insulin (mU/L) / 22,5

US formula : Fasting glucose ( mg/dl) x fasting insulin (mikroU/mL) / 405Tes Hemoglobin Terglikasi (HbAIc)

Pemeriksaa HbAIc untuk memantau kadar glukosa rata-rata selama sekitar 3 bulan. Prinsipnya adalah glukosa bereaksi secara non enzimatik dengan hemoglobin menjadi glikosilat yang stabil. Banyaknya hemoglobin gikosilat yang terbentuk setara dengan glukosa darah. Karena sel darah merah rata-rata berumur 120 hari, HbAIc menggambarkan rata-rata kadar glukosa selama sekitar 3 bulan.

Pemeriksaan Profil Lipid

Untuk melihat kadar lemak dalam darah seperti HDL dan Trigliserida

State Glukosa Darah PuasaTTGOHbAIc

Normal126 mg/dl> 200 mg/dl> 6,5 %

Tabel 1. Diagnosis DM Tipe 2 (ADA, 2011)

Berdasarkan skenario didapatkan hasil sebagai berikut :

GDS : 252 mg/dl, HbAIc = 10%, HOMA-IR = 8

Differential Diagnosis

Diabetes Mellitus Tipe- 1

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe Juvenile onset dan tipe insulin dependent insulin; namun kedua tip ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden dibetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Penderita diabetes melitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes melitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa anak-anak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Utuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur. Biasanya orang yang mengalami DM tipe ini diharuskan menggunakan insulin sebagai pengobatannya, penggunaan insulin ini, agar jumlah gula yang menumpuk tadi, jadi berkurang akibat penambahan insulin ini.

B. Diabetes Awitan Dewasa Muda (MODY)

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) adalah kelainan genetik dan klinik yang heterogen dan merupakan salah satu tipe dari DM yang ditandai dengan onset yang cepat, kelainan genetik autosomal dominan dan defek utama pada sekresi insulin - Genetic defects of beta cell function. Mutasi pada enam gen merupakan penyebab MODY terbanyak. Kelainan gen tersebut adalah:

Hepatocyte nuclear transcripyion factor (HNF) 4 (MODY 1)

Glucokinase (MODY 2)

HNF-1 (MODY 3)

Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)

HNF-1 (MODY 5)

NeuroD1 (MODY 6)

MODY seperti DM tipe 2 yang disebabkan oleh kelainan gen autosomal dominan dan terjadi pada usia muda dengan riwayat DM dalam keluarga. MODY merupakan kelainan genetik diwariskan melalui keturunan. MODY sering dibandingkan dengan DM tipe 2 dan memiliki beberapa kesamaan gejala. Tetapi bagaimanapun, MODY tidak ada hubungannya dengan obesitas, penderitanya biasanya muda dan tidak ada kaitannya dengan kelebihan berat badan. Onset terjadi sebelum usia 25 tahun. Dapat terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam keluarga. MODY tidak selalu membutuhkan pengobatan insulin.

Manifestasi klinis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis MODY:

Hiperglikemik ringan sampai sedang (tipically 130-250 mg/dl tau 7-14 mmol/L) dan ditemukan sebelum usia 30 tahun, tetapi bagaimanapun, MODY masih dapat berkembang sampai dibawah usia 50 tahun

Gejala awal sama seperti DM pada umumnya

Tidak ada autoantibodi atau kelainan autoimun lainya

Kadar insulin yang persisten rendah

Tidak ada obesitas atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan DM tipe 2

Resistensi insulin jarang terjadi

C. Diabetes Autoimun Laten pada Dewasa (LADA)

Latent Autoimmune Diabetes of Adult (LADA) adalah sebuah konsep yang diperkenalkan pada tahun 1993 yang menggambarka slow-onset autoimun DM tipe 1 pada dewasa. Biasanya individu dewasa yang menderita LADA sering salah di diagnosa menderita DM tipe 2 karena mungkin pengaruh umur tetapi bukan etiologi. Pasien dengan LAda memiliki gejala lebih sediki dibanding DM tipe 2. Ciri khas lainnya dimana pada pasien LADA akan mengalami kesulitan dalam mengontrol kadar glukosa darah dengan menggunakan obat standar hipoglikemi oral.

Pasien LADA biasanya memiliki marker autoimun dalam darahnya seperti marker padaDM tipe 1 tetapi biasanya pada awal diagnosis pasien LADA idak membutuhkan terapi insulin atau bukan insulin dependent. Tetapi ketika kelainan metaboliknya terus berlanjut, maka pasien dengan LAda akan membutuhkan terapi insulin sama seperti DM tipe 1. Gejala ketoasidosis juga mulai timbul pada keadaan lanjut pasien dengan LADA yang tidak terkontrol.

Berdasarkan The UK prospective Diabetes Study menemukan bahwa antibodi spesifik pada LADA dapat ditemukan pada 6-10% pasien yang di diagnosis menderita DM tipe 2. Diagnosis LADA di tegakkan ketika ditemukan peningkatan kadar marker antibodi dalam darah pasien.

Karakteristik LADA yang mungkin dapat di gunakan pada differensial diagnosis:

Onset biasanya umur lebih dari 25 tahun

Bergejala awal seperti DM tipe 2 pada orang yang tidak obese (pasien LADA biasanya memiliki berat badan ideal)

Sering tapi tidak selalu, pasien LADA jarang memiliki riwayat DM tipe 2 dalam keluarga.

Individu dengan lada biasanya resisten terhadap insulin

HLA gen berhubungan dengan DM tipe 1 bukan DM tipe 2

Biasanya sekitar 12 tahun setelah salah didiagnosa sebagai DM tipe 2, pasien LADA akan dependent insulin.

Working Diagnosis

Diabetes Mellitus Type 2

Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti defek. Dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.

Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70-150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4-8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United Kingdom)}, dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.

Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hiperglikemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hipoglikemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah di bawah normal.

Etiologi

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis yang sering terjadi, tetapi jauh lebih sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metaboli karena gangguan sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer. Diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (yaitu, asupan kalori berlebihan, pengeluaran tidak memadai obesitas, kalori) yang di tumpangkan di atas genotipe yang rentan. Indeks massa tubuh dimana berat badan berlebih meningkatkan resiko diabetes pada kelompok-kelompok ras yang berbeda.

Faktor resiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:

Umur lebih dari 45 tahun

Bobot yang lebih besar dari 120% dari berat badan yang diinginkan

Riwayat keluarga diabetes tipe2 pada seorang saudara tingkat pertama

Sejarah toleransi glukosa terganggu sebelumnya (IGT) atau glukosa puasa terganggu (IFG)

Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (high density lipoprotein (HDL) 150 mg/dk

Sejarah diabetes mellitus gestational atau melahirkan dnegan bayi berat lahir >4000 gram

Epidemiologi

Prevalensi DM di dunia meningkat secara drastis dalam dua dekade terakhir, diperkirakan dari 30 juta kejadian pertahun pada 1985 menjadi 285 juta kasus pada tahun 2010. Berdasarkan pada trendnya, international Diabetes Federation memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan ada 438 juta individu yang terkena diabetes. DM tipe 2 prevalensinya meningkat lebih cepat daripda tipe 1. Mungkin disebabkan oleh peningkatan obesitas, pengurangan aktivitas fisik dan usia harapan hidup yang meningkat.

Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya diabetes mellitus tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktr-faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.

Patofisiologi diabetesmellitus tipe 2 terdiri atas 3 mekanisme, yaitu:

Resistensi terhadap insulin

Resistensi terhadap insulin terjadi di sebabkan oleh penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama otot dan hati), hal ini sanagt mencolok pada DM tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal di butuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan DM tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30-60% daripada orang normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadi gangguan penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan FPG (Fasting Plasma Glucose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa secara non oksidatif (pembentukan glikogen) daripada metabolsme glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independent terhadap insulin tidak menurun pada diabetes mellitus tipe 2.

Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer.

Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga memiliki peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Receptor Subtrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam molekul pst reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan keadaan resistesi insulin.

Sekarang ini, patognesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase (Phospatydil Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4 (Glucose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat di gunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemia.

Ada teori lain mengenai terjadinya resistensi insulin pada penderita DM tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu: peningkatan asam lemak bebas yang mengganggu penggunaan glukosa pada jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi sel beta pankreas.

Defek sekresi insulin

Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada DM tipe 2 sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea

Kelainan yang khas pada penyakit ini adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan orang normal.

Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM tipe 2 adalah gangguan insulin asal, normalnya sejumlah insuln basal di sekresikan secara kontinyu dengan keceatan tertentu. Insulin basal ini di butuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin berdenyut.

Produksi Glukosa Hati

Hati merupaka salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan glukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produkhati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belumsepenuhnya jelas.

Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 mikroU/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita diabetes mellitus tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan glukoneogenesis akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.

Gejala Klinis

Gejala klinis diabetes klasik adalah rasa haus yang berlebihan yang menyebabkan banyak minum (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama pada malam hari (nokturia) yang dapat mengganggu kehidupan, banyak makan (polifagi) tapi berat badan menurun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pda ari tangan dan kaki (neuropati), cepat lapar, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, infeksi dan luka yang sukar sembug dan pada ibu yang melahirkan bayi diatas 4 kg.

Komplikasi Komplikasi akut sebagai penyulit dari diabetes mellitus adalah:

Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang di tandai dengan trias hiperglikemia,asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok. Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (kusmaull), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering.

Hiperosmolar Hiperglikemik non ketolik

Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus. HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.

Hipoglikemia

Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1 (DMT 1) dan diabetes tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, di mana kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan.

Gangrene Diabetik

Gangren adalah luka yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati bewarna kehitaman dan emmbau karena disertai pembusukan oleh bakteri. Kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah Staphylococcus Aureus.

Gangrene biasanya disebabkan oleh penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangipati dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pada daerah betis. Angka kejadian gangguan pembuluh darah perifer lebih besar pada diabetes melitus dibandingkan dengan yang bukan diabetes melitus. Hal ini disebabkan karena resiko dari Dm yang menyebabkan atherosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan timbulah hipoksia.

Gejala umum penderita dnegan gangren diabetik biasanya ada keluhan eperti kram atau kesemutan, rasa lemah atau baal pada tungkai pada waktu istirahat. AKibat dari keluhan ini,maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut bisa terjadi karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudia timbul gelembung pada kaki, kemudian dapat menjalar ke punggung kaki. Apabila luka tersebut tidak teratasi maka luka itu akan menjalar dan bertambah luas. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang meluas, rasa nyeri, dan ada nanah yang makin banya serta bau yang semakin tajam.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendaliaan DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu penambahan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktifitas fisik yang sesuai. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibatnya adanya infeksi, stress akut (gagal jantung, iskemi jantung akut), tanda-tanda defisiensi insulin yang berat (penurunan berat badan yang cepat, ketosis, ketoasidosis) atau pada kehamilan yang kendali glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan makan, maka pengelolaan farmakologis umumnya memerlukan terapi insulin. Keadaan seperti ini memerlukan perawatan di rumah sakit.

Non Medikamentosa

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurunan glukosa darah atau insulin. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi

Pemanis alternatif dapat diguanakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

2. Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi

Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal

Bahan makanan yang perlu diabatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk)

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari

3. Protein

Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi

Sumber protein yang baik adalah seafood ( ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi

4. Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit

5. Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan

Anjuran konsumsi serat adalah kurang lebih 25 g/1000kkal/hari

6. Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol

Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah

Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame, pottasium, sukralose, neotame

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman ( Accepted Daily Intake)

Kebutuhan Kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah:

Berat Badan Ideal = 90% X ( TB dalam cm - 100) X 1 kg

Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:

Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) X 1 kg

BB Normal : BB Ideal kurang lebih 10%Kurus: < BBI - 10%

Gemuk: > BBI + 10%

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

Jenis kelamin: Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB

Umur: Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, diatas 70 tahun

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik dan penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat

Berat Badan: Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat kegemukan, jika kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan: Sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertannya.

Latihan Jasmani

Olahraga:

C: Continyu : 30 menit 3-4 kali seminggu

R: Ritmik : jogging, jalan kaki, bersepeda

I: Intensitas

P: Progresif : dinaikkan bertahap

E: Endurance

Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Di samping kegiatan jasmani sehari-hari, dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan kegiatan seperti dansa, jogging, berenang, atau dengan cara melakukan kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi, budaya dan status kesegaran jasmaninya.

Medikamentosa

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

Penghambat glukoneogenesis ( metformin)

Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

2. Pemicu Sekresi InsulinSulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasie dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid

Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu- Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara tepat melalui hati.

3. Penambahan sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion ( rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengn meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.4. Penghambat Glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metfromin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

5. Penghambat Glukosidasse Alfa ( A carbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. A carbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

6. Insulin

Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel beta pankreas, walaupun asam amino, keton, peptida gastrointestinal dan neurotransmitter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sekresi insulin. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya.

Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek ( short acting), kerja menengah ( intermediate acting), kerja panjang ( long acting), atau insulin campuran tetap (premixed insulin). Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Insulin bekerja dengan menekan produksi glukosa hati dan stimulasi pemanfaatan glukosa.

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberiaan OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.

Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebbut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil, Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

Prognosis

Sepanjang dapat dikontrol dengan baik, prognosis DM dapat memuaskan. Selain itu juga ketaatan pasien sangat menentukan juga prognosis kelainan ini. Kadar glukosa darah harus dijaga agar selalu optimal; tidak berlebihan ataupun kekurangan. Pencegahan atau penanganan komplikasi yang cepat juga dapat menurunkan angka mortalitas dari penyakit ini.

Kesimpulan

Diabetes melitus terutama yang tipe 2 merupakan kelainan metabolik gabungan dari penurunan sekresi insulin, peningkatan resistensi insulin dan pembentukan glukosa berlebihan. Manifestasi utamanya adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi. Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan klasifikasi ADA dengan melihat kadar GDS ataupun GDP dan juga gejala klasik DM. Maka berdasarkan keluhan utama, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita DM tipe 2.