mahasiswa.mipastkipllg.commahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel yuni.docx · web viewdan...
TRANSCRIPT
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS
VII SMP NEGERI SUMBER HARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Oleh:
Oleh: Yuni Wulandari1, Sukasno, M.Pd2, Drajat Friansah, M.Pd.STKIP-PGRI Lubuklinggau
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri Sumbe Harta Tahun Pelajaran 2016/2017”. Rumusan masalah dalam Penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri Sumberharta setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together secara signifikan sudah tuntas? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together pada siswa kelas VII SMP Negeri Sumberharta. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri Sumberharta tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 133 siswa dan sebagai sampel adalah kelas VII.E yang berjumlah 26 siswa orang yang diambil secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes berbentuk uraian sebanyak enam soal. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t untuk data tes akhir pada taraf signifikan α=0,05 dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri Sumberharta setelah diterapkan model kooperatif tipe Numbered Head Together secara signifikan tuntas. Rata-rata nilai tes akhir sebesar 82,85 dengan presentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 80,77%
Kata Kunci: Cooperative Learning, Numbered Head Together, Matematika
PENDAHULUAN
Menurut Rusman (2012:57) menyatakan bahwa dalam menyampaikan pembelajaran,
guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam
mengelola proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebagai seorang guru harus mampu
menguasai materi dan memiliki variasi dalam mengajar karena kemampuan guru pada
proses pembelajaran sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti dari salah
satu guru matematika di SMP Negeri Sumber Harta pada hari Jum’at 2 Oktober 2015.
Bahwa kelas VII berjumlah 156 siswa diperoleh nilai ulangan harian matematika siswa
dengan rata-rata nilai sebesar 55,64. Dengan siswa yang tuntas sebanyak 67 siswa (42,95%)
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
dan yang belum tuntas sebanyak 89 siswa (57,05%). Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang ditetapkan di sekolah tersebut yaitu 70.
Berdasarkan uraian di atas bahwa hasil belajar matematika siswa masih belum
memuaskan. Rendahnya hasil belajar matematika siswa tersebut karena kurangnya variasi
strategi pembelajaran yang di gunakan oleh guru. Sehingga siswa kurang aktif dan merasa
bosan dalam belajar matematika. Maka dari itu untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Menurut
Taniredja dkk (2011:56) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Isjoni (2007:16) menyatakan bahwa Cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar
mengajar yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak berkerja sama dengan orang lain,
siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa yaitu
model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Menurut Trianto
(2009:82), Numbered Head Together atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Pembelajaran dengan model
Numbered Head Together (NHT) melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Menurut Lie (2008:59), model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik
ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini
bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Menurut Trianto (2010:82-83) Numbered Heads Together terdiri dari tahap penomoran,
mengajukan pertanyaan, berpikir bersama dan menjawab. Berdasarkan uraian di atas maka
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Penerapan Model Kooperatif
Tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII
SMP Negeri sumber Harta Tahun Pelajaran 2016/2017”.
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
LANDASAN TEORI
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT pertama kali dikemukakan oleh
Spencer Kagan pada tahun 1993. Menurut Trianto (2009:82), Numbered Head
Together atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Pembelajaran dengan model NHT
( Numbered Head Together) melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Menurut Lie (2008:59), model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan
model pembelajaran yang memberian kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu,
teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka.
Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
anak didik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) adalah pembelajaran
yang meliputi empat komponen utama yaitu penomoran, pengajuan pertanyaan,
berpikir bersama, dan pemberian jawaban.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran tipe Numbered Head Together
(NHT) menurut Suyatno (2009:116) adalah sebagai berikut :
a) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
b) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota
kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
d) Guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
e) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
f) Kesimpulan.
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
Menurut Trianto (2009: 82), ada 4 (empat) fase dalam model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), yaitu :
Fase I: Penomoran, Dalam fase ini guru membagi siswa dalam kelompok 3-5
orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
Fase 2: Mengajukan Pertanyaan, Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada
siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam
bentuk kalimat tanya.
Fase 3: Berpikir Bersama, Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban
tim.
Fase 4: Menjawab, Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan
untuk seluruh kelas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen, dengan setiap
kelompok terdiri dari 3-5 siswa.
b) Kemudian setiap siswa dalam kelompok diberi nomor kepala yang berbeda
sesuai dengan jumlah anggota kelompok.
c) Guru memberikan materi dan tugas kepada setiap kelompok sebagai bahan yang
akan dipelajari.
d) Setiap siswa berpikir bersama untuk menyakinkan bahwa setiap kelompok
mengetahui jawaban dari pertanyaan yang diberikan guru.
e) Guru memanggil salah satu nomor dari setiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan memberikan jawaban dari pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
f) Guru memberikan kesempatan kelompok lain menanggapi jawaban dari
temannya.
g) Guru memanggil nomor lain untuk menjawab pertanyaan berikutnya.
h) Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari tugas yang berhubungan dengan
materi yang telah dipelajari.
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
Dalam penggunaan model pembelajaran pasti memilki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Kelebihan dari model pembelajaran Numbered Head
Together (NHT) menurut Lie (2008:63) “Dalam kelompok semua siswa menjadi siap
semua, dapat melakukan diskusi sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari
siswa yang kurang pandai”. Sedangkan kelemahan model Numbered Head Together
(NHT) disebutkan Joice dan Well (2004:4) adalah “tidak semua siswa terlibat dalam
pembelajaran dan nilai tergantung pada kemampuan individu ketika diskusi
berlangsung”.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan hipotesis penelitian maka penelitian menggunakan jenis
eksperimen semu yaitu jenis eksperimen yang sering kali dipandang sebagai eksperimen
yang tidak sebenarnya. Oleh karena itu sering disebut juga dengan istilah “quasi
experiment”. Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan yaitu desain Pre-test
and Post-test Group. Menurut Arikunto (2010:123-124) dengan pola sebagai berikut:
O1 X O2
Dengan :
O1 = Pre-test
O2 = Post-test
X = Perlakuan dengan penerapan Numbered Head Together
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:3). Dalam penelitian ini ada dua variabel yang berhubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena variabel bebas (Sugiyono, 2011:4). Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah model kooperatif tipe Numbered Head Together,
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri Sumber Harta Tahun pelajaran 2016/2017.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2016 sampai 22 Agustus 2016 di
Kelas VII.E SMP Negeri Sumberharta tahun pelajaran 2016/2017. Sebelum penelitian
dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba tes instrumen yang bertujuan untuk
mengetahui kualitas butir soal yang akan digunakan dalam penelitian. Uji coba tes
instrumen dengan jumlah delapan butir soal, dilaksanakan pada hari Sabtu 23 Juli 2016
di kelas VIII.B SMP Negeri Sumberharta dengan jumlah siswa 24 orang. Hasil uji coba
instrumen dianalisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan
daya pembeda. Setelah dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya
pembeda, Enam butir soal tersebut dipakai dalam penelitian.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sebanyak lima kali pertemuan dengan rincian
satu kali pemberian tes awal (pre-test), pemberian pre-test digunakan untuk mengetahui
kemampuan yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran. Tiga kali proses
pembelajaran dengan penerapan Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
dan satu kali pemberian tes akhir (post-test) untuk mengetahui kemampuan akhir siswa
dalam menguasai materi Bilangan Bulat.
Kemampuan Awal Pemberian pre-test dilakukan untuk menggambarkan kemampuan awal siswa
sebelum diberikan perlakuan pembelajaran dengan Model pembelajaran Numbered
Head Together pada materi Bilangan Bulat. Pemberian tes awal dilaksanakan pada
pertemuan pertama pada hari Sabtu 13 Agustus 2016 dengan jumlah siswa sebanyak
26 orang. Soal pre-test yang digunakan sebanyak enam butir soal yang berbentuk
uraian. Rekapitulasi hasil analisis data pre-test siswa dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1Rekapitulasi Hasil Tes Awal (Pre-Test)
No Kategori Keterangan
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
1.2.3.4.5.6.
Nilai MinimumNilai MaksimumRata-rata nilaiSimpangan BakuJumlah Siswa yang TuntasJumlah Siswa yang belum Tuntas
652
26,0813,30
0 Orang (0%)26 Orang (100%)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa yang mendapat nilai
lebih dari atau sama dengan 70 (tuntas) dan rata-rata ( x ) nilai secara keseluruhan
sebesar 26,08. Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa kemampuan awal siswa
sebelum diterapkan pembelajaran dengan menggunakan Model pembelajaran
Numbered Head Together termasuk kategori belum tuntas.
Kemampuan Akhir
Pelaksanaan kemampuan akhir (post-test) dilaksanakan pada pertemuan kelima
pada hari Senin 22 Agustus 2016. Tes ini untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah
penerapan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head
Together. Soal post-test yang digunakan sebanyak Enam Soal butir soal berbentuk
uraian.
Rekapitulasi hasil analisis data post-test siswa dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2Rekapitulasi Hasil Tes Akhir (Post-Test)
No Kategori Keterangan
1.2.3.4.5.6.
Nilai MinimumNilai MaksimumRata-rata nilaiSimpangan BakuJumlah Siswa yang TuntasJumlah Siswa yang Belum Tuntas
5897
82,8510,71
21 Orang (80,77%)5 Orang (19,23%)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang telah mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebanyak 21 siswa (80,77%) dan rata-rata nilai
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
secara keseluruhan sebesar 82,85. Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa
kemampuan akhir siswa setelah penerapan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Numbered Head Together termasuk dalam kategori sudah tuntas.
Dari hasil pre-test dan post-tes yang dilakukan, terdapat peningkatan rata-rata
sebesar 82,85 - 26,08 = 56,77. Sedangkan persentase jumlah siswa yang tuntas
mengalami peningkatan sebesar 80,77%. Secara rinci grafik perbandingan nilai rata-rata
dan persentase ketuntasan belajar dapat dilihat pada grafik 4.1.
Rata-rata Ketuntasan Belajar
020406080
100
26,080 Pre-test
Post-test
Grafik 4.1 Rata-rata dan Ketuntasan Belajar
PembahasanPelaksanaan penelitian ini dilakukan sebanyak lima kali pertemuan dengan rincian
satu kali pre-test (tes awal) pada awal pertemuan, tiga kali pembelajaran dengan
menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together, dan pertemuan akhir post-
tes (tes akhir) untuk mengetahui hasil belajar setelah diterapkannya Model Pembelajaran
Numbered Head Together.
Tahap pelaksanaan proses pembelajaran yaitu pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Senin 15 Agustus 2016 dengan materi Bilangan Bulat dengan indikator
pencapaian siswa dapat memberikan contoh dan menentukan letak bilangan bulat pada
garis bilangan. Peneliti menyiapkan nomor dan pertanyaan kemudian membagi siswa
menjadi 5 kelompok yaitu 4 kelompok terdiri dari 5 orang dan 1 kelompok terdiri dari 6
orang. Setiap kelompok mendapatkan nomor dan pertanyaan, peneliti memberikan waktu
kepada siswa untuk berpikir dan menyelesaikan pertanyaan yang diberikan. Peneliti
memanggil setiap nomor untuk menjawab hasil diskusi dari pertanyaan yang sudah
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
82,85
diberikan, dari pertanyaan yang telah diberikan hanya 1 kelompok yang dapat
menyelesaikan pertanyaanya yaitu kelompok 3. Siswa yang lainnya mengalami kesulitan
untuk menemukan jawabannya. Adapun kesulitan atau hambatan yang dialami siswa
antara lain perubahan cara mengajar guru dirasakan siswa sebagai hal yang baru dan
memerlukan penyesuaian terhadap model pembelajaran baru tersebut. Adapun yang lain
siswa kurang berani atau percaya diri dalam mengemukakan pendapat mereka di depan
teman-teman sekelasnya. Hal ini terlihat pada saat diskusi mereka masih bersikap malu,
ragu untuk menyajikan dan takut sehingga dalam penyampaian hasil kelompoknya kurang
maksimal karena terdengar kurang jelas oleh siswa lain. Dengan demikian peneliti
memberi pengarahan dan bimbingan supaya siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dari
hasil diskusikan, kemudian dengan bimbingan peneliti, siswa diarahkan untuk
menyimpulkan berdasarkan kegiatan diskusi.
Proses pembelajaran pada pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jum’at 19
Agustus 2016 dengan materi operasi hitung pada bilangan bulat dan indikator yang harus
dicapai siswa adalah melakukan operasi tambah, kurang, kali, bagi, bilangan bulat termasuk operasi campuran. Pembelajaran dipertemuan kedua
siswa langsung berkelompok, karena kelompok sudah dibentuk pada pertemuan
sebelumnya. Setelah itu peneliti memberikan soal berjumlah 6 kepada setiap kelompok
untuk didiskusikan. Setelah selesai peneliti memanggil nomor, setiap siswa yang nomor
kepalanya dipanggil maju untuk mempresentasikan hasil dari diskusi setiap kelompok, soal
nomor satu dikerjakan nomor kepala empat, pemanggilan nomor tidak sesuai dengan
nomor soal dikarenakan agar siswa bisa lebih bertanggung jawab pada semua soal, tapi
peneliti hanya meminta satu atau dua siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka.
Jika ada kelompok yang memiliki jawaban berbeda dari kelompok lainnya maka saat siswa
pertama sudah mempresentasikan kemudian peneliti memberikan kesempatan siswa yang
lain untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Setelah itu, peneliti memanggil nomor lain
untuk menjawab pertanyaan berikutnya. Saat semua sudah dipresentasikan peneliti
mengajak semua siswa untuk membuat kesimpulan dari tugas yang baru dipelajari. Proses
pembelajaran pada pertemuan kedua siswa sudah lebih antusias untuk mengikuti proses
pembelajaran, siswa sudah mulai memahami model pembelajarannya, sehingga mereka
langsung mendiskusikan dan menemukan permasalahan atau jawaban dari pertanyaan
yang diberikan peneliti, walaupun sebagian dari mereka mengalami kesulitan mungkin
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
karena minimnya pengetahuan konsep matematika atau lupa pelajaran yang sudah
dipelajari. Saat peneliti memamnggil nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil mulai
bergegas maju untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya. Pada
pertemuan ini kekompakan siswa dalam kerja kelompok mulai ditunjukkan dengan baik
dan setelah di periksa hasil presentasi oleh guru terdapat 3 kelompok dapat menyelesaikan
tugas yaitu kelompok 2, 3 dan 5.
Proses pembelajaran pada pertemuan ketiga dilaksankan pada hari Sabtu 20
Agustus 2016 dengan indikator yang harus dicapai siswa adalah menghitung kuadrat, akar kuadrat, pangkat tiga dan akar pangkat tiga bilangan bulat. Proses
pembelajaran pada pertemuan ketiga yaitu pembelajarannya sama dengan pertemuan
pertama maupun kedua, perbedaannya hanya pada indikator yang harus dicapai.
Pembelajaran dipertemuan ketiga siswa langsung berkelompok, karena kelompok sudah
dibentuk pada pertemuan sebelumnya. Setelah itu peneliti memberikan soal berjumlah 6
kepada setiap kelompok untuk didiskusikan. Setelah selesai peneliti memanggil nomor,
setiap siswa yang nomor kepalanya dipanggil maju untuk mempresentasikan hasil dari
diskusi setiap kelompok, soal nomor satu dikerjakan nomor kepala dua, tapi peneliti hanya
meminta satu atau dua siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Jika ada
kelompok yang memiliki jawaban berbeda dari kelompok lainnya maka saat siswa pertama
sudah mempresentasikan kemudian peneliti memberikan kesempatan siswa yang lain
untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Setelah itu, peneliti memamnggil nomor lain
untuk menjawab pertanyaan berikutnya. Saat semua sudah dipresentasikan peneliti
mengajak semua siswa untuk membuat kesimpulan dari tugas yang baru dipelajari. Pada
pertemuan ini siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran yang digunakan, sehingga
rasa tanggung jawabnya terhadap kelompok masing-masing mulai ditunjukkan. Jika ada
kelompok yang salah dalam menjawab maka siswa dari kelompok lain siap untuk
memperbaiki dan membandingkan hasil diskusi dan mereka lebih semangat dalam belajar.
Pada pertemuan ini kekompakan siswa dalam kerja kelompok ditunjukkan dengan baik
dan 5 kelompok dapat menyelesaikan tugas.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil
belajar yang diperoleh siswa setelah penerapan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Numbered Head Together. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2,
pada tes awal tidak ada siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
yaitu 70. Jumlah siswa yang tuntas 0% dan jumlah siswa yang tidak tuntas 100% dan rata-
rata ( x ) nilai keseluruhan yang diperoleh sebesar 26,08. Jadi secara klasikal atau seluruh
objek penelitian, kemampuan siswa sebelum penerapan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together termasuk belum tuntas, hal
ini terjadi karena materi bilangan bulat belum pernah dipelajari oleh siswa.
Setelah dilakukan penerapan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together pada materi bilangan bulat,
diadakan post-test. Jumlah siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70
(tuntas) sebanyak 21 siswa (80,77%) dan rata-rata ( x ) nilai keseluruhan yang diperoleh
sebesar 80,85. Jadi secara klasikal atau seluruh objek penelitian, kemampuan siswa setelah
penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran koopertif tipe
Numbered Head Together termasuk sudah tuntas.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa “Hasil
belajar siswa kelas VII SMP Negeri Sumber Harta setelah diterapkan model pembelajaran
Numbered Head Together secara signifikan tuntas”. Rata-rata nilai tes akhir diperoleh
sebesar 82,85 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 80,77%.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Joice, Wel. 2004. Model Of Teaching. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Isjoni, 2007. Cooperatif Learning. Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta:Grasindo.
Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Bandung: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2010. Statistika Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Buana Pustaka
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
Trianto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: PT. Prestasi Pustaka.
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS
VII SMP NEGERI SUMBER HARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
ARTIKEL ILMIAH
Oleh:
Nama : Yuni WulandariNPM : 4010166Program Studi : Pendidikan MatematikaDosen Pembimbing : 1. Sukasno, M.Pd.
2. Drajad Friansah, M.Pd.
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKAJURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANPERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
( STKIP-PGRI ) LUBUKLINGGAU2017
¹Alumi Prodi Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau²’³Dosen Prodi Matematika STKIP PGRI Lubuklinggau