digital_20180943-036-07-metode penakasiran.pdf
DESCRIPTION
cokrigingTRANSCRIPT
METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING
LARASSATI SEPTIANA 0 3 0 3 0 1 0 2 5 7
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA
DEPOK 2007
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING
Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
LARASSATI SEPTIANA 0 3 0 3 0 1 0 2 5 7
DEPOK 2007
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
SKRIPSI : METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING
NAMA : LARASSATI SEPTIANA
NPM : 0303010257
SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI
DEPOK, Juli 2007
Dr. Dian Lestari, DEA Dra. Siti Nurrohmah, M.Si PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Tanggal lulus Ujian Sidang Sarjana: Juli 2007
Penguji I :
Penguji II :
Penguji III :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
Skripsi ini kupersembahkan untuk Mama dan Bapak tersayang
yang mendidik dan merawatku dengan sabar dan penuh kasih sayang,
untuk Dian dan Ryan, adik-adikku tersayang...
-Laras -
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Sumber ilmu pengetahuan, Sumber
segala kebenaran, Sang maha Cahaya, Pilar nalar kebenaran dan kebaikan
yang terindah, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas Cinta dan Kasih
sayang –Nya bagi umat, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah
berjuang untuk menegakkan Panji-panji Islam di muka bumi, serta
menyampaikan kepada kita semua ajaran – Nya yang telah terbukti
kebenarannya, serta makin terus terbukti kebenarannya.
Alhamdulillah, atas ridho Allah SWT, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada banyak
orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka,
tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi
ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orangtuaku tercinta, Bapak dan Mama, yang selalu ada setiap saat
untuk penulis, selalu mendoakan setiap saat, dan juga selalu
mengintimidasi penulis agar segera menyelesaikan tugas akhirnya.
Terima kasih untuk cinta dan kasih sayangnya selama ini.
2. Ibu Dian Lestari dan Ibu Siti Nurrohmah selaku pembimbing skripsi,
yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk
i
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
membimbing penulis selama ini. Terima kasih atas semua bantuan,
motivasi, serta kepercayaan yang telah ibu berikan kepada penulis.
3. Ibu Bevina D. Handari selaku pembimbing akademik, yang telah
banyak membantu penulis dalam urusan perkuliahan selama
berkuliah di Departemen Matematika dan pemberi semangat dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Ibu Titin selaku Koordinator Akademik yang membantu penulis
dalam masalah akademik.
5. Semua dosen Matematika UI yang tak dapat disebutkan satu
persatu, terima kasih untuk semua pengorbanan dan ilmu yang
diberikan. Maaf untuk semua kesalahan yang penulis lakukan.
6. Semua karyawan Matematika UI, terima kasih untuk bantuannya
selama penulis kuliah, khususnya untuk mba Santi, mba Rusmi,
pak Saliman, mas Irwan, mas Ratmin, dan pak Anshori.
7. Bapak M. Nur Heriawan, yang telah membantu dan memberikan
penjelasan tentang materi tugas akhir saya, meskipun saya hanya
mengenal lewat internet. Terima kasih atas perhatian dan bantuan
Bapak selama pembuatan tugas akhir ini.
8. Adik-adikku, Dian dan Ryan terima kasih atas doanya.
9. Fika, Nur, Resty, dan Vivi, my best friend. Terima kasih atas
persahabatannya selama 6 tahun ini, serta dukungan dan doanya.
10. Kak Nia, Mba’ Ani, dan Iif, terima kasih banyak atas diskusi,
pemikiran, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini.
ii
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
11. Delan, Diah, Eriz, Puput, Rima, dan Rini, my shopping mate, my
gossip mate, my best friends selama di Matematika. Terima kasih
untuk persahabatannya selama ini.
12. Andra, Dinu Fans Club, yang udah bareng – bareng maju sampai
kolokium.
13. Semua Math’ 03 : Yanthie, Utie, Rina, Nana, Ina, Dewi, Tyas, Asti,
Nita, Hetty, Rendie, Ilham, Josua, Tebe, Hadi, Dody, Igun, Adri,
Bembi, Gele, Diky, Sonny, Tony, Gewe, Putu, Anton, Arief,
Gunung, Theja, Yessa, dan Pinta, terima kasih atas
kebersamaannya selama penulis kuliah.
14. Semua Math ’01 dan Math’02.
15. J. Rivoirard, Hans Wackernagel, Kitanidis, Edward Isaac, Mohan
Srivastava, dan Cressie, yang telah menulis buku-buku berkualitas
yang sangat menunjang penulisan skripsi penulis.
16. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan skripsi ini akan tetapi namanya
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak maaf atas pembahasan
skripsi yang kurang jelas. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
banyak orang dan dapat diambil hikmahnya. Wallahualam Bishshowab.
Depok, Juli 2007
Penulis
iii
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
ABSTRAK
Metode Ordinary Cokriging (OC) merupakan metode penaksiran
yang menghasilkan taksiran yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator). OC merupakan perluasan dari metode Ordinary Kriging
(OK). Berbeda dari OK, dalam OC digunakan data spasial yang tidak hanya
terdiri dari satu peubah teregional utama, tetapi juga peubah teregional
tambahan yang berkorelasi dengan peubah teregional utama. Nilai taksiran
dinyatakan sebagai kombinasi linier dari data sampel. Pada OC, data spasial
dibedakan menjadi 3, yaitu entirely (completly) heterotopic, partially
heterotopic, dan isotopy. Pada tugas akhir ini, hanya dibatasi pada data
isotopy. OC dapat digunakan jika data spasial memenuhi asumsi stasioner
orde dua atau asumsi stasioner intrinsik. Dalam melakukan penaksiran
dengan OC diperlukan fungsi auto- dan cross-kovariansi atau auto- dan
cross-variogram, yang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : isotropik dan
anisotropik. Pada tugas akhir ini, metode OC digunakan untuk menaksir nilai
pengamatan dari peubah teregional utama pada suatu titik di lokasi yang
tidak tersampel, serta auto- dan cross-kovariansi atau auto- dan cross-
variogram yang digunakan adalah isotropik.
Kata kunci : Ordinary Cokriging, BLUE, Data Spasial, Cross-Variogram
x + 106 hal.; lamp.
Bibliografi: 6 (1989-2003)
iv
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................ 5
1.3 Pembatasan Masalah ................................................. 5
1.4 Sistematika Penulisan ................................................. 6
BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................ 7
2.1 Peubah Acak ............................................................... 7
2.2 Ekspektasi Dari Peubah Acak ..................................... 10
2.3 Variansi Dari Peubah Acak ......................................... 11
2.4 Kovariansi Dari Dua Peubah Acak .............................. 11
2.5 Variansi Dari Penjumlahan Dua atau
Lebih Peubah Acak...................................................... 12
2.6 Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).......... 12
v
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
2.7 Matriks Semi Definit Positif dan Negatif ..................... 13
2.8 Metode Pengali Langrange ......................................... 14
2.9 Proses Stokastik.......................................................... 15
BAB III. METODE ORDINARY COKRIGING ...................................... 16
3.1 Metode Cokriging ........................................................ 16
3.2 Data Spasial ................................................................ 19
3.3 Asumsi Stasioner Orde Dua dan Intrinsik.................... 20
3.3.1 Pengujian Asumsi Stasioner Orde Dua ............ 24
3.3.2 Pengujian Asumsi Stasioner Intrinsik................ 26
3.4 Auto- dan Cross-Variogram......................................... 27
3.4.1 Sifat-Sifat Cross-Variogram.............................. 28
3.4.2 Cross-Variogram Eksperimental ....................... 30
3.4.3 Cross-Variogram Teoritis.................................. 31
3.5 Auto- dan Cross-Kovariansi ........................................ 35
3.5.1 Sifat-Sifat Cross-Kovariansi.............................. 36
3.5.2 Cross-Kovariansi Eksperimental....................... 38
3.5.3 Cross-Kovariansi Teoritis.................................. 39
3.6 Hubungan Antara Cross-Variogram dengan
Cross-Kovariansi ......................................................... 39
3.7 Metode Ordinary Cokriging.......................................... 41
3.7.1 Linier................................................................. 42
3.7.2 Tak Bias............................................................ 43
3.7.3 Variansi Minimum ............................................ 44
vi
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
3.7.4 Penghitungan variansi Kriging.......................... 54
3.8 Validasi Silang ............................................................ 56
3.8.1 Statistik Uji eR ................................................. 58
3.8.2 Prosedur Validasi Silang ................................... 60
3.8.3 Pemilihan Model Auto- dan Cross-Variogram atau
Auto- dan Cross-Kovariansi Terbaik ................ 62
BAB IV. STUDI KASUS........................................................................ 64
4.1 Sumber Data ............................................................... 64
4.2 Kasus .......................................................................... 64
4.3 Asumsi ........................................................................ 65
4.4 Permasalahan ............................................................. 65
4.5 Pengolahan Data ......................................................... 65
4.6 Analisa ........................................................................ 81
4.7 Hasil Taksiran dengan Metode Ordinary Cokriging...... 84
4.8 Kesimpulan Studi Kasus .............................................. 85
BAB V. KESIMPULAN dan SARAN ................................................... 86
5.1 Kesimpulan ................................................................. 86
5.2 Saran .......................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 88
LAMPIRAN
vii
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Diagram Alir Metode Ordinary Cokriging ................................ ....... 18
3.2 Grafik Auto- dan Cross-Variogram dengan model Nugget Effect .. 33
3.3 Grafik Auto- dan Cross-Variogram dengan model Spherical….….. 34
3.4 Grafik Auto- dan Cross-Variogram dengan model Eksponensial… 34
4.1 Plot Data Kandungan DCPA Terhadap Absis Lokasi..…....………. 67
4.2 Plot Data Kandungan DCPA Terhadap Ordinat Lokasi.......………. 67
4.3 Plot Data Kandungan DCPA Terhadap Lokasi ….............………… 68
4.4 Plot Data Kandungan Nitrat Terhadap Absis Lokasi ...…....………. 68
4.5 Plot Data Kandungan Nitrat Terhadap Ordinat Lokasi ..…....…….. 69
4.6 Plot Data Kandungan Nitrat Terhadap Lokasi ............…....………. 69
4.7 Grafik Cross-Kovariansi Eksperimental .………….. ………………. 72
4.8 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk Data DCPA .……….. 73
4.9 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk Data Nitrat ...………. 74
4.10 Grafik Cross-Variogram Eksperimental .....................................…. 74
4.11 Plot Kenormalan Untuk Residual Model Nugget Effect ................. 79
4.12 Plot Kenormalan Untuk Residual Model Spherical ....................... 80
4.13 Plot Kenormalan Untuk Residual Model Eksponensial ................. 81
viii
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Tabel Data untuk Studi Kasus …………..……………………..…… 64
4.2 Tabel Jarak antar Dua Sumur ....................................................... 70
4.3 Tabel Perhitungan Cross-Kovariansi Eksperimental ....... 70 12( )C h
4.4 Tabel Perhitungan Auto-Variogram Eksperimental , 11( )hγ dan 22( )hγ
serta Cross-Variogram Eksperimental 12( )hγ ................…….……. 72
4.5 Tabel Hasil Uji Validasi Silang dan Residual Terbaku untuk
Auto- dan Cross-Variogram dengan Model Nugget Effect ………. 77
4.6 Tabel Hasil Uji Validasi Silang dan Residual Terbaku untuk
Auto- dan Cross-Variogram dengan Model Spherical …..……….. 77
4.7 Tabel Hasil Uji Validasi Silang dan Residual Terbaku untuk
Auto- dan Cross-Variogram dengan Model Eksponensial ………. 78
4.8 Tabel Pengujian Asumsi Kenormalan Residual
Model Nugget Effect ……………………………………….……..…. 79
4.9 Tabel Pengujian Asumsi Kenormalan Residual Model Spherical.. 79
4.10 Tabel Pengujian Asumsi Kenormalan Residual
Model Eksponensial ……………………………………….……..…. 80
| dan …….……....................... 84 2eRS4.11 Tabel Perbandingan Nilai | eR
4.12 Tabel Nilai Taksiran DCPA Pada Lokasi TakTersampel …….…... 84
ix
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Stasioner Orde Dua maka Stasioner Intrinsik .................………… 89
2 Pembuktian Persamaan (3.7.1) .................................................... 90
3 Pembuktian Persamaan (3.7.2) .................................................... 91
4 Pembuktian Persamaan (3.7.4) ....................................…….……. 92
5 Kesimetrisan Fungsi Cross-Kovariansi dari Selisih Dua Data
untuk Membentuk Sistem Persamaan OC dalam Fungsi
Cross-Variogram ……..............................................................…. 93
6 Variansi dari Taksiran Ordinary Cokriging dalam Bentuk Auto-
dan Cross-Variogram …...................................................……….. 95
7 Matriks Variansi-Kovariansi Merupakan Matriks Semi Definit
Positif ................................................................................………. 97
8 Matriks Auto- dan Cross-Variogram Adalah Matriks Semi Definit
Negatif .......................................………………………….……..…. 98
9 Pembentukkan Aturan Keputusan untuk Statistik Uji eR ............. 99
10 Program Matlab 5.3 untuk Uji Validasi Silang ………….……..…. 100
11 Program Matlab 5.3 untuk Menaksir Kandungan DCPA …….….. 105
x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pada suatu perusahaan eksplorasi hasil tambang, sering muncul
permasalahan ingin diketahui banyaknya kandungan hasil tambang pada
suatu daerah. Yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan melakukan pengeboran pada daerah tersebut. Pada titik-titik
pengeboran diharapkan memiliki kandungan hasil tambang yang cukup
banyak. Akan tetapi, belum diketahui secara pasti titik mana saja yang
memiliki kandungan hasil tambang yang cukup banyak. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengeboran pada banyak titik. Namun, untuk melakukan
pengeboran pada banyak titik dibutuhkan biaya lebih besar dan waktu lebih
lama dibandingkan dengan melakukan pengeboran pada satu titik saja.
Sedangkan untuk melakukan pengeboran pada satu titik saja akan
dibutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu yang cukup lama. Oleh karena
alasan tersebut, yang dapat dilakukan adalah cukup mengambil beberapa
titik sampel pada daerah pengeboran, yaitu dengan cara melakukan
pengeboran pada titik sampel, kemudian diukur kandungan hasil tambang di
titik tersebut. Namun, terkadang pada titik sampel yang diambil dapat
diperoleh juga data pengukuran kandungan hasil tambang lain ataupun faktor
1
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
2
lain yang berkorelasi dengan banyaknya kandungan hasil tambang yang
akan ditaksir.
Data pengukuran tambahan tersebut dapat digunakan untuk menaksir
kandungan hasil tambang yang diinginkan pada titik-titik lain yang tidak
dijadikan sampel, bersamaan dengan data pengukuran dari kandungan hasil
tambang itu sendiri. Masalah seperti ini merupakan salah satu aplikasi
geostatistika multivariat yang merupakan perluasan dari geostatistika
univariat dalam bidang pertambangan. Selain dalam bidang pertambangan,
geostatistika multivariat juga sering digunakan dalam bidang geofisika,
hidrologi, dan ilmu lingkungan.
Geostatistika itu sendiri adalah ilmu yang merupakan gabungan antara
geologi, teknik, matematika, dan statistika (Cressie, 1993). Geostatistika pada
awalnya dikembangkan pada industri mineral pada awal tahun 1950 untuk
melakukan penghitungan cadangan mineral seperti emas, perak, dan platina.
D.K.Krige seorang insinyur pertambangan dari Afrika Selatan menyelesaikan
masalah ini dengan menggunakan teori probabilistik. Krige memformulasikan
suatu metode penaksiran dalam penghitungan cadangan mineral yang
dikenal dengan metode kriging. Metode kriging dapat digunakan dalam
geostatistika univariat dan untuk menaksir nilai pengamatan pada suatu titik
dan nilai pengamatan rata-rata pada suatu blok. Sedangkan dalam
geostatistika multivariat, metode yang digunakan dikenal dengan metode
Cokriging. Metode cokriging dikembangkan oleh Matheron. Sama halnya
pada geostatistika univariat, pada geostatistika multivariat, jenis data yang
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
3
digunakan adalah data spasial, yaitu nilai pengukuran yang mengandung
informasi mengenai lokasi dari pengukuran dan biasanya mengindikasikan
adanya hubungan antara nilai pengukuran dengan lokasinya. Peubah yang
berperan pada data spasial disebut peubah teregional, yaitu peubah yang
terdistribusi dalam ruang.
Pada metode kriging hanya satu peubah teregional yang diamati,
yang disebut peubah teregional utama (peubah utama). Namun, pada
metode cokriging selain memperhatikan peubah utama, diperhatikan juga
peubah teregional lainnya yang ada pada lingkungan yang sama dan
berhubungan dengan peubah utama, yang disebut peubah teregional
tambahan (peubah tambahan). Pada tugas akhir ini metode Cokriging
hanya akan digunakan untuk menaksir nilai pengamatan dari satu peubah
utama pada suatu titik yang tidak dijadikan sampel dengan menggunakan
data pengukuran dari peubah utama itu sendiri dan satu peubah tambahan.
Dalam metode cokriging, data pengamatan dapat dibedakan menjadi :
1. Entirely (completly) Heterotopic Data
Jika kedua peubah teregional di ukur pada himpunan titik sampel yang
berbeda.
2. Partially Heterotopic Data
Jika kedua peubah teregional di ukur pada beberapa titik sampel yang
sama.
3. Isotopy Data
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
4
Jika tiap peubah teregional di ukur pada seluruh titik sampel yang
sama.
Ada beberapa jenis metode cokriging, antara lain adalah :
1. Simple Cokriging
Dalam simple cokriging, rata – rata dari peubah utama dan peubah
tambahan diketahui, sehingga taksiran dari peubah utama pada suatu
titik yang tidak tersampel dapat disesuaikan tanpa harus memiliki
banyak nilai data untuk peubah utama dan peubah tambahan.
2. Ordinary Cokriging
Dalam ordinary cokriging, rata – rata dari peubah utama maupun
peubah tambahan tidak diketahui. Penaksiran yang diperoleh dari
ordinary cokriging merupakan kombinasi linier dari bobot dengan data
dari peubah utama dan peubah tambahan yang terletak pada titik
sampel disekitar titik x0, titik yang akan ditaksir nilai peubah utamanya
dan tidak tersampel. Tiap peubah teregional didefinisikan dalam
himpunan sampel yang berukuran n.
Dalam tugas akhir ini yang akan dibahas adalah metode penaksiran ordinary
cokriging.
Dalam melakukan penaksiran nilai pengamatan pada suatu titik
dengan metode cokriging, diperlukan fungsi yang disebut auto- dan cross-
kovariansi atau auto-variogram dan cross-variogram. Auto-kovariansi atau
auto-variogram merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis korelasi
spasial antar pengamatan untuk masing – masing peubah teregional.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
5
Sedangkan, cross-kovariansi atau cross-variogram merupakan alat yang
digunakan untuk menganalisis korelasi spasial dari kedua peubah teregional
antar pengamatan. Auto- dan cross-variogram juga dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu :
1. Isotropik
Jika nilai dari auto- dan cross-variogram hanya dipengaruhi oleh jarak
antar titik pengamatan.
2. Anisotropik
Jika nilai dari auto- dan cross-variogram tidak hanya dipengaruhi oleh
jarak tetapi juga dipengaruhi oleh arah antar titik pengamatan.
Taksiran yang diperoleh dari metode penaksiran ordinary cokriging
memenuhi kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).
1.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah membahas metode
penaksiran ordinary cokriging yang menghasilkan taksiran yang memenuhi
kriteria BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator ).
1.3 PEMBATASAN MASALAH Pada tugas akhir ini, data spasial yang akan digunakan adalah isotopy
data. Metode penaksiran ordinary cokriging hanya akan digunakan untuk
menaksir nilai pengamatan pada suatu titik dengan satu peubah utama,
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
6
( )1Z x dan satu peubah tambahan, ( )2Z x . Selain itu, auto-variogram dan
cross-variogram yang akan digunakan adalah auto-variogram dan cross-
variogram isotropik.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan tugas akhir yang merupakan hasil studi pustaka ini, dibagi
menjadi lima bab, yaitu :
Bab I membahas mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan,
pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
Bab II membahas teori-teori dasar yang berhubungan dengan metode
ordinary cokriging, antara lain mengenai peubah acak, ekspektasi,
variansi, kovariansi, variansi dari penjumlahan dua atau lebih peubah
acak, kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), matriks semi
definit positif dan semi definit negatif, metode pengali lagrange, serta
proses stokastik.
Bab III membahas metode penaksiran ordinary cokriging. Pada bab ini akan
dibahas juga teori-teori yang menunjang pembahas metode ordinary
cokriging, antara lain: data spasial, asumsi stasioner orde dua dan
stasioner intrinsik, cross-variogram, cross-kovariansi, serta uji
validasi silang.
Bab IV membahas aplikasi dari metode ordinary cokriging.
Bab V berisi kesimpulan dan saran untuk tugas akhir ini
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori dasar yang digunakan dalam
penjabaran metode penaksiran ordinary cokriging. Diantaranya adalah teori
peubah acak, kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), matriks semi
definit negatif dan semi definit positif, metode pengali Lagrange, serta proses
stokastik.
2.1 PEUBAH ACAK Misalkan dilakukan suatu percobaan yang hasilnya tidak dapat
diketahui dengan pasti. Apabila percobaan tersebut dapat diulang pada
kondisi yang sama, maka disebut percobaan acak, sedangkan himpunan dari
hasil yang mungkin disebut Ruang Sampel.
Misalkan C dinotasikan sebagai ruang sample dari suatu percobaan acak,
C = { }= hasil yang mungkin dari suatu percobaanc c , c mungkin
menggambarkan elemen dari C yang bukan bilangan riil.
Definisi 1.1
Misalkan terdapat suatu fungsi X yang memetakan setiap elemen c di
C ke tepat satu bilangan riil, yaitu X(c) = x, maka X disebut peubah acak.
Ruang nilai dari X adalah himpunan bilangan riil, A = { = ∈( ),x x X c c C }.
7
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
8
Jika C⊂ C berhubungan dengan A⊂ A, yaitu C = { ∈c c C , ( )∈X c A},
maka P(C) adalah probabilitas bahwa hasil dari suatu percobaan berada di C
dan Pr { }∈X A = P(C) menyatakan probabilitas dari kejadian A.
Berdasarkan jenis ruang sampelnya, peubah acak dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu peubah acak diskrit dan peubah acak kontinu.
Definisi 1.2
Misalkan X suatu peubah acak dengan ruang sampel A, yaitu ruang
sampel diskrit berdimensi satu. Jika dimisalkan f(x) suatu fungsi yang
memenuhi :
1. f(x) > 0, x ∈ A
2. ( ) =∑ 1f xA
3. Jika A ⊂ A berlaku Pr { }∈X A = P(A) = ( )A
f x∑ ,
maka X disebut peubah acak diskrit dan f(x) disebut probability density
function (p.d.f) dari X.
Definisi 1.3
Misalkan X suatu peubah acak dengan ruang sampel A, yaitu ruang
berdimensi satu yang dapat berupa sebuah interval atau gabungan dari
beberapa interval. Jika dimisalkan f(x) suatu fungsi yang memenuhi :
1. f(x) > 0, x ∈ A
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
9
2. ( ) =∫ 1f x dxA
3. Jika A ⊂ A berlaku Pr { }∈X A = P(A) = ( )A
f x dx∫ ,
maka X disebut peubah acak kontinu dan f(x) disebut probability density
function (p.d.f) dari X.
Misalkan peubah acak X mempunyai fungsi probabilitas P(A), dimana
A adalah himpunan berdimensi satu. Ambil sembarang bilangan riil x dan
anggap himpunan A yang tak terbatas dari −∞ ke x, termasuk x. Untuk setiap
himpunan A berlaku P(A) = Pr { }∈X A = Pr { X ≤ x }. Karena probabilitas ini
tergantung pada x, berarti probabilitas ini merupakan fungsi dari x. Fungsi ini
dinotasikan dengan F(x) = Pr { X ≤ x } dan disebut dengan fungsi distribusi
dari peubah acak X. Dengan p.d.f, f(x), fungsi distribusi dapat dinyatakan
sebagai berikut :
F(x) = ( )≤∑w x
f w untuk peubah acak diskrit.
F(x) = untuk peubah acak kontinu. ( )x
f w dw−∞∫
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
10
2.2 EKSPEKTASI DARI PEUBAH ACAK
Misalkan X adalah peubah acak diskrit yang memiliki p.d.f, f(x).
Ekspektasi dari X dinyatakan sebagai E(X) = ( )∑x
xf x , jika X merupakan
peubah acak diskrit. Sedangkan jika X adalah peubah acak kontinu, maka
E(X) = ( )xf x dx∞
−∞∫ .
Jika didefinisikan Y = U(X), maka
E(Y) = E(U(X)) = ( ) ( )∑x
u x f x X adalah peubah acak diskrit.
E(Y) = E(U(X)) = X adalah peubah acak kontinu. ( ) ( )u x f x dx∞
−∞∫
Sifat – sifat ekspektasi :
1. Jika k adalah konstanta, maka E(k) = k.
2. Jika k adalah konstanta dan V adalah fungsi dari peubah acak, maka
E(kV) = k E(V).
3. Jika ki adalah konstanta dan Vi adalah fungsi dari peubah acak untuk
i = 1, …, n, maka ( )= =
⎛ ⎞=⎜ ⎟
⎝ ⎠∑ ∑
1 1
n n
i i i ii i
E k V k E V
Jika titik-titik diskrit dari ruang sampel A adalah a1, a2, …….., maka
E(X) = a1 f(a1) + a2 f(a2) + ………...
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
11
Penjumlahan dari perkalian di atas dapat dinyatakan sebagai rata – rata
terboboti dari nilai a1, a2, ….., dengan f(ai) adalah bobot dari ai. Sehingga
E(X) disebut juga nilai rata – rata (mean) dari peubah acak X.
2.3 VARIANSI DARI PEUBAH ACAK
Variansi dari peubah acak adalah ekspektasi dari selisih kuadrat
peubah acak dengan ekspektasinya. Misalkan peubah acak X, maka variansi
dari X adalah
( )( )
( ) ( )
σ ⎡ ⎤= = −⎣ ⎦
⎡ ⎤= − ⎣ ⎦
22
22
( )
Var X E X E X
E X E X
2.4 KOVARIANSI DARI DUA PEUBAH ACAK
Misalkan X, Y adalah peubah acak dengan p.d.f bersamanya adalah
f(x,y), maka kovariansi dari X dan Y adalah
( ) ( )( )( ) ( ) ( ) ( )( )
( ) ( ) ( )
⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − −⎣ ⎦ ⎣ ⎦
= − − +
= −
( , )
Cov X Y E X E X Y E Y
E XY XE Y E X Y E X E Y
E XY E X E Y
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
12
j
2.5 VARIANSI DARI PENJUMLAHAN DUA ATAU LEBIH PEUBAH
ACAK
Misalkan Xi adalah peubah acak dan p.d.f bersama antara Xi dan Xj
adalah f(xi, xj) dengan i, j = 1, …,n dan i ≠ , maka
( ) ( )
( )
=
= =
= = = =
= =
⎛ ⎞⎜ ⎟⎝ ⎠⎛ ⎞ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎛ ⎞
= −⎜ ⎟ ⎢ ⎥⎜ ⎟⎢ ⎥⎜ ⎟⎣ ⎦ ⎝ ⎠⎣ ⎦⎝ ⎠⎛ ⎞
= −⎜ ⎟⎝ ⎠
=
∑
∑ ∑
∑∑ ∑∑
∑∑
1
22
1 1
1 1 1 1
1 1,
n
i ii
n n
i i i ii i
n n n n
i j i j i j i ji j i j
n n
i j i ji j
Var k X
E k X E k X
E k k X X k k E X E X
k k Cov X X
2.6 KRITERIA BLUE (BEST LINEAR UNBIASED ESTIMATOR)
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu taksiran
agar dianggap ideal. Persyaratan tersebut adalah :
1. Best (Terbaik)
Yang dimaksud dengan taksiran terbaik adalah taksiran yang memiliki
variansi residual yang minimum.
2. Linear (Linier)
Suatu taksiran dikatakan taksiran yang linier, jika taksiran tersebut
merupakan kombinasi linier dari data-data yang telah diketahui
sebelumnya. Jika data-data yang diketahui dimisalkan
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
13
( ){ }1 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n dan ( ){ }2 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n , maka
taksirannya, , dapat dinyatakan sebagai berikut : ( )1Z x
( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 1 1 1 1 1 2 1 2
1 21 1
ˆ ... ...
( ) ( )
n n n
n n
i i i ii i
Z Z x Z x Z x Z
Z Z
λ λ β β
λ β= =
= + + + + +
= +∑ ∑
x
x x
nx
3. Unbiased (Tidak Bias)
Suatu statistik yang nilai ekspektasi matematikanya sama dengan
parameternya disebut dengan penaksir tidak bias. Misalkan θ adalah
statistik, θ adalah parameter, dan ( )ˆE θ θ= , maka θ merupakan penaksir
tidak bias dari parameter θ .
Taksiran yang memenuhi ketiga persyaratan diatas, disebut taksiran yang
memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
2.7 MATRIKS SEMI DEFINIT NEGATIF DAN SEMI DEFINIT POSITIF
Definisi 1.4
Suatu bentuk kuadratik dalam n peubah x1, x2, …, xn adalah suatu
ekspresi yang dapat ditulis sebagai :
[ ]1
21 2 n
n
xx
x x x A
x
⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
..........................(1)
dimana A adalah suatu matriks n n× yang simetris.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
14
Jika dimisalkan bahwa
1
2 =
n
xx
x
⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
x , maka persamaan (1) dapat ditulis secara
lebih ringkas sebagai . T Ax x
Definisi 1.5
Suatu bentuk kuadratik disebut semi definit positif jika
untuk semua x, dan suatu matriks simetri A disebut matriks semi definit positif
jika adalah suatu bentuk kuadratik semi definit positif.
T Ax x 0T A ≥x x
T Ax x
Definisi 1.6
Suatu bentuk kuadratik disebut semi definit negatif jika
untuk semua x, dan suatu matriks simetri A disebut matriks semi
definit negatif jika adalah suatu bentuk kuadratik semi definit negatif.
T Ax x
0T A ≤x x
T Ax x
2.8 METODE PENGALI LAGRANGE
Metode Pengali Lagrange merupakan suatu metode yang digunakan
untuk memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi f(p) terhadap
beberapa fungsi kendala; misalkan terdapat dua fungsi kendala dan
, dengan cara menyelesaikan sistem persamaan berikut :
( ) 0g p =
( ) 0h p =
1 2( ) ( ) ( )f p m g p m h p∇ = ∇ + ∇ , ( ) 0g p∇ ≠ , dan ( ) 0h p∇ ≠
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
15
untuk dan adalah konstanta. Tiap titik p yang memenuhi sistem
persamaan diatas disebut titik kritis untuk masalah nilai ekstrim dengan
kendala, dan nilai dan yang sesuai disebut pengali lagrange.
merupakan notasi untuk vektor gradien.
1m 2m
1m 2m
∇
2.9 PROSES STOKASTIK
Secara harfiah, proses stokastik adalah proses yang bersifat
probabilistik dan bergantung pada lokasi ataupun waktu. Sedangkan secara
matematis, definisi dari proses stokastik dapat dilihat dibawah ini :
Definisi 1.7
Proses stokastik adalah himpunan dari peubah acak yang diindeks
oleh suatu parameter yang mempunyai urutan. Proses stokastik dinyatakan
sebagai { } dengan X(t) adalah peubah acak yang diindeks oleh
parameter t.
TttX ∈),(
T dalam definisi proses stokastik di atas, dapat berupa himpunan indeks yang
diskrit atau indeks yang kontinu.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
16
BAB III
METODE ORDINARY COKRIGING
Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penaksiran ordinary
cokriging beserta teori yang mendukungnya , yaitu data spasial, asumsi
stasioner orde dua dan asumsi stasioner intrinsik, auto- dan cross-variogram,
auto- dan cross-kovariansi, serta uji validasi silang.
3.1 METODE COKRIGING
Metode cokriging merupakan perluasan metode kriging yang sering
digunakan dalam bidang pertambangan. Pada metode cokriging, tidak hanya
digunakan data dari pengukuran satu peubah teregional, tetapi lebih dari satu
peubah teregional yang saling berkorelasi. Misalnya untuk menaksir berapa
banyak kandungan minyak pada suatu daerah diperhatikan pula porositas
pada daerah tersebut. Sama halnya dalam metode kriging, data yang
digunakan dalam metode cokriging adalah data spasial yang merupakan hasil
pengukuran yang memuat informasi mengenai lokasi pengukuran. Namun,
pada metode cokriging, data spasial dibedakan menjadi tiga. Pembahasan
lebih lanjut mengenai data spasial dapat dilihat pada subbab 3.2.
Metode cokriging dapat digunakan untuk menaksir nilai pengamatan
pada suatu titik yang tidak tersampel dan nilai pengamatan rata-rata pada
suatu blok. Pada tugas akhir ini yang akan dibahas hanya penggunaan
metode cokriging untuk menaksir nilai pengamatan pada suatu titik. Dalam
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
17
metode ini, nilai pengamatan di lokasi yang tidak tersampel akan ditaksir
dengan menggunakan kombinasi linier nilai-nilai sampel. Terdapat beberapa
jenis metode cokriging, diantaranya adalah :
1. Simple Cokriging
Metode Simple Cokriging (SC) adalah metode cokriging yang
digunakan jika data diasumsikan memenuhi asumsi stasioner orde
dua atau asumsi stasioner intrinsik, serta rata – rata dari populasi
untuk masing-masing peubah teregional diasumsikan konstan dan
nilainya diketahui.
2. Ordinary Cokriging
Metode Ordinary Cokriging (OC) adalah metode cokriging yang
digunakan jika data diasumsikan memenuhi asumsi stasioner orde
dua atau stasioner intrinsik, serta rata – rata dari populasi untuk
masing-masing peubah teregional diasumsikan konstan akan tetapi
nilainya belum diketahui.
Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai metode penaksiran
ordinary cokriging. Langkah-langkah dalam melakukan penaksiran dengan
menggunakan metode ordinary cokriging dapat dilihat pada diagram alir
berikut :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
18
{ }1( ), 1,...,iZ i n=x { }2( ), 1,...,iZ i n=x
( ) ( )1 0 1 21 1
ˆ ( )n n
i i i ii i
Z x Z x Z xλ β= =
= +∑ ∑
iλ iβ1,.....,i n=
( )1 0Z x
Gambar 3.1 Diagram alir penaksiran nilai Z1 di lokasi yang tidak tersampel
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
19
Sebelum masuk pada pembahasan metode ordinary cokriging, akan
dibahas terlebih dahulu mengenai teori yang mendukungnya. Sebelumnya
akan dibahas terlebih dahulu mengenai data spasial.
3.2 DATA SPASIAL
Data spasial merupakan jenis data yang diperoleh dari hasil
pengukuran yang memuat informasi tentang lokasi dari pengukuran. Data
spasial adalah data dependen, karena berasal dari lokasi spasial yang
berbeda yang mengindikasikan ketergantungan antara nilai pengukuran
dengan lokasi dan dapat pula dinyatakan sebagai hasil observasi dari suatu
proses stokastik { }( ) :Z ∈x x D , dengan D adalah himpunan acak di . Nilai
pengukuran di suatu lokasi , dinyatakan dengan yang merupakan
realisasi dari peubah acak . Dalam data spasial, peubah acak
disebut peubah teregional, yaitu peubah yang terdistribusi di dalam ruang dan
biasanya menunjukkan adanya korelasi spasial.
Dℜ
x ( )z x
( )Z x ( )Z x
Pada metode cokriging, peubah teregional yang digunakan dibedakan
menjadi dua, yaitu peubah teregional utama dan peubah teregional
tambahan. Peubah teregional utama adalah peubah teregional yang akan
ditaksir, sedangkan peubah teregional tambahan adalah peubah teregional
yang saling berkorelasi dengan peubah teregional utama, banyaknya peubah
teregional tambahan dapat lebih dari satu.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
20
Berdasarkan lokasi pengambilan sampel, data spasial dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1. Entirely (completly) Heterotopic Data
Jika kedua peubah teregional di ukur pada himpunan titik
sampel yang berbeda.
2. Partially Heterotopic Data
Jika kedua peubah teregional di ukur pada beberapa titik
sampel yang sama.
3. Isotopy Data
Jika tiap peubah teregional di ukur pada seluruh titik sampel
yang sama.
Pada tugas akhir ini hanya digunakan data spasial isotopy dengan satu
peubah teregional utama dan satu peubah teregional tambahan.
Data spasial yang digunakan dalam metode ordinary cokriging harus
memenuhi asumsi stasioner orde dua atau asumsi stasioner intrinsik,
sehingga dapat melakukan penaksiran nilai dari peubah teregional utama.
Pada subbab berikut akan dijelaskan mengenai asumsi stasioner orde dua
dan asumsi stasioner intrinsik.
3.3 ASUMSI STASIONER ORDE DUA DAN STASIONER INTRINSIK
Misalkan xi ∈ adalah lokasi ke-i dari data spasial pada ruang
berdimensi D serta dan adalah nilai pengukuran pada lokasi
Dℜ
1( )iz x 2( )iz x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
21
himpunan dari peubah teregional dan , 1( )iZ x 2( )iZ x
( ){ }1 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n dan ( ){ }2 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n disebut proses
spasial.
Proses spasial, ( ){ }: ; 1,......,k i iZ D i∈ =x x n
n
h+
dengan k = 1, 2
diasumsikan memenuhi asumsi stasioner apabila distribusi dari
invarian terhadap translasi yang berarti untuk setiap penambahan jarak
sebesar h, distribusi dari sama dengan distribusi dari
. Apabila hanya diperhatikan dua momen
pertama dari yaitu mean dan variansi, maka kondisi yang demikian
disebut stasioner orde dua. Proses spasial memenuhi asumsi stasioner orde
dua jika memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
( )k iZ x
1 2( ), ( ),..., ( )k k kZ Z Zx x x
1 2( ), ( ),..., ( )k k k nZ h Z h Z+ +x x x
( )k iZ x
1. nilainya konstan atau tidak bergantung pada lokasi, x[ ( )]k iE Z x i, atau
dapat dinyatakan sebagai berikut :
[ ( )] ; 1,2 k i k iE Z kμ= ∀ =x x .
2. Untuk setiap jarak h, setiap pasang peubah teregional yang berjarak h,
, memiliki kovariansi (jika p q[ ( ), ( )] ; 1,2 dan 1,2Z Z h p q+ = =x xp q = )
dan cross-kovariansi (jika p q≠ ) yang hanya bergantung pada h,
dengan h adalah jarak antara dua data.
( ) ( )( ) ( ) ( )( )( )pq p p q qC h E Z E Z Z h E Z h⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡= − + − + ⎤⎣ ⎦ ⎣⎣ ⎦x x x x ⎦
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
22
⎤+ ⎦( ) ( ) ( ) ( ) ( )pq p q p qC h E Z Z h E Z E Z h⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣x x x x
( ) ( ) ( )pq pC h E Z Zq h p qμ μ⎡ ⎤= +⎣ ⎦x x −
Jika p q= , fungsi ( ) ( )pq ppC h C h= disebut auto-kovariansi, sedangkan
jika p q≠ , fungsi disebut cross-kovariansi. ( )pqC h
Kondisi untuk kestasioneran data dapat diperlemah dengan adanya
asumsi stasioner intrinsik. Hal ini dilakukan jika data spasial tidak memenuhi
asumsi stasioner orde dua. Suatu proses spasial
( ){ }: ; 1,......,k i iZ D i∈ =x x n
)k
dengan k = 1, 2 memenuhi asumsi stasioner
intrinsik jika memenuhi kondisi dibawah ini :
1. Untuk setiap jarak h, ekspektasi dari selisih dua data yang berjarak h
nilainya sama dengan nol, atau dapat dinyatakan sebagai berikut:
[ ( ) ( )] 0 ; 1,2 k i k i iE Z h Z k+ − = ∀ =x x x
2. Untuk setiap jarak h, selisih peubah teregional yang berjarak h,
, memiliki variansi dan kovariansi antar
peubah teregional yang berhingga dan tidak bergantung pada lokasi.
Dapat dinyatakan sebagai berikut :
( ) ( ) ; 1,2k kZ h Z k+ − =x x
Var [ ] = ( ) (kZ h Z+ −x x E {[ ( ) ( )k kZ h Z+ −x x ] 2} –
{ E [ ( ) (kZ h Z )k+ −x x ]}2 (3.3.1)
Karena [ ( ) ( )] 0 ; 1,2 k i k i iE Z h Z k+ − = ∀ =x x x
Maka persamaan (3.3.1) menjadi :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
23
)kVar [ ] = ( ) (kZ h Z+ −x x E {[ ( ) ( )k kZ h Z+ −x x ] 2}
( )21 Var [ ] = ( ) (k kZ h Z+ −x x) ( )2
1 E {[ ( ) (k kZ h Z )+ −x x ]2} ( ) ( ) k kkh hγ γ= = ,
dengan 1,2k = .
Sedangkan untuk kovariansi dari selisih dua data yang berjarak
antar peubah teregional dapat dinyatakan sebagai berikut :
h
( ) ( )( )( )( )( )
( ) ( ) , ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
p p q q
p p p p
q q q q
Cov Z h Z Z h Z
E Z h Z E Z h Z
Z h Z E Z h Z
⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦⎡ ⎡ ⎤= + − − + −⎣ ⎦⎣
⎤⎡ ⎤+ − − + −⎣ ⎦ ⎦
x x x x
x x x x
x x x x
(3.3.2)
Karena [ ( ) ( )] 0 ; 1,2 k i k i iE Z h Z k+ − = ∀ =x x x
Maka persamaan (3.3.2) menjadi :
( ) ( ) ( )( )( ) ( ) , ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )p p q q p p q qCov Z h Z Z h Z E Z h Z Z h Z⎡ ⎤ ⎡+ − + − = + − + −⎣ ⎦ ⎣x x x x x x x ⎤⎦x
( ) ( )
( )(
1 ( ) ( ) , ( ) ( )21 ( ) ( ) ( ) ( )2
p p q q
p p q q
pq
Cov Z h Z Z h Z
E Z h Z Z h Z
γ
⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦
⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦
=
x x x
x x x x )
x
Jika p q= , maka fungsi ( ) ( ) pq pph hγ γ= disebut auto-variogram,
sedangkan jika p q≠ , maka fungsi ( ) pq hγ disebut cross-variogram.
Jika setiap peubah teregional memenuhi asumsi stasioner orde dua,
maka memenuhi asumsi stasioner intrinsik juga. Akan tetapi tidak berlaku
untuk sebaliknya. Pembuktiannya dapat dilihat pada lampiran 1.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
24
n
Agar metode ordinary cokriging dapat digunakan untuk menaksir nilai
pengamatan pada lokasi yang tidak tersampel, harus diketahui terlebih
dahulu kestasioneran data spasial yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengujian asumsi stasioner orde dua atau asumsi stasioner
intrinsik terhadap data spasial. Pada subbab selanjutnya akan dibahas
mengenai pengujian asumsi stasioner orde dua dan asumsi stasioner
intrinsik.
3.3.1 Pengujian Asumsi Stasioner Orde Dua Pada bagian ini akan dibahas bagaimana cara menguji apakah suatu
data spasial memenuhi asumsi stasioner orde dua atau tidak. Ada beberapa
langkah yang perlu dilakukan, yaitu :
1. Membuat plot nilai pengamatan pada setiap lokasi sampel untuk
masing – masing peubah teregional, sebut , terhadap lokasi ,
untuk dan . Dalam hal ini, lokasi biasanya dinyatakan
dalam bentuk koordinat (X,Y), maka plot dari lokasi dan data dibuat
dalam plot permukaan tiga dimensi. Dimana sumbu X menyatakan
absis dari koordinat lokasi, sumbu Y menyatakan ordinat dari koordinat
lokasi, dan sumbu Z menyatakan besarnya nilai pengamatan di lokasi
tersebut, .
( )k iz x ix
1,2k = 1,...,i =
( )k iz x
Jika plot permukaan untuk kedua peubah teregional tersebut tidak
menunjukkan adanya tren atau pola dan tidak berfluktuasi, maka dapat
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
25
n
disimpulkan bahwa data spasial yang digunakan memenuhi asumsi
stasioner orde dua dan dapat digunakan dalam metode ordinary
cokriging.
Sedangkan, jika plot permukaan untuk salah satu atau kedua peubah
teregional tersebut menunjukkan adanya tren atau berfluktuasi, maka
data spasial yang digunakan tidak digunakan untuk menaksir nilai
pengamatan dengan metode ordinary cokriging.
2. Membuat plot nilai pengamatan pada setiap lokasi sampel untuk
masing – masing peubah teregional, sebut , untuk dan
, terhadap sumbu X atau absis dari koordinat lokasi data.
Kemudian perhatikan hasil plot, jika hasil plot menunjukkan bahwa nilai
tersebar secara acak atau tidak membentuk pola, maka dapat
disimpulkan bahwa data spasial memenuhi asumsi stasioner orde dua.
Lakukan hal yang sama untuk sumbu Y atau ordinat dari koordinat
lokasi data. Jika salah satu plot terhadap absis dari lokasi
( )k iz x 1,2k =
1,...,i =
( )k iz x
( )k iz x
( sumbu X) atau plot terhadap ordinat dari lokasi (sumbu Y)
tidak terlihat membentuk pola atau tren dan tidak berfluktuasi, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa data memenuhi asumsi stasioner
orde dua.
( )k iz x
Jika dalam masing-masing langkah menunjukkan bahwa asumsi
stasioner orde dua terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa data spasial
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
26
memenuhi asumsi stasioner orde dua. Jika dalam salah satu dari kedua
langkah tersebut menunjukkan bahwa asumsi stasioner orde dua tidak
terpenuhi, agar dapat melakukan penaksiran dengan metode ordinary
cokriging, maka perlu diuji apakah data spasial memenuhi asumsi stasioner
intrinsik. Pada pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai
pengujiannya asumsi stasioner intrinsik.
3.3.2 Pengujian Asumsi Stasioner Intrinsik
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana cara menguji apakah suatu
data spasial memenuhi asumsi stasioner intrinsik atau tidak. Langkah yang
dilakukan adalah :
Menghitung rata-rata semivariansi dari tiap pasangan data yang berjarak
h untuk masing – masing peubah teregional. Setelah itu, gambar plot dari
hasil penghitungan diatas terhadap h. Jika hasil plot untuk kedua peubah
teregional, utama dan tambahan menunjukkan bahwa semakin jauh jarak
pasangan data, nilai dari semivariansi akan semakin besar dan sampai
dengan jarak tertentu nilainya akan mendekati konstan, maka dapat
disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi stasioner intrinsik.
Jika data spasial tidak memenuhi asumsi stasioner intrinsik, artinya
data spasial dianggap tidak stasioner sehingga metode ordinary cokriging
tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai pengamatan dari peubah
teregional utama di lokasi lain yang tidak tersampel.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
27
=
Namun, jika data spasial memenuhi asumsi stasioner intrinsik, maka
dapat dilakukan penaksiran dengan metode ordinary cokriging dengan
menggunakan auto- dan cross-variogram. Sedangkan jika data spasial
memenuhi asumsi stasioner orde dua, penaksiran dapat dilakukan dengan
metode ordinary cokriging menggunakan auto- dan cross-variogram atau
auto- dan cross-kovariansi. Pada subbab berikut ini akan dibahas mengenai
auto- dan cross-variogram serta auto- dan cross-kovariansi.
3.4 AUTO- DAN CROSS-VARIOGRAM
Auto-variogram sama halnya dengan variogram pada metode kriging,
yaitu fungsi dari jarak, h, yang menyatakan semivariansi dari selisih dua
peubah teregional yang berjarak h dan dinotasikan dengan
, dimana p menunjukkan peubah teregional ( ) ( ) ; 1,2pp ph h pγ γ= pZ .
Sedangkan cross-variogram yang juga merupakan fungsi dari jarak, h,
menyatakan semikovariansi antara selisih peubah utama dengan selisih
peubah tambahan yang berjarak h dan dinotasikan dengan
. Auto-variogram digunakan untuk
mengamati korelasi spasial antar data sampel pada masing – masing peubah
tergional, sedangkan cross-variogram digunakan untuk mengamati korelasi
spasial antar peubah teregional pada seluruh data sampel. Dalam metode
penaksiran ordinary cokriging, auto- dan cross-variogram digunakan untuk
( ) ; 1,2 , 1,2 dan qpq h p q pγ = = ≠
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
28
membentuk sistem persamaan ordinary cokriging. Berdasarkan asumsi
stasioner intrinsik, untuk setiap jarak, h antara dua peubah teregional, auto-
variogram (jika p q= ) dan cross-variogram (jika p q≠ ) didefinisikan sebagai
berikut:
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }1 ; 1,2 dan 1,22pq p p q qh E Z x h Z x Z x h Z x p qγ ⎡ ⎤= + − + − = =⎣ ⎦ .
Sama halnya dengan auto-variogram, cross-variogram juga dibagi
menjadi 2 macam, yaitu :
1. Jika γ12 ( ) hanya bergantung pada jarak , maka cross-variogram
tersebut disebut cross-variogram isotropik.
h h
2. Jika γ12 ( ) bergantung pada jarak dan arah θ, maka cross-
variogram tersebut disebut cross-variogram anisotropik.
h h
Pada tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai auto- dan cross-
variogram isotropik.
Karena pembahasan auto-variogram sama dengan pembahasan
variogram pada metode kriging, maka pada pembahasan berikutnya hanya
akan dijelaskan tentang cross-variogram.
3.4.1 Sifat-Sifat Cross-Variogram
1. Nilai cross-variogram dari dua data yang berjarak nol nilainya sama
dengan nol atau dapat dinyatakan sebagai berikut:
12(0) 0γ =
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
29
Bukti :
Berdasarkan definisi, cross-variogram dapat dinyatakan dengan:
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }12 1 1 2 212
h E Z x h Z x Z x h Z xγ ⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦
Substitusikan 0h =
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }
( ) [ ]
12 1 1 2 2
12 1 1 2 2
12
10 0 0210210 0 02
E Z x Z x Z x Z x
E Z x Z x Z x Z x
E
γ
γ
γ
⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦
⎡ ⎤= − −⎣ ⎦
= =
2. Cross-variogram adalah fungsi genap
12 12( ) (h )hγ γ− = atau 12 21( ) ( )h hγ γ=
Bukti :
Berdasarkan definisi, cross-variogram dapat dinyatakan dengan:
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }12 1 1 2 212
h E Z x h Z x Z x h Z xγ ⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }12 1 1 2 212
h E Z x h Z x Z x h Z xγ ⎡ ⎤− = − − − −⎣ ⎦
Misalkan , sehingga : s x h= −
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }
( ) ( ) ( ){ }( ) ( ) ( ){ }( )
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }( ) ( )
12 1 1 2 2
12 1 1 2 2
12 1 1 2 2
12 12
121212
h E Z s Z s h Z s Z s h
h E Z s h Z s Z s h Z s
h E Z s h Z s Z s h Z s
h h
γ
γ
γ
γ γ
⎡ ⎤− = − + − +⎣ ⎦
⎡ ⎤− = − + − − + −⎣ ⎦
⎡ ⎤− = + − + −⎣ ⎦
− =
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
30
3. [ ]12
12 11 22( ) ( ) ( )h h hγ γ γ≤
Bukti :
Misalkan 12ρ merupakan korelasi antara selisih dari kedua peubah
teregional, peubah utama dan tambahan.
Berarti, [ ]
1212 1
211 22
( )
( ) ( )
h
h h
γργ γ
= . Karena nilai dari korelasi adalah
121 1ρ− ≤ ≤ , maka [ ]
1212
11 22
( )1 1( ) ( )
h
h h
γ
γ γ− ≤ ≤ ⇔
[ ]12
12
11 22
( )1
( ) ( )
h
h h
γ
γ γ≤
⇔ [ ]12
12 11 22( ) ( ) ( )h h hγ γ γ≤
4. Cross-variogram tidak seperti variogram. Secara khusus cross-
variogram dapat bernilai negatif.
3.4.2 Cross-Variogram Eksperimental
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan
model cross-variogram. Langkah pertama, membentuk cross-variogram
dengan menggunakan data sampel yang disebut cross-variogram
eksperimental dan dapat dinyatakan sebagai berikut :
12 1 1 2 21
1ˆ ( ) [ ( ) ( )][ ( ) ( )]2 | |
dN
i i iid
h z x h z x z x hN
γ=
= + − + −∑ iz x
dimana,
ix : lokasi titik sampel
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
31
( )k iz x : Nilai pengamatan dari peubah teregional k pada lokasi ix ,
dengan k = 1, 2
d : indeks untuk kelas jarak yang berbeda
h : Jarak antara dua data
( ix , ix +h ) : Pasangan data yang berjarak h
| |dN : Banyaknya pasangan berbeda untuk kelas jarak h
3.4.3 Cross-Variogram Teoritis
Cross-variogram eksperimental yang telah dihitung tidak langsung
dapat digunakan dalam melakukan penaksiran. Hasil penghitungan cross-
variogram eksperimental tersebut akan di plot terlebih dahulu bersamaan
dengan hasil perhitungan auto-variogram eksperimental, kemudian plot yang
dihasilkan akan didekatkan dengan suatu fungsi.
Untuk dapat menentukan model auto- dan cross-variogram, perlu
dilakukan penaksiran terhadap parameter-parameter model auto- dan cross-
variogram. Model untuk auto-variogram dan cross-variogram harus sama,
tetapi parameter-parameternya berbeda. Parameter-parameter tersebut
ditaksir berdasarkan ploting grafik auto- dan cross-variogram eksperimental.
Parameter yang diperlukan untuk mendeskripsikan model auto- dan
cross-variogram adalah :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
32
• Nugget effect (C0)
Nugget effect adalah pendekatan nilai auto- dan cross-variogram pada
jarak disekitar nol.
• Range (a)
Range, merupakan jarak maksimum dimana masih terdapat korelasi
spasial antar titik sampel.
• Sill (C0 + C)
Sill adalah nilai tertentu yang tidak berubah yang dicapai oleh auto- dan
cross-variogram untuk jarak tertentu sampai dengan jarak yang tidak
terhingga.
Untuk melakukan penaksiran parameter bukanlah merupakan suatu
hal yang mudah, karena tidak adanya suatu aturan yang pasti. Sehingga
penaksiran parameter model auto- dan cross-variogram umumnya dilakukan
dengan cara coba-coba, yaitu dengan cara mencocokkan model auto- dan
cross-variogram yang kita pilih dengan grafik auto- dan cross-variogram
eksperimentalnya. Berdasarkan grafik auto- dan cross-variogram
eksperimental, nilai dari sill, range, dan nugget dapat ditaksir.
Berdasarkan informasi substatansi yang ada, terdapat beberapa fungsi
yang dapat digunakan sebagai model auto- dan cross-variogram, diantaranya
adalah :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
33
1. Model nugget effect
( )pq hγ = 0 0h =
= C0 | | 0h >
Model ini berhubungan dengan data yang tidak berkorelasi satu
sama lain meskipun jaraknya sangat dekat. Grafik untuk model nugget
effect dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
γpq(h)
h
Nugget (C0)
Gambar 3.2 Grafik auto- dan cross-variogram menggunakan model nugget effect
2. Model Spherical
( )pq hγ = C0+C3
33 | | | |2 2
h ha a
⎛ ⎞−⎜ ⎟
⎝ ⎠ | |h a<
= C0+C | | h a≥
Grafik auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model
Spherical dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut ini.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
34
Gambar 3.3 Grafik auto dan cross-variogram menggunakan model Spherical
γpq(h)
C
Nugget
C0
a
h
sill
range
3. Model eksponensial
( )pq hγ = C0+| |1 exp hCa
⎛ ⎞−⎛−⎜ ⎜⎝ ⎠⎝ ⎠
⎞⎟⎟
Grafik auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model
eksponensial dapat dilihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Grafik auto- dan cross-variogram menggunakan model Eksponensial
γpq(h)
C
Nugget
C0
a h
sill
range
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
35
Untuk data spasial yang memenuhi asumsi stasioner orde dua, selain
fungsi auto- dan cross-variogram, terdapat fungsi lain yang dapat digunakan
untuk mengamati korelasi spasial antar sampel data, yaitu auto- dan cross-
kovariansi. Pada subbab berikutnya akan dibahas mengenai auto- dan cross-
kovariansi.
3.5 AUTO- DAN CROSS-KOVARIANSI
Jika data spasial memenuhi asumsi stasioner orde dua, maka fungsi
auto- dan cross-variogram dapat diganti dengan fungsi lain yang juga dapat
digunakan untuk mengamati korelasi spasial antar data yang dijadikan
sampel pada masing – masing peubah teregional maupun antar peubah
teregional, yaitu auto- dan cross-kovariansi dan dilambangkan dengan
; auto-kovariansi jika ( )pqC h p q= dan cross-kovariansi jika p q≠ . Auto- dan
cross-kovariansi merupakan fungsi dari jarak , dan auto-kovariansi
menyatakan kovariansi antara dua data dari masing – masing peubah
teregional yang berjarak , sedangkan cross-kovariansi menyatakan
kovariansi antara peubah teregional utama dengan peubah teregional
tambahan yang berjarak h . Berdasarkan asumsi stasioner orde dua, auto-
dan cross-kovariansi didefinisikan sebagai berikut :
h
h
{ }( ) ( ), ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ; 1,2 dan 1,2
pq p q
p q p q
C h Cov Z x Z x h
E Z x Z x h E Z x E Z x h p q
= +
⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + − + =⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ =
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
36
Auto- dan cross-kovariansi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Jika hanya bergantung pada jarak , maka auto- dan cross-
kovariansi tersebut disebut auto- dan cross-kovariansi isotropik.
( )pqC h h
2. Jika bergantung pada jarak h dan arah θ, maka auto- dan
cross-kovariansi tersebut disebut auto- dan cross-kovariansi
anisotropik.
( )pqC h
Pada tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai auto- dan cross-
kovariansi isotropik.
Sama halnya dengan langkah – langkah yang dilakukan dalam
pembentukan model auto- dan cross-variogram, pada pembentukan model
auto- dan cross-kovariansi perlu juga dihitung auto- dan cross-kovariansi
eksperimental.
Karena pembahasan auto-kovariansi sama dengan pembahasan
kovariansi (kovariogram) pada metode kriging, maka pada pembahasan
berikutnya hanya akan dijelaskan tentang cross-kovariansi.
3.5.1 Sifat-Sifat Cross–Kovariansi
1. Cross-kovariansi merupakan fungsi bukan ganjil maupun genap.
12 21( ) ( )C h C h= −
Bukti :
Berdasarkan definisi, cross-kovariansi dapat dinyatakan dengan:
[ ] [ ] [ ]12 1 2 1 2( ) ( ) ( ) ( ) ( )C h E Z x Z x h E Z x E Z x h= + − +
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
37
[ ] [ ] [ ]21 2 1 2 1( ) ( ) ( ) ( ) ( )C h E Z x Z x h E Z x E Z x h− = − − −
Misalkan , sehingga : s x h= −
[ ] [ ] [ ][ ] [ ] [
21 2 1 2 1
1 2 1 2
12
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
C h E Z s h Z s E Z s h E Z s
E Z s Z s h E Z s E Z s hC h
− = + − +
= + −
=
]+
2. 12 21(0) (0)C C=
Bukti :
Berdasarkan definisi, cross-kovariansi dapat dinyatakan dengan:
[ ] [ ] [ ]12 1 2 1 2( ) ( ) ( ) ( ) ( )C h E Z x Z x h E Z x E Z x h= + − +
Substitusi , sehingga : 0h =
[ ] [ ] [ ][ ] [ ] [ ][ ] [ ] [
12 1 2 1 2
2 1 2 1
2 1 2 1
21
(0) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( 0) ( ) ( 0) (0)
C E Z x Z x E Z x E Z x
E Z x Z x E Z x E Z x
E Z x Z x E Z x E Z x
C
= −
= −
= + −
=
]+
3. Cross-kovariansi nilainya terbatas.
[ ]12
12 11 22| ( ) | ( ) ( )C h C h C h≤
Bukti :
Misalkan merupakan korelasi spasial antara kedua peubah
teregional, peubah utama dan tambahan. Berarti,
( )12 hρ
[ ]12
12 12
11 22
( )( )( ) ( )
C hhC h C h
ρ = .
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
38
1 Karena nilai dari korelasi spasial adalah 121 ρ− ≤ ≤ , maka
[ ]
1212
11 22
( )1 1( ) ( )
C h
C h C h− ≤ ≤ ⇔
[ ]12
12
11 22
( )1
( ) ( )
C h
C h C h≤ ⇔ [ ]
12
12 11 22( ) ( ) ( )C h C h C h≤
3.5.2 Cross-Kovariansi Eksperimental
Langkah awal untuk memodelkan cross-kovariansi adalah
menghitung cross-kovariansi berdasarkan data sampel. Cross-kovariansi
seperti ini disebut Cross-kovariansi eksperimental dan dinyatakan sebagai
berikut :
12 1 1 2 21[
dN
i=∑1ˆ ( ) ( ) ][ ( ) ]
| | i id
C h z x z z x h zN
= − + −
dimana,
ix : lokasi titik sampel
ˆkz : rata – rata dari peubah teregional k berdasarkan data sampel
yang digunakan
( )k iz x : Nilai pengamatan dari peubah teregional k pada lokasi ix ,
dengan k = 1, 2
d : indeks untuk kelas jarak yang berbeda
h : Jarak antara dua data
( ix , ix + ) : Pasangan data yang berjarak h h
| |dN : Banyaknya pasangan berbeda untuk kelas jarak h
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
39
3.5.3 Cross-Kovariansi Teoritis
Di bawah ini beberapa fungsi yang dapat digunakan sebagai model
auto- dan cross-kovariansi, yaitu :
1. Model Nugget-effect
0 0
0 0 p q
C C h
h
⎧ + =⎪= ⎨>⎪⎩
C
2. Model Spherical
( )3
0 3
31 0
2 2
0 0 pq
h hC C h a
a aC
h
⎧ ⎛ ⎞⎪ ⎜ ⎟+ − + ≤ ≤⎪ ⎜ ⎟= ⎨ ⎝ ⎠⎪
>⎪⎩
3. Model eksponensial
( )0 .exppq
hC C C
a⎛ ⎞−
= + ⎜ ⎟⎝ ⎠
Untuk peubah teregional yang memenuhi asumsi stasioner orde dua,
terdapat hubungan antara cross-kovariansi dengan cross-variogram.
Hubungannya dapat dilihat pada pembahasan berikut ini.
3.6 HUBUNGAN ANTARA CROSS-VARIOGRAM DENGAN CROSS-KOVARIANSI
Jika data spasial yang terdiri dari ( ){ }1 : ; 1,......,i iz D i∈ =x x n dan
( ){ }2 : ; 1,......,i iz D i∈ =x x n diasumsikan memenuhi asumsi stasioner orde
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
40
dua, terdapat hubungan antara cross-variogram dengan cross-kovariansi.
Hubungannya dapat dilihat pada persamaan dibawah ini :
[12 12 12 121( ) (0) ( ) ( )2
h C C h C hγ = − + − ] (3.6.1)
Bukti :
Berdasarkan definisi, cross-variogram dapat dinyatakan dengan :
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }
( ) ( ) ( ) ( )
12 1 1 2 2
12 1 2 1 2 1 2 1 2
12 1 2 1 2 1 2 1 2
12 12 12 12 12
12 12 12 12
1212121 0 02
102
h E Z x h Z x Z x h Z x
h E Z x h Z x h Z x h Z x Z x Z x h Z x Z x
h E Z x h Z x h E Z x h Z x E Z x Z x h E Z x Z x
h C C h C h C
h C C h C h
γ
γ
γ
γ
γ
⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦
⎡ ⎤= + + − + − + +⎣ ⎦
⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡= + + − + − + +⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣
= − − − +
⎡ ⎤= − + −⎣ ⎦
⎤⎦
Hubungan di atas dapat dikatakan bahwa cross-variogram hanya memuat
bagian genap dari cross-kovariansi :
( ) ( ) ( ) ( ) ( )12 12 12 1212 2 2
bagian genap bagian ganjil
C h C h C h C hC h
+ − − −= +
= +
Untuk hubungan antara auto-kovariansi dan auto-variogram, sama
seperti hubungan antara kovariogram dan variogram dalam metode kriging,
yaitu ( ) (0) ( )kk kk kkh C C hγ = − untuk 1,2k = .
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
41
Sebelum model auto- dan cross-variogram atau model auto- dan
cross-kovariansi digunakan, perlu diuji terlebih dahulu apakah model auto-
dan cross-variogram atau model auto- dan cross-kovariansi tersebut valid
atau sesuai dengan data spasial yang dimiliki. Pengujiannya dilakukan
dengan menggunakan uji validasi silang. Pembahasan mengenai uji validasi
silang dapat dilihat pada subbab 3.8.
Subbab selanjutnya akan dibahas mengenai teori dari metode
penaksiran ordinary cokriging.
3.7 METODE ORDINARY COKRIGING
Metode cokriging merupakan perluasan dari metode kriging. Dengan
menggunakan data spasial, cokriging merupakan salah satu metode
interpolasi yang dapat digunakan dalam bidang pertambangan ataupun
geofisika. Dalam metode ini, selain menggunakan data spasial dari peubah
teregional yang akan ditaksir, digunakan pula data spasial dari peubah
teregional lain disekitarnya yang saling berkorelasi. Sehingga dapat
memperkecil variansi residual.
Dalam metode penaksiran ordinary cokriging, taksiran yang dihasilkan
akan memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Sebelum
dijelaskan mengenai kondisi yang harus dipenuhi taksiran agar dapat
dikatakan best dan unbiased, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai
taksiran yang linier.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
42
3.7.1 Linier
Misalkan ( ){ }1 , 1,......,iz i =x n dan ( ){ }2 , 1,......,iz i =x n , masing – masing
merupakan himpunan nilai – nilai dari peubah teregional utama, dan
himpunan nilai – nilai peubah teregional tambahan, .
1Z
2Z ( ){ }1 , 1,......,iz i =x n
dan ( ){ }2 , 1,......,iz i =x n
iZ x
memenuhi asumsi stasioner orde dua, pada n lokasi
. ix
Estimator ordinary cokriging dari pada didefinisikan sebagai : 1Z 0x
( )1 0 1 21 1
ˆ ( ) ( )n n
i i ii i
Z Zλ β= =
= +∑ ∑x x
dimana iλ adalah bobot dari dan 1( )iZ x iβ bobot dari untuk
.
2( iZ x )
= i1,2,...,i n λ dan iβ disebut bobot cokriging.
Selanjutnya akan ditaksir nilai dari iλ dan iβ , bobot dari dan
untuk . Nilai taksiran
1( )iZ x
2( )iZ x 1,2,...,i = n iλ dan iβ kemudian akan digunakan
untuk menghitung . ^
1 0( )Z x
Karena taksiran dari metode ordinary cokriging harus memenuhi
kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), pada bahasan selanjutnya
akan dijelaskan kondisi yang harus dipenuhi agar taksiran menjadi tidak bias
(unbiased).
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
43
3.7.2 Tak Bias
Sebelumnya telah dijelaskan syarat agar taksiran dari metode ordinary
cokriging memenuhi kriteria linier, pada bagian ini akan dijelaskan syarat
yang harus dipenuhi agar taksiran menjadi tidak bias.
Jika dimisalkan E{ } = 1( )iZ x 1μ dan E{ } = 2( )iZ x 2μ , maka taksiran Z1 di lokasi
x0 , , dikatakan tidak bias jika E{ } = ^
1 0( )Z x^
1 0( )Z x 1μ . Syarat agar hal tersebut
dipenuhi dapat dilihat pada penjabaran dibawah ini :
^
1 0{ ( )}E Z x = 1 21 1
{ ( ) (n n
i i i ii i
E Z Zλ β= =
+∑ ∑x x )}
)}
i
i
= 1 21 1
{ ( ) } { (n n
i i i ii i
E Z E Zλ β= =
+∑ ∑x x
= 1 21 1
{ ( ) } { ( ) }n n
i i ii i
E Z E Zλ β= =
+∑ ∑x x
^
1 0{ ( )}E Z x = 1 21 1
n n
ii i
λ μ β= =
+∑ ∑ μ
Agar taksiran menjadi tak bias, yaitu = ^
1 0{ ( )}E Z x 1μ , maka
^
1 0{ ( )}E Z x = 1 21 1
n n
i ii i
λ μ β= =
+∑ ∑ μ
1μ = 1 21 1
n n
i ii i
λ μ β= =
+∑ ∑ μ .
Karena 1 0μ ≠ dan 2 0μ ≠ maka
11
n
ii
λ=
=∑
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
44
)
)
10
n
ii
β=
=∑
Jadi syarat agar taksiran ordinary cokriging, menjadi tidak bias maka
bobot dari cokriging dibatasi pada,
^
1 0(Z x
1 11 d a n 0
n n
i ii i
λ β= =
= =∑ ∑
Selanjutnya akan dijelaskan syarat yang harus dipenuhi agar taksiran
yang diperoleh dengan menggunakan metode penaksiran ordinary cokriging
dapat memenuhi kriteria best atau memiliki variansi residual yang minimum.
3.7.3 Variansi Minimum
disebut taksiran yang terbaik (best) jika memiliki variansi
residual yang minimum. Bobot cokriging,
^
1 0(Z x
1 2( , ,..., )i nλ λ λ λ= dan
1 2( , ,..., )i nβ β β β= didapatkan dengan cara meminimumkan mean square
predicted error terhadap kendala 1 1
1 d a n 0n n
i ii i
λ β= =
= =∑ ∑ , dengan
menggunakan metode pengali lagrange. Mean square predicted error dapat
dinyatakan sebagai berikut :
^2
1 0 1 0[ ( ) ( )]MSPE E Z Z= −x x
Misalkan e adalah residual dari penaksiran di lokasi x0, maka e dapat
dinyatakan sebagai berikut :
e ( x0) = ^
1 0 1 0( ) ( )Z Z−x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
45
)ix
),
Sehingga variansi dari residual pada lokasi x0 dapat dinyatakan sebagai
berikut:
[ ]
21 0 1 0
1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
ˆ ( ) ( )
ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )
e Var Z Z
Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z
σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦
x x
x x x x x x (3.7.1)
Pembuktian dapat di lihat pada lampiran 2.
Diketahui bahwa , sehingga ( )1 0 1 21 1
ˆ ( ) (n n
i i ii i
Z Z Zλ β= =
= +∑ ∑x x
• 1 0 1 0ˆ ˆ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x x
= 1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x
= 1 21 1
( ) ( )n n
i i i ii i
V a r Z Zλ β= =
⎡ ⎤+⎢ ⎥
⎣ ⎦∑ ∑x x
= (3.7.2) ( ) ( ) (11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
C C Cλ λ β β λ β= = = = = =
+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x
Pembuktian dapat di lihat pada lampiran 3.
• [ ]1 0 1 0( ), ( )Cov Z Zx x = [ ]1 0( )Var Z x (3.7.3)
• 1 0 1 0ˆ ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x x
= ( )( ) [ ]1 0 1 0 1 0 1 0ˆ ˆ( ) ( ) ( ) ( )E Z Z E Z E Z⎡ ⎤ ⎡ ⎤− ⎣ ⎦⎣ ⎦x x x x
= ( ) [ ]1 2 1 0 1 2 11 1 1 1
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )n n n n
i i i i i i i ii i i i
E Z Z Z E Z Z E Zλ β λ β= = = =
⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎡+ − +⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎢ ⎥
⎝ ⎠ ⎣⎣ ⎦∑ ∑ ∑ ∑x x x x x 0
⎤
⎦x
), i = (3.7.4) ( ) (11 0 12 01 1
,n n
i i ii i
C Cλ β= =
+∑ ∑x x x x
Pembuktian dapat di lihat pada lampiran 4.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
46
, +
)
Setelah diperoleh persamaan (3.7.2), (3.7.3), dan (3.7.4), substitusi ketiga
persamaan tersebut ke persamaan (3.7.1), sehingga diperoleh :
[ ]
( ) ( ) ( )
[ ] ( )
21 0 1 0
1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
11 22 121 1 1 1 1 1
1 0 11 01
ˆ ( ) ( )
ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )
, , 2
( ) 2 , 2
e
n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
n
i i ii i
Var Z Z
Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z
C C C
Var Z C
σ
λ λ β β λ β
λ β
= = = = = =
=
⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦
= + +
+ − −
∑∑ ∑∑ ∑∑
∑
x x
x x x x x x
x x x x x x
x x x ( )12 01
,n
iC=∑ x x
dengan adalah auto-kovariansi antara
,
( ) (11 11,i j j iC C= −x x x x
1 1( ) dan ( )i jZ Zx x ( ) ( )22 22,i j j iC C= −x x x x adalah auto-kovariansi antara
, dan 2 2( ) dan ( )i jZ Zx x ( ) ( )12 12,i j j iC C= −x x x x adalah cross-kovariansi
antara . 1 2( ) dan ( )i jZ Zx x
Karena ingin didapatkan variansi residual yang minimum, maka harus
dilakukan peminimalan fungsi dengan 2 peubah. Hal ini dikarenakan
variansi dari residual merupakan sistem persamaan dengan peubah yang
tidak diketahui.
n
2n
Untuk meminimumkan 2eσ dilakukan turunan parsial pertama dari 2
eσ
sama dengan nol, yang akan menghasilkan persamaan dengan
peubah yang tidak diketahui. Karena adanya kondisi ketidakbiasan, sehingga
dapat ditambahkan dua persamaan lain tanpa perlu menambah peubah yang
tidak diketahui. Hal ini mengarah kepada sistem persamaan dengan
persamaan dan peubah yang tidak diketahui. Untuk menyelesaikan
2n 2n
( )2 1n +
2n
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
47
persamaan tersebut, digunakan metode pengali lagrange, yaitu metode yang
digunakan untuk meminimumkan fungsi terhadap beberapa fungsi kendala,
dalam hal ini terdapat dua kendala. Dalam metode pengali lagrange
diperlukan pengali lagrange, yang akan ditambahkan sebagai peubah yang
tidak diketahui lainnya pada persamaan 2eσ . Karena terdapat dua kendala,
maka terdapat dua pengali lagrange, misalkan dan . Selain
menambahkan pengali lagrange, diikutsertakan juga syarat ketidakbiasan,
sehingga sistem persamaan
1m 2m
2eσ menjadi :
( ) ( ) ( )
[ ] ( ) ( )
211 22 12
1 1 1 1 1 1
1 0 11 0 12 0 1 21 1 1
, , 2 ,
( ) 2 , 2 , 2 1 2
n n n n n n
e i j i j i j i j i j i ji j i j i j
n n n
i i i i ii i i
C C C
Var Z C C m m
σ λλ β β λβ
1
n
ii
λ β λ
= = = = = =
= = =
= + + +
⎛ ⎞ ⎛+ − − + − +⎜ ⎟ ⎜
⎝ ⎠ ⎝
∑∑ ∑∑ ∑∑
∑ ∑ ∑
x x x x x x
x x x x x β=
⎞⎟⎠
∑
Kemudian minimumkan persamaan di atas dengan menghitung turunan
parsial pertama terhadap semua peubah dan membuatnya sama dengan nol
yang akan menghasilkan ( )2 n 1+ persamaan :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
48
( ) ( ) ( ) ( )2
11 12 11 0 11 1
2 , 2 , 2 , 2 0 untuk 1,.....,n n
ej i j j i j i
j ji
C x x C x x C x x m i nσ
λ βλ = =
⎫∂ ⎪= + − + = =⎬∂ ⎪⎭∑ ∑
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
2
22 12 12 0 21 1
12 22 12 0 21 1
2 , 2 , 2 , 2
2 , 2 , 2 , 2 untuk 1,.....,
0
n ne
i i j i i j ji ij
n n
i i j i i j ji i
C x x C x x C x x m
C x x C x x C x x m j n
σβ λ
β
λ β
= =
= =
⎫∂⎪= + − +
∂ ⎪⎪⎪= + − + =⎬⎪⎪=⎪⎪⎭
∑ ∑
∑ ∑
2
11
2 1n
ei
imσ
λ=
∂= − =
∂ ∑ 0
2
12
2 0n
ei
imσ
β=
∂= =
∂ ∑
Persamaan yang diperoleh dari penjabaran di atas adalah sebagai berikut :
11 12 1 11 01 1
( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n
j i j j i j ij j
C x x C x x m C x x i nλ β= =
+ + = ∀ =∑ ∑ (3.7.5)
12 22 2 12 01 1
( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n
i i j i i j ji i
C x x C x x m C x x j nλ β= =
+ + = ∀∑ ∑ =
iβ =
(3.7.6)
1 11 d a n 0
n n
ii i
λ= =
=∑ ∑ (3.7.7)
Sistem persamaan tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk matriks :
( )( )
11 011 12
12 012 22
1
2
,1 0,0 1
1 0 0 0 10 1 0 0 0
i
tj
t t
t t
C x xC CC x xC C
mm
λβ
⎡ ⎤⎡ ⎤⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ × = ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
(3.7.8)
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
49
Misalkan disebut matriks variansi-kovariansi dan dinyatakan sebagai
berikut :
∑
11 12
12 22t
C CC C⎡ ⎤
∑ = ⎢ ⎥⎣ ⎦
Matriks variansi-kovariansi merupakan matriks semi definit positif.
Pembuktiannya dapat dilihat pada lampiran 7.
Sistem persamaan (3.7.8) disebut juga sistem persamaan Ordinary Cokriging
(OC).
Sistem persamaan (3.7.8) dapat dibentuk jika asumsi stasioner orde
dua terpenuhi. Namun, jika hanya asumsi stasioner intrinsik yang terpenuhi
maka sistem ordinary cokriging dibentuk dari fungsi auto- dan cross-
variogram. Terlebih dahulu, bentuk persamaan (3.7.1) dalam fungsi auto- dan
cross-variogram.
( ) { }
21 0 1 0
22
1 0 1 0 1 0 1 0
ˆ ( ) ( )
ˆ ˆ ( ) ( ) ( ) ( )
e Var Z Z
E Z Z E Z Z
σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − − −⎣ ⎦⎢ ⎥⎣ ⎦
x x
x x x x
Karena = 0, maka persamaan di atas menjadi 1 0 1 0ˆ ( ) ( )E Z Z⎡ −⎣ x x ⎤
⎦
0
( )221 0 1 0
2
1 2 11 1
ˆ ( ) ( )
( ) ( ) ( )
e
n n
i i i ii i
E Z Z
E Z Z Z
σ
λ β= =
⎡ ⎤= −⎢ ⎥⎣ ⎦⎡ ⎤⎛ ⎞
= + −⎢ ⎥⎜ ⎟⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦∑ ∑
x x
x x x
Definisikan bobot untuk = 1 0( )Z x 0
0
1 jika 0 jika
ω λω
ω β− =⎧
= ⎨ =⎩.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
50
Sehingga persamaan 2eσ menjadi :
22
1 20 0
( ) ( )n n
e i i ii i
E Z Zσ λ β= =
⎡ ⎤⎛ ⎞= +⎢ ⎥⎜ ⎟
⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦∑ ∑x x i
Ambil sembarang titik, untuk ( )kZ x 1,2 k = , masukkan titik tersebut dalam
persamaan 2eσ . Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
( ) ( )
( )
σ λ λ β β
λ β
λ
= = = =
= =
= =
=
⎡ ⎤⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜⎢ ⎥= − + −⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜⎢ ⎥⎝ ⎠ ⎝⎝ ⎠⎣ ⎦⎡ ⎤⎛ ⎞
= − + −⎢ ⎥⎜ ⎟⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦⎡⎛ ⎞
= −⎢⎜ ⎟⎝ ⎠⎣
∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑
∑
2
21 1 2 2
0 0 00 0
2
1 1 2 20 0
2
1 10
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
x x x x
x x x x
x x
n n n n
e i i i i ii i i i
n n
i i i ii i
n
i ii
E Z Z Z Z
E Z Z Z Z
E Z Z ( )
( ) ( )
( ) ( )
β
λ β
β λ
λ λ
=
= =
= =
⎤ ⎡ ⎤⎛ ⎞
⎞⎟⎟⎟⎠
0i
+ − +⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟⎝ ⎠⎢ ⎥ ⎢⎦ ⎣ ⎦
⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞+ − −⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎣ ⎦⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞
+ − −⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎣ ⎦
= −
∑
∑ ∑
∑ ∑
2
2 20
1 1 2 20 0
2 2 1 10 0
1 1
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ),
x x
x x x x
x x x x
x x
n
i ii
n n
i i i ii i
n n
i i i ii i
i j i
E Z Z
E Z Z Z Z
E Z Z Z Z
Cov Z Z{ }
{ }
{ }
{ }
β β
λ β
β λ
= =
= =
= =
= =
− +
+ − − +
+ − − +
+ − −
∑ ∑
∑∑
∑∑
∑∑
1 10 0
2 2 2 20 0
1 1 2 20 0
2 2 1 10 0
( ) ( )
( ) ( ), ( ) ( )
( ) ( ), ( ) ( )
( ) ( ), ( ) ( )
x x
x x x x
x x x x
x x x x
n n
ji j
n n
i j i ji j
n n
i j i ji j
n n
i j i ji j
Z Z
Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
⎥
+
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
51
+
− +
− +
−
+
− +
−
, j
)
)
)
{ }
{ }
{ }
{ }
σ λ λ
β β
λ β
λ β
= =
= =
= =
= =
= − −
+ −
+ −
+ −
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
21 1 1 1
0 0
2 2 2 20 0
1 1 2 20 0
1 1 2 20 0
( ) ( ) , ( ) ( )
( ) ( ) , ( ) ( )
( ) ( ) , ( ) ( )
( ) ( ) , ( ) ( )
x x x x
x x x x
x x x x
x x x x
n n
e i j i ji j
n n
i j i ji j
n n
i j i ji j
n n
i j i ji j
C o v Z Z Z Z
C o v Z Z Z Z
C o v Z Z Z Z
C o v Z Z Z Z
{ }
{ }
{ }
λ λ
β β
λ β
= =
= =
= =
= − −
+ −
+ −
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
1 1 1 10 0
2 2 2 20 0
1 1 2 20 0
( ) ( ) , ( ) ( )
( ) ( ) , ( ) ( )
2 ( ) ( ) , ( ) ( )
x x x x
x x x x
x x x x
n n
i j i ji j
n n
i j i ji j
n n
i j i ji j
C o v Z Z Z Z
C o v Z Z Z Z
C o v Z Z Z Z
Untuk mengubah kovariansi dari selisih menjadi variogram, diperlukan
tambahan asumsi yaitu cross-kovariansi dari selisih haruslah simetris.
Penjabarannya dapat di lihat pada lampiran 5.
Dengan hipotesis ini akan diperoleh persamaan di bawah ini :
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
211 22 12
1 1 1 1 1 1
11 0 0 11 0 12 01 1
, , 2
, 2 , 2 ,
n n n n n n
e i j i j i j i j i j ii j i j i j
n n
i i i ii i
σ λ λ γ β β γ λ β γ
γ λ γ β γ
= = = = = =
= =
= − − − +
− + +
∑∑ ∑∑ ∑∑
∑ ∑
x x x x x x
x x x x x x
dengan adalah variansi dari selisih ,
adalah variansi dari selisih , dan
adalah kovariansi antara selisih
( ) (11 11,i j j iγ γ= −x x x x 1 1( ) dan ( )i jZ Zx x
( ) (22 22,i j j iγ γ= −x x x x 2 2( ) dan ( )i jZ Zx x
( ) (12 12,i j j iγ γ= −x x x x 1 1( ) dan ( )i jZ Zx x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
52
dengan selisih . 2 2( ) dan ( )i jZ Zx x ( )11 ,i jγ x x dan ( )22 ,i jγ x x disebut dengan
auto-variogram, sedangkan ( )12 ,i jγ x x disebut dengan cross-variogram.
Sama halnya pada saat asumsi stasioner orde dua terpenuhi, variansi
residual diminimumkan dengan menggunakan metode lagrange. Sehingga
sistem persamaan 2eσ menjadi :
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
211 22 12
1 1 1 1 1 1
11 0 0 11 0 12 0 1 21 1 1
, , 2 ,
, 2 , 2 , 2 1 2
n n n n n n
e i j i j i j i j i j i ji j i j i j
n n n
i i i i ii i i
m m
σ λλ γ β β γ λβ γ
1
n
ii
γ λγ β γ λ β
= = = = = =
= = =
= − − − +
⎛ ⎞ ⎛− + + + − +⎜ ⎟ ⎜
⎝ ⎠ ⎝
∑∑ ∑∑ ∑∑
∑ ∑ ∑
x x x x x x
x x x x x x=
⎞⎟⎠
∑ Kemudian minimumkan persamaan di atas dengan menghitung turunan
parsial pertama terhadap semua peubah dan membuatnya sama dengan nol.
( ) ( ) ( ) ( )2
11 12 11 0 11 1
2 , 2 , 2 , 2 0 untuk 1,.....,n n
ej i j j i j i
j ji
x x x x x x m iσ
λ γ β γ γλ = =
⎫∂ ⎪= + − − = =⎬∂ ⎪⎭∑ ∑ n
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
2
22 12 12 0 21 1
12 22 12 0 21 1
2 , 2 , 2 , 2
2 , 2 , 2 , 2 untuk 1,.....,
0
n ne
i i j i i j ji ij
n n
i i j i i j ji i
x x x x x x m
x x x x x x m j
σβ γ λγ γ
β
λγ β γ γ
= =
= =
⎫∂⎪= + − −
∂ ⎪⎪⎪= + − − =⎬⎪⎪=⎪⎪⎭
∑ ∑
∑ ∑ n
2
11
2 1n
ei
imσ
λ=
∂= − =
∂ ∑ 0
2
12
2 0n
ei
imσ
β=
∂= =
∂ ∑
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
53
Persamaan yang diperoleh dari penjabaran di atas adalah sebagai berikut :
11 12 1 11 01 1
( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n
j i j j i j ij j
x x x x m x x iλ γ β γ γ= =
+ − = ∀ =∑ ∑ n (3.7.9)
12 22 2 12 01 1
( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n
i i j i i j ji i
x x x x m x x jλ γ β γ γ= =
+ − = ∀ =∑ ∑ n
iβ =
(3.7.10)
1 11 d a n 0
n n
ii i
λ= =
=∑ ∑ (3.7.11)
Sistem persamaan ordinary cokriging dalam bentuk auto- dan cross-
variogram dinyatakan dengan matriks dibawah ini:
( )( )
11 011 12
12 012 22
1
2
1 00 1
1 0 0 0 10 1 0 0 0
i
tj
t t
t t
x x
x xmm
γλγ γγβγ γ
⎡ ⎤−⎡ ⎤⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ −⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ × = ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ − ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥
− ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦
(3.7.12)
Misalkan disebut matriks auto- dan cross-variogram dan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Γ
11 12
12 22t
γ γγ γ⎡ ⎤
= ⎢ ⎥⎣ ⎦
Γ
Matriks auto- dan cross-variogram merupakan matriks semi definit negatif.
Pembuktiannya dapat dilihat pada lampiran 8.
Sistem persamaan (3.7.12) juga dapat dibentuk saat asumsi stasioner
orde dua terpenuhi dengan asumsi bahwa cross-kovariansi adalah simetris.
Dengan menyelesaikan sistem persamaan (3.7.8) atau (3.7.12), dapat
dihitung nilai 1,..., nλ λ dan 1,..., nβ β . Sehingga nilai taksiran dari peubah
teregional utama di titik lain yang tidak tersampel dapat dihitung.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
54
Pada pembahasan selanjutkan akan dijelaskan cara perhitungan dari
variansi ordinary cokriging.
3.7.4 Perhitungan Variansi Ordinary Cokriging
Yang dimaksud dengan variansi dari taksiran ordinary cokriging adalah
variansi minimum dari residual taksiran. Jika terdapat lebih dari satu model
auto- dan cross-variogram ataupun auto- dan cross-kovariansi yang valid,
maka perhitungan variansi ordinary cokriging dapat digunakan untuk
menentukan model auto- dan cross-variogram ataupun auto- dan cross-
kovariansi manakah yang menghasilkan taksiran yang terbaik.
Untuk menghitung variansi ordinary cokriging, diperlukan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Kalikan setiap persamaan (3.7.5) pada sistem persamaan ordinary
cokriging dengan iλ , sehingga diperoleh
. 11 12 1 11 01 1
( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n
i j i j j i j i ij j
C x x C x x m C x x i nλ λ β λ= =
⎛ ⎞+ + = ∀ =⎜ ⎟
⎝ ⎠∑ ∑
Kemudian, untuk persamaan (3.7.6) pada sistem persamaan ordinary
cokriging kalikan dengan jβ , sehingga diperoleh
. 22 12 2 12 01 1
( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n
j i i j i i j j ji i
C x x C x x m C x x j nβ β λ λ= =
⎛ ⎞+ + = ∀ =⎜ ⎟
⎝ ⎠∑ ∑
2. Jumlahkan setiap persamaan di atas sehingga menjadi
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
55
−
• 11 12 1 11 01 1 1 1
( , ) ( , ) ( , )n n n n
i j i j j i j i ii j j i
C x x C x x m C x xλ λ β λ= = = =
⎛ ⎞+ + =⎜ ⎟
⎝ ⎠∑ ∑ ∑ ∑
11 12 11 0 11 1 1 1 1 1
( , ) ( , ) ( , )n n n n n n
i j i j i j i j i i ii j i j i i
C x x C x x C x x mλ λ λ β λ λ= = = = = =
⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑ ∑
Karena 1
1n
ii
λ=
=∑ , maka persamaannya menjadi
(3.7.13) 11 12 11 0 11 1 1 1 1
( , ) ( , ) ( , )n n n n n
i j i j i j i j i ii j i j i
C x x C x x C x x mλλ λβ λ= = = = =
⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑ −
• 22 12 2 12 01 1 1 1
( , ) ( , ) ( , )n n n n
j i i j i i j jj i i j
C x x C x x m C x xβ β λ β= = = =
⎛ ⎞+ + =⎜ ⎟
⎝ ⎠∑ ∑ ∑ ∑ j
−
Karena
22 12 12 0 21 1 1 1 1 1
( , ) ( , ) ( , )n n n n n n
i j i j i j i j j j ji j i j j j
C x x C x x C x x mβ β λ β β β= = = = = =
⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑ ∑
10
n
jj
β=
=∑ , maka persamaannya menjadi
(3.7.14) 22 12 12 01 1 1 1 1
( , ) ( , ) ( , )n n n n n
i j i j i j i j j ji j i j j
C x x C x x C x xβ β λ β β= = = = =
⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑
3. Substitusi persamaan (3.7.13) dan (3.7.14) ke dalam persamaan :
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
211 22
1 1 1 1
12 11 01 1 1
12 0 11 0 01
, ,
+2 , 2 ,
2 , ,
n n n n
e i j i j i j ii j i j
n n n
i j i j i ii j i
n
i ii
C C
C C
C C
σ λ λ β β
λ β λ
β
= = = =
= = =
=
= + j +
− +
− +
∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑
∑
x x x x
x x x x
x x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
56
+
)i m−
)i m−
)i
( )
( ) ( )
211 0 1 12 0 11 0
1 1 1
12 0 11 0 01
( , ) ( , ) 2 ,
2 , ,
n n n
e i i i i i ii i i
n
i ii
C m C C
C C
σ λ β λ
β
= = =
=
= − + −
− +
∑ ∑ ∑
∑
x x x x x x
x x x x
( )211 0 0 11 0 12 0 1
1 1, ( , ) ( ,
n n
e i i ii i
C C Cσ λ β= =
= − −∑ ∑x x x x x x
Sehingga diperoleh variansi dari residual taksiran ordinary cokriging dalam
bentuk auto- dan cross-kovariansi, yaitu :
( )211 0 0 11 0 12 0 1
1 1, ( , ) ( ,
n n
e i i ii i
C C Cσ λ β= =
= − −∑ ∑x x x x x x
Dengan melakukan langkah yang sama seperti di atas pada
persamaan (3.7.9) dan (3.7.10), maka dapat diperoleh variansi dari residual
taksiran ordinary cokriging dalam bentuk auto- dan cross-variogram, yaitu :
( )211 0 0 11 0 12 0 1
1 1, ( , ) ( ,
n n
e i i ii i
mσ γ λ γ β γ= =
= − + + −∑ ∑x x x x x x
3.8 VALIDASI SILANG
Sebelum digunakan dalam penaksiran ordinary cokriging, bentuk
model auto- dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-variogram
harus dilakukan pengujian apakah model auto- dan cross-kovariansi atau
model auto- dan cross-variogram tersebut sesuai dengan keadaan data
spasial yang ada. Jika ternyata model auto- dan cross-kovariansi atau model
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
57
auto- dan cross-variogram tersebut sesuai dengan keadaan data spasial
yang ada, maka model tersebut dapat digunakan dalam penaksiran ordinary
cokriging.
Didasari pada penjabaran di atas, diperlukan pengujian untuk menguji
kecocokan model auto- dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-
variogram.
Jika model auto- dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-
variogram menggambarkan korelasi spasial yang sesuai dengan data, maka
nilai prediksi, akan mendekati nilai sebenarnya, ( )1 0Z x ( )1 0Z x .
Hal ini dapat dinyatakan sebagai :
( )( ) ( )1 0 1 0
Data ˆ
Respon Prediksi Residual
Z Z
= +
= +x x e
Pada pemodelan statistik, penaksiran parameter dan validasi model
bergantung pada pemeriksaan residual.
Pengujian yang akan digunakan untuk menguji validitas model adalah
validasi silang. Dalam validasi silang, model auto- dan cross-kovariansi atau
model auto- dan cross-variogram diuji dengan menggunakan nilai dari
sampel. Setelah model dipilih, nilai sampel dianggap belum diketahui,
kemudian dilakukan penaksiran ordinary cokriging terhadap sampel tersebut
dengan menggunakan data dari nilai sampel lainnya. Setelah itu, bandingkan
nilai sampel yang sebenarnya dengan hasil yang diperoleh melalui metode
penaksiran ordinary cokriging. Selisih antara nilai sampel yang sebenarnya
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
58
dengan nilai penaksiran disebut residual. Residual diasumsikan berdistribusi
normal.
Secara umum, dalam validasi silang digunakan nilai – nilai dari
residual terbaku untuk menentukan apakah model auto- dan cross variogram
atau auto- dan cross-kovariansi yang dipilih telah valid. Residual terbaku,
adalah residual, e yang dinormalisasi dengan standar residual,
eR
eσ . Setelah
diperoleh residual terbaku dari seluruh data sample, dilakukan perhitungan
statistik uji eR dan yang didefinisikan sebagai berikut : 2eRS
( ) ( )( )
1 1
2
ˆ11
n ie
i e i
Z ZR
n σ=
⎡ ⎤−⎣ ⎦=− ∑
x xx
i dan
( ) ( )( )
2
1 12
2
ˆ11e
n i iR
i e i
Z ZS
n σ=
⎧ ⎫⎡ ⎤−⎪ ⎪⎣ ⎦= ⎨ ⎬− ⎪ ⎪⎩ ⎭∑
x xx
dengan,
( ) ( )1 1ˆ
iZ Z⎡ −⎣ x x i⎤⎦
i
adalah residual pada lokasi , ix
( )e iσ σ=x adalah standar residual untuk menaksir di lokasi . ix
Nilai eR dapat digunakan untuk menentukan model auto- dan cross-
variogram atau auto- dan cross-kovariansi yang valid. Sedangkan nilai
dapat digunakan untuk memilih model auto- dan cross-variogram atau auto-
dan cross-kovariansi yang terbaik.
2eRS
3.8.1 Statistik Uji eR
eR menunjukkan rata-rata dari residual terbaku yang didefinisikan
sebagai berikut :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
59
( ) ( )
( )1 1
2
ˆ11
n i ie
i e i
Z ZR
n σ=
⎡ ⎤−⎣ ⎦=− ∑
x xx
.
Jika ( ) ( )
( )1 1
ˆi
i iie
i e i
Z Ze Rσ σ
⎡ ⎤−⎣ ⎦=x x
x= , maka eR dapat ditulis sebagai berikut :
2
11 i
n
e ei
Rn =
=− ∑R , dengan . (0,1)
ieR N∼
Sehingga ekspektasi dan variansi dari eR adalah sebagai berikut :
2 2
1 1[ ] [ ] 01 1i i
n n
e ei i
E R E R E Rn n= =
⎡ ⎤= =⎢ ⎥− −⎣ ⎦
∑ ∑ e =
] = 2 2
2 2
1 11 1i i
n n
e ei i
E R E Rn n= =
⎡ ⎤
2j
n
ej
R=
⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞=⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟− −⎝ ⎠⎝ ⎠⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦∑ ∑∑ 2[ eE R
2 2
2 2
1 1( ) ( 1)1 1i j
n n
e ei j
E R R nn n= =
⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞= =⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟− −⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦∑∑ 1
1n− =
−
[ eVar R ] = 2 2[ ] [e eE R E R− ]
= 1 101 1n n− =
− −.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa 10,1eR N
n⎛ ⎞⎜ ⎟−⎝ ⎠
∼ .
Dengan menggunakan statistik uji eR dan dengan tingkat signifikansi
0.05, jika 21eR
n>
−, maka dapat disimpulkan bahwa model auto- dan
cross-variogram atau auto- dan cross-kovariansi yang dipilih tidak valid.
Pembuktian dari pernyataan di atas dapat dilihat pada lampiran 9.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
60
n
3.8.2 Prosedur Validasi Silang
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian validasi silang adalah
sebagai berikut :
1. Misalkan dan adalah nilai dari peubah teregional dan
di lokasi dimana
1( )iz x 2( )iz x 1Z
2Z ix 1,2,3,...,i = . Hitung nilai taksiran
dengan menggunakan metode Ordinary Cokriging hanya dengan
menggunakan nilai dan . Sehingga dapat
dinyatakan sebagai berikut :
1 2ˆ ( )Z x
1( )iZ x 2( )iZ x 1 2ˆ (Z x )
x1 2 1 1 1 1 2 1ˆ ( ) ( ) ( )Z Z Zλ β= +x x
Dengan menyelesaikan sistem persamaan Ordinary Cokriging
( ) ( )( ) ( )
( )( )
111 1 1 12 1 1 11 1 0
112 1 1 22 1 1 12 1 0
1
2
1 00 1
1 0 0 0 10 1 0 0 0
C C CC C C
mm
λβ
⎡ ⎤ ⎡ ⎤− − −⎢ ⎥ ⎢ ⎥− −⎢ ⎥ ⎢ ⎥ =⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦⎣ ⎦
x x x x x xx x x x x x
⎡ ⎤⎢ ⎥−⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
didapat ( ) ( ) ( ) ( )22 11 0 0 1 11 1 0 1 12 1 0e C C Cσ λ β= − − − − − −x x x x x x x 1m
)
)
.
2. Bandingkan hasil taksiran dengan nilai dari data sampel.
Kemudian hitung residual dari taksiran,
1 2ˆ (Z x 1 2( )Z x
2 1 2 1 2ˆ( ) ( )e Z Z= −x x
3. Selanjutnya gunakan nilai , , , dan untuk
menaksir nilai . Kemudian hitung residualnya.
1 1( )Z x 1 2( )Z x 2 1( )Z x 2 2( )Z x
1 3ˆ (Z x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
61
4. Setelah seluruh residual telah dihitung, kemudian lakukan perhitungan
untuk memperoleh nilai residual terbaku. Residual terbaku dinyatakan
dengan . ieR
i
ie
i
eRσ
=
5. Lanjutkan prosedur yang sama untuk mengkonstruksi residual terbaku
yang lainnya sampai diperoleh dengan menggunakan 1ˆ ( )nZ x
1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 2 1( ), ( ),....., ( ), ( ), ( ),....., ( )n nZ Z Z Z Z Z− −x x x x x x . Secara umum,
residual dan residual terbaku dapat dinyatakan sebagai berikut :
( ) ( )1 1ˆ
i ie Z Z⎡= −⎣ x x i⎤⎦ , untuk 2,...,i n=
i
ie
i
eRσ
= , untuk 2,...,i n=
6. Hitung rata-rata dari keseluruhan residual terbaku ( eR ), yaitu :
2
11 i
n
e ei
Rn =
=−
R∑ , dengan (0,1)ieR N∼
7. Setelah itu dilakukan pengujian hipotesis
H0 : Model auto- dan cross-kovariansi cocok (valid)
H1 : Model auto- dan cross-kovariansi tidak cocok (tidak valid)
Tingkat signifikansi : 0.05α =
Statistik uji : 2
11 i
n
e ei
R Rn =
=− ∑
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
62
Aturan keputusan :
H0 ditolak jika 2| |1eR
n>
−
Atau dengan perkataan lain, model auto- dan cross-kovariansi atau
auto- dan cross-variogram yang dipilih tidak cocok (valid) jika
2| |1eR
n>
−.
3.8.3 Pemilihan Model Auto- dan Cross-Variogram atau Auto- dan
Cross-Kovariansi Yang Terbaik
Setelah dilakukan pengujian dengan validasi silang, ada kemungkinan
akan diperoleh lebih dari satu model auto- dan cross-variogram atau model
auto- dan cross-kovariansi yang valid. Jika ingin diketahui model manakah
yang paling baik digunakan dalam penaksiran dengan metode ordinary
cokriging, ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu dengan membandingkan
nilai untuk masing-masing model. Nilai didefinisikan sebagai
berikut :
2eRS 2
eRS
( ) ( )( )
2
1 12
2
ˆ11e
n i iR
i e i
Z ZS
n σ=
⎧ ⎫⎡ ⎤−⎪ ⎪⎣ ⎦= ⎨ ⎬− ⎪ ⎪⎩ ⎭∑
x xx
Dalam metode ordinary cokriging, tiap taksiran memiliki variansi
residual, yang disebut variansi ordinary cokriging, yang dinyatakan dengan
2eσ . Variansi ordinary cokriging dihitung menggunakan auto- dan cross-
variogram atau auto- dan cross-kovariansi dan nilai dari variansi ordinary
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
63
cokriging hanya bergantung pada jarak pengamatan. Selain dari variansi
ordinary cokriging, variansi residual juga dapat dihitung berdasarkan nilai
residual yang diperoleh dari data, yaitu :
( ) ( )2
21 1
2
1 ˆ1
n
i ii
Z Zn
σ=
⎡ ⎤= −⎣ ⎦− ∑ x x
Model menggunakan auto- dan cross-variogram atau model auto- dan cross-
kovariansi yang baik seharusnya menghasilan variansi ordinary cokriging
yang tidak jauh berbeda dari variansi yang dihitung dari data. Atau dengan
perkataan lain, model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai
yang paling mendekati satu.
2eRS
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
BAB IV
STUDI KASUS
Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode ordinary cokriging,
pada bab ini akan diberikan contoh kasus yang dapat diselesaikan dengan
metode ordinary cokriging.
4.1 SUMBER DATA Data yang dipergunakan dalam studi kasus ini berasal dari paper
“Multivariate Geostatistical Analysis Of Groundwater Contamination By
Pesticide And Nitrate” by Jeffrey D. Smyth and Jonathan D. Istok (1989).
4.2 KASUS
Diketahui 42 data sumur yang memuat data mengenai densitas dari
kandungan DCPA (jenis peptisida) dan densitas dari kandungan nitrat. Dalam
studi kasus ini hanya akan diambil sampel sebanyak 10 data sumur secara
acak. 10 data sampel tersebut dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 4.1 Tabel Data Untuk Studi Kasus Koordinat (km) Densitas (log(mg/m2))
Sumur x y DCPA ( )1Z Nitrat ( )2Z
1 21 20 1.9994 4.1617
2 22 21 1.4155 3.9950
3 22 20 2.0434 3.9925
64
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
65
4 23.23 25.46 1.1818 3.9738
5 20.68 19 1.3047 4.1285
6 23 25.45 1.0535 3.9690
7 23 23 1.6410 4.1617
8 19.92 27.54 1.6303 4.0282
9 19.51 25.84 2.0576 4.2505
10 25 21.32 2.0851 4.2609
4.3 ASUMSI
Data yang dipergunakan dalam bab ini diasumsikan memenuhi
asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Kedua data sampel saling berkorelasi.
2. Kedua data sampel memenuhi asumsi stasioner orde dua.
3. Residual dari taksiran berdistribusi normal.
4.4 PERMASALAHAN
Ingin dicari taksiran kandungan DCPA di lokasi lain yang tidak
tersampel dengan menggunakan metode Ordinary Cokriging.
4.5 PENGOLAHAN DATA
Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian
asumsi.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
66
Langkah 1. Membuat Statistik Deskriptif dan Menghitung Koefisien
Korelasi Antara DCPA dan Nitrat
Untuk memperoleh gambaran data secara umum, dibuat statistik
deskriptif untuk masing – masing data kandungan DCPA dan Nitrat yang
terdiri dari nilai rata-rata, variansi, standar deviasi, Q2(median), nilai
minimum, nilai maksimum, range. Hasilnya dapat dilihat berikut ini :
Descriptive Statistics: DCPA Total Variable Count Mean StDev Variance Minimum Median Maximum Range DCPA 10 1,641 0,392 0,153 1,054 1,636 2,085 1,032
Descriptive Statistics: Nitrat Total Variable Count Mean StDev Variance Minimum Median Maximum Range Nitrat 10 4,0922 0,1141 0,0130 3,9690 4,0784 4,2609 0,2919
Untuk dapat menggunakan metode ordinary cokriging, terlebih dahulu
harus diketahui bahwa antara DCPA (peubah utama) dan Nitrat (peubah
tambahan) saling berkorelasi. Untuk menghitung koefisien korelasi antara
DCPA dan Nitrat digunakan software MINITAB 14.
Correlations: DCPA; Nitrat Pearson correlation of DCPA and Nitrat = 0,6533 P-Value = 0,018
Dari hasil output di atas, diperoleh bahwa koefisien korelasi antara
DCPA dan Nitrat hampir mendekati satu, yaitu 0.6533. Hal ini menyatakan
bahwa antara DCPA dan Nitrat saling berkorelasi.
Langkah 2. Pengujian Asumsi Kestasioneran Orde Dua
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
67
Dalam pengujian asumsi stasioner orde dua, diperlukan tiga gambar :
1. Plot nilai pengamatan untuk masing – masing peubah teregional
terhadap absis dari lokasi sampel.
2. Plot nilai pengamatan untuk masing – masing peubah teregional
terhadap ordinat dari lokasi sampel.
3. Plot 3D dari nilai pengamatan untuk masing – masing peubah
teregional terhadap lokasi.
Plot tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
x
DCP
A
25242322212019
2,2
2,0
1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
Scatterplot of DCPA vs x
Gambar 4.1 Plot data kandungan DCPA terhadap absis dari lokasi sampel
Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data
kandungan DCPA terhadap absis dari lokasi tidak membentuk tren atau pola
tertentu.
y
DCP
A
28272625242322212019
2,2
2,0
1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
Scatterplot of DCPA vs y
Gambar 4.2 Plot data kandungan DCPA terhadap ordinat dari lokasi sampel
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
68
Berdasarkan gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data
kandungan DCPA terhadap ordinat dari lokasi tidak membentuk tren atau
pola tertentu.
Gambar 4.3 Plot data kandungan DCPA terhadap lokasi sampel
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa plot antara data
kandungan DCPA terhadap lokasi tidak membentuk tren atau pola tertentu.
x
Nitr
at
25242322212019
4,30
4,25
4,20
4,15
4,10
4,05
4,00
Scatterplot of Nitrat vs x
Gambar 4.4 Plot data kandungan Nitrat terhadap absis dari lokasi sampel Berdasarkan gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data
kandungan Nitrat terhadap absis dari lokasi tidak membentuk tren atau pola
tertentu.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
69
y
Nitr
at
28272625242322212019
4,30
4,25
4,20
4,15
4,10
4,05
4,00
Scatterplot of Nitrat vs y
Gambar 4.5 Plot data kandungan Nitrat terhadap ordinat dari lokasi sampel Berdasarkan gambar 4.5 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data
kandungan Nitrat terhadap ordinat dari lokasi tidak membentuk tren atau
pola tertentu.
Gambar 4.6 Plot data kandungan Nitrat terhadap lokasi sampel
Berdasarkan gambar 4.6 diatas dapat dilihat bahwa plot antara data
kandungan Nitrat terhadap lokasi tidak membentuk tren atau pola tertentu.
Dari keenam gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa data sampel
untuk DCPA dan Nitrat memenuhi stasioner orde dua.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
70
Langkah 3. Perhitungan Auto- dan Cross-Kovariansi Eksperimental
Jarak antar data sumur adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Tabel Jarak Antara Dua Sumur sumur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0 1,4 1 5,8 1 5,8 3,6 7,7 6 4 2 1,4 0 1 4,6 2,5 4,6 2,2 7 5,5 3 3 1 1 0 5,5 1,7 5,5 3,2 7,7 6,3 3,2 4 5,8 4,6 5,5 0 7 0,23 2,5 4 3,7 4,6 5 1 2,5 1,7 7 0 7 4,6 8,6 7 4,9 6 5,8 4,6 5,5 0,23 7 0 2,5 3,7 3,6 4,6 7 3,6 2,2 3,2 2,5 4,6 2,5 0 5,5 4,6 2,5 8 7,7 7 7,7 4 8,6 3,7 5,5 0 1,7 8 9 6 5,5 6,3 3,7 7 3,6 4,6 1,7 0 7 10 4 3 3,2 4,6 4,9 4,6 2,5 8 7 0
Auto- dan cross-kovariansi eksperimental dan dinyatakan sebagai
berikut :
12 1 1 2 21
1ˆ ( ) [ ( ) ][ ( ) ]| |
dN
i iid
C h z x z z x h zN =
= − +∑ −
Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Perhitungan Cross-Kovariansi Eksperimental 12( )C hKelas
lag lag, h Cross-Kovariansi
Banyak Pasangan Data
1 0 0,0075 10 2 1,4 -0,01 1 3 1 -0,0058 3 4 5,8 -0,0216 2 5 4,6 -0,0121 6 6 5,5 0,011 4 7 2,5 -0,0101 4 8 1,7 0,0032 2 9 7 0,01 5 10 0,23 0,03 1 11 3,6 -0,01 2 12 2,2 -0,009 1 13 3,2 -0,023 2 14 7,7 -0,01 2
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
71
15 4 0,02 2 16 8,6 -0,001 1 17 3,7 -0,009 2 18 6 0,02 1 19 6,3 0,03 1 20 3 -0,02 1 21 4,9 -0,02 1 22 8 -0,001 1 23 -1,4 -0,01 1 24 -1 -0,0052 3 25 -5,8 -0,02 2 26 -4,6 -0,0099 6 27 -5,5 0,0063 4 28 -2,5 -0,01 4 29 -1,7 0,002 2 30 -7 0,01 5 31 -0,23 0,03 1 32 -3,6 -0,01 2 33 -2,2 -0,005 1 34 -3,2 -0,0111 2 35 -7,7 -0,0085 2 36 -4 0,01 2 37 -8,6 -0,0002 1 38 -3,7 -0,012 2 39 -6 0,015 1 40 -6,3 -0,021 1 41 -3 -0,022 1 42 -4,9 0,0081 1 43 -8 -0,014 1
Berdasarkan hasil penghitungan cross-kovariansi eksperimental pada
tabel di atas, dapat dibuat grafik cross-kovariansi eksperimental. Plot cross-
kovariansi eksperimental dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
72
lag, h
Cros
s-Ko
vari
ansi
1050-5-10
0,03
0,02
0,01
0,00
-0,01
-0,02
-0,03
0
0
Scatterplot of Cross-Kovariansi vs lag, h
Gambar 4.7 Grafik Cross-Kovariansi Eksperimental
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa cross-kovariansi eksperimental
cenderung simetris. Meskipun ada beberapa titik yang tidak simetri, tetapi hal
ini tidak terlalu berpengaruh. Sehingga sistem ordinary cokriging dapat
dibentuk dalam model auto- dan cross-variogram.
Selanjutnya akan dilakukakan perhitungan untuk auto- dan cross-variogram
eksperimental sebagai berikut :
12 1 1 2 21
1ˆ ( ) [ ( ) ( )][ ( ) ( )]2 | |
dN
i i iid
h z x h z x z x hN
γ=
= + − + −∑ iz x
Tabel 4.4 Perhitungan Auto-Variogramsperimental , 11 22( ) dan ( )h hγ γ serta Cross-Variogram Eksperimental 12( )hγ
Auto-Variogram Kelas lag lag, h
Banyak Pasangan
Data DCPA Nitrat Cross-
Variogram
1 0 10 0 0 0 2 1,4 1 0,1705 0,0139 0,0487 3 1 3 0,1465 0,005 0,0023 4 5,8 2 0,3908 0,0181 0,084 5 4,6 6 0,196 0,0148 0,0519 6 5,5 4 0,2248 0,0085 0,0216 7 2,5 4 0,0957 0,0125 0,0286 8 1,7 2 0,182 0,017 -0,0014 9 7 5 0,0692 0,0065 0,0158 10 0,23 1 0,0082 0,00001 0,0003 11 3,6 2 0,2842 0,0198 0,0707
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
73
12 2,2 1 0,0254 0,0139 0,0188 13 3,2 2 0,0409 0,0252 -0,0142 14 7,7 2 0,0767 0,0048 0,0086 15 4 2 0,0521 0,0032 0,0082 16 8,6 1 0,053 0,005 -0,0163 17 3,7 2 0,2749 0,02 0,0691 18 6 1 0,0017 0,0039 0,0026 19 6,3 1 0,0001 0,0333 0,0018 20 3 1 0,2242 0,0353 0,089 21 4,9 1 0,3045 0,0088 0,0516 22 8 1 0,1034 0,0271 0,0529
Berdasarkan hasil penghitungan auto- dan cross-variogram
eksperimental pada tabel di atas, dapat dibuat grafik auto-dan cross-
variogram eksperimental. Plot auto- dan cross-variogram eksperimental dapat
dilihat pada gambar berikut ini :
lag, h
gam
ma(
DCP
A)
9876543210
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
0,1535
Scatterplot of gamma(DCPA) vs lag, h
Gambar 4.8 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk DCPA
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
74
lag, h
gam
ma(
Nitr
at)
9876543210
0,04
0,03
0,02
0,01
0,00
0,013
Scatterplot of gamma(Nitrat) vs lag, h
Gambar 4.9 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk Nitrat
lag, h
cros
s-va
riog
ram
9876543210
0,100
0,075
0,050
0,025
0,000
0,0292
Scatterplot of cross-variogram vs lag, h
Gambar 4.10 Grafik Cross-Variogram Eksperimental
Langkah 4. Menentukan Model Auto- dan Cross-Variogram
Pada tahap ini akan dipilih fungsi yang akan dijadikan model auto- dan
cross-variogram. Idealnya model yang dipilih dapat mewakili plot auto- dan
cross-variogram eksperimental. Akan tetapi pada tugas akhir ini akan dipilih 3
model berbeda sebagai model auto- dan cross-variogram eksperimental.
Nantinya hasil taksiran yang diperoleh dari ketiga model tersebut akan
dibandingkan. Ketiga model yang dipilih itu adalah :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
75
1. Model Nugget Effect
Berdasarkan ploting dari auto- dan cross-kovariansi, dipilih nugget
sama dengan 0.0082, 0.005, dan 0.0003, untuk masing – masing auto-
dan cross-kovariansi. Hal ini dikarenakan, nilai auto- dan cross-
variogram eksperimental pada jarak disekitar nol, sehingga modelnya
menjadi :
11( )hγ = 0 0h =
= 0.0082 h yang lainnya
12( )hγ = 0 0h =
= 0.0003 h yang lainnya
22( )hγ = 0 0h =
= 0.005 h yang lainnya
2. Model Spherical
Untuk model Spherical dipilih range sama dengan 4 dan sill yang
dipilih untuk masing – masing auto- dan cross-variogram, yaitu 0.1535,
0.0130, dan 0.0292 sehingga modelnya menjadi:
3
113 10.0082 0.1453 42 4 2 4
0.1535 4
h h h
h
γ⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + − <⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠
= ≥
3
123 10.0003 0.0289 42 4 2 4
0.0292 4
h h h
h
γ⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + −⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠
= ≥
<
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
76
3
223 10.005 0.008 42 4 2 4
0.0130 4
h h h
h
γ⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + − <⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠
= ≥
3. Model Eksponensial
Untuk model eksponensial dipilih range sama dengan 4 dan sill yang
dipilih untuk masing – masing auto- dan cross-kovariansi, yaitu 0.1535,
0.0130, dan 0.0292 sehingga modelnya menjadi:
11 0.0082 0.1453 1 exp4h
γ⎛ ⎞⎛ ⎞−
= + −⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠
12 0.0003 0.0289 1 exp4h
γ⎛ ⎞⎛ ⎞−
= + −⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠
22 0.005 0.008 1 exp4h
γ⎛ ⎞⎛ ⎞−
= + −⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠
Langkah 5. Pengujian Model Auto- dan Cross-Variogram
Pengujian model auto- dan cross-variogram dilakukan dengan validasi
silang (cross validation). Berdasarkan prosedur pengujian dengan validasi
silang, hasil perhitungan residual terbaku dan hasil uji validasi silang untuk
masing-masing model dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : (Perhitungan
dilakukan dengan program Matlab 5.3 dapat dilihat pada lampiran 10)
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
77
Tabel 4.5 Tabel hasil uji validasi silang dan residual terbaku untuk auto- dan cross- variogram dengan menggunakan model nugget effect
Kandungan DCPA (log(mg/m2) No
Sampel
Nilai Sebenarnya
Nilai Taksiran
Residual Variansi
Taksiran
Residual
Terbaku
Kuadrat Residual Terbaku
1 ( ) ( ) ( )1 2 1 1 2 1,z z zx x x 1.4155 1,9994 -0,584 0,0164 -4,56 20,7933
2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 3 1 1 2 1 1 2 2 2, , ,z z z z zx x x x x 2.0434 1,7075 0,3359 0,0123 3,0288 9,1735
3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 4 1 1 2 1 1 3 2 3, ,...., ,z z z z zx x x x x
1.1818 1,8194 -0,6376 0,0109 -6,0976 37,1807
4 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 5 1 1 2 1 1 4 2 4, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.3047 1,66 -0,3553 0,0103 -3,5096 12,3175
5 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 6 1 1 2 1 1 5 2 5, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.0535 1,589 -0,5355 0,0098 -5,3984 29,1425
6 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 7 1 1 2 1 1 6 2 6, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6410 1,4997 0,1413 0,0096 1,4443 2,0859
7 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 8 1 1 2 1 1 7 2 7, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6303 1,5199 0,1104 0,0094 1,1408 1,3013
8 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 9 1 1 2 1 1 8 2 8, ,...., ,z z z z zx x x x x 2.0576 1,5337 0,5239 0,0092 5,4541 29,7477
9 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 10 1 1 2 1 1 9 2 9, ,...., ,z z z z zx x x x x
2.0851 1,5919 0,4932 0,0091 5,1667 26,6947
Jumlah -3,3309 168,4371
Tabel 4.6 Tabel hasil uji validasi silang dan residual terbaku untuk auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model Spherical
Kandungan DCPA (log(mg/m2) No
Sampel
Nilai Sebenarnya
Nilai Taksiran
Residual Variansi
Taksiran
Residual
Terbaku
Kuadrat Residual Terbaku
1 ( ) ( ) ( )1 2 1 1 2 1,z z zx x x 1.4155 1.4155 1.4155 1.4155 -1,479 2,1875
2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 3 1 1 2 1 1 2 2 2, , ,z z z z zx x x x x 2.0434 2.0434 2.0434 2.0434 1,2029 1,4469
3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 4 1 1 2 1 1 3 2 3, ,...., ,z z z z zx x x x x
1.1818 1.1818 1.1818 1.1818 -1,1705 1,4172
4 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 5 1 1 2 1 1 4 2 4, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.3047 1.3047 1.3047 1.3047 -1,8663 3,4831
5 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 6 1 1 2 1 1 5 2 5, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.0535 1.0535 1.0535 1.0535 -0,8026 0,6442
6 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 7 1 1 2 1 1 6 2 6, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6410 1.6410 1.6410 1.6410 1,2254 1,5016
7 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 8 1 1 2 1 1 7 2 7, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6303 1.6303 1.6303 1.6303 0,4126 0,1702
8 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 9 1 1 2 1 1 8 2 8, ,...., ,z z z z zx x x x x 2.0576 2.0576 2.0576 2.0576 1,3814 1,9082
9 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 10 1 1 2 1 1 9 2 9, ,...., ,z z z z zx x x x x
2.0851 2.0851 2.0851 2.0851 1,1989 1,4374
Jumlah 0,1028 14,1963
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
78
Tabel 4.7 Tabel hasil uji validasi silang dan residual terbaku untuk auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model eksponensial
Kandungan DCPA (log(mg/m2) No
Sampel
Nilai Sebenarnya
Nilai Taksiran
ResidualVariansi
Taksiran
Residual
Terbaku
Kuadrat Residual Terbaku
1 ( ) ( ) ( )1 2 1 1 2 1,z z zx x x 1.4155 1,9994 -0,584 0,0947 -1,8972 3,5993
2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 3 1 1 2 1 1 2 2 2, , ,z z z z zx x x x x 2.0434 1,7075 0,3359 0,0508 1,4897 2,2192
3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 4 1 1 2 1 1 3 2 3, ,...., ,z z z z zx x x x x
1.1818 1,6777 -0,4959 0,1953 -1,122 1,2589
4 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 5 1 1 2 1 1 4 2 4, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.3047 1,9631 -0,6584 0,0696 -2,4961 6,2304
5 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 6 1 1 2 1 1 5 2 5, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.0535 1,1961 -0,1427 0,024 -0,9205 0,8474
6 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 7 1 1 2 1 1 6 2 6, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6410 1,298 0,343 0,0861 1,1686 1,3657
7 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 8 1 1 2 1 1 7 2 7, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6303 1,2929 0,3374 0,1535 0,8613 0,7419
8 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 9 1 1 2 1 1 8 2 8, ,...., ,z z z z zx x x x x 2.0576 1,5227 0,5349 0,0878 1,8048 3,2573
9 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 10 1 1 2 1 1 9 2 9, ,...., ,z z z z zx x x x x
2.0851 1,5956 0,4895 0,1118 1,4638 2,1428
Jumlah 0,3524 21,6629
Langkah 8. Pengujian Asumsi Kenormalan Residual
Akan diuji apakah residual untuk tiap model auto- dan cross-variogram
berdistribusi normal. Pengujian asumsi kenormalan akan dilakukan dengan
menggunakan uji Shapiro Wilks.
1. Model Nugget Effect
H0 : Residual model nugget effect berdistribusi normal
H1 : Residual model nugget effect tidak berdistribusi normal
Tingkat signifikansi : α = 0.05
Aturan keputusan : H0 ditolak jika α α<
Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
79
Tabel 4.8 Tabel pengujian asumsi kenormalan residual model nugget effect Tests of Normality
,193 9 ,200* ,875 9 ,138Nugget_EffectStatistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance.*.
Lilliefors Significance Correctiona.
Berdasarkan output pada tabel 4.8 diatas didapatkan nilai α =0.138.
Karena nilai α >0.05 maka H0 tidak ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa residual dari model nugget berdistribusi normal.
Kesimpulan ini juga dapat di lihat dari plot residual di bawah ini :
0.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8
Observed Value
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
Expec
ted No
rmal
Normal Q-Q Plot of Nugget_Effect
Gambar 11 Plot Kenormalan Residual Untuk Model Nugget Effect
2. Model Spherical
H0 : Residual model Spherical berdistribusi normal
H1 : Residual model Spherical tidak berdistribusi normal
Tingkat signifikansi : α = 0.05
Aturan keputusan : H0 ditolak jika α α<
Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.9 Tabel pengujian asumsi kenormalan residual model Spherical Tests of Normality
,216 9 ,200* ,821 9 ,136SphericalStatistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance.*.
Lilliefors Significance Correctiona.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
80
Berdasarkan output pada tabel 4.9 diatas didapatkan nilai α =0.136.
Karena nilai α >0.05 maka H0 tidak ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa residual dari model Spherical berdistribusi normal.
Kesimpulan ini juga dapat di lihat dari plot residual di bawah ini :
0.750.500.250.00-0.25-0.50-0.75
Observed Value
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5
Expe
cted N
ormal
Normal Q-Q Plot of Spherical
Gambar 12 Plot Kenormalan Residual Untuk Model Spherical
2. Model Eksponensial
H0 : Residual model eksponensial berdistribusi normal
H1 : Residual model eksponensial tidak berdistribusi normal
Tingkat signifikansi : α = 0.05
Aturan keputusan : H0 ditolak jika α α<
Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.10 Tabel pengujian asumsi kenormalan residual model eksponensial Tests of Normality
,298 9 ,020 ,835 9 ,081EksponensialStatistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk
Lilliefors Significance Correctiona.
Berdasarkan output pada tabel 4.10 diatas didapatkan nilai α =0.081
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
81
Karena nilai α >0.05 maka H0 tidak ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa residual dari model Eksponensial berdistribusi normal.
Kesimpulan ini juga dapat di lihat dari plot residual di bawah ini :
0.750.500.250.00-0.25-0.50-0.75
Observed Value
1.5
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5Expe
cted
Nor
mal
Normal Q-Q Plot of Eksponensial
Gambar 13 Plot Kenormalan Residual Untuk Model Eksponensial
Setelah seluruh asumsi terpenuhi, berikutnya akan dilakukan analisis
untuk permasalahan di atas.
4.6 ANALISIS
Setelah residual dan residual terbaku dihitung serta melakukan
pengujian kenormalan residual untuk masing-masing model, yang akan
dilakukan selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis apakah masing-
masing model auto- dan cross-kovariansi cocok dengan keadaan data spasial
yang dimiliki. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji eR . Hasil
pengujiannya dapat dilihat dibawah ini :
1. Model Nugget Effect
Uji hipotesis
H0 : Model auto- dan cross-variogram cocok
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
82
H1 : Model auto- dan cross-variogram tidak cocok
Tingkat signifikansi : α = 0.05
Aturan keputusan :
H0 ditolak jika 2 2| | 0.67 ; 101 9eR n
n> = = =
−
Keputusan :
Karena 9
2
1 0.3701 0.679 ie e
iR R
=
= = <∑ , maka H0 tidak ditolak.
Kesimpulan :
Auto- dan cross-variogram untuk model nugget effect dapat digunakan
atau valid untuk data kandungan DCPA.
2. Model Spherical
Uji hipotesis
H0 : Model auto- dan cross-variogram cocok
H1 : Model auto- dan cross-variogram tidak cocok
Tingkat signifikansi : α = 0.05
Aturan keputusan :
H0 ditolak jika 2 2| | 0.67 ; 101 9eR n
n> = = =
−
Keputusan :
Karena 9
2
1 0.0092 0.679 ie e
iR R
=
= = <∑ , maka H0 tidak ditolak.
Kesimpulan :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
83
Auto- dan cross-variogram untuk model spherical dapat digunakan
atau valid untuk data kandungan DCPA.
3. Model Eksponensial
Uji hipotesis
H0 : Model auto- dan cross-variogram cocok
H1 : Model auto- dan cross-variogram tidak cocok
Tingkat signifikansi : α = 0.05
Aturan keputusan :
H0 ditolak jika 2 2| | 0.67 ; 101 9eR n
n> = = =
−
Keputusan :
9
2
1 0.0392 0.679 ie e
iR R
=
= = <∑ , maka H0 tidak ditolak.
Kesimpulan :
Auto- dan cross-kovariansi untuk model eksponensial dapat digunakan
atau valid untuk data kandungan DCPA.
Karena semua model dari auto- dan cross-kovariansi cocok, selanjutnya akan
dilakukan perbandingan nilai pada masing – masing model untuk
menentukan model yang paling baik digunakan dalam penaksiran dengan
metode ordinary cokriging. Jika nilai mendekati satu, maka model
2eRS
2eRS
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
84
tersebut adalah model yang paling baik untuk untuk digunakan dalam metode
penaksiran ordinary cokriging.
2eRS didefinisikan sebagai berikut :
( ) ( )( )
2
1 12
2
ˆ11e
n i iR
i e i
Z ZS
n σ=
⎧ ⎫⎡ ⎤−⎪ ⎪⎣ ⎦= ⎨ ⎬− ⎪ ⎪⎩ ⎭∑
x xx
.
Model Nugget Effect Model Spherical Model Eksponensial
| |eR 2eRS | |eR 2
eRS | |eR 2eRS
0,3701 18,7152 0,0092 1,5774 0,0392 2,4070 Tabel 4.11 Tabel perbandingan nilai | dan nilai |eR 2
eRS
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa model yang terbaik adalah Model
Spherical.
4.7 Hasil Taksiran dengan Metode Ordinary Cokriging
Setelah mendapatkan model auto- dan cross-variogram yang
paling baik yaitu model Spherical, yang akan dilakukan selanjutnya adalah
melakukan penaksiran densitas dari kandungan DCPA di lokasi lain yang
tidak tersampel dengan menggunakan model tersebut dalam membentuk
sistem persamaan Ordinary Cokriging.
Setelah sistem persamaan Ordinary Cokriging diselesaikan dengan
menggunakan program Matlab 5.3 seperti pada lampiran 11, diperoleh nilai
taksiran untuk densitas dari kandungan DCPA pada masing – masing lokasi
tak tersampel. Nilai taksiran tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
85
Tabel 4.12 Tabel NilaiTaksiran DCPA Pada Lokasi Tak Tersampel Lokasi
x Y
Nilai Taksiran DCPA
(log(mg/m2)
20 20 1.6746
25 23 1.8756
24 24 1.5979
20 23 1.6701
20 25 1.8817
4.8 KESIMPULAN STUDI KASUS
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas, dapat diambil
beberapa kesimpulan. Diantaranya adalah :
1. Terdapat korelasi antara densitas dari kandungan DCPA dan Nitrat.
2. Model auto- dan cross-variogram yang valid untuk data densitas
dari kandungan DCPA dan Nitrat pada kasus ini adalah model
nugget effect, model Spherical, dan model Eksponensial.
3. Dengan membandingkan | eR | dan dari masing – masing
model, model auto- dan cross-variogram yang memberikan hasil
taksiran yang terbaik adalah model Spherical. Hal ini dikarenakan
nilai
2eRS
| eR | mendekati nol dan nilai mendekati satu. 2eRS
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Kesimpulan dari tugas akhir ini adalah :
1. Metode Penaksiran Ordinary Cokriging digunakan hanya untuk data
spasial yang tidak hanya memuat data pengukuran dari peubah
teregional utama, tetapi juga data dari peubah teregional tambahan
yang saling berkorelasi.
2. Metode Ordinary Cokriging merupakan metode penaksiran yang
menghasilkan taksiran yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator).
3. Metode Ordinary Cokriging hanya dapat digunakan, jika data spasial
memenuhi asumsi stasioner orde dua atau stasioner intrinsik.
4. Dalam metode Ordinary Cokriging, digunakan fungsi auto- dan cross-
kovariansi atau auto- dan cross-variogram. Saat asumsi stasioner orde
dua terpenuhi, selain dapat digunakan auto- dan cross-kovariansi,
dapat juga digunakan auto- dan cross-variogram, tetapi dipastikan
terlebih dahulu bahwa cross-kovariansi adalah simetris.
Sedangkan, ketika asumsi stasioner intrinsik terpenuhi, maka hanya
dapat digunakan auto- dan cross-variogram dengan tambahan asumsi
bahwa cross-kovariansi antar selisih adalah simetris.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
87
5.2 SARAN
1. Sebelum menggunakan metode Ordinary Cokriging, harus dipastikan
bahwa terdapat korelasi antara peubah utama dengan peubah
tambahan.
2. Jika asumsi stasioner orde dua terpenuhi dan cross-kovariansi adalah
tidak simetris, maka disarankan untuk menggunakan fungsi lainnya,
antara lain Pseudo-Cross-Variogram atau Generalized Cross-
Covariance.
3. Coba untuk melakukan penaksiran dengan menggunakan model auto-
dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-variogram dengan
parameter yang berbeda untuk setiap model. Kemudian bandingkan
nilai taksirannya.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
88
DAFTAR PUSTAKA
Cressie, Noel A.C. 1993. Statistics for spatial data, revised edition. John
Wiley and Sons, New York.
Isaaks, Edward H., and Srivastava, R. Mohan. 1989. Applied Geostatistics.
Oxford University Press, New York.
Kitanidis, P.K., 1999 . Intoduction to geostatistics : application to
hydrogeology. Cambridge University Press , New York.
Rivoirard, J., 2003. Course on Multivariate Geostatistics. Cente de
Géostatistique, Ecole des Mines de Paris, Fontainebleau, 67pp.
Smyth, Jeffrey D., and Istok, Jonathan D. 1989. Multivariate Geostatistical
Analysis of Groundwater Contamination by Pesticide and Nitrate.
Oregon.
Wackernagel, Hans. 1998. Multivariate geostatistics. Springer, Fontaineblau.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
89
Lampiran 1 Stasioner Orde Dua maka Stasioner Intrinsik
Pembuktian setiap peubah teregional yang memenuhi asumsi stasioner orde dua pasti memenuhi asumsi stasioner intrinsik. Bukti : Dalam asumsi stasioner orde dua, diketahui bahwa,
1. [ ( )] ; 1,2 k i k iE Z kμ= ∀ =x x . Sehingga terpenuhi juga bahwa
[ ( ) ( )]
[ ( )] [ ( )] ; 1,20
k i k i
k i k i i
k k
E Z h ZE Z h E Z kμ μ
+ − ⎫⎪= + − ∀ =⎬⎪= − = ⎭
x xx x x
2. Untuk setiap jarak h, nilai dari
( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )
1,2 dan 1,2p p q q
p q p q
E Z E Z Z h E Z hp q
E Z Z h μ μ
⎫⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤− + − +⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎪⎣ ⎦ =⎬⎡ ⎤ ⎪= + −⎣ ⎦ ⎭
x x x x
x x= , tidak
dipengaruhi oleh lokasi x. Dari persamaan di atas, maka diperoleh
( ) ( )
( )( )
nilainya tid
1 ( ) ( ) , ( ) ( )21 ( ) ( ) ( ) ( )21 1( ) ( ) ( ) ( )2 2
1 1 ( ) ( ) ( ) ( )2 21 ( ) ( )2
p p q q
p p q q
p q p q
p q p q
p q p q
Cov Z h Z Z h Z
E Z h Z Z h Z
E Z h Z h E Z h Z
E Z Z h E Z Z
E Z h Z h μ μ
⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦
⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦
⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + + − + +⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎡ ⎤ ⎡ ⎤− + +⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎛ ⎞⎡ ⎤= + + −⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠
x x x x
x x x x
x x x x
x x x x
x x
ak bergantung pada nilainya tidak bergantung pada
nilainya tidak bergantung pada
1 ( ) ( )2
1 1 ( ) ( )2 2
p q p q
p q p q p
E Z h Z
E Z Z h E Z
μ μ
μ μ
⎛ ⎞⎡ ⎤− + −⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠
⎛ ⎞⎡ ⎤− + − +⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠
x x
x
x x
x x
nilainya tidak bergantung pada
( ) ( )q p qZ μ μ⎛ ⎞⎡ ⎤ −⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠x
x x
+
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
( ) (1 ( ) ( ) , ( ) ( )2 p p q qCov Z h Z Z h Z⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦x x x )x tidak bergatung pada x
atau hanya bergantung pada jarak h.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
90
Lampiran 2
Pembuktian Persamaan (3.7.1)
Akan dibuktikan persamaan (3.7.1), yaitu bahwa
[ ]
21 0 1 0
1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
ˆ ( ) ( )
ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )
e Var Z Z
Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z
σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦
x x
x x x x x x Bukti :
( ) ( )( ) ( )
( ) [ ]( ) [ ]( )( )
21 0 1 0
22
1 0 1 0 1 0 1 0
2 21 0 1 0 1 0 1 0
2 2
1 0 1 0 1 0 1 0
2
1 0 1 0
ˆ ( ) ( )
ˆ ˆ ( ) ( ) ( ) ( )
ˆ ˆ ( ) ( ) 2 ( ) ( )
ˆ ˆ ( ) ( ) 2 ( ) ( )
ˆ ˆ ( ) ( )
e Var Z Z
E Z Z E Z Z
E Z E Z E Z Z
E Z E Z E Z E Z
E Z E Z
σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − − −⎣ ⎦⎢ ⎥⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + − +⎣ ⎦⎢ ⎥ ⎣ ⎦⎣ ⎦
⎡ ⎤ ⎡ ⎤− − +⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎡ ⎤= −⎢ ⎥⎣ ⎦
x x
x x x x
x x x x
x x x x
x x( ) ( ) [ ]( ){ }[ ]( ){ }
[ ]
2 221 0 1 0
1 0 1 0 1 0 1 0
1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0
( ) ( )
ˆ ˆ 2 ( ) ( ) ( ) ( )
ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )
E Z E Z
E Z Z E Z E Z
Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z
⎧ ⎫ ⎡ ⎤⎡ ⎤ + − +⎨ ⎬⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎩ ⎭
⎡ ⎤ ⎡ ⎤− −⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦
x x
x x x x
x x x x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
91
,
2⎤⎥⎦
x
⎤⎜ ⎟ ⎢ ⎥⎢⎝ ⎠ ⎣ ⎦⎥ ⎩ ⎭⎪ ⎪⎦⎣⎩ ⎭∑ ∑x x
22
2 21 1
( ) ( )n n
i i i ii i
E Z E Zβ β= =
Lampiran 3 Pembuktian Persamaan (3.7.2)
Akan dibuktikan persamaan (3.7.2), yaitu bahwa
1 0 1 0ˆ ˆ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x x = ( ) ( ) ( )11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
C C Cλλ β β λβ= = = = = =
+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x
Bukti :
1 0 1 0ˆ ˆ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x x
= 1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x
= 1 21 1
( ) ( )n n
i i i ii i
V a r Z Zλ β= =
⎡ ⎤+⎢ ⎥
⎣ ⎦∑ ∑x x
= 1 2 11 1 1 1
( ) ( ) 2 ( ), ( )n n n n
i i i i i i i ii i i i
Var Z Var Z Cov Z Zλ β λ β= = = =
⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡+ +⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣∑ ∑ ∑ ∑x x x
= + 22
1 11 1
( ) ( )n n
i i i ii i
E Z E Zλ λ= =
⎧ ⎫⎡ ⎤ ⎧ ⎫⎛ ⎞ ⎡⎪ ⎪⎢ −⎥⎨ ⎨ ⎬ ⎬⎧ ⎫⎡ ⎤ ⎧ ⎫⎛ ⎞ ⎡ ⎤⎪ ⎪⎢ −⎥⎨ ⎨ ⎬ ⎬⎜ ⎟ ⎢ ⎥⎢⎝ ⎠ ⎣ ⎦⎥ ⎩ ⎭⎪ ⎪⎦⎣⎩ ⎭
∑ ∑x x
)⎤
+
+ 1 2 1 21 1 1 1
2 ( ) ( ) ( ) (n n n n
i i i i i i i ii i i i
E Z Z E Z E Zλ β λ β= = = =
⎧ ⎫⎡ ⎤⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎡ ⎤ ⎡⎪ ⎪−⎨ ⎬⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎣ ⎦ ⎣⎪ ⎪⎣ ⎦⎩ ⎭∑ ∑ ∑ ∑x x x
⎦x
),
= ( ) ( ) (11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
C C Cλ λ β β λ β= = = = = =
+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
92
i
]⎤
⎦x
⎤+⎥
⎦
⎤ +⎦
]
i
Lampiran 4 Pembuktian Persamaan (3.7.4)
Akan dibuktikan persamaan (3.7.4), yaitu bahwa
1 0 1 0ˆ ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x x = ( ) ( )11 0 12 01 1
, ,n n
i i ii i
C Cλ β= =
+∑ ∑x x x x
Bukti :
1 0 1 0ˆ ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x x
= ( )( ) [1 0 1 0 1 0 1 0ˆ ˆ( ) ( ) ( ) ( )E Z Z E Z E Z⎡ ⎤ ⎡ ⎤− ⎣ ⎦⎣ ⎦x x x x
= ( ) [ ]1 2 1 0 1 2 1 01 1 1 1
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )n n n n
i i i i i i i ii i i i
E Z Z Z E Z Z E Zλ β λ β= = = =
⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎡+ − +⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎢ ⎥
⎝ ⎠ ⎣⎣ ⎦∑ ∑ ∑ ∑x x x x x
( ) [ ] ( )
[ ]
1 1 0 1 1 0 2 1 01 1 1
2 1 01
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
n n n
i i i i i ii i i
n
i ii
E Z Z E Z E Z E Z Z
E Z E Z
λ λ β
β
= = =
=
⎡ ⎤ ⎡⎛ ⎞ ⎡ ⎤ ⎛ ⎞= − +⎢ ⎥ ⎢⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎢ ⎥
⎝ ⎠ ⎣ ⎦ ⎝ ⎠⎣ ⎦ ⎣⎡ ⎤
− ⎢ ⎥⎣ ⎦
∑ ∑ ∑
∑
x x x x x x
x x
( )( ) [ ] [ ] ( )( )
[ ] [ ]
1 1 0 1 1 0 2 1 01 1 1
2 1 01
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
n n n
i i i i i ii i i
n
i ii
E Z Z E Z E Z E Z Z
E Z E Z
λ λ β
β
= = =
=
⎡ ⎤ ⎡= − +⎣ ⎦ ⎣
−
∑ ∑ ∑
∑
x x x x x x
x x
( )( ) [ ] [ ]{ } ( )( ) [ ] [{ }1 1 0 1 1 0 2 1 0 2 1 01 1
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )n n
i i i i i ii i
E Z Z E Z E Z E Z Z E Z E Zλ β= =
⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦∑ ∑x x x x x x x x
= ( ) ( )11 0 21 01 1
, ,n n
i i i ii i
C Cλ β= =
+∑ ∑x x x x
= ( ) ( )11 0 12 01 1
, ,n n
i i ii i
C Cλ β= =
+∑ ∑x x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
93
} +
Lampiran 5
Kesimetrisan Fungsi Cross-Kovariansi dari Selisih Dua Data untuk Membentuk Sistem Persamaan OC dalam Fungsi Cross-Variogram
Akan dibuktikan bahwa :
{ } {
{ }
( ) ( ) ( )
1 1 1 1 2 2 2 20 0 0 0
1 1 2 20 0
11 22 121 1 1 1 1 1
( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )
2 ( ) ( ), ( ) ( )
, , 2 ,
n n n n
i j i j i j i ji j i j
n n
i j i ji j
n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
λ λ β β
λ β
λ λ γ β β γ λ β γ
= = = =
= =
= = = = = =
− − + − −
+ − −
= − − −
∑∑ ∑∑
∑∑
∑∑ ∑∑ ∑
x x x x x x x x
x x x x
x x x x x x ( )
( ) ( )
11 0 0
11 0 12 01 1
,
2 , 2 ,n n
i i i ii i
γ
λ γ β γ= =
− +
+ +
∑
∑ ∑
x x
x x x x
yang digunakan untuk membentuk sistem ordinary cokriging dalam bentuk auto- dan cross-variogram. Bukti : Ambil sembarang titik sampel dan ix jx , serta titik diluar sampel x. Dengan menggunakan sifat dari ekspektasi, bentuk persamaan di bawah ini :
( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )( ) ( ) ( )( ){ } ( ) ( )( ) ( ) ( )( ){ }( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )
1
p j p i q j q i
p j p p i p q j q q i q
p j p q j q p p q i q
p i p q j q p i p q i q
E Z Z Z Z
E Z Z Z Z Z Z Z Z
E Z Z Z Z E Z Z Z Z
E Z Z Z Z E Z Z Z Z
⎡ ⎤− −⎣ ⎦⎡ ⎤= − − − − − −⎢ ⎥⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡= − − − − −⎣ ⎦ ⎣⎡ ⎤
⎤ +⎦
⎡ ⎤− − − + − −⎣ ⎦⎣ ⎦
x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
Dari persamaan di atas diperoleh persamaan berikut :
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }( ) ( ) ( ) ( ){ } ( )
2 , 2 , ,
, 2 ,
pq i j pq j p j p q i q
p i p q j q pq
Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
γ γ
γ
= − − −
− − − +
x x x x x x x x
x x x x x i
+
x ( i )
Untuk mengubah kovariansi dari selisih menjadi variogram, diperlukan tambahan asumsi yaitu cross kovariansi dari selisih haruslah simetris;
( ) ( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ) ( ) ( ){ }0 , 0 0 , 0p j p q i q p i p q j qCov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z− − = − −x x x x .
Sehingga persamaan ( i ) menjadi :
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
94
( ) ( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ) ( ), , , ,p i p q j q pq j pq i pq iCov Z Z Z Z γ γ γ− − = + −x x x x x x x x x x j
}
0
n
+
⎤
}+
,
( ii )
Kemudian substitusi persamaan ( ii ) ke persamaan berikut ini :
{ } {
{ }
( ) ( ) ( ){ } ( ) ( )
1 1 1 1 2 2 2 20 0 0 0
1 1 2 20 0
11 11 11 22 22 220 0
( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )
2 ( ) ( ), ( ) ( )
, , , , ,
n n n n
i j i j i j i ji j i j
n n
i j i ji j
n n
i j j i i j i j j i ii j
Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
λλ β β
λβ
λλ γ γ γ β β γ γ γ
= = = =
= =
= =
− − + − − +
+ − −
= + − + + −
∑∑ ∑∑
∑∑
∑∑
x x x x x x x x
x x x x
x x x x x x x x x x x( ){ }
( ) ( ) ( ){ }
( ) ( ) ( ) ( )
( )
0 0
12 12 120 0
11 11 11 220 0 0 0 0 0 0
220
,
2 , , ,
, , , ,
,
n n
ji j
n n
i j j i i ji j
n n n n n n n
j j i i i j i j i j j j ij i i i i j j i
n
i ii
λβ γ γ γ
λ γ λ λγ λ λλ γ β γ β
β γ
= =
= =
= = = = = = = =
=
+
+ + −
⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + − +⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎡+
∑∑
∑∑
∑ ∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑
∑
x
x x x x x x
x x x x x x x x
x x ( ) ( )
( ) ( )
22 120 0 0 0 0
12 120 0 0 0
, 2 ,
2 , 2 ,
n n n n n
j i j i j j j ij i j j i
n n n n
i i j i j i ji j i j
β β β γ β γ λ
λγ β λ β γ
= = = = =
= = = =
⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎤ ⎡− + +⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎡ ⎤⎡ ⎤
+ −⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦
∑ ∑∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑∑
x x x x
x x x x
Karena dan , maka persamaan di atas menjadi : 0
0n
iiλ
=
=∑0
0n
ii
β=
=∑
{ } {
{ }
( ) ( ) ( )
1 1 1 1 2 2 2 20 0 0 0
1 1 2 20 0
11 22 120 0 0 0 0
( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )
2 ( ) ( ), ( ) ( )
, , 2 ,
n n n n
i j i j i j i ji j i j
n n
i j i ji j
n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j j
Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
λλ ββ
λβ
λλγ ββ γ λβ γ
= = = =
= =
= = = = =
− − + − −
+ − −
=− − −
∑∑ ∑∑
∑∑
∑∑ ∑∑
x x x x x x x x
x x x x
x x x x x x0
n
i=∑∑
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
11 0 0 11 0 11 221 1 1 1 1
12 0 121 1 1
11 22 12 11 0 01 1 1 1 1 1
, 2 , , ,
2 , 2 ,
, , 2 ,
n n n n n
i i i j i j i j i ji i j i j
n n n
i i i j i ji i j
n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
γ λ γ λ λ γ β β γ
β γ λ β γ
λ λ γ β β γ λ β γ γ
= = = = =
= = =
= = = = = =
= − + − − +
+ −
= − − − − +
∑ ∑∑ ∑∑
∑ ∑∑
∑∑ ∑∑ ∑∑
x x x x x x x x
x x x x
x x x x x x x x
( ) ( )11 0 12 01 1
2 , 2 ,n n
i i i ii iλ γ β γ
= =
+ +∑ ∑x x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
95
,
)n
+
+
x
n
Lampiran 6 Variansi dari Taksiran OC dalam Bentuk Auto- dan Cross-Variogram
Akan dibuktikan bahwa
1 21 1
( ) ( )n n
i i i ii i
Var Z Zλ β= =
⎡ ⎤+⎢ ⎥
⎣ ⎦∑ ∑x x = ( ) ( ) ( )11 22 12
1 1 1 1 1 1, , 2
n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
λλγ ββ γ λβ γ= = = = = =
− − −∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x
Bukti : Misalkan untuk adalah peubah teregional yang diasumsikan memenuhi asumsi stasioner intrinsik dengan auto- dan cross-variogram. Akan dihitung Z, kombinasi linier dari selisih 2 data sampel yang berjarak h, untuk masing – masing peubah teregional, dan . Z dapat ditulis sebagai berikut :
( )kZ x 1,2k =
1( )Z x 2( )Z x
( ) ( )( ) ( ) ( )( )
( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )( ) ( ) (( )
( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )
1 1 2 21 1
1 1 1 1 1 1 1
1 2 1 2 1 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 2 1 2
......
......
......
......
n n
i i i i i ii i
n n n
n n
n n n n
n n n
Z Z h Z Z h Z
Z h Z Z h Z
Z h Z Z h Z
Z h Z Z h Z
Z h Z Z h Z
λ β
λ λ
β β
λ λ λ λ
β β β β
= =
= + − + + −
= + − + + + −
+ + − + + + −
= + − + + + −
+ + − + + + −
∑ ∑x x x x
x x x x
x x x
x x x xx x x ( )2 nx
Dari persamaan di atas, bobot dari kombinasi liniernya adalah
1 1 1 1, ,......, , , , ,......, ,n n nλ λ λ λ β β β− − − β− . Oleh karena itu, untuk peubah teregional ; yang memenuhi asumsi stasioner intrinsik berlaku
syarat : dan
( )kZ x 1,2k =
00
n
iiλ
=
=∑0
0n
ii
β=
=∑ .
Jika kombinasi linier dari peubah teregional Z dinyatakan dengan
, maka untuk sembarang titik x, Z dapat ditulis
sebagai berikut :
( ) (11 1
n n
i i ii i
Z Z Zλ β= =
= +∑ ∑x )2 ix
x
( ) ( )
( ) ( )( ) ( ) ( )( )
1 21 1
1 1 2 21 1
n n
i i i ii in n
i i i ii i
Z Z Z
Z Z Z Z
λ β
λ β
= =
= =
= +
= − + −
∑ ∑
∑ ∑
x x
x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
96
Sehingga, [ ]Var Z
( ) ( )
( ) ( ) ( ) (
1 1 2 21 1
1 1 2 2 1 1 2 21 1 1 1
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) 2 ( ) ( ) , ( ) ( )
n n
i i i ii i
n n n n
i i i i i i i ii i i i
Var Z Z Z Z
Var Z Z Var Z Z Cov Z Z Z Z
λ β
λ β λ β
= =
= = = =
⎡ ⎤= − + −⎢ ⎥
⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡
= − + − + − −⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣
∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
x x x x
x x x x x x x x )⎤⎥⎦
⎤− +⎦
1 1 1 1 2 2 2 21 1 1 1
1 1 2 21 1
( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )
2 ( ) ( ), ( ) ( )
n n n n
i j i j i j i ji j i j
n n
i j i ji j
Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z
Cov Z Z Z Z
λ λ β β
λ β
= = = =
= =
⎡ ⎤ ⎡= − − + −⎣ ⎦ ⎣
⎡ ⎤+ − −⎣ ⎦
∑∑ ∑∑
∑∑
x x x x x x x x
x x x x
Berdasarkan pembuktian pada lampiran 5, maka persamaan di atas menjadi :
[ ]
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
11 11 11 22 22 221 1 1 1
12 12 121 1
11 111 1 1 1
, , , , , ,
2 , , ,
, ,
n n n n
i j j i i j i j j i i ji j i j
n n
i j j i i ji j
n n n
j j i i i jj i i i
Var Z
λλ γ γ γ ββ γ γ γ
λβ γ γ γ
λγ λ λγ λ
= = = =
= =
= = = =
⎡ ⎤ ⎡= + − + + −⎣ ⎦ ⎣
⎡ ⎤+ + −⎣ ⎦
⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤= +⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦
∑∑ ∑∑
∑∑
∑ ∑ ∑
x x x x x x x x x x x x
x x x x x x
x x x x ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
111 1
22 22 221 1 1 1 1 1
12 121 1 1 1
,
, , ,
2 , 2 , 2
n n n
i j i ji j
n n n n n n
j j i i i j i j i jj i i j i j
n n n n
j j i i i jj i i j
λλγ
β γ β βγ β ββ γ
β γ λ λγ β
= =
= = = = = =
= = = =
⎡ ⎤− +⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤+ + − +⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤
+ + −⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦
∑ ∑∑
∑ ∑ ∑ ∑ ∑∑
∑ ∑ ∑ ∑
x x
x x x x x x
x x x x ( )121 1
,n n
i j i ji j
λβ γ= =∑∑ x x
⎤+⎦
( * )
Karena dan , maka persamaan ( * ) menjadi : 0
0n
iiλ
=
=∑0
0n
ii
β=
=∑
[ ] ( ) ( )
( ) ( ) ( )
1 21 1
11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2 ,
n n
i i i ii i
n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
Var Z Var Z Zλ β
λλ γ β β γ λ β γ
= =
= = = = = =
⎡ ⎤= +⎢ ⎥
⎣ ⎦
= − − −
∑ ∑
∑∑ ∑∑ ∑∑
x x
x x x x x x
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
97
Lampiran 7 Matriks Variansi-Kovariansi Merupakan Matriks Semi Definit Positif
Akan dibuktikan bahwa matriks variansi-kovariansi merupakan matriks semi definit positif. Bukti : Misalkan dan adalah peubah teregional yang memenuhi asumsi
stasioner orde dua, dengan auto-kovariansi ( )1Z x ( )2Z x
( )11C h dan , serta cross-kovariansi .
( )22C h
( )12C h
Kombinasi linier dari dan ( )1Z x ( )2Z x , yaitu
. ( )1 0 1 21 1
ˆ ( ) ( )n n
i i ii i
Z Zλ β= =
= +∑ ∑x x iZ x
,
Berdasarkan pembuktian lampiran 3,
1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x = ( ) ( ) ( )11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
C C Cλλ β β λβ= = = = = =
+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x ≥ 0
Pertidaksamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut :
[ ]1 2 1 2n nλ λ λ β β β
( ) ( ) ( ) (
( ) ( ) ( ) (( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) (
)
)
)
11 1 1 11 1 12 1 1 12 1
11 1 11 12 1 12
12 1 1 12 1 22 1 1 22 1
12 1 12 22 1 22
, , ,
, , ,, , ,
, , ,
n n
n n n n
n n
n n n n
C C C C
C C C CC C C C
C C C C
⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
x x x x x x x x
x x x x x x x xx x x x x x x x
x x x x x x x x
1
2
1
2
n
n
λ
,
,,
,
n n
n n
λ
λββ
β
⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
0 ≥
11 12
12 22t
C CC C
λλ β
β⎡ ⎤ ⎡ ⎤
⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦⎣ ⎦
0 atau ≥λ
λ ββ⎡ ⎤
⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦
∑ ≥ 0
Agar memenuhi pertidaksamaan di atas, maka matriks ∑ adalah matriks semi definit positif.
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
98
Lampiran 8 Matriks Auto- dan Cross-Variogram Adalah Matriks Semi Definit Negatif
Akan dibuktikan bahwa matriks auto- dan cross-variogram, 11 12
12 22t
γ γγ γ⎡ ⎤
= ⎢ ⎥⎣ ⎦
Γ
merupakan matriks semi definit negatif. Bukti : Misalkan dan adalah peubah teregional yang memenuhi asumsi stasioner intrinsik, dengan auto-varigram
( )1Z x ( )2Z x
( )11 hγ dan ( )22 hγ , serta cross-variogram . ( )12 hγ
Kombinasi linier dari dan ( )1Z x ( )2Z x , yaitu
. ( )1 0 1 21 1
ˆ ( ) ( )n n
i i ii i
Z Zλ β= =
= +∑ ∑x x iZ x
n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
λλγ ββ γ λβ γ= = = = = =
− − −∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x 0
11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2 ,n n n n n n
i j i j i j i j i j i ji j i j i j
λλ γ β β γ λβ γ= = = = = =
+ +∑∑ ∑∑x x x x x x
Berdasarkan pembuktian lampiran 6,
1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤
⎣ ⎦x = ≥ ( ) ( ) ( )11 22 121 1 1 1 1 1
, , 2 ,
∑∑ ≤ ⇔ ( ) ( ) ( ) 0
Pertidaksamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut :
[ ]1 2 1 2n nλ λ λ β β β
( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) (( ) ( ) ( ) (
( ) ( ) ( ) (
))
)
11 1 1 11 1 12 1 1 12 1
11 1 11 12 1 12
12 1 1 12 1 22 1 1 22 1
12 1 12 22 1 22
, , ,
, , ,, , ,
, , ,
n n
n n n n
n n
n n n n
γ γ γ γ
γ γ γ γγ γ γ γ
γ γ γ γ
⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
x x x x x x x x
x x x x x x x xx x x x x x x x
x x x x x x x x
1
2
1
2
n
n
,
,,
,
n n
n n
λλ
λββ
β
⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦
≤ 0
11 12
12 22t
γ γ λλ β
γ γ β⎡ ⎤⎡ ⎤
⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦
atau ≤ 0λ
λ ββ⎡ ⎤
⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦
Γ ≤ 0
Agar memenuhi pertidaksamaan di atas, maka matriks adalah matriks semi definit negatif.
Γ
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
99
Lampiran 9 Pembentukkan Aturan Keputusan untuk Statistik Uji eR
Diketahui bahwa dibawah kondisi H0, 1 berdistribusi Normal 0,
1eRn
⎛ ⎞⎜ ⎟−⎝ ⎠
.
Pembentukkan aturan keputusan eR : Dengan tingkat signifikansi 0.05α = , berarti { } α= =0 0Pr ditolak benar 0.05H H . Karena pengujian hipotesisnya adalah dua arah, maka { }Pr 0.025eR c> = , dimana c adalah titik kritis. Dan dengan menggunakan standarisasi diperoleh hasil sebagai berikut :
{ } ( ) ( ){ } ( )1
0 0Pr 0.025 Pr 0.0251 1 1 1
Pr 0.025 ; 0,1
ee
R cR cn n
Z c Z N
⎧ ⎫− −⎪ ⎪> = ⇔ > =⎨ ⎬− −⎪ ⎪⎩ ⎭
> = ∼
Dari tabel distribusi normal standar didapat bahwa 1 1.96c = dan dibulatkan menjadi . Sehingga daerah kritis untuk penolakan H1 2c = 0 dapat digambarkan pada gambar dibawah ini :
{ }Pr Z z<
z
-2 2
daerah kritis 0.025
Gambar Fungsi Distribusi dari Z Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa H0 ditolak saat
( )
2
22 .11 1
ee
Z
R Rnn
>
> ⇔ >−−
21eR
n>
−.Jadi, H0 ditolak saat
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
100
Lampiran 10 am Matlab 3 untuk Uji Validasi Silang
rogram ini dig sing model
.0434; 1.1818; 1.3047; %data 1.0535; 1.6410; 1.6303; 2.0576; 2.0851;]; kandungan DCPA
t
2
rm(xdata(i,:)-xdata(j,:));
Progr 5.
unakan untuk uji validasi silang pada masing-maP
auto- dan cross-variogram. m=10; 1data=[1.9994; 1.4155; 2z z2data=[4.1617; 3.9950; 3.9925; 3.9738; 4.1285; %data 3.9690; 4.1617; 4.0282; 4.2505; 4.2609;]; kandungan Nitraxdata=[21 20; 22 21; 22 20; 23.23 25.46; 20.68 19; %data 23 25.45; 23 23; 19.92 27.54; 19.51 25.84; 5 21.32;]; lokasiK=zeros(m,m); for i=1:m for j=1:m K(i,j)=no end end
ef(z1data,z2data); v(z1data,z2data);
); asi matriks nilai-nilai residual terbaku
sir nilai DCPA
;
ta(i,:)-xdata(j,:))==0 j)=0;
K; P=corrcot3=cofprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Nugget-Effect'D1=zeros(9,1); %inisialisD2=zeros(9,1); %inisialisasi matriks nilai-nilai kuadrat residual terbaku for k=1:9 n=k; x0=xdata(n+1,:); %lokasi yang akan ditakN=2*(n+1); A=zeros(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokrigingb=zeros(N,1); Z=zeros(2*n,1) for i=1:n for j=1:n if norm(xda A(i, else A(i,j)=0.0082; end end end
;
for i=1:n for j=n+1:2*n if norm(xdata(i,:)-xdata(j-n,:))==0 A(i,j)=0 else A(i,j)=0.0003; end end end
*n for i=n+1:2
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
101
(j,i);
norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-n,:))==0 ;
*n+1)=1; 2*n+1,j)=1;
;
N,i)=1; n,1);
0);
0;
082;
m(xdata(i-n,:)-x0); h==0
.0003;
A\b %nilai bobot-bobot ordinary cokriging se(coef(1:2*n))*Z %nilai taksiran untuk DCPA 1(n+1,1)-Z10 %nilai residual
idual
l terbaku
/9; %statistik uji untuk menentukan kecocokan model dan model terbaik
for j=1:n A(i,j)=A end end for i=n+1:2*n for j=n+1:2*n
if A(i,j)=0 else A(i,j)=0.005; end end end for j=1:n A(j,2 A( Z(j,1)=Z1(j,1)end for i=n+1:2*n A(i,N)=1; A( Z(i,1)=Z2(i-end for i=1:n h=norm(xdata(i,:)-x if h==0 b(i)= else b(i)=0.0 end end for i=n+1:2*n h=nor if b(i)=0; else b(i)=0 end end b(N-1)=1;
A;,b;,Z;coef=Z10=transporesidual=Zvariansi_taks=b'*coef %nilai variansi taksiran residual_terbaku=residual/sqrt(variansi_taks) %nilai res
terbaku kuadrat=residual_terbaku^2 %nilai kuadrat residuaD1(k,1)=residual_terbaku; D2(k,1)=kuadrat; end D1;,D2;
=sum(D2)Q1N=sum(D1)/9;,Q2N
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
102
ai-nilai
ai DCPA
1);
a(i,:)-xdata(j,:)); )=0.0082+0.1453*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
rm(xdata(i,:)-xdata(j-n,:)); 4
0003+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
)=0.0292;
fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Spherical'); C1=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nilai-nilai
residual terbaku C2=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nil kuadrat residual terbaku for k=1:9 n=k; x0=xdata(n+1,:); %lokasi yang akan ditaksir nilN=2*(n+1); A=zeros(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokriging b=zeros(N,1); Z=zeros(2*n,for i=1:n for j=1:n h=norm(xdat if h<4 A(i,j else A(i,j)=0.1535; end end end for i=1:n for j=n+1:2*n h=no if h< A(i,j)=0. else A(i,j end end end
*n
A(i,j)=A(j,i);
h=norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-n,:));
005+0.008*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
)=0.013;
for i=n+1:2 for j=1:n end end for i=n+1:2*n for j=n+1:2*n
if h<4 A(i,j)=0. else A(i,j end end end
+1)=1; 2*n+1,j)=1;
1(j,1);
for j=1:n *n A(j,2
A( Z(j,1)=Zend for i=n+1:2*n
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
103
n,1);
0);
((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
A(i,N)=1; A(N,i)=1; Z(i,1)=Z2(i-end for i=1:n h=norm(xdata(i,:)-x
h<4 if b(i)=0.0082+0.1453*( else
0.1535; b(i)= end end
m(xdata(i-n,:)-x0); h<4
03+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
0.0292;
%nilai bobot-bobot ordinary cokriging
se(coef(1:2*n))*Z %nilai taksiran untuk DCPA 1(n+1,1)-Z10 %nilai residual
idual
=sum(C2)/9; %statistik uji untuk menentukan kecocokan model dan model terbaik
residual terbaku ai-nilai
os(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokriging
1);
82+0.1453*(1-exp(-(norm(xdata(i,:)-)/4));
end
for i=n+1:2*n h=nor if b(i)=0.00 else b(i)= end end b(N-1)=1; A;,b;,Z;coef=A\b Z10=transporesidual=Zvariansi_taks=b'*coef %nilai variansi taksiran residual_terbaku=residual/sqrt(variansi_taks) %nilai res terbaku kuadrat=residual_terbaku^2 %nilai kuadrat residual terbaku C1(k,1)=residual_terbaku; C2(k,1)=kuadrat; end C1;,C2; Q1S=sum(C1)/9;,Q2S fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Eksponensial'); E1=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nilai-nilai E2=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nil kuadrat residual terbaku for k=1:9 n=k
DCPA x0=xdata(n+1,:); %lokasi yang akan ditaksir nilaiN=2*(n+1); A=zerb=zeros(N,1); Z=zeros(2*n,for i=1:n for j=1:n A(i,j)=0.00xdata(j,:)) end
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
104
i,j)=0.0003+0.0289*(1-exp(-(norm(xdata(i,:)-xdata(j-4));
for i=1:n for j=n+1:2*n A(
)/n,:)) end end
i,j)=A(j,i);
i,j)=0.005+0.008*(1-exp(-(norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-)/4));
=1; +1,j)=1;
j,1)=Z1(j,1);
-n,1);
*(1-exp(-(norm(xdata(i,:)-x0))/4));
;
)=1;
kriging ranspose(coef(1:2*n))*Z %nilai taksiran untuk DCPA
(n+1,1)-Z10 %nilai residual aks=b'*coef %nilai variansi taksiran
dual terbaku
kecocokan model dan model terbaik
for i=n+1:2*n for j=1:n A(
d enend for i=n+1:2*n for j=n+1:2*n A(n,:)) end end for j=1:n A(j,2*n+1) A(2*n Z(end for i=n+1:2*n A(i,N)=1; A(N,i)=1; Z(i,1)=Z2(iend for i=1:n b(i)=0.0082+0.1453end for i=n+1:2*n b(i)=0.0003+0.0289*(1-exp(-(norm(xdata(i-n,:)-x0))/4))end b(N-1A;,b;,Z; coef=A\b %nilai bobot-bobot ordinary coZ10=tresidual=Z1variansi_tresidual_terbaku=residual/sqrt(variansi_taks) %nilai residual terbaku kuadrat=residual_terbaku^2 %nilai kuadrat resiE1(k,1)=residual_terbaku; E2(k,1)=kuadrat; end E1;,E2;
; %statistik uji untuk menentukan Q1E=sum(E1)/9,Q2E=sum(E2)/9
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
105
Lampiran 11 Program Matlab 5.3 untuk Menaksir Kandungan DCPA
Program i tak tersampel x0 dengan menggunakan model Spherical.
%data kandungan DCPA
[4.1617; 3.9950; 3.9925; 3.9738; 4.1285; %data n Nitrat
i
;
a(i,:)-xdata(j,:));
)=0.0082+0.1453*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
1:2*n norm(xdata(i,:)-xdata(j-n,:));
4 0003+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
n i,j)=A(j,i);
=norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-n,:));
005+0.008*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
ini digunakan untuk menaksir kandungan DCPA pada lokas
n=10; z1data=[1.9994; 1.4155; 2.0434; 1.1818; 1.3047; 1.0535; 1.6410; 1.6303; 2.0576; 2.0851;]; z2data= 3.9690; 4.1617; 4.0282; 4.2505; 4.2609;]; kandungaxdata=[21 20; 22 21; 22 20; 23.23 25.46; 20.68 19; %data
2 2;]; lokas 23 25.45; 23 23; 19.92 27.54; 19.51 25.84; 5 21.3x0=[20 25] %lokasi yang akan ditaksir nilai DCPA N=2*(n+1); A=zeros(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokriging
) b=zeros(N,1 ;1) Z=zeros(2*n,
for i=1:n for j=1:n h=norm(xdat
<4 if h A(i,j else
)=0.1535; A(i,j end end end for i=1:n
j=n+ for h=
if h< A(i,j)=0. else
j)=0.0292; A(i, end end end
2*n for i=n+1:j=1: for
A( end end for i=n+1:2*n
j=n+1:2*n for h
if h<4 A(i,j)=0. else
j)=0.013; A(i, end end
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007
106
1)=1; ,j)=1;
j,1)=Z1(j,1);
;
a(i,:)-x0);
b(i)=0.0082+0.1453*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
:)-x0); 4
003+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));
; ranspose(coef(1:2*n))*Z; %nilai taksiran DCPA pada lokasi x0
ks=b'*coef; %nilai variansi taksiran
end for j=1:n A(j,2*n+
+1 A(2*n Z(end for i=n+1:2*n A(i,N)=1; A(N,i)=1;
i,1)=Z2(i-n,1) Z(end for i=1:n h=norm(xdat if h<4 else b(i)=0.1535; end end for i=n+1:2*n h=norm(xdata(i-n, if h< b(i)=0.0 else b(i)=0.0292; end end b(N-1)=1;A;,b;,Z; coef=A\bZ10=tvariansi_ta
Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007