disusun oleh : nim: 331202008 program magister ilmu … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id...

93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006) TESIS Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Disusun oleh : RR ENDANG DWI HANDAYANI NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

Upload: vohanh

Post on 17-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM

TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada Putusan

Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan

Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan

Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006)

TESIS

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai

Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum

Disusun oleh :

RR ENDANG DWI HANDAYANI

NIM: 331202008

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

Page 2: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABA N PIDANA KORPORASI DALAM

TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada Putusan

Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan

Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan

Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006)

DISUSUN OLEH :

RR ENDANG DWI HANDAYANI

NIM: 331202008

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Pembimbing I Burhanudin Harahap SH.MH.MSI.Ph.D

NIP:196007161 98503 1 004

……………. ………

2. Pembimbing II Rofikah .SH.MH

NIP:19551212 198303 2 001.

……………. ………

Mengetahui :

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum

NIP. 19601107 198601 1 001

Page 3: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM

TINDAK PID ANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada Putusan

Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan

Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan

Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006)

Oleh :

RR ENDANG DWI HANDAYANI

NIM: 3312020081

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Ketua

2. Sekretaris

3. Anggota

4. Anggota

Mengetahui :

Direktur Program

Pasca Sarjana,

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS

NIP. 19610717 198601 1 001

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum,

Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum

NIP. 19601107 198601 1 001

Page 4: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : RR ENDANG DWI HANDAYANI

NIM : 3312020081

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “ ANALISIS

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA

LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar

No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang

No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006)”

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut

diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya

peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, 30 Juni 2015

Yang membuat pernyataan

RR Endang Dwi Handayani

Page 5: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan segenap kemampuan yang

ada. Adapun judul tesis ini adalah “ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

(Studi Kasus Pada Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/ 2005/ PN.

Kray Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo.

Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006)”.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna

mencapai Gelar Magister Ilmu Hukum pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Dr. M. Hudi Asrori S, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Seluruh staf Pengajar Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal

kepada penulis dengan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam

masyarakat.

7. Teman-teman seangkatan yang selalu memberi dorongan dan motivasi untuk

menyelesaikan tesis ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan

bantuan dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung selama penulis

menyelesaikan tesis ini.

Page 6: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kepada para pembaca

untuk dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun di mana nantinya

akan dapat penulis pergunakan dan sebagai penyempurnaan dalam penyusunan

tulisan selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap semoga dengan adanya tesis ini dapat bermanfaat

bagi pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Surakarta, 30 Juni 2015

Penulis

RR Endang Dwi Handayani

Page 7: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

ABSTRACT ..................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 9

1. Manfaat Praktis ................................................................ 9

2. Manfaat Teoretis ............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ........................................................................ 10

1. Pengertian Korporasi ........................................................ 10

2. Kewenangan Hakim dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman .................................................... 23

3. Tinjauan tentang Pidana Bersyarat................................... 29

B. Penelitian Yang Relevan ........................................................ 36

C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ....................................................................... 41

B. Sifat Penelitian ........................................................................ 42

C. Pendekatan Penelitian ............................................................. 43

D. Lokasi Penelitian ..................................................................... 43

Page 8: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 44

F. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 45

G. Teknik Analisis Data ............................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ...................................................................... 50

1. Kasus Posisi ..................................................................... 50

2. Dakwaan ........................................................................... 50

3. Pertimbangan Hakim ........................................................ 52

4. Putusan Hakim ................................................................. 58

B. Pembahasan ............................................................................. 60

1. Pertimbangan Hakim Memutuskan Pidana Bersyarat terhadap

Korporasi .......................................................................... 60

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap Tindak Pidana

dalam Bidang Lingkungan Hidup Ideal ........................... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 77

B. Implikasi .................................................................................. 78

C. Saran ........................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

ABSTRAK

RR Endang Dwi Handayani, 331202008, adalah “ANALISIS

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK

PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada Putusan Pengadilan

Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/ 2005/ PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan

Tinggi Semarang No.l39/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung No.

2077 K/Pid/2006)”. TESIS : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta, 2015.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim

menjatuhkan putusan bersyarat terhadap korporasi dalam tindak pidana lingkungan

hidup dan model ideal pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana

lingkungan hidup. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal dengan sifat

penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan studi kasus (case approach).

Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder.

Adapun teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim menjatuhkan putusan pidana

bersyarat terhadap korporasi adalah untuk membatasi kerugian-kerugian dari

penerapan pidana pencabutan kemerdekaan khususnya bagi pekerja yang

menggantungkan hidupnya di korporasi. Selain itu, juga untuk mengurangi biaya-

biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat guna memperbaiki ekosistem yang

merupakan tanggung jawab korporasi. Adapun model ideal pertanggungjawaban

pidana korporasi terhadap tindak pidana dalam bidang lingkungan hidup adalah strict

liability.

Kata kunci: pertanggungjawaban pidana, korporasi, lingkungan hidup

Page 10: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRACT

RR Endang Dwi Handayani, 331202008, “CORPORATE CRIMINAL

RESPONSIBILITY IN THE CRIME OF ENVIRONMENT (Case study Court

Karanganyar 18 / Pid.B / 2005 / PN.Kray jo High Court Semarang No. 139 /

Pid.B / 2005 / PT.Smg jo Supreme Court Decision No.2077 / K / Pid / 2006)”.

Thesis : University Graduate program March Surakarta, 2015.

The purpose of this study was to determine the conditional consideration of

the judge ruled against the corporation in the environmental crime and criminal

responsibility corporate in ideal model of environmental crime. This research is a

descriptive study doctrinal in nature and uses a case study approach (case approach).

Source of data used is the data source is a source of primary data and secondary data

sources. The technique used is the analysis of qualitative data analysis techniques.

The results showed that the consideration of criminal conditional judge ruled against

the corporation is to limit losses from the application of criminal revocation of

independence, especially for workers who rely on corporate. Besides, also to reduce

the costs to be incurred by the society in order to improve the ecosystem is the

responsibility of the corporation.

The ideal model of corporate criminal liability for criminal acts in the environmental

field is strict liability.

Keywords: criminal liability, corporate, environment

Page 11: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan hidup dalam perspektif teoretis dipandang sebagai bagian

mutlak dari kehidupan manusia, tidak terlepas dari kehidupan manusia itu sendiri.

Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan

kesejahteraan umum seperti termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara

Reepublik Indonesia Tahun 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup

berdasarkan Pancasila, perlu diusahakan pelestarian lingkungan hidup yang serasi

dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan

dilaksanakan dengan kebijaksanaan terpadu dan menyeluruh serta

memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang.

Untuk menjamin adanya kepastian hukum agar masyarakat mempunyai

kesadaran untuk turut serta dalam melestarikan lingkungan mereka, pemerintah

telah menyiapkan perangkat hukum khususnya hukum lingkungan untuk menjerat

para pencemar dan perusak lingkungan hidup. Undang -Undang yang dimaksud

adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup (UULH)

serta Undang-Undang Nomor Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup

(UULH ) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPLH) dan disempurnakan dengan Undang-Undang yang

terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang sampai saat tulisan ini dibuat

peraturan pelaksananya (PP) belum keluar.

Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan

bagi aparat penegak hukum untuk menindak fihak-fihak yang telah sengaja atau

tidak sengaja telah melakukan pencemaran lingkungan. Para penegak hukum

dapat menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana lingkungan yang terjadi,

khususnya masalah pencemaran air oleh limbah industri yang sering terjadi

terutama di kota-kota besar.

1

Page 12: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Saat ini hukum lingkungan telah berkembang dengan pesat, bukan saja

dalam hubungannya dengan fungsi hukum sebagai perlindungan, pengendalian

dan kepastian hukum bagi masyarakat (social control) dengan peran agent of

stability, tetapi lebih menonjol lagi sebagai sarana pembangunan (a tool of social

engineering) dengan peran sebagai agent of development atau agent of change.1

Persoalan lingkungan menjadi semakin kompleks, tidak hanya bersifat

praktis, konseptual, ekonomi saja, tetapi juga merupakan masalah etika baik sosial

maupun bisnis. Hukum pidana tidak hanya melindungi alam, flora dan fauna (the

ecological approach), tetapi juga masa depan kemanusiaan yang kemungkinan

menderita akibat degradasi lingkungan hidup (the antropocentris approach).

Dengan demikian muncul istilah “the environmental laws carry penal sanction

that protect a multimedia of interest”. Perkembangan undang-undang tentang

lingkungan hidup khususnya di Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari gerakan

sedunia untuk memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup,

mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu

ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup di dunia ini. Perhatian terhadap

masalah lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial

PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan “Dasawarsa

Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970) guna merumuskan strategi “Dasawarsa

Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980).2

Konferensi Internasional tentang lingkungan hidup pada bulan Juni 1972

tersebut telah menghasilkan “Deklarasi Stockhlom” yang berisi 26 asas berikut

109 rekomendasi pengimplementasiannya dan sebagai tindak lanjut dari

konferensi tersebut 10 tahun kemudian, pada tanggal 11 Maret 1982 lahirlah

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) yang telah menandai awal

1 Indriati Amarini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Undang-Undang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Jurnal UMP, Purwokerto, 2010, hlm. 27. 2 Koesnadi Hardjasumatri, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1999,

hlm. 6.

Page 13: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

pembangunan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.3

Hukum Lingkungan mencakup penataan dan penegakan hukum

(compliance and enforcement), yang meliputi bidang hukum administrasi negara,

bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana. Secara terminologi istialah

penataan mempunyai arti tindakan preemtif, preventif dan proaktif. Penegakan

mempunyai arti tindakan represif. Apalagi diformulasikan antara preventif dengan

represif maka akan berwujud berupa sanksi. Pada hakekatnya Hukum Lingkungan

lebih menekankan kepada nilai-nilai penataan hukum terhadap pelestarian fungsi

lingkungan hidup, dibandingkan pada nilai-niali penegakan hukumnya. Nilai-nilai

penataan hukum harus diberikan bobot yang kuat dan harus dapat diformalkan ke

dalam rumusan peraturan perundang-undangan.4

Permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat semakin kompleks, sehingga memerlukan suatu regulasi yang

secara komprehensif dan integral mampu digunakan sebagai pijakan dalam

melaksanakan penegakan hukum. Dalam mencermati perkembangan tersebut,

maka perlu suatu upaya untuk menyempurnakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1982 jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang diperbaharui dengan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut dengan UUPPLH yang memiliki

tujuan Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup adalah: menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia,

menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; mencapai keserasian, keselarasan,

dan keseimbangan lingkungan hidup; menjamin terpenuhinya keadilan generasi

masa kini dan generasi masa depan; menjamin pemenuhan dan perlindungan hak

atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; mengendalikan

3 Op. cit, hlm. 6.

4 Amiruddin A. Dajaan Imami, dkk, Asas Subsidaritas : Kedudukan dan Impelementasi dalam

Penegakan Hukum Lingkungan, PP-PSL FH UNPAD dan Bestari, Bandung, 2009, hlm. 1.

Page 14: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; mewujudkan pembangunan

berkelanjutan; dan mengantisipasi isu lingkungan global.5

UUPPLH mengatur ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan

hidup yang memuat asas-asas dan prinsip pokok, sehingga berfungsi sebagai

payung bagi penyusun peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan

dengan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perundang-undangan

yang telah ada.

Sebagaimana diketahui bahwa agar suatu norma atau suatu peraturan

perundang-undangan itu dapat dipatuhi oleh setiap warga masyarakat, maka di

dalam norma atau peraturan perundang-undangan biasanya diadakan sanksi atau

penguat. Sanksi tersebut bisa bersifat sosial bagi mereka yang melakukan

pelanggaran, akan tetapi juga bersifat positif bagi mereka yang mematuhi atau

mentaatinya. Hukum pidana di Indonesia sebagai sarana untuk menanggulangi

kejahatan nampaknya tidak menjadi persoalan. Hal ini terlihat dari praktek

perundang-undangan selama ini yang menunjukkan bahwa penggunaan hukum

pidana merupakan bagian dari kebijakan atau politik hukum pidana yang dianut di

Indonesia. Penggunaan hukum pidana dianggap sebagai hal yang wajar dan

normal, seolah-olah eksistensinya tidak dipersoalkan.

Sebagai masalah nasional, secara yuridis persoalan kejahatan lingkungan

dikategorikan sebagai tindak pidana administrasi (administrative penal law) atau

tindak pidana yang mengganggu kesejahteraan masyarakat (public welfare

offences). Tindak pidana ini semakin kuat dengan diundangkannya UUPPLH yang

telah menunjukkan kepada bangsa Indonesia bahwa pengaturan tindak pidana

lingkungan hidup yang secara idiil dimaksudkan untuk dapat melakukan rekayasa

sosial (social engineering), masih memerlukan penyempurnaan ditinjau dari

seluruh permasalahan pokok hukum pidana, yakni: perumusan tindak pidana

(criminal act), pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) dan sanksi

5 Pasal 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Page 15: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

(sanction) baik yang merupakan pidana (punishment) maupun tindakan pidana

tertib (treatment).6

Di Indonesia prinsip pertanggungjawaban korporasi (corporate liability)

tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disebut

dengan KUHP, melainkan diatur dalam peraturan perundangan organik yang

merupakan hukum pidana khusus. Tidak dikenalnya prinsip pertanggungjawaban

korporasi dalam KUHP disebabkan karena subjek tindak pidana yang dikenal

dalam KUHP adalah orang dalam konotasi biologis yang alami (natuurlijke

persoon). Di samping itu, KUHP juga masih menganut asas sociates delinquere

non potest yaitu badan hukum (rechtperson) dianggap tidak dapat melakukan

tindak pidana. Dengan demikian, pemikiran fiksi tentang sifat badan hukum

(rechspersoonlijkheid) tidak berlaku dalam bidang hukum pidana.7

Proses globalisasi dan peningkatan interdependensi antar negara di semua

aspek kehidupan terutama di bidang ekonomi semakin meningkatkan peran

korporasi, baik nasional maupun multi nasional sebagai pendorong dan penggerak

globalisasi. Untuk itu, kerjasama internasional guna mengatur peran korporasi

antar negara semakin dibutuhkan di berbagai bidang hukum bahkan di bidang

kode etik. Globalisasi yang ditandai oleh pergerakan yang cepat dari manusia,

informasi, perdagangan dan modal, di samping menimbulkan manfaat bagi

kehidupan manusia juga harus diwaspadai efek sampingannya yang bersifat

negatif yaitu globalisasi kejahatan dan meningkatnya kuantitas serta kualitas

kejahatan di pelbagai negara dan antar negara, antara lain dalam bentuk kejahatan

ekonomi. White collar crime termasuk di dalamnya kejahatan korporasi

(corporate crime), perlu mendapat perhatian khusus mengingat tingkat

viktimisasinya yang bersifat multidimensional.8

Tidak dapat diingkari lagi bahwa korporasi memiliki identitas hukum

tersendiri, yang terpisah dari pemegang saham, direktur dan para pejabat korporasi

6 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998, hlm.

89. 7 Asmani, Jentera Jurnal Hukum, diakses pada tanggal 16 Pebruari 2013, Pukul 11.00. WIB.

8 Muladi, Makalah Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana (Corporate Criminal

Liability), 2004.

Page 16: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

lainnya. Korporasi dapat menguasai kekayaan, mengadakan kontrak, dapat

menggugat dan dapat pula digugat pemilik atau pemegang saham dapat menikmati

tanggung jawab terbatas (limited liability); mereka tidak secara personal

bertanggung jawab atas utang atau kewajiban korporasi. Dengan pendekatan teori

organik (organic theory), maka tangggung jawab yang sebenarnya dari korporasi

terletak pada struktur organisasionalnya, kebijakannya dan kultur yang diterapkan

dalam korporasi. Perkembangan teori dan konsep serta penerapan

pertanggungjawaban pidana dari korporasi (corporate criminal liability) semakin

urgen untuk dikaji dan dikembangkan baik berdasarkan teori-teori dari negara-

negara yang menganut sistem common law dan civil law.9

Dalam wilayah eks-Karesidenan Surakarta yang lebih dikenal dengan

sebutan Subosukawonosraten, Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang

pernah menjadi locus delicti pencemaran lingkungan, mengingat tidak sedikit

industri yang berdomisili di wilayah tersebut. Salah satu contoh kasus pencemaran

lingkungan yang terjadi di wilayah Kabupaten Karanganyar adalah kasus

pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh Industri Textil PT SARI WARNA

ASLI III pada tahun 2004. PT SARI WARNA ASLI III bergerak di bidang usaha

industri tekstil yang berkapasitas produksi sebesar kurang lebih 2 juta yard per

bulan dan dari produksi tersebut dihasilkan pula limbah cair dan padat. Dengan

demikian Drs. SUTEDJO Bin LISTYO SUSENO selaku Plant Manager,

bertanggung jawab terhadap atas hasil pengolahan limbah PT SARI WARNA

ASLI III yang menghasilkan limbah cair dengan debit sebesar kurang lebih antara

400 M3 sampai 500 M3 per hari dan limbah cair tersebut dilakukan pengolahan

limbah (UPL), untuk selanjutnya dibuang di sungai Sroyo. Selaku Plant Manager,

Drs. SUTEDJO Bin LISTYO SUSENO mengetahui limbah cair yang dihasilkan

tersebut melebihi batas baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri tekstil atau

tidak mempunyai persyaratan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Surat

Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 660.1/02/1997 tanggal 9 Mei 1997.

9 Nyoman Serikat Putra Jaya, Hukum dan Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, 2012, Semarang, hlm. 5.

Page 17: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Oleh karena itu kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

hidup yang akan dibahas penulis, yaitu kasus yang dilakukan atas nama Terdakwa

Drs SUTEDJO bin LISTYO SUSENO.10

Kasus ini sudah diputuskan sebagaimana

yang tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No.

18/Pid.B/2005/PN. Kray jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.

139/Pid/2005/PT.Smg jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006

dengan amar putusan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melanggar Perbuatan

Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 43 ayat (1) Jo. Pasal 45

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

berhubung kasus ini dilakukan pada tahun 2006, maka yang dipakai sebagai dasar

hukum yaitu masih UU No.23 tahun 2007. Untuk lebih memperjelas kasus ini,

maka penulis menganalisisnya memakai pisau bedah yang lebih tajam dalam hal

ini UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

Mencermati putusan tersebut di atas, bila mendasari salah satu

pertimbangan Majelis Hakim yang telah diuraikan di atas sesuai dengan Teori

Identifikasi (Identification Theory) atau the alter Ego Theory. Atas dasar teori

tersebut, maka semua tindakan atau tindak pidana yang dilakukan oleh orang-

orang yang dapat diidentifikasikan dengan organisasi atau mereka yang disebut

who constitute its directing mind and will of the corporation yaitu individu-

individu yang mempunyai tingkatan manager, yang dalam tugas dan

kewenangannya tidak di bawah perintah atau arahan dari kewenangan atasan yang

lain dalam suatu perusahaan, dapat diidentifikasikan sebagai perbuatan atau tindak

pidana yang dilakukan oleh korporasi. Dengan demikian pertanggungjawaban

korporasi tidak didasarkan atas konsep tanggung jawab pengganti (vicarious

liability).11

Mengacu pada teori dan salah satu pertimbangan Majelis Hakim

Pemeriksa perkara tersebut nampaknya tidak sesuai dengan amar putusan yang

dijatuhkan. Hal itu dapat dilihat dari amar putusan yang menyatakan bahwa

10

Berdasarkan data dari Kepaniteraan Pengadilan Negeri Karanganyar. 11

Ibid hlm. 26.

Page 18: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi Pidana bersyarat. Adapun

pertimbangan Hakim yang lain juga menyebutkan bahwa keberadaan PT. Sari

Warna Asli III mempunyai ribuan karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.

Sehingga Majelis Hakim memandang bahwa pidana bersyarat akan lebih tepat dan

efektif untuk diterapkan kepada Terdakwa yang berfungsi sebagai penangkal

(deterrence) diulanginya perbuatan tersebut.

Berdasarkan putusan tersebut Majelis Hakim tidak memperhatikan Pasal

46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup yang menyatakan, “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab

ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan

atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan

tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan

hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun

terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut

atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-

duanya. Sedangkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa selain ketentuan pidana

sebagaimana dimaksud dalam KUHP dan undang-undang ini, terhadap pelaku

tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa: :

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau

2. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau

3. Perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau

4. Mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

5. Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

6. Menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

Mencermati beberapa uraian tersebut di atas, sangatlah menarik untuk

dikaji terkait dengan pertanggungjawaban pidana korporasi dengan peraturan

organik tentang lingkungan hidup serta fakta-fakta dan faktor-faktor yang saling

mempengaruhi. Oleh karena itu, penulis mengangkat masalah penulisan tesis

dengan judul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Pada

Page 19: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo.

Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Mengapa Hakim menjatuhkan putusan bersyarat terhadap korporasi dalam

tindak pidana lingkungan hidup Pada Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar

No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang

No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077

K/Pid/2006 ?

2. Bagaimana model ideal Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam tindak

pidana Lingkungan Hidup pada Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No.

18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang

No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077

K/Pid/2006 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui alasan hakim menjatuhkan putusan bersyarat terhadap

korporasi yang melakukan tindak pidana lingkungan hidup pada Putusan

Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan

Pengadilan Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan

Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006.

2. Untuk mendeskripsikan model ideal pertanggungjawaban pidana korporasi

terhadap tindak pidana dalam bidang lingkungan hidup Putusan Pengadilan

Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan

Tinggi Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung

No. 2077 K/Pid/2006.

Page 20: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, mampu memberikan pandangan pemikiran berupa konsep atau

teori, asumsi mengenai analisis pertanggungjawaban pidana korporasi dalam

Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 139/Pid/2005/PT.Smg jo. Putusan

Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006Tentang Tindak Pidana Lingkungan

Hidup.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, mampu menunjukkan arti penting adanya bentuk

pertanggungjawaban pidana korporasi atas tindak pencemaran lingkungan

hidup pada kasus Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No.

18/Pid.B/2005/PN. Kray jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.

139/Pid/2005/PT.Smg jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006. Di

samping itu hasil penelitian ini dapat pula digunakan sebagai masukan bagi

penelitian yang akan datang.

Page 21: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Korporasi

a. Pengertian Korporasi

Kata korporasi berasal dari bahasa Inggris, yakni corporation yang

diartikan sebagai badan hukum.12

Dalam bahasa Belanda disebut corporatie

recht persoon yang diartikan sebagai korporasi atau badan hukum korporasi

juga diartikan sebagai badan hukum yang maksudnya suatu perkumpulan

atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan seperti rnanusia (Personal),

yaitu memiliki persamaan hak dan kewajiban, dan memililu hak digugat dan

menggugat dimuka pengadilan.13

Dari pengertian tersebut, maka suatu kejahatan yang dilakukan oleh

korporasi adalah suatu bentuk kejahatan yang dilakukan berhubungan

dengan badan hukum. Suatu badan hukum yang telah mendapatkan

pengesahan pendiriannya, sejak saat itu pula badan hukum tersebut

memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan kegiatannya serta

mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah untuk setiap kegiatan

usaha yang dilakukannya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Menurut pendapat Salman Luthan bentuk kejahatan yang dilakukan

oleh korporasi dapat digolongkan dalam tiga pengertian sebagai berikut:14

1. Crime for corporation yaitu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi itu

sendiri atau dapat dikatakan sebagai corporate crime are clearly

committed for the corporate.

2. Crime against corporation atau yang disebut dengan employee crime.

12

Kamus Inggris-Indonesia, Jhon M.Echols dan Hasan Shadily, Penerbit PT Gramedia Jakarta. 13

Albertus Magnus Sunur. Pertanggungjawaban Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana , Jurnal

Cendekia, Vol. 1, No. 2, Oktober 2012. Hlm. 1 14

Salman Luthan, Anatomi Kejahatan Korporasi dan Penanggulangan, Jurnal Hukum, Penerbit Pusat

Studi Hukum UI, Jogjakarta, 1994, hlm. 18

11

Page 22: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

3. Criminal corporation yaitu korporasi yang sengaja dibentuk dan

dikendalikan untuk melakukan kejahatan.

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa korporasi adalah kumpulan

organ yang terbentuk secara terorganisir dan memiliki tujuan antara lain

mencari keuntungan. Dalam menjalankan korporasi tersebut kadang kala

korporasi tersebut, baik disengaja atau tidak disengaja dapat melakukan

perbuatan pidana atau perbuatan melawan hukum yang menimbulkan

kerugian pada pihak lainnya.

Pertanggungjawaban pidana, sangat erat kaitannya dengan perbuatan

pidana serta pelaku tindak pidana itu sendiri. Dalam arti bahwa apakah

pelaku tindak pidana dimaksud telah memiliki unsur kesalahan dan atas

unsur kesalahan dimaksud mampu atau tidak untuk

mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukannya.

Apabila korporasi melakukan perbuatan pidana, maka yang berkedudukan

sebagai pelaku atau dader adalah para pengurus korporasi, sedangkan

terhadap korporasi tidaklah dapat dimintakan pertanggungjawaban

pidananya. Hal demikian dapat dijumpai dalam ketentuan pasal 59 KUHP

yang menentukan "Dalam hal-hal dimana karena pelanggaran ditentukan

pidana terhadap pengurus, anggota-anggota pengurus atau komisaris-

komisaris, maka pengurus, anggota pengurus atau komisaris yang temyata

tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana".15

Mencermati ketentuan pasal 59 KUHP dimaksud, yang dianggap

pelaku tindak pidana dilakukan oleh korporasi adalah mereka sebagai

pengurus korporasi, sedangkan korporasi tidaklah dapat dikatakan sebagai

pelaku tindak pidana, karena yang berkedudukan sebagai pelaku tindak

pidana dalam ketentuan KUHP adalah rnereka yang melaksanakan

perbuatan pidana secara nyata, sedangkan korporasi tidak melakukan

perbuatan secara nyata. Melihat pada rumusan delik pasal 59 KUHP

dimaksud dapat dikatakan bahwa para penyusun KUHP dahulu dipengaruhi

15 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana: Dua Pengertian Dasardalam

Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1994, hlm. 13.

Page 23: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

asas "societas delinquere nonpotest " yaitu badan-badan hukum tidak dapat

melakukan perbuatan pidana.

Dengan demikian, dalam ketentuan KUHP yang ada sekarang,

korporasi tidak dapat dikatakan sebagai pelaku (dader) tindak pidana,

sehingga kesalahan yang ada pada korporasi menjadikan kesalahan dari para

pengurus korporasi tersebut. Hal ini terjadi karena KUHP masih

berpedoman kepada bahwa pelaku (dader) tindak pidana hanya dapat

dilakukan oleh manusia atau j'jaieke daderschapbegrip, dimana yang

dianggap sebagai pelaku adalah yang melakukan perbuatan secara nyata

saja. Korporasi dalam ha1 ini tidak dapat melakuan perbuatan pidana secara

nyata. Korporasi dalam melakukan perbuatan pidana dilakukan oleh orang-

orang yang terlibat dalam kepengurusan korporasi tersebut. Mereka tersebut

antara lain adalah Direksi dan Komisaris, sehingga rnereka inilah yang akan

mempertanggungjawabkan segala perbuatan pidana yang dilakukan oleh

korporasi tersebut.16

b. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi menurut Undang-Undang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Korporasi disebut sebagai legal personality. Ini artinya korporasi

dapat memiliki kekayaan sebagaimana manusia dan dapat menuntut dan

dituntut dalam kasus perdata. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah

korporasi juga dapat dipertangungjawabkan dalam hukum pidana?

Bila mencermati lex generalis penal yang telah dikodifikasi sejatiya

tidak mengenal subjek hukum korporasi (recht person), mengingat

korporasi tidak memiliki mens rea dalam melakukan kesalahan (schuld).

Sanksi pidana penjara juga tidak mungkin dijatuhkan untuk korporasi. Hal

tersebut nampaknya tidak menjadi hambatan untuk penjatuhan

pertanggungjawaban terhadap korporasi, karenakan dampak negatif yang

ditimbulkan oleh kegiatan korporasi yang semakin masif dilakukan, maka

16

Ibid. hlm. 67

Page 24: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

dari itu timbulah suatu gagasan tentang pertanggungjawaban pidana

terhadap korporasi.

Kejahatan korporasi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang

mempunyai status ekonomi yang tinggi dan terhormat. Biasanya kejahatan

tersebut dilakukan dalam kaitan dengan pekerjaan. Sisi lain yang menjadi

pusat perhatian dalam perkembangan dan perubahan dalam bidang kegiatan

sosial-ekonomi adalah penyimpangan perilaku korporasi yang bersifat

merugikan dan membahayakan masyarakat dalam berbagai bentuk yang

berskala luas.

Kejahatan korporasi dilakukan tanpa kekerasan tetapi selalu disertai

kecurangan, penyesatan, manipulasi, akal-akalan atau pengelakan terhadap

peraturan. Di samping itu, kejahatan korporasi itu biasanya dilakukan oleh

orang-orang yang cukup pandai, oleh karena itu pengungkapan terhadap

kejahatan yang terkait dengan korporaso tidaklah mudah, apalagi jika

dikaitkan dengan karakteristik sebagaimana diuraikan sebagai berikut:17

1. Kejahatan tersebut sulit dilihat, karena biasanya tertutup oleh kegiatan

pekerjaan yang normal dan rutin, melibatkan keahlian profesional dan

organisasi yang kompleks;

2. Kejahatan tersebut sangat kompleks, karena selalu berkaitan dengan

kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering kali berkaitan dengan

sesuatu yang ilmiah, teknologis, finansial atau keuangan, legal,

terorganisasikan dan melibatkan orang banyak serta berjalan bertahun-

tahun;

3. Terjadinya penyebaran tanggung jawab yang semakin luas akibat

kompleksitas organisasi;

4. Penyebaran korban sangat luas seperti kolusi dan penipuan;

5. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntut sebagai akibat

profesionalisme yang tidak seimbang antara penegak hukum dengan

pelaku kejahatan;

17

Muladi & Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, 2012. hlm. 46 – 48.

Page 25: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

6. Peraturan yang tidak jelas sehingga sering menimbulkan kerugian dalam

penegakkan hukum;

7. Sikap mendua status Pelaku Tindak Pidana.

Dalam bidang hukum pidana, keberadaan suatu badan hukum atau

badan usaha yang manyandang istilah korporasi diterima dan diakui sebagai

subjek hukum yang dapat melakukan tindak pidana serta dapat pula

dipertanggungjawabkan. Menurut Mardjono Reksodiputro terdapat tiga

bentuk sistem pertanggungjawaban pidana korporasi, yaitu sebagai

berikut:18

1. Pengurus korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan pengurus

korporasilah yang bertanggung jawab secara pidana;

2. Korporasi sebagai pembuat tindak pidana, namun pengurus korporasilah

yang bertanggung jawab secara pidana;

3. Korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan korporasi yang

bertanggung jawab secara pidana.

Korporasi dapat dipidana melalui dua cara, yaitu:

1. Korporasi dapat dikenakan pidana berdasarkan asas strict liability atas

kejahatan yang dilakukan oleh pegawainya;

2. Korporasi dapat dikenakan pidana berdasarkan asas identifikasi.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur tentang

pertanggungjawaban korporasi. Pengaturan pertanggungjawaban korporasi

dalam UU PPLH, yaitu berupa sanksi administratif, sanksi perdata maupun

sanksi pidana. Sanksi administratif berupa teguran tertulis, paksaan

pemerintah, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan izin lingkungan.

Sedangkan sanksi perdata berupa gugatan ganti rugi dan pemulihan

lingkungan serta tanggung jawab mutlak (strict liability), gugatan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah, gugatan perwakilan yang diajukan oleh

masyarakat, gugatan organisasi lingkungan hidup dan gugatan administrasi.

18

Mardjono Reksodiputro, Tindak Pidana Korporasi dan Pertanggungjawabannya Perubahan Wajah

Pelaku Kejahatan di Indonesia,” dalam Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan

Karangan Buku Kesatu, Pusat Layanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 2007, hlm. 72.

Page 26: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Selanjutnya dalam kaitan dengan sanksi pidana, Undang-Undang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) membagi

tindak pidana lingkungan menjadi 2 (dua) yaitu Tindak Pidana Materiil dan

Formil. Tindak Pidana dalam arti Materiil adalah Tindak Pidana yang

menitikberatkan pada akibat dari perbuatan itu, yang mana unsur kausalitas

harus dibuktikan yang mana bersifat mandiri dan terkait izin. Mengingat

pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh rumah sakit yang merupakan

suatu bentuk korporasi maka wajar apabila badan hukum tersebut dapat

dimintai pertanggungjawaban pidana.

c. Teori Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Pembebanan pertanggungjawaban pidana terhadap kejahatan yang

dilakukan oleh korporasi, terdapat beberapa teori atau ajaran yang dapat

dijadikan dasar dalam pembebanan pertanggungjawaban pidana tersebut.

Teori pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan pembebanan

pertanggungjawaban korporasi, diantaranya:19

1. Teori Identifikasi (Identification theory)

Teori identifikasi merupakan salah satu teori yang digunakan

dalam pembebanan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang

melakukan kejahatan. Secara garis besar, teori ini mengemukakan bahwa

agar suatu korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana, orang

yang melakukan tindak pidana harus dapat didentifikasi terlebih dahulu.

Pertanggungjawaban pidana baru dapat benar-benar dibebankan kepada

korporasi apabila perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh orang yang

merupakan pembuat kebijakan korporasi untuk menjalankan kegiatan

dari korporasi tersebut.20

19

Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya, disampaikan dalam ceramah

di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, tanggal 27 April 2006. 20

Muladi, Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana, Sekolah Tinggi Hukum, Bandung

hlm. 21.

Page 27: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Sedangkan menurut Ferguson sebagaimana dikutip Muladi,

menyatakan:21

”The identification doctrine, as median rule, states that the

action and mental state of the corporations will be found in the

actions and states of mind of employees or officers of the

corporation who may be considered the directing mind and will

of the corporation in a given sphere of the corporation’s

activities”.

Teori identifikasi atau biasa yang disebut doctrine identification

merupakan salah satu doktrin yang digunakan untuk membebankan

pertangggungjawaban pidana kepada korporasi. Korporasi dipandang

dapat melakukan tindak pidana melalui individu-individu yang

dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan korporasi atau dapat

dipandang sebagai korporasi itu sendiri.22

Richard Card menyatakan bahwa teori identifikasi adalah salah

satu teori yang menjustifikasi pertanggungjawaban korporasi dalam

hukum pidana. Teori ini menyebutkan bahwa tindakan atau kehendak

direktur adalah juga merupakan tindakan atau kehendak korporasi (the

act and state of mind of the person are the acts and state of mind of the

corporation).23

Ada beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan prinsip

identifikasi, antara lain:24

a) Semakin besar dan semakin banyak bidang usaha sebuah perusahaan,

maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut akan

menghindar dari tanggung jawab;

b) Pada korporasi terdapat direktur dan manajer yang mengontrol

kegiatan korporasi dan para pegawai atau agen yang melaksanakan

kebijakan dari direktur atau manajer. Namun demikian, sikap batin

21

Nyoman Serikat Putra Jaya, op.cit, hlm. 27. 22

Mahrus Ali, Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi Penanggulangan

Kejahatan Korporasi, Arti Bumintaran, Yogyakarta, 2008, hlm. 19. 23

Hanafi, Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Jurnal Hukum Vol 6, 1999. 24

Dwidja Priyatno. Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana, Sekolah Tinggi Hukum,

Bandung, 1991, hlm. 93-94.

Page 28: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

dan keinginan dari para pegawai tersebut tidak dapat dianggap

sebagai keinginan dan sikap batin dari korporasi. Berbeda dengan

sikap batin dan keinginan dari direktur atau manajer yang dapat

dianggap sebagai sikap batin dan keinginan dari korporasi, karena

direktur atau manajer merupakan pembuat kebijakan dari korporasi.

Hal tersebut sebagaimana menurut pendapat Hanafi yang

menyebutkan bahwa sikap batin orang tertentu yang memiliki

hubungan erat dengan pengelolaan urusan korporasi dipandang

sebagai sikap batin korporasi. Orang-orang tersebut, disebut sebagai

“senior officers” (pejabat senior) dari perusahaan.25

2) Teori Pertanggungjawaban Pengganti (Vicarious Liability)

Pertanggungjawaban pengganti adalah suatu pertanggungjawaban

pidana yang dibebankan kepada seseorang atas perbuatan pidana yang

dilakukan oleh orang lain. (a vicariuos liability is one person, though

without personal fault, is more liable for the conduct of another).26

Menurut doktrin vicarious liability, seseorang dapat

dipertanggungjawabkan atas perbuatan dan kesalahan orang lain.

Pertanggungjawaban demikian hampir semuanya ditujukan pada delik

undang-undang (statutory offences). Dengan kata lain, tidak semua delik

dapat digantikan pertanggungjawabannya. Pengadilan telah

mengembangkan sejumlah prinsip-prinsip mengenai hal ini, salah

satunya adalah employment principle. Dalam employment principle,

majikan adalah pihak yang utama yang bertanggung jawab terhadap apa

yang dilakukan oleh buruh di mana perbuatan tersebut dilakukan dalam

lingkup pekerjaannya.27

Berdasarkan prinsip employment principle, korporasi

bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh pegawai-

pegawainya, agen/perantara atau pihak-pihak lain yang menjadi

tanggung jawab korporasi. Dengan kesalahan yang dilakukan oleh salah

25

Hanafi, op. cit. 26

ibid 27

Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo, 2002, hlm. 151

Page 29: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

satu individu tersebut, kesalahan itu secara otomatis diatribusikan kepada

korporasi.

Menurut Marcus Flatcher, terdapat dua syarat penting dalam

hukum pidana yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan perbuatan

pidana dengan pertanggungjawaban pengganti. Syarat-syarat tersebut

adalah:28

a) Harus terdapat suatu hubungan pekerjaan, seperti hubungan antara

majikan dan pegawai/pekerja (there must be relationship, such as the

employment relationship, between X and Y which is sufficient to

justify the imposition of vicarious liability);

b) Perbuatan pidana yang dilakukan oleh pegawai atau pekerja tersebut

harus berkaitan atau masih dalam ruang lingkup pekerjaannya (the

criminal conduct committed by Y must be referable in some particular

way to relationship between X and Y).

Selain dua syarat sebagaimana disebutkan di atas, terdapat dua

prinsip yang harus dipenuhi dalam menerapkan vicarious liability, yaitu

prinsip pendelegasian (the delegation principle) dan prinsip perbuatan

buruh merupakan perbuatan majikan (the servant’s act is the master’s act

in law).

3) Teori pertanggungjawaban mutlak menurut undang-undang (strict

liability)

Pertanggungjawaban mutlak adalah pertanggungjawaban tanpa

kesalahan. Artinya, pembuat sudah dapat dipidana apabila telah

melakukan perbuatan pidana sebagaimana telah dirumuskan dalam

undang-undang tanpa melihat bagaimana sikap batinnya. Asas ini

diistilahkan dengan liability without fault. Jadi unsur pokok dalam strict

liability adalah actus reus (seseorang telah melakukan suatu perbuatan)

bukan mens rea (si pelaku mempunyai kesalahan atau tidak).

28

Op. cit

Page 30: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Penerapan strict liability sangat erat kaitannya dengan ketentuan

tertentu dan terbatas. Berikut merupakan landasan penerapan strict

liability:

a) Tidak berlaku umum terhadap semua jenis perbuatan pidana, tetapi

sangat terbatas dan tertetu terutama mengenai kejahatan anti sosial

atau yang membahayakan sosial;

b) Perbuatan itu benar-benar bersifat melawan hukum yang bertentangan

dengan prinsip kehati-hatian yang diwajibkan hukum dalam

kepatutan;

c) Perbuatan tersebut dilarang dengan keras oleh undang-undang karena

dikategorikan sebagai aktifitas atau kegiatan yang sangat potensial

mengandung bahaya kesehatan, keselamatan dan moral publik (a

particular activity potential danger of public health, safety, or moral);

d) Secara keseluruhan perbuatan tersebut tidak melakukan pencegahan

yang wajar (unreasonable precausions).29

Menurut Romli Atmasasmita menyatakan bahwa hukum pidana

Inggris selain menganut asas actus non facit reum nisi mens sit rea, juga

menganut prinsip pertanggungjawab mutlak tanpa harus membuktikan

ada atau tidak adanya unsur kesalahan pada si pelaku tindak pidana.

Pertanggungjawaban tersebut dikenal dengan strict liability crimes.30

Sementara itu, Barda Nawawi Arief memandang bahwa strict liability

merupakan pengecualian berlakunya asas tiada pidana tanpa kesalahan.

Dengan demikian, strict liability akan efektif apabila diterapkan pada

delik korporasi.

Pertanggungjawaban pidana ketat ini juga dapat hanya

berdasarkan undang-undang, yaitu dalam hal korporasi melanggar atau

29

Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan tentang Permasaahan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

1997. 30

Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana,Mandar Maju, Cetakan II, Bandung, 2000, hlm.

76.

Page 31: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

tidak memenuhi kewajiban/kondisi/situasi tertentu yang ditentukan oleh

undang-undang. Dalam hal ini undang-undang menetapkan delik bagi: 31

a) Korporasi yang menjalankan usahanya tanpa ijin;

b) Korporasi pemegang ijin yang melanggar syarat-syarat

(kondisi/situasi) yang ditentukan dalam ijin itu;

c) Korporasi yang mengoperasikan kendaraan yang tidak diasuransikan.

d. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi menurut RUU KUHP

Adanya korporasi yang melakukan kejahatan sekarang ini bukanlah

hal yang baru. Media massa seringkali memberitakan tentang tindak pidana

yang dilakukan oleh Korporasi baik di luar maupun di dalam negeri.

Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi ini ternyata tidak hanya terjadi

pada masa-masa sekarang saja, tetapi sudah berlangsung sejak lama. Hal ini

dapat dilihat dari munculnya berbagai teori pertanggungjawaban pidana

Korporasi yang dilahirkan dalam rangka menghentikan atau menghukum

Korporasi yang melakukan tindak pidana. Di Indonesia juga terdapat

beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur korporasi, salah

satunya adalah Undang-Undang Lingkungan Hidup. Bahkan saat ini,

pertanggungjawaban korporasi dimasukkan dalam RUU KUHP.

Ketentuan umum tentang pertanggungjawaban pidana korporasi

dalam RUU KUHP diatur dalam Buku I, dalam pasal-pasal sebagai berikut:

1. Pasal 47 yang menyebutkan bahwa “Korporasi sebagai subjek tindak

pidana ”.

2. Pasal 48 yang menyebutkan bahwa “Tindak pidana dilakukan oleh

korporasi apabila dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan

atas nama korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasar

hubungan lain, dalam lingkup usaha korporasi tersebut, baik sendiri-

sendiri atau bersama-sama”.

31

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 237-

238.

Page 32: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3. Pasal 49 yang menyebutkan bahwa “Jika tindak pidana dilakukan oleh

korporasi, pertanggungjawaban pidananya dapat dikenakan terhadap

korporasi dan/atau pengurusnya”.

4. Pasal 50 yang menyebutkan bahwa “Korporasi dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap suatu perbuatan yang

dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi, jika perbuatan tersebut

termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam

anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang

bersangkutan”.

5. Pasal 51 yang menyebutkan bahwa “Pertanggungjawaban pidana

pengurus korporasi dibatasi sepanjang, pengurus mempunyai kedudukan

fungsional dalam struktur organisasi korporasi”.

6. Pasal 52 :

(1) Dalam mempertimbangkan suatu tuntutan pidana, harus

dipertimbangkan apakah bagian hukum lain telah memberikan

perlindungan yang lebih berguna daripada menjatuhkan pidana

terhadap korporasi.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

dinyatakan dalam putusan hakim.

7. Pasal 53 yang menyebutkan bahwa “Alasan pemaaf atau alasan

pembenar yang dapat diajukan oleh pembuat yang bertindak untuk

dan/atau atas nama korporasi, dapat diajukan oleh korporasi sepanjang

alasan tersebut langsung berhubungan dengan perbuatan yang

didakwakan pada korporasi.

e. Korporasi Sebagai Subjek Hukum

Subekti dan R. Tjitrosudibio menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan corporatie atau korporasi adalah suatu perseoran yang merupakan

badan hukum. Dengan demikian, maka dikenal adanya subjek hukum

manusia dan subjek hukum bukan manusia yaitu badan hukum seperti

Perseroan Terbatas (PT), Negara, Badan-badan internasional dan lain-lain

Page 33: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

serta bukan badan hukum, seperti maatschap atau persekutuan perdata,

Persekutuan Komanditer (CV) dan Persekutuan Firma (Fa). Sebagai subjek

hukum, perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia

(direksi; manajemen), sehingga pelimpahan pertanggung jawaban

manajemen (manusia; natural person), menjadi perbuatan korporasi (badan

hukum, legal person).

Tanggung jawab korporasi juga diatur dalam Undang-Undang

Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur mengenai tindak pidana yang

dilakukan oleh korporasi atau kejahatan korporasi (corporate liability).

Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi diatur dalam Pasal 45 dan

Pasal 46 UUPLH.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH),

tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi diatur dalam Pasal 116.

Berdasarkan Pasal 116 UUPPLH dapat dikatakan bahwa tindak pidana

korporasi di bidang lingkungan hidup adalah tindak pidana yang dilakukan

oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau

organisasi lain. Adapun sanksi pidana dijatuhkan selain kepada korporasi

itu, juga kepada mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana,

atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau kedua-

duanya. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 117 UUPPLH menyebutkan bahwa

jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin

tindak pidana,maka ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara

dan denda diperberat dengan sepertiga. Tuntutan pidana dilakukan dan

sanksi pidana dijatuhkan kepada mereka yang memberi perintah atau yang

bertindak sebagai pemimpin tanpa perlu mengingat apakah orang-orang itu

melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama.

Pada awalnya, pembuat undang-undang berpandangan bahwa hanya

manusia (orang per orang/individu) yang dapat menjadi subjek tindak

pidana. Jadi korporasi tidak dapat menjadi subjek tindak pidana. Hal ini

Page 34: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

dapat kita lihat dari sejarah perumusan ketentuan Pasal 51 Sr. (Pasal 59

KUHP) terutama dari cara bagaimana delik dirumuskan (yang selalu

dimulai dengan frasa hij die, ‘barangsiapa’). Sebagaimana juga patut

dicermati adalah hukum pidana substantive dan hukum pidana prosesuil.

Untuk yang terakhir disebut, fakta menunjukkan bahwa kita tidak akan

menemukan pengaturan peluang menuntut korporasi kehadapan pengadilan

pidana. Pembuat undang-undang dalam merumuskan delik sering terpaksa

turut memperhitungkan kenyataan bahwa manusia melakukan tindakan di

dalam atau melalui organisasi yang dalam hukum keperdataan maupun di

luarnya (misalnya dalam hukum administrasi), muncul sebagai satu

kesatuan yang arena itu diakui serta mendapat perlakuan sebagai badan

hukum/korporasi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pembuat

undang-undang akan merujuk pada pengurus atau komisaris korporasi jika

mereka berhadapan dengan situasi seperti itu.32

Disamping itu, berkenaan dengan ihwal pelanggaran, sering juga

terjadi bahwa di dalam perundang-undangan atau peraturan khusus di

luarnya, pengurus perhimpunan atau persekutuan perdata dibebeani

sejumlah kewajiban yang jika dilanggar akan menimbulkan ancaman

pidana. Dengan cara ini, tuntutan pertanggungjawaban terhadap

pelanggaran yang terjadi dituntut secara en bloc (keseluruhan). Misalnya,

kewajiban pengurus suatu perhimpunan untuk memberikan sejumlah

keterangan kepada penguasa. Bahkan tatkala rancangan KUHPidana

(Belanda) sedang digodok, dapat menemukan sejumlah peraturan seperti

yang digambarkan di atas.33

Pemerintah berpandangan bahwa korporasi mengikuti pandangan

Von Savigny (ahli hukum Romawi dari Jerman) yang menyatakan korporasi

sebagai suatu fiksi hukum yang diterima dalam lingkup hukum keperdataan

merupakan gagasan yang tidak cocok diambil alih begitu saja untuk

kepentingan hukum pidana. Jika ihwal menghukum atau menjatuhkan

32

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 97 33

Ibid, hal. 98

Page 35: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

sanksi (pidana) kita pandang semata-mata sebagai system pengaturan

masyarakat, baru semuanya bisa berubah. Karena itu, disamping manusia,

korporasi juga selayaknya dapat dimintai tanggung jawab atas tindakan-

tindakannya di dalam masyarakatnya dan perlu ada perangkat sanksi khusus

bagi korporasi. Dengan cara ini kita dapat menjatuhkan sanksi pidana

berupa penjatuhan denda, penyitaan harta kekayaan korporasi dan lain-lain.

Kita bahkan juga dapat menjatuhkan putusan likuidasi sebagai sanksi

terhadap korporasi.

Melalui Undang-Undang tanggal 23 Juni 1976, sifat dapat

dipidananya korporasi sebagaimana diatur dalam bagian umum KUHPidana

dianggap berlaku untuk keseluruhan system hukum pidana. Pada saat yang

sama, semua peraturan lain yang secara langsung menetapkan korporasi

sebagai pihak yang dapat dipisana juga dihapuskan, termasuk peraturan-

peraturan yang menetapkan pengurus sebagai pihak yang harus bertanggung

jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. Pemahaman di atas

dimasukkan ke dalam ketentuan Pasal 51 Sr. yang kemudian memuat isi

yang jauh berbeda dan berbunyi:

1. Tindak pidana dapat dilakukan baik oleh perorang maupun oleh

korporasi;

2. Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh korporasi, penuntutan pidana

dapat dijalankan dan sanksi pidana maupun tindakan (maatregelen) yang

disediakan dalam perundang-undangan sepanjang berkenaan dengan

korporasi dapat dijatuhkan. Dalam hal ini, pengenaan sanksi dapat

dilakukan terhadap:

a) Korporasi sendiri, atau

b) Mereka yang secara faktual memberikan perintah untuk melakukan

tindak pidana yang dimaksud, termasuk mereka yang secara faktual

memimpin pelaksanaan tindak pidana dimaksud, atau

c) Korporasi atau mereka yang disebut dalam butir b) bersama-sama

secara tanggung renteng

Page 36: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

3. Berkenaan dengan penerapan butir-butir sebelumnya, yang disamakan

dengan korporasi: persekutuan bukan badan hukum, maatschap

(persekutuan perdata), rederij (perusahaan perkapalan) dan

doelvermogen (harta kekayaan yang dipisahkan demi pencapaian tujuan

tertentu; social fund atau yayasan).34

2. Hakim dan Perilaku Rasional dalam Mengambil Putusan

Hakim merupakan salah satu catur wangsa dalam sistem penegakan

hukum, yang mempunyai tugas pokok menerima, memeriksa dan memutuskan

dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Oleh karena itu

seorang Hakim mempunyai peran yang sangat penting dalam menegakkan

hukum dan keadilan melalui putusan-putusannya. Sehingga para pencari

keadilan selalu berharap, perkara yang diajukannya dapat diputus oleh Hakim

yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi sehingga

putusannya nanti tidak hanya bersifat legal justice (keadilan menurut hukum)

tetapi juga mengandung nilai moral justice (keadilan moral) dan social justice

(keadilan masyarakat).

Hakim sebagai penegak hukum dalam memeriksa dan memutus perkara

di persidangan, sering menghadapi kenyataan bahwa ternyata hukum tertulis

(Undang-undang) tidak selalu dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Bahkan seringkali atas inisiatif sendiri hakim harus menemukan hukumnya

(rechtsvinding) dan atau menciptakan hukum (rechtsschepping) untuk

melengkapi hukum yang sudah ada. Karena sesuai UU Kekuasaan Kehakiman,

hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak ada, tidak

lengkap atau hukumnya masih samar.

Disinilah letak pentingnya penemuan hukum oleh Hakim, untuk

mengisi kekosongan hukum sehingga tercipta putusan Pengadilan yang baik

yang dapat digunakan sebagai sumber pembaharuan hukum atau

perkembangan ilmu hukum. Permasalahannya adalah bagaimana seharusnya

seorang Hakim berfikir dalam rangka penemuan hukum agar dapat

34

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 102

Page 37: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

menghasilkan putusan yang berkualitas dalam setiap menyelesaikan sengketa

yang dihadapi. Tentunya Hakim sebagai lembaga pengadil dalam setiap

putusannya harus senantiasa mengisi kekosongan hukum melalui proses

berfikir tidak hanya berdasarkan Ilmu hukum dan berbagai ilmu-ilmu

bantuannya tetai juga melibatkan Filsafat hukum dan teori hukum. Hakim

dalam memutus sengketa tidak boleh hanya membaca teks-teks formal UU

secara normatif melainkan harus mampu merenungkan hal-hal yang

melatarbelakangi ketentuan tertulis secara filsafat dan bagaimana rasa keadilan

dan kebenaran masyarakat akan hal itu. Disinilah pentingnya seorang Hakim

harus menghayati dan mendalami filsafat hukum dalam setiap langkahnya

menemukan hukum.

Begitu pentingnya peran Hakim dalam penegakan hukum, sehingga

dalam Hukum acara Hakim dianggap mengetahui semua hukumnya (ius curia

novit) yang akan menentukan hitam putihnya hukum melalui putusannya.

Namun dalam prakteknya penegakan hukum sering dijumpai ada peristiwa

yang belum diatur dalam dalam perundang-undangan. Atau meskipun sudah

diatur tetapi tidak lengkap dan tidak jelas, karena memang tidak ada satu

hukum atau UU mengatur yang selengkap-lengkapnya mengingat masyarakat

yang diatur oleh hukum senantiasa berubah (dinamis).

Oleh karena itu kekurangan atau ketidaklengkapan aturan hukum atau

Undang-undang harus dilengkapi dengan jalan menemukan hukum agar aturan

hukumnya dapat diterapkan terhadap peristiwanya. Dan subyek yang memiliki

wewenang dalam menegakan hukum cq.menemukan hukum itu adalah Hakim.

Pada hakekatnya semua perkara yang harus diselesaikan oleh Hakim di

Pengadilan membutuhkan metode penemuan hukum agar aturan hukumnya

dapat diterapkan secara tepat terhadap peristiwanya sehingga dapat dihasilkan

putusan yang ideal, yang mengandung aspek yuridis (kepastian), filosofis

(keadilan) dan kemanfaatan (sosiologis).

Menurut Soejono Koesoemo Sisworo, penegakan hukum oleh Hakim

melalui penemuan hukum itu termasuk obyek pokok dari telaah filsafat hukum.

Page 38: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Di samping masalah lainnya seperti hakekat pengertian hukum, cita/tujuan

hukum dan berlakunya hukum.35

Sedangkan menurut Lili Rasyidi, obyek pembahasan filsafat hukum

masa kini memang tidak terbatas pada masalah tujuan hukum melainkan juga

setiap masalah mendasar yang muncul dalam masyarakat dan memerlukan

pemecahan. Masalah itu antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ;

(2) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara

berhak menghukum seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5)

masalah pertanggungjawaban ; (6) masalah hak milik ; (7) masalah kontrak ;

(8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat

(socialengineering).36

Sedangkan menurut Theo Huybers, unsur yang menonjol dalam telaah

filsafat hukum antara lain tentang arti hukum kaitannya dengan hukum alam

serta prinsip etika, kaitan hukum dengan pribadi manusia dan masyarakat,

pembentukan hukum, serta perkembangan rasa keadilan dalam Hak Asasi

manusia.37

Dengan demikian dalam menjalankan tugasnya memeriksa dan

memutus perkara terutama dalam menemukan hukum dan nilai-nilai keadilan,

seorang Hakim dituntut selain menguasai teori ilmu hukumnya juga harus

menguasai filsafat hukum. Namun tidak mudah bagi seorang Hakim untuk

membuat putusan yang idealnya harus memenuhi unsur filsafat seperti

Keadilan (filosofis), kepastian hukum (yuridis) dan kemanfaatan(sosiologis)

sekaligus. Oleh karena itu, diperlukan keberanian Hakim melalui

diskresi/kewenangan yang dimilikinya untuk dapat menemukan hukumnya

(rechtsfinding) berdasarkan pendekatan yang lebih komprehensif dan integral

melalui analisis filsafat.

35

Soeyono Koesoemo Sisworo, Pidato ilmiah Dies Natalis ke-25 UNISSULA, Dengan semangat

Sultan agung Kita tegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan kebenaran, Suatu perjuangan yang

tidak pernah tuntas, Universitas Diponegoro Semarang, hlm. 97. 36

Lily Rasyidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum penerbit Alumni Bandung, 1982, hal.10. 37

Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Penerbit yayasan Kanisius, Yogjakarta,

1982, hal.273.

Page 39: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

3. Tinjauan tentang Pidana Bersyarat

a. Pengertian Pidana Bersyarat

Pemidanaan merupakan perlindungan kepada masyarakat dan

pembalasan atas suatu perbuatan hukum. Dalam kebijakan pemidanaan,

khususnya mengenai penetapan jumlah atau lamanya ancaman pidana,

dikenal 2 (dua) sistem atau pendekatan, yaitu:38

1. Sistem atau pendekatan absolute

Yang dimaksud dengan sistem ini adalah untuk setiap tindak pidana

ditetapkan bobot/kualitasnya sendiri-sendiri, yaitu dengan menetapkan

ancaman pidana maksimum (dapat juga ancaman minimumnya) untuk

setiap tindak pidana. Penetapan maksimum pidana untuk tiap tindak

pidana ini dikenal pula dengan sebutan “sistem indefinite” atau “sistem

maksimum”. Dapat juga disebut dengan sistem atau pendekatan

tradisional, karena selama ini memang biasa digunakan dalam

perumusan KUHP berbagai negara termasuk dalam praktik legislatif di

Indonesia.

2. Sistem atau pendekatan relative

Dimaksud dengan sistem ini adalah bahwa untuk tiap tindak pidana tidak

ditetapkan bobot/kualitas (maksimum pidananya) sendiri-sendiri, tetapi

bobotnya direlatifkan, yaitu dengan melakukan penggolongan tindak

pidana dalam beberapa tingkatan dan sekaligus menetapkan maksimum

pidana untuk tiap kelompok tindak pidana itu. Sistem atau pendekatan

relatif dapat juga disebut pendekatan imaginatif.

Hukuman apa atau seberapa besar denda yang harus dikenakan pada

individu untuk suatu kejahatan tergantung pada tujuan dari suatu sanksi

pidana. Termasuk apabila hakim menjatuhkan pidana bersyarat kepada

pelaku kejahatan.

Terdapat beberapa pengertian mengenai pidana bersyarat oleh

beberapa ahli, diantaranya:

38

Sigid Suseno dan Nella Sumika Putri, Hukum Pidana Indonesia: Perkembangan dan Pembaharuan,

Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 89-90

Page 40: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Menurut P.A.F. Lamintang39

, pidana bersyarat adalah suatu

pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim telah digantungkan pada

syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam putusannya.

Sedangkan menurut Muladi, pidana bersyarat adalah suatu pidana,

dalam hal mana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali

bilamana selama masa percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat

umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal ini

pengadilan yang mengadili perkara tersebut mempunyai wewenang untuk

mengadakan perubahan syarat-syarat yang telah ditentukan atau

memerintahkan agar pidana dijalani apabila terpidana melanggar syarat-

syarat tersebut. Pidana bersyarat ini merupakan penundaan terhadap

pelaksanaan pidana.40

R. Soesilo menyatakan Pidana bersyarat yang biasa disebut

peraturan tentang “hukum dengan perjanjian” atau “hukuman dengan

bersyarat” atau “hukuman janggelan” artinya adalah: orang dijatuhi

hukuman, tetapi hukuman itu tidak usah dijalankan, kecuali jika kemudian

ternyata bahwa terhukum sebelum habis tempo percobaan berbuat peristiwa

pidana atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim kepadanya, jadi

keputusan penjatuhan hukuman tetap ada.41

Sedangkan Maksud dari penjatuhan pidana bersyarat ini, menurut R.

Soesilo adalah untuk memberikan kesempatan kepada terpidana supaya

dalam tempo percobaan itu ia memperbaiki dirinya dengan jalan menahan

diri tidak akan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar perjanjian

yang telah ditentukan oleh hakim kepadanya.42

b. Pengaturan Pidana Bersyarat dalam KUHP

Pidana bersyarat diberlakukan di Indonesia dengan Staatblad 1926

No. 251 jo. 486, pada bulan Januari 1927 yang kemudian diubah dengan

39

P.A.F Lamintang, Hukum Penintensier Indonesia, hlm. 136 40

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, alumni, Bandung, 1985, hlm. 195-196. 41

R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, Politeia, Bogor,

1991, hlm. 53. 42

ibid

Page 41: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Staatblad No. 172. Pidana bersyarat sendiri memiliki sinonim dengan

hukuman percobaan (Voorwardelijke Veroordeling). Berkaitan dengan

penamaan ini juga ada yang mengatakan kurang sesuai, sebab penamaan ini

itu memberi kesan seolah-olah yang digantungkan pada syarat itu adalah

pemidanaannya atau penjatuhan pidananya. Padahal yang digantungkan

pada syarat-syarat tertentu itu, sebenarnya adalah pelaksanaan atau eksekusi

dari pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Pidana bersyarat sendiri

merupakan salah satu jenis penerapan sanksi pidana di luar Lembaga

Pemasyarakatan (LP), selain itu terdapat penerapan sanksi pidana lain yang

di luar LP, yaitu :43

1. Pelepasan bersyarat;

2. Bimbingan lebih lanjut;

3. Proses asimilasi/integrasi

4. Pengentasan anak dengan cara pemsyarakatan untuk terpidana anak;

5. Pengentasan anak yang diserahkan negara dengan keputusan hakim atau

orang tua/wali

Pengaturan mengenai pidana bersyarat tertuang dalam Pasal 14 a

ayat (1) KUHP yang menyatakan apabila hakim menjatuhkan pidana

penjara, paling lama satu tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan

pengganti, maka dalam putusannya dapat memerintahkan pula di kemudian

hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana

melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang

ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis atau terpidana selama masa

percobaan tidak memenuhi syarat-syarat khusus yang mungkin ditentukan

dalam perintah itu. Selain itu juga terdapat dalam Pasal 14b, Pasal 14c ayat

(1), Pasal 14d, Pasal 14e serta Pasal 14f KUHP.

Menurut Muladi, pengaturan terkait pidana bersyarat dalam KUHP

tersebut di atas, nampaknya menjadi persyaratan dijatuhkannya pidana

bersyarat, yang akan diuraikan sebagai berikut:

43

Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan,liberty,

Yogyakarta, 2002, hlm. 190.

Page 42: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

3. Dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak

lebih dari 1 (satu) tahun. Jadi dalam hal ini pidana bersyarat dapat

dijatuhkan dalam hubungan dengan pidana penjara dengan syarat hakim

tidak ingin menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun, sehingga yang

menentukan bukanlah ancaman pidana maksimal yang dapat dijatuhkan

pada pelaku tindak pidana tersebut, tetap pada pidana yang dijatuhkan

terhadap terdakwa, dari penjelasan tersebut nampak bahwa pidana

bersyarat dipergunakan berdasarkan maksud daripada hakim dalam

memutus, pada saat ia hendak memberi pidana satu tahun, maka hakim

tersebut memiliki hak untuk memberikan pidana bersyarat pada terdakwa

tersebut, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam pasal 14a ayat (2)

hakim dibatasi secara jelas berkaitan dengan jenis tindak pidana yang

tidak dapat dijatuhkan pidana bersyarat (penyimpangan), antara lain:

a) Perkara-perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila

menjatuhkan pidana denda, namun harus pula dibuktikan bahwa

pidana denda dan perampasan tersebut memang memberatkan

terpidana;

b) Kejahatan dan pelanggaran candu, perbuatan tersebut dianggap

sebagai perkara mengenai penghasilan negara;

c) Berkaitan dengan pidana denda yang dijatuhkan tidak dapat

digantikan dengan pidana kurungan.

Selain ketiga hal tersbut di atas, sebagai pengecualian tidak dapat

dijatuhkannya pidana bersyarat, terdapat juga pengecualian lain

mengenai lamanya waktu satu tahun juga dapat disimpangi, yaitu dengan

masa percobaan selama tiga tahun namun bagi kejahatan dan

pelanggaran tertentu, yaitu:

a) Perbuatan merintangi lalu lintas atau menganggap ketertiban atau

keamanan bagi orang-orang lain ataupun melakukan sesuatu, dalam

hal ini.44

44

Pasal 492 KUHP

Page 43: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

b) Perbuatan meminta-minta pemberian di depan umum, baik dilakukan

oleh sendiri ataupun oleh tiga orang atau lebih secara bersama-sama

dan umur mereka sudah lebih dari enam belas tahun.45

c) Perbuatan berkeliaran kemana-mana tanpa memiliki mata

pencaharian, perbuatan tersebut dilaukan oleh sendiri atau tiga orang

atau lebih dan usia mereka di atas enam belas tahun dan dalam hal ini

perbuatan tersebut adalah bergelandangan.46

d) Perbuatan sebagai germo dengan mengambil keuntungan dari

perbuatan asusila oleh seorang wanita.47

e) Perbuatan di jalan umum dalam keadaan mabuk.48

4. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan Sehubungan dengan pidana kurungan,

dengan ketentuan tidak termasuk pidana kurungan pengganti denda,

mengenai pidana kurungan ini tidak diadakan pembatasan, sebab dalam

Pasal 18 ayat (1) KUHP sudah jelas menyatakan bahwa pidana kurungan

dapat dijatuhkan kepada terdakwa paling lama satu tahun dan paling

cepat satu hari, alasan pidana kurungan pengganti dendan tidak dapat

dikenakan pidana bersyarat, karena pidana kurungan itu sendiri sudah

menjadi syarat apabila terpidana tidak dapat membayar denda, sehingga

tidak mungkin dibebankan pidana bersyarat terhadap sesuatu yang sudah

menjadi syarat dari pidana pokok yang dijatuhkan;

5. Dalam hal menyangkut pidana denda, maka pidana bersyarat dapat

dijatuhkan, dengan batasan bahwa hakim harus yakin bahwa pembayaran

denda betul-betul akan dirasakan berat oleh terdakwa.

Menurut Muladi, selain pengaturan pidana bersyarat dalam KUHP,

Hakim juga perlu mempertimbangkan persyaratn tambahan untuk dapat

dijatuhkanny pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana yang terbukti

berbuat, antara lain:49

45

Pasal 504 KUHP 46

Pasal 505 KUHP 47

Pasal 506 KUHP 48

Pasal 536 KUHP 49

Muladi, op. Cit, hlm. 198-200

Page 44: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

1. Sebelum melakukan tindak pidana itu, terdakwa belum pernah

melakukan tindak pidana lain dan selalu taat pada hukum yang berlaku.

2. Terdakwa masih sangat muda (12-18 tahun).

3. Tindak pidana yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang terlalu

besar.

4. Terdakwa tidak menduga, bahwa tindak pidana yang dilakukannya akan

menimbulkan kerugian yang besar.

5. Terdakwa melakukan tindak pidana disebabkan adanya hasutan orang

lain yang dilakukan dengan intensitas yang besar.

6. Terdapat alasan-alasan yang cukup kuat, yang cenderung untuk dapat

dijadikan dasar memaafkan perbuatannya.

7. Korban tindak pidana mendorong terjadinya tindak pidana tersebut.

8. Terdakwa telah membayar ganti rugi atau membayar ganti rugi kepada

korban atas kerugian-keruginan atau penderitaan-pernderitaan akibat

perbuatannya.

9. Tindak pidana tersebut merupakan akibat dari keadaan-keadaan yang

tidak mungkin terulang lagi.

10. Kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan

melakukan tindak pidana yang lain.

11. Pidana perampasan kemerdekaan akan menimbulkan penderitaan yang

besar, baik terhadap terdakwa maupun terhadap keluarganya.

12. Terdakwa diperkirakan dapat menanggapi dengan baik pembinaan yang

bersifat non-institusional.

13. Tindak pidana terjadi di kalangan keluarga.

14. Tindak pidana terjadi karena kealpaan.

15. Terdakwa sudah sangat tua.

16. Terdakwa adalah pelajar atau mahasiswa.

17. Khusus untuk terdakwa di bawah umur, hakim kurang yakin akan

kemampuan orang tua untuk mendidik.

Berkaitan dengan pelaku yang dikenai pidana bersyarat, apabila

dalam proses pemeriksaan terpidana bersyarat dikenai penahanan

Page 45: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

(perampasan kemerdekaan), maka masa percobaan terhadap terpidana

tersebut tidak berlaku pada saat selama terpidana tersebut dirampas

kemerdekaannya.50

Bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana

bersyarat, hakim dapat memberikan syarat-syarat khusus, selain daripada

syarat umum yang telah disebutkan di atas, syarat khusus yang dapat

dijatuhkan hakim tersebut seperti pembebanan ganti kerugian terhadap

korban berkaitan dengan akibat yang timbul dari perbuatan pelaku yang

telah melanggar hukum, pembebanan ganti kerugian tersebut menyangkut

sebagian ataupun seluruh kegiatan yang ditimbulkan,51

akan tetapi

persyaratan khusus yang dapat dijatuhkan oleh hakim tersebut tidak boleh

membatasi kemerdekaan terpidana untuk beragama dan kebebasannya

menurut ketatanegaraan.

Seseorang yang dikenai pidana bersyarat apabila melakukan

perbuatan yang dapat dihukum dan hukuman yang diterimanya sudah

mempunyai kekuatan hukum tetap, ataupun jika si terpidana tidak mentaati

serta melanggar syarat khusus yang telah dijatuhkan kepadanya, maka

hakim yang mejatuhkan pidana bersyarat tersebut dapat memerintahkan

agar hukuman sebagai konsekuensi pidana bersyarat tersebut dilaksankaan

atau memberi peringatan terhukum atas perbuatan yang telah dilakukan.

Berdasarkan pengertian serta pengaturan pidana bersyarat di atas,

maka Muladi memberikan pendapat mengenai manfaat-manfaat dari pidana

bersyarat tersebut antara lain:52

1. Pidana bersyarat tersebut di satu pihak harus dapat meningkatkan

kebebasan individu dan di lain pihak mempertahankan tertib hukum serta

memberikan perlindungan kepada masyarakat secara efektif terhadap

pelanggaran hukum lebih lanjut.

2. Pidana bersyarat harus dapat meningkatkan persepsi masyarakat terhadap

falsafah rehabilitasi dengan cara memelihara kesinambungan hubungan

antara narapidana dengan masyarakat secara normal.

50

Pasal 14b ayat (3) 51

Pasal 14c ayat (1) 52

Muladi, op. Cit, hlm. 197

Page 46: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

3. Pidana bersyarat berusaha menghindarkan dan melemahkan akibat-akibat

negatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang seringkali

menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana ke dalam

masyarakat.

4. Pidana bersyarat mengurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh

masyarakat untuk membiaya sistem koreksi yang berdaya guna.

5. Pidana bersyarat diharapkan dapat membatasi kerugian-kerugian dari

penerapan pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya terhadap mereka

yang kehidupannya tergantung kepada si pelaku tindak pidana.

6. Pidana bersyarat diharapkan dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang

bersifat integratif, dalam fungsinya sebagai sarana pencegahan (umum

dan khusus), perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas

masyarakat dan pengimbalan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai tanggung jawab pidana korporasi telah dilakukan oleh

penelitian terdahulu, diantaranya:

1. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Korban

Kejahatan Korporasi. Penelitian tersebut merupakan penulisan hukum (tesis)

yang dilakukan oleh Evan Elroy Situmorang di Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro pada tahun 2008. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa

saat ini kebijakan formulasi pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap

korban kejahatan korporasi belum dapat mewujudkan pertanggungjawaban

korporasi terhadap korban. Oleh karena itu, diperlukan reorientasi dan

reformulasi pada kebijakan formulasi yang akan datang dengan menekankan

pada keseragaman dan konsistensi dalam hal penentuan kapan suatu tindak

pidana dikatakan sebagai tindak pidana korporasi, siapa yang dapat dituntut

dan dijatuhi pidana atas kejahatan korporasi, serta sanksi-sanksi apa yang

sesuai untuk korporasi yang melakukan kejahatan.53

53

Evan Elroy Situmorang, Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap

Korban Kejahatan Korporasi, Tesis, Semarang UNDIP, 2011.

Page 47: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana

Lingkungan Hidup. Penelitian tersebut merupakan penulisan hukum (skripsi)

yang dilakukan oleh Anisa Handayani di Fakultas Hukum Universitas Andalas

pada tahun 2007. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa dalam tindak

pidana lingkungan hidup berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 1977

diklasifikasikan dalam Pasal 41, 42, 43, 44 dan pasal 45. Model

pertanggungjawaban pidana dikenal yaitu pengurus korporasi yang berbuat

penguruslah yang bertanggungjawab, korporasi sebagai pembuat dan

penguruslah yang bertanggungjawab, dan korporasi yang berbuat dan juga

sebagai yang bertanggungjawab. Sedang kendala yang dihadapi dalam

pertanggungjawaban pidana korporasi meliputi kendala structural dan teknis.

Kendala ini lebih mengacu pada peraturan itu sendiri karena hanya perbuatan

melawan hukum formil saja yang digunakan untuk menentukan salah atau

tidaknya seseorang.54

3. Analisis Yuridis Pemidanaan Terhadap Korporasi Yang Melakukan Tindak

Pidana Di Bidang Lingkungan Hidup Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(PPLH). Penelitian tersebut merupakan penulisan hukum (tesis) yang

dilakukan oleh Kariawan Barus di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

pada tahun 2011. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa

pertanggungjawaban pidana pelaku korporasi dapat dimintakan kepada

pengurus korporasi dalam hal adanya pelanggaran terhadap kekuasaan

kewajiban kewenangan yang dimilikinya. Pengurus korporasi dalam hal ini

harus dapat dibuktikan telah melanggar good faith yang dipercayakan padanya

dalam menjalan korporasi atau perusahaan, sebagaimana diatur dalam prinsip

fiduciary duty. Menyangkut penerapan Business Judgment Rule terkait tidak

dapat dipertanggungjawabkannya anggota direksi dalam menjalankan

perseroan maka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas telah merumuskan khususnya Pasal 97 ayat (5). Persoalan yang

54

Anisa Handayani. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana

Lingkungan Hidup. Tesis. Universitas Andalas. 2007.

Page 48: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

muncul dalam tatanan substantif maupun praktek penanganan tindak pidana di

bidang lingkungan hidup adalah menyangkut pertanggungjawaban pidana

korporasi terutama menyangkut tentang pembuktian perbuatan pidana akibat

kelalaian (culpa) yang dilakukan oleh pekerjanya dan menimbulkan perbuatan

pidana.55

C. Kerangka Pemikiran

Gambar. 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan Gambar:

Salah satu tujuan ditetapkannya peraturan perundang-undangan oleh

pemerintah adalah untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Tidak terkecuali

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kejahatan korporasi. Salah

satu peraturan perundangan-undangan yang mengatur tentang kejahatan korporasi

adalah Undang-Undang Lingkungan Hidup, baik dalam Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diganti

55

Kariawan Barus. Analisis Yuridis Pemidanaan Terhadap Korporasi Yang Melakukan Tindak Pidana

Di Bidang Lingkungan Hidup Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Universitas Sumatera Utara. 2011.

UU Nomor 32 Tahun 2009

(UUPPLH)

Korporasi sebagai Subjek

Hukum

Putusan PN, PT, MA

Tindak Pidana oleh

Korporasi

Teori Pertanggungjawaban

Koporasi

UU Nomor 23 Tahun 1997

(UUPLH)

Strict liability

Page 49: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Undang-Undang tersebut, diatur tentang tindak pidana yang

dilakukan oleh korporasi yang melakukan pencemaran atau kerusakan lingkungan

hidup. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa korporasi juga sebagai subjek

hukum. Korporasi dijadikan sebagai subjek hukum pidana merupakan kebijakan

legislatif dalam produk perundang-undangan dewasa ini. Hal ini sejalan dengan

perkembangan dunia internasional dan pendapat para sarjana yang secara teoritis

mengatakan bahwa korporasi dapat diterima sebagai subjek hukum pidana.

Terutama dalam kejahatan lingkungan hidup, dimana sudah banyak kasus

pencemaran lingkungan yang diputus oleh pengadilan.

Sehubungan dengan peran dan pengaruh korporasi yang semakin luas

dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, diperlukan adanya suatu pembatasan

terhadap kegiatan-kegiatan korporasi dalam rangka melindungi masyarakat agar

tidak menjadi korban kejahatan korporasi. Dengan demikian, korporasi harus

dibebani dengan pertanggungjawaban pidana apabila melakukan kejahatan dalam

melakukan kegiatan-kegiatan bisnisnya.

Salah satu azas pertanggungjawaban pidana yang cukup ideal untuk

diterapkan adalah azas strict liability. Subyek yang dikenakan strict liability ialah

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, yaitu korporasi itu sendiri. Oleh

karena itu, dengan diterapkannya asas strict liability, maka setidaknya kerusakan

lingkungan dapat diminimalisasi dampak kerusakannya dan para korban

mendapatkan ganti rugi dari kerugian yang dialaminya.

Page 50: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Hukum mempunyai banyak aspek yang meliputi banyak hal sehingga

pengertian hukum juga bermacam-macam. Tidak ada kesatuan pendapat para

ahli tentang pengertian hukum. Untuk mengetahui arah hukum yang terdapat

didalam penelitian ini maka metode yang digunakan tergantung pada konsep apa

yang dimaksud mengenai hukum.

Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

konstruksi secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologi suatu

sistem dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan

kerangka tertentu.56

Menurut pendapat Soetandyo Wignyosoebroto, ada 5 (lima) konsep

hukum, yaitu57

:

a. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku

universal;

b. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan

hukum nasional;

c. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan

tersistematisasi sebagai judge made law;

d. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai

variabel sosial yang empirik;

e. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial

sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.

Berdasarkan pada konsep hukum di atas, jenis penelitian ini adalah

berdasarkan pada konsep hukum ke-3 (tiga). Konsep hukum ke-3 (tiga), hukum

adalah apa yang diputuskan oleh hakim inconcreto dan tersistematisasi sebagai

judge made law. Dengan demikian, jenis penelitian ini termasuk dalam

56

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, 2006, hlm. 42. 57

Setiono, Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret, Surakarta, 2010, hlm. 20.

40

Page 51: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

penelitian doktrinal. Penelitian doktrinal merupakan suatu proses penelitian yang

dilakukan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun

doktrin-doktrin hukum untuk menjawab masalah hukum yang menjadi pokok

bahasan penelitian. Aturan, prinsip maupun doktrin hukum yang berusaha

ditemukan dalam penelitian ini berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri

Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray Jo. Putusan Pengadilan Tinggi

Semarang No.139/Pid.B/2005/PT.Smg Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 2077

K/Pid/2006.58

B. Sifat Penelitian

Penelitian menurut sifatnya ada 3 (tiga), yaitu:

1. Penelitian eksploratif merupakan penelitian yang dilakukan apabila suatu

gejala yang akan diselidiki masih kurang sekali bahkan tidak ada;

2. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan

data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya;

3. Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

menguji hipotesa-hipotesa tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka apabila dilihat dari sifatnya penelitian

dalan penulisan hukum ini merupakan penelitian deskriptif. Dalam penulisan

hukum ini bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin mengenai

pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana pencemaran

lingkungan hidup.

C. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan kasus (case approach)

yang mempelajari ratio decidendi, yaitu alasan hukum yang digunakan oleh hakim

untuk mengambil keputusan. Studi kasus adalah sebuah metode penelitian

menggunakan pertanyaan (bagaimana) dan (mengapa) yang diajukan dalam

sebuah peneltiian, saat peneliti memiliki sedikit kontrol atas sebuah kejadian dan

58

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Tinjauan Singkat, , Rajawali

Press, Jakarta, 2006, hlm. 21.

Page 52: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

berfokus pada fenomena kontemporer yang memiliki konteks dengan kehidupan

yang nyata dari individu, komunitas, maupun organisasional. Studi kasus terbagi

lagi menjadi metode-metode yang lebih spesifik, seperti pertama deskriptif

merupakan penelitian studi kasus yang fokus pada penguraian kasus yang sedang

diteliti. Ketiga, explanatori, yaitu peneliti memberikan keterangan-keterangan

yang rinci dan penjelasan terhadap kasus yang diteliti.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Karanganyar. Adapun alasan

pengambilan lokasi ini karena kewenangan mengadili kasus tindak pidana

korporasi pencemaran lingkungan hidup merupakan kewenangan Pengadilan

Negeri Karanganyar.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu Dalam suatu wawancara

terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda, yaitu pengejar

informasi yang biasa disebut pewawancara atau interviewer dan pemberi

informasi yang disebut informan, atau responden. Adapun dalam wawancara

ini yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) dengan

wawancara tidak berpatokan atau bebas terpimpin. Alasan penggunaan jenis ini

adalah dengan wawancara tidak berpatokan atau bebas terpimpin akan dicapai

kewajaran secara maksimal, dapat diperoleh data secara mendalam dan akan

dimungkinkan masih dipenuhinya prinsip batas keabsahan data hasil

wawancara yang masih berada dalam garis kerangka pertanyaan serta dapat

diarahkan secara langsung pada pokok permasalahan dalam penelitian ini.

Wawancara ini bertujuan untuk mendapat keterangan atau untuk keperluan

informasi. Oleh karena itu, individu yang menjadi sasaran wawancara adalah

informan. Informan dalam penelitian ini adalah Kun Maryoso, SH. Selaku

Hakim Anggota Pengadilan Negeri Karanganyar.

Page 53: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

2. Studi Kepustakaan

Metode ini dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yang

dilakukan dengan cara, mencari, mengiventarisasi dan mempelajari peraturan

perundang-undangan, doktrin-doktrin, dan data-data sekunder yang lain, yang

terkait dengan objek yang dikaji. Adapun instrumen pengumpulan yang

digunakan berupa form dokumentasi, yaitu suatu alat pengumpulan data

sekunder, yang berbentuk format-format khusus, yang dibuat untuk

menampung segala macam data, yang diperoleh selama kajian dilakukan.

3. Studi Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya manumental dari seseorang.

Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya cacatan harian, sejarah kehidupan

(life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk

gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang

berbentuk kaya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar patung, film

dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Studi dokumentasi dalam

pengumpulan data penelitian dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data

dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dan

berbagai dokumen resmi yang dianggap baik dan ada pengaruhnya dengan

lokasi penelitian.59

Dokumen dalam penelitian ini yaitu laporan, Putusan

Pengadilan Negeri Karanganyar, Putusan Pengadilan Tinggi Semarang,

Putusan Mahkamah Agung tentang pertanggungjawaban pidana korporasi

dalam tindak pidana lingkungan hidup.

F. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

59

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung. hlm. 32

Page 54: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

a. Data primer

Data primer adalah sejumlah data yang berupa keterangan atau

penjelasan dari subjek penelitian, guna mendapat penjelasan yang lebih

mendalam tentang data sekunder. Data diperoleh secara langsung dari

wawancara, yaitu orang yang dijadikan key informant. Adapun sumber data

primer adalah hasil wawancara dengan Kun Maryoso, SH. Selaku Hakim

Anggota Pengadilan Negeri Karanganyar.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari

lapangan, yang memberikan keterangan tambahan atau pendukung

kelengkapan data primer. Termasuk dalam data ini adalah, putusan

pengadilan, dokumen-dokumen, tulisan-tulisan, buku ilmiah dan literatur-

literatur yang mendukung. Data sekunder berasal dari bahan hukum sebagai

berikut:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang menjadi

sumber data penelitian ini yaitu antara lain :

a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

b) Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray

c) Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 139/Pid/2005/PT.Smg

d) Putusan Mahkamah Agung No. 2077 K/Pid/2006

2. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang tidak secara langsung

memberikan keterangan yang sifatnya mendukung bahan hukum primer.

Bahan hukum sekunder meliputi:

a) Buku-buku tentang pelaksanaan kekuasaan kehakiman dan

lingkungan hidup.

b) Dokumen yaitu arsip yang berkaitan dengan pertanggungjawaban

pidana korporasi

c) Jurnal-jurnal di bidang hukum baik nasional maupun internasional

Page 55: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa

kamus, ensiklopedia dan data elektronik dari internet

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber data primer

Data yang berupa keterangan-keterangan yang diperoleh secara

langsung dari lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang

dipandang mengetahui obyek yang diteliti yaitu alasan hakim menjatuhkan

putusan pidana bersyarat bagi korporasi. Informan dalam penelitian ini

adalah dari Hakim Anggota Pengadilan Karanganyar yang menangani dan

memutus perkara tindak pidana dalam bidang lingkungan hidup.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak secara

langsung memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data

primer. Data yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur, dan

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu Putusan

Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray. Jo Putusan

Pengadilan Tinggi Semarang No. 139/Pid/2005/PT.Smg.jo Putusan

Mahkamah Agung No. 2077 K./Pid/2006.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola dan suatu uraian dasar. Proses analisis

data merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal

rumusan dan hal-hal yang diperoleh dalam penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data kualitatif. Penelitian ini memperoleh data berwujud kata-kata bukan

rangkaian angka. Analisis kualitatif menggunakan kata-kata yang biasanya

disusun dalam teks yang diperluas. Dengan model analisis ini, analisis telah

Page 56: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

dilakukan sejak pengumpulan data. Dalam hal ini terdapat tiga komponen analisis

yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verivikasinya.

Sedangkan aktifitas dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses

pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam model ini peneliti tetap bergerak

dalam komponen analisis seperti tersebut di atas.

Ditengah-tengah waktu pengumpulan data dan analisis data juga akan

dilakukan audit data demi validitas data. Sedangkan sesudah pengumpulan data

selesai, bila masih terdapat kekurangan data, dengan menggunakan waktu yang

tersedia, maka peneliti dapat kembali ke lokasi penelitian untuk pengumpulan data

demi kemantapan kesimpulan.

Untuk lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif (H.B. Sutopo)

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Reduksi Data

Page 57: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kasus Posisi

Bahwa Terdakwa Drs. SUTEDJO bin LISTYO SUSENO adalah Plant

Manager PT. Sari Warna Asli III yang bergerak di bidang industri tekstil yang

telah didakwa dalam dakwaan tunggal sebagaimana diatur dan diancam pidana

dalam Pasal 43 ayat (1) jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidupdan telah diputus dan dinyatakan

bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana pencemaran lingkungan dengan pidana bersyarat 5 bulan dengan

masa percobaan 7 (tujuh) bulan serta denda Rp 65. 000.000,00 (enam puluh

lima juta rupiah), Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang

dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

2. Dakwaan

Bahwa ia Terdakwa Drs. SUTEDJO Bin LISTYO SUSENO selaku

Plant Manager Industri Textil PT SARI WARNA ASLI III pada hari dan

tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan secara pasti pada tahun 2004 atau

setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2004 bertempat di PT

SARI WARNA ASLI III yang beralamat di Jalan Raya Solo-Sragen Km 8,6

Karanganyar atau setidak tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Karanganyar ,dengan melanggar

ketentuan perundang-undangan yang berlaku,sengaja melepaskan atau

membuang zat ,energi dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun

masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara. Ke dalam air permukaan,

melakukan impor ekspor. Memperdagangkan, mengangkut , menyimpan bahan

tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau

sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan

pencemaran atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan

umum atau nyawa orang, yang dilakukan oleh atas nama suatu badan hukum,

47

Page 58: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain. Perbuatan tersebut

dilakukan oleh Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:

Terdakwa Drs. SUTEDJO Bin LISTYO SUSENO selaku Plant

Manager Industri Tekstil PT SARI WARNA ASLI III yang bergerak di usaha

industri tekstil yang berkapasitas produksi sebesar kurang lebih 2 juta yard per

bulan dan dari produksi tersebut dihasilkan pula limbah cair dan padat sehingga

terdakwa bertanggung jawab terhadap hasil pengolahan limbah PT SARI

WARNA ASLI III yang menghasilkan limbah cair dengan debit sebesar kurang

lebih antara 400 m3 sampai 500 M3 per hari dan limbah cair tersebut dilakukan

pengolahan limbah (UPL) selanjutnya dibuang di sungai Sroyo, padahal

Terdakwa mengetahui limbah cair yang dihasilkan tersebut melebihi batas baku

mutu limbah cair bagi kegiatan industri tekstil atau tidak mempunyai

persyaratan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan

Gubernur Jawa Tengah Nomor : 660.1/02/1997 tanggal 9 Mei 1997 yang isinya

memuat ketentuan sebagai berikut :

Tabel 1

Batas Baku Mutu Limbah

NO PARAMETER KADAR

MAKSIMUM (mg/l)

BEBAN PENCEMARAN

MAKS (kg/ton)

1 BOD 85 12,75

2 COD 250 37,50

3 TSS 60 9,00

4 PH 6-9 9,00

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan

Standarisasi Industri dan Perdagangan (BARISTAND INDAG) Semarang

sesuai dengan Surat Nomor : 2166/BPPPIP/BRS.2/IX/2004 tanggal 3

September 2004 dan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik dan

Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri Cabang Semarang tanggal 4

September 2004 terhadap limbah cair yang diambil dari libang outlet (saluran

Page 59: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

pembuangan) dari pabrik tekstil PT SARI WARNA ASLI III oleh team polda

Jateng pada tanggal 13 Agustus 2004 sekitar jam 11.00 Wib diperoleh hasil

sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Uji Limbah

NO PARAMETER KADAR

MAKSIMUM (mg/l)

BEBAN MUTU LIMBAH

CAIR SESUAI SK. GUB.

JATENG

1 BOD 262,2 85

2 COD 407,6 250

3 TSS 84 60

4 PH 5,64 6-9

Dari hasil analisa dan laporan pengujian limbah tersebut diperoleh

kesimpulan bahwa kadar maksimum untuk parameter TSS, BOD dan COD

limbah cair PT SARI WARNA ASLI III di jalan Raya Solo-Sragen Km 8.6

Karanganyar telah melebihi baku mutu limbah cair yang ditentukan sehingga

dengan demikian limbah cair yang dibuang ke sungai Sroyo tersebut dapat

menimbulkan pencemaran/atau perusakan lingkungan hidup atau dapat

berakibat berbahaya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 43

ayat (1) Jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. Pertimbangan Hakim

Menimbang, bahwa dalam dakwaan didakwa melakukan tindak pidana

yang diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsurnya adalah

sebagai berikut:

a) Barang siapa

b) Dengan Melanggar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku

c) Sengaja melepaskan atau membuang zat, energi dan atau komponen lain

yang berbahaya atau beracun masuk di atas tanah atau ke dalam tanah

Page 60: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara,

ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan,

mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang

berbahaya;

d) Padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan

tersebut dapat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup

atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain;

e) Perbuatan mana yang dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum

perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain.

Ad. 1. Barang Siapa

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barangsiapa adalah setiap

orang selaku pendukung hak dan kewajiban yang didakwa melakukan suatu

perbuatan pidana. Dalam tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan Pasal

1 angka 24 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Orang adalah orang perorangan dan atau kelompok orang

dan atau badan hukum.

Menimbang, bahwa dipersidangan telah dihadapkan seorang

Terdakwa bernama Drs.SUTEDJO Bin LISTYO SUSENO yang mana

identitas dalam surat dakwaan dibenarkan oleh Terdakwa selaku plant

Manager PT SARI WARNA ASLI III di jalan Raya Solo-Sragen Km 8.6

Karanganyar sebagaimana bukti Surat Keputusan Direksi PT SARI WARNA

ASLI III Asli Tekstil Industri No. 408/SWA TI/03.DIR/VII-2004 tentang

Pengangangkatan Terdakwa selaku selaku plant Manager PT SARI WARNA

ASLI III unit SWA – III, Brujul, tanggal 20 JUli 2004. Oleh karena itu sesuai

dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Terdakwa sebagai

pimpinan perusahaan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan

Perusahaan termasuk didalamnya pengolahan limbah produksi perusahaan

karena berdasarkan fungsi yang diembannya (fungsional Perpetrator).

Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan uraian tersebut di

atas unsur Barang siapa dalam pasal ini telah terpenuhi.

Page 61: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Ad. 2. Melanggar Ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan melanggar ketentuan

Perundang-undangan (in strijd met de wet) dapat diartikan bahwa perbuatan

melanggar ketentuan administrasi (misalnya pelanggaran persyaratan izin dan

pelanggaran baku mutu lingkungan) dengan kata lain perbuatan pidana yang

tergantung dengan hukum admistrasi yang dikenal dengan istilah

Administrative Dependent Crime (ADC)dalam perkara ini adalah melanggar

ketentuan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 660.1/02/1997

tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan usaha industri tekstil yang

dibuang atau dilepas ke media lingkungan hidup.

Menimbang bahwa tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan usaha

industri tekstil yang dibuang atau dilepas ke media lingkungan hidup.

Menimbang bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan

diperoleh fakta bahwa baku mutu limbah cair PT SARI WARNA ASLI III

yang dibuang atau dilepas ke sungai Sroyo, pada lubang outlet limbah

tersebut pada tanggal 13 Agustus 2004 telah diambil sampel oleh tim

Penyidik POLDA Jateng dimana dan Badan Riset dan Standarisasi Industri

dan Perdagangan (BARISTAND INDAG) Semarang Perdagangan

(BARISTAND INDAG) Semarang untuk diperiksa secara laboratoris

hasilnya sebagaimana analisa No.2166/BPPPIP/BRS.2/IX/2004 tanggal 3

September 2004 yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik dan Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri

Cabang Semarang No. Lab. 651/KTF/IX/2004 tanggal14 September 2004

limbah tersebut terhadap parameter TSS, BOD, dan COD melebihi batas baku

mutu limbah cair yang ditentukan dalam SK Gubernur Jateng No

660.1/02/1997;

Menimbang, bahwa oleh karena limbah cair produksi PT SARI

WARNA ASLI III khusus parameter TSS, BOD, dan COD melebihi batas

baku mutu limbah cair yang ditentukan dalam SK Gubernur Jateng No

660.1/02/1997 maka Majelis Hakim berpendapat bahwa PT SARI WARNA

Page 62: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

ASLI III dimana terdakwa sebagai Plant Managernya telah melanggar

ketentuan SK Gubernur Jateng No 660.1/02/1997 tersebut.

Ad. 3. Sengaja melepaskan atau membuang zat,energy dan atau komponen lain

yang berbahaya atau beracun masuk di atas tanah atau ke dalam tanah

berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam

udara, ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor,

memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut,

menjalankan instalasi yang berbahaya

Menimbang, bahwa oleh karena unsur tersebut bersifat alternatif,

maka tidak semua unsur harus terpenuhi, cukup apabila dengan terpenuhinya

salah satu saja, Adapun yang dimaksud dengan sengaja yaitu harus dapat

memperkirakan atau menduga atau menginsyafi atau mengetahui.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan,

terdakwa mengetahui dan menginsyafi sepenuhnya bahwa limbah cair PT

SARI WARNA ASLI III dibuang dan dilepas ke sungai Sroyo, sebagimana

adanya outlet limbah yang dialihkan ke sungai Sroyo, yang mana limbah

tersebut adalah merupakan zat atau komponen lain yang berbahaya/beracun

sebagaimana hasil pemeriksaan Badan Riset dan Standarisasi Industri dan

Perdagangan (BARISTAND INDAG) Semarang No 2166 No:

2166/BPPPIP/BRS.2/IX/2004 tanggal 3 September 2004 yang dituangkan

dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik dan Pusat

Laboratorium Forensik Bareskrim Polri Cabang Semarang No. Lab.

651/KTF/IX/2004 tanggal14 September 2004 dimana limbah tersebut

terhadap parameter TSS, BOD, dan COD melebihi batas baku mutu limbah

cair yang ditentukan dalam SK Gubernur Jateng No 660.1/02/1997.

Menimbang, bahwa sesuai dengan keterangan saksi ahli Ir. Nasuka

MM dan Drs. Subagyo yang menerangkan bahwa parameter TSS, BOD, dan

COD yang melebihi batas baku mutu limbah cair yang ditentukan dalam SK

Gubernur Jateng No 660.1/02/1997 apabila dibuang atau dilepas ke media

lingkungan hidup dapat berpotensi mencemari lingkungan hidup.

Page 63: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Menimbang, bahwa dalam SK Gubernur Jateng No 660.1/02/1997

selain PH masih ada pula parameter lain yang harus memenuhi batu mutu

limbah cair antara lain TSS, BOD, dan COD.

Menimbang, bahwa limbah cair PT SARI WARNA ASLI III sebelum

dilepas ke sungai Sroyo yang diperiksa hanya parameter PH saja sedangkan

parameter lain yang ditentukan SK Gubernur Jateng No 660.1/02/1997 antara

lain TSS, BOD, dan COD tidak diperiksa.

Menimbang, bahwa dengan tidak dilakukannya pemeriksaan

parameter TSS, BOD, dan COD menunjukkan kepada Majelis sikap PT SARI

WARNA ASLI III dimana terdakwa Drs Sutedjo Bin Listyo Suseno sebagai

plant Managernya kurang perhatian atas limbah kualitas limbah cair.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan

bahwa atas kualitas dari limbahnya yang melebihi baku mutu yang ditentukan

SK Gubernur Jateng No 660.1/02/1997 oleh BAPPEDAL Jateng telah

dilakukan peneguran sebanyak 4 (empat) kali;

Menimbang, bahwa atas hal tersebut kualitas limbah cair PT SARI

WARNA ASLI III tidak mengalami perubahan ke arah pemenuhan SK

Gubernur Jateng tersebut limbah cairnya tetap melebihi baku mutu yang

ditentukan sehingga hal ini merupakan sikap yang kurang perhatian dari PT.

SARI WARNA ASLI III walaupun sebetulnya hal tersebut dapat dihindari

dengan jalan perbaikan sarana dan prasarana pengolahan limbah namun hal

tersebut tidak dilakukan.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas bahwa

unsur sengaja melepaskan atau membuang zat, energi dan atau komponen

lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas tanah atau ke dalam tanah

berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara,

ke dalam air permukaan telah terpenuhi.

Ad. 4. Mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan

tersebut dapat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan

hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain

Page 64: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Menimbang, bahwa unsur tersebut di atas merupakan penambahan

unsur subjektif bahwa pelaku mengetahui atau alasan yang kuat untuk

menduga bahwa perbuatan mereka melepas atau membuang zat, energi

dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun (TSS, BOD dan COD)

yang melebihi baku mutu limbah cair sebagaimana ketentuan SK Gubernur

Jateng No.660.1/02/1997 ke sungai Sroyo dapat menimbulkan pencemaran

dan atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan atau

nyawa orang lain.

Menimbang, kata dapat dalam unsur ini diartikan bahwa pencemaran

atau perusakan lingkungan hidup tidak harus terjadi tetapi baru pencemaran

lingkungan hidup;

Menimbang, bahwa atas pertimbangan di atas tersebut Majelis Hakim

berpendapat bahwa PT. SARI WARNA ASLI III terdakwa pelaku Plant

Manager telah mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa

pelepasan limbah cair yang ditentukan dalam SK Gubernur Jateng

No.660.1/02/1997 ke sungai Sroyo mempunyai potensi terjadi pencemaran

atau perusakan lingkungan hidup;

Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut di atas majelis tidak

sependapat dengan Penasihat Hukum Terdakwa yang menyatakan bahwa

unsur ini tidak dapat dibuktikan namun Majelis berpendapat bahwa unsur

mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut

dapat menimbulkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup atau

membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain telah terpenuhi.

Ad. 5. Perbuatan mana yang dilakukan oleh atau atas nama suatu badan

hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta Terdakwa Drs Sutedjo Bin

Listyo Suseno sebagai plant Manager PT SARI WARNA ASLI III yaitu

sebuah perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.

Menimbang bahwa sebagimana dalam pertimbangan unsur barang

siapa dalam pasal ini dan unsur tersebut telah terpenuhi dan dapat dibuktikan,

Page 65: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

dimana Terdakwa didakwa melakukan perbuatan pidana oleh karena

terdakwa sebagai Plant Manager/pimpinan PT. SARI WARNA ASLI III

bukan karena perbuatan fisik/nyatanya akan tetapi berdasarkan fungsi yang

diembannya di suatu perusahaan;

Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut di atas, maka Majelis

Hakim berpendapat bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut bukan

atas nama sendiri melainkan atas nama badan Hukum yaitu PT SARI

WARNA ASLI III

Menimbang, bahwa atas pertimbangan tersebut di atas, maka unsur

perbuatan tersebut dilakukan atas nama suatu Badan Hukum atau perseroan

telah terpenuhi;

Menimbang, bahwa dengan telah terpenuhinya semua unsur maka

perbuatan pidana yang didakwa terhadap diri terdakwa dalam Pasal 43 ayat

(1) Jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup telah terbukti secara sah menurut hukum dan oleh

karenanya timbullah keyakinan bagi Majelis bahwa suatu perbuatan pidana

telah terjadi dan terdakwa adalah sebagai pelakunya.

4. Putusan Hakim

a. Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar No. 18/Pid.B/2005/PN. Kray

1) Menyatakan Terdakwa Drs. Sutedjo bin Listyo Suseno terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencemaran

Lingkungan”;

2) Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5

(lima) bulan, dengan ketentuan bahwa pidana tersebut tidak usah

dijalankan kecuali jika kemudian hari ada putusan Hakim yang

menentukan lain disebabkan karena terdakwa telah bersalah melakukan

suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 7 (tujuh) bulan

berakhir dan denda Rp 65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah),

dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan

pidana penjara kurungan selama 1 (satu) bulan;

Page 66: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

3) Menetapkan agar barang bukti dikembalikan kepada PT. SARI WARNA

ASLI III dan tetap terlampir dalam berkas perkara;

4) Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 2.500,00 (dua

ribu lima ratus rupiah).

b. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 139/Pid/2005/PT.Smg

1) Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum;

2) Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal 23 Mei

2005 Nomor :18/Pid.B/2005/PN.Kray, yang dimintakan banding

tersebut;

3) Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam

kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesarnya Rp

2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).

c. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2077 K/Pid/2006

1) Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa/Penuntut

Umum pada Kejaksaan Negeri Karanganyar dan Terdakwa Drs. Sutedjo

Bin Listyo Suseno tersebut;

2) Membebankan Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima

ratus rupiah).

B. Pembahasan

1. Pertimbangan Hakim Memutuskan Pidana Bersyarat terhadap Korporasi

Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai criminal responsibility.

Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang

tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang

terjadi atau tidak. Seiring berjalannya waktu dan penggalian terhadap ilmu

hukum pidana, manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Diperlukan

suatu hal lain yang menjadi subjek hukum pidana.

Disamping orang dikenal subjek hukum selain manusia yang disebut

Badan Hukum. Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang

mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Negara

Page 67: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

dan perseroan terbatas misalnya adalah organisasi atau kelompok manusia yang

merupakan badan hukum. Badan hukum dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:

a. Badan hukum dalam lingkungan hukum publik, yaitu badan-badan yang

pendiriannya dan tatanannya ditentukan oleh hukum publik. Badan hukum

ini merupakan hasil pembentukan dari penguasa berdasarkan perundang-

undangan yang dijalankan eksekutif, pemerintah atau badan pengurus yang

diberi tugas untuk itu. Misalnya negara, propinsi, kabupaten, bank

Indonesia,desa, dll.

b. Badan hukum dalam lingkungan hukum privat, yaitu badan-badan yang

pendirian dan tatanannya ditentukan oleh hukum privat. Badan hukum ini

merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang untuk

tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan, sosial pendidikan, ilmu

pengetahuan, politik, kebudayaan, kesehatan, olahraga, dsb. Badan hukum

yang termasuk dalam hukum privat misalnya koperasi, NV, dan waris.

Delik yang dilakukan oleh korporasi disebut corporate crime. Menurut

Subekti dan Tjitrosudibio yang dimaksud dengan corporate atau korporasi

adalah suatu perseroan yang merupakan badan hukum. Korporasi adalah suatu

perseroan yang merupakan badan hukum, korporasi atau perseroan di sini yang

dimaksud adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang oleh hukum

diperlakukan seperti seorang manusia (personal) ialah sebagai pengemban

(atau pemilik) hak dan kewajiban memiliki hak menggugat ataupun digugat di

muka pengadilan.60

Di Indonesia, sejak tahun 1997 telah diatur mengenai korporasi yang

melakukan tindak pidana merusak lingkungan hidup yang tercantum dalam

undang-undang, sebagai berikut:

UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

tercantum dalam Pasal 46

(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh

atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau

organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan

60

Puspa, Yan Pramadya, 1977, Kamus Hukum, Semarang : CV. Aneka Ilmu.

Page 68: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

tata tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap

badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain

tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk

melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin

dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh

atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau

organisasi lain, dan dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan

kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan

badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain,

tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka

yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa

mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja

maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri

atau bersama-sama.

(3) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan

atau organisasi lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-

surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka,

atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap.

(4) Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan,

yayasan atau organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh

bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap

sendiri di pengadilan.

Adapun sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam Pasal 45. Dalam Pasal 45

disebutkan bahwa jika tindak pidana dilakukan oleh atau atas nama suatu badan

hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, ancaman pidana

denda diperberat dengan sepertiga.

Sementara itu, mengenai korporasi yang melakukan tindak pidana

menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, tercantum pada pasal 116:

Page 69: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas

nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan

tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin

kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau

berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan

usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin

dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut

dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

Adapun untuk sanksi pidana bagi korporasi diatur dalam Pasal 117

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Pasal 117 menyebutkan jika tuntutan pidana diajukan

kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa

pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.

Berdasarkan ketentuan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UU PLH) dan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UU PPLH), maka terdapat perbedaan dalam ancaman sanksi pidananya.

Pada UU PPLH ancaman pidananya lebih berat, karena sanksi yang dijatuhkan

berupa pidana penjara dan denda diperberat sepertiga. Sedangkan dalam UU

PLH, ancaman pidananya hanya berupa pidana denda diperberat dengan

sepertiga.

Sementara itu, berkaitan dengan hasil putusan hakim dalam kasus

pencemaran lingkungan hidup, pada bagian menimbang menyebutkan bahwa

dalam dakwaan didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 43

ayat (1) Jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang unsurnya adalah sebagai berikut :

Page 70: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

a) Barang siapa

b) Dengan Melanggar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku

c) Sengaja melepaskan atau membuang zat, energi dan atau komponen lain

yang berbahaya atau beracun masuk di atas tanah atau ke dalam tanah

berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara,

ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan,

mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang

berbahaya;

d) Padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan

tersebut dapat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup

atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain;

e) Perbuatan mana yang dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum

perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Hakim Anggota di

Pengadian Negeri Karanganyar, di katakan bahwa pertimbangan hakim dalam

memutus Perkara PT. Sariwarna asli, sesuai dengan Pasal 1 angka 24 Undang-

Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Orang

adalah orang perorangan dan atau kelompok orang dan atau badan hukum.

Lebih lanjut dikatakan oleh hakim anggota di PN Karanganyar

pertimbangan harus memenuhi unsur Barang siapa yang dalam hal ini

menyangkut masalah indentitas Terdakwa bernama Drs.SUTEDJO Bin

LISTYO SUSENO yang mana identitas dalam surat dakwaan dibenarkan oleh

Terdakwa selaku plant Manager PT SARI WARNA ASLI III di jalan Raya

Solo-Sragen Km 8.6 Karanganyar sebagaimana bukti Surat Keputusan Direksi

PT SARI WARNA ASLI III Asli Tekstil Industri No. 408/SWA

TI/03.DIR/VII-2004 tentang Pengangangkatan Terdakwa selaku selaku Plant

Manager PT SARI WARNA ASLI III unit SWA – III, Brujul, tanggal 20 JUli

2004. Oleh karena itu sesuai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Terdakwa sebagai

pimpinan perusahaan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan Perusahaan

Page 71: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

termasuk didalamnya pengolahan limbah produksi perusahaan karena

berdasarkan fungsi yang diembannya (fungsional Perpetrator).

Menurut Hakim Anggota di PN Karanganyar berdasarkan fakta yang

terungkap di persidangan diperoleh fakta bahwa baku mutu limbah cair PT

SARI WARNA ASLI III yang dibuang atau dilepas ke sungai Sroyo, melebihi

batas baku mutu limbah cair yang ditentukan dalam SK Gubernur Jateng No

660.1/02/1997. Berdasarkan hal tersebut, maka Majelis Hakim berpendapat

bahwa terdakwa sebagai Plan Manager korporasi telah melanggar ketentuan

SK Gubernur Jateng No 660.1/02/1997 tersebut. Selain itu menurut Hakim

Anggota di Pengadilan Negeri Karanganyar bahwa PT Sariwarna Asli

memenuhi unsur melepaskan atau membuang zat,energy dan atau komponen

lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas tanah atau ke dalam tanah

berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, dalam hal ini

diperoleh fakta limbah cair PT SARI WARNA ASLI III dibuang dan dilepas

ke sungai Sroyo, sebagimana adanya outlet limbah yang dialihkan ke sungai

Sroyo, limbah tersebut adalah merupakan zat atau komponen lain yang

berbahaya/beracun.

Lebih lanjut dikatakan Hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar,

unsur mengetahui sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut

dapat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup atau

membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, PT. SARI WARNA

ASLI III dimana terdakwa pelaku Plant Manager telah mengetahui atau sangat

beralasan untuk menduga bahwa pelepasan limbah cair yang ditentukan dalam

SK Gubernur Jateng No.660.1/02/1997 ke sungai Sroyo mempunyai potensi

terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.

Dikatakan oleh Hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar, Unsur

perbuatan yang dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan,

perserikatan, yayasan atau organisasi lain juga di penuhi dalam kasus

pencemaran oleh PT. Sariwarna Asli hal ini berdasarkan fakta Terdakwa Drs

Sutedjo Bin Listyo Suseno sebagai plant Manager PT SARI WARNA ASLI III

yaitu sebuah perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.

Page 72: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Berdasarkan hasil penelitian terebut diatas, maka dapat di analisis

bahwa berdasarkan teori ilmu hukum pidana, terdapat dua kriteria untuk

menentukan korporasi sebagai pelaku tindak pidana, yaitu kriteria roling dan

kriteria kawat duri (iron wire). Menurut kriteria roling, korporasi dapat

dimintakan pertanggungjawaban pidana apabila perbuatan yang dilarang

dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas korporasi atau untuk mencapai

tujuan korporasi. Berdasarkan teori kriteria kawat berduri, korporasi dapat

dijatuhkan hukuman pidana apabila dipenuhi dua syarat. Pertama, korporasi

memiliki kekuasaan (power) baik secara de jure maupun secara de facto untuk

mencegah atau menghentikan pelaku untuk melakukan kegiatan yang dilarang

oleh undang-undang. Kedua, korporasi menerima tindakan pelaku (acceptance)

sebagai bagian dari kebijakan korporasi.

Korporasi sebagai pelaku perbuatan pidana tidak dikenal dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karena dalam KUHP dikenal asas

atau adagium “actus non facit reum, nisi mens sit rea” atau “tiada pidana tanpa

kesalahan”. Asas ini mengandung konsekuensi bahwa yang dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana hanyalah yang memiliki kalbu saja yaitu manusia,

badan hukum tidak memiliki kalbu maka tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana.

Bertitik tolak pada prinsip asas “tiada pidana tanpa kesalahan”, maka

beberapa isi rumusan perumusan perundang-undangan pidana itu mengakui

badan hukum (korporasi) sebagai subjek tindak pidana, tetapi hanya saja yang

dapat dipertanggungjawabkan secara pidana adalah pengurus berdasarkan

kuasa dari badan hukum. Perkembangan kemudian, secara teoritis (menurut

doktrin) bahwa badan hukum sebagai subjek tindak pidana dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana, yaitu sebagai berikut:

a) Dapat dikenakan terhadap korporasi (badan hukum) itu sendiri;

b) Dikenakan kepada mereka yang memberi perintah atau yang bertindak

sebagai pemimpin dalam perbuatan tindak pidana (pengurus);

c) Dikenakan baik terhadap korporasi maupun mereka yang memberi perintah

atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan melakukan tindak

Page 73: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

pidana tersebut (pengurus) atau keduaduanya, yaitu badan hukum dan

pengurus.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam BAB XV dari Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup mengatur mengenai ketentuan pidana. Ketentuan pidana ini mencakup 2

(dua) macam atau 2 (dua) kategori delik, yang pertama adalah delik materil,

diatur dalam pasal 98-99, yang intinya mengatur tentang pengelolan hukum

terhadap orang-perorangan atau badan hukum yang telah melakukan suatu

tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan tercemarnya atau rusaknya

lingkungan, UU PPLH juga memuat delik materil yang diberlakukan kepada

pejabat pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan yang

dirumuskan dalam pasal 112 UU PPLH. Adapun yang kedua adalah delik

formil.

Dalam UUPPLH terdapat 16 (enam belas) jenis delik formil

sebagaimana dirumuskan dalam pasal 100 hingga pasal 111, kemudian pasal

113 hingga pasal 115.

a) Pasal 100 UUPPLH memuat rumusan delik formil tentang pelanggaran

baku mutu air limbah, baku mutu emisi, baku mutu gangguan.

b) Pasal 101 UUPPLH yakni delik formil tentang perbuatan melepaskan

dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup

yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin

lingkungan.

c) Pasal 102 UUPPLH yakni melakukan pengolahan limbah B3 tanpa izin.

d) Pasal 103 UUPPLH tentang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan

pengolahan.

e) Pasal 04 UUPPLH tentang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke

media lingkungan.

f) Pasal 105 UUPPLH yaitu memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

g) Pasal 106 UUPPLH tentang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 74: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

h) Pasal 107 UUPPLH limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

i) Pasal 108 UUPPLH tentang melakukan pembakaran lahan.

j) Pasal 109 adalah tentang kegiatan usaha tanpa memiliki izin lingkungan.

k) Pasal 110 UUPPLH tentang penyusunan AMDAL tanpa memiliki sertifikat

kompetensi penyusunan AMDAL.

l) Pasal 111 UUPPLH tentang pejabat pemberi izin lingkungan tanpa

dilengkapi AMDAL atau UKL-UPL.

m) Pasal 111 ayat (2) UUPPLH tentang pejabat pemberi izin usaha tanpa

dilengkapi dengan izin lingkungan.

n) Pasal 113 UUPPLH tentang memberikan informasi palsu, merusak

informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan

dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan

dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

o) Pasal 114 UUPPLH tentang penanggung jawab kegiatan usaha yang tidak

melaksanakan paksaan pemerintah.

p) Pasal 115 UUPPLH tentang perbuatan sengaja mencegah, menghalang-

halangi atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan

hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil.

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam memutus perkara pencemaran

yang dilakukan oleh PT Sariwarna Asli, maka dapat disimpulkan bahwa PT

Sariwarna Asli telah melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 43 ayat

(1) Jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang unsurnya adalah barang siapa, dengan Melanggar

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau

membuang zat, energi dan atau komponen lain yang berbahaya atau beracun

masuk di atas tanah atau ke dalam tanah berbahaya atau beracun masuk di atas

atau ke dalam tanah, ke dalam udara, ke dalam air permukaan, melakukan

impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut,

menjalankan instalasi yang berbahaya dan padahal mengetahui atau sangat

beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan

Page 75: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

pencemaran atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan

umum atau nyawa orang lain serta perbuatan mana yang dilakukan oleh atau

atas nama suatu badan hukum perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi

lain.

Adapun dalam hal penjatuhan pidana, terdakwa dijatuhi pidana penjara

selama 5 (lima) bulan, dengan ketentuan bahwa pidana tersebut tidak usah

dijalankan kecuali jika kemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan

lain disebabkan karena terdakwa telah bersalah melakukan suatu tindak pidana

sebelum masa percobaan selama 7 (tujuh) bulan berakhir dan denda Rp

65.000.000,00 (enam puluh lima juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda

tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara kurungan selama 1 (satu)

bulan. Putusan pada tingkat Pengadilan Negeri tersebut diperkuat dengan

Putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Penjatuhan pidana sebagaimana disebutkan di atas, dapat dikategorikan

sebagai pidana bersyarat. Hal ini sebagaimana pendapat dari Muladi yang

menyebutkan bahwa pidana bersyarat adalah suatu pidana, dalam hal mana si

terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa

percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang

telah ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan yang mengadili

perkara tersebut mempunyai wewenang untuk mengadakan perubahan syarat-

syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan agar pidana dijalani apabila

terpidana melanggar syarat-syarat tersebut. Pidana bersyarat ini merupakan

penundaan terhadap pelaksanaan pidana.61

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh R. Soesilo yang

menyebutkan pidana bersyarat adalah untuk memberikan kesempatan kepada

terpidana supaya dalam tempo percobaan itu ia memperbaiki dirinya dengan

jalan menahan diri tidak akan berbuat suatu tindak pidana lagi atau melanggar

perjanjian yang telah ditentukan oleh hakim kepadanya.62

61

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, alumni, Bandung, 1985, hlm. 195-196. 62

ibid

Page 76: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pidana bersyarat merupakan

suatu pidana yang dijatuhkan kepada terpidana tanpa harus menjalan pidana

tersebut, kecuali selama dalam masa percobaan melakukan pelanggaran

terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pengadilan. Oleh karena itu,

selama dalam masa percobaan tersebut, terpidana harus menjaga perilakunya

untuk tidak melakukan pelanggaran atau tindak pidana sebagaimana syarat-

syarat yang sudah ditentukan oleh pengadilan.

2. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap Tindak Pidana dalam

bidang Lingkungan Hidup yang Ideal

Dalam mempertahankan dan memelihara hukum lingkungan berada di

tangan para pejabat administrasi, karena para pejabat administrasi tersebut

yang mengeluarkan izin dan dengan sendirinya terlebih dahulu mengetahui jika

tidak ada izin atau syarat-syarat dalam izin dilanggar. Penelusuran dari

dokumen-dokumen (AMDAL, izin (lisensi), dan pembagian tugas pekerjaan

dalam jabatan-jabatan yang terdapat pada badan hukum (korporasi) yang

bersangkutan) akan menghasilkan data, informasi dan fakta dampak negatif

yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha yang bersangkutan dan sejauh mana

pemantauan dan pengendalian yang telah dilakukan terhadap dampak tersebut.

Dari dokumen-dokumen tersebut dapat diketahui pula, bagaimana hak dan

kewajiban pengurus-pengurus perusahaan, dapat untuk memantau, mencegah

dan mengendalikan dampak negatif kegiatan perusahaan. Penelusuran itu

menjadi dasar apakah pencemaran dan/atau perusakan lingkungan tersebut

terjadi karena kesengajaan atau kelalaian.

Penegakan hukum pidana merupakan ultimum remedium atau upaya

hukum terakhir karena tujuannya adalah untuk menghukum pelaku dengan

hukuman penjara atau denda. Jadi, penegakan hukum pidana tidak berfungsi

untuk memperbaiki lingkungan yang tercemar, tetapi penegakan hukum pidana

selalu diterapkan secara selektif.

Sanksi pidana di dalam hukum lingkungan mencakup dua macam

kegiatan yakni: perbuatan mencemari lingkungan dan perbuatan merusak

Page 77: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

lingkungan. Termasuk ke dalam perbuatan merusak lingkungan, antara lain

adalah penebangan kayu di hutan lindung, memburu, menangkap dan

membunuh satwa yang dilindungi serta mengambil, merusak dan memperjual

belikan jenis tumbuhan yang dilindungi. Membuktikan adanya kesalahan

tidaklah mudah karena harus lebih dulu dibuktikan adanya hubungan sebab

akibat (causality) antara perbuatan pencemaran dengan kerugian dari si

penderita. Khususnya bagi masalah lingkungan, hal membuktikan atau

menjelaskan hubungan sebab akibat dari perbuatan si poluter dengan korban,

merupakan hal yang sulit. Menganalisis suatu pencemaran membutuhkan

penjelasan yang bersifat ilmiah, teknis dan khusus (transfrontier) sehingga bila

skalanya bersifat meluas dan serius, maka membuktikan hubungan sebab

akibat dalam kasus pencemaran justru lebih menyulitkan. Oleh karena itu,

penerapan sistem tanggungjawab yang bersifat biasa tidaklah mencerminkan

rasa keadilan.

Dalam hal tindak pidana kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh

kegiatan korporasi dalam Pasal 88 UUPPLH sudah mengatur secara tegas

mengenai strict liability. Pasal 88 menyebutkan “setiap orang yang

tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan

dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius

terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang

terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa dimaksud dengan strict

liability adalah pembuat sudah dapat dipidana jika telah melakukan perbuatan

sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat bagaimana sikap

batinnya, yaitu dapat diartikan pula sebagai “liability without fault”

(pertanggungjawaban tanpa kesalahan). Pertanggungjawaban korporasi tindak

pidana lingkungan harus memperhatikan hal berikut:

a. Korporasi mencakup baik badan hukum (legal entity) maupun nonbadan

hukum seperti organisasi dan sebagainya.

b. Korporasi dapat bersifat privat (private yuridical entity) dan dapat pula

bersifat publik (public entity).

Page 78: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

c. Apabila diidentifikasikan bahwa tindak pidana lingkungan dilakukan dalam

bentuk organisasional, maka orang alamiah (managers, employess) dan

korporasi dapat dipidana baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama

(bipunishment provision).

d. Terdapat kesalahan manajemen dalam korporasi dan terjadi apa yang

dinamakan breach of a statutory or regulatory provision.

e. Pertanggungjawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-

orang yang bertanggungjawab di dalam badan hukum tersebut berhasil

diidentifikasi, dituntut, dan dipidana.

f. Segala sanksi pidana dan tindakan pada dasarnya dapat dikenakan pada

korporasi, kecuali pidana mati dan pidana penjara.

g. Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi tidak menghapuskan kesalahan

perorangan.

h. Pemidanaan terhadap korporasi hendaknya memerhatikan kedudukan

korporasi untuk mengendalikan perusahaan, melalui kebijakan pengurus

atau para pengurus (corporate executive officers) yang memiliki kekurangan

untuk memutuskan (power of decision) dan keputusan tersebut telah

diterima (accepted) oleh korporasi tersebut.

UUPPLH mengakui tentang tanggung jawab korporasi seperti diatur

dalam Pasal 116 UUPPLH sampai 119 UUPPLH. Berdasarkan pasal 117

UUPLH, jika tindak pidana dilakukan oleh atau atas nama badan hukum,

perseroan, perserikatan yayasan atau organisasi lain, ancaman pidananya

diperberat sepertiga. Disamping pidana denda, korporasi yang melakukan

tindak pidana bisa dijatuhkan hukuman pokok berupa denda dan hukuman

tambahan berupa tindakan tata tertib sebagai berikut:

a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana (fruit of crime);

b. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan;

c. Perbaikan akibat tindak pidana;

d. Mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak;

e. Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak;

f. Menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

Page 79: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Karena rumusan Pasal 119 UUPPLH tersebut tidak secara tegas

menyebutkan apakah jenis hukuman ini alternatif atau dapat dikenakan dua

atau lebih sekaligus, penulis berpendapat jenis-jenis hukuman itu dapat

dikenakan dua atau lebih sekaligus tergantung pada kasus perkasus atau akibat-

akibat dari pelanggaran.

Prinsip strict liability Dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara harafiah istilah strict

liability itu diterjemahkan menjadi, tanggung jawab secara tegas; tanggung

jawab secara tepat; tanggung jawab secara teliti dan tanggung jawab secara

keras.

Asas strict liability disebut pula dengan istilah absolut liability, yaitu

prinsip tanggungjawab mutlak (no-fault liability or liability without fault )

sebagai prinsip tanggungjawab tanpa keharusan untuk membuktikan adanya

kesalahan dengan didasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

a. Adalah sangat esensial untuk menjamin dipatuhinya peraturan-peraturan

penting tertentu yang diperlukan untuk kesejahteraan sosial.

b. Pembuktian adanya “mens rea” akan menjadi sangat sulit untuk

pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan kesejahteraan social

itu.

c. Tingginya tingkat bahaya sosial yang ditimbulkan oleh perbuatan yang

bersangkutan.

Menurut common law, strict liability berlaku terhadap tiga macam delik:

a. Public nuisance (gangguan terhadap ketertiban umum, menghalangi jalan

raya, mengeluarkan bau tidak enak).

b. Criminal libel (fitnah, pencemaran nama).

c. Contempt of court (pelanggaran tata tertib pengadilan).

d. Strict Liability sebagai Pertanggungjawaban Khusus dalam Hukum

Lingkungan ilmu hukum mengenal dua jenis tanggung gugat, yaitu

tanggung gugat berdasarkan kesalahan (liability based on fault) dan

tanggunggugat tidak berdasarkan kesalahan (liability without fault ) atau yang

juga disebut strict liability. Selain tetap menganut tanggung gugat berdasarkan

Page 80: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

kesalahan, UUPPLH juga memberlakukan tanggung gugat tanpa kesalahan

(strict liability) yaitu untuk kegiatan-kegiatan yang “menggunakan bahan-

bahan berbahaya dan beracun atau menghasilkan dan/atau mengelola limbah

bahan berbahaya dan beracun dan/atau yang menimbulkan ancaman serius

terhadap lingkungan hidup.”

Berbeda dengan UUPLH yang menggunakan istilah penanggungjawab

“membayar ganti rugi secara langsung dan seketika” serta adanya pengecualian

atas keberlakuan tanggung gugat mutlak, dalam UUPPLH menggunakan istilah

bertanggungjawab secara mutlak tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan serta

tidak adanya ketentuan pengecualian.

Unsur-unsur yang bersifat khusus yang mencirikan kepada jenis

pertanggungjawaban khusus itu adalah strict liability, yang ciri utamanya

antara lain timbulnya tanggungjawab langsung dan seketika pada saat

terjadinya perbuatan, sehingga tidak perlu dikaitkan dengan unsur kesalahan

(fault, schuld). UUPPLH memperkenalkan asas tanggung jawab yang bersifat

khusus yang disebut strict liability. Asas ini termuat dalam Pasal 88 UUPPLH

yang bunyi lengkapnya sebagai berikut:

Pasal 88 UUPLH: Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau

kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,

dan/atau 80 UU RI No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

140 yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup

bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian

unsur kesalahan.

Rumusan pasal tersebut secara jelas bersifat khusus karena unsur-

unsurnya telah secara khusus menunjuk kepada hal atau syarat tertentu

sehingga dapat diidentifikasi atau digolongkan ke dalam bentuk

pertanggungjawaban tertentu. Selain itu, Pasal 88 UUPPLH mengandung

beberapa unsur penting, yaitu:

a. Setiap orang (perseorangan atau badan usaha);

b. Suatu tindakan, usaha atau kegiatan;

Page 81: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

c. Menggunakan B3;

d. Menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3;

e. Menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup;

f. Tanggungjawab timbul secara mutlak atas kerugian yang terjadi;

g. Tanggungjawab tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Berdasarkan unsur-unsur di atas, unsur nomor 6) dan 7) dapat

diinterpretasikan sebagai suatu pengertian yang tampaknya belum umum dalam

perangkat-perangkat hukum Indonesia. Dalam pengertian (logika) hukum yang

umum bahwa tidaklah mungkin untuk menentukan seseorang

bertanggungjawab pada suatu hal yang merugikan seseorang, sebelum ia

dinyatakan bersalah. Artinya, seseorang tidak dapat dibebankan kewajiban

bertanggungjawab kecuali kalau bukan atas dasar kesalahan (fault )

sebagaimana dengan prinsip dari “Tortious Liability”.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dikaitkan dengan strict liability (risico

aansprakelijkeheid) adalah kegiatan pengolahan bahan berbahaya; kegiatan

pengolahan limbah bahan berbahaya; kegiatan pengangkutan bahan berbahaya

melalui laut, sungai dan darat; serta kegiatan pengeboran atas tanah yang

menimbulkan ledakan. Akan tetapi di dalam undang-undang yang baru ini

(UUPPLH) tidak disebutkan alasan-alasan yang dapat membebaskan seorang

tergugat dari kewajiban membayar ganti rugi, sebagaimana yang dicantumkan

dalam UUPLH pasal 35 ayat (2).

Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari

kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang

bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini:

a. adanya bencana alam atau peperangan; atau

b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau

c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Page 82: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ajaran strict liability ini hanya

diberlakukan terhadap tindak pidana tertentu saja, yaitu tindak pidana atau

perbuatan pidana:

a. Tindak pidana pelanggaran, atau

b. Tindak pidana kejahatan yang;

1. Telah mengakibatkan kerugian terhadap keuangan atau perekonomian

Negara, atau

2. Telah menimbulkan gangguan ketertiban umum (ketentraman publik),

atau

3. Telah menimbulkan kematian missal, atau telah menimbulkan derita

jasmaniah secara missal yang bukan kematian, atau

4. Telah menimbulkan kerugian keuangan secara missal, atau telah

5. menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan, atau

c. Tindak pidana yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan pula yang disebut

tindak pidana korporasi ialah:

a. tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang bertindak untuk dan atas

nama korporasi;

b. tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang memberi perintah atau

c. pemimpin atau korporasi sendiri; dan tindak pidana yang dilakukan oleh

karyawan rendahan yang semata-mata melakukan perintah atasannya, tidak

dapat dituntut dan dijatuhi sanksi pidana. Adanya ketentuan tentang tindak

pidana korporasi maka para pengusaha akan lebih berhati-hati dalam

menjalankan perusahaannya. Bila pengusaha itu misalnya melakukan

perintah untuk melakukan tindak pidana lingkungan hidup, maka dia dan

perusahaannya itu pun dapat dikenai sanksi pidana yang dendanya

diperberat dengan sepertiga.

Badan hukum atau korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara

pidana harus dikaitkan dengan strict liability, karena suatu korporasi sulit

untuk dilihat dari hal “mampu bertanggungjawab” atau melihat korporasi

melakukan tindak pidana dengan kesalahan berupa kesengajaan atau kelalaian,

Page 83: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

sehingga lebih baik melihat korporasi yang telah melakukan tindak pidana

maka hukuman pidana merupakan suatu konsekuensi. Dimaksudkan dengan

strict liability adalah pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without

fault), yang dalam hal ini pembuat sudah dapat dipidana jika telah melakukan

perbuatan yang dilarang sebagaimana telah dirumuskan dalam undang-undang

tanpa melihat lebih jauh sikap batin pelaku.

PT. Sariwarna Asli. merupakan korporasi karena itu PT Sariwarna Asli

merupakan subjek hukum. Sebagai subjek hukum PT Sariwarna Asli dapat

dimintai pertanggung jawaban korporasi dari akibat kegiatan pencemaran

lingkungan yang dilakukannya. Oleh karena PT Sariwarna Asli merupakan

korporasi, maka pasal yang tepat dikenakan untuk PT Sariwarna Asli ialah

Pasal 116 ayat (2) UUPPLH 2009.

Penerapan Prinsip Strict Liability terhadap Korporasi terdapat dalam

Pasal 21 UUPLH, Pasal 35 UUPLH dan Pasal 88 UUPPLH merupakan dasar

hukum penerapan strict liability terhadap perusak dan atau pencemar

lingkungan yang penuangannya berbentuk ketentuan umum (general clause),

dan menurut penjelasan pasal 21 UUPLH dikenakan secara selektif dalam

beberapa kegiatan yang menyangkut jenis sumber daya tertentu yang akan

ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dapat

menentukan jenis dan kategori kegiatan yang akan terkena oleh ketentuan

termaksud. Penerapan asas tanggunggugat mutlak dilaksanakan secara bertahap

sesuai dengan perkembangan kebutuhan.

Pasal 35 ayat (1) UUPLH 1997 merupakan pasal dalam UUPLH 1997

yang mengatur tentang asas strict liability, pasal tersebut selengkapnya

berbunyi sebagai berikut:

“Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan

kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap

lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,

dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun,

bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan,

dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika

pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”

Page 84: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Pengenaan strict liability berdasarkan pasal 35 ayat (1) UUPLH 1997

mengatur bahwa subjek yang dikenakan strict liability ialah Penanggung jawab

usaha dan/atau kegiatan. Menurut penjelasan pasal 88 UUPLH, yang dimaksud

dengan “bertanggungjawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan

tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti

rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex speciallis dalam gugatan tentang

perbuatan melanggar hukum pada umumnya.

Manfaat dari asas strict liability adalah pentingnya jaminan untuk

mematuhi peraturan-peraturan penting tertentu yang diperlukan untuk

kesejahteraan masyarakat, Bukti kesalahan sangat sulit didapat atas

pelanggaran-pelanggaran peraturan yang berhubungan dengan kesejahteraan

masyarakat, Tingkat bahaya sosial yang tinggi yang timbul dari perbuatan-

perbuatan itu.

Dengan digunakannya strict liability sebagai sistem hukum yang baru,

hambatan-hambatan yang dialami pihak penderita dapat diterobos. Berdasarkan

sistem ini, pembuktian tidak lagi dibebankan pada pihak pengklaim (korban

yang dirugikan), sebagaimana yang selama ini lazim dianut, tetapi dibebankan

pada pihak pelaku perbuatan melawan hukum.

Di sini berlaku asas pembuktian terbalik (Omkerings van Bewijslast).

Dikaitkan dengan kasus PT Sariwarna asli maka penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatan ialah korporasi itu sendiri (PT Sariwarna Asli.). PT

Sariwarna Asli patut untuk dikenakan asas strict liability karena dari kegiatan

telah menimbulkan dampak yang sedemikian besar yaitu mengakibatkan

terjadinya pencemaran lingkungan.

Sementara itu dalam konteks ius constituendum, RUU KUHP telah

mengadopsi doktrin pertanggungjawaban strict liability. Ketentuan ini diatur

dalam Pasal 38 ayat (1) dari RUU KUHP, yaitu: “bagi tindak pidana tertentu,

Undang-Undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata-

mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tersebut tanpa

memperhatikan adanya kesalahan”.

Page 85: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Ketentuan tersebut di atas, hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu

saja yang ditetapkan oleh undang-undang. Pelaku tindak pidana akan dibebani

pertanggungjawaban tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu adanya kesalahan

(mens rea) ketika perbuatan (actus reus) dilakukan. Pemberlakuan ketentuan

strict liability terhadap tindak pidana tertentu saja adalah sudah tepat, karena

penerapannya tidak boleh sembarangan melainkan harus dengan pembatasan,

sehingga penerapannya tidak meluas.

Page 86: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pertimbangan hakim menjatuhkan putusan pidana bersyarat terhadap korporasi.

Pidana bersyarat adalah suatu pidana dalam hal mana terpidana tidak

perlu menjalani pidana tersebut, kecuali apabila selama masa percobaan

terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah

ditentukan oleh pengadilan. Adapun pidana bersyarat dijatuhkan oleh hakim

dengan pertimbangan untuk menghindari akibat-akibat negatif dari pidana

perampasan kemerdekaan Terdakwa selaku Plan Manager yang nantinya akan

menghambat usaha pemasyarakatan setelah narapidana kembali ke masyarakat.

Selain itu, dengan pidana bersyarat yang dijatuhkan dapat mengurangi biaya-

biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memperbaiki ekosistem

yang merupakan tanggung jawab korporasi. Oleh karena itu dengan

dijatuhkannya pidana bersyarat, diharapkan dapat membatasi kerugian-

kerugian dari penerapan pidana pencabutan kemerdekaan khususnya bagi

pekerja yang menggantungkan hidupnya di Korporasi.

2. Model ideal pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap tindak pidana

dalam bidang lingkungan hidup.

Pada kasus tindak pidana dalam bidang lingkungan hidup yang dilakukan

korporasi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan ialah korporasi itu

sendiri. Korporasi tersebut patut untuk dikenakan asas strict liability karena

dari kegiatan telah menimbulkan dampak yang sedemikian besar yaitu

mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian, Strict

liability dapat ditujukan terhadap pertanggungjawaban pidana korporasi,

terutama yang menyangkut perundangan terhadap kepentingan

umum/masyarakat. Berdasarkan sistem ini, pembuktian tidak lagi dibebankan

pada pihak pengklaim (korban yang dirugikan), sebagaimana yang selama ini

76

Page 87: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

lazim dianut, tetapi dibebankan pada pihak pelaku perbuatan melawan hukum.

Dalam RUU KUHP juga telah mengadopsi doktrin pertanggungjawaban strict

liability. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 38 ayat (1) dari RUU KUHP, yaitu:

“bagi tindak pidana tertentu, Undang-Undang dapat menentukan bahwa

seseorang dapat dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur

tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan adanya kesalahan”.

B. Implikasi

Konsekuensi logis dari kesimpulan hasil penelitian tersebut di atas,

menyebabkan timbulnya implikasi sebagai berikut:

1. Adanya pidana bersyarat yang dijatuhkan pada korporasi, maka korporasi dapat

tetap beroperasi seperti biasa dan dapat melakukan perbaikan atas kerusakan

lingkungan yang telah tercemar. Selain itu, dengan pidana bersyarat dapat

digunakan sebagai upaya preventif atas tindak pidana pencemaran lingkungan

yang dilakukan oleh pihak korporasi.

2. Dengan diterapkannya asas strict liability, maka pelaku usaha yang melakukan

kegiatan usaha akan lebih bertanggungjawab. Tidak hanya bertanggung jawab

terhadap warga setempat tetapi juga terhadap dampak lingkungan.

C. Saran

Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disarankan sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah

Pemerintah perlu melakukan pengaturan yang lebih rinci mengenai

pertanggungjawaban pidana korporasi baik melalui amandemen terhadap

undang-undang yang sudah ada maupun dalam RUU KUHP sebagai pedoman

umum. Pengaturan tersebut meliputi: ketentuan mengenai kapan suatu

korporasi dapat dikatakan melakukan tindak pidana, ketentuan mengenai siapa

yang dapat dituntut dan dijatuhi pidana atas kejahatan yang dilakukan

korporasi, serta ketentuan mengenai jenis-jenis tindak pidana yang dapat

dijatuhkan kepada korporasi.

2. Bagi Hakim

Page 88: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Sebaiknya, hakim dapat menjatuhkan hukuman maksimal kepada korporasi

yang telah terbukti melakukan pencemaran lingkungan. Hal ini tersebut

dimaksudkan supaya dapat menimbulkan efek jera bagi korporasi, mengingat

dampak yang timbul akibat dari pencemaran/kerusakan lingkungan hidup dapat

merugikan masyarakat, baik secara ekonomi, sosial dan budaya.

Page 89: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti.

Amirudin A. Dajaan Imami, dkk. 2009. Asas Subsidaritas : Kedudukan dan

Implementasi dalam Penegakan Hukum Lingkungan. Bandung : PP-PSL

FH UNPAD dan Bestari.

Anisa Handayani. 2007.Pertanggungjawaban Pidana Korporasi sebagai Pelaku

Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Tesis. Universitas Andalas.

Bambang Poernomo. 2002. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem

Pemasyarakatan. Yogyakarta : liberty.

Barda Nawawi Arief. 2002. Sari Kuliah Perbandingan Hukum Pidana. Bandung

: Raja Grafindo.

Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Chidir Ali, 1991. Badan Hukum, Bandung: Alumni

Dwidja Priyatno, 1991, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana,

Bandung: Sekolah Tinggi Hukum.

Dwidja Priyatno, 2004. Kebijakan Legislasi Tentang Sistem

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di Indonesia, Bandung: CV

Utomo.

HB. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press.

James P. Spradley. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Kariawan Barus. 2011. Analisis Yuridis Pemidanaan Terhadap Korporasi Yang

Melakukan Tindak Pidana Di Bidang Lingkungan Hidup Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Universitas Sumatera Utara.

Koesnadi Hardjasumatri. 1990. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta : Gajah

Mada University Press.

Mahrus Ali. 2008. Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi

Penanggulangan Kejahatan Korporasi. Yogyakarta : Arti Bumintaran.

Page 90: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Jimly Asshiddiq, 2006. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta:

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Mardjono Reksodiputro, 2007, Tindak Pidana Korporasi dan

Pertanggungjawabannya Perubahan Wajah Pelaku Kejahatan di

Indonesia,” dalam Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan,

Jakarta: Kumpulan Karangan Buku Kesatu, Pusat Layanan Keadilan dan

Pengabdian Hukum.

Mardjono Reksodipiutro. 2010. Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan

Kejahatan. Jakarta : Departemen Kriminologi FISIP UI.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 2007, Analisis Data Kualitatif,

Jakarta: UI Press.

Evan Elroy Situmorang. 2012. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi terhadap Korban Kejahatan Korporasi. Tesis.

Semarang : UNDIP.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta : UI Press.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori Dan Kebijakan Pidana.

Bandung : Alumni.

Muladi. 2004. Makalah Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana

(Corporate Crimina Liability). Bandung : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum.

Muladi dan Dwidja Priyatno. 2012. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.

Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Nyoman Serikat Putra Jaya. 2012. Hukum dan Hukum Pidana di Bidang

Ekonomi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

P.A.F Lamintang, 1984, Hukum Penintensier Indonesia, Bandung : Armico.

Puspa, Yan Pramadya, 1977, Kamus Hukum, Semarang : CV. Aneka Ilmu.

R. Soesilo. 1991. Pokok-pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-

delik Khusus. Bogor : Politeia.

Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung : Mandar

Maju.

Setiono. 2010. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum, Surakarta

: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Page 91: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Sigid Suseno dan Nella Sumika Putri. 2013. Hukum Pidana Indonesia:

Perkembangan dan Pembaharuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soejadi. 2003. Refleksi mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di

Indonesia. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Sudikno Mertokusumo. 1988. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar. Yogyakarta :

Liberty.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung.

Soejadi, 2003, Refleksi mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di

Indonesia, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Soetandyo Wignjosoebroto. 2002. Hukum, Metode dan Dinamika Masalahnya,

Jakarta :Elsam dan Huma.

Utrecht, E. 1987. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II. Surabaya : Pustaka

Tinta Mas.

Yahya Harahap. 1997. Beberapa Tinjauan tentang Permasaahan Hukum.

Bandung : Citra Aditya Bakti.

B. Jurnal dan Makalah

Asmani, Jentera Jurnal Hukum, diakses pada tanggal 16 Pebruari 2013, Pukul

11.00. WIB.

Azhari, A.F, “Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bertanggung Jawab di

Mahkamah Konstitusi: Upaya Menemukan Keseimbangan”, Jurnal

Jurisprudence, Vol. 2, No. 1, Maret 2005.

Forest L. Reinhardt, Corporate social responsibility, business strategy, and the

environment, Oxford Review of Economic Policy, Volume 26, Number 2,

2010, Sabtu 7 Maret 2015.

Hanafi. 1999. “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”. Jurnal Hukum

Vol 6, 1999.

Indriati Amarini. 2010. “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Undang-

Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Jurnal UMP Purwokerto.

Miller, N.J. 2002. “Independence in The International Judiciary: General

Overview of The issues”. Background paper for the meeting of the study

Page 92: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

group of the international law association. Burgh House, Hupstead,

London.

Natsir Asnawi. 2013. “Kekuasaan Kehakiman dalam Perspektif Politik Hukum

(Studi tentang Kebijakan Hukum dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman)”.Varia Peradilan No. 332. 2013.

Rafael La Porta, Investor protection and corporate governance, Journal of

Financial Economics 58, Sabtu 7 Maret 2015.

Rina Agustina, Analisa hukum terhadap unsur tindak pidana lingkungan hidup

dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan, Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11, Sabtu

7 Maret 2015.

Sally S. Simpson, An Empirical Assessment of Corporate Environmental Crime-

Control Strategies, Journal of Criminal Law and Criminology, Volume

103, Sabtu 7 Maret 2015.

Yudi Krismen, Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kejahatan ekonomi,

Jurnal Ilmu Hukum, Volume 4 Nomor 1, Sabtu 7 Maret 2015.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2001 Nomor 134 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4150).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 140) dan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5059)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 122 dan Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5164).

Page 93: Disusun oleh : NIM: 331202008 PROGRAM MAGISTER ILMU … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengadilan Mahkamah Agung RR ENDANG DWI HANDAYANI commit to user i ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

D. Data Elektronik

Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya,

disampaikan dalam ceramah di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera

Utara, tanggal 27 April 2006.

Saleh, M. Ridha, Lingkungan Hidup: Untuk Kehidupan Tidak Untuk

Pembangunan, Kertas Posisi, www.walhi.com 25 Oktober 2012, 10.00