diktat mineral.doc
DESCRIPTION
KESEHATANTRANSCRIPT
Mineral
BIOKIMIA
Oleh
Abdul Mu’ti132 308 624
Program Studi Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman
Samarinda2007
MINERAL
Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada
tingkat sel, jaringan, organ dan tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam
berbagai tahap metabolisme, terutaa sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim.
Keseimbangan ion-ion mineral dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan kerja
enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting
melalui membrane sel serta pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap stimulus.
Sebanyak 24 mineral dianggap esensial. Mineral digolongkan sebagai makro-
mineral dan mikro-mineral (trace element). Makro-mineral adalah mineral yang
dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mikro-mineral
dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah mikro-mineral dalam tubuh kurang dari
15 mg.
Yang termasuk makro-mineral antara lain natrium, klorida, kalium, kalsium,
fosfor, magnesium dan sulfur. Sedangkan mikro-mineral antara lain adalah besi, cuprum,
zinc, mangan, iodium, selenium dan fluorida.
Sumber paling baik mineral adalah makanan hewani, kecuali magnesium yang
lebih banyak terdapat di dalam makanan nabati. Makanan hewani mempunyai
ketersediaan biologik lebih tinggi daripada makanan nabati, serta mengandung bahan
pengikat-mineral yang lebih sedikit.
Absorbsi, Transpor & Ekskresi Mineral
Faktor yang menentukan tingkat absorbsi mineral adalah kebutuhan fisiologis
akan mineral tersebut saat dikonsumsi. Namun selain itu juga dipengaruhi berbagai
faktor lain. Jumlah yang tertera sebagai kandungan mineral setiap makanan, belum tentu
mencerminkan jumlah yang dapat diabsorbsi.
Kebanyakan mineral mempunyai berat molekul dan muatan yang sama, yang
menyebabkan mineral-mineral tersebut saling berkompetisi dalam absorbsi, sekaligus
dalam bioavailabilitas dan metabolismenya. Jumlah mineral yang berlebih dapat
berpengaruh pada absorbsi dan metabolisme mineral lain. Misalnya, kandungan zinc
yang banyak dalam diet dapat menghambat absorbsi cuprum.
Bioavailabilitas mineral juga sangat dipengaruhi senyawa non-mineral dalam
diet. Komponen fiber seperti phytic acid (phytate) dan asam oksalat pada sejumlah
makanan serealia dapat membatasi absorbsi mineral tertentu, dengan membentuk ikatan
kimiawi dan menjadikan mineral tersebut sulit dilepaskan selama proses digesti.
Sejumlah vitamin dapat meningkatkan absorbsi mineral, seperti vitamin C yang
dapat meningkatkan absorbsi besi, demikian juga vitamin D pada absorbsi kalsium,
fosfor dan magnesium.
Sekali diabsorbsi, mineral ditranspor oleh darah dalam bentuk ion bebas atau
terikat protein, mineral dan senyawa lain. Kalsium misalnya, dalam darah terdapat
sebagai ion Ca2+ dan terikat protein darah seperti albumin. Mikro-mineral banyak yang
mempunyai protein pengikat spesifik, dalam proses perjalanannya dari sel enterosit
tempatnya diabsorbsi sampai memasuki sirkulasi darah.
Ekskresi mineral terutama lewat urine. Ketika fungsi ginjal mengalami gangguan
atau kegagalan maka intake mineral harus dibatasi untuk menghindarkan toksisitas
mineral. Beberapa mineral dapat keluar ke saluran cerna lewat cairan empedu dan
selanjutnya keluar bersama feses.
KALSIUM
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh,
jumlahnya sekitar 1,5-2% berat badan. Tulang dan gigi menyimpan 99% kalsium total
tubuh, sementara hanya 1% yang didistribusi dalam cairan intraselular dan ekstraselular.
Digesti, Absorbsi dan Transpor Kalsium
Kalsium diabsorbsi hanya dalam bentuk terionisasi (Ca2+). Karena dalam
makanan kalsium terdapat sebagai garam tak larut (insoluble), maka ikatan garamnya
harus dilepaskan terlebih dahulu. Kalsium dapat larut dalam waktu 1 jam pada pH asam
di lambung, namun dalam usus halus yang alkali kalsium dapat membentuk kompleks
ikatan lagi sehingga bioavailabilitasnya berkurang.
Terdapat 2 mekanisme transpor yang bertanggung jawab dalam absorbsi kalsium
di sepanjang usus halus. Mekanisme pertama yang berfungsi di duodenum dan proksimal
jejenum adalah calcitriol-dependent calcium transport yang melibatkan calbindin
(calcium-binding protein; CBP). Calcitriol tak lain adalah 1,25-dihidroksikolekalsiferol
atau vitamin D. Absorbsi kalsium yang diinduksi calcitriol ini melibatkan perubahan
komposisi dan topologi lipid membran serta stimulasi sintesis calbindin. Sistem transpor
ini dapat terstimulasi karena ingesti diet yang rendah kalsium (intake <400 mg) atau pada
pertumbuhan, kehamilan dan laktasi dimana kebutuhan kalsium meningkat.
Absorbsi aktif ini terbagi dalam tahap: transpor melewati membran brush border,
perpindahan intraselular, dan ekstrusi melewati membrana basolateral. Transpor lewat
sel usus (enterosit) dapat dilakukan melalui difusi langsung atau transpor aktif yang
membutuhkan protein pengangkut calbindin D9k. Calbindin D9k tidak hanya memfasilitasi
asorbsi brush border tapi juga sebagai protein transpor yang membawa kalsium melintasi
sitopasma ke membrana basalis untuk dikeluarkan ke sirkulasi. Protein pengikat kalsiun
lain seperti calmodulin juga memfasilitasi pengangkutan intraselular kalsium.
Pengeluaran kalsium dari enterosit ke cairan ekstraselular membutuhkan
Ca2+Mg2+ATPase, enzim yang menghidrolisis ATP dan melepaskan energi untuk
pertukaran Ca2+ keluar sel dan Mg2+ masuk. Pompa Ca2+Mg2+ ini tergantung ATP dan
distimulasi oleh vitamin D. Pertukaran kalsium dengan natrium juga bisa terjadi pada
proses ekstrusi di membrana basolateral ini, namun kontribusinya kecil sekali.
Mekanisme kedua absorbsi kalsium berlangsung di sepanjang usus halus, tapi
terutama di jejenum dan ileum. Proses ini berlangsung pasif dan non-saturable. Absorbsi
paraselular pasif berlangsung saat diet konsentrasi kalsium tinggi. Jumlah kalsium yang
diabsorbsi lewat mekanisme paraselular yang nonsaturable ini tergantung pada suplai
kalsium di lumen usus, diatas batas ambang, yang dengan ini peningkatan absorbsi
dimungkinkan dengan meningkatnya intake mineral tersebut. Pengangkutan intraselular
dalam enterosit dan ekstrusinya melewati membrana basolateral berangsung seperti
sebelumnya.
Usus besar juga berperan dalam absorbsi kalsium. Bakteri yang berada di kolon
mampu melepaskan ikatan kalsium dengan serat-serat yang terfermentasi seperti pektin.
Sekitar 4 – 10% kalsium yang dimakan diabsorbsi lewat kolon setiap harinya, yang
jumlahnya dapat lebih tinggi bila absorbsi pada usus halus kurang.
Kalsium ditranspor dalam darah dalam 3 bentuk: sekitar 40% terikat protein
utamanya albumin dan prealbumin, hingga sekitar 10% dalam bentuk kompleks dengan
sulfat, fosfat atau sitrat, dan sekitar 50% ditemukan dalam ion bebas (terionisasi).
Fungsi Kalsium
Kalsium berperan dalam mineralisasi tulang, hampir 99% kalsium total tubuh
terdapat sebagai tulang dan gigi. Sekitar 60 – 66% berat tulang merupakan mineral dan
dari jumlah itu sebagian besar terdiri dari kalsium dan fosfor meskipun juga ada fluorida,
magnesium, natrium, kalium, strontium dan gugus hidroksil.
Pada proses mineralisasi kalsium dan mineral lain berpindah dari darah ke cairan
tulang kemudian terikat pada protein tulang dan substansi dasar. Kalsium pertama-tama
terdapat sebagai Ca2+ dan/atau dalam bentuk kalsium amorf (non-kristal atau miskin
kristalin) yang nantinya terkonversi menjadi senyawa yang lebih mengandung kristalin.
Osteoblast kemungkinan mensekresi sejumlah komponen ke permukaan tulang yang
menyebabkan presipitasi atau deposisi kalsium dan mineral lain. Selanjutnya
berlangsung proses kalsifikasi dan mineralisasi matriks tulang, yang mekanismenya
belum banyak dipahami. Sedangkan osteoklast berfungsi meresorbsi komponen tulang.
Osteoklast mengandung lisosom yang melepaskan senyawa asam, protease, hidrolase
enzim-enzim lain yang mampu memecah ikatan protein dan matriks tulang serta
mengurai kompleks kompleks amorf mineral. Osteoklast berperan penting membantu
kontrol ketat kadar kalsium dalam darah selama intake kalsium yang inadekuat.
Sejumlah kecil (1%) kalsium ditemukan di intraselular di organel-organel sel
maupun di ekstraselular seperti dalam darah, limfe dan cairan tubuh. Dari kalsium yang
terdapat dalam darah, sekitar 50% dalam bentuk terionisasi (Ca2+) merupakan komponen
yang aktif. Artinya fungsi pengaturan jumlah kalsium dilakukan oleh <0,5% dari kalsium
total tubuh. Kalsium non-osseus justru memiliki fungsi esensial dalam sejumlah proses
tubuh seperti konduksi saraf, pembekuan darah, kontraksi otot, regulasi enzim dan
permeabilitas membran.
FOSFOR
Fosfor sekitar 0,8 – 1,2% berat badan. Dari fosfor total tubuh sekitar 85%
terdapat di tulang, 1% di darah dan cairan tubuh, dan sisanya 18% di jaringan lunak.
Dalam tubuh fosfor ditemukan sebagai kompleks dengan senyawa inorganik atau
organik.
Digesti, Absorbsi, Transpor dan Penyimpanan Fosfor
Sebagian besar fosfor diabsorbsi dalam bentuk inorganik. Dari bentuknya yang
berikatan dengan senyawa organik, fosfor dihidrolisis secara enzimatis dalam lumen usus
halus menghasilkan fosfat inorganik.
Fosfat inorganik tersebut diabsorbsi di sepanjang usus halus, utamanya di
duodenum dan jejenum. Antara 50 – 70% fosfor diet yang diabsorbsi, paling tinggi
absorbsinya pada diet hewani dan paling rendah pada makanan yang mengandung
phytate. Fosfor diabsorbsi melalui 2 cara yakni :
a. mekanisme saturable carrier-mediated active transport yang tergantung natrium
dan dapat ditingkatkan dengan keberadaan calcitriol
b. mekanisme difusi yang dipengaruhi konsentrasi
Fosfor diabsorbsi dengan cepat dari lumen usus dan masuk dalam sirkulasi hanya
dalam hitungan 1 jam. Fosfor ditemukan dalam darah dalam bentuk organik dan
inorganik. Sekitar 70% sebagai fosfat organik seperti fosfolipid dalam lipoprotein, 30%
sisanya dalam bentuk senyawa HPO42-, H2PO4- dan PO4
3-. Sejumlah fosfat iorganik terikat
dengan mineral lain seperti kalsium, magnesium atau natrium.
Fosfat yang berada di sirkulasi ekuilibrium dengan fosfat inorganik di tulang dan
di sel, yang dengan ini bentuk fosfat organik dibentuk dalam metabolisme intermediat.
Antara 67-90% fosfor diekskresi dalam bentuk inorganik lewat urine, sedangkan
sisanya 10-33% diekskresi lewat feses.
Fungsi Fosfor
Fosfor memiliki banyak fungsi dalam tubuh, misalnya dalam mineralisasi tulang,
transfer dan penyimpanan energi, pembentukan asam nukleat, komponen struktural
membran sel dan dalam keseimbangan asam-basa.
MAGNESIUM
Kandungan magnesium dalam tubuh sekitar 0,05% berat badan, hampir 55-60%
terdapat di tulang, 20-25% di lunak dan sekitar 1% di cairan ekstrasel.
Absorbsi dan Transpor Magnesium
Absorbsi magnesium berlangsung di sepanjang usus halus, utamanya di
duodenum dan ileum. Sistem transpor yang bertanggung jawab untuk absorbsi
magnesium adalah :
a. saturable carrier-mediated active transport yang bekerja utamanya saat intake
magnesium rendah
b. difusi langsung yang bekerja terutama bila intake tinggi
Kolon juga berperan dalam absorbsi magnesium, khususnya pada penyakit yang
mempengaruhi absorbsinya di usus halus.
Sekitar 40-60% magnesium dapat diabsorbsi pada intake rata-rata. Absorbsinya
menurun hingga 11-35% pada intake sekitar 550-850 mg magnesium, dan menjadi lebih
efisien hingga 75% bila status magnesium tubuh kurang atau intake rendah.
Efluks magnesium keluar sel enterosit diperantarai oleh protein pengangkut yang
natrium-dependent dan energy dependent.
Magnesium di plasma terdapat sebagai ion bebas (50-55%), terikat protein (30%)
dan kompleks dengan sitrat, fosfat, sulfat atau ion lain (13%). Pada magnesium yang
terikat protein terbanyak dalam bentuk terikat albumin dan sisanya dengan globulin.
Konsentrasi magnesium dalam plasma dijaga pada nilai yang konstan antara 1,6 – 2,2
mg/L, melalui mekanisme homeostatik yang lebih banyak tergantung pada faktor
absorbsi gastrointestinal, ekskresi renal dan fluks kation transmembran daripada oleh
kontrol hormonal.
Ekskresi Magnesium
Magnesium sebagian besar diekskresi lewat ginjal. Setelah proses filtrasi, sekitar
65% magnesium akan diabsorbsi kembali di loop Henle dan 20-30% di tubulus
proksimal, sehingga hanya sekitar 5% saja yang diekskresi dalam urine.
Sejumlah magnesium yang terdapat di feses mencerminkan magnesium yang
tidak dapat diabsorbsi dan yang berasal dari magnesium endogen. Sekitar 25-50 mg
setiap harinya magnesium endogen yang diekskresikan lewat feses.
Fungsi Magnesium
Antara 55-60% magnesium dalam tubuh ditemukan di tulang. Magnesium yang
tidak menjadi penyusun tulang dapat ditemukan dalam cairan ekstraselular (1%), di
jaringan lunak utamanya otot (25%) serta pada organ hepar dan ginjal. Dalam struktur
sel, magnesium terikat fosfolipid yang menyusun membran sel dengan menyokong
stabilisasi membran. Magnesium juga terkait dengan sintesis asam nukleat dan protein
enzim, diperlukan pada lebih 300 reaksi enzim berbeda baik sebagai komponen kofaktor
maupun sebagai aktivator allosterik untuk kerja enzim.
Sampai 90% magnesium intraselular berkaitan dengan ATP atau ADP dan
enzim-enzimnya. Berikut berbagai proses dalam tubuh yang membutuhkan peran
magnesium:
1. Glikolisis, sebagai bagian enzim heksokinase dan fosfofruktokinase
2. HMP shunt, berperan pada reaksi transketolase
3. Pembentukan kreatin-fosfat (CP), sebagai bagian enzim kreatin kinase
4. Reaksi β-oksidasi, yang diinisiasi oleh enzim thiokinase (asil KoA sintetase)
5. Kerja alkalin fosfatase dan pirofosfatase
6. Sintesis asam nukleat
7. Sintesis dan degradasi DNA
8. Aktivasi asam amino
9. Sintesis protein (misalnya dalam agregasi ribosom dan pengikatan messenger
RNA pada subunit ribosom)
10. Kemampuan kontraktil jantung dan otot polos
11. Proses koagulasi dan reaktivitas vaskular
12. Pembentukan cAMP melalui kerja adenilat siklase, yang dengan sendirinya juga
berperan dalam memperantarai kerja sejumlah hormon
13. Pegaturan ion channel, khususnya kalium channel.
NATRIUM
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular, sekitar 35-40% natrium
adalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, cairan empedu dan cairan pancreas
mengandung banyak natrium. Sumber utama natrium adalah garam dapur (NaCl).
Absorbsi, Transpor dan Ekskresi Natrium
Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi akan diabsorbsi, terutama di usus
halus. Natrium diabsorbsi secara aktif, selanjutnya dibawa aliran darah ke ginjal untuk
disaring dan dikembalikan lagi ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan kadar natrium dalam darah. Kelebihannya dieksresi melalui urine,
sekitar 90-99% dari yang dikonsumsi. Eksresinya diatur oleh hormon aldosteron.
Fungsi Natrium
Sebagai kation utama cairan ekstraselular, natrium menjaga keseimbangan cairan
dalam kompartemen tersebut. Pengaturan tekanan osmosis sebagian besar oleh peran
natrium sehingga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Natrium
menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh dengan mengimbangi za-zat yang
membentuk asam.
KALIUM
Kalium merupakan kation intraselular yang utama. Kandungan kalium setidaknya
hingga 0,35% berat badan, dan 95%-98% ditemukan berada dalam sel.
Absorbsi dan Transpor Natrium
Mekanisme absorbsi kalium belum banyak diketahui. Dari mekanisme transpor di
usus yang dapat diidentifikasi, lebih dari 90% kalium yang dimakan akan diabsorbsi.
Namun tidak jelas dimana absorbsi itu berlangsung, kemungkinan usus halus dan kolon
masing-masing berperan besar.
Ion K+ dapat diabsorbsi melewati membran sel brush border pada mukosa kolon
dengan bantuan pompa K+/H+-ATPase, yang akan mempertukarkan ion H+ dengan K+
lumen. Dengan mekanisme ini pula ion Cl- disekresi ke dalam lambung dengan bantuan
Cl- channel memanfaatkan ion H+ tadi. Demikian pula K+ memasuki sel lewat membran
apikal channel yang juga berfungsi sebagai jalur sekresi.
Untuk bisa masuk ke dalam sirkulasi darah, K+ diakumulasi dalam sel baru
kemudian berdifusi melintasi membrana basolateral lewat K+ channel.
Fungsi Kalium
Kalium berperan dalam kontraktilitas otot polos, otot skelet dan otot jantung serta
eksitabilitas jaringan saraf. Juga penting dalam mempertahankan keseimbangan pH dan
elektrolit.
KLORIDA
Klorida merupakan anion yang paling banyak jumlahnya pada cairan ektraselular,
dengan kira-kira 88% terdapat di cairan intravaskular dan 12% dalam cairan interselular.
Fungsi klorida terutama dalam menjaga keseimbangan elektrolit. Muatan negatifnya
akan menetralkan muatan positif ion natrium, sehingga selalu didapatkan bersama
natrium. Jumlah klorida total dalam tubuh sebanding dengan jumlah natrium, sekitar
0,15% berat badan.
Absorbsi, Transpor dan Sekresi Klorida
Klorida sebagian besar diabsorbsi sempurna di usus halus. Absorbsi korida
sepenuhnya mengikuti absorbsi natrium untuk menjaga netralitas muatan (electrical
neutrality), namun lewat mekanisme absorbsi yang berbeda. Misalnya pada sistem ko-
transpor Na+-glukosa, maka klorida diabsorbsi secara pasif lewat jalur paraselular atau
jalur tight junction mengikuti absorbsi natrium yang berlangsung secara aktif. Ion Na+
yang diabsorbsi akan membentuk gradien elektrik yang menyediakan energi untuk difusi
masuk ion Cl-.
Sistem ko-transpor elektroneural Na+/Cl- juga berkontribusi dalam perpindahan
klorida ke dalam sel mukosa. Bahkan mekanisme absorbsi Na+ secara elektrogenik juga
berkaitan erat dengan klorida, yang untuk menjaga netralitas elektrik maka absorbsinya
mengikuti natrium yang diabsorbsi pasif lewat transpor paraselular tersebut.
Mekanisme sekresi elektrolit-elektrolit kedalam saluran pencernaa terpusat pada
keberadaan klorida, yang merupakan produk sekresi utama pada lambung dan kelenjar
usus. Mekanisme yang dikenali adalah sekresi Cl- secara elektrogenik. Hanya ion klorida
yang secara aktif disekresi epitel usus dan perpindahannya dapat dikontrol dengan
perubahan potensial elektrik.
Sel akan mengambil korida dari darah melewati membran basolateral melalui
mekanisme ko-transpor Na+/K+/Cl-. Gradien tertentu dipertahankan dengan bantuan
pompa Na+/K+-ATPase, yang menjaga konsentrasi rendah natrium di intraselular.
Sementara itu kalium channel pada membran basolateral membuat kalium berpindah lagi
keluar sel. Sehingga klorida yang terakumulasi dalam sel akan keluar lewat membran
apikal ke lumen usus melalui Cl- channel.
Ekskresi Klorida
Klorida diekskresi melalui 3 rute utama yakni saluran pencernaan, kulit dan
ginjal; sepenuhnya mengikuti rute pengeluaran natrium. Ekskresi lewat saluran
pencernaan sangat kecil, sekitar ~1 s/d 2 mEq/hari, dan sebagian mesar merupakan
klorida yang sebelumnya tidak dapat diabsorbsi. Kehilangan lewat kulit sifatnya esensial
seperti halnya dengan natrium, normalnya dalam jumlah sedikit kecuali pada suhu panas
dan olahraga berat. Rute utama adalah lewat ginjal, yang mekanisme pengaturannya
secara tidak langsung dikendalikan oleh pengaturan natrium.
Fungsi Klorida
Selain perannya sebagai elektrolit utama, klorida memiliki juga fungsi penting
lain. Sintesis cairan lambung memerlukan klorida, yang disekresi bersama proton-proton
dari sel parietal lambung. Klorida dilepaskan sel darah putih selama proses fagositosis
untuk membantu destruksi substansi asing. Klorida juga bekerja sebagai anion penukar
terhadap ion HCO3- pada sel darah merah. Kadang juga berlaku sebagai chloride shift
yang berfungsi dalam transpor balik CO2 ke paru dalam bentuk HCO3-.
IODIUM
Iodium secara khas ditemukan dan berperan dalam bentuk ion iodida (I -). Sekitar 15-20
mg iodida ditemukan dalam tubuh.
Digesti, Absorbsi, Transpor dan Penyimpanan
Iodium (I) diet terdapat dalam bentuk terikat dengan asam amino atau dalam
bentuk ion bebas, utamanya iodat (IO3-) atau iodida (I-). Saat proses digesti, iodat
direduksi menjadi iodida oleh gluthation.
Iodida diabsorbsi dengan cepat dan sempurna di sepanjang saluran cerna bahkan
sejak di lambung, namun sejumlah kecil iodida masih dapat ditemukan dalam feses.
Asam amino teriodinasi dan bentuk organik lain iodida juga diabsorbsi, tapi tidak
seefisien ion iodida. Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triidotironin (T3) dapat diabsorbsi
tanpa perubahan, dengan avaialabilitas sekitar 75% sehingga T4 dapat diberikan secara
oral.
Setelah diabsorbsi iodida bebas masuk kedalam darah. Iodida didapatkan di
semua cairan ekstrasel karena bersifat permeable di semua jaringan, tapi terutama
terkonsentrasi di kelenjar tiroid sekitar 70-80% total iodida tubuh. Tiroid menangkap
iodida melalui suatu sistem transpor aktif yang tergantung-natrium untuk mengatasi
gradien iodida yang 40-50 kali lipat konsentrasinya daripada di plasma.
Fungsi Iodium
Fungsi utama iodida adalah untuk sintesis hormon tiroid tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) kelenjar tiroid. Folikel-folikel tiroid terisi koloid yang merupakan
material proteinaceous. Baik asam amino maupun iodida diperlukan dalam hormon
tiroid.
BESI
Absorbsi Besi
Besi terdapat pada binatang dan tumbuhan sebagai besi heme dan besi non-heme.
Binatang mengandung kedua bentuk tersebut, tetapi tumbuhan hanya mempunyai besi
non-heme.
Efisiensi absorbsi besi heme pada saluran cerna hanya 25-35%, sedangkan besi
non-heme adalah 2-20%. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa kandungan besi tubuh
diatur terutama pada tingkat absorbsi.
Besi diabsorbsi pada duodenum sebagai ion ferro (Fe2+) dan heme. Bentuk ion
melalui mekanisme protein transpor metal transmembran, sedangkan mekanisme
transpor bentuk heme masih belum diketahui. Transfer dari sel mukosa ke kapiler bed
adalah melalui penggabungan ion ferro kepada protein transmembran ferroportin-
hephaesin.
Metabolisme Besi
Kandungan besi dalam tubuh manusia sebagian besar (duapertiga) terdapat dalam
sel darah merah sebagai pigmen hemoglobin pengikat oksigen yang berfungsi membawa
oksigen ke jaringan.
Besi sangat penting dalam transportasi dan keterlibatan oksigen pada berbagai
proses biokimia. Logam ini terdapat dalam tubuh sebagai ferro (Fe2+) atau ferri (Fe3+).
Besi mempunyai afinitas terhadap atom-atom elektronegatif seperti oksigen, nitrogen,
dan sulfur. Atom-atom tersebut menyediakan elektron yang membentuk pengikatan
dengan besi.
Pada kondisi fisiologis, besi terdapat dalam bentuk hemeprotein dan
nonhemeprotein. Tidak ada besi bebas dalam serum, kecuali jika terjadi kelebihan besi.
Yang termasuk hemeprotein antara lain ialah; hemoglobin, myoglobin, katalase,
peroksidase, triptopan pirolase, prostaglandin sintase, guanilat siklase, NO sintase,
mikrosomal dan sitokrom mitokondria. Nonhemeprotein terdiri dari; transferin, feritin,
berbagai enzim redoks dengan kandungan besi pada situs aktifnya, dan protein besi-
sulfur.
Kandungan besi dalam berbagai kompartemen tubuh sangat bervariasi seperti
terlihat pada tabel dibawah ini.
Distribusi besi pada seorang pria dewasa 70-kg (Murray, 2003)
TransferinHemoglobin dalam sel darah merahMyoglobin dan berbagai enzimFeritin dan hemosiderinAbsorpsiKehilangan
3 – 4 mg 2500 mg 300 mg 1000 mg 1 mg/hari 1 mg/hari
Pada wanita dewasa dengan berat badan yang sama, jumlah yang di
simpan lebih kurang (100-400 mg) dan kehilangan lebih besar (1,5-2 mg/hari)
Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe3+) oleh apotransferin yang akan
membentuk komplek menjadi transferin. Untuk itu diperlukan ceruloplasmin (enzim
yang mengandung tembaga) untuk mengoksidasi ion Fe2+ menjadi Fe3+. Sistem
enzimatik ceruloplasmin-transferin mencegah terbentuknya lipid peroksida, sehingga
bila aktifitas ceruloplasmin terganggu, maka Fe3+-transferin akan menurun dan terjadi
akumulasi ion Fe2+ dalam serum.
Kapasitas total darah mengikat besi, yang terutama disebabkan oleh kandungan
transferinnya adalah lebih kurang 300 μg/dl. Kadar besi total normal dalam serum
adalah berkisar antara 50 - 175 μg/dl atau 9 - 31,3 μmol/L.
Kadar transferin serum dapat diukur sebagai Total iron-binding capacity (TIBC).
Kadar TIBC menurun bermakna pada preeklampsia dibanding hamil normal.
Penyimpanan besi terutama adalah dalam hepar, limpa, dan sumsum tulang.
Dalam sel-sel ini, protein apoferitin akan membentuk komplek dengan besi (Fe3+)
sehingga disebut feritin. Dalam keadaan normal feritin intraselular terdapat sebagai
nonglikosilasi yang kaya besi dan 60-80% ferritin serum berbentuk glikosilasi yang
rendah besi. Apabila terjadi absorpsi besi berlebihan, maka kelebihan itu akan disimpan
sebagai hemosiderin yang tidak akan mudah dimobilisasi segera. Feritin serum
meningkat hampir lima kali pada preeklampsia daripada hamil normal.
Pengaturan Penyimpanan Besi Tingkat Molekuler
Pengaturan besi tingkat molekuler dilakukan oleh protein reseptor feritin dan
transferin. Kontrol difasilitasi kemampuan besi untuk mengubah stabilitas mRNA. Hal
ini terjadi melalui kemampuan interaksi/non-interaksi pada protein Iron Responsive
Element-binding Protein (IREP) yang mempengaruhi protein reseptor feritin dan
transferin. Jika kadar besi dalam sel menurun, jumlah protein reseptor transferin akan
meningkat dan feritin menurun. Bila IREP tidak berhubungan dengan besi, maka IREP
tersebut akan mengikat ujung 5’ mRNA reseptor feritin untuk menghambat translasi.
Pada saat yang sama, IREP tanpa besi juga mengikat ujung 3’ mRNA reseptor transferin
untuk mencegah degradasi reseptor transferin. Sebaliknya, jika besi intraselular tinggi,
besi akan mengikat IREP agar tidak berikatan pada mRNA kedua protein.
Normalnya ekskresi besi hanya melalui peristiwa pengelupasan jaringan jika
tidak digunakan lagi, yaitu; sel-sel mukosa epidermis dan gastrointestinal.
CUPRUM
Absorbsi Cuprum
Sumber diet yang baik untuk cuprum meliputi seafood, daging, dan kacang.
Sementara cereal, gula dan susu rendah kandungannya. Cuprum yang larut diabsorbsi di
dalam intestinal dengan efisiensi 40-50%. Beberapa konstituen dapat meningkatkan
bioavailabilitasnya, misalnya intake protein dan intake cuprum yang rendah. Faktor yang
menghambat antara lain adalah insoluble cuprum atau interaksi kompetitif dalam
transportasi cuprum. Zinc dapat menurunkan absorbsi cuprum. Sementara obat-obatan
dan asam askorbat akan menghambat pula.
Distribusi dan Fungsi Cuprum
Cuprum terdistribusi luas dalam jaringan, dimana sebagian besar membentuk
kompleks organik protein yang berfungsi sebagai enzim. Cuprum dalam darah
terdistribusi di eritrosit dan plasma. Di eritrosit, 60% cuprum terdapat sebagai CuZn
Superoksid Dismutase, sedang sisanya 40% terikat pada protein dan asam amino. Total
Cu eritrosit normal adalah 0,9-1,0 ng/ ml PRC.
Dalam plasma, 93% cuprum terikat pada seruloplasmin untuk oksidasi besi
sehingga membentuk transferin. 7% terikat pada albumin dan asam amino serta dapat
bereaksi dengan reseptor protein. Cu plasma atau serum normal berkisar 0,8-1,2 ng/ ml.
Kadar ini lebih tinggi pada wanita dibanding pria dan meningkat hingga tiga kali pada
kehamilan dan pengguna kontrasepsi estrogen.
Fungsi Cu dalam tubuh adalah berdasarkan perannya sebagai penyusun
metaloenzim seperti sitokrom oksidase, superoksid dismutase, monofenol
monooksigenase dan dopamine-b-monooksigenase.
ZINC
Zinc adalah suatu unsur yang metalik dengan nomor-atom 30 dan berat atom
65.37 dalton. Simbol atomnya adalah Zn, termasuk klasifikasi Grup IIB anggota post-
transisi tabel periodik. Karakteristik kimiawi zinc adalah: a) cenderung kehilangan 2
elektronnya dan sebagai kation +2 membentuk garam dengan berbagai tingkat kelarutan
dalam cairan, b) cenderung membentuk ikatan yang relatif stabil dengan ligand
elektromagnit seperti nitrogen, oksigen dan sulfur, dan c) tidak seperti unsur transisi
lainnya, zinc relatif stabil pada ikatan divalent dan tidak mengalami reaksi redoks.
Absorbsi dan Metabolisme Zinc
Mekanisme homeostasis zinc mencakup proses transport intestinal dan oleh
sejumlah tertentu zinc yang mengalami mobilisasi dan pertukaran di jaringan secara
cepat. Dari penelitian berdasarkan parameter kinetik, pengaturan homeostasis zinc
mencakup : 1) absorbsi lewat saluran cerna, 2) eksresi lewat urine, 3) pertukaran
(exchange) dalam sirkulasi darah, 4) pelepasan oleh jaringan otot, dan 5) sekresi ke
dalam saluran cerna.
Saat dicerna zinc akan dilepas dari makanan sebagai ion bebas, kemudian terikat
pada ligand-ligand endogen atau pada material eksogen di lumen usus. Zinc diabsorbsi di
jejunum dan ileum, lewat difusi pasif atau lewat proses aktif yang diperantarai carrier
tertentu.
Di sirkulasi zinc terikat pada sejumlah protein seperti albumin, transferin, alfa-2
makroglobulin dan seruloplasmin. Zinc dalam sirkulasi ini turnover-nya berlangsung
cepat hingga sekitar 150 kali per hari untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Sehingga
meskipun kadarnya relatif kecil, namun zinc yang bersirkulasi dalam 24 jam sudah
mencakup kira-kira seperempat hingga sepertiga dari zinc total tubuh yang mengalami
pertukaran (exchange) dengan jaringan.
Zinc diekskresi lewat saluran cerna, kurang lebih 2 – 5 mg/hari dalam sekret
pankreas. Pengeluaran lewat urine sekitar 500 – 800 µg/hari, dan sejumlah kecil juga
karena pelepasan jaringan epitel usus serta oleh deskuamasi kulit.
Fungsi Zinc
Zinc adalah suatu unsur penting dalam ilmu gizi dengan peran biologik yang luas
cakupannya. Zinc memainkan peran katalitis, struktural atau pengatur di lebih dari 200
zinc metalloenzymes yang telah dikenali di sistem biologi.
Zinc berpengaruh terhadap proses-proses spesfik yang mengontrol dan
memfasilitasi ekspresi gena, replikasi DNA, sintesis RNA dan protein; terhadap utilisasi
makanan secara efisien; terhadap metabolisme karbohidrat dan lipid; serta terhadap
proses-proses yang memperantarai metabolisme beberapa vitamin. Secara fisiologis, zinc
penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan, maturasi seksual dan reproduksi,
adaptasi penglihatan gelap, penciuman dan aktivitas gustatory, pelepasan dan
penyimpanan hormon insulin serta untuk berbagai perlengkapan imunitas tubuh.
Kekurangan zinc dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan, disfungsi
imun, meningkatnya insidens infeksi, hypogonadism, oligospermia, anorexia, diarrhea,
penurunan berat badan, melambatnya penyembuhan luka, defek neural-tube pada janin,
peningkatan risiko aborsi, alopecia, kelelahan mental dan perubahan kulit (Hotz &
Brown, 2004). Penelitian-penelitian pada binatang coba menunjukkan bukti esensial zinc
untuk konsepsi, perkembangan dan implantasi blastula, organogenesis, pertumbuhan
fetus, survival prenatal, dan untuk kelahiran.
Kekurangan zinc sedang sampai berat sangat lazim di negara berkembang,
sementara risiko kekurangan zinc ringan di negara-negara industri. Beberapa kondisi dan
penyakit yang memudahkan terjadinya kekurangan zinc mncakup penyakit autosomal
resesif dermatitis enteropathica, alkoholik, malabsorption, luka bakar, suplementasi gizi
parenteral tanpa zinc dan obat tertentu, seperti diuretik, penicillamine, sodium valproate
dan ethambutol. Pada kebanyakan usia tua asupan zinc kemungkinan suboptimal dan jika
diikuti dengan penyakit dan pemakaian obat tertentu, dapat mendorong kearah
kekurangan zinc ringan sampai moderat.
Tubuh orang dewasa berisi sekitar 1.5 sampai 2.5 gram dari zinc. Zinc terdapat
dalam semua organ tubuh, jaringan, cairan tubuh dan sekret. Kira-Kira 90% dari total
zinc tubuh ditemukan di tulang dan otot. Lebih dari 95% dari total zinc tubuh terikat
pada protein dalam sel dan membran sel. Plasma berisi hanya 0.1% dari total zinc tubuh.
Kebanyakan dari zinc di darah (75% - 88%) ditemukan pada zinc metalloenzyme
carbonic anhydrase di sel darah merah. Di plasma, kira-kira 18% dari zinc terikat pada
alpha-2-macroglobulin, 80% pada albumin dan 2% pada protein seperti transferrin dan
ceruloplasmin.
Zinc memiliki kontribusi dalam pengaturan fungsi limfosit, berupa kemampuan
pertahanan antioksidan sel terhadap efek merusak radikal-radikal oksigen yang
dihasilkan selama aktivasi imun. Konsentrasi zinc di membran sel penting dalam
menjaga integritas membran melalui ikatan pada gugus thiolat. Pelepasan zinc dari
ikatan dengan thiolat dapat mencegah peroksidasi lipid.
Zinc mengatur ekspresi metallothionein dan metallothionein-like protein dengan
aktivitas antioksidan pada sel limfosit. Nitrit oksida juga menginduksi pelepasan zinc
dari metallothionein saat inflamasi. Pada in vivo, induksi metallothionein merupakan
salah satu mekanisme zinc-induced antioxidant effect yang efektif sebagai peredam
(quencher) radikal bebas. Penelitian in vitro Thornalley dan Vasak (1985) menunjukkan
metallothionein sebagai pengikat radikal hidroksil yang poten.
Bettger dan O’Dell (1989) serta Frederickson (1989) mengemukakan peran zinc
dalam menjaga integritas membran biologik yang menghasilkan proteksi terhadap jejas
oksidatif (oxidative-injury). Ini diduga akibat pengikatan zinc dengan ligand-ligand
membran yang esensial menjaga struktur geometris normal komponen protein dan lipid.
Bray dan Bettger (1990) menyatakan zinc pada in vitro memperlihatkan fungsi
antioksidan melalui interaksi dengan gugus sulfhidril berbagai makromolekul, dengan
menghambat oksidasi dan berkompetisi pada binding-site membran dengan logam lain
seperti Cu dan Fe sehingga menurunkan kemampuan transfer elektron logam-logam
tersebut. Mekanisme antagonisme redox-active, transition metals-catalyzed, site-spesific
reactions menuntun ke teori bahwa zinc berkemampuan mengurangi jejas seluler
(cellular injury) yang memiliki komponen site-spesific oxidative damage, misalnya pada
kerusakan jaringan post-iskemik.
Interaksi zinc dan cuprum dinyatakan bersifat mutual-antagonistik. Penurunan
kadar zinc plasma yang berhubungan secara resiprokal dengan peningkatan kadar
cuprum plasma telah diamati pada berbagai keadaan klinis, termasuk kehamilan. Pada
penelitian binatang coba dengan defisiensi zinc dilaporkan kadar cuprum yang
meningkat. Demikian pula Samman dan Roberts (1988) menunjukkan bahwa perlakuan
zinc pada wanita menyebabkan penurunan signifikan aktivitas ferroksidase plasma
ceruloplasmin.
Sulit menentukan kebutuhan zinc pada berbagai populasi karena banyaknya
faktor diet yang mempengaruhi bioavailabilitas, juga karena faktor lingkungan dan
fisiologis pada kelompok umur yang berbeda. RDA menetapkan konsumsi 15 mg/hari
untuk orang dewasa.
Konsentrasi zinc plasma pada orang normal dilaporkan Withehouse et al. (1982)
sebesar 110,7 ± 14,8 μg/dl (mean ± SD). Kadarnya pada wanita lebih tinggi dibanding
laki-laki; kemungkinan karena efek sex-dependent zinc terhadap status cuprum (Cu).
Bayi yang baru tumbuh, anak-anak dan ibu hamil memerlukan lebih banyak zinc per
kilogramnya daripada orang dewasa biasa.