diplopia pada mata
DESCRIPTION
Diplopia merupakan kelainan pada mataTRANSCRIPT
Laporan Kasus
Diplopia ec Parese nervus III OD
Oleh:Alda Olivia Patadungan
11.2014.159
Pembimbing :
dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 30 Maret s/d 2 Mei 2015
RS Family Medical Center (FMC), Sentul
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk –Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAHari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : Maret 2015
SMF ILMU PENYAKIT MATARumah Sakit Family Medical Center-Sentul
Tanda Tangan
Nama : Alda Olivia Patadungan
NIM : 11-2014-159 .............................
Dr. Pembimbing : dr Saptoyo A.M. Sp.M .............................
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. AT
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Pabuaran
Tanggal Pemeriksaan : 2 April 2015
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 2 April 2015
Keluhan Utama:
Penglihatan ganda sejak 5 hari SMRS
Keluhan tambahan:
Adanya pusing dan mual
Penyakit Sekarang:
OS datang ke poli RS. FMC dengam keluhan penglihatan ganda. Keluhan ini
dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Keluhan bertambah terutama ketika pasien melihat
ke arah kiri. Selain itu OS merasa pandangan mata kabur saat membaca dekat.
Keluhan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Namun, akhir-akhir ini terasa semakin
kabur, terutama saat membaca koran. Pasien merasa lebih nyaman untuk membaca
ketika koran dijauhkan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan gejala seperti ini sebelumnya.
Riwayat trauma pada kepala disangkal.
a. Umum
- Asthma : tidak ada
- Alergi : ada
- Hipertensi : tidak ada
- Diabetes : ada
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya : tidak ada
- Riwayat penggunaan kaca mata : kacamata baca
- Riwayat operasi mata : tidak ada
- Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyakit mata serupa : tidak ada
Penyakit mata lainnya : tidak ada
Asthma : tidak ada
Alergi : tidak ada
Riwayat Kebiasaan:
-
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36.5oC
Kepala/leher : Pembesaran KGB tidak ada
Thorax, Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
B. STATUS OPTHALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS1. VISUS
Visus 0,7 ph 1,0 0,5 ph 0,9Koreksi + 0,50 + 0,50Addisi + 2,50 + 2,50Distansi pupil - -Kacamata Lama - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATAEksoftalmos Tidak ada Tidak adaEnoftalmos Tidak ada Tidak adaDeviasi Ada deviasi Tidak adaGerakan Bola Mata Ada batasan pergerakan Bebas ke segala arahStrabismus Tidak ada Tidak adaNistagmus Tidak ada Tidak ada
3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOREdema Tidak ada Tidak adaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaEktropion Tidak ada Tidak adaEntropion Tidak ada Tidak adaBlefarospasme Tidak ada Tidak adaTrikiasis Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaPtosis Positif Tidak ada
4. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIORHematoma Tidak ada Tidak adaKrepitasi Tidak ada Tidak adaFolikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaAnemis Tidak ada Tidak adaLithiasis Tidak ada Tidak adaKorpus alienum Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA BULBISekret Tidak ada Tidak adaInjeksi Konjungtiva Ada AdaInjeksi Siliar Tidak ada Tidak adaPendarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak adaPinguekula Tidak ada Tidak adaNevus Pigmentosus Tidak ada Tidak adaKista Dermoid Tidak ada Tidak ada
6. SKLERAWarna Putih PutihIkterik Tidak Ada Tidak ada
7. KORNEAKejernihan Jernih JernihPermukaan Rata RataSensibilitas Baik BaikInfiltrat Tidak ada Tidak adaKeratik Presipitat Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaUlkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak adaArkus Senilis Tidak ada Tidak adaEdema Tidak ada Tidak ada
8. BILIK MATA DEPANKedalaman Dalam DalamKejernihan Jernih JernihHifema Tidak ada Tidak adaHipopion Tidak ada Tidak ada
9. IRISWarna Coklat CoklatKripte + +Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
10. PUPILLetak Ditengah DitengahBentuk Bulat BulatUkuran 5 mm 3 mmRefleks Cahaya Langsung + +
Refleks Cahaya Tak Langsung + +
11. LENSAKejernihan Agak keruh Agak keruhLetak Di tengah Di tengahShadow test Negatif Negatif
12. BADAN KACAKejernihan Jernih Jernih
13. FUNDUS OKULIBatas Tegas Tegas
Warna Orange Orange
Ekskavasio Tidak ada Tidak ada
Rasio Arteri :Vena 2:3 2:3
C/D Ratio 0.3 0.3
Reflex Makula + +
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ablasio Tidak ada Tidak ada
14. PALPASINyeri Tekan Tidak ada Tidak adaMassa Tumor Tidak ada Tidak adaTensi Okuli N/palpasi N/palpasiTonometri Schiotz - -
15. KAMPUS VISITes Konfrontasi Baik ke semua arah Baik ke semua arah
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Autorefraktometri
- Trial lens
V. RESUME
Anamnesis
Seorang laki--laki usia 54 tahun datang dengan keluhan pandangan ganda dan pusing
terutama saat melihat kearah kiri. Keluhan tersebut dirasakan sejak 5 hari SMRS.
pasien juga merasakan pandangan kabur ketika membaca jarak dekat sejak 3 bulan
yang lalu
Dari status oftalmopati di dapatkan
OD PEMERIKSAAN OS
0,7 ph 0,1 Visus (tanpa kacamata) 0,5 ph 0,9
Ada deviasi Kedudukan bola mata Tidak ada deviasi
Ada batasan pergerakan Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah
Ada Ptosis Tidak ada
5 mm Ukuran pupil 3 mm
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diplopia ec paresis nervus 3 OD
Hipermetrop simpleks ODS
Presbiopi ODS
VII. DIAGNOSIS BANDING
Miastenia gravis
IX. PENATALAKSANAAN
- Kacamata
- Oklusi OD
VIII. PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Bonam Bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam dubia ad sbonam
Tinjauan Pustaka
I. Diplopia
Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan ops
yang berarti mata. Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan berupa melihat dua
gambaran dari satu objek.
Diplopia monokuler dan binokuler
Diplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada mata yang sakit saat
mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler merupakan keluhan yang dapat diberikan oleh
penderita yang mengalami kelainan refraksi. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar pada
mata berkas sinar tidak homogen sampai ke makula sehingga timbul keluhan ini. Aberasi
optik dapat terjadi pada kornea yang ireguler akibat permukaan kornea yang tidak teratur atau
akibat tekanan kalazion.
Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda yang terjadi bila melihat dengan kedua mata
dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Hal ini terjadi karena ketidaksejajaran aksis
visual yang menyebabkan kedua retina secara serentak melihat objek atau area yang berbeda,
satu bayangan tepat jatuh di fovea sedangkan bayangan pada mata lainnya jatuh diluar fovea.1
Anatomi dan fisiologi otot penggerak bola mata
Pergerakan otot mata dipengaruhi oleh 6 otot bola mata luar yaitu :2
1. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan abduksi atau menggulirnya
mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf oleh saraf ke III
2. Otot rektus lateralis, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola
mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke VI
3. Otot rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi,
yang dipersarafi saraf ke III
4. Otot rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, aduksi dan ektorsi
yang dipersarafi saraf ke III
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan abduksi
yang dipersarafi saraf ke IV
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi, ekstorsi dan abduksi
yang dipersarafi oleh saraf ke III
Nervus Oculomotorius ( N. III)
Serat-serat motorik berasal dari sekelompok inti disubstansia grisea sentralis ventral
terhadap aquaductus cerebri setinggi colliculus superior. Nukleus kaudalis sentral di garis
tengah mempersarafi kedua otot levator palpebra superior yang berpasangan mempersarafi
rektus superior kontralateral. Serat- serat eferen segera berdedukasi dan berjalan melalui
subnukleus rektus superior yang berlawanan. Subnukleus untuk otot rektus medialis, rektus
inferior, dan oblik inferior juga mempersarafi otot-otot ipsilateral. Sesaat sebelum memasuki
orbita, saraf tersebut terbagi dua menjadi cabang superior dan inferior, cabang superior
mempersarafi otot levator palpebra dan rektus superior, sedangkan cabang inferior
mempersarafi otot-otot lain dan sfringter pupil.
Lesi pada saraf ke III memiliki gejala : supraduksi terbatas, infraduksi, dan aduksi, midriasis
dan paralisis pupil total atau parsial, ptosis total atau parsial dari mata yang terkena. Ketika
mata normal fiksasi pada target yang jauh, mata yang sakit biasanya akan kebawah dan
keluar karena kerja otot rektus oblik superior dan rektus lateral yang diinervasi saraf IV dan
VI yang tidak dapat dilawan.2
Etiologi paralisis nervus III
Iskemia, aneurisma, trauma kepala, dan tumor intrakranial merupakan penyebab
tersering kelumpuhan nervus ketiga pada orang dewasa. Penyebab kelumpuhan iskemik
akibat adanya mikrovaskular di antaranya adalah diabetes melitus, hipertensi hiperlipidemia,
aterosklerosis. Aneurisma biasanya berasal dari arteri karotis interna dan arteri communicans
posterior. Tumor intrakranial dapat menyebabkan kelumpuhan okulomotorius akibat
kerusakan langsung pada sarafnya atau akibat efek massa. Dilatasi pupil, awalnya unilateral
kemudian bilateral, hal ini merupakan suatu tanda penting adanya hernasi tentorial akibat
pembesaran massa supratentorium yang cepat.2
Different diagnosis
1. Miastenia Gravis
Ditandai dengan kelemahan abnormal otot-otot serat lintang setelah kontraksi
berulang yang membaik setelah beristirahat, dan pertama kali sering bermanifestasi sebagai
kelemahan otot-otot ekstraokular. Ptosis unilateral karena kelelahan otot sering merupakan
tanda awal, yang diikuti dengan keterlibatan otot-otot ekstraokuler bilateral sehingga gejala
awalnya sering berupa diplopia. Pada kasus yang tidak diobati, dapat segera timbul
kelemahan umum lengan dan tungkai, kesulitan menelan, kelemahan otot-otot rahang dan
kesulitan bernapas. Kelemahan ini memperlihatkan variasi diurnal dan sering memburuk
dengan berlalunya hari tetapi dapat membaik setelah tidur. Tidak terjadi gangguan sensorik.2
Pemeriksaan tajam penglihatan
Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk
mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila
penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat
jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar.
II. Hipermetropia
Hipermetropia merupakan keadaan dimana mata tanpa akomodasi memfokuskan
bayangan sinar dibelakan retina.Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata
yang lebih pendek, akibatnya bayangan benda akan difokuskan dibelakang retina. Kekuatan
optik mata terlalu rendah(biasanya karena bola mata terlalu pendek) dan cahaya paralel
mengalami konvergensi pada titik dibelakan retina.
Berdasarkan etiologi, hipermetropi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Hipermetropia sumbu atau aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek
atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem
optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi lensa yang
berkurang.3
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien
dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan
kaca mata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia
fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).3
III. Presbiop
Presbiop adalah gangguan melihat dekat karena lumpuhnya akomodasi yang terjadi paa
orang tua. Sepanjang hidupp terjadi pengerasan sedikit demi sedikit pada lensa. Hal ini
menyebabkan lensa sulit untuk mengubah bentuk pada penglihatan dekat untuk menambah
daya biasanya karena lensa idak kenyal lagi. Dengan demikian daya akomodasinya
berkurang akibat proses skerosis ini. Ditambah lagi dengan kontraksi dari otot silear
berkurang sehingga pengendoran dari zonula Zinnii menjadi tidak sempurna. Di Indonesia
presbiop dimulai pda usia 40 tahun. Gejala dan tanda timbul saat melihat dekat. Jika hal ini
dibiarkan akan menimbulkan mata lelah, sakit, lakrimasi.3,4
Untuk memperbaiki kondisi ini maka, perlu dikoreksi dengan kacamata sferis positif
yang besarnya tergantung dari umur pasien. Umur 40 tahun membutuhkan S +1D, 50 tahun
butuh S+2D, dan 60 tahun butuh S+3D. 3,4
Daftar pustaka
1. Sardjito. Diplopia binokuler akibat paresis N. III, IV, VI di RS Dr YAP Yogyakarta.
Yogyakarta: Jurnal oftalmologi Indonesia vol 5(3). h 213-6, Des 2007.
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Oftalmologi umum. edisi ke-17. Jakarta: EGC; 292-6.
3. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2012. h. 74-9
4. Subardjo SU. Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian ilmu
kesehatan mata FKUGM; 2012.h 193-213.