disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

33
DISERTASI PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DAN PENYELESAIANNYA DI KOTA DENPASAR : KAJIAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER IDA AYU PUTU MAHYUNI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

Upload: dodang

Post on 14-Jan-2017

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

DISERTASI

PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DANPENYELESAIANNYA DI KOTA DENPASAR : KAJIAN

BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER

IDA AYU PUTU MAHYUNI

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2016

Page 2: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

ii

DISERTASI

PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DANPENYELESAIANNYA DI KOTA DENPASAR : KAJIAN

BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER

IDA AYU PUTU MAHYUNINIM 1190371008

PROGRAM DOKTORPROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2016

Page 3: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

iii

PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DANPENYELESAIANNYA DI KOTA DENPASAR : KAJIAN

BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER

Disertasi untuk memperoleh Gelar DoktorPada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya,

Program pascasarjana Universitas Udayana

IDA AYU PUTU MAHYUNINIM 1190371008

PROGRAM DOKTORPROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2016

Page 4: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ida Ayu Putu Mahyuni

NIM : 1190371008

Program Studi : Program Doktor Kajian Budaya Pascasarjana

Universitas Udayana

Judul Disertasi : Perceraian Perempuan Bali dan Penyelesaiannya

Di Kota Denpasar : Kajian Berdasarkan Perspektif

Gender

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi peraturan mendiknas RI No.17 tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 28 Maret 2016

Yang membuat pernyataan,

Ida Ayu Putu Mahyuni

NIM 1190371008

Page 5: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sanghyang Widhi

Wasa) atas rahmat-Nya/Asung Kertha Wara Nugraha-NYa penulis berhasil

menyusun disertasi dengan judul “Perceraian Perempuan Bali dan Penyelesaiannya

di Kota Denpasar : Kajian Berdasarkan Perspektif Gender.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada yang terhormat Prof. Dr. A.A.Bagus Wirawan, S.U.,

yang telah bersedia menjadi promotor, yang penuh semangat membimbing,

memberikan motivasi dan saran selama penulis mengikuti studi program doktor,

khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya juga disampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. I Gusti Ayu Agung

Ariani, S.H.,M.S., selaku kopromotor I, dan Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum., sebagai

kopromotor II, yang telah meluangkan waktunya setiap saat untuk membimbing,

memberikan saran secara cermat dan sangat teliti guna penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang terhormat Rektor

Universitas Udayana, Prof.Dr.dr.Ketut Suastika.,Sp.P.D-KEMD., dan mantan

Rektor Prof.Dr.dr.IMade Bakta,Sp.P.D. (KHOM) atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk menempuh pendidikan doktor di Universitas Udayana. Tidak

lupa penulis ucapkan terima kasih kepada yang terhormat Direktur Program

Pascasarjana Universitas Udayana Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S. (K).,Asisten

Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Asisten Direktur II Prof.Made Sudiana

Mahendra, Ph.D., Ketua Program Studi Doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas

Page 6: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

vi

Udayana Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., dan Sekretaris Dr. Putu Sukardja,

M.Si,. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama menempuh pendidikan

Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada para dosen pada Program S-3

Kajian Budaya Universitas Udayana angkatan 2011 atas ilmu pengetahuan yang

sangat berharga yang telah diberikan selama penulis kuliah, yaitu Prof. Dr. I Gde

Widja., Prof.Dr.I Gde Parimartha, M.A., Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., Prof. Dr.

A.A.Bagus Wirawan, S.U., Prof.Dr.A.A.Ngurah Anom Kumbara, M.A., Prof. Dr.

I.Gde Semadi Astra., Prof.Dr.Ir.Sulistyawati, M.S.,M.M.,MM.s., D.Th.,

Prof.Dr.Emiliana Mariyah, M.S., Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Dr. Putu Sukardja,

M.Si., Dr. I Gde Mudana, M.Si., dan Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum.

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis ucapkan kepada yang

terhormat tim penguji disertasi, Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A., Prof. Dr. I

Nyoman Suarka, M.Hum., Dr.Putu Sukardja, M.Si., Dr. I Gde Mudana, M.si., Prof.

Dr. A.A.Bagus Wirawan,S.U.,Prof. Dr.I Gusti Ayu Agung Ariani,S.H,.M.S., Dr.

Ni Made Wiasti, M.Si, dan Dr. Ni Made Ruastiti,SST.M.Si, yang telah banyak

memberikan masukan, baik berupa saran, arahan, dan bimbingannya guna

penyempurnaan disertasi ini.

Pada kesempatan ini tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih penulis

sampaikan kepada Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, Prof,

Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., mantan Dekan, Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S.,

Ketua Program Studi Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Page 7: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

vii

Dra. A.A. Ayu Rai Wahyuni, M.Si., atas izin yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti Program Doktor.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf pegawai Program

Doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana, yakni Putu Sukaryawan, Dra. Ni

Luh Witari, Ni Wayan Ariyati, S.E., A.A. Ayu Indrawati, I Nyoman Chandera,

,Putu Hendrawan, Cok Istri Murniati, S.E., Ketut Budi Astra dan Komang Yuliartini

atas segala bantuan administrasi dan pelayanan akademik dan perpustakaan

khususnya berkaitan dengan penyelesaian disertasi ini.

Kepada para informan, yakni G.N. Putu Budiasa (staf Pegawai Bagian

Hukum Perkara Perdata Perceraian Pengadilan Negeri Denpasar); I Wayan Jaman

(Klian adat Banjar Sari Buana), Dr. Luh Riniti Rahayu (Ketua LSM Bali Sruti);

Luh Putu Anggreni, S.H. (Ketua P2TP2A Kota Denpasar); Ni Nengah Budawati,

S.H. (Ketua LBH Apik Bali); Yastini,S.H. (Ketua LBH Bali); Dr. Putu

Dyatmikawati (Ketua Pusat Konsultasi hukum Keluarga Ayu Nulus); serta

informan lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima

kasih yang tidak terhingga atas informasi yang diberikan sesuai dengan data yang

dicari dalam rangka penyelesaian disertasi ini.

Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan ucapkan terima kasih

banyak kepada para informan, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah

bersedia memberikan data tentang masalah gender hubungannya dengan perceraian

yang dialaminya, dan sangat berguna bagi kelengkapan dan kelancaran dalam

penyelesaian disertasi ini

Page 8: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

viii

Kepada teman-teman angkatan tahun 2011, yaitu: A.A. Rai Sita Laksmi.,

Gusti Suci Murni, I Wayan Mudana, Cok. Ratna Cora S, I Ketut Wenten Aryawan,

A.A. Raka, I Gst. Ngr. Seramasara, Lingua Sanjaya Usop, I Nyoman Arba

Wirawan, Salman Alfarisi, I Nyoman Wiratmaja, I Wayan Kondra, Ketut Muka

Pendet., Refly, I Nyoman Sudipa, Michiko Okada, Ervantia Restulita, Abdul Alim,

Grece Langi, Wayan Kandia, Ketut Kodia, La Batia, Maria Rahayu, Mustaman, I

Made Suantina, Linda Suryana, I Gede Suardana, I Made Suastana, I Ketut Supir,

Sahrun, I Nyoman Wardi, dan I Wayan Munggah. Terima kasih atas keakraban

persahabatan kita semua, bersama mengikuti kuliah, berdiskusi bersama, saling

bertukar pikiran, dan saling membantu yang tidak akan pernah hilang dari ingatan

penulis.

Pada kesempatan ini tidak lupa juga penulis ucapan rasa hormat dan terima

kasih kepada kedua orang tua penulis yang keduanya sudah almarhum, yaitu: Ida

Bagus Nyoman Swandha dan Jero Rasmin yang telah membesarkan, dan selama

hidupnya selalu menanamkan nilai-nilai yang bijak, baik dalam kehidupan

keluarga, maupun masyarakat dan negara terutama dalam mengamalkan dan

menerapkan ilmu pengetahuan. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada

kakak dan adik penulis, Ida Ayu Ketut Asmani Swandha, S.H., Ida Bagus Made

Putra S. S.H., dan Ida Bagus Ketut Jayanegara S. S.H., atas doa dan motivasinya

selama penyelesaian studi ini.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga penulis ucapkan kepada

suami terkasih dan tercinta, Drs. Ida Bagus Ketut Astina, M.Si., yang dengan

sepenuh hati dan rasa sayang selalu memberikan motivasi dan doa, serta selalu

Page 9: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

ix

mengingatkan pada penulis untuk tidak pernah menyerah dalam menyelesaikan

disertasi ini. Kepada kedua anakku tersayang, Ida Bagus Fredi Pradnya Paramitha,

SST. Par., dan Ida Bagus Wicaksana Herlambang, S. Sos., yang dengan suka rela

dan penuh semangat, mengantar mamah mencari data yang diperlukan serta selalu

menghibur di kala hati sedang galau berkaitan dengan penyelesaian disertasi ini,

terima kasih atas motivasinya.

Semoga semua doa dan amal yang diberikan kepada penulis didengar dan

mendapatkan balasan berupa kedamaian dan kebahagiaaan serta kesuksesan dari

Ida Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, Astungkara.

Page 10: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

x

ABSTRAK

Perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dan penyelesaiannya : kajianberdasarkan perspektif gender menjadi fokus dalam penelitian ini. Perempuan yanghidup dalam masyarakat dengan budaya patrilineal seperti masyarakat Bali akanmenghadapi berbagai manifestasi ketidakadilan budaya dan struktur karenaperbedaan gender. Kenyataan ini didukung oleh semakin tingginya data jumlahperkara perceraian termasuk dialami oleh perempuan Bali di Kota Denpasar. Latarbelakang ini memunculkan beberapa masalah yang sangat perlu dibongkar dandiantisipasi, seperti (1) Mengapa terjadi perceraian perempuan Bali di KotaDenpasar dilihat dari perspektif gender? (2) Bagaimana penyelesaian perceraianperempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender? (3) Apa implikasiperceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender?

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan mengantisipasi sertamenanamkam pemahaman tentang ketidakadilan budaya dan struktur karenaperbedaan gender yang dihadapi terutama oleh perempuan Bali terkaitperceraiannya. Data diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam, tekniktriangulasi, dan studi dokumen. Analisis data dilakukan dengan menggunakananalisis gender dan analisis data kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berikut. Pertama, penyebabperceraian perempuan Bali, karena adanya kekerasan berupa, kekerasan psikis,penelantaran rumah tangga, dan kekerasan fisik. Kedua, penyelesaian perceraianperempuan Bali dilakukan di Pengadilan sesuai dengan U.U. No.1 Tahun 1974tentang Perkawinan dan penyelesaian secara adat. Ketiga, perceraian perempuanBali selain berimplikasi terhadap pihak keluarga mantan istri, mantan suami, danpihak keluarga yang terkait dalam perceraian, juga berimplikasi terhadap nilaikesetaraan gender

Kata kunci: perceraian, perempuan Bali, gender, dan perspektif gender.

Page 11: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xi

ABSTRACT

The divorce of Balinese women in Denpasar city and the solution : analysisbased on gender perspective becomes the focus of this observation. Women livingin the society with patrileneal culture like Balinese society will face various unfairmanifestations of culture and structure because of gender difference.

This fact is supported by the rising of data of total divorce case includingthose that are faced by Balinese women in Denpasar city. The background of thisproblem makes some problems that are important to be dismantled and anticipared,firstly: (1) why is there divorce of the Balinese women viewed from genderperspective in Denpasar city? (2) How is the solution of the divorce of Balinesewomen viewed from perspective gender in Denpasar city? And (3) what is heimplication of the divorce of Balinese women viewed from perspective gender inDenpasar city?

This observation has purpose to dismantle, anticipate and impose theunderstanding of the unfair of culture and structure because of gender differencethat is faced especially by Balinese women in relation with their divorce. Data istaken through observation, deep interview, triangulation technic and documentstudy. Data processing is done by using gender analysis and qualitative dataanalysis.

The result of analysis is as follows. First, the cause of the divorce of Balinesewomen is because there is violence in form of psychic violence, neglection ofhousehold and phisical violence. Second, the solution of the divorce of Balinesewomen is done in court according to the Laws number 1 Year 1974 about Marriageand solution based on custom. Third, the divorce of Balinese women beside givingthe implication to the family of ex-wife, ex-husband, and family party that is relatedto the divorce, also giving implication to the gender equality value.

Key words: divorce, Balinese women, gender, and gender perspective

Page 12: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xii

RINGKASAN

Munculnya isu tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang

berujung dengan perceraian menjadi latar belakang munculnya masalah ini. Isu

kekerasan dan perceraian tersebut didukung oleh jumlah data perceraian tahun 2004

dan 2015 menunjukkkan peningkatan yang sangat signifikan. Perceraian di Kota

Denpasar juga menempati peringkat pertama di Bali. Fenomena ini mengundang

pertanyaan, bukankah kekerasan terhadap perempuan maupun perceraian tidak

dibenarkan oleh ajaran Hindu. Perceraian juga bertentangan dengan tujuan

perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Jenis kekerasan apa pun yang dilakukan terhadap perempuan merupakan

manifestasi dari ketidakadilan gender. Oleh karena itu kekerasan yang

menyebabakan terjadinya perceraian sudah tentu sangat bertentangan dengan cita-

cita mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Dengan kenyataan ini

memunculkan keyakinan bahwa perempuan, terutama perempuan yang hidup

dalam masyarakat yang masih kuat menganut budaya patrilineal seperti di Bali

tentu akan menghadapi berbagai manifestasi ketidakadilan gender terkait dengan

perceraiannya.

Berdasarkan atas latar belakang masalah tersebut, muncul beberapa masalah

yang perlu dikaji dari perspektif gender, yakni (1) Mengapa terjadi perceraian

perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender? (2) Bagaimana

penyelesaian perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif

gender ? (3) Apa implikasi dan makna perceraian perempuan Bali di Kota Denpasar

dilihat dari perspektif gender, baik terhadap perempuan Bali yang bercerai maupun

pihak keluarga yang terkait dengan perceraian.

Penelitian ini secara umum bertujuan mengungkap dan mengantisipasi,

serta menanamkan pemahaman tentang ketidakadilan budaya dan struktur yang

disebabkan oleh perbedaan gender yang dihadapi terutama oleh perempuan Bali di

Kota Denpasar terkait dengan perceraiannya. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

(1) untuk mengetahui, memahami dan menganalisis penyebab perceraian

perempuan Bali di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender. (2) untuk

mengetahui, memahami dan menganalisis penyelesaian perceraian perempuan Bali

Page 13: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xiii

di Kota Denpasar dilihat dari perspektif gender; (3) untuk mengetahui, memahami

dan menginterpretasi implikasi dan makna perceraian perempuan Bali di Kota

Denpasar dilihat dari perspektif gender, baik terhadap pihak yang bercerai maupun

pihak keluarga yang tarkait dengan perceraian tersebut.

Secara teoretis penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat pada (1)

bidang ilmu sosial dan budaya, terutama bidang ilmu sejarah agar lebih

memfokuskan kajian penelitiannya pada sejarah kontemporer khususnya terhadap

kelompok masyarakat yang masih termarginalisasi; (2) kepada Program Kajian

Budaya Program Pascasarjana UniversitasUdayana menambah ilmu pengetahuan

yang kritis sesuai dengan salah satu fokus kajiannya yakni mengungkap masalah-

masalah kelompok masyarakat yang masih termarginalisasi, termasuk masalah isu

gender hubungannya dengan ideologi/kekuasaan budaya.

Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terutama (1)

bagi pihak yang peduli terhadap masalah gender dan perceraian, baik pihak

masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, LSM, LBH, P2TP2A dan pihak lain

dalam mengantisipasi dan menanamkan pemahaman terhadap masalah

ketidakadilan gender. (2) pihak pengambil kebijakan adat dan pihak pengambil

kebijakan hukum nasional untuk terus melakukan penyempurnaan terhadap

Keputusan MUDP Bali maupun Alasan Dalam Surat Gugatan Perceraian yang

masih dapat memperlemah posisi perempuan khususnya dalam memperoleh hak

asuh anak atau hak lain. (3) masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dapat

digunakan sebagai pedoman dalam memahami dan menanamkan nilai kesetaraan

dan keadilan gender dalam melakukan peran gender dalam perceraian.

Penelitian ini juga menggunakan beberapa kajian pustaka yang relevan.

Kajian pustaka perlu dilakukan untuk mendapatkan inspirasi juga menghindari

penelitian yang sudah ditulis oleh orang lain tidak diulang lagi dalam penelitian ini

sehingga dapat dibuktikan keasliannya. Secara metodologis, penelitian ini

dirancang dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan kegiatan

langsung melalui metode penelitian ilmiah, yang meliputi rancangan penelitian,

penentuan lokasi penelitian, penentuan informan, jenis dan sumber data yang

digunakan, teknik pengumpuan data (observasi, wawancara mendalam, instrumen

Page 14: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xiv

penelitian, teknik triangualasi, dan studi dokumen). Teknik analisis data dalam

penelitian ini digunakan analasis gender yang mengacu pada Harvard, meliputi:

kegiatan, kontrol, akses, dan manfaat, baik terhadap laki-laki maupun perempuan,

sebelum maupun setelah perceraian. Penelitian ini juga dilengkapi dengan analisis

data kualitatif yang mengacu pada Miles & Huberman, meliputi reduksi, penyajian

dan penarikan simpulan. Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini

digunakan beberapa teori kritis posmodernisme yang relevan dengan pokok

permasalahan, seperti teori hegemoni, teori dekonstruksi, dan teori posfeminisme.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa penyebab perceraian perempuan Bali

erat kaitannya dengan manifestasi ketidakadilan budaya dan struktur karena

perbedaan gender. Adapun menifestasi ketidakadilan gender penyebab perceraian

perempuan Bali meliputi : kekerasan psikis, penelantaran rumah tangga, dan

kekerasan fisik. Meskipun tidak setiap kekerasan terkait dengan masalah

ketidakadilan budaya dan struktur, namun dalam penelitian ini kekerasan dimaksud

berkaitan erat dengan ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh

perbedaan gender. Dari 18 informan, baik laki-laki maupun perempuan yang paling

sering dialami secara berurutan adalah kekerasan psikis (0,66%), penelantaran

rumah tangga (0,22%) dan kekerasan fisik (0,11%). Jenis kekerasan ini dialami

secara bervariasi. Seorang informan perempuan ataupun laki-laki bisa mengalami

dua atau lebih jenis dan pemicu kekerasan bahkan ada hampir semua jenis dan

pemicu kekerasan tersebut.

Kekerasan psikis dalam penelitian ini dapat dipicu oleh beberapa faktor,

seperti beban kerja dan beban ekonomi secara gender, stereotip (pelabelan negatif)

terhadap perempuan, intervensi negatif pihak ketiga dalam keluarga, dan

perselingkuhan. Perbedaan peran secara gender menyebabkan perempuan Bali

mengalami beban kerja domestik yang cukup berat. Budaya patrilineal juga

menyebabkan perempuan Bali tidak mempunyai hak waris keluarga akibatnya

ketika menikah mereka umumnya tidak membawa harta tatadan (bawaan) baik

berupa hadiah maupun warisan dari orang tuanya. Dalam perkawinan selain

ekonomi keluarga masih dikontrol oleh suami, juga masih ada informan yang

selama bertahun-tahun tidak diberikan nafkah lahir dan batin oleh pihak suami,

Page 15: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xv

dalam perkawinan muncul beberapa kasus, pihak istri yang menjadi tulang

punggung keluarga karena suami tidak mempunyai pekerjaan tetap menyebabkan

ada informan selain menanggung beban kerja juga beban ekonomi dalam keluarga.

Ketidakadilan budaya dan struktur yang disebabkan oleh perbedaan gender

juga erat kaitannya dengan penelantaran rumah tangga. Meskipun tidak semua

penelantaran rumah tangga disebabkan karena ketidakadilan budaya, namun dalam

penelitian ini penelantaran dimaksud berkaitan erat dengan ketidakadilan budaya

dan struktur karena perbedaan gender. Budaya patrilineal memandang nilai laki-

laki lebih bermakna daripada nilai dan posisi perempuan, sehingga dalam

perkawinan seringkali anak perempuan menjadi korban penelantaran orang tuanya.

Walaupun konsep ini tidak sepenuhnya benar, namun masih ada orang tua yang

tega menelantarkan anak/anak-anak perempuannya, seperti tidak diberikan nafkah

hidup, biaya pemeliharaan dan biaya sekolah serta ada memutuskan hubungan

pasidikaran terutama terhadap anak perempuan yang tinggal bersama ibunya.

Penyelesaian perceraian perempuan Bali umumnya dilakukan melalui

penyelesaian di pengadilan. Dari 18 informan penyelesaian perceraian perempuan

Bali yang paling banyak dilakukan secara berurutan adalah di pengadilan (0,72%),

adat (0,22%) dan musyawarah (0,05%).Dalam salah satu butir dari Keputusan

MUDP Bali dan pada salah satu Alasan Dalam Surat Gugatan Perceraian yang

dapat menyebabkan lemahnya posisi perempuan/pihak istri untuk mendapatkan hak

asuh terhadap anak terutama anak laki-laki. Misalnya :

1.Alasan Dalam Surat Gugatan Perceraian antara lain disebutkan, perceraian dapat

terjadi karena alasan/alasan-alasan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama

2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain di luar kemampuannya. Alasan ini dapat memperlemah

posisi perempuan karena pihak perempuan/istrilah yang umumnya meninggalkan

rumah. Muncul kasus bahwa alasan ini dapat digunakan oleh pihak yang

berkepentingan, misalnya pihak suami untuk memutarbalikkan fakta. Meskipun

kenyataannya pihak istri mempunyai alasan/alasan-alasan pergi dari rumahnya

selama dua tahun berturut-turut dan tinggal di rumah orang tuanya karena suami

Page 16: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xvi

telah menelantarkannya dan berselingkuh dengan perempuan lain. Akan tetapi

alasan/alasan-alasan itu sulit untuk dibuktikan. Jika yang bersangkutan ingin

melakukan tuntutan, namun tidak mempunyai cukup biaya untuk melakukannya.

2. Dalam salah satu butir keputusan MUDP Bali disebutkan, setelah bercerai, anak

yang dilahirkan dapat diasuh oleh ibunya, tanpa memutuskan hubungan hukum dan

pasidikaran anak tersebut dengan keluarga purusa, dan oleh karena itu anak

tersebut mendapat jaminan hidup dari pihak purusa. Keputusan ini juga masih bias

gender yang hanya menguntungkan secara sepihak, yaitu pihak Purusa, karena

tidak ada dibuat keputusan sebaliknya. Akibatnya, muncul kasus ketika anak berada

pada pihak purusa, pihak pradana (pihak istri) sulit untuk dapat menemui

anak/anak-anaknya.

Implikasi perceraian perempuan Bali terhadap pihak yang bercerai, seperti

terhadap mantan istri. Setelah perempuan Bali kembali ke rumah asal dan diterima

baik oleh orang tua atau anggota keluarga asalnya dengan status mulih deha, maka

yang bersangkutan akan kembali berstatus gadis melakukan hak dan kewajibannyaa

dalam keluarga asalnya, tetapi yang bersangkutan tetap dianggap tidak mempunyai

hak atas warisan orang tuanya layaknya saudara laki-lakinya. Muncul kasus

terutama bagi informan perempuan yang belum atau tidak mempunyai rumah

sendiri akan tinggal menempel di rumah orang tuanya atau saudara laki-lakinya.

Kasus lain, misalnya terhadap perempuan Bali yang berstatus nyerod (turun kasta)

akan lebih banyak menghadapi keruwetan adat setelah yang bersangkutan bercerai,

karena dalam beberapa hal yang bersangkutan akan dibedakan, misalnya dalam

penggunaan bahasa dalam percakapan, tidak diperkenankan untuk memberikan

bekas makanannya (tidak saling parid ke parid), atau ketentuan tradisi ataupun

keyakinan lain yang masih berlaku terutama di lingkungan keluarga asalnya. Ketika

bercerai perempuan yang bersangkutan juga terpaksa tidak mengikutsertakan anak-

anaknya, karena jika mengajak tinggal di rumah keluarga ataupun orang tuanya,

persoalannya akan menjadi lain.

Implikasi perceraian perempuan Bali terhadap mantan suami dapat dilihat

dari masalah ketidakadilan budaya yang disebabkan oleh perbedaan gender terkait

dengan perceraiannya. Meskipun mayoritas perempuan/mantan istri yang

Page 17: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xvii

mengalami ketidakadilan budaya dan struktur karena perbedaan gender dalam

perceraiannya, kenyataannya laki-laki/ mantan suami pun dapat menjadi

korbannya. Sementara itu ada seorang laki-laki yang sudah sah bercerai dengan

istrinya, merasa tidak mendapatkan keadilan karena kenyataannya yang

bersangkutan sangat sulit menemui anak laki-lakinya yang tinggal bersama pihak

ibu dari anak tersebut hingga berumur 12 tahun. Selama itu, ia merasa sangat

kecewa dan terus memperjuangkan anak laki-laki semata wayang itu karena

berdasarkan tradisi dan keyakinan masyarakat Bali Hindu, anak laki-laki ditetapkan

menjadi hak pihak purusa ( pihak ayah dari anak tersebut).

Implikasi perceraian terhadap status suami dan status istri setelah bercerai

sesuai butir 1 Keputusan MUDP Bali, Setelah perceraian, pihak yang berstatus

pradana (istri) dalam perkawinan biasa kembali ke rumah asalnya dengan status

mulih deha, kembali melaksanakan kewajiban dan haknya di lingkungan keluarga

asal. Berdasarkan hukum adat Bali, mantan suami tetap melanjutkan kedudukannya

sebagai kerama banjar atau kerama desa disesuaikan dengan keadaannya atau

statusnya. Ketentuan hukum adat yang kedua ini tidak memberikan ketentuan yang

jelas khususnya terhadap perempuan yang berstatus mulih deha hubungannya

dengan kedudukannya sebagai kerama banjar atau kerama desa. Akibatnya masih

ada sejumlah informan perempuan (0,27%) belum memahami mengenai

kedudukannya sebagai kerama banjar atau kerama desa setelah berstatus mulih

deha. Ketentuan hukum adat tersebut tampaknya masih bias gender.

Implikasi perceraian perempuan Bali terhadap anak menyebabkan anak,

terutama anak perempuan mengalami ketidakadilan budaya dan struktur karena

perbedaan gender. Berbeda dengan anak laki-laki, anak perempuan jarang

diperhitungkan dalam perceraian orang tuanya. Meskipun konsep ini tidak

sepenuhnya berlaku terutama bagi keluarga yang sudah berpikiran moderat yang

memberikan perlakuan yang adil, baik terhadap anak laki-laki maupun perempuan,

namun adakalanya pihak keluarga yang masih berpandangan konvensional, masih

terikat pada tradisi dan keyakinan yang berlaku di lingkungan keluarga atau

masyarakat yang menganggap bahwa anak perempuan kurang atau tidak penting

dalam keluarga purusa. Kasus yang dialami oleh anak perempuan selama sejak

Page 18: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xviii

sebelum kedua orang tuanya akhirnya sah bercerai sudah ditelantarkan oleh pihak

ayahnya, tidak diberikan nafkah hidup, dan kemudian pihak ayahnya juga

memutuskan hubungan pasidikaran dengan anak perempuannya yang tinggal

bersama ibu dari anak tersebut.

Implikasi perceraian perempuan Bali terhadap harta perkawinan khususnya

bagi perempuan Bali tidak banyak dipersoalkan, selain perempuan Bali jarang

membawa harta tatadan (harta bawaan) pada saat menikah (dengan status kawin

keluar), juga karena ekonomi dalam keluarga umumnya dikontrol oleh pihak suami.

Adapun penghasilan yang diperoleh pihak istri sebagian besar dimanfaatkan untuk

kepentingan keluarga, sehingga tidak ada penghasilan untuk ditabung atau

diinvestasikan selama perkawinan. Akibatnya, ketika terjadi perceraian, yang

bersangkutan hanya pasrah, menunggu belas kasihan pihak suami yang dianggap

cukup mampu untuk memberikan sebagian dari hartanya, baik untuk kelangsungan

hidupnya terutama untuk anak/anak-anak yang tinggal bersamanya. Namun

kenyataannya masih ada pihak mantan suami yang cukup mampu melepaskan

tanggung jawabnya untuk memberikan nafkah terhadap anak yang tinggal bersama

ibu dari anak tersebut.

Implikasi perceraian perempuan Bali terhadap orang tua pihak yang bercerai

terutama yang sering dihadapi oleh perempuan yang sudah berstatus nenek masih

melakukan peran gendernya seperti, mengurus, mengantar –jemput sekolah anak

bahkan ada yang ikut membiayai keperluan hidup anak tersebut karena orang tua

dari anak tersebut bercerai dan juga kesibukannya bekerja. Selain itu implikasi

perceraian perempuan Bali juga bermakna terhadap munculnya kesadaran dalam

memahami nilai kesetaraan gender. Hal ini dimaknai dengan munculnya perubahan

pola berpikir dan sikap sejumlah informan perempuan maupun laki-laki. Bagi

perempuan Bali kesadaran akan hak-haknya, kemandiriannya secara finansial,

tingkat pendidikan dan pekerjaan dijadilkan sebagai modal untuk semakin berani

diceraikan atau menggugat cerai suami apabila tidak mendapatkan perlakuan yang

adil atau mengalami kekerasan dalam rumah tangganya.

Dari ketiga masalah tersebut, dapat ditarik beberapa simpulan, yang berikut

:

Page 19: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xix

Manifestasi ketidakadilan gender penyebab perceraian perempuan Bali

meliputi : kekerasan psikis, penelantaran rumah tangga, dan kekerasan fisik yang

mayoritas menjadi korbannya adalah perempuan/istri. Dari jenis kekerasan

tersebut, yang paling sering dialami secara berurutan dan bervariasi dari 18

informan adalah kekerasan psikis (0,66%), penelantaran rumah tangga (0,22%), dan

kekerasan fisik (0,11%). Budaya patrilineal yang sudah tertanam dan tersosialisasi

secara mantap dan lama masih kuat mengikat dan memengaruhi masyarakat

pendukungnya menyebabkan, baik informan laki-laki maupun perempuan masih

ada yang beranggapan bahwa ketidakadilan gender yang dihadapi dan dialami itu

bukan hal yang terberi atau hasil konstruksi sosial dan budaya, namun merupakan

hal yang wajar, bahkan ada informan yang beranggapan bahwa tradisi dan

keyakinan yang tidak adil gender itu sebagai kodrat, seolah-olah tidak dapat diubah,

dan peran gender perempuan seakan-akan tidak dapat dipertukarkan dengan peran

gender laki-laki. Selain itu karena memang ada tradisi yang melarang laki-laki turut

berpartisipasi untuk melakukan peran gender perempuan. Pandangan atau anggapan

seperti ini seringkali baru disadari setelah mereka bercerai.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, maka perceraian baru dapat dikatakan sah apabila penyelesainnya

dilakukan di pengadilan sesuai dengan undang-undang tentang perkawinan

tersebut. Konsekuensinya, sering kali pihak yang berniat bercerai mengabaikan

penyelesaian perceraiannya secara adat, mereka lebih memilih langsung melakukan

penyelesaian perceraiannya di pengadilan, sedangkan secara adat hanya sebatas

melaporkan diri kepada pihak adat bahwa yang bersangkutan sudah sah bercerai

melalui penyelesaian di pengadilan. Dari 18 informan, penyelesaian perceraian

terbanyak dilakukan adalah: melalui penyelesaian di pengadilan Negeri Denpasar

(0,72%), adat (0,22%) dan musyawarah (0,05%). Penting untuk diketahui terutama

bagi perempuan/ istri, meninggalkan rumah selama 2 (dua) tahun berturut-turut bisa

menjadi alasan bagi suami untuk minta cerai.

Perceraian perempuan Bali tidak hanya berimplikasi terhadap pihak

keluarga, seperti mantan istri, mantan suami dan pihak-pihak keluarga yang terkait

dengan perceraian, juga bermakna terhadap perubahan pola berpikir dan perubahan

Page 20: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xx

sikap sejumlah informan perempuan maupun laki-laki dalam memahami makna

kesetaraan gender dalam perceraian. Hal ini terjadi tidak terlepas dari kesadaran

perempuan Bali terhadap hak-hak mereka, kemandiriannya secara finansial, tingkat

pendidikan, dan pekerjaan yang dimilikinya.

Di antara hasil penelitian ini ada beberapa hal yang merupakan temuan. (1)

muncul kasus dialami mantan istri yang masih bertanggung jawab sepenuhnya atas

anak/anak-anak setelah bercerai tanpa lagi mendapatkan nafkah dari mantan suami,

walaupun kenyataannya pihak suami cukup mampu untuk memberikan nafkah pada

keluarganya. Setelah perceraian seharusnya pihak ayah tetap bertanggung jawab

terhadap anak/anak-anak mereka yang tinggal bersama ibu dari anak tersebut. (2)

satu kasus selain suami menelantarkan juga memutuskan hubungan pasidikaran

dengan anak- anak perempuannya yang tinggal bersama ibu dari anak-anak

tersebut. Budaya patrilineal menyebabkan munculnya pandangan yang

menganggap bahwa anak perempuan tidak penting dalam keluarga purusa. (3)

seorang informan laki-laki merasa kecewa karena selama bertahun-tahun sejak

bercerai dengan istrinya tidak diperkenankan bertemu dengan anak laki-laki semata

wayang. Informan tersebut mempunyai pandangan kuat terhadap tradisi dan

keyakinan bahwa anak terutama anak laki-laki, baik dalam perkawinan maupun

perceraian sepenuhnya menjadi hak pihak purusa yaitu pihak ayah dari anak

tersebut. (4) muncul kasus yang dialami empat informan perempuan yang sudah

berstatus nenek masih melakukan peran gendernya mengasuh, memperhatikan,

mengantar-jemput cucunya sekolah, dan ada ikut membiayai keperluan hidupnya.

Hal ini dilakukan karena ayah/ibu dari anak tersebut masih bekerja.

Selain itu di antara hasil penelitian ini ada yang merupakan makna : (1) dua

(0,11%) informan perempuan yang sudah mandiri secara finansial. (2) empat

(0,22%) informan yang sudah memiliki pekerjaan sebagai PNS, delapan (0,44%)

sebagai pekerja swasta. (3) lima (0,27%) yang memiliki pendidikan setingkat

sarjana (S-1 dan S-2), tiga (0,16%) orang setingkat D1dan D3, dan lima (0,27%)

setingkat SMA, dan selebihnya ada yang SMP, bahkan ada satu (0,05%) yang tidak

menamatkan pendidikan sekolah dasar. Semua ini merupakan modal yang dimiliki

oleh perempuan Bali untuk semakin berani menentukan sikap apabila mendapatkan

Page 21: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxi

perlakuan kasar dan hak yang tidak adil gender (3) Selain itu terdapat juga informan

laki-laki yang mengalami perubahan pola berpikir dan sikap dalam menanamkan

pemahaman terhadap nilai kesetaraan gender khususnya dalam melakukan peran

gender dalam perceraian.

Berdasarkan temuan penelitian di atas bahwa selain ideologi budaya

patrilineal menimbulkan berbagai manifestasi ketidakadilan budaya dan struktur

yang dialami terutama oleh perempuan Bali dalam perceraiannya, di sisi lain

perceraian juga menimbulkan perubahan pola berpikir dan sikap sejumlah

perempuan Bali untuk semakin berani dalam mengambil keputusan apabila tidak

mendapatkan hak yang adil dan perlakuan kekerasan, baik sebelum maupun setelah

bercerai. Sesuai dengan teori hegemoni dari Gramsci dan teori dekonstruksi yang

dikemukakan oleh Derrida, ideologi dan tradisi yang dapat

menimbulkanketidaksetaraan gender harus dikritik atau diantisipasi agar tidak

menimbulkan ketimpangan gender dalam masyarakat postmodern seperti saat ini.

Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan beberapa saran atau rekomendasi

yang berikut kepada :

Pertama, masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, lembaga bantuan

hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak lain yang bersimpati terhadap

masalah gender untuk secara terus-menerus mensosialisasikan kepada segenap

lapisan masyarakat, laki-laki maupun perempuan mengenai masalah ketidakadilan

gender khususnya yang berkaitan dengan perceraian, baik melalui penyuluhan,

pelayanan dan pemberdayaan, seminar, penelitian, dan upaya lainnya.

Kedua, pihak MUDP Bali agar terus-menerus menyosialisasikan tentang

keputusan adat yang berlaku yang merupakan hasil keputusan Majelis Utama Desa

Pakraman (MUDP) Bali berkitan dengan perceraian karena hal ini masih kurang

dilakukan. Disamping juga membuat aturan yang jelas mengenai upacara adat bagi

pasutri yang bercerai, seperti upacara mepamit dalam upacara adat pasutri yang

bercerai. Upacara mepamit bagi pasutri yang bercerai tetap penting dilakukan untuk

meredakan adanya saling bermusuhan dan dendam di antara mereka juga dengan

kedua pihak keluarga pasutri yang bercerai apalagi masih ada anak/anak-anak hasil

dari perkawinannya. Oleh karena itu sebaiknya upacara itu juga dilakukan oleh

Page 22: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxii

pihak mantan suami sebagai permakluman pada orang tua atau leluhur pihak mantn

istri

Ketiga, masyarakat, khususnya para informan, perempuan ataupun laki-laki

dapat menanamkan pemahaman terhadap nilai kesetaraan gender sesuai dengan

peran gender masing-masing tanpa menimbulkan ketidakadilan gender khususnya

berkaitan dengan perceraian.

Page 23: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxiii

GLOSARIUM

awig-awig : peraturan desa pakraman di Bali

desa pakraman : kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu

kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup

masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam

ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang

mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri

serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri

diskriminasi : perbedaan perlakuan terhadap sesama manusia

berdasarkan jenis kelamin

dominasi : kedudukan berkuasa dari kelompok jenis kelamin

tertentu (laki-laki) terhadap pihak jenis kelamin lainnya

(perempuan)

feminin : karakteristik seksual yang bersifat keperempuan

feminisme : Suatu paham/pandangan yang merujuk pada kesadaran

akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan

dalam masyarakat, di dalam keluarga, perkawinan, dan

perceraian serta tindakan/gerakan sadar oleh perempuan

maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut

gender : konsep yang merujuk pada perbedaan laki-laki dan

perempuan yang dibedakan atas dasar peran, status,

sifat, dan kepantasannya yang dikonstruksi secara sosial

dan budaya

gunakaya : harta bersama dalam perkawinan

Page 24: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxiv

kasta/wangsa : suatu label yang diberikan kepada kelompok orang ada

sesuai dengan pekerjaan dan fungsinya

kerja prosuksi : pekerjaan domestik yang dikerjakan perempuan

misalnya memasak juga pekerjaan yang menghasilkan

sesuatu untuk dikonsumsi oleh keluarga sering kali

dianggap bukan sebagai kerja produksi

reproduksi : berkaitan dengan reproduksi biologis perempuan artinya

perkembangan fisik umat manusia atau

pengembangbiakan umat manusia

MUDP : organisasi tempat berhimpunnya desa pakraman yang ada

di Bali, baik hubungannya dengan Parahyangan,

Pawongan, maupun Palemahan

marginalisasi : usaha membatasi/pembatasan, peminggiran yang terjadi

pada perempuan; pembatasan atau peminggiran

biasanya berwujud upaya-upaya untuk menggiring

perempuan pada pekerjaan-pekerjaan domestik secara

alamiah/kodrati merupakan pekerjaan perempuan

mepejati : melangsungkan upacara di sanggah/merajan (tempat

persembahyangan keluarga mantan suami sebagai

permakluman memutuskan hubungan dengan

keluarganya secara hukum adat (permisi meninggalkan

pihak keluarga suami karena perceraian)

mulih deha : sebutan dan status bagi anak perempuan yang kawin

keluar kemudian bercerai dan kembali pulang ke rumah

asal dan diterima secara baik oleh orang tua atau

keluarganya sehingga kembali berstatus gadis

Page 25: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxv

nyerod : status untuk perempuan golongan triwangsa yang

melakukan perkawinan dengan laki-laki yang kastanya

lebih rendah

pasidikaran : hak yang dimiliki oleh seseorang khususnya berkaitan

dengan adat dan agama

pejati : sarana banten (sesajen) sebagai sarana

persembahyangan

prajuru : pengurus dalam sistem kelembagaan adat di Bali

pesamuan agung : suatu pertemuan tingkat tinggi prajuru adat untuk

membahas sesuatu berkaitan tentang hukum adat.

perspektif gender : suatu kajian dari sudut pandang gender, artinya

mengkaji masalah laki-laki dan perempuan

hubungannya secara gender

purusa : status seseorang yang mempunyai kewajiban dan hak

sebagai penerus keturunan orang tua.

pradana : suatu istilah untuk menyebut status perempuan pada

budaya Bali

perkawinan biasa : suatu bentuk perkawinan dalam hal ini perempuan yang

kawin mengikuti pihak suami masuk anggota keluarga

suami

stereotip : konsepsi atau pelabelan sifat terhadap kelompok jenis

kelamin tertentu berdasarkan prasangka dan subjektif,

umumnya bersifat negatif, sehingga menimbulkan

diskriminasi yang merugikan kelompok jenis kelamin

yang diberikan label tersebut

Page 26: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxvi

subordinasi : kedudukan bawahan, kelas kedua (perempuan) terhadap

pihak yang dominan (laki-laki); peranan dan hasil kerja

perempuan selalu dinilai lebih rendah daripada peranan

dan hasil kerja laki-laki

sudra wangsa : golongan terakhir dalam sistem pelapisan sosial pada

masyarakat Bali

sistem patrilineal : sistem yang menarik atau melacak garis keturunan dari

garis ayah (laki-laki)

swadharma : kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh para ahli,

baik kewajiban adat kemasyarakatan, kewajiban

keluarga maupun kewajiban keagamaan

swadikara : hak di lingkungan keluarga asal

tri wangsa : tiga dari pelapisan sosial pada masyarakat Bali, yakni

brahmana, ksatria, dan waisia

Page 27: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxvii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMANJUDUL…………………………………………………………..……………...…i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR……………………….………………...ii

LEMBAR PENGESAHAN……………..………………………………………..iii

PANITIA PENGUJI………………………………………….….…………….…iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………………….….……………..v

UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………….……………….vi

ABSTRAK……………………………………………………....………………..xi

ABSTRACT………….……………………………………………..……………..xii

RINGKASAN…………………………………………………..……………….xiii

GLOSARIUM………………………………………………….….…………...xxiv

DAFTAR ISI………………………………………………..……….……… xxviii

DAFTAR TABEL………………………………………….…….………… xxxii

DAFTAR GAMBAR…………………………………….……….………… xxxiii

BAB IPENDAHULUAN…………………..……………..………………………………1

1.1 LatarBelakang……………………………………………………………………….1

1.2 RumusanMasalah……………………………….……………………..……………….12

1.3 TujuanPenelitian…………………………………………………….………………13

Page 28: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxviii

1.3.1 Tujuan Umum……………………………………….….……………..13

1.3.1 Tujuan Khusus………………………………………………………..13

1.4 Manfaat Penelitian…………………….…………………………………….14

1.4.1 Manfaat Teoretis………………………………………..…………….14

1.4.1 Manfaat Praktis………………………………………..……………..14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL

PENELITIAN…………………………………………………………16

2.1 Kajian Pustaka………………………………………………………………16

2.2 Konsep……………………………...……………………………………….25

2.2.1 Perceraian………………………………….…………………………25

2.2.2 Perempuan Bali………………………………………………………26

2.2.3 Gender……………………………………..…………………………27

2.2.4 Perspektif Gender…………………………………………………….30

2.3 Landasan Teori……………………………………….……………………..32

2.3.1 Teori Hegemoni………………………………..…………………….32

2.3.2 Teori Dekonstruksi………………………………………………….34

2.3.3 Teori Posfeminisme…………………………….…………………...39

2.4 Model Penelitian………………………………..……….…………………..39

BAB III METODE PENELITIAN…………………………….……………….42

3.1 Rancangan Penelitian………………………………….……………………42

3.2 Lokasi Penelitian……………………………………..……………………..43

3.3 Jenis dan Sumber Data………………………………………………..…….43

3.4 Instrumen Penelitian……………………………….……………………….45

Page 29: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxix

3.5 Teknik Penentuan Informan…………………………………………………46

3.6 Teknik Pengumpulan Data…………………………….….…………………47

3.6.1 Teknik Observasi…………………………………….……………….48

3.6.2 Teknik Wawancara Mendalam……………………………………….49

3.6.3 Studi Dokumen………………………………….……………………50

3.6.4 Teknik Triangulasi……………………………….……………….......51

3.7 Teknik Analisis Data………………………………………………………..51

3.8 Teknik Penyajian Hasil……………………………………….…………….57

BAB lV GAMBARAN UMUM KOTA DENPASAR DAN PERCERAIANPEREMPUAN BALI TEMPO DULU DILIHAT DARI PERSPEKTIFGENDER…………………………………………………………….…………58

4.1 Gambaran Umum………………………...…………………………………58

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Denpasar…………………………...………….58

4.1.2 Kondisi Geografis…………………….………………………………64

4.1.3 Keadaan Penduduk……………………………………………………67

4.2 Sistem Sosial Budaya dan Ekonomi…………………………..…………….71

4.2.1 Sistem Sosial Budaya…………………………………………………71

4.2.2 Sistem Ekonomi………………………………………………………82

4.3 Organisasi Gerakan Kesetaraan Gender…………………………………….86

4.4 Perceraian Perempuan Bali Tempo Dulu…………………………………125

BAB V PENYEBAB PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DI KOTADENPASAR DILIHAT DARI PERSPEKTIF GENDER …………………...132

5.1 Kekerasan Psikis…………………………….…………………………….134

5.2 Penelantaran Rumah Tangga………………………………………………160

Page 30: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxx

5.3 Kekerasan Fisik……………………………………………………………171

BAB Vl PENYELESAIAN PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DI KOTADENPASAR DILIHAT DARI PERSPEKTIF GENDER………......................184

6.1 Penyelesaian Perceraian Melalui Pengadilan……..…..……….....................184

6.2 Penyelesaian Perceraian Melalui Adat…………….………………………..201

BAB VII IMPLIKASI DAN MAKNA PERCERAIAN PEREMPUAN BALI DIKOTA DENPASAR DILIHAT DARI PERSPEKTIF GENDER……………228

7.1 Implikasi terhadap Pihak Keluarga………………..………………………228

7.1.1 Implikasi terhadap Mantan Istri…………………………….………229

7.1.2 Implikasi terhadap Mantan Suami…………………………………..248

7.1.3 Implikasi terhadap Anak…………………………………………....259

7.1.4 Implikasi terhadap Harta Perkawinan……………………..………..265

7.1.5 Implikasi terhadap Orang Tua Pihak yang Bercerai……………….278

7.2 Makna Perceraian Perempuan Bali……………………………………….282

Bab VIII SIMPULAN DAN SARAN…………………………...…………….296

8.1 Simpulan………………..……………………………………….…………296

8.2 Temuan Penelitian……………………..…………………………………..303

8.3 Saran……………………………………………………………………….306

DAFTARPUSTAKA……………….……………………………………………………308

LAMPIRAN………….………………………………………………………..319

Page 31: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxxi

Lampiran I PedomamWawancara…………………………………………………………………….319

Lampiran II DaftarInforman………………………………………………………………………..322

Page 32: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxxii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Luas Wilayah Kota Denpasar……………………..……….………………..67

4.2 Penduduk Kota Denpasar Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat KepadatanProvinsi Bali Tahun 2012…………………………………………..…..……….68

4.3 Jumlah Penduduk Kota Menurut Kelompok Umur……………….…….…..70

4.4 Jumlah Sekolah dan Murid di Kota Denpasar………………………..……..80

4.5 Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Kerja Kota Denpasar……….84

5.1 Jumlah Kasus Kekerasan dari Polresta dan P2TP2A Kota Denpasar.…….178

5.2 Jenis Kekerasan Penyebab Perceraian Perempuan Bali di Kota Denpasar ..181

Page 33: disertasi perceraian perempuan bali dan penyelesaiannya di kota

xxxiii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

2.4 Model Penelitian……………………………..……………………………..39

3.1 Register Induk Perkara Perceraian di Pengadilan Negeri Denpasar…….….45

4.1 Peta Pulau Bali…………………………….………………………………..65

4.2 Peta Kota Denpasar Menurut Kecamatan…………………………………..66

4.3 Kantor dan Ketua LSM Bali Sruti……………………....…………………..93

4.4 Karyawan LSM Bali Sruti……………………..……………………………94

4.5 Kantor dan Pengacara P2TP2A Kota Denpasar………………...…………114

4.6 Kantor dan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali………………...117

4.7 Kantor dan Karyawati LBH Apik Bali………………………….………...124