dk1p3

21
SKENARIO Seorang laki-laki umur 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan keluhan sesak napas berat. Sejak lama berobat dengan hipertensi tapi tidak teratur dan telah pernah mengalami infark miokard sebelumnya. Sekitar seminggu sebelum masuk rumah sakit dia mengeluh nyeri dada substernal lebih dari 30 menit, dan sejak itu dia mengeluh sering sesak napas yang makin berat. Penderita hanya bisa tidur dengan 3 bantal kepala dan sering terbangun tengah malam akibat sesak napas. Pada pemeriksaan fisik, tidak demam, tekanan darah 160/100 mHg, denyut jantung 110 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan saturasi O 2 88%. Penderita pucat dan berkeringat dingin. Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan adanya ronchi basah pada kedua basal medial paru, terdengar S3 dan S4, tidak terdengar bising jantung. Pada pemeriksaaan EKG salah satu kelainan yang ditemukan adalah adanya gelombang Q patologis di sandapan V1- V4. KLARIFIKASI KATA SULIT 1. Infark miokard 2. Ronchi basah pada kedua basal medial paru 3. Nyeri dada substernal 4. Gelombang Q patologis pada sandapan V1-V4 Klarifikasi : 1. Infark miokard adalah nekrosis miokardium besar yang disebabkan oleh interupsi aliran darah ke area itu, hampir selalu disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner, sering tumpang tindih dengan trombosus koroner.

Upload: ferdiansyah-pey

Post on 11-Dec-2015

257 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dk1p3

SKENARIO         Seorang laki-laki umur 67 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan keluhan sesak

napas berat. Sejak lama berobat dengan hipertensi tapi tidak teratur dan telah pernah

mengalami infark miokard sebelumnya. Sekitar seminggu sebelum masuk rumah sakit dia

mengeluh nyeri dada substernal lebih dari 30 menit, dan sejak itu dia mengeluh sering sesak

napas yang makin berat.

Penderita hanya bisa tidur dengan 3 bantal kepala dan sering terbangun tengah malam akibat

sesak napas.

Pada pemeriksaan fisik, tidak demam, tekanan darah 160/100 mHg, denyut jantung 110

kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan saturasi O2 88%. Penderita pucat dan berkeringat

dingin. Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan adanya ronchi basah pada kedua basal medial

paru, terdengar S3 dan S4, tidak terdengar bising jantung. Pada pemeriksaaan EKG salah satu

kelainan yang ditemukan adalah adanya gelombang Q patologis di sandapan V1-V4.

KLARIFIKASI KATA SULIT

1. Infark miokard

2. Ronchi basah pada kedua basal medial paru

3. Nyeri dada substernal

4. Gelombang Q patologis pada sandapan V1-V4

Klarifikasi :

1.      Infark miokard adalah nekrosis miokardium besar yang disebabkan oleh interupsi aliran

darah ke area itu, hampir selalu disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner, sering tumpang

tindih dengan trombosus koroner.

2.      Ronchi basah di kedua basal medial paru yaitu bunyi singkat, tidak kontinu, tidak musikal,

dan terbanyak terdengar pada saat inspirasi di daerah basis paru (di bagian inferior paru-

paru). Timbul bila terdapat cairan di bagian dalam bronkus dan terdapat kolaps saluran napas

distal dan alveolus. Disebabkan oleh sekresi saluran napas berlebihan. Terdapat pada edema

paru, gagal jantung kongestif, dan fibrosis paru.

3.      Nyeri dada substernal adalah nyeri yang dirasakan berlokasi di bawah sternum.

4.      Gelombang Q normal yaitu gelombang pada kompleks QRS, defleksi ke bawah negatif

awal, yang  berhubungan dengan fase awal depolarisasi (eksitasi) miokardium ventrikel dan

depolarisasi septum interventrikel. [1] Gelombang Q patologis adalah gelombang dengan

durasi 0,04 detik atau lebih dan lebih 25% dari gelombang R.

Page 2: Dk1p3

KATA KUNCI

Berikut ini adalah beberapa kata atau kalimat kunci yang diidentifikasi dari skenario:

Laki-laki 67 tahun

Sesak napas berat

Riwayat hipertensi

Riwayat infark miokard

Nyeri dada substernal lebih dari 30 menit

Hanya bisa tidur dengan 3 bantal

Sesak napas malam hari

Tidak demam

Tekanan darah 160/100 mmHg

Denyut jantung 110 kali/menit

Pernapasan 22 kali/menit

Saturasi O2 88%

Pucat dan berkeringat dingin

Ronchi basah pada kedua basal medial paru

Terdengar S3 dan S4

Tidak terdengar bising jantung

Gelombang Q patologis di sandapan V1-V4.

 PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING

1.      Sebutkan etiologi sesak napas?

2.      Apakah penyebab sesak napas pada skenario di atas?

3.      Jelaskan patomekanisme sesak napas yang berhubungan dengan skenario. Dan mengapa

bisa terjadi sesak pada malam hari?

4.      Apa hubungannya antara posisi tidur pasien menggunakan 3 bantal dengan terjadinya sesak

napas?

5.      Jelaskan hubungan sesak napas berat dengan riwayat hipertensi dan infark miokard?

6.      Bagaimana hubungan sesak napas dengan nyeri dada substernal lebih dari 30 menit?

7.      Apakah penyebab pasien pucat dan berkeringat dingin?

8.      Bagaimana patomekanisme ronchi basah?

9.      Mengapa bunyi S3 dan S4 terdengar?

10.  Apakah makna gelombang Q patologis pada sandapan V1-V4?

Page 3: Dk1p3

11.  Apakah diagnosis banding untuk skenario di atas?

12.  Jelaskan pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan untuk mendiagnosis penyakit

pada DS skenario?

13.  Bagaimana penatalaksanaan pada diagnosis sementara?

14.  Bagaimana prognosis dan komplikasi yang mungkin timbul?

JAWABAN PERTANYAAN

1)      Etiologi dypnea antara lain :

a. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan paru, dan dinding dada; dalam teori

tegangan-panjang, elemen-elemen sensoris, gelendong otot pada khususnya, berperan

penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea

terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas

tercapai).

b.Kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (teori utang-oksigen).

c. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak napas.

d.       Ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi.

2)            Patomekanisme sesak napas pada skenario di atas yaitu : jika tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik pembuluh darah maka akan

terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila kecepatannya melebihi kecepatan

drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan lebih

lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema paru. Cairan yang

terakumulasi di dalam alveolus akan menyebabkan traktus respiratorius mengalami obstruksi.

Akibatnya pasien mengalami perasaan sulit bernapas, napas menjadi pendek, dan merasa

tercekik.

3)            Sesak napas yang dialami pasien seringkali terjadi di malam hari (paroximal

nocturnal dyspnea) atau pada saat pasien telentang ketika tidur. Posisi ini meningkatkan

volume darah intratorakal dan jantung yang lemah akibat penyakit misalnya gagal jantung,

tidak dapat mengatasi peninggian beban ini. Kerja pernapasan meningkat akibat kongesti

vaskular paru oleh edema di alveoli yang mengurangi kelenturan paru. Waktu timbulnya

lebih lambat dibandingkan dengan ortopnea (kesulitan bernapas ketika berbaring lurus)

karena mobilisasi cairan edema perifer dan peninggian volume intravaskuler pusat.

Page 4: Dk1p3

PND juga dapat melalui mekanisme berikut : tidur pada malam hari akan menurunkan

adrenergic support terhadap fungsi ventrikel. Akibatnya, aliran balik darah meningkat

sehingga ventrikel kiri kelebihan beban. Akhirnya timbul kongesti pulmonar akut yang

menyebabkan penekanan nokturnal di pusat pernapasan sehingga timbullah dispnea.

4)            Hubungan posisi tidur dengan terjadinya sesak napas adalah dimana pasien pada

skenario membutuhkan 3 bantal kepala untuk bisa tidur dengan cukup nyaman. Posisi kepala

pasien harus ditinggikan sehingga tubuhnya tidak berada dalam keadaan telentang. Bila

tubuhnya dalam posisi telentang, maka akan memudahkan terjadinya sesak napas atau

dispnea melalui patomekanisme seperti yang dijelaskan di atas.

5)            Hubungan sesak napas berat dengan riwayat hipertensi dan infark miokard :

Hipertensi mengacu pada peningkatan tekanan darah sistemik yang menaikkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta. Akibatnya, beban kerja jantung

bertambah. Sebagai mekanisme kompensasinya, terjadilah hipertrofi ventrikel kiri untuk

meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi dilatasi atau payah

jantung atau gagal jantung. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard akibat

hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, serta diperparah oleh aterosklerosis

koroner yang menyebabkan infark miokard. Gagal jantung menurunkan curah jantung

(suplai darah menurun) sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme

kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan

tekanan atrium yang menuju ke peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan

edema paru. Edema paru dapat berimbas pada terjadinya dispnea.

6)            Sesak napas dan nyeri dada substernal tidak berhubungan secara langsung. Keduanya

melalui patomekanisme yang berbeda tetapi dapat bersumber dari kelainan yang sama yaitu

gagal jantung kiri.

Sesak napas : Gagal jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga

terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat.

Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri yang menuju ke peningkatan

tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru menyebabkan

ketidaksesuaian perfusi ventilasi sehingga menurunkan tekanan oksigen. Penurunan tekanan

oksigen ini menstimulasi kemoreseptor perifer yang lalu mengirimkan impuls ke pusat

Page 5: Dk1p3

pernapasan di medula oblongata. Akhirnya terjadi peningkatan usaha respirasi tapi tetap

gagal karena adanya obstruksi cairan di traktus respiratorius akibat edema paru.

Nyeri dada : Gagal jantung mengakibatkan aliran darah koroner tidak adekuat. Terjadi

penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil

metabolisme anaerob berupa senyawa kimia seperti penimbunan asam laktat, piruvat. Inilah

yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks sensoris primer

(area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.

7)            Yang menyebabkan pucat dan keringat dingin :

Pucat : gagal jantung kiri mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Akibatnya terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan peningkatan Hb tereduksi di

dalam darah maka timbullah sianosis (kulit pucat dan dingin).

Keringat dingin : gagal jantung kiri mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Akibatnya

terjadi vasokonstriksi kulit. Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk

melepaskan panas sehingga pasien dapat mengalami demam ringan dan keringat berlebihan.

8)            Patomekanisme ronchi basah :

Jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan onkotik

pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Apabila

kecepatannya melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul edema interstisial. Bila

terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke alveoli sehingga

menimbulkan edema paru.

   Seperti klarifikasi “ronchi basah” yaitu bunyi yang terdengar bila terdapat cairan di dalam

bronkus atau alveoli. Ronchi terdengar di basal medial paru karena cairan terakumulasi di

bagian bawah paru karena pengaruh gaya gravitasi.

9)            S3 terdengar selama periode pengisian ventrikel cepat sehingga disebut Gallop

Ventrikular. Normal terdengar pada anak dan dewasa muda. Merupakan temuan patologis

yang dihasilkan oleh disfungsi jantung terutama kegagalan ventrikel.

S4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai Gallop Atrium, bunyinya sangat

pelan, hampir tidak terdengar sama sekali. Timbul sesaat sebelum bunyi jantung 1. Terdengar

bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat berkurangnya

peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.

Page 6: Dk1p3

10)        Gelombang Q patologis :

a.       Kelainan gelombang Q di sandapan II, III, AVF. Terjadi pada infark jantung, emfisema

pulmonal, dan RVH.

b.      Kelainan gelombang Q di sandapan I, AVL, dan V4-V6 terjadi pada infark jantung anterior.

c.       Kelainan gelombang Q di sandapan V3R-V1, V1-V2, V1-V3, dan V1-V4. terjadi pada

infark jantung anteroseptal, LVH, RVH, dan LBBB (Left Bundle Branch Block).

11)        Tabel Differential Diagnosis yang mungkin timbul pada pasien-pasien dengan keluhan

sesak napas

Penyakit kausa Kardiovaskular Non Kardiovaskular

GEJALA Gagal

jantung kiri

(kongestif)

Cor

pulmonal

Infark

miokardium

Kelainan

katub

jantung

Infeksi

(endokarditis,

miokarditis,

perikarditis)

Emboli

paru

Penyakit

Paru

Obstruksi

Kronik

Infeksi

pada

paru

Laki-laki

67 tahun

-/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+ -/+

Sesak

napas

+ + + + + + + +

Nyeri dada

>30 menit

+ + - + + + + -

Paroxismal

Nocturnal

Dyspnea

+ - + + - + + -

Terdengar

S3 & S4

+ - - + + - - -

Tidak

Bising

jantung

+ - - - + + + +

Tidak

Demam

+ + + -/+ - + -/+ -

Page 7: Dk1p3

12)         DIAGNOSIS SEMENTARA

GAGAL JANTUNG KIRI (KONGESTIF)

Definisi Penyakit

Gagal jantung adalah suatu keadaan patologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga

jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan

dan/ kemampuannya hanya ada bila disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.

Gagal jantung adalah sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak

napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau

fungsi jantung. 

Manifestasi Klinis

Etiologi

Gagal jantung merupakan komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung

kongenital meupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi

keadaan yang (1) meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau (3)

menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal

meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada

keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium

dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Page 8: Dk1p3

Penyebab keseluruhan kegagalan pompa jantung dapat dilihat pada tabel berikut :

A.    Kelainan Mekanik

1. Peningkatan beban tekanan; Sentral (stenosis aorta,dll) dan Perifer (hipertensi

sistemik,dll).

2. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan beban awal,

dll).

3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikspid).

4. Tamponade perikardium

5. Pembatasan miokardium atau endokardium.

6. Aneurisma ventrikel.

7. Dissinergi ventrikel.

B.     Kelainan Miokardium (otot)

1. Primer (kardiomiopati, miokarditis, kelainan metabolik, toksisitas (alkohol,

kobalt), dan presbikardia).

2. Kelainan disdinamik sekunder (deprivasi oksigen (PJK), kelainan metabolik,

peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit paru obstruktif kronik).

C.     Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran

1. Tenang (standstill)

2. Fibrilasi

3. Takikardia atau bradikardia ekstrim

4. Asinkronitas listrik, gangguan konduksi

Patofisiologi

Gagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of

events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas

beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.

Page 9: Dk1p3

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat

penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.

Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan

volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV ventrikel, terjadi peningkatan tekanan

akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada

kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium

kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung pada saat diastol. Peningkatan

LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan

kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat

melebihi tekanan onkotik pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam

interstisial. Apabila kecepatannya melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul

edema interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan merembes ke

alveoli sehingga menimbulkan edema paru.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.

Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian

kejadian pada jantung kiri juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan

mengakibatkan edema dan kongesti sistemik.

Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh

regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian.

Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup AV, atau perubahan

orientasi otot papillaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.

Remodeling struktral ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi

sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal, (gagal jantung asimptomatik). Sindroma

gagal jantung yang asimptomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi,

aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid, kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau

konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, infeksi virus, demam

reumatik, dan endokarditis infektif. Gagal jantung simptomatika akan tampak kalau terjadi

kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya. 

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung

terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan

tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.

Page 10: Dk1p3

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, ortponea, dispnea nokturnal

paroksimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventrikular heaving, bunyi derap S3 dan

S4, pernapasan Cheyne Stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena

pulmonalis.

Pada gagal jantung kanan timbul fatigue, edema, liver engorgement, anoreksia, dan

kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi ventrikel kanan, irama derap

atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat,

bunyi P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema

pitting.

Pada gagal jantung kongestif, terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :

Kelas 1.  Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa

keluhan.

Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.

1.      Penegakan Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, ekokardiografi-Doppler,

dan kateterisasi.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan gagal jantung kongestif.

Kriteria Mayor

1. Paroksimal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Page 11: Dk1p3

Kriteria Minor

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dyspneu d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardia (> 120/menit)

Mayor atau Minor

Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Pemeriksaan Penunjang

      Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis antara lain :

         foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskuler paru menggambarkan

kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura.

         Fungsi EKG, untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.

Pemeriksaan lain seperti Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi

tiroid dilakukan atas indikasi.

i.                  Penatalaksanaan Gagal Jantung

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan pengurangan konsumsi

oksigen melalui istirahat/ pembatasan aktivitas.

2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.

         Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tiroktoksikosis, miksedema, dan aritmia.

         Digitalisasi :

* Dosis digitalis :

- Digoksin untuk oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan

dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-4 hari.

- Digoksin IV 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

Page 12: Dk1p3

- Cedilanid IV 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.

* Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan

gagal ginjal dosis disesuaikan.

* Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

* Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :

   - Digoksin : 1-1,5 mg IV perlahan-lahan.

   - Cedilanid 0,4-0,8 mg IV perlahan-lahan.

Cara Pemberian Digitalis

Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal

jantung berat dengan sesak napas berat dan takikardi lebih dari 120 kali/menit, biasanya

diberikan digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat.

Pemberian digitalisasi per oral paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis

besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal secepatnya, misalnya pada

fibrilasi atrium rapid response. Dengan pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar

terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian secara IV hanya dilakukan

dalam keadaan darurat, harus dengan hati-hati, dan harus perlahan-lahan.

Kontraindikasi Pemberian Digitalis

    Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardi, gangguan irama, dan konduksi

jantung berupa blok AV derajat II dan III, atau ekstrasistolik ventrikular lebih dari 5 kali per

menit. Gejala lainnya yaitu anoreksia, mual, muntah, diare, dan gangguan penglihatan.

    Kontraindikasi relatif : penyakit kardiopulmonal, infark miokard akut (hanya diberi

per oral), idiophatic hypertrophic subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis obat lebih rendah),

miokarditis berat, hipokalemia, PPOK, dan penyertaan obat yang mengahambat konduksi

jantung.

Dalam pengobatan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3 x 100 mg sampai tanda-tanda

toksik mereda.

3. Menurunkan beban jantung.

Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

4.      Diet rendah garam

Page 13: Dk1p3

5.      Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretik, digoksin, dan ACE-

Inhibitor mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III

diberikan :

o   Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus.

o   ACE-Inhibitor (kaptopril mulai dari dosis 2 x 6,25 mg atau setara dengan ACE-Inhibitor lain,

dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isosorbid

dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya

iskemia yang menetap, dosis dimulai 3 x 10-15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara

bertahap.

o   Diuretik

Yang digunakan adalah furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg. Efek

samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan

spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan adalah hidroklorotiazid (HCT),

klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam etakrinat.

Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau

kelangsungan hidup, tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan

perawatan di rumah sakit. Penggunaan ACE-Inhibitor bersama diuretik hemat kalium

maupun suplemen kalium harus berhati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

         Vasodilator

* Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 ug/kgBB/menit IV.

* Nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit IV.

* Prazosin per oral 2-5 mg.

* ACE-Inhibitor : kaptopril 2 x 6,25 mg.

Dosis ISDN adalah 10-40 mg peroral atau 5-15 mg sunlingual setiap 4-6 jam. Pemberian

nitrogliserin secara IV pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan dilakukan di ICCU.

Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu diperhatikan

efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama setelah pemberian. Jika

secara klinis tidak ada tanda-tanda hipotensi, maka dosis dapat ditingkatkan secara bertahap

sampai 3 x 25-100 mg. Kaptopril dapat menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi

ginjal. Dosis awal enalapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan-lahan sampai 2 x 10 mg.

6.      Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol.

Page 14: Dk1p3

1.      Pencegahan

Gagal jantung diderita oleh seseorang dapat disebabkan oleh kelainan kongenital maupun

didapat. Bagi penderita gagal jantung kongenital dianjurkan untuk menjalani pengobatan

secara teratur untuk meminimalisir kerusakan organ dan manifestasi klinis.

Pencegahan gagal jantung dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor predisposisi

seperti diet rendah garam untuk menurunkan resiko hipertensi, diet rendah lemak untuk

menurunkan resiko aterosklerosis, olahraga yang teratur, serta istirahat dan aktivitas yang

proporsional.

1.            Prognosis

Pasien yang dapat terdiagnosis dengan cepat dan mendapatkan terapi yang adekuat sangat

berpeluang untuk dapat dimimalisir gejala-gejala penyakitnya. Akan tetapi, bagi pasien yang

tidak menjalani pengobatan yang teratur dapat berlanjut ke komplikasi penyakit lain (end

organ damage) yang lebih serius.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat gagal jantung dapat berupa edema paru, gagal

ginjal, gangguan traktus gastrointestinal, edema anasarka, ascites, sampai gangguan mental

akibat berkurangnya curah jantung.