distosia akibat gangguan pada tenaga persalinan

9
DISTOSIA AKIBAT GANGGUAN pada TENAGA PERSALINAN Distosia merupakan akibat dari 3 gangguan atau kombinasi antara : 1. Kelainan Tenaga Persalinan POWER Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataran servik (disfungsi uterus) serta gangguan kontraksi otot pada kala II. 2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin PASSANGER 3. Kelainan pada jalan lahir PASSAGE 1. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul) 2. Kelainan Jaringan Lunak sekitar jalan lahir yang menghalangi desensus janin ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya HIS dan KEMAMPUAN MENERAN pada persalinan kala II. Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu. Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu. 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus: 1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akanmeningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. 2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus. 3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra- indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SEKSIO SESAR lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan.

Upload: eni-naw

Post on 31-Jul-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DISTOSIA AKIBAT GANGGUAN pada TENAGA PERSALINANDistosia merupakan akibat dari 3 gangguan atau kombinasi antara : 1. Kelainan Tenaga Persalinan POWER Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataran servik (disfungsi uterus) serta gangguan kontraksi otot pada kala II. 2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin PASSANGER 3. Kelainan pada jalan lahir PASSAGE 1. Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul) 2. Kelainan Jaringan Lunak sekitar jalan lahir yang menghalangi desensus janin ABNORMALITAS TENAGA PERSALINAN Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya HIS dan KEMAMPUAN MENERAN pada persalinan kala II. Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu. Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu. 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus: 1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akanmeningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. 2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus. 3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SEKSIO SESAR lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan.JENIS DISFUNGSI UTERUS

Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan menuju kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang. Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada SBR. Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus. Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-

kurangnya 15 mmHg. Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg. Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi : 1. Disfungsi uterus HIPOTONIK : Tidak ada tonus basal Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal (synchronous) tetapi Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik. 2. Disfungsi HIPERTONIK (incoordinate uterine dysfunction) Basal tonus meningkat dan atau Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his ; akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his di uterus bagian tengah lebih besar daripada yang dihasilkan oleh uterus bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari bagian cornu uterus.

Kontraksi uterus hipotonik

Kontraksi uterus hipertonikGANGGUAN FASE AKTIF

Gangguan persalinan secara klinis dibagi menjadi : Lebih lambat dari kemajuan persalinan yang normal(protraction disorder) dan atau Terhentinya kemajuan persalinan (arrest disorder) Persalinan kala I fase aktif bila dilatasi servik sudah mencapai sekurang-kurangnya 3 4 cmActive phase arrest

Handa dan Laros (1993) : Active-phase arrest adalah bila dalam waktu 2 jam tidak terdapat kemajuan pada dilatasi servik Angka kejadian : 5% pada nulipara dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini tidak berubah sejak tahun 1950 ) His tidak adekwat adalah bila kekuatannya < 180 Montevideo Unit dan keadaan ini terdapat pada 80% kasus terhentinya fase aktif [active-phase arrest].Protraction disorder

Definisi keadaan ini lebih sulit ditentukan. WHO : dalam partograf dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan protraction adalah kecepatan dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam. Kriteria active phase arrest dan protraction disorder menurutAmerican College of Obstetricians and Gynecologist dapat dilihat pada tabel berikut :

Sebelum menegakkan diagnosa arrest selama persalinan kala maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi: 1. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm. 2. His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik.

GANGGUAN PERSALINAN KALA IIDesensus kepala terutama terjadi setelah dilatasi servik lengkap. Sebagian besar dari seven cardinal movement of labor berlangsung pada kala II. Akibat dari adanya kelainan CPD umumnya terlihat pada kala II. Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam (3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada multipara adalah 1 jam (2 jam pada kasus dengan anestesi regional).

DERAJAT PENURUNAN (station) PADA AWAL PERSALINAN Engagemen = desensus diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0). Terdapat kaitan erat antara bagian terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian distosia yang akan terjadi. Gangguan protracted dan atau arrest sering terjadi pada pasien yang memasuki persalinan dengan station lebih dari +1 .

Distosia Kelainan Tenaga (His)A. Pengertian Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his) yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancran persalinan. Dibawah ini dikemukakan lagi ringkasan dari his normal : 1. Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu his. Pada kala pmbukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkan pada srvikogram menurut friedman. 2. Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu menjalar keseluruh otot rahim. 3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagianbagian lain. Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim)dan servik tetap pasif atau hanya berkontraksi sangat lemah. 4. Sifat-sifat his :lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya, serta sakitnya. B. Etiologi Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua sedangkan inersia uterisering dijumpai pada multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pula peranan dalam kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan) mempengaruhi kelainan his. Salah satu sebab yang penting dalam kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwa janin tidak berhubungan rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik. Salah pimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat penenang. Kelainan pada uterus misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengakibatkan kelainan his. C. Penanganan Dalam menghadapi persalinan lama dilakukan evaluasi secara keseluruhan untuk mencari sebab-sebabnya. Tekanan darah diukur tiap emat jam. Pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabia ada gejala pre-eklmpsia, denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan juga dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindkan pembedahan dengan narcosis, hendaknya jangan diberikan maknan biasa melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic

secara intravena berganti-ganti. Bila his mengebabkan rasa sakit yang berlebihan diberikan injeksi pethidin 50 mg, pada pemulaan kala I dapat diberikan 10 mg morvin. Berikan antibiotic secukupnya,apalagi kalau ketuban sudah lama pecah. D. Jenis-Jenis Kelainan His 1. Inersia uteri Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan: a. Inersia uteri primer Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus dibedakan dengan his pendahulu yang juga lemah dan kadang-kadang menjadi hilang (false labour). b. Inersia uteri sekunder Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan kuat teratur dan dalam waktu yang lama. Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his)yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah. Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibatakibatnya. Terhadap ibu dan janin. Penanganan Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala : 1. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka . 2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips. 3. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio sesarea. 4. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea. 2. Tetania Uteri Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat mengakibatkan persalinan diatas kendaran, dikamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada servik, vagina pada perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intracranial. Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi rupture uteri mengancam, dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri. Penanganan a. Berikn obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan lahir dlam waktu dekat 4-6 jam b. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan

seksio sesarea. c. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat. 3. Aksi Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action) Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak dapat maju. Penanganan a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin dan valium. b. Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.