mahasiswa.mipastkipllg.commahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel dina... · web...
TRANSCRIPT
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 9 LUBUKLINGGAUTAHUN PELAJARAN 2015/2016
OLEH
DINA MARIANANIM 4009084
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKAJURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANPERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP – PGRI) LUBUKLINGGAU2016
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 9 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh :
Dina Mariana1, Anna Fauziah2, Idul Adha3
(STKIP – PGRI) LUBUKLINGGAU
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau setelah penerapan model kooperatif Tipe Two Stay Two Stray secara signifikan tuntas?. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah eksperimen Semu. Populasinya yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau Tahun Ajaran 2015/2016. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara cluster random sampling dan sampel adalah kelas VIII.3 sebagai kelas ekperimen. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes yang terdiri dari 6 soal. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau setelah penerapan model kooperatif Tipe Two Stay Two Stray secara signifikan tuntas. Rata-rata nilai tes akhir setelah diterapkan model model kooperatif Tipe Two Stay Two Stray sebesar 83.31 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 94,29%.
Kata kunci: Penerapan, Hasil Belajar, model pembelajaran Two Stay Two Stray
PENDAHULUAN
Menurut Sanjaya (2010:139), salah satu permasalahan yang dihadapi dunia
pendidikan kita adalah rendahnya kualitas hasil dan proses belajar yang dicapai siswa.
Rendahnya kualitas hasil ditandai oleh pencapaian prestasi belajar yang belum
memenuhi standar kompetensi seperti tuntunan kurikulum. Dalam setiap mata pelajaran
termasuk mata pelajaran matematika khususnya, proses belajar yang dilakukan siswa
terbatas pada penguasaan materi pelajaran sedangkan matematika merupakan mata
pelajaran yang susah dipahami, sehingga ketidaksenangan siswa terhadap mata
pelajaran matematika kemungkinan disebabkan oleh sukarnya memahami mata
pelajaran matematika. Hal ini berakibat pada hasil belajar siswa yang rendah dan belum
mencapai KKM yang ditetapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan observasi penulis dari salah seorang
guru matematika di SMP Negeri 9 Lubuklinggau diperoleh data bahwa rata-rata hasil
belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran matematika masih rendah, ini dapat terlihat
dari hasil belajar siswa yang sudah dapat dikatakan tuntas sebanyak 94 siswa (38,37%)
dari 246 jumlah siswa kelas VIII dan sisanya sebanyak 152 siswa (61,63%) belum
tuntas karena Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah sebesar 75.
Kesulitan belajar matematika yang ditimbulkan bukan karena sulitnya materi
pelajaran matematika, tetapi oleh metode penyampaian guru dalam mengelola
pembelajaran yang kurang efektif. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung
berpusat pada guru (Teacher Centered) sehingga siswa menjadi pasif (Trianto, 2007:1).
Hal ini mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi rendah. Meskipun demikian
guru lebih suka menerapkan metode tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan
praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain.
Masalah ini banyak dijumpai dalam proses belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu,
perlu menerapkan suatu suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
memahami materi ajar dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Peneliti berkeinginan untuk melakukan suatu penelitian eksperimen, agar proses
kegiatan belajar-mengajar di kelas lebih aktif. Untuk itu peneliti akan mencoba memilih
suatu model pembelajaran yang mampu membuat suasana pembelajaran menjadi
menarik dan menyenangkan. Penerapan model pembelajaran yang inovatif harus
mampu dikembangkan oleh guru sebagai upaya untuk membantu memperbaiki hasil
belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat di terapkan adalah model
pembelajaran Two Stay Two Stray
Model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah suatu model pembelajaran yang
diawali dengan pembagian kelompok dengan sistem dua tinggal dua tamu sehingga
dapat melatih siswa untuk lebih tanggap dalam menerima infomasi dari kelompok lain
dan memberikan informasi kepada kelompok lain, lalu menyampaikan kembali
informasi yang telah diperoleh tersebut kepada temannya dalam satu kelompok belajar.
(Suyatno, 2009:67)
Sedangkan menurut Nurhadi (2011:119) “Model pembelajaran Two Stay Two
Stray merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas,
motivasi, dan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran karena model
pembelajaran ini berorientasi kepada siswa”. Pembelajaran ini juga dapat memberikan
dukungan pada siswa dalam tukar menukar ide, memecahkan masalah, berpikir
alternatif, dan meningkatkan kecakapan berbahasa. Sehingga di harapkan penerapan
model pembelajaran ini mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Dimana
akan berimplementasi pada meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis akan
melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Two Stay Two
Stray Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9
Lubuklinggau Tahun Ajaran 2015/2016”.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Negeri 9 Lubuklinggau setelah penerapan model kooperatif Tipe Two Stay Two
Stray secara signifikan tuntas?"
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau setelah penerapan model
kooperatif Tipe Two Stay Two Stray.
KAJIAN TEORI
1). Hakekat Belajar
Menurut Robbins (dalam Trianto, 2010:20) belajar adalah proses menciptakan
hubungan antara (sesuatu pengetahuan) yang baru. Makna belajar disini merupakan
keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru.
Sutikno (dalam Faturohman dan Sutikno 2007:5), belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku, akibat interaksi dengan
lingkungannya.
2). Hasil Belajar
Mudjiono dan Dimyati (2009:3) mendefinisikan hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Menurut Hamalik (2010:103) mengemukakan guru perlu mengenal hasil belajar
dan kemajuan belajar siswa yang telah diperoleh sebelumnya, hal-hal yang perlu
diketahui itu antara lain adalah penguasaan pelajaran dan keterampilan belajar.
Bloom (dalam Rasyid dan Mansur, 2009:13) Hasil belajar mencakup peringkat
dan tipe prestasi belajar, kecepatan belajar dan hasil afektif.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah pencapaian tujuan pembelajaran yang merupakan hasil dari kegiatan belajar dan
seluruh aspek baik afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diharapkan pada siswa
setelah melakukan proses belajar mengajar.
3). Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nurhadi (2005:112) pengajaran kooperatif adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Lie (dalam Isjoni, 2009:16) pembelajaran kooperatif disebut dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan model kooperatif adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus yang berorientasi pada pembelajaran gotong
royong (kelompok interaktif) dimana memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
4). Model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Menurut Lie (2009:61) model kooperatif tipe Two Stay Two Stray atau model
dua tinggal dua tamu adalah suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.
Suyatno (2009:67) model kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah model
pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima informasi dari
kelompok lain dan memberi informasi kepada kelompok lain, lalu menyampaikan
informasi tersebut yang didapat dari kelompok lain kepada temannya satu kelompok.
Sintak model kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah kerja kelompok, dua siswa
bertamu kekelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima
dua orang dari kelompok lain, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok dan laporan
kelompok, setelah siswa kembali ke kelompok asal, siswa diminta mendiskusikan
temuan mereka.
Menurut Riyanto (2010:277) ciri model kooperatif tipe Two Stay Two Stray
adalah satu kelompok beranggota empat siswa, beri tugas untuk diskusi, setelah selesai
dua siswa bertamu ke kelompok lain, dua siswa yang tinggal menginformasikan hasil
diskusinya kepada dua tamunnya, tamu kembali ke kelompok dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model
kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah suatu pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerjasama siswa dalam memperoleh informasi dan pengetahuan yang baru
dan memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi
dengan kelompok lainnya.
Menurut Lie (2009:62) langkah-langkah penerapan pembelajaran model
kooperatif tipe Two Stay Two Stray sebagai berikut :
a). Siswa bekerja sama dalam bentuk berempat seperti biasa
b). Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain
c). Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka
d). Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain
e). Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka
Menurut Hanafiah dan Suhana (2010:57) kelebihan model kooperatif tipe two stay
two stray ini dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, belajar siswa menjadi lebih
bermakna, lebih berorientasi pada sikap, meningkatkan prestasi belajar dan keaktifan.
Kelemahan model kooperatif tipe two stay two stray adalah membutuhkan waktu yang
relatif cukup lama, siswa cenderung tidak mau belajar kelompok dan menyerahkan
tugas kepada satu siswa dalam kelompok tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah eksperimen semu dengan
kategori pre-test and post-test group. Adapun desain eksperimen semu menurut
Arikunto (2006:85) dapat digambarkan sebagai berikut :
A O1 X O2
Keterangan :
A : Sampel acak
O1 : Pre-test
X : Penerapan model kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
O2 : Post-test
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 9
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
pengundian, sehingga terpilih kelas VIII.3 sebagai kelas sampel dan diberi perlakuan
pembelajaran Two Stay Two Stray.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
tes. Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar
siswa dan dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum pembelajaran (pre-test) untuk
melihat kemampuan awal siswa dan sesudah pembelajaran (post-test) untuk melihat
kemampuan akhir siswa. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal berbentuk
essay sebanyak 6 soal materi bentuk aljabar.
Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menentukan Skor Rata-rata dan
Simpangan Baku pada tes awal dan tes akhir data hasil belajar pada kelas yang
menggunakan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray, Uji Normalitas Data (2) dan
Pengujian hipotesis
Sebelumnya peneliti mengadakan uji coba instrumen di kelas IX.2 SMP Negeri
9 Lubuklinggau pada tanggal 30 Juli 2015 dengan jumlah peserta sebanyak 30 siswa.
Uji coba instrumen dilakukan untuk menganalisis kualitas instrumen yang digunakan
meliputi validitas, taraf kesukaran, daya pembeda dan pada reliabilitas diperoleh
koefisien reliabilitas sebesar 0,91. Ini berarti soal tersebut mempunyai derajat
reliabilitas tinggi, sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 31 Juli s.d 31 Agustus 2015 di kelas VIII.3
di SMP Negeri 9 Lubuklinggau. Sehari sebelum pertemuan pertama dilaksanakan,
peneliti mengadakan sosialisasi tentang pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Sosialisasi ini perlu dilaksanakan mengingat
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini belum
pernah diterapkan sebelumnya.
Peneliti menginformasikan materi yang akan diajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini yaitu materi pokok bentuk aljabar.
Jumlah pertemuan tatap muka yang dilakukan adalah lima kali pertemuan dengan
rincian satu kali pemberian tes awal, tiga kali proses pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dan satu kali pemberian tes akhir.
Selama tiga kali proses pelaksanaan penelitian peneliti merekapitulasi nilai tes pada
setiap pertemuan. Hal ini dilakukan untuk melihat perkembangan nilai hasil belajar anak
selama penelitian.
1. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum
mengikuti pembelajaran yang diberikan. Kemampuan awal tersebut menggambarkan
kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
Pemberian tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi
pokok segiempat. Pemberian tes awal dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 Agustus
2015 yang diikuti 35 siswa. Berdasarkan hasil perhitungan rekapitulasi data tes awal
dapat dilihat pada tabel 1.1:
Tabel 1.1Rekapitulasi Data Tes Awal
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah Tuntas Tidak Tuntas Rata-Rata
Nilai60 19 0 siswa (0%) 35 siswa (100%) 39.03
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa
sebesar 39.03 dengan nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 60 dan nilai terendah
sebesar 19. Sedangkan siswa yang tuntas sebanyal 0 siswa (0%) dan sebanyak 35 siswa
(100%) tidak tuntas. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketuntasan belajar siswa untuk tes
awal sebesar 0%. Jadi secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal
siswa sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
termasuk kategori belum tuntas.
2. Kemampuan Akhir Siswa
Setelah kemampuan awal siswa diketahui, dilanjutkan kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada materi bentuk aljabar. Pada akhir penelitian
dilakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan akhir siswa. Kemampuan akhir siswa
adalah kemampuan siswa dalam penguasaan materi pokok bentuk aljabar pada kelas
VIII.3 di SMP Negeri 9 Lubuklinggau yang merupakan hasil belajar siswa setelah
proses pembelajaran. Tes kemampuan akhir dilaksanakan pada hari senin, 31 Agustus
2015 yang dikuti sebanyak 35 siswa. Berdasarkan hasil perhitungan rekapitulasi data tes
akhir dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2Rekapitulasi Data Tes Akhir
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah Tuntas Tidak Tuntas Rata-Rata Nilai
98 70 30 siswa (85,71%)
5 siswa (14,29%) 82.80
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata ( x̄ ) nilai secara keseluruhan
sebesar 82.80 dengan nilai tertinggi sebesar 98 dan nilai terendah sebesar 70. Siswa
yang tuntas untuk tes akhir sebanyak 30 siswa (85,71%) dan sisanya sebanyak 5 siswa
(14,29%) tidak tuntas.
Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa kemampuan akhir siswa setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray termasuk dalam
kategori tuntas karena persentase ketuntasan yang diperoleh siswa secara klasikal
sebesar 85%.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa rata-rata nilai pre-test adalah 39.03 dan
untuk rata-rata nilai post-test adalah 82,80. Ini dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan
rata-rata nilai dari pre-test ke post-test sebesar 43,77. Sedangkan persentase jumlah
siswa yang tuntas pada pre-test sebesar 0% dan pada post-test sebesar (85,71%). Untuk
ketuntasan belajar inipun mengalami peningkatan sebesar (85,71%). Secara rinci
peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar tersebut dapat dilihat pada grafik 1.1:
Nilai Rata-Rat
Ketuntasan Belajar
0102030405060708090
pre-testpost-test
Grafik 1.1Peningkatan Nilai Rata-Rata Nilai dan Ketuntasan Belajar
3. Analisis Inteferensial Data Penelitian
a). Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data hasil tes siswa berdistribusi
normal atau tidak. Kriteria pengujiannya adalah χ2
hitung dibandingkan dengan χ2¿ ,
dengan taraf kepercayaan 5% dan dk = j – 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval.
Jika 2hitung ≤ 2
tabel, maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal, dan jika
2hitung > 2
tabel, maka dapat dinyatakan bahwa data tidak normal. Rekapitulasi hasil uji
normalitas data post-test dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut.
Tabel 1.3Hasil Uji Normalitas Skor Post-test
Perlakuan χ2
hitung dk χ2
tabel KesimpulanPostest 4.494 5 11.070 Normal
Berdasarkan hasil uji normalitas data post-test (Lampiran C) diperoleh nilai χ2
hitung = 4.494. Selanjutnya χ2
hitung dibandingkan χ2
tabel dengan derajat kebebasan (dk) = j
– 1, dimana j adalah banyaknya kelas interval. Jika χ2
hitung<χ2tabel, maka dapat
dinyatakan bahwa data berdistribusi normal dan dalam hal lainnya data tidak
berdistribusi normal. Nilai χ2
tabel dengan α = 5% dan dk = 5 adalah 11,070. Dengan
demikian χ2
hitung <χ2tabel, maka dapat dinyatakan bahwa post-test berdistribusi normal.
b). Uji-t
Karena data berdistribusi normal dan simpangan baku populasi tidak diketahui
maka untuk menguji hipotesis digunakan rumus uji-t. Hipotesis statistik yang diuji
adalah:
Ho : Rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran matematika dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray kurang dari 75 (µo ≤ 75).
Ha : Rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran matematika dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray lebih dari atau sama
dengan 75(µo > 75).
Rekapitulasi hasil uji-t post-test dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut.
Tabel 4.4Hasil Uji-t Skor Post-test
thitung dk ttabel Kesimpulan5,909 34 1,697 Ho ditolak dan Ha diterima
Berdasarkan analisis pengujian hipotesis (lampiran C) diperoleh bahwa thitung =
5,909. Selanjutnya thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada daftar distribusi t dengan
derajat kebebasan dk = n-1 = 35-1 = 34, α = 0,05 diperoleh t tabel = 1,697. Dengan
demikian thitung (5,909) > ttabel (1,697), hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan
kata lain hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, sehingga dapat
disimpulkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau
tahun pelajaran 2014/2015 setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray secara signifikan sudah tuntas.
PEMBAHASAN
Kegiatan menganalisis kemampuan awal siswa dalam pengembangan
pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan menyusun
sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Karena itu, kegiatan
menganalisis kemampuan awal siswa merupakan proses untuk mengetahui pengetahuan
yang dikuasai siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran. Pada tes awal nilai rata-
rata siswa (x̄ ) sebesar 39.03 dengan nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 60 dan nilai
terendah sebesar 19 dan setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray rata-rata hasil belajar siswa ( x̄ ) meningkat menjadi 82,80 dengan nilai
tertinggi sebesar 98 dan nilai terendah sebesar 70.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil
belajar yang diperoleh siswa setelah penerapan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Hal ini dapat dilihat pada tabel
4.1 dan tabel 4.2, pada tes awal tidak ada siswa yang mendapat nilai lebih dari atau
sama dengan nilai KKM yaitu 75. Jumlah siswa yang tuntas 0% dan jumlah siswa yang
tidak tuntas 100% dan rata-rata ( x ) nilai keseluruhan yang diperoleh sebesar 39.03.
Setelah dilakukan penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada materi bentuk aljabar, diadakan post-test.
Jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 75 (tuntas) sebanyak 30
siswa (85,71%%) dan rata-rata ( x ) nilai keseluruhan yang diperoleh sebesar 82,80. Hal
ini berarti penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada
pembelajaran matematika terjadi peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar
43,89 dan jumlah siswa yang tuntas juga mengalami peningkatan sebesar 85,71%.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis diperoleh thitung
(5,909) > ttabel (1,697), dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat diterima
kebenarannya, artinya hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray signifikan sudah tuntas. Hasil penelitian ini
didukung oleh temuan peneliti di lapangan selama proses belajar-mengajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray siswa terlihat
lebih aktif, siswa cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mempelajari
terlebih dahulu materi yang akan dibahas di kelas.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini
kecenderungan guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat dikurangi,
sehingga siswa lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru lebih
banyak berfungsi sebagai fasilitator daripada pengajar. Dalam pengajaran matematika
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memungkinkan
siswa dapat bekerja sama dengan temannya dimana siswa saling bekerjasama dalam
mempelajari materi yang dihadapi. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih untuk
mempresentasikan kepada teman sekelas apa yang telah mereka kerjakan. Dari sini
siswa memperoleh informasi maupun pengetahuan serta pemahaman yang berasal dari
sesama teman dan guru. Perbedaan hasil belajar yang muncul juga disebabkan karena
siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray mempunyai pengalaman dalam mempresentasikan pendapatnya dan
hasil pekerjaannya kepada teman.
Sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dengan ciri
memiliki kepandaian lebih, memiliki kecakapan dalam menerima pelajaran yang
disampaikan oleh guru, mempunyai kesadaran untuk membantu teman lain, tidak tinggi
hati, kejam atau keras hati terhadap sesama kawan dan mempunyai daya kreatifitas.
Sintak model kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah kerja kelompok, dua siswa
bertamu kekelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima
dua orang dari kelompok lain, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok dan laporan
kelompok, setelah siswa kembali ke kelompok asal, siswa diminta mendiskusikan
temuan mereka.
Selama proses pelaksanaan penelitian, peneliti membuat rekapitulasi nilai tes
yang dilakukan setiap kali pertemuan. Nilai tes ini merupakan nilai rata-rata kelompok
selama melakukan penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray . Jumlah
kelompok yang dibentuk oleh peneliti adalah sebanyak 8 kelompok dengan jumlah per
kelompok sebanyak 3-4 orang. Berikut hasil rekapitulasi nilai rata-rata kelompok dalam
tiga kali pertemuan yang dilakukan peneliti. Berdasarkan analisis rekapitulasi nilai rata-
rata kelompok untuk tiap tes yang dilakukan setiap pertemuan diperoleh bahwa pada
pertemuan pertama rata-rata kelompok sebesar 41,46. Kecilnya rata-rata ini mungkin
disebabkan anggota tiap kelompok masih belum melaksanakan peranannya masing-
masing antara pembagian tugas dalam team investigasi yang akan ke kelompok lain.
Pada pertemuam kedua nilai rata-rata kelompok meningkat menjadi 61,46. Peningkatan
ini cukup besar karena anggota kelompok telah bisa melakukan peranannya masing-
masing walaupun belum maksimal. Pada pertemuan ketiga nilai rata-ratanya meningkat
lagi menjadi 72,72. Pada pertemuan ini kendala-kendala teknis seperti siswa ribut atau
malas tidak terlihat lagi. Tiap anggota kelompok melaksanakan peranannya sangat baik,
walaupun masih ada satu kelompok yang membutuhkan bimbingan namun dalam
pelaksanaannya ini tidak menganggu kinerja kelompok lain. Jadi dapat dikatakan bahwa
terjadi peningkatan hasil belajar kelompok untuk setiap pertemuan yang dilakukan.
Saat pertama kali diterapkan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray di kelas
pada pertemuan pertama siswa belum mampu berdiskusi dengan baik kelompok dan
pergi ke kelompok lain sebagai tamu. Namun setelah dijelaskan tentang model
kooperatif tipe Two Stay Two Stray, siswa terlihat merekapun mengerti. Sehingga pada
pertemuan pertama ini hanya 5 siswa dari 35 siswa yang menjawab. Pada pertemuan
pertama ini penelitipun kewalahan menghadapi ributnya siswa mencari pasangan
kelompok mereka atau saat melaksanakan pembelajaran kelompok. Hal inipun menjadi
pelajaran dan akan direfkleksi untuk pertemuan berikutnya.
Fenomena dan kendala yang tampak setiap pertemuan dapat diatasi oleh
peneliti mengaktifkan peran kembali fungsi tim ahli. Selain itu setiap akhir pertemuan
peneliti mengadakan refleksi dengan guru pamong, sehingga tiap pertemuan mengalami
perbaikan pembelajaran dan hasil belajar siswa meningkat seiring dengan aktifnya siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat diasumsikan bahwa model
pembelajaran Two Stay Two Stray ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini
sejalan dengan kelebihan dari model pembelajaran Two Stay Two Stray yang menurut
Hanafiah dan Suhana (2010:57) antara lain: a) meningkatkan hasil belajar siswa, b)
menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan menjadi lebih aktif
dan c) meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau setelah penerapan
model kooperatif Tipe Two Stay Two Stray secara signifikan tuntas. Rata-rata nilai tes
akhir setelah diterapkan model model kooperatif Tipe Two Stay Two Stray sebesar
83.31 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 94,29%.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Faturohman dan Sutikno. 2007. Strategi Belajar-Mengajar. Bandung: Refika Aditama.
Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Lie, Anita. 2009. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta : Grasindo
Mansur dan Rasyid. 2009. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Wacana Prima.
Mudjiono dan Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Riyanto. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, Wina. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.
Suhana dan Hanafiah. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.