laporan kasus diplopia pada kavernoma thalamus filekesadaran, keluarga pasien mengatakan bahwa...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN KASUS
DIPLOPIA PADA KAVERNOMA THALAMUS
Pembimbing:
dr. Nurtakdir Setiawan Sp.S, M.Sc
Disusun oleh:
Aanisah Fraymaytika
1810221105
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN”
JAKARTA
2019
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
No RM : 017212-2012
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Pandean RT 01/01
Ruang Rawat : Dahlia / Kelas II
Tanggal masuk : 6 Februari 2019
Tanggal keluar : 12 Februari 2019 (7 hari perawatan)
II. DATA DASAR
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien
pada tanggal 8 Februari 2018 (hari perawatan ke-3).
Keluhan Utama
Konsulan dari penyakit dalam karena pandangan ganda (diplopia)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan pandangan ganda, sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien menjelaskan bahwa pandangannya seperti berbayang dan goyang-goyang.
Pasien biasanya rutin minum obat dari dokter saraf, lalu pasien merasa sudah
membaik dan tidak minum obat yang biasa diminum oleh pasien sehingga muncul
keluhan yang dikeluhkan pasien. Pasien mengatakan bahwa anggota gerak kanan
pasien kesemutan seperti ada semut yang berjalan pada lengannya. Hal ini dirasakan
pasien hilang timbul sejak 6 bulan lalu. Pasien juga mengatakan bahwa pendengaran
pasien pada telinga kanan menurun sejak 6 bulan yang lalu. Pasien hanya dapat
3
mendengar pada radius setengah meter dengan suara kencang. Pasien juga
mengeluhkan pusing berputar hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Pusing berputar
muncul terutama saat pasien berubah posisi secara tiba-tiba, dan hilang saat pasien
beristirahat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut keluarga pasien pada bulan Agustus 2018 pasien mengalami
penurunan kesadaran dan anggota gerak kanan lengan maupun kaki
mengalami kelemahan secara tiba-tiba. Sebelum mengalami penurunan
kesadaran, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sempat muntah 1 kali,
isi muntahan adalah makanan yang telah dimakan pasien sebelumnya. Pasien
dibawa ke RSUD A, mendapatkan perawatan selama 7 hari dan di diagnosis
sebagai stroke. Setelah kesadaran pasien pulih, pasien mengalami afasia dan
berkomunikasi menggunakan isyarat tangan dan kedua bola mata tidak dapat
digerakkan, hanya dapat memnadang lurus ke depan sehingga pasien perlu
untuk menggerakkan seluruh kepala untuk dapat melihat pada sisi kanan dan
kiri pasien. Pasien maupun keluarga pasien tidak ingat pada hari keberapa
pasien mulai pulih kesadarannya. Dokter yang merawat pasien mengatakan
bahwa stroke yang dialami pasien mengarah pada stroke perdarahan. Pasien
belum pernah melakukan CT-scan pada saat stroke pertama. Setelah dirawat,
pasien melakukan pemeriksaan CT-Scan di rumah sakit lain. Setelah
didapatkan hasil CT-Scan, pasien dirujuk kembali ke RS lain pada bagian
bedah saraf dan dilakukan MRI pada pasien. Pasien setelah riwayat stroke
pertama, melakukan kontrol di poli saraf dan melakukan fisioterapi.
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat kolesterol : disangkal
Riwayat penyakit diabetes : disangkal
Riwayat hipertensi : diakui
4
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :
Pasien tinggal bersama suami dan anak-anaknya, pasien tidak bekerja dan hanya
tinggal dirumah sebagai ibu rumah tangga. Kesan ekonomi pasien cukup. Biaya
pengobatan ditanggung BPJS. Pasien tidak suka berolahraga rutin.
Anamnesis Sistem:
Sistem neurologis : pandangan ganda, pendengaran kanan menurun,
kesemutan pada anggota gerak kanan, pusing berputar
Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
Sistem integumen : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume Anamnesis
Pasien perempuan berusia 51 tahun dikonsulkan ke bagian saraf pada hari
kedua perawatan dengan keluhan pandangan ganda. Pasien mengeluh pandangan
ganda sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan kesemutan pada anggota gerak
kanan. Kesemutan pada anggota gerak kanan dirasakan hilang timbul sejak 6 bulan
yang lalu, pasien juga mengeluhkan pendengaran telinga kanan menurun sejak 6
bulan yang lalu, dan pusing berputar terutama jika pasien berubah posisi secara tiba-
tiba lalu hilang saat pasien beristirahat. Pada bulan Agustus 2018, pasien mengalami
penurunan kesadaran dan kelemahan anggota gerak kanan secara tiba-tiba, disertai
muntah sebelum mengalami penurunan kesadaran dan di diagnosis sebagai stroke.
Setelah kesadaran pasien pulih pasien mengalami afasia dan berkomunikasi dengan
5
menggunakan isyarat tangan. Kedua bola mata pasien tidak bisa digerakkan dan
hanya lurus kedepan. Menurut keluarga pasien, dokter mengatakan bahwa stroke
yang dialami pasien mengarah pada stroke perdarahan. Pasien belum melakukan CT-
Scan pada serangan stroke pertama. Setelah riwayat stroke pertama pasien kontrol di
poli saraf dan melakukan fisioterapi.
Diskusi I
Dari hasil data autoanamnesis dan alloanamnesis didapatkan adanya
pandangan ganda atau diplopia. Diplopia biasanya disebabkan karena adanya
kerusakan fungsi otot ekstraokular. Gangguan otot tersebut bisa terjadi karena
masalah mekanik, penyakit pada neuromuscular junction, atau gangguan pada saraf
kranial yang mengatur otot tersebut (N.III, IV, dan VI).
Pasien mengeluhkan adanya penurunan pendengaran pada telinga kanan.
Sistem pendengaran terdiri atas saraf yang ada pada organ cochlea dalam telinga
sebagai saraf aferen yang menerima rangsang saraf, lalu diteruskan ke otak melalui
nervus cochlearis yang nantinya bersama dengan nervus vestibularis menjadi nervus
vestibulocochlearis (N.VIII) berjalan menuju korteks lobus parietal di otak secara
kontralateral untuk kemudian di interpretasikan. Penurunan fungsi pendengaran
pasien bersifat kronis terhitung selama 6 bulan dari bulan Agustus sampai bulan
Februari saat dilakukan pemeriksaan.
Pasien mengeluhkan adanya kesemutan pada anggota gerak kanan sejak
serangan stroke pada bulan Agustus 2018. Sensasi kesemutan atau yang disebut
parestesia bisa disebabkan karena adanya gangguan pada saraf sensoris. Serabut saraf
sensoris aferen yang berada di kulit akan menerima impuls dari luar kemudian
dihantarkan menuju ke korteks serebrum melalui spinothalmic tract melewati
thalamus yang kemudian akan diinterpretasikan di somatosensory korteks. Parestesia
pasien bersifat kronis terhitung dari bulan Agustus sampai saat pemeriksaan yaitu
bulan Februari yaitu selama 6 bulan. Parestesia kronis umumnya dapat digolongkan
menjadi radikulopati yang disebabkan adanya penekanan saraf, neuropati yang terjadi
6
karena kerusakan saraf kronis misalnya pada kasus hiperglikemia, dan pada kondisi
lain seperti trauma, cedera, stroke, tumor, dan lainnya.
Pusing berputar dirasakan oleh pasien saat pasien berubah posisi secara cepat
dan hilang apabila pasien beristirahat. Pusing berputar merupakan sakit kepala
dimana pasien merasa bahwa lingkunga sekitarnya berputar-putar. Hal ini dapat
disebabkan karena vertigo ataupun kelainan pada otak seperti tumor otak.
TUMOR OTAK
1. Definisi
Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak
yang terdiri atas tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah
pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas, sedangkan tumor
otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak
dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
2. Epidemiologi
Dimana tumor otak primer tersebut kira-kira 41% adalah glioma, 17%
meningioma, 13% adenoma hipofisis dan 12% neurilemoma. Pada orang dewasa 60%
terletak supratentorial sedang pada anak 70% terletak infratentorial. Pada anak yang
paling sering ditemukan adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan
astrositoma, sedangkan pada dewasa adalah glioblastoma multiforme.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Samuels (1986) berdasarkan atas lokasi tumor, yaitu :
Tumor supratentorial
o Hemisfer otak :
Glioma : glioblastoma multiforme, astrositoma, oligodendroglioma,
meningioma, tumor metastasis
o Tumor struktur median : adenoma hipofisis, tumor glandula
7
pinealis, kraniofaringioma
Tumor infratentorial
Dewasa :
a) Schwannoma akustikus (neurilemmoma, neurinoma akustik)
b) Tumor metastasis
c) Meningioma
d) Hemangioblastoma (Von Hippel – Lindau)
Anak-anak :
a) Astrositoma serebelaris
b) Medulloblastoma
c) Ependimoma
d) Glioma batang otak
4. Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun
telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau,
yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat
dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
8
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah
timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam
proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan
antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
5. Patofisiologi
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh
dua faktor: gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan
intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak,
dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang tumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi
sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah
ke jaringan otak. Peningkatan ICP disebabkan oleh : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahah sirkulasi cairan
serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena
9
tumor akan mendesak ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanisme belum
begitu dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan
perdarahan. Obstruksi vena dan edema akibat kerusakan sawar darah otak, semua
menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan ICP. Obstruksi sirkulasi CSF dari
ventrikel lateralis ke ruang subarachnoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan ICP akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu
penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan
waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif sehingga tidak berguna
bila tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini bekerja
menurunkan volume darah intracranial, volume CSF, kandungan cairan intrasel, dan
mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
terjadinya herniasi unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis
lobus temporalis tergeres ke inferior melalui incisura tentorial oleh massa dalam
hemisfer otak. Herniasi menekan mesencephalon menyebakan hilangnya kesadaran
dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medulla oblongata dan henti napas terjadi
dengan cepat. Perubahan fisiologi lain yang terjadi akibat peningkatan ICP yang
cepat adalah bradikardi progesif, hipertensi sistemik, dan gagal napas.
6. Cavernoma Thalamus
Cavernoma adalah sekelompok pembuluh darah abnormal, biasanya
ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang. Kadang dikenal sebagai angioma
kavernosa, hemangioma kavernosa, atau malformasi kavernosa serebral. Cavernoma
yang khas terlihat seperti raspberry. Kavernoma dapat bervariasi ukurannya dari
beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter.
Sebuah cavernoma seringkali tidak menyebabkan gejala, tetapi ketika gejala
itu terjadi mereka dapat meliputi perdarahan, kejang, sakit kepala, masalah
neurologis, seperti pusing, bicara cadel/pelo (disartria), penglihatan ganda, masalah
keseimbangan dan tremor, kelemahan, mati rasa, kelelahan, masalah ingatan dan
kesulitan berkonsentrasi, sejenis stroke yang disebut stroke hemoragik.
10
Tingkat keparahan dan lamanya gejala dapat bervariasi tergantung pada jenis
kavernoma dan di mana letaknya. Masalah dapat terjadi jika kavernoma berdarah atau
menekan bagian otak tertentu. Sel-sel yang melapisi cavernoma seringkali lebih tipis
daripada sel-sel yang melapisi pembuluh darah normal, yang berarti mereka rentan
terhadap kebocoran darah. Dalam kebanyakan kasus, perdarahan kecil mungkin tidak
menyebabkan gejala lain. Namun perdarahan massif bisa mengancam jiwa dan dapat
menyebabkan masalah jangka panjang.
Perawatan yang direkomendasikan untuk cavernoma akan bervariasi
tergantung pada keadaan dan faktor seseorang seperti ukuran, lokasi dan jumlah.
Beberapa gejala kavernoma, seperti sakit kepala dan kejang, dapat dikontrol dengan
obat-obatan. Tetapi pengobatan yang lebih invasif kadang-kadang dapat ditawarkan
untuk mengurangi risiko perdarahan di masa depan.
Jenis perawatan yang ditawarkan di Inggris untuk mengurangi risiko
perdarahan meliputi: bedah saraf: dilakukan dengan anestesi umum untuk
mengangkat kavernoma, stereotactic radiosurgery: di mana satu dosis radiasi yang
terkonsentrasi diarahkan langsung ke cavernoma, menyebabkannya menjadi menebal
dan rusak.
Dalam kebanyakan kasus, bedah saraf lebih disukai daripada radiosurgery
stereotactic karena efektivitas radiosurgery dalam mencegah perdarahan tidak
diketahui. Stereotactic radiosurgery biasanya hanya dipertimbangkan jika posisi
cavernoma membuat bedah saraf terlalu sulit atau berbahaya. Risiko pengobatan
invasif termasuk stroke dan kematian, meskipun risiko pastinya tergantung pada
lokasi kavernoma.
7. Sindrom Thalamus
Sindrom Thalamus adalah kondisi neurologis yang jarang terjadi akibat stroke
otak yang mempengaruhi thalamus otak. Kondisi ini umumnya terjadi pada individu
yang lebih tua. Thalamus adalah bagian dari otak tengah yang bertindak sebagai
stasiun pemancar sensasi, seperti sentuhan, rasa sakit, dan suhu, yang dibawa oleh
saluran yang berbeda dari sumsum tulang belakang. Thalamus, setelah menerima
11
sensasi ini, menyatukan dan mentransmisikannya ke bagian korteks otak yang sesuai.
Pendarahan atau gumpalan darah di pembuluh darah thalamus dapat menyebabkan
stroke, yang merupakan penyebab utama sindrom thalamus. Individu dengan irama
jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol tinggi berisiko
untuk mengembangkan kondisi tersebut.
Penyebab sindrom thalamus sebagian besar terkait dengan stroke di wilayah
thalamus (bagian dari otak). Faktor penyebabnya bisa berupa episode perdarahan
(stroke hemoragik), atau gumpalan darah (stroke iskemik) di pembuluh darah
thalamus. Ketika ada kerusakan pada thalamus, biasanya melibatkan pembuluh kecil
yang lebih dalam (seperti arteri thalamogenulate), ada respons yang berubah terhadap
sensasi yang diterima olehnya. Ini sebagian besar dimanifestasikan sebagai rasa sakit
yang hebat di ekstremitas dan kehilangan perasaan posisi. Jika area otak yang terkena
stroke besar, dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tubuh di sisi yang
berlawanan.
Tanda dan gejala sindrom thalamus dapat bervariasi dari mati rasa dan
kesemutan, kehilangan sensasi, atau hipersensitivitas terhadap rangsangan
lingkungan, gerakan tak terkendali, dan kelumpuhan. Nyeri yang ekstrem dan
berkepanjangan juga telah dilaporkan, reaksi terhadap rasa sakit dapat dibesar-
besarkan sehingga bahkan pinprick dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa,
sentuhan superfisial, stres emosional, dan suhu panas dan dingin dapat memicu rasa
sakit yang ekstrem juga. Individu, yang terkena stroke dan melaporkan rasa sakit atau
sensasi abnormal, dievaluasi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Penyebab rasa sakit
ditegakkan melalui proses eliminasi, untuk sampai pada diagnosis sindrom thalamus.
Studi pencitraan otak mungkin diperlukan tambahan, untuk mengesampingkan
adanya tumor atau penyumbatan pembuluh darah.
Diagnosis sindrom thalamus dilakukan dengan menggunakan metode berikut:
pemeriksaan fisik menyeluruh dan penilaian gejala individu yang terkena, penilaian
riwayat medis, evaluasi neurologis menyeluruh, menghilangkan penyebab lain rasa
sakit dengan evaluasi klinik dan penggunaan teknik pencitraan. Beberapa penyebab
tersebut dapat berupa tumor atau penyumbatan pada pembuluh darah di otak CT-Scan
12
kepala dan leher, MRI otak, angiogram otak. Banyak kondisi klinis mungkin
memiliki tanda dan gejala yang serupa.
Gejala-gejala sindrom thalamus diobati menggunakan opoid, anti-depresan,
anti-kejang dan obat-obatan topikal untuk rasa sakit. Penggunaan elektroda implan
untuk merangsang daerah otak yang terkena saat ini sedang diselidiki. Juga sedang
diteliti adalah stimulasi sumsum tulang belakang untuk meringankan gejala. Tidak
ada metode efektif yang tersedia untuk mencegah sindrom thalamus. Manajemen
yang efektif untuk kondisi kesehatan predisposisi, seperti tekanan darah tinggi dan
kadar kolesterol, dapat membantu meminimalkan kerentanan terhadap kondisi
tersebut.
Prognosis sindrom thalamus tergantung pada tingkat keparahan kondisinya,
dan yang lebih penting pada tingkat stroke otak. Seringkali, manajemen nyeri seumur
hidup melalui obat-obatan mungkin diperlukan.
8. Gambaran klinik
Gejala klinik pada tumor intrakranial dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
1. Gejala Klinik Umum
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau
akibat infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit
kepala, perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema,
mual dan muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih
progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan
dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat
besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya
memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada
lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru
kemudian memberikan gejala umum.
13
Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri
kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 %
dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan
nyeri alih ke oksiput dan leher.
Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita
dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan
jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada
awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat,
tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik
buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan
kabur yang tidak menetap.
14
Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari
massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa
didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intrakranial.
2. Gejala Klinik Lokal
Manifestasi lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi
parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah
sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan
sitokin), semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
Tumor Kortikal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang
diikuti paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma
frontal khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain
disartri, kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant
dipengaruhi. Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus
olfaktorius.
Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus
kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan
kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer
dominan menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya
konsentrasi yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala
yang lain diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral,
hemianopsia/ quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor
atau kejang sensoris.
Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym
yang kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
15
kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk
geometri.
Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat
ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi
dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada
daerah frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga
menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan
gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.
Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan
pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada
ventrikel empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan
gejala-gejala umum.
Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala
yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus
mungkin menonjol.
3. Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Features)
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari
lokasi tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial, pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi.
Kelumpuhan nervus VI berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial yang menyebabkan kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang
difus atau tumor pada korpus kallosum menyebabkan ataksia (frontal ataksia).
9. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor
otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun
pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. Dari
16
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang
mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau
tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik
dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari
abses ataupun proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple
pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor.
Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan
tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam
dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
17
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormalpada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada
waktu kejang.
10. Terapi
Jika memungkinkan, maka tumor diangkat melalui pembedahan. Pembedahan
kadang menyebabkan kerusakan otak yang bisa menimbulkan kelumpuhan parsial,
perubahan rasa, kelemahan dan gangguan intelektual. Tetapi pembedahan harus
dilakukan jika pertumbuhannya mengancam struktur otak yang penting. Meskipun
pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan kanker, tetapi bisa mengurangi
ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu menentukan jenis tumor serta
pengobatan lainnya. Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan
karena mereka terus tumbuh di dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan
kerusakan yang lebih parah atau kematian.
Meningioma, schwannoma dan ependimoma biasanya diangkat melalui
pembedahan. Setelah pembedahan kadang dilakukan terapi penyinaran untuk
menghancurkan sel-sel tumor yangt ersisa. Tumor ganas diobati dengan pembedahan,
terapi penyinaran dan kemoterapi. Terapi penyinaran dimulai setelah sebanyak
mungkin bagian tumor diangkat melalui pembedahan. Terapi penyinaran tidak dapat
menyembuhkan tumor, tetapi membantu memperkecil ukuran tumor sehingga tumor
dapat dikendalikan.
Kemoterapi digunakan untuk mengobati beberapa jenis kanker otak.
Kanker otak primer maupun kanker otak metastatik memberikan respon yang baik
terhadap kemoterapi.
Jika terjadi peningkatan tekanan di dalam otak, diberikan suntikan mannitol
dan kortikosteroid untuk mengurangi tekanan dan mencegah herniasi. Pengobatan
kanker metastatik tergantung kepada sumber kankernya. Sering dilakukan terapi
penyinaran. Jika penyebarannya hanya satu area, maka bisa dilakukanpembedahan.
18
Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa faktor,
antara lain kondisi umum penderita, tersedianya alat yang lengkap, pengertian
penderita dan keluarganya, luasnya metastasis. adapun terapi yang dilakukan,
meliputi terapi steroid, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial,
namun tidak berefek langsung terhadap tumor.
Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak.
Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumornya dan meminimalisir sebisa
mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini
dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur.
Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji
khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus
sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan
potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian menutup
sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang
ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk
meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak
adalah sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah
operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala.
Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya
cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak (edema).
Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan. Sebuah operasi
kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat
menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung
19
ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan
cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung
sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati
dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. kerusakan otak bisa menjadi
masalah serius. Pasien mungkin memiliki masalah berpikir, melihat, atau berbicara.
Pasien juga mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar
masalah ini berkurang dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan
otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau
terapi kerja.
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk
menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI digunakan
untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi
diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya
bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan foton,
ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan
komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan. Kekurangannya adalah
tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi,
serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi. Kadang-kadang
operasi tidak dimungkinkan. Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau
daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat mengangkat tumor
tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi
atau perawatan lainnya.
Radioterapi
Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar
5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi
hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu
20
memperbaiki kerusakan subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis tersebut.
Radioterapi akan lebih efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.
Kemoterapi
Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi
tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-
tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas
ke batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat
membantu sebagai terapi paliatif.
11. Prognosis
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan
hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun
setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan
hidup lebih dari 5 tahun.
Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
o Penderita yang berusia dibawah 45 tahun
o Penderita astrositoma anaplastik
o Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat
melalui pembedahan.
Berdasarkan data di Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga
penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka
ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka ketahanan
hidup 10 tahaun (10 years survival) berkisar 30-40%. Terapi tumor otak di Indonesia
secara umum prognosisnya masih buruk, berdasarkan tindakan operatif yang
dilakukan pada beberapa rumah sakit di Jakarta. 2
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan
hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun
21
setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan
hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
o Penderita yang berusia dibawah 45 tahun
o Penderita astrositoma anaplastik
o Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat
melalui pembedahan.
12. Komplikasi
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar
lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying).
Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel
(sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa
dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi
obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
c. Herniasi Otak
d. Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan
singuli.
e. Metastase ketempat lain
III. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : diplopia, penurunan pendengaran kanan, kesemutan
anggota gerak kanan, pusing berputar acute on chronic
Diagnosis Topik : Hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : - Vascular: stroke rekuren
- Neoplasma: stroke like presentation
22
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan saat di IGD:
GCS : E4M6V5
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 131/92 mmHg
- Frekuensi nadi : 94x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,7°C
IV.1 Pemeriksaan Umum (8 Februari 2019)
o GCS : E4M6V5
o Tanda-Tanda Vital:
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 90x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 22 x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,8°C
IV.2 Status generalis
Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku
kuduk (-), burdzinsky I (-)
Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.
Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø
3mm/3mm, refleks cahaya (+ melambat/+), refleks kornea (+/+)
Telinga : AD/AS: Bentuk telinga normal, serumen (+), membran timpani
sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
Hidung : Bentuk hidung normal. Deviasi (-)Sekret (-) Nafas cuping hidung(-)
Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi (-),
sianosis (-).
23
Thoraks
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra
Perkusi : Batas kiri bawah: ICS IV linea axillaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (-) sistolik, gallop (-).
Abdomen :
1. Inspeksi : Datar, supel.
2. Auskultasi: Bising usus (+), normal
3. Perkusi : Timpani di semua regio abdomen
4. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien ttb, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis (-), akral hangat (+)
IV.2 Status Psikiatri
Tingkah Laku : Baik
Orientasi : Baik
Kecerdasan : Sesuai dengan pendidikan
Daya Ingat : Mudah lupa
24
IV.3 Status Neurologis
a. Saraf Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu + +
N. II. Optikus
Daya penglihatan + +
Pengenalan warna + +
Lapang pandang + +
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 3mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya + menurun +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit + +
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut dbn dbn
Mengerutkan dahi dbn dbn
Menutup mata + +
Meringis dbn dbn
Menggembungkan pipi dbn dbn
Daya kecap lidah 2/3 ant dbn dbn
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik - dbn
Tes Rinne Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tes Schwabach Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
25
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang dbn
Reflek Muntah Tidak dinilai
N. X (VAGUS) Keterangan
Reflek muntah Tidak dinilai
Bersuara dbn
Menelan dbn
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala +
Sikap Bahu dbn
Mengangkat Bahu dbn
Trofi Otot Bahu (-)
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Artikulasi dbn
Menjulurkan lidah dbn
b. Fungsi Motorik :
1. Kekuatan motorik
5/5/5/5 5/5/5/5
5/5/5/5 5/5/5/5
2. Tonus
Eutonus Eutonus
Eutonus Eutonus
3. Gerak
Bebas Bebas
Bebas Bebas
26
4. Trofi
Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Dbn Dbn
Refleks Triceps Dbn Dbn
Refleks ulna dan radialis Dbn Dbn
Refleks Patella Dbn Dbn
Refleks Achilles Dbn Dbn
Refleks Patologis
Babinski + -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
c. Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Rasa nyeri Dbn Dbn
Rasa raba Dbn Dbn
d. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negative
Kernig sign : negative
Pemeriksaan Brudzinski :
Brudzinski I : negative
Brudzinski II : negative
Brudzinski III : negative
Brudzinski IV : negative
e. Fungsi Vegetatif
Fungsi Vegetatif: BAK (+), BAB (+)
27
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah lengkap
Hb 14.8 11,5 – 15,5 gr/dl
Ht 45.7 35 - 47%
Eritrosit 5.1 3.8– 5,2 juta/µL
MCV 84.5 82 – 98 fL
MCH 29,3 27 – 32 pg
MCHC 34,5 32 – 37 gr/dL
Trombosit 283000 150.000 – 400.000/µL
Leukosit 10,7 3.600 –11.000/µL
Hitung Jenis
Eosinofil 0.05 0.04-0.8 %
Basofil 0.04 0-0.2%
Neutrofil 7,4 1.8-7.5 %
Limfosit 36 25-40 %
Monosit 0.36 0.2-1 %
RDW-CV 14.2 10-18%
Kimia Klinik
HDL direct 39 37-92
LDL-cholesterol 95,2 <150
Cholesterol 154 <200 dianjurkan
200-239 resiko sedang
>= 240 resiko tinggi
Trigliserida 139 70-140
Elektrolit
Na 139 136-146 mmol/L
K 3,7 3.5-5.1 mmol/L
28
2. CT Scan tanggal 2 September 2018
Gambar. Hasil CT Scan Kepala Sagital dan Axial
Ekspertise:
- Massa solid di thalamus sinistra
- Infark di corona radiata sinistra
- Tak tampak gambaran intracranial hemmorage
29
3. MRI dengan kontras
Gambar. Hasil MRI dengan Kontras
Ekspertise:
- Lesi bentuk bulat dengan haemosiderin rim pada thalamus kiri (diameter ± 1,23
cm), tak tampak efek massa/edema → cenderung thalamic cavernoma kiri
- Subacute lacunar infarction pada corona radiate kiri dan thalamus kanan
- Small vessel ischemic disease pada white matter lobus frontal, parietal, dan
corona radiate kanan kiri
- Tak tampak tanda peningkatan tekanan intracranial
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata didapatkan semua dalam batas
normal dengan kesadaran compos mentis, pada pemeriksaan motorik pasien dapat
menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan dapat bergerak dengan bebas dengan
kekuatan normal. Pada pemeriksaan tanda vital saat di igd didapatkan tanda vital
tekanan darah 131/92 mmHg, frekuensi nadi 94x/menit, reguler, isi cukup, kuat
angkat, frekuensi nafas 20 x/menit, regular dan suhu tubuh 36,7°C. Pada pemeriksaan
hari perawatan ketiga saat dilakukan pemeriksaan yaitu tekanan darah 130/90 mmHg,
30
nadi 90x/menit dengan irama regular dan isi cukup, laju nafas 22x/mnt dalam batas
normal, suhu 36,8 derajat (afebris). Pada pemeriksaan fisik lokalis tidak ditemukan
adanya kelainan. Selanjutnya pemeriksaan status psikiatri dan pemeriksaan
neurologis saraf kranialis semua dalam batas normal kecuali pada reflex cahaya mata
sebelah kanan terdapat perlambatan. Reflex cahaya adalah reflex mengecilnya pupil
terhadap cahaya. Pengaturan diameter pupil ini bekerja dengan cara rangsang saraf
parasimpatis dari saraf okulomotorius (N.III) yang kemudian akan merangsang otot
sfingter pupil sehingga memperkecil pupil (meiosis), dan rangsangan saraf simpatis
merangsang serabut radial iris dan menimbulkan dilatasi (midriasis). Gangguan pada
N.III dapat menyebabkan penurunan reflex cahaya, pada pasien ini terdapat gangguan
pada N.III ipsilateral yaitu pada sebelah kanan.
Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan hasil semua dalam batas normal.
Didapatkan adanya refleks patologis yang positif pada ekstremitas yang mengalami
kelemahan pada saat riwayat serangan stroke pertama diantaranya refleks Babinski
(+). Temuan diatas merupakan tanda khas pada lesi susunan saraf pusat atau lesi
upper motoric neuron. Selanjutnya pada pemeriksaan sensoris didapatkan hasil
semua dalam batas normal dibandingkan antara kanan dan kiri.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, kimia
klinik dan profil lipid untuk mencari faktor resiko lain yang kemungkinan terlibat
pada penyakit gangguan cerebrovaskular. Didapatkan hasil profil lipid yang normal.
Selanjutnya telah dilakukan pemeriksaan penunjang CT Scan kepala dan MRI yang
merupakan Golden Diagnosis dalam penegakkan diagnosis SOP intraserebral. Hasil
CT Scan menunjukkan massa solid di thalamus sinistra, infark di corona radiata
sinistra, dan tak tampak gambaran intracranial hemmorage. Hasil MRI menunjukkan
lesi bentuk bulat dengan haemosiderin rim pada thalamus kiri (diameter ± 1,23 cm),
tak tampak efek massa/edema → cenderung thalamic cavernoma kiri, subacute
lacunar infarction pada corona radiate kiri dan thalamus kanan, small vessel ischemic
disease pada white matter lobus frontal, parietal, dan corona radiate kanan kiri, tak
tampak tanda peningkatan TIK.
31
VI. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinis : Diplopia, penurunan pendengaran kanan, parestesia anggota
gerak kanan, pusing berputar, mudah lupa, parese N.III acute
on chronic
Diagnosis topis : Hemisfer sinistra
Diagnosis etiologi : Neoplasma intracranial susp. thalamic cavernoma
VII. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
Tirah baring
Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
Diagnosis pasien
Tatalaksana yang akan dilakukan
Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
2. Medikamentosa
PO Citicolin 2x500mg
PO Ranitidine 2x150mg
PO Methylprednisolone 2x32mg
PO Gabapentin 1x300mg
PO Flunarizin 2x5mg
DISKUSI III
Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring dan edukasi.
Pemberian medikamentosa pada pasien ini sebagai berikut:
1. PO Citicolin
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk
32
meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu
rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu
dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan
kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan
mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien
yang mengalami gegar otak.
2. PO Ranitidine
Pemberian Ranitidine ditujukan sebagai gastroprotektor untuk mencegah
terjadinya stress ulcer pada lambung karena obat
3. PO Methylprednisolone
Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid yang merupakan hormon
yang muncul secara alami yang mencegah atau menekan inflamasi dan respons imun
ketika diberikan dalam dosis farmakologis. Pada tingkat molekuler, glukokortikoid
yang tidak terikat mudah melintasi membran sel dan berikatan dengan afinitas tinggi
terhadap reseptor sitoplasma spesifik. Ikatan ini menginduksi respons dengan
memodifikasi transkripsi dan, akhirnya, sintesis protein untuk mencapai aksi steroid
yang dimaksud. Tindakan tersebut dapat meliputi: penghambatan infiltrasi leukosit di
tempat peradangan, gangguan fungsi mediator dari respon inflamasi, dan penindasan
respon imun humoral. Tindakan antiinflamasi kortikosteroid dianggap melibatkan
protein penghambat fosfolipase A2, yang secara kolektif disebut lipokortin.
Lipokortin mengendalikan biosintesis mediator ampuh peradangan seperti
prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat pelepasan molekul prekursor asam
arakidonat.
Pemberian methylprednisolone telah digunakan sejak abad 19 yang diketahui
baik untuk mengurangi edem serebri vasogenik yang berhubungan dengan tumor otak
baik primer ataupun jenis metastasis, digunakan juga pada pasien dengan abses otak.
Pemberian methylprednisolone jangka pendek juga dapat mengurangi kerusakan
akibat edema serebri, menurunkan tekanan intracranial dan juga memperbaiki brain
blood barrier atau sawar darah otak.
33
4. PO Gabapentin 1x300mg
Gabapentin adalah suatu obat golongan anti kejang. Kejang merupakan
komplikasi tumor otak yang sering dijumpai dan tumor intracranial dianggap
memiliki peranan dalam epileptogenesis.
VIII. HASIL KONSULAN PASIEN
Kami dapatkan:
CT-Scan: SOP Intracranial
Tampak Cavernoma thalamic lateral
Diagnosis: SOP Intracranial
Terapi:
Citicolin 2x500mg
Metilprednisolon 2x32mg
Ranitidin 2x150mg
Gabapentin 1x300mg
Flunarizin 2x5mg
Kontrol poli saraf