distribusi solute antara dua pelarut tak tercampur

26
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK PERCOBAAN II DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR Disusun oleh : Nama : Indah Hapsari NIM : J0B111245 Kelompok : V Asisten : Lilik Nofianti PROGRAM STUDI D3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

Upload: payung-merah

Post on 07-Dec-2014

958 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

manfaatkan dengan baik

TRANSCRIPT

Page 1: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK

PERCOBAAN II

DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Disusun oleh :

Nama : Indah Hapsari

NIM : J0B111245

Kelompok : V

Asisten : Lilik Nofianti

PROGRAM STUDI D3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2012

Page 2: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

PERCOBAAN I

PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN

MASSA JENIS GAS

I. TUJUAN PERCOBAAN

Menentukan konstanta kesetimbangan suatu solut terhadap pelarut

yang tidak tercampur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua

zat atau lebih. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut

(zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak

daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven.

Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam

konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan

pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Bila ke dalam

dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat

larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut

dengan perbandingan tertentu, hal ini sesuai menurut hukum distribusi

Nernst. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam

praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut

tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan

konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan

suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi

atau koefisien (Underwood, 2002).

Nernst pertama kalinya memberi pernyataan yang jelas mengenai

hukum distribusi ketika tahun 1891, ia menunjukkan bahwa suatu zat

terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat

bercampur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada

kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperature tertentu.

Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak

saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua

Page 3: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan (Soebagio,

2002).

Hukum distribusi atau partisi. Cukup diketahui berbagai zat-zat

tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan

dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam

karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila

cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air,

dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian

dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-

cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida

dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke

dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod

dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian

didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu

keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida

dan larutan iod dalam air (Vogel. 1986).

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut

terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu

temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka

banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka

banding distribusi ini tidak bergantungpada spesi molekul lain apapun

yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar

kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990).

Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam

dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan

konsentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan

suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi

atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai

rumus sebagai berikut : Kd= C2/C1 atau Kd= Co/Ca dengan Kd =

Koefisien distrribusi, dan C1, C2, Co, dan Ca adalah konsentrasi solute

pada pelarut 1,2 organik dan air (Soebagio, 2002).

Page 4: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Hukum Fase Gibb’s menyatakan bahwa P + V = C = 2 dimana P =

fase, C = komponen, V = derajat kebebasan. Pada ekstraksi pelarut, kita

mempunyai P = 2, yaitu fase air dan organic, C = 1, yaitu zat terlarut di

dalam pelarut dan fase air pada temperature dan tekanan tetap, sehingga

V = 1. Jadi kita dapatkan ; 2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2. Menurut

hukum distribusi Nernst, jika [X1] adalah konsentrasi zat terlarut dalam

fase 1 dan [X2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka pada

kesetimbangan X1 dan X2 di dapat KD K_D= ([X_2])/([X_1]) dimana

KD = koefisien partisi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak

bergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut.

Pada persamaan di atas, kita tidak menuliskan koefisien aktivitas zat pada

fase organic maupun fase air. Iod mampu larut dalam air dan juga dalam

kloroform. Akan tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut

tersebut cukup besar. Dengan mengekstraksi larutan iod dalam air ke

dalam kloroform, menghitung konsentrasi awal dari iod dalam air dengan

cara titrasi, maka dapat diperoleh konsentrasi iod dalam kedua pelarut

tersebut, sehingga koefisien distribusi iod dalam system kloroform air

dapat ditentukan (Khopkar, 2007).

Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan

metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya

dalam air) dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik).

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) di

antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat

berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat

organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk

analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia,

ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif

dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di laboratorium.

Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana),

alat ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat “Counter

Current Craig” (Alimin, 2007)

Page 5: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara

bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan

banyak dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan

menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut

pertama melalui corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan

sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut.

Setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan

yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan

untuk dilakukan analisis selanjutnya. Cara ini digunakan jika harga D

cukup besar (˃ 1000). Bila hal ini terjadi, maka satu kali ekstraksi sudah

cukup untuk memperoleh solut secara kuantitatif. Nmaun demikian,

ekstraksi akan semakin efektif jika dilakukan berulangkali menggunakan

pelarut dengan volume sedikit demi sedikit (Yazid, 2005)

Titrasi adalah cara analisis untuk menghitung jumlah cairan yang

dibutuhkan untuk bereaksi dengan sejumlah cairan lain yang diketahui

volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain

untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik

ekivalen.. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen

perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar

diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir

stoikometri. Suatu cairan yang mengandung reaktan ditempatkan dalam

buret, sebuah tabung yang panjang salah satu ujungnya terdapat kran

(stopkok) dengan skala milimeter dan sepersepuluh milimeter. Cairan di

dalam buret disebut titran dan pada titran ditambah indikator, perubahan

warna indikator menandai habisnya titrasi Hal ini diatasi dengan

pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir

titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana

penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan

warna indikator. (Wahyudi, 2000).

Page 6: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

III. ALAT DAN BAHAN

III.1 ALAT

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah corong pisah

250 mL, erlenmeyer 250 mL, buret 50 mL, pipet ukur 10 mL, dan

labu takar 50 mL.

III.2 BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Asam

Asetat 1 M, Petrolium eter, NaOH 0,5 M, dan indikator PP.

IV. PROSEDUR KERJA

1. 50 mL asam asetat dibuat dengan masing masing yang konsentrasinya

1,0; 0,8; 0,6; 0,4; 0,2 M.

2. 25 mL larutan diambil, dimasukkan kedalam corong pisah, sisanya

diambil lagi 10 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dititrasi

dengan larutan standar NaOH 0,5 M sehingga dapat diketahui

konsentrasi mula mula dari asam asetat sesungguhnya. Titrasi

silakukan sebanyak 2 kali.

3. Larutan asam asetat dalam corong pisah ditambah 25 mL petrolium

eter kemudian dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 10

menit. Kemudian dibiarkan sampai terjadi pemisahan yang jelas

antara air dan pertolium eter. Lapisan air dipisahkan kemudian

diambil 10 mL dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 M sehingga

diketahui konsentrasi dalam air setelah kesetimbangan. Semua titrasi

silakukan 2 kali.

4. Percobaan ini dilakukan untuk setiap konsentrasi asam asetat yang

berbeda seperti yang dibuat pada langkah 2 dan 3.

Page 7: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

V. HASIL PERCOBAAN

V.1Hasil Percobaan

1. Tabel

No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan

1. 50 mL asam asetat dibuat dengan

konsntrasi 1,0; 0,8; 0,6; 0,4; dan

0,2 M

Warna larutan bening berubah

menjadi merah muda

1 M = 50 mL

0,8 M = 40 mL

0,6 M = 30 mL

0,4 M = 20 mL

0,2 M = 10 mL

2. Larutan 25 mL asam asetat

dimasukkan ke dalam corong pisah

+ 25 mL petroleum eter, dikocok

hingga homogen selama 10 menit

terjadi pemisahan yang jelas

Terdapat pembagian atau batas antara

larutan asam asetat + petroleum eter

dengan air, pada bagian atas larutan

asam asetat dan petroleum eter

sedangkan dibawah air.

3. Larutan 10 mL asam asetat diambil

+ 2 tetes indikator PP dan dititrasi

dengan NaOH 0,5 M sebanyak dua

kali konsentrasi asam asetat

1,0 M

0,8 M

Warna larutan bening berubah

menjadi merah muda

V1 = 16,3 mL

V2 = 16,7 mL

VNaOH = 16,5 mL

V1 = 14 mL

V2 = 15 mL

VNaOH = 14,5 mL

Page 8: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

0,6 M

0,4 M

0,2 M

V1 = 8,6 mL

V2 = 8,2 mL

VNaOH = 8,4 mL

V1 = 5,8 mL

V2 = 6,6 mL

VNaOH = 6,2 mL

V1 = 3,8 mL

V2 = 3,0 mL

VNaOH = 3,4 mL

4. Lapisan air diambil 10 mL yang

telah dipisahkan dari petroleum eter

+ 2 tetes indikator PP dan dititrasi

dengan larutan standar NaOH 0,5M

1,0 M

0,8 M

0,6 M

0,4 M

Warna larutan bening berubah

menjadi merah muda

V1 = 15,2 mL

V2 = 16,2 mL

VNaOH = 15,7 mL

V1 = 15,2 mL

V2 = 13,2 mL

VNaOH = 14,2 mL

V1 = 8 mL

V2 = 9,6 mL

VNaOH = 8,8 mL

V1 = 8 mL

V2 = 6 mL

VNaOH = 7 mL

Page 9: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

0,2 M V1 = 3,6 mL

V2 = 3,6 mL

VNaOH = 3,6 mL

2. Perhitungan

Penentuan konsentrasi CH3COOH mula-mula

Untuk CH3COOH 1,0 M

Diketahui: VCH3COOH = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 16,5 mL

Ditanya: C CH3COOH = ?

Jawab: CCH3COOH =

CCH3COOH =

Untuk CH3COOH 0,8 M

Diketahui: VCH3COOH = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 14,5 mL

Ditanya: C CH3COOH = ?

Jawab: CCH3COOH =

CCH3COOH =

Untuk CH3COOH 0,6 M

Diketahui: VCH3COOH = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 8,4 mL

Ditanya: C CH3COOH = ?

Jawab: CCH3COOH =

Page 10: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

CCH3COOH =

Untuk CH3COOH 0,4 M

Diketahui: VCH3COOH = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 6,2 mL

Ditanya: C CH3COOH = ?

Jawab: CCH3COOH =

CCH3COOH =

Untuk CH3COOH 0,2 M

Diketahui: VCH3COOH = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 3,4 mL

Ditanya: C CH3COOH = ?

Jawab: CCH3COOH =

CCH3COOH =

b. Penentuan konsentrasi asam asetat kesetimbangan

Untuk CH3COOH 1,0 M

Diketahui: Vair = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 15,7 mL

Ditanya: C air = ?

Jawab: Cair =

Cair =

Page 11: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Untuk CH3COOH 0,8 M

Diketahui: Vair = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 14,2 mL

Ditanya: C air = ?

Jawab: Cair =

Cair =

Untuk CH3COOH 0,6 M

Diketahui: Vair = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 8,8 mL

Ditanya: C air = ?

Jawab: Cair =

Cair =

Untuk CH3COOH 0,4 M

Diketahui: Vair = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 7 mL

Ditanya: C air = ?

Jawab: Cair =

Cair =

Page 12: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Untuk CH3COOH 0,2 M

Diketahui: Vair = 10 mL

C NaOH = 0,5 M

V NaOH = 3,6 mL

Ditanya: C air = ?

Jawab: Cair =

Cair =

c. Konsentrasi asam asetat dalam petroleum eter

Untuk CH3COOH 1,0 M

Diketahui : C CH3COOH = M

C air = M

Ditanya : CPE = ?

Jawab : CPE = CCH3COOH - Cair

= 0,825M – 0,785M

= 0,04 M

Untuk CH3COOH 0,8 M

Diketahui : C CH3COOH = M

C air = M

Ditanya : CPE = ?

Jawab : CPE = CCH3COOH - Cair

= M – M

= 0,015 M

Untuk CH3COOH 0,6 M

Diketahui : C CH3COOH = M

C air = M

Ditanya : CPE = ?

Page 13: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Jawab : CPE = CCH3COOH - Cair

= 0,42 M – 0,44 M

= -0,02 M

Untuk CH3COOH 0,4 M

Diketahui : C CH3COOH = M

C air = M

Ditanya : CPE = ?

Jawab : CPE = CCH3COOH - Cair

= 0,31 M – 0,35 M

= -0,04 M

Untuk CH3COOH 0,2 M

Diketahui : C CH3COOH = M

C air = M

Ditanya : CPE = ?

Jawab : CPE = CCH3COOH - Cair

= 0,17 M – 0,18 M

= -0,01 M

3. Tabel Hasil Perhitungan

(CH3COOH)

Awal

(CH3COOH)

dalam air

(CH3COOH)

dalam PE

In dalam air In dalam

PE

M M 0,04 M -0,24 -3,22

M M 0,015 M -0,34 -4,20

M M -0,02 M -0,82 -0,20

M M -0,04 M -1,05 0,05

M M -0,01 M -1,72 0,54

Page 14: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

4. Grafik

Penentuan slope dan intersep pada grafik perhitungan:

y = ax + b

y = 2,0647x + 2,1783

didapatkan:

n (slope) = 2,0647

b = (ln ) = 2,1783

In = 2,1783

In = 2,1783

= anti In 2,1783

k =

k =

k = 0,2338

sehingga didapatkan:

n = 2,0647

k = 0,2338

VI.PEMBAHASAN

Page 15: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air)

mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik

yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke

dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana

pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di

dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi

(partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa

organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.

Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi

bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering

digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan

jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan

pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah,

yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak

bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan

sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada

kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk

dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.

Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang

dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak

zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna

proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali

mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk

ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi.

Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar

dengan jumlah pelarut yang kecil. Senyawa-senyawa organik, misalnya

dalam percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka

larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga

senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang

mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi

asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam asetat baik yang

Page 16: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang digunakan

dalam percobaan ini adalah Petrolium Eter.

Langkah pertama asam asetat dititrasi dengan NaOH 0,5 N

menggunakan indikator pp sampai berubah warna dari bening menjadi

merah muda. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa

asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air.

Langkah berikutnya, asam asetat diekstraksi dengan mencampurkan pada

pelarut organik seperti Petrolium. Ketika dimasukkan ke dalam corong

pisah, kedua fasa tersebut tidak saling campur. Campuran ini kemudian

dikocok beberapa menit, sehingga mengakibatkan terjadinya distribusi

asam asetat ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan disini

untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam

asetat pada kedua fasa.

Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran

kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. Pada pelarut Petrolium

eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah,

sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut Petrolium eter

berada pada lapisan atas. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis

pelarut organik dengan berat jenis air. Larutan asam asetat yang larut

dalam air (lapisan airnya) diambil, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,5 N

dan indikator pp. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari

bening menjadi merah muda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH3COOH + NaOH ↔ CH3COONa + H2O

Petrolium eter tidak dapat bercampur karena berbeda kepolarannya,

dan juga berat jenis air lebih besar dibandingkan petrolium eter, itu

sebabnya air berada dibawah dan petrolium eter berada diatas pada saat

didalam corong pisah. Pada percoaan kali ini hasil konsentasi dari

penentuan konsentrasi asam asetat mula mula untuk CH3COOH 1,0 M

yaitu 0,825M, untuk CH3COOH 0,8 M yaitu 0,725M, untuk CH3COOH

0,6 M yaitu 0,42 M, untuk CH3COOH 0,4 M yaitu 0,31M, untuk

Page 17: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

CH3COOH 0,2 M yaitu 0,17M. Dan pada penentuan konsentrasi asam

asetat seletat kesetimbangan CH3COOH 1,0 M yaitu 0,785M, untuk

CH3COOH 0,8 M yaitu 0,71M, untuk CH3COOH 0,6 M yaitu 0,44M,

untuk CH3COOH 0,4 M yaitu 0,35M, untuk CH3COOH 0,2 M yaitu

0,18M. Sedangkan konsentrasi petrolium eter CH3COOH 1,0 M yaitu 0,04

M, untuk CH3COOH 0,8 M yaitu 0,015 M, untuk CH3COOH 0,6 M yaitu

0,02 M, untuk CH3COOH 0,4 M yaitu -0,04 M, untuk CH3COOH 0,2 M

yaitu -0,01 M. Nilai k yang diperoleh akan menunjukkan kemampuan

solute terdistribusi dalam solven ke 2 (asam asetat dan air) terhadap

solven 1 (toluen). Nilai k dan n diperoleh dari perhitungan metode least

square dengan persamaan y = 2,0647x + 2,1783 yang menunjukkan grafik

hubunganantara log C air dengan log C organic (PE) adalah garis lurus.

Dimana semakin besar C air maka semakin besar C organik. Nilai k yang

diperoleh adalah 0,2338 dan nilai n adalah 2,0647.

VII. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini antara lain:

1. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur didasarkan

pada metode ekstraksi cair-cair tidak kontinyu, dimana kelarutan spesi zat

terlarut dalam sistem organik-air tergantung pada kedua jenis pelarut.

2. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur digunakan

untuk proses pemisahan suatu cairan organik dari suatu campuran (pelarut

organik dan air)

3. Air dan asam asetat tidak dapat bercampur karena adanya perbedaan

kepolaran

4. penentuan konsentrasi asam asetat mula mula untuk CH3COOH 1,0 M

yaitu 0,825M, untuk CH3COOH 0,8 M yaitu 0,725M, untuk CH3COOH

0,6 M yaitu 0,42 M, untuk CH3COOH 0,4 M yaitu 0,31M, untuk

CH3COOH 0,2 M yaitu 0,17M.

5. Pada penentuan konsentrasi asam asetat seletat kesetimbangan CH3COOH

1,0 M yaitu 0,785M, untuk CH3COOH 0,8 M yaitu 0,71M, untuk

CH3COOH 0,6 M yaitu 0,44M, untuk CH3COOH 0,4 M yaitu 0,35M,

untuk CH3COOH 0,2 M yaitu 0,18M.

Page 18: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

6. Konsentrasi petrolium eter CH3COOH 1,0 M yaitu 0,04 M, untuk

CH3COOH 0,8 M yaitu 0,015 M, untuk CH3COOH 0,6 M yaitu 0,02 M,

untuk CH3COOH 0,4 M yaitu -0,04 M, untuk CH3COOH 0,2 M yaitu -

0,01 M.

7. Nilai k dan n diperoleh dari perhitungan metode least square dengan

persamaan y = 2,0647x + 2,1783. Nilai k adalah 0,2338 dan nilai n adalah

2,0647.

Page 19: DISTRIBUSI SOLUTE ANTARA DUA PELARUT TAK TERCAMPUR

DAFTAR PUSTAKA

Alimin MS, Yunus M & Idris I. 2007. Kimia Analitik. Makassar: UIN Alauddin Makassar

Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Soebagio. 2002. Kimia Analitik II. Malang : JICA.

Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka

Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif (edisi ke-enam). Jakarta, Erlangga.

Vogel. 1986. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta: Kalman Media Pustaka

Wahyudi. 2000. Jurnal Kimia dan Larutan. Jurusan Kimia UNESA, Surabaya.

Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Jakarta: UI Press