digital_20180943-036-07-metode penakasiran.pdf

120
METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING LARASSATI SEPTIANA 0303010257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA DEPOK 2007 Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Upload: muhamad-fahreza-harahap

Post on 01-Jan-2016

72 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

cokriging

TRANSCRIPT

Page 1: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING

LARASSATI SEPTIANA 0 3 0 3 0 1 0 2 5 7

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN MATEMATIKA

DEPOK 2007

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 2: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

LARASSATI SEPTIANA 0 3 0 3 0 1 0 2 5 7

DEPOK 2007

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 3: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

SKRIPSI : METODE PENAKSIRAN ORDINARY COKRIGING

NAMA : LARASSATI SEPTIANA

NPM : 0303010257

SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI

DEPOK, Juli 2007

Dr. Dian Lestari, DEA Dra. Siti Nurrohmah, M.Si PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Tanggal lulus Ujian Sidang Sarjana: Juli 2007

Penguji I :

Penguji II :

Penguji III :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 4: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

Skripsi ini kupersembahkan untuk Mama dan Bapak tersayang

yang mendidik dan merawatku dengan sabar dan penuh kasih sayang,

untuk Dian dan Ryan, adik-adikku tersayang...

-Laras -

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 5: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Sumber ilmu pengetahuan, Sumber

segala kebenaran, Sang maha Cahaya, Pilar nalar kebenaran dan kebaikan

yang terindah, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas Cinta dan Kasih

sayang –Nya bagi umat, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah

berjuang untuk menegakkan Panji-panji Islam di muka bumi, serta

menyampaikan kepada kita semua ajaran – Nya yang telah terbukti

kebenarannya, serta makin terus terbukti kebenarannya.

Alhamdulillah, atas ridho Allah SWT, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada banyak

orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka,

tidaklah berlebihan apabila pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi

ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orangtuaku tercinta, Bapak dan Mama, yang selalu ada setiap saat

untuk penulis, selalu mendoakan setiap saat, dan juga selalu

mengintimidasi penulis agar segera menyelesaikan tugas akhirnya.

Terima kasih untuk cinta dan kasih sayangnya selama ini.

2. Ibu Dian Lestari dan Ibu Siti Nurrohmah selaku pembimbing skripsi,

yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk

i

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 6: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

membimbing penulis selama ini. Terima kasih atas semua bantuan,

motivasi, serta kepercayaan yang telah ibu berikan kepada penulis.

3. Ibu Bevina D. Handari selaku pembimbing akademik, yang telah

banyak membantu penulis dalam urusan perkuliahan selama

berkuliah di Departemen Matematika dan pemberi semangat dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Ibu Titin selaku Koordinator Akademik yang membantu penulis

dalam masalah akademik.

5. Semua dosen Matematika UI yang tak dapat disebutkan satu

persatu, terima kasih untuk semua pengorbanan dan ilmu yang

diberikan. Maaf untuk semua kesalahan yang penulis lakukan.

6. Semua karyawan Matematika UI, terima kasih untuk bantuannya

selama penulis kuliah, khususnya untuk mba Santi, mba Rusmi,

pak Saliman, mas Irwan, mas Ratmin, dan pak Anshori.

7. Bapak M. Nur Heriawan, yang telah membantu dan memberikan

penjelasan tentang materi tugas akhir saya, meskipun saya hanya

mengenal lewat internet. Terima kasih atas perhatian dan bantuan

Bapak selama pembuatan tugas akhir ini.

8. Adik-adikku, Dian dan Ryan terima kasih atas doanya.

9. Fika, Nur, Resty, dan Vivi, my best friend. Terima kasih atas

persahabatannya selama 6 tahun ini, serta dukungan dan doanya.

10. Kak Nia, Mba’ Ani, dan Iif, terima kasih banyak atas diskusi,

pemikiran, dan bantuannya selama penulisan skripsi ini.

ii

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 7: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

11. Delan, Diah, Eriz, Puput, Rima, dan Rini, my shopping mate, my

gossip mate, my best friends selama di Matematika. Terima kasih

untuk persahabatannya selama ini.

12. Andra, Dinu Fans Club, yang udah bareng – bareng maju sampai

kolokium.

13. Semua Math’ 03 : Yanthie, Utie, Rina, Nana, Ina, Dewi, Tyas, Asti,

Nita, Hetty, Rendie, Ilham, Josua, Tebe, Hadi, Dody, Igun, Adri,

Bembi, Gele, Diky, Sonny, Tony, Gewe, Putu, Anton, Arief,

Gunung, Theja, Yessa, dan Pinta, terima kasih atas

kebersamaannya selama penulis kuliah.

14. Semua Math ’01 dan Math’02.

15. J. Rivoirard, Hans Wackernagel, Kitanidis, Edward Isaac, Mohan

Srivastava, dan Cressie, yang telah menulis buku-buku berkualitas

yang sangat menunjang penulisan skripsi penulis.

16. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penulisan skripsi ini akan tetapi namanya

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak maaf atas pembahasan

skripsi yang kurang jelas. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi

banyak orang dan dapat diambil hikmahnya. Wallahualam Bishshowab.

Depok, Juli 2007

Penulis

iii

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 8: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

ABSTRAK

Metode Ordinary Cokriging (OC) merupakan metode penaksiran

yang menghasilkan taksiran yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear

Unbiased Estimator). OC merupakan perluasan dari metode Ordinary Kriging

(OK). Berbeda dari OK, dalam OC digunakan data spasial yang tidak hanya

terdiri dari satu peubah teregional utama, tetapi juga peubah teregional

tambahan yang berkorelasi dengan peubah teregional utama. Nilai taksiran

dinyatakan sebagai kombinasi linier dari data sampel. Pada OC, data spasial

dibedakan menjadi 3, yaitu entirely (completly) heterotopic, partially

heterotopic, dan isotopy. Pada tugas akhir ini, hanya dibatasi pada data

isotopy. OC dapat digunakan jika data spasial memenuhi asumsi stasioner

orde dua atau asumsi stasioner intrinsik. Dalam melakukan penaksiran

dengan OC diperlukan fungsi auto- dan cross-kovariansi atau auto- dan

cross-variogram, yang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : isotropik dan

anisotropik. Pada tugas akhir ini, metode OC digunakan untuk menaksir nilai

pengamatan dari peubah teregional utama pada suatu titik di lokasi yang

tidak tersampel, serta auto- dan cross-kovariansi atau auto- dan cross-

variogram yang digunakan adalah isotropik.

Kata kunci : Ordinary Cokriging, BLUE, Data Spasial, Cross-Variogram

x + 106 hal.; lamp.

Bibliografi: 6 (1989-2003)

iv

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 9: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................. iv

DAFTAR ISI ........................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii

DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................. 1

1.2 Tujuan Penulisan ........................................................ 5

1.3 Pembatasan Masalah ................................................. 5

1.4 Sistematika Penulisan ................................................. 6

BAB II. LANDASAN TEORI ................................................................ 7

2.1 Peubah Acak ............................................................... 7

2.2 Ekspektasi Dari Peubah Acak ..................................... 10

2.3 Variansi Dari Peubah Acak ......................................... 11

2.4 Kovariansi Dari Dua Peubah Acak .............................. 11

2.5 Variansi Dari Penjumlahan Dua atau

Lebih Peubah Acak...................................................... 12

2.6 Kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).......... 12

v

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 10: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

2.7 Matriks Semi Definit Positif dan Negatif ..................... 13

2.8 Metode Pengali Langrange ......................................... 14

2.9 Proses Stokastik.......................................................... 15

BAB III. METODE ORDINARY COKRIGING ...................................... 16

3.1 Metode Cokriging ........................................................ 16

3.2 Data Spasial ................................................................ 19

3.3 Asumsi Stasioner Orde Dua dan Intrinsik.................... 20

3.3.1 Pengujian Asumsi Stasioner Orde Dua ............ 24

3.3.2 Pengujian Asumsi Stasioner Intrinsik................ 26

3.4 Auto- dan Cross-Variogram......................................... 27

3.4.1 Sifat-Sifat Cross-Variogram.............................. 28

3.4.2 Cross-Variogram Eksperimental ....................... 30

3.4.3 Cross-Variogram Teoritis.................................. 31

3.5 Auto- dan Cross-Kovariansi ........................................ 35

3.5.1 Sifat-Sifat Cross-Kovariansi.............................. 36

3.5.2 Cross-Kovariansi Eksperimental....................... 38

3.5.3 Cross-Kovariansi Teoritis.................................. 39

3.6 Hubungan Antara Cross-Variogram dengan

Cross-Kovariansi ......................................................... 39

3.7 Metode Ordinary Cokriging.......................................... 41

3.7.1 Linier................................................................. 42

3.7.2 Tak Bias............................................................ 43

3.7.3 Variansi Minimum ............................................ 44

vi

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 11: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

3.7.4 Penghitungan variansi Kriging.......................... 54

3.8 Validasi Silang ............................................................ 56

3.8.1 Statistik Uji eR ................................................. 58

3.8.2 Prosedur Validasi Silang ................................... 60

3.8.3 Pemilihan Model Auto- dan Cross-Variogram atau

Auto- dan Cross-Kovariansi Terbaik ................ 62

BAB IV. STUDI KASUS........................................................................ 64

4.1 Sumber Data ............................................................... 64

4.2 Kasus .......................................................................... 64

4.3 Asumsi ........................................................................ 65

4.4 Permasalahan ............................................................. 65

4.5 Pengolahan Data ......................................................... 65

4.6 Analisa ........................................................................ 81

4.7 Hasil Taksiran dengan Metode Ordinary Cokriging...... 84

4.8 Kesimpulan Studi Kasus .............................................. 85

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN ................................................... 86

5.1 Kesimpulan ................................................................. 86

5.2 Saran .......................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 88

LAMPIRAN

vii

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 12: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Diagram Alir Metode Ordinary Cokriging ................................ ....... 18

3.2 Grafik Auto- dan Cross-Variogram dengan model Nugget Effect .. 33

3.3 Grafik Auto- dan Cross-Variogram dengan model Spherical….….. 34

3.4 Grafik Auto- dan Cross-Variogram dengan model Eksponensial… 34

4.1 Plot Data Kandungan DCPA Terhadap Absis Lokasi..…....………. 67

4.2 Plot Data Kandungan DCPA Terhadap Ordinat Lokasi.......………. 67

4.3 Plot Data Kandungan DCPA Terhadap Lokasi ….............………… 68

4.4 Plot Data Kandungan Nitrat Terhadap Absis Lokasi ...…....………. 68

4.5 Plot Data Kandungan Nitrat Terhadap Ordinat Lokasi ..…....…….. 69

4.6 Plot Data Kandungan Nitrat Terhadap Lokasi ............…....………. 69

4.7 Grafik Cross-Kovariansi Eksperimental .………….. ………………. 72

4.8 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk Data DCPA .……….. 73

4.9 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk Data Nitrat ...………. 74

4.10 Grafik Cross-Variogram Eksperimental .....................................…. 74

4.11 Plot Kenormalan Untuk Residual Model Nugget Effect ................. 79

4.12 Plot Kenormalan Untuk Residual Model Spherical ....................... 80

4.13 Plot Kenormalan Untuk Residual Model Eksponensial ................. 81

viii

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 13: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Tabel Data untuk Studi Kasus …………..……………………..…… 64

4.2 Tabel Jarak antar Dua Sumur ....................................................... 70

4.3 Tabel Perhitungan Cross-Kovariansi Eksperimental ....... 70 12( )C h

4.4 Tabel Perhitungan Auto-Variogram Eksperimental , 11( )hγ dan 22( )hγ

serta Cross-Variogram Eksperimental 12( )hγ ................…….……. 72

4.5 Tabel Hasil Uji Validasi Silang dan Residual Terbaku untuk

Auto- dan Cross-Variogram dengan Model Nugget Effect ………. 77

4.6 Tabel Hasil Uji Validasi Silang dan Residual Terbaku untuk

Auto- dan Cross-Variogram dengan Model Spherical …..……….. 77

4.7 Tabel Hasil Uji Validasi Silang dan Residual Terbaku untuk

Auto- dan Cross-Variogram dengan Model Eksponensial ………. 78

4.8 Tabel Pengujian Asumsi Kenormalan Residual

Model Nugget Effect ……………………………………….……..…. 79

4.9 Tabel Pengujian Asumsi Kenormalan Residual Model Spherical.. 79

4.10 Tabel Pengujian Asumsi Kenormalan Residual

Model Eksponensial ……………………………………….……..…. 80

| dan …….……....................... 84 2eRS4.11 Tabel Perbandingan Nilai | eR

4.12 Tabel Nilai Taksiran DCPA Pada Lokasi TakTersampel …….…... 84

ix

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 14: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Stasioner Orde Dua maka Stasioner Intrinsik .................………… 89

2 Pembuktian Persamaan (3.7.1) .................................................... 90

3 Pembuktian Persamaan (3.7.2) .................................................... 91

4 Pembuktian Persamaan (3.7.4) ....................................…….……. 92

5 Kesimetrisan Fungsi Cross-Kovariansi dari Selisih Dua Data

untuk Membentuk Sistem Persamaan OC dalam Fungsi

Cross-Variogram ……..............................................................…. 93

6 Variansi dari Taksiran Ordinary Cokriging dalam Bentuk Auto-

dan Cross-Variogram …...................................................……….. 95

7 Matriks Variansi-Kovariansi Merupakan Matriks Semi Definit

Positif ................................................................................………. 97

8 Matriks Auto- dan Cross-Variogram Adalah Matriks Semi Definit

Negatif .......................................………………………….……..…. 98

9 Pembentukkan Aturan Keputusan untuk Statistik Uji eR ............. 99

10 Program Matlab 5.3 untuk Uji Validasi Silang ………….……..…. 100

11 Program Matlab 5.3 untuk Menaksir Kandungan DCPA …….….. 105

x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 15: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Pada suatu perusahaan eksplorasi hasil tambang, sering muncul

permasalahan ingin diketahui banyaknya kandungan hasil tambang pada

suatu daerah. Yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah

dengan melakukan pengeboran pada daerah tersebut. Pada titik-titik

pengeboran diharapkan memiliki kandungan hasil tambang yang cukup

banyak. Akan tetapi, belum diketahui secara pasti titik mana saja yang

memiliki kandungan hasil tambang yang cukup banyak. Oleh karena itu,

perlu dilakukan pengeboran pada banyak titik. Namun, untuk melakukan

pengeboran pada banyak titik dibutuhkan biaya lebih besar dan waktu lebih

lama dibandingkan dengan melakukan pengeboran pada satu titik saja.

Sedangkan untuk melakukan pengeboran pada satu titik saja akan

dibutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu yang cukup lama. Oleh karena

alasan tersebut, yang dapat dilakukan adalah cukup mengambil beberapa

titik sampel pada daerah pengeboran, yaitu dengan cara melakukan

pengeboran pada titik sampel, kemudian diukur kandungan hasil tambang di

titik tersebut. Namun, terkadang pada titik sampel yang diambil dapat

diperoleh juga data pengukuran kandungan hasil tambang lain ataupun faktor

1

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 16: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

2

lain yang berkorelasi dengan banyaknya kandungan hasil tambang yang

akan ditaksir.

Data pengukuran tambahan tersebut dapat digunakan untuk menaksir

kandungan hasil tambang yang diinginkan pada titik-titik lain yang tidak

dijadikan sampel, bersamaan dengan data pengukuran dari kandungan hasil

tambang itu sendiri. Masalah seperti ini merupakan salah satu aplikasi

geostatistika multivariat yang merupakan perluasan dari geostatistika

univariat dalam bidang pertambangan. Selain dalam bidang pertambangan,

geostatistika multivariat juga sering digunakan dalam bidang geofisika,

hidrologi, dan ilmu lingkungan.

Geostatistika itu sendiri adalah ilmu yang merupakan gabungan antara

geologi, teknik, matematika, dan statistika (Cressie, 1993). Geostatistika pada

awalnya dikembangkan pada industri mineral pada awal tahun 1950 untuk

melakukan penghitungan cadangan mineral seperti emas, perak, dan platina.

D.K.Krige seorang insinyur pertambangan dari Afrika Selatan menyelesaikan

masalah ini dengan menggunakan teori probabilistik. Krige memformulasikan

suatu metode penaksiran dalam penghitungan cadangan mineral yang

dikenal dengan metode kriging. Metode kriging dapat digunakan dalam

geostatistika univariat dan untuk menaksir nilai pengamatan pada suatu titik

dan nilai pengamatan rata-rata pada suatu blok. Sedangkan dalam

geostatistika multivariat, metode yang digunakan dikenal dengan metode

Cokriging. Metode cokriging dikembangkan oleh Matheron. Sama halnya

pada geostatistika univariat, pada geostatistika multivariat, jenis data yang

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 17: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

3

digunakan adalah data spasial, yaitu nilai pengukuran yang mengandung

informasi mengenai lokasi dari pengukuran dan biasanya mengindikasikan

adanya hubungan antara nilai pengukuran dengan lokasinya. Peubah yang

berperan pada data spasial disebut peubah teregional, yaitu peubah yang

terdistribusi dalam ruang.

Pada metode kriging hanya satu peubah teregional yang diamati,

yang disebut peubah teregional utama (peubah utama). Namun, pada

metode cokriging selain memperhatikan peubah utama, diperhatikan juga

peubah teregional lainnya yang ada pada lingkungan yang sama dan

berhubungan dengan peubah utama, yang disebut peubah teregional

tambahan (peubah tambahan). Pada tugas akhir ini metode Cokriging

hanya akan digunakan untuk menaksir nilai pengamatan dari satu peubah

utama pada suatu titik yang tidak dijadikan sampel dengan menggunakan

data pengukuran dari peubah utama itu sendiri dan satu peubah tambahan.

Dalam metode cokriging, data pengamatan dapat dibedakan menjadi :

1. Entirely (completly) Heterotopic Data

Jika kedua peubah teregional di ukur pada himpunan titik sampel yang

berbeda.

2. Partially Heterotopic Data

Jika kedua peubah teregional di ukur pada beberapa titik sampel yang

sama.

3. Isotopy Data

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 18: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

4

Jika tiap peubah teregional di ukur pada seluruh titik sampel yang

sama.

Ada beberapa jenis metode cokriging, antara lain adalah :

1. Simple Cokriging

Dalam simple cokriging, rata – rata dari peubah utama dan peubah

tambahan diketahui, sehingga taksiran dari peubah utama pada suatu

titik yang tidak tersampel dapat disesuaikan tanpa harus memiliki

banyak nilai data untuk peubah utama dan peubah tambahan.

2. Ordinary Cokriging

Dalam ordinary cokriging, rata – rata dari peubah utama maupun

peubah tambahan tidak diketahui. Penaksiran yang diperoleh dari

ordinary cokriging merupakan kombinasi linier dari bobot dengan data

dari peubah utama dan peubah tambahan yang terletak pada titik

sampel disekitar titik x0, titik yang akan ditaksir nilai peubah utamanya

dan tidak tersampel. Tiap peubah teregional didefinisikan dalam

himpunan sampel yang berukuran n.

Dalam tugas akhir ini yang akan dibahas adalah metode penaksiran ordinary

cokriging.

Dalam melakukan penaksiran nilai pengamatan pada suatu titik

dengan metode cokriging, diperlukan fungsi yang disebut auto- dan cross-

kovariansi atau auto-variogram dan cross-variogram. Auto-kovariansi atau

auto-variogram merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis korelasi

spasial antar pengamatan untuk masing – masing peubah teregional.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 19: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

5

Sedangkan, cross-kovariansi atau cross-variogram merupakan alat yang

digunakan untuk menganalisis korelasi spasial dari kedua peubah teregional

antar pengamatan. Auto- dan cross-variogram juga dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu :

1. Isotropik

Jika nilai dari auto- dan cross-variogram hanya dipengaruhi oleh jarak

antar titik pengamatan.

2. Anisotropik

Jika nilai dari auto- dan cross-variogram tidak hanya dipengaruhi oleh

jarak tetapi juga dipengaruhi oleh arah antar titik pengamatan.

Taksiran yang diperoleh dari metode penaksiran ordinary cokriging

memenuhi kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator).

1.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah membahas metode

penaksiran ordinary cokriging yang menghasilkan taksiran yang memenuhi

kriteria BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator ).

1.3 PEMBATASAN MASALAH Pada tugas akhir ini, data spasial yang akan digunakan adalah isotopy

data. Metode penaksiran ordinary cokriging hanya akan digunakan untuk

menaksir nilai pengamatan pada suatu titik dengan satu peubah utama,

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 20: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

6

( )1Z x dan satu peubah tambahan, ( )2Z x . Selain itu, auto-variogram dan

cross-variogram yang akan digunakan adalah auto-variogram dan cross-

variogram isotropik.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan tugas akhir yang merupakan hasil studi pustaka ini, dibagi

menjadi lima bab, yaitu :

Bab I membahas mengenai latar belakang masalah, tujuan penulisan,

pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

Bab II membahas teori-teori dasar yang berhubungan dengan metode

ordinary cokriging, antara lain mengenai peubah acak, ekspektasi,

variansi, kovariansi, variansi dari penjumlahan dua atau lebih peubah

acak, kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), matriks semi

definit positif dan semi definit negatif, metode pengali lagrange, serta

proses stokastik.

Bab III membahas metode penaksiran ordinary cokriging. Pada bab ini akan

dibahas juga teori-teori yang menunjang pembahas metode ordinary

cokriging, antara lain: data spasial, asumsi stasioner orde dua dan

stasioner intrinsik, cross-variogram, cross-kovariansi, serta uji

validasi silang.

Bab IV membahas aplikasi dari metode ordinary cokriging.

Bab V berisi kesimpulan dan saran untuk tugas akhir ini

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 21: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori dasar yang digunakan dalam

penjabaran metode penaksiran ordinary cokriging. Diantaranya adalah teori

peubah acak, kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), matriks semi

definit negatif dan semi definit positif, metode pengali Lagrange, serta proses

stokastik.

2.1 PEUBAH ACAK Misalkan dilakukan suatu percobaan yang hasilnya tidak dapat

diketahui dengan pasti. Apabila percobaan tersebut dapat diulang pada

kondisi yang sama, maka disebut percobaan acak, sedangkan himpunan dari

hasil yang mungkin disebut Ruang Sampel.

Misalkan C dinotasikan sebagai ruang sample dari suatu percobaan acak,

C = { }= hasil yang mungkin dari suatu percobaanc c , c mungkin

menggambarkan elemen dari C yang bukan bilangan riil.

Definisi 1.1

Misalkan terdapat suatu fungsi X yang memetakan setiap elemen c di

C ke tepat satu bilangan riil, yaitu X(c) = x, maka X disebut peubah acak.

Ruang nilai dari X adalah himpunan bilangan riil, A = { = ∈( ),x x X c c C }.

7

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 22: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

8

Jika C⊂ C berhubungan dengan A⊂ A, yaitu C = { ∈c c C , ( )∈X c A},

maka P(C) adalah probabilitas bahwa hasil dari suatu percobaan berada di C

dan Pr { }∈X A = P(C) menyatakan probabilitas dari kejadian A.

Berdasarkan jenis ruang sampelnya, peubah acak dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu peubah acak diskrit dan peubah acak kontinu.

Definisi 1.2

Misalkan X suatu peubah acak dengan ruang sampel A, yaitu ruang

sampel diskrit berdimensi satu. Jika dimisalkan f(x) suatu fungsi yang

memenuhi :

1. f(x) > 0, x ∈ A

2. ( ) =∑ 1f xA

3. Jika A ⊂ A berlaku Pr { }∈X A = P(A) = ( )A

f x∑ ,

maka X disebut peubah acak diskrit dan f(x) disebut probability density

function (p.d.f) dari X.

Definisi 1.3

Misalkan X suatu peubah acak dengan ruang sampel A, yaitu ruang

berdimensi satu yang dapat berupa sebuah interval atau gabungan dari

beberapa interval. Jika dimisalkan f(x) suatu fungsi yang memenuhi :

1. f(x) > 0, x ∈ A

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 23: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

9

2. ( ) =∫ 1f x dxA

3. Jika A ⊂ A berlaku Pr { }∈X A = P(A) = ( )A

f x dx∫ ,

maka X disebut peubah acak kontinu dan f(x) disebut probability density

function (p.d.f) dari X.

Misalkan peubah acak X mempunyai fungsi probabilitas P(A), dimana

A adalah himpunan berdimensi satu. Ambil sembarang bilangan riil x dan

anggap himpunan A yang tak terbatas dari −∞ ke x, termasuk x. Untuk setiap

himpunan A berlaku P(A) = Pr { }∈X A = Pr { X ≤ x }. Karena probabilitas ini

tergantung pada x, berarti probabilitas ini merupakan fungsi dari x. Fungsi ini

dinotasikan dengan F(x) = Pr { X ≤ x } dan disebut dengan fungsi distribusi

dari peubah acak X. Dengan p.d.f, f(x), fungsi distribusi dapat dinyatakan

sebagai berikut :

F(x) = ( )≤∑w x

f w untuk peubah acak diskrit.

F(x) = untuk peubah acak kontinu. ( )x

f w dw−∞∫

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 24: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

10

2.2 EKSPEKTASI DARI PEUBAH ACAK

Misalkan X adalah peubah acak diskrit yang memiliki p.d.f, f(x).

Ekspektasi dari X dinyatakan sebagai E(X) = ( )∑x

xf x , jika X merupakan

peubah acak diskrit. Sedangkan jika X adalah peubah acak kontinu, maka

E(X) = ( )xf x dx∞

−∞∫ .

Jika didefinisikan Y = U(X), maka

E(Y) = E(U(X)) = ( ) ( )∑x

u x f x X adalah peubah acak diskrit.

E(Y) = E(U(X)) = X adalah peubah acak kontinu. ( ) ( )u x f x dx∞

−∞∫

Sifat – sifat ekspektasi :

1. Jika k adalah konstanta, maka E(k) = k.

2. Jika k adalah konstanta dan V adalah fungsi dari peubah acak, maka

E(kV) = k E(V).

3. Jika ki adalah konstanta dan Vi adalah fungsi dari peubah acak untuk

i = 1, …, n, maka ( )= =

⎛ ⎞=⎜ ⎟

⎝ ⎠∑ ∑

1 1

n n

i i i ii i

E k V k E V

Jika titik-titik diskrit dari ruang sampel A adalah a1, a2, …….., maka

E(X) = a1 f(a1) + a2 f(a2) + ………...

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 25: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

11

Penjumlahan dari perkalian di atas dapat dinyatakan sebagai rata – rata

terboboti dari nilai a1, a2, ….., dengan f(ai) adalah bobot dari ai. Sehingga

E(X) disebut juga nilai rata – rata (mean) dari peubah acak X.

2.3 VARIANSI DARI PEUBAH ACAK

Variansi dari peubah acak adalah ekspektasi dari selisih kuadrat

peubah acak dengan ekspektasinya. Misalkan peubah acak X, maka variansi

dari X adalah

( )( )

( ) ( )

σ ⎡ ⎤= = −⎣ ⎦

⎡ ⎤= − ⎣ ⎦

22

22

( )

Var X E X E X

E X E X

2.4 KOVARIANSI DARI DUA PEUBAH ACAK

Misalkan X, Y adalah peubah acak dengan p.d.f bersamanya adalah

f(x,y), maka kovariansi dari X dan Y adalah

( ) ( )( )( ) ( ) ( ) ( )( )

( ) ( ) ( )

⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − −⎣ ⎦ ⎣ ⎦

= − − +

= −

( , )

Cov X Y E X E X Y E Y

E XY XE Y E X Y E X E Y

E XY E X E Y

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 26: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

12

j

2.5 VARIANSI DARI PENJUMLAHAN DUA ATAU LEBIH PEUBAH

ACAK

Misalkan Xi adalah peubah acak dan p.d.f bersama antara Xi dan Xj

adalah f(xi, xj) dengan i, j = 1, …,n dan i ≠ , maka

( ) ( )

( )

=

= =

= = = =

= =

⎛ ⎞⎜ ⎟⎝ ⎠⎛ ⎞ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎛ ⎞

= −⎜ ⎟ ⎢ ⎥⎜ ⎟⎢ ⎥⎜ ⎟⎣ ⎦ ⎝ ⎠⎣ ⎦⎝ ⎠⎛ ⎞

= −⎜ ⎟⎝ ⎠

=

∑ ∑

∑∑ ∑∑

∑∑

1

22

1 1

1 1 1 1

1 1,

n

i ii

n n

i i i ii i

n n n n

i j i j i j i ji j i j

n n

i j i ji j

Var k X

E k X E k X

E k k X X k k E X E X

k k Cov X X

2.6 KRITERIA BLUE (BEST LINEAR UNBIASED ESTIMATOR)

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu taksiran

agar dianggap ideal. Persyaratan tersebut adalah :

1. Best (Terbaik)

Yang dimaksud dengan taksiran terbaik adalah taksiran yang memiliki

variansi residual yang minimum.

2. Linear (Linier)

Suatu taksiran dikatakan taksiran yang linier, jika taksiran tersebut

merupakan kombinasi linier dari data-data yang telah diketahui

sebelumnya. Jika data-data yang diketahui dimisalkan

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 27: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

13

( ){ }1 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n dan ( ){ }2 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n , maka

taksirannya, , dapat dinyatakan sebagai berikut : ( )1Z x

( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 1 1 1 1 1 2 1 2

1 21 1

ˆ ... ...

( ) ( )

n n n

n n

i i i ii i

Z Z x Z x Z x Z

Z Z

λ λ β β

λ β= =

= + + + + +

= +∑ ∑

x

x x

nx

3. Unbiased (Tidak Bias)

Suatu statistik yang nilai ekspektasi matematikanya sama dengan

parameternya disebut dengan penaksir tidak bias. Misalkan θ adalah

statistik, θ adalah parameter, dan ( )ˆE θ θ= , maka θ merupakan penaksir

tidak bias dari parameter θ .

Taksiran yang memenuhi ketiga persyaratan diatas, disebut taksiran yang

memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

2.7 MATRIKS SEMI DEFINIT NEGATIF DAN SEMI DEFINIT POSITIF

Definisi 1.4

Suatu bentuk kuadratik dalam n peubah x1, x2, …, xn adalah suatu

ekspresi yang dapat ditulis sebagai :

[ ]1

21 2 n

n

xx

x x x A

x

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

..........................(1)

dimana A adalah suatu matriks n n× yang simetris.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 28: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

14

Jika dimisalkan bahwa

1

2 =

n

xx

x

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

x , maka persamaan (1) dapat ditulis secara

lebih ringkas sebagai . T Ax x

Definisi 1.5

Suatu bentuk kuadratik disebut semi definit positif jika

untuk semua x, dan suatu matriks simetri A disebut matriks semi definit positif

jika adalah suatu bentuk kuadratik semi definit positif.

T Ax x 0T A ≥x x

T Ax x

Definisi 1.6

Suatu bentuk kuadratik disebut semi definit negatif jika

untuk semua x, dan suatu matriks simetri A disebut matriks semi

definit negatif jika adalah suatu bentuk kuadratik semi definit negatif.

T Ax x

0T A ≤x x

T Ax x

2.8 METODE PENGALI LAGRANGE

Metode Pengali Lagrange merupakan suatu metode yang digunakan

untuk memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi f(p) terhadap

beberapa fungsi kendala; misalkan terdapat dua fungsi kendala dan

, dengan cara menyelesaikan sistem persamaan berikut :

( ) 0g p =

( ) 0h p =

1 2( ) ( ) ( )f p m g p m h p∇ = ∇ + ∇ , ( ) 0g p∇ ≠ , dan ( ) 0h p∇ ≠

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 29: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

15

untuk dan adalah konstanta. Tiap titik p yang memenuhi sistem

persamaan diatas disebut titik kritis untuk masalah nilai ekstrim dengan

kendala, dan nilai dan yang sesuai disebut pengali lagrange.

merupakan notasi untuk vektor gradien.

1m 2m

1m 2m

2.9 PROSES STOKASTIK

Secara harfiah, proses stokastik adalah proses yang bersifat

probabilistik dan bergantung pada lokasi ataupun waktu. Sedangkan secara

matematis, definisi dari proses stokastik dapat dilihat dibawah ini :

Definisi 1.7

Proses stokastik adalah himpunan dari peubah acak yang diindeks

oleh suatu parameter yang mempunyai urutan. Proses stokastik dinyatakan

sebagai { } dengan X(t) adalah peubah acak yang diindeks oleh

parameter t.

TttX ∈),(

T dalam definisi proses stokastik di atas, dapat berupa himpunan indeks yang

diskrit atau indeks yang kontinu.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 30: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

16

BAB III

METODE ORDINARY COKRIGING

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penaksiran ordinary

cokriging beserta teori yang mendukungnya , yaitu data spasial, asumsi

stasioner orde dua dan asumsi stasioner intrinsik, auto- dan cross-variogram,

auto- dan cross-kovariansi, serta uji validasi silang.

3.1 METODE COKRIGING

Metode cokriging merupakan perluasan metode kriging yang sering

digunakan dalam bidang pertambangan. Pada metode cokriging, tidak hanya

digunakan data dari pengukuran satu peubah teregional, tetapi lebih dari satu

peubah teregional yang saling berkorelasi. Misalnya untuk menaksir berapa

banyak kandungan minyak pada suatu daerah diperhatikan pula porositas

pada daerah tersebut. Sama halnya dalam metode kriging, data yang

digunakan dalam metode cokriging adalah data spasial yang merupakan hasil

pengukuran yang memuat informasi mengenai lokasi pengukuran. Namun,

pada metode cokriging, data spasial dibedakan menjadi tiga. Pembahasan

lebih lanjut mengenai data spasial dapat dilihat pada subbab 3.2.

Metode cokriging dapat digunakan untuk menaksir nilai pengamatan

pada suatu titik yang tidak tersampel dan nilai pengamatan rata-rata pada

suatu blok. Pada tugas akhir ini yang akan dibahas hanya penggunaan

metode cokriging untuk menaksir nilai pengamatan pada suatu titik. Dalam

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 31: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

17

metode ini, nilai pengamatan di lokasi yang tidak tersampel akan ditaksir

dengan menggunakan kombinasi linier nilai-nilai sampel. Terdapat beberapa

jenis metode cokriging, diantaranya adalah :

1. Simple Cokriging

Metode Simple Cokriging (SC) adalah metode cokriging yang

digunakan jika data diasumsikan memenuhi asumsi stasioner orde

dua atau asumsi stasioner intrinsik, serta rata – rata dari populasi

untuk masing-masing peubah teregional diasumsikan konstan dan

nilainya diketahui.

2. Ordinary Cokriging

Metode Ordinary Cokriging (OC) adalah metode cokriging yang

digunakan jika data diasumsikan memenuhi asumsi stasioner orde

dua atau stasioner intrinsik, serta rata – rata dari populasi untuk

masing-masing peubah teregional diasumsikan konstan akan tetapi

nilainya belum diketahui.

Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai metode penaksiran

ordinary cokriging. Langkah-langkah dalam melakukan penaksiran dengan

menggunakan metode ordinary cokriging dapat dilihat pada diagram alir

berikut :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 32: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

18

{ }1( ), 1,...,iZ i n=x { }2( ), 1,...,iZ i n=x

( ) ( )1 0 1 21 1

ˆ ( )n n

i i i ii i

Z x Z x Z xλ β= =

= +∑ ∑

iλ iβ1,.....,i n=

( )1 0Z x

Gambar 3.1 Diagram alir penaksiran nilai Z1 di lokasi yang tidak tersampel

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 33: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

19

Sebelum masuk pada pembahasan metode ordinary cokriging, akan

dibahas terlebih dahulu mengenai teori yang mendukungnya. Sebelumnya

akan dibahas terlebih dahulu mengenai data spasial.

3.2 DATA SPASIAL

Data spasial merupakan jenis data yang diperoleh dari hasil

pengukuran yang memuat informasi tentang lokasi dari pengukuran. Data

spasial adalah data dependen, karena berasal dari lokasi spasial yang

berbeda yang mengindikasikan ketergantungan antara nilai pengukuran

dengan lokasi dan dapat pula dinyatakan sebagai hasil observasi dari suatu

proses stokastik { }( ) :Z ∈x x D , dengan D adalah himpunan acak di . Nilai

pengukuran di suatu lokasi , dinyatakan dengan yang merupakan

realisasi dari peubah acak . Dalam data spasial, peubah acak

disebut peubah teregional, yaitu peubah yang terdistribusi di dalam ruang dan

biasanya menunjukkan adanya korelasi spasial.

Dℜ

x ( )z x

( )Z x ( )Z x

Pada metode cokriging, peubah teregional yang digunakan dibedakan

menjadi dua, yaitu peubah teregional utama dan peubah teregional

tambahan. Peubah teregional utama adalah peubah teregional yang akan

ditaksir, sedangkan peubah teregional tambahan adalah peubah teregional

yang saling berkorelasi dengan peubah teregional utama, banyaknya peubah

teregional tambahan dapat lebih dari satu.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 34: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

20

Berdasarkan lokasi pengambilan sampel, data spasial dibedakan

menjadi tiga, yaitu :

1. Entirely (completly) Heterotopic Data

Jika kedua peubah teregional di ukur pada himpunan titik

sampel yang berbeda.

2. Partially Heterotopic Data

Jika kedua peubah teregional di ukur pada beberapa titik

sampel yang sama.

3. Isotopy Data

Jika tiap peubah teregional di ukur pada seluruh titik sampel

yang sama.

Pada tugas akhir ini hanya digunakan data spasial isotopy dengan satu

peubah teregional utama dan satu peubah teregional tambahan.

Data spasial yang digunakan dalam metode ordinary cokriging harus

memenuhi asumsi stasioner orde dua atau asumsi stasioner intrinsik,

sehingga dapat melakukan penaksiran nilai dari peubah teregional utama.

Pada subbab berikut akan dijelaskan mengenai asumsi stasioner orde dua

dan asumsi stasioner intrinsik.

3.3 ASUMSI STASIONER ORDE DUA DAN STASIONER INTRINSIK

Misalkan xi ∈ adalah lokasi ke-i dari data spasial pada ruang

berdimensi D serta dan adalah nilai pengukuran pada lokasi

Dℜ

1( )iz x 2( )iz x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 35: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

21

himpunan dari peubah teregional dan , 1( )iZ x 2( )iZ x

( ){ }1 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n dan ( ){ }2 : ; 1,......,i iZ D i∈ =x x n disebut proses

spasial.

Proses spasial, ( ){ }: ; 1,......,k i iZ D i∈ =x x n

n

h+

dengan k = 1, 2

diasumsikan memenuhi asumsi stasioner apabila distribusi dari

invarian terhadap translasi yang berarti untuk setiap penambahan jarak

sebesar h, distribusi dari sama dengan distribusi dari

. Apabila hanya diperhatikan dua momen

pertama dari yaitu mean dan variansi, maka kondisi yang demikian

disebut stasioner orde dua. Proses spasial memenuhi asumsi stasioner orde

dua jika memenuhi syarat-syarat dibawah ini:

( )k iZ x

1 2( ), ( ),..., ( )k k kZ Z Zx x x

1 2( ), ( ),..., ( )k k k nZ h Z h Z+ +x x x

( )k iZ x

1. nilainya konstan atau tidak bergantung pada lokasi, x[ ( )]k iE Z x i, atau

dapat dinyatakan sebagai berikut :

[ ( )] ; 1,2 k i k iE Z kμ= ∀ =x x .

2. Untuk setiap jarak h, setiap pasang peubah teregional yang berjarak h,

, memiliki kovariansi (jika p q[ ( ), ( )] ; 1,2 dan 1,2Z Z h p q+ = =x xp q = )

dan cross-kovariansi (jika p q≠ ) yang hanya bergantung pada h,

dengan h adalah jarak antara dua data.

( ) ( )( ) ( ) ( )( )( )pq p p q qC h E Z E Z Z h E Z h⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡= − + − + ⎤⎣ ⎦ ⎣⎣ ⎦x x x x ⎦

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 36: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

22

⎤+ ⎦( ) ( ) ( ) ( ) ( )pq p q p qC h E Z Z h E Z E Z h⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣x x x x

( ) ( ) ( )pq pC h E Z Zq h p qμ μ⎡ ⎤= +⎣ ⎦x x −

Jika p q= , fungsi ( ) ( )pq ppC h C h= disebut auto-kovariansi, sedangkan

jika p q≠ , fungsi disebut cross-kovariansi. ( )pqC h

Kondisi untuk kestasioneran data dapat diperlemah dengan adanya

asumsi stasioner intrinsik. Hal ini dilakukan jika data spasial tidak memenuhi

asumsi stasioner orde dua. Suatu proses spasial

( ){ }: ; 1,......,k i iZ D i∈ =x x n

)k

dengan k = 1, 2 memenuhi asumsi stasioner

intrinsik jika memenuhi kondisi dibawah ini :

1. Untuk setiap jarak h, ekspektasi dari selisih dua data yang berjarak h

nilainya sama dengan nol, atau dapat dinyatakan sebagai berikut:

[ ( ) ( )] 0 ; 1,2 k i k i iE Z h Z k+ − = ∀ =x x x

2. Untuk setiap jarak h, selisih peubah teregional yang berjarak h,

, memiliki variansi dan kovariansi antar

peubah teregional yang berhingga dan tidak bergantung pada lokasi.

Dapat dinyatakan sebagai berikut :

( ) ( ) ; 1,2k kZ h Z k+ − =x x

Var [ ] = ( ) (kZ h Z+ −x x E {[ ( ) ( )k kZ h Z+ −x x ] 2} –

{ E [ ( ) (kZ h Z )k+ −x x ]}2 (3.3.1)

Karena [ ( ) ( )] 0 ; 1,2 k i k i iE Z h Z k+ − = ∀ =x x x

Maka persamaan (3.3.1) menjadi :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 37: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

23

)kVar [ ] = ( ) (kZ h Z+ −x x E {[ ( ) ( )k kZ h Z+ −x x ] 2}

( )21 Var [ ] = ( ) (k kZ h Z+ −x x) ( )2

1 E {[ ( ) (k kZ h Z )+ −x x ]2} ( ) ( ) k kkh hγ γ= = ,

dengan 1,2k = .

Sedangkan untuk kovariansi dari selisih dua data yang berjarak

antar peubah teregional dapat dinyatakan sebagai berikut :

h

( ) ( )( )( )( )( )

( ) ( ) , ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

p p q q

p p p p

q q q q

Cov Z h Z Z h Z

E Z h Z E Z h Z

Z h Z E Z h Z

⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦⎡ ⎡ ⎤= + − − + −⎣ ⎦⎣

⎤⎡ ⎤+ − − + −⎣ ⎦ ⎦

x x x x

x x x x

x x x x

(3.3.2)

Karena [ ( ) ( )] 0 ; 1,2 k i k i iE Z h Z k+ − = ∀ =x x x

Maka persamaan (3.3.2) menjadi :

( ) ( ) ( )( )( ) ( ) , ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )p p q q p p q qCov Z h Z Z h Z E Z h Z Z h Z⎡ ⎤ ⎡+ − + − = + − + −⎣ ⎦ ⎣x x x x x x x ⎤⎦x

( ) ( )

( )(

1 ( ) ( ) , ( ) ( )21 ( ) ( ) ( ) ( )2

p p q q

p p q q

pq

Cov Z h Z Z h Z

E Z h Z Z h Z

γ

⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦

⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦

=

x x x

x x x x )

x

Jika p q= , maka fungsi ( ) ( ) pq pph hγ γ= disebut auto-variogram,

sedangkan jika p q≠ , maka fungsi ( ) pq hγ disebut cross-variogram.

Jika setiap peubah teregional memenuhi asumsi stasioner orde dua,

maka memenuhi asumsi stasioner intrinsik juga. Akan tetapi tidak berlaku

untuk sebaliknya. Pembuktiannya dapat dilihat pada lampiran 1.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 38: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

24

n

Agar metode ordinary cokriging dapat digunakan untuk menaksir nilai

pengamatan pada lokasi yang tidak tersampel, harus diketahui terlebih

dahulu kestasioneran data spasial yang digunakan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengujian asumsi stasioner orde dua atau asumsi stasioner

intrinsik terhadap data spasial. Pada subbab selanjutnya akan dibahas

mengenai pengujian asumsi stasioner orde dua dan asumsi stasioner

intrinsik.

3.3.1 Pengujian Asumsi Stasioner Orde Dua Pada bagian ini akan dibahas bagaimana cara menguji apakah suatu

data spasial memenuhi asumsi stasioner orde dua atau tidak. Ada beberapa

langkah yang perlu dilakukan, yaitu :

1. Membuat plot nilai pengamatan pada setiap lokasi sampel untuk

masing – masing peubah teregional, sebut , terhadap lokasi ,

untuk dan . Dalam hal ini, lokasi biasanya dinyatakan

dalam bentuk koordinat (X,Y), maka plot dari lokasi dan data dibuat

dalam plot permukaan tiga dimensi. Dimana sumbu X menyatakan

absis dari koordinat lokasi, sumbu Y menyatakan ordinat dari koordinat

lokasi, dan sumbu Z menyatakan besarnya nilai pengamatan di lokasi

tersebut, .

( )k iz x ix

1,2k = 1,...,i =

( )k iz x

Jika plot permukaan untuk kedua peubah teregional tersebut tidak

menunjukkan adanya tren atau pola dan tidak berfluktuasi, maka dapat

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 39: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

25

n

disimpulkan bahwa data spasial yang digunakan memenuhi asumsi

stasioner orde dua dan dapat digunakan dalam metode ordinary

cokriging.

Sedangkan, jika plot permukaan untuk salah satu atau kedua peubah

teregional tersebut menunjukkan adanya tren atau berfluktuasi, maka

data spasial yang digunakan tidak digunakan untuk menaksir nilai

pengamatan dengan metode ordinary cokriging.

2. Membuat plot nilai pengamatan pada setiap lokasi sampel untuk

masing – masing peubah teregional, sebut , untuk dan

, terhadap sumbu X atau absis dari koordinat lokasi data.

Kemudian perhatikan hasil plot, jika hasil plot menunjukkan bahwa nilai

tersebar secara acak atau tidak membentuk pola, maka dapat

disimpulkan bahwa data spasial memenuhi asumsi stasioner orde dua.

Lakukan hal yang sama untuk sumbu Y atau ordinat dari koordinat

lokasi data. Jika salah satu plot terhadap absis dari lokasi

( )k iz x 1,2k =

1,...,i =

( )k iz x

( )k iz x

( sumbu X) atau plot terhadap ordinat dari lokasi (sumbu Y)

tidak terlihat membentuk pola atau tren dan tidak berfluktuasi, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa data memenuhi asumsi stasioner

orde dua.

( )k iz x

Jika dalam masing-masing langkah menunjukkan bahwa asumsi

stasioner orde dua terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa data spasial

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 40: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

26

memenuhi asumsi stasioner orde dua. Jika dalam salah satu dari kedua

langkah tersebut menunjukkan bahwa asumsi stasioner orde dua tidak

terpenuhi, agar dapat melakukan penaksiran dengan metode ordinary

cokriging, maka perlu diuji apakah data spasial memenuhi asumsi stasioner

intrinsik. Pada pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai

pengujiannya asumsi stasioner intrinsik.

3.3.2 Pengujian Asumsi Stasioner Intrinsik

Pada bagian ini akan dibahas bagaimana cara menguji apakah suatu

data spasial memenuhi asumsi stasioner intrinsik atau tidak. Langkah yang

dilakukan adalah :

Menghitung rata-rata semivariansi dari tiap pasangan data yang berjarak

h untuk masing – masing peubah teregional. Setelah itu, gambar plot dari

hasil penghitungan diatas terhadap h. Jika hasil plot untuk kedua peubah

teregional, utama dan tambahan menunjukkan bahwa semakin jauh jarak

pasangan data, nilai dari semivariansi akan semakin besar dan sampai

dengan jarak tertentu nilainya akan mendekati konstan, maka dapat

disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi stasioner intrinsik.

Jika data spasial tidak memenuhi asumsi stasioner intrinsik, artinya

data spasial dianggap tidak stasioner sehingga metode ordinary cokriging

tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai pengamatan dari peubah

teregional utama di lokasi lain yang tidak tersampel.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 41: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

27

=

Namun, jika data spasial memenuhi asumsi stasioner intrinsik, maka

dapat dilakukan penaksiran dengan metode ordinary cokriging dengan

menggunakan auto- dan cross-variogram. Sedangkan jika data spasial

memenuhi asumsi stasioner orde dua, penaksiran dapat dilakukan dengan

metode ordinary cokriging menggunakan auto- dan cross-variogram atau

auto- dan cross-kovariansi. Pada subbab berikut ini akan dibahas mengenai

auto- dan cross-variogram serta auto- dan cross-kovariansi.

3.4 AUTO- DAN CROSS-VARIOGRAM

Auto-variogram sama halnya dengan variogram pada metode kriging,

yaitu fungsi dari jarak, h, yang menyatakan semivariansi dari selisih dua

peubah teregional yang berjarak h dan dinotasikan dengan

, dimana p menunjukkan peubah teregional ( ) ( ) ; 1,2pp ph h pγ γ= pZ .

Sedangkan cross-variogram yang juga merupakan fungsi dari jarak, h,

menyatakan semikovariansi antara selisih peubah utama dengan selisih

peubah tambahan yang berjarak h dan dinotasikan dengan

. Auto-variogram digunakan untuk

mengamati korelasi spasial antar data sampel pada masing – masing peubah

tergional, sedangkan cross-variogram digunakan untuk mengamati korelasi

spasial antar peubah teregional pada seluruh data sampel. Dalam metode

penaksiran ordinary cokriging, auto- dan cross-variogram digunakan untuk

( ) ; 1,2 , 1,2 dan qpq h p q pγ = = ≠

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 42: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

28

membentuk sistem persamaan ordinary cokriging. Berdasarkan asumsi

stasioner intrinsik, untuk setiap jarak, h antara dua peubah teregional, auto-

variogram (jika p q= ) dan cross-variogram (jika p q≠ ) didefinisikan sebagai

berikut:

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }1 ; 1,2 dan 1,22pq p p q qh E Z x h Z x Z x h Z x p qγ ⎡ ⎤= + − + − = =⎣ ⎦ .

Sama halnya dengan auto-variogram, cross-variogram juga dibagi

menjadi 2 macam, yaitu :

1. Jika γ12 ( ) hanya bergantung pada jarak , maka cross-variogram

tersebut disebut cross-variogram isotropik.

h h

2. Jika γ12 ( ) bergantung pada jarak dan arah θ, maka cross-

variogram tersebut disebut cross-variogram anisotropik.

h h

Pada tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai auto- dan cross-

variogram isotropik.

Karena pembahasan auto-variogram sama dengan pembahasan

variogram pada metode kriging, maka pada pembahasan berikutnya hanya

akan dijelaskan tentang cross-variogram.

3.4.1 Sifat-Sifat Cross-Variogram

1. Nilai cross-variogram dari dua data yang berjarak nol nilainya sama

dengan nol atau dapat dinyatakan sebagai berikut:

12(0) 0γ =

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 43: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

29

Bukti :

Berdasarkan definisi, cross-variogram dapat dinyatakan dengan:

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }12 1 1 2 212

h E Z x h Z x Z x h Z xγ ⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦

Substitusikan 0h =

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }

( ) [ ]

12 1 1 2 2

12 1 1 2 2

12

10 0 0210210 0 02

E Z x Z x Z x Z x

E Z x Z x Z x Z x

E

γ

γ

γ

⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦

⎡ ⎤= − −⎣ ⎦

= =

2. Cross-variogram adalah fungsi genap

12 12( ) (h )hγ γ− = atau 12 21( ) ( )h hγ γ=

Bukti :

Berdasarkan definisi, cross-variogram dapat dinyatakan dengan:

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }12 1 1 2 212

h E Z x h Z x Z x h Z xγ ⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }12 1 1 2 212

h E Z x h Z x Z x h Z xγ ⎡ ⎤− = − − − −⎣ ⎦

Misalkan , sehingga : s x h= −

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }

( ) ( ) ( ){ }( ) ( ) ( ){ }( )

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }( ) ( )

12 1 1 2 2

12 1 1 2 2

12 1 1 2 2

12 12

121212

h E Z s Z s h Z s Z s h

h E Z s h Z s Z s h Z s

h E Z s h Z s Z s h Z s

h h

γ

γ

γ

γ γ

⎡ ⎤− = − + − +⎣ ⎦

⎡ ⎤− = − + − − + −⎣ ⎦

⎡ ⎤− = + − + −⎣ ⎦

− =

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 44: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

30

3. [ ]12

12 11 22( ) ( ) ( )h h hγ γ γ≤

Bukti :

Misalkan 12ρ merupakan korelasi antara selisih dari kedua peubah

teregional, peubah utama dan tambahan.

Berarti, [ ]

1212 1

211 22

( )

( ) ( )

h

h h

γργ γ

= . Karena nilai dari korelasi adalah

121 1ρ− ≤ ≤ , maka [ ]

1212

11 22

( )1 1( ) ( )

h

h h

γ

γ γ− ≤ ≤ ⇔

[ ]12

12

11 22

( )1

( ) ( )

h

h h

γ

γ γ≤

⇔ [ ]12

12 11 22( ) ( ) ( )h h hγ γ γ≤

4. Cross-variogram tidak seperti variogram. Secara khusus cross-

variogram dapat bernilai negatif.

3.4.2 Cross-Variogram Eksperimental

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan

model cross-variogram. Langkah pertama, membentuk cross-variogram

dengan menggunakan data sampel yang disebut cross-variogram

eksperimental dan dapat dinyatakan sebagai berikut :

12 1 1 2 21

1ˆ ( ) [ ( ) ( )][ ( ) ( )]2 | |

dN

i i iid

h z x h z x z x hN

γ=

= + − + −∑ iz x

dimana,

ix : lokasi titik sampel

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 45: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

31

( )k iz x : Nilai pengamatan dari peubah teregional k pada lokasi ix ,

dengan k = 1, 2

d : indeks untuk kelas jarak yang berbeda

h : Jarak antara dua data

( ix , ix +h ) : Pasangan data yang berjarak h

| |dN : Banyaknya pasangan berbeda untuk kelas jarak h

3.4.3 Cross-Variogram Teoritis

Cross-variogram eksperimental yang telah dihitung tidak langsung

dapat digunakan dalam melakukan penaksiran. Hasil penghitungan cross-

variogram eksperimental tersebut akan di plot terlebih dahulu bersamaan

dengan hasil perhitungan auto-variogram eksperimental, kemudian plot yang

dihasilkan akan didekatkan dengan suatu fungsi.

Untuk dapat menentukan model auto- dan cross-variogram, perlu

dilakukan penaksiran terhadap parameter-parameter model auto- dan cross-

variogram. Model untuk auto-variogram dan cross-variogram harus sama,

tetapi parameter-parameternya berbeda. Parameter-parameter tersebut

ditaksir berdasarkan ploting grafik auto- dan cross-variogram eksperimental.

Parameter yang diperlukan untuk mendeskripsikan model auto- dan

cross-variogram adalah :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 46: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

32

• Nugget effect (C0)

Nugget effect adalah pendekatan nilai auto- dan cross-variogram pada

jarak disekitar nol.

• Range (a)

Range, merupakan jarak maksimum dimana masih terdapat korelasi

spasial antar titik sampel.

• Sill (C0 + C)

Sill adalah nilai tertentu yang tidak berubah yang dicapai oleh auto- dan

cross-variogram untuk jarak tertentu sampai dengan jarak yang tidak

terhingga.

Untuk melakukan penaksiran parameter bukanlah merupakan suatu

hal yang mudah, karena tidak adanya suatu aturan yang pasti. Sehingga

penaksiran parameter model auto- dan cross-variogram umumnya dilakukan

dengan cara coba-coba, yaitu dengan cara mencocokkan model auto- dan

cross-variogram yang kita pilih dengan grafik auto- dan cross-variogram

eksperimentalnya. Berdasarkan grafik auto- dan cross-variogram

eksperimental, nilai dari sill, range, dan nugget dapat ditaksir.

Berdasarkan informasi substatansi yang ada, terdapat beberapa fungsi

yang dapat digunakan sebagai model auto- dan cross-variogram, diantaranya

adalah :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 47: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

33

1. Model nugget effect

( )pq hγ = 0 0h =

= C0 | | 0h >

Model ini berhubungan dengan data yang tidak berkorelasi satu

sama lain meskipun jaraknya sangat dekat. Grafik untuk model nugget

effect dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

γpq(h)

h

Nugget (C0)

Gambar 3.2 Grafik auto- dan cross-variogram menggunakan model nugget effect

2. Model Spherical

( )pq hγ = C0+C3

33 | | | |2 2

h ha a

⎛ ⎞−⎜ ⎟

⎝ ⎠ | |h a<

= C0+C | | h a≥

Grafik auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model

Spherical dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut ini.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 48: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

34

Gambar 3.3 Grafik auto dan cross-variogram menggunakan model Spherical

γpq(h)

C

Nugget

C0

a

h

sill

range

3. Model eksponensial

( )pq hγ = C0+| |1 exp hCa

⎛ ⎞−⎛−⎜ ⎜⎝ ⎠⎝ ⎠

⎞⎟⎟

Grafik auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model

eksponensial dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Grafik auto- dan cross-variogram menggunakan model Eksponensial

γpq(h)

C

Nugget

C0

a h

sill

range

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 49: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

35

Untuk data spasial yang memenuhi asumsi stasioner orde dua, selain

fungsi auto- dan cross-variogram, terdapat fungsi lain yang dapat digunakan

untuk mengamati korelasi spasial antar sampel data, yaitu auto- dan cross-

kovariansi. Pada subbab berikutnya akan dibahas mengenai auto- dan cross-

kovariansi.

3.5 AUTO- DAN CROSS-KOVARIANSI

Jika data spasial memenuhi asumsi stasioner orde dua, maka fungsi

auto- dan cross-variogram dapat diganti dengan fungsi lain yang juga dapat

digunakan untuk mengamati korelasi spasial antar data yang dijadikan

sampel pada masing – masing peubah teregional maupun antar peubah

teregional, yaitu auto- dan cross-kovariansi dan dilambangkan dengan

; auto-kovariansi jika ( )pqC h p q= dan cross-kovariansi jika p q≠ . Auto- dan

cross-kovariansi merupakan fungsi dari jarak , dan auto-kovariansi

menyatakan kovariansi antara dua data dari masing – masing peubah

teregional yang berjarak , sedangkan cross-kovariansi menyatakan

kovariansi antara peubah teregional utama dengan peubah teregional

tambahan yang berjarak h . Berdasarkan asumsi stasioner orde dua, auto-

dan cross-kovariansi didefinisikan sebagai berikut :

h

h

{ }( ) ( ), ( )

( ) ( ) ( ) ( ) ; 1,2 dan 1,2

pq p q

p q p q

C h Cov Z x Z x h

E Z x Z x h E Z x E Z x h p q

= +

⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + − + =⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ =

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 50: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

36

Auto- dan cross-kovariansi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

1. Jika hanya bergantung pada jarak , maka auto- dan cross-

kovariansi tersebut disebut auto- dan cross-kovariansi isotropik.

( )pqC h h

2. Jika bergantung pada jarak h dan arah θ, maka auto- dan

cross-kovariansi tersebut disebut auto- dan cross-kovariansi

anisotropik.

( )pqC h

Pada tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai auto- dan cross-

kovariansi isotropik.

Sama halnya dengan langkah – langkah yang dilakukan dalam

pembentukan model auto- dan cross-variogram, pada pembentukan model

auto- dan cross-kovariansi perlu juga dihitung auto- dan cross-kovariansi

eksperimental.

Karena pembahasan auto-kovariansi sama dengan pembahasan

kovariansi (kovariogram) pada metode kriging, maka pada pembahasan

berikutnya hanya akan dijelaskan tentang cross-kovariansi.

3.5.1 Sifat-Sifat Cross–Kovariansi

1. Cross-kovariansi merupakan fungsi bukan ganjil maupun genap.

12 21( ) ( )C h C h= −

Bukti :

Berdasarkan definisi, cross-kovariansi dapat dinyatakan dengan:

[ ] [ ] [ ]12 1 2 1 2( ) ( ) ( ) ( ) ( )C h E Z x Z x h E Z x E Z x h= + − +

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 51: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

37

[ ] [ ] [ ]21 2 1 2 1( ) ( ) ( ) ( ) ( )C h E Z x Z x h E Z x E Z x h− = − − −

Misalkan , sehingga : s x h= −

[ ] [ ] [ ][ ] [ ] [

21 2 1 2 1

1 2 1 2

12

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

C h E Z s h Z s E Z s h E Z s

E Z s Z s h E Z s E Z s hC h

− = + − +

= + −

=

]+

2. 12 21(0) (0)C C=

Bukti :

Berdasarkan definisi, cross-kovariansi dapat dinyatakan dengan:

[ ] [ ] [ ]12 1 2 1 2( ) ( ) ( ) ( ) ( )C h E Z x Z x h E Z x E Z x h= + − +

Substitusi , sehingga : 0h =

[ ] [ ] [ ][ ] [ ] [ ][ ] [ ] [

12 1 2 1 2

2 1 2 1

2 1 2 1

21

(0) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( 0) ( ) ( 0) (0)

C E Z x Z x E Z x E Z x

E Z x Z x E Z x E Z x

E Z x Z x E Z x E Z x

C

= −

= −

= + −

=

]+

3. Cross-kovariansi nilainya terbatas.

[ ]12

12 11 22| ( ) | ( ) ( )C h C h C h≤

Bukti :

Misalkan merupakan korelasi spasial antara kedua peubah

teregional, peubah utama dan tambahan. Berarti,

( )12 hρ

[ ]12

12 12

11 22

( )( )( ) ( )

C hhC h C h

ρ = .

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 52: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

38

1 Karena nilai dari korelasi spasial adalah 121 ρ− ≤ ≤ , maka

[ ]

1212

11 22

( )1 1( ) ( )

C h

C h C h− ≤ ≤ ⇔

[ ]12

12

11 22

( )1

( ) ( )

C h

C h C h≤ ⇔ [ ]

12

12 11 22( ) ( ) ( )C h C h C h≤

3.5.2 Cross-Kovariansi Eksperimental

Langkah awal untuk memodelkan cross-kovariansi adalah

menghitung cross-kovariansi berdasarkan data sampel. Cross-kovariansi

seperti ini disebut Cross-kovariansi eksperimental dan dinyatakan sebagai

berikut :

12 1 1 2 21[

dN

i=∑1ˆ ( ) ( ) ][ ( ) ]

| | i id

C h z x z z x h zN

= − + −

dimana,

ix : lokasi titik sampel

ˆkz : rata – rata dari peubah teregional k berdasarkan data sampel

yang digunakan

( )k iz x : Nilai pengamatan dari peubah teregional k pada lokasi ix ,

dengan k = 1, 2

d : indeks untuk kelas jarak yang berbeda

h : Jarak antara dua data

( ix , ix + ) : Pasangan data yang berjarak h h

| |dN : Banyaknya pasangan berbeda untuk kelas jarak h

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 53: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

39

3.5.3 Cross-Kovariansi Teoritis

Di bawah ini beberapa fungsi yang dapat digunakan sebagai model

auto- dan cross-kovariansi, yaitu :

1. Model Nugget-effect

0 0

0 0 p q

C C h

h

⎧ + =⎪= ⎨>⎪⎩

C

2. Model Spherical

( )3

0 3

31 0

2 2

0 0 pq

h hC C h a

a aC

h

⎧ ⎛ ⎞⎪ ⎜ ⎟+ − + ≤ ≤⎪ ⎜ ⎟= ⎨ ⎝ ⎠⎪

>⎪⎩

3. Model eksponensial

( )0 .exppq

hC C C

a⎛ ⎞−

= + ⎜ ⎟⎝ ⎠

Untuk peubah teregional yang memenuhi asumsi stasioner orde dua,

terdapat hubungan antara cross-kovariansi dengan cross-variogram.

Hubungannya dapat dilihat pada pembahasan berikut ini.

3.6 HUBUNGAN ANTARA CROSS-VARIOGRAM DENGAN CROSS-KOVARIANSI

Jika data spasial yang terdiri dari ( ){ }1 : ; 1,......,i iz D i∈ =x x n dan

( ){ }2 : ; 1,......,i iz D i∈ =x x n diasumsikan memenuhi asumsi stasioner orde

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 54: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

40

dua, terdapat hubungan antara cross-variogram dengan cross-kovariansi.

Hubungannya dapat dilihat pada persamaan dibawah ini :

[12 12 12 121( ) (0) ( ) ( )2

h C C h C hγ = − + − ] (3.6.1)

Bukti :

Berdasarkan definisi, cross-variogram dapat dinyatakan dengan :

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ){ }

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }

( ) ( ) ( ) ( )

12 1 1 2 2

12 1 2 1 2 1 2 1 2

12 1 2 1 2 1 2 1 2

12 12 12 12 12

12 12 12 12

1212121 0 02

102

h E Z x h Z x Z x h Z x

h E Z x h Z x h Z x h Z x Z x Z x h Z x Z x

h E Z x h Z x h E Z x h Z x E Z x Z x h E Z x Z x

h C C h C h C

h C C h C h

γ

γ

γ

γ

γ

⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦

⎡ ⎤= + + − + − + +⎣ ⎦

⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡= + + − + − + +⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣

= − − − +

⎡ ⎤= − + −⎣ ⎦

⎤⎦

Hubungan di atas dapat dikatakan bahwa cross-variogram hanya memuat

bagian genap dari cross-kovariansi :

( ) ( ) ( ) ( ) ( )12 12 12 1212 2 2

bagian genap bagian ganjil

C h C h C h C hC h

+ − − −= +

= +

Untuk hubungan antara auto-kovariansi dan auto-variogram, sama

seperti hubungan antara kovariogram dan variogram dalam metode kriging,

yaitu ( ) (0) ( )kk kk kkh C C hγ = − untuk 1,2k = .

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 55: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

41

Sebelum model auto- dan cross-variogram atau model auto- dan

cross-kovariansi digunakan, perlu diuji terlebih dahulu apakah model auto-

dan cross-variogram atau model auto- dan cross-kovariansi tersebut valid

atau sesuai dengan data spasial yang dimiliki. Pengujiannya dilakukan

dengan menggunakan uji validasi silang. Pembahasan mengenai uji validasi

silang dapat dilihat pada subbab 3.8.

Subbab selanjutnya akan dibahas mengenai teori dari metode

penaksiran ordinary cokriging.

3.7 METODE ORDINARY COKRIGING

Metode cokriging merupakan perluasan dari metode kriging. Dengan

menggunakan data spasial, cokriging merupakan salah satu metode

interpolasi yang dapat digunakan dalam bidang pertambangan ataupun

geofisika. Dalam metode ini, selain menggunakan data spasial dari peubah

teregional yang akan ditaksir, digunakan pula data spasial dari peubah

teregional lain disekitarnya yang saling berkorelasi. Sehingga dapat

memperkecil variansi residual.

Dalam metode penaksiran ordinary cokriging, taksiran yang dihasilkan

akan memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Sebelum

dijelaskan mengenai kondisi yang harus dipenuhi taksiran agar dapat

dikatakan best dan unbiased, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai

taksiran yang linier.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 56: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

42

3.7.1 Linier

Misalkan ( ){ }1 , 1,......,iz i =x n dan ( ){ }2 , 1,......,iz i =x n , masing – masing

merupakan himpunan nilai – nilai dari peubah teregional utama, dan

himpunan nilai – nilai peubah teregional tambahan, .

1Z

2Z ( ){ }1 , 1,......,iz i =x n

dan ( ){ }2 , 1,......,iz i =x n

iZ x

memenuhi asumsi stasioner orde dua, pada n lokasi

. ix

Estimator ordinary cokriging dari pada didefinisikan sebagai : 1Z 0x

( )1 0 1 21 1

ˆ ( ) ( )n n

i i ii i

Z Zλ β= =

= +∑ ∑x x

dimana iλ adalah bobot dari dan 1( )iZ x iβ bobot dari untuk

.

2( iZ x )

= i1,2,...,i n λ dan iβ disebut bobot cokriging.

Selanjutnya akan ditaksir nilai dari iλ dan iβ , bobot dari dan

untuk . Nilai taksiran

1( )iZ x

2( )iZ x 1,2,...,i = n iλ dan iβ kemudian akan digunakan

untuk menghitung . ^

1 0( )Z x

Karena taksiran dari metode ordinary cokriging harus memenuhi

kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), pada bahasan selanjutnya

akan dijelaskan kondisi yang harus dipenuhi agar taksiran menjadi tidak bias

(unbiased).

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 57: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

43

3.7.2 Tak Bias

Sebelumnya telah dijelaskan syarat agar taksiran dari metode ordinary

cokriging memenuhi kriteria linier, pada bagian ini akan dijelaskan syarat

yang harus dipenuhi agar taksiran menjadi tidak bias.

Jika dimisalkan E{ } = 1( )iZ x 1μ dan E{ } = 2( )iZ x 2μ , maka taksiran Z1 di lokasi

x0 , , dikatakan tidak bias jika E{ } = ^

1 0( )Z x^

1 0( )Z x 1μ . Syarat agar hal tersebut

dipenuhi dapat dilihat pada penjabaran dibawah ini :

^

1 0{ ( )}E Z x = 1 21 1

{ ( ) (n n

i i i ii i

E Z Zλ β= =

+∑ ∑x x )}

)}

i

i

= 1 21 1

{ ( ) } { (n n

i i i ii i

E Z E Zλ β= =

+∑ ∑x x

= 1 21 1

{ ( ) } { ( ) }n n

i i ii i

E Z E Zλ β= =

+∑ ∑x x

^

1 0{ ( )}E Z x = 1 21 1

n n

ii i

λ μ β= =

+∑ ∑ μ

Agar taksiran menjadi tak bias, yaitu = ^

1 0{ ( )}E Z x 1μ , maka

^

1 0{ ( )}E Z x = 1 21 1

n n

i ii i

λ μ β= =

+∑ ∑ μ

1μ = 1 21 1

n n

i ii i

λ μ β= =

+∑ ∑ μ .

Karena 1 0μ ≠ dan 2 0μ ≠ maka

11

n

ii

λ=

=∑

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 58: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

44

)

)

10

n

ii

β=

=∑

Jadi syarat agar taksiran ordinary cokriging, menjadi tidak bias maka

bobot dari cokriging dibatasi pada,

^

1 0(Z x

1 11 d a n 0

n n

i ii i

λ β= =

= =∑ ∑

Selanjutnya akan dijelaskan syarat yang harus dipenuhi agar taksiran

yang diperoleh dengan menggunakan metode penaksiran ordinary cokriging

dapat memenuhi kriteria best atau memiliki variansi residual yang minimum.

3.7.3 Variansi Minimum

disebut taksiran yang terbaik (best) jika memiliki variansi

residual yang minimum. Bobot cokriging,

^

1 0(Z x

1 2( , ,..., )i nλ λ λ λ= dan

1 2( , ,..., )i nβ β β β= didapatkan dengan cara meminimumkan mean square

predicted error terhadap kendala 1 1

1 d a n 0n n

i ii i

λ β= =

= =∑ ∑ , dengan

menggunakan metode pengali lagrange. Mean square predicted error dapat

dinyatakan sebagai berikut :

^2

1 0 1 0[ ( ) ( )]MSPE E Z Z= −x x

Misalkan e adalah residual dari penaksiran di lokasi x0, maka e dapat

dinyatakan sebagai berikut :

e ( x0) = ^

1 0 1 0( ) ( )Z Z−x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 59: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

45

)ix

),

Sehingga variansi dari residual pada lokasi x0 dapat dinyatakan sebagai

berikut:

[ ]

21 0 1 0

1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0

ˆ ( ) ( )

ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )

e Var Z Z

Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z

σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦

x x

x x x x x x (3.7.1)

Pembuktian dapat di lihat pada lampiran 2.

Diketahui bahwa , sehingga ( )1 0 1 21 1

ˆ ( ) (n n

i i ii i

Z Z Zλ β= =

= +∑ ∑x x

• 1 0 1 0ˆ ˆ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x x

= 1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x

= 1 21 1

( ) ( )n n

i i i ii i

V a r Z Zλ β= =

⎡ ⎤+⎢ ⎥

⎣ ⎦∑ ∑x x

= (3.7.2) ( ) ( ) (11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

C C Cλ λ β β λ β= = = = = =

+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x

Pembuktian dapat di lihat pada lampiran 3.

• [ ]1 0 1 0( ), ( )Cov Z Zx x = [ ]1 0( )Var Z x (3.7.3)

• 1 0 1 0ˆ ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x x

= ( )( ) [ ]1 0 1 0 1 0 1 0ˆ ˆ( ) ( ) ( ) ( )E Z Z E Z E Z⎡ ⎤ ⎡ ⎤− ⎣ ⎦⎣ ⎦x x x x

= ( ) [ ]1 2 1 0 1 2 11 1 1 1

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )n n n n

i i i i i i i ii i i i

E Z Z Z E Z Z E Zλ β λ β= = = =

⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎡+ − +⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎢ ⎥

⎝ ⎠ ⎣⎣ ⎦∑ ∑ ∑ ∑x x x x x 0

⎦x

), i = (3.7.4) ( ) (11 0 12 01 1

,n n

i i ii i

C Cλ β= =

+∑ ∑x x x x

Pembuktian dapat di lihat pada lampiran 4.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 60: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

46

, +

)

Setelah diperoleh persamaan (3.7.2), (3.7.3), dan (3.7.4), substitusi ketiga

persamaan tersebut ke persamaan (3.7.1), sehingga diperoleh :

[ ]

( ) ( ) ( )

[ ] ( )

21 0 1 0

1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0

11 22 121 1 1 1 1 1

1 0 11 01

ˆ ( ) ( )

ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )

, , 2

( ) 2 , 2

e

n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

n

i i ii i

Var Z Z

Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z

C C C

Var Z C

σ

λ λ β β λ β

λ β

= = = = = =

=

⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦

= + +

+ − −

∑∑ ∑∑ ∑∑

x x

x x x x x x

x x x x x x

x x x ( )12 01

,n

iC=∑ x x

dengan adalah auto-kovariansi antara

,

( ) (11 11,i j j iC C= −x x x x

1 1( ) dan ( )i jZ Zx x ( ) ( )22 22,i j j iC C= −x x x x adalah auto-kovariansi antara

, dan 2 2( ) dan ( )i jZ Zx x ( ) ( )12 12,i j j iC C= −x x x x adalah cross-kovariansi

antara . 1 2( ) dan ( )i jZ Zx x

Karena ingin didapatkan variansi residual yang minimum, maka harus

dilakukan peminimalan fungsi dengan 2 peubah. Hal ini dikarenakan

variansi dari residual merupakan sistem persamaan dengan peubah yang

tidak diketahui.

n

2n

Untuk meminimumkan 2eσ dilakukan turunan parsial pertama dari 2

sama dengan nol, yang akan menghasilkan persamaan dengan

peubah yang tidak diketahui. Karena adanya kondisi ketidakbiasan, sehingga

dapat ditambahkan dua persamaan lain tanpa perlu menambah peubah yang

tidak diketahui. Hal ini mengarah kepada sistem persamaan dengan

persamaan dan peubah yang tidak diketahui. Untuk menyelesaikan

2n 2n

( )2 1n +

2n

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 61: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

47

persamaan tersebut, digunakan metode pengali lagrange, yaitu metode yang

digunakan untuk meminimumkan fungsi terhadap beberapa fungsi kendala,

dalam hal ini terdapat dua kendala. Dalam metode pengali lagrange

diperlukan pengali lagrange, yang akan ditambahkan sebagai peubah yang

tidak diketahui lainnya pada persamaan 2eσ . Karena terdapat dua kendala,

maka terdapat dua pengali lagrange, misalkan dan . Selain

menambahkan pengali lagrange, diikutsertakan juga syarat ketidakbiasan,

sehingga sistem persamaan

1m 2m

2eσ menjadi :

( ) ( ) ( )

[ ] ( ) ( )

211 22 12

1 1 1 1 1 1

1 0 11 0 12 0 1 21 1 1

, , 2 ,

( ) 2 , 2 , 2 1 2

n n n n n n

e i j i j i j i j i j i ji j i j i j

n n n

i i i i ii i i

C C C

Var Z C C m m

σ λλ β β λβ

1

n

ii

λ β λ

= = = = = =

= = =

= + + +

⎛ ⎞ ⎛+ − − + − +⎜ ⎟ ⎜

⎝ ⎠ ⎝

∑∑ ∑∑ ∑∑

∑ ∑ ∑

x x x x x x

x x x x x β=

⎞⎟⎠

Kemudian minimumkan persamaan di atas dengan menghitung turunan

parsial pertama terhadap semua peubah dan membuatnya sama dengan nol

yang akan menghasilkan ( )2 n 1+ persamaan :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 62: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

48

( ) ( ) ( ) ( )2

11 12 11 0 11 1

2 , 2 , 2 , 2 0 untuk 1,.....,n n

ej i j j i j i

j ji

C x x C x x C x x m i nσ

λ βλ = =

⎫∂ ⎪= + − + = =⎬∂ ⎪⎭∑ ∑

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

2

22 12 12 0 21 1

12 22 12 0 21 1

2 , 2 , 2 , 2

2 , 2 , 2 , 2 untuk 1,.....,

0

n ne

i i j i i j ji ij

n n

i i j i i j ji i

C x x C x x C x x m

C x x C x x C x x m j n

σβ λ

β

λ β

= =

= =

⎫∂⎪= + − +

∂ ⎪⎪⎪= + − + =⎬⎪⎪=⎪⎪⎭

∑ ∑

∑ ∑

2

11

2 1n

ei

imσ

λ=

∂= − =

∂ ∑ 0

2

12

2 0n

ei

imσ

β=

∂= =

∂ ∑

Persamaan yang diperoleh dari penjabaran di atas adalah sebagai berikut :

11 12 1 11 01 1

( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n

j i j j i j ij j

C x x C x x m C x x i nλ β= =

+ + = ∀ =∑ ∑ (3.7.5)

12 22 2 12 01 1

( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n

i i j i i j ji i

C x x C x x m C x x j nλ β= =

+ + = ∀∑ ∑ =

iβ =

(3.7.6)

1 11 d a n 0

n n

ii i

λ= =

=∑ ∑ (3.7.7)

Sistem persamaan tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk matriks :

( )( )

11 011 12

12 012 22

1

2

,1 0,0 1

1 0 0 0 10 1 0 0 0

i

tj

t t

t t

C x xC CC x xC C

mm

λβ

⎡ ⎤⎡ ⎤⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ × = ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦

(3.7.8)

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 63: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

49

Misalkan disebut matriks variansi-kovariansi dan dinyatakan sebagai

berikut :

11 12

12 22t

C CC C⎡ ⎤

∑ = ⎢ ⎥⎣ ⎦

Matriks variansi-kovariansi merupakan matriks semi definit positif.

Pembuktiannya dapat dilihat pada lampiran 7.

Sistem persamaan (3.7.8) disebut juga sistem persamaan Ordinary Cokriging

(OC).

Sistem persamaan (3.7.8) dapat dibentuk jika asumsi stasioner orde

dua terpenuhi. Namun, jika hanya asumsi stasioner intrinsik yang terpenuhi

maka sistem ordinary cokriging dibentuk dari fungsi auto- dan cross-

variogram. Terlebih dahulu, bentuk persamaan (3.7.1) dalam fungsi auto- dan

cross-variogram.

( ) { }

21 0 1 0

22

1 0 1 0 1 0 1 0

ˆ ( ) ( )

ˆ ˆ ( ) ( ) ( ) ( )

e Var Z Z

E Z Z E Z Z

σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − − −⎣ ⎦⎢ ⎥⎣ ⎦

x x

x x x x

Karena = 0, maka persamaan di atas menjadi 1 0 1 0ˆ ( ) ( )E Z Z⎡ −⎣ x x ⎤

0

( )221 0 1 0

2

1 2 11 1

ˆ ( ) ( )

( ) ( ) ( )

e

n n

i i i ii i

E Z Z

E Z Z Z

σ

λ β= =

⎡ ⎤= −⎢ ⎥⎣ ⎦⎡ ⎤⎛ ⎞

= + −⎢ ⎥⎜ ⎟⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦∑ ∑

x x

x x x

Definisikan bobot untuk = 1 0( )Z x 0

0

1 jika 0 jika

ω λω

ω β− =⎧

= ⎨ =⎩.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 64: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

50

Sehingga persamaan 2eσ menjadi :

22

1 20 0

( ) ( )n n

e i i ii i

E Z Zσ λ β= =

⎡ ⎤⎛ ⎞= +⎢ ⎥⎜ ⎟

⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦∑ ∑x x i

Ambil sembarang titik, untuk ( )kZ x 1,2 k = , masukkan titik tersebut dalam

persamaan 2eσ . Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

( ) ( )

( )

σ λ λ β β

λ β

λ

= = = =

= =

= =

=

⎡ ⎤⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜⎢ ⎥= − + −⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜⎢ ⎥⎝ ⎠ ⎝⎝ ⎠⎣ ⎦⎡ ⎤⎛ ⎞

= − + −⎢ ⎥⎜ ⎟⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦⎡⎛ ⎞

= −⎢⎜ ⎟⎝ ⎠⎣

∑ ∑ ∑ ∑

∑ ∑

2

21 1 2 2

0 0 00 0

2

1 1 2 20 0

2

1 10

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )

x x x x

x x x x

x x

n n n n

e i i i i ii i i i

n n

i i i ii i

n

i ii

E Z Z Z Z

E Z Z Z Z

E Z Z ( )

( ) ( )

( ) ( )

β

λ β

β λ

λ λ

=

= =

= =

⎤ ⎡ ⎤⎛ ⎞

⎞⎟⎟⎟⎠

0i

+ − +⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟⎝ ⎠⎢ ⎥ ⎢⎦ ⎣ ⎦

⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞+ − −⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟

⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎣ ⎦⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞

+ − −⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎣ ⎦

= −

∑ ∑

∑ ∑

2

2 20

1 1 2 20 0

2 2 1 10 0

1 1

( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ),

x x

x x x x

x x x x

x x

n

i ii

n n

i i i ii i

n n

i i i ii i

i j i

E Z Z

E Z Z Z Z

E Z Z Z Z

Cov Z Z{ }

{ }

{ }

{ }

β β

λ β

β λ

= =

= =

= =

= =

− +

+ − − +

+ − − +

+ − −

∑ ∑

∑∑

∑∑

∑∑

1 10 0

2 2 2 20 0

1 1 2 20 0

2 2 1 10 0

( ) ( )

( ) ( ), ( ) ( )

( ) ( ), ( ) ( )

( ) ( ), ( ) ( )

x x

x x x x

x x x x

x x x x

n n

ji j

n n

i j i ji j

n n

i j i ji j

n n

i j i ji j

Z Z

Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

+

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 65: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

51

+

− +

− +

+

− +

, j

)

)

)

{ }

{ }

{ }

{ }

σ λ λ

β β

λ β

λ β

= =

= =

= =

= =

= − −

+ −

+ −

+ −

∑ ∑

∑ ∑

∑ ∑

∑ ∑

21 1 1 1

0 0

2 2 2 20 0

1 1 2 20 0

1 1 2 20 0

( ) ( ) , ( ) ( )

( ) ( ) , ( ) ( )

( ) ( ) , ( ) ( )

( ) ( ) , ( ) ( )

x x x x

x x x x

x x x x

x x x x

n n

e i j i ji j

n n

i j i ji j

n n

i j i ji j

n n

i j i ji j

C o v Z Z Z Z

C o v Z Z Z Z

C o v Z Z Z Z

C o v Z Z Z Z

{ }

{ }

{ }

λ λ

β β

λ β

= =

= =

= =

= − −

+ −

+ −

∑ ∑

∑ ∑

∑ ∑

1 1 1 10 0

2 2 2 20 0

1 1 2 20 0

( ) ( ) , ( ) ( )

( ) ( ) , ( ) ( )

2 ( ) ( ) , ( ) ( )

x x x x

x x x x

x x x x

n n

i j i ji j

n n

i j i ji j

n n

i j i ji j

C o v Z Z Z Z

C o v Z Z Z Z

C o v Z Z Z Z

Untuk mengubah kovariansi dari selisih menjadi variogram, diperlukan

tambahan asumsi yaitu cross-kovariansi dari selisih haruslah simetris.

Penjabarannya dapat di lihat pada lampiran 5.

Dengan hipotesis ini akan diperoleh persamaan di bawah ini :

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

211 22 12

1 1 1 1 1 1

11 0 0 11 0 12 01 1

, , 2

, 2 , 2 ,

n n n n n n

e i j i j i j i j i j ii j i j i j

n n

i i i ii i

σ λ λ γ β β γ λ β γ

γ λ γ β γ

= = = = = =

= =

= − − − +

− + +

∑∑ ∑∑ ∑∑

∑ ∑

x x x x x x

x x x x x x

dengan adalah variansi dari selisih ,

adalah variansi dari selisih , dan

adalah kovariansi antara selisih

( ) (11 11,i j j iγ γ= −x x x x 1 1( ) dan ( )i jZ Zx x

( ) (22 22,i j j iγ γ= −x x x x 2 2( ) dan ( )i jZ Zx x

( ) (12 12,i j j iγ γ= −x x x x 1 1( ) dan ( )i jZ Zx x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 66: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

52

dengan selisih . 2 2( ) dan ( )i jZ Zx x ( )11 ,i jγ x x dan ( )22 ,i jγ x x disebut dengan

auto-variogram, sedangkan ( )12 ,i jγ x x disebut dengan cross-variogram.

Sama halnya pada saat asumsi stasioner orde dua terpenuhi, variansi

residual diminimumkan dengan menggunakan metode lagrange. Sehingga

sistem persamaan 2eσ menjadi :

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

211 22 12

1 1 1 1 1 1

11 0 0 11 0 12 0 1 21 1 1

, , 2 ,

, 2 , 2 , 2 1 2

n n n n n n

e i j i j i j i j i j i ji j i j i j

n n n

i i i i ii i i

m m

σ λλ γ β β γ λβ γ

1

n

ii

γ λγ β γ λ β

= = = = = =

= = =

= − − − +

⎛ ⎞ ⎛− + + + − +⎜ ⎟ ⎜

⎝ ⎠ ⎝

∑∑ ∑∑ ∑∑

∑ ∑ ∑

x x x x x x

x x x x x x=

⎞⎟⎠

∑ Kemudian minimumkan persamaan di atas dengan menghitung turunan

parsial pertama terhadap semua peubah dan membuatnya sama dengan nol.

( ) ( ) ( ) ( )2

11 12 11 0 11 1

2 , 2 , 2 , 2 0 untuk 1,.....,n n

ej i j j i j i

j ji

x x x x x x m iσ

λ γ β γ γλ = =

⎫∂ ⎪= + − − = =⎬∂ ⎪⎭∑ ∑ n

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

2

22 12 12 0 21 1

12 22 12 0 21 1

2 , 2 , 2 , 2

2 , 2 , 2 , 2 untuk 1,.....,

0

n ne

i i j i i j ji ij

n n

i i j i i j ji i

x x x x x x m

x x x x x x m j

σβ γ λγ γ

β

λγ β γ γ

= =

= =

⎫∂⎪= + − −

∂ ⎪⎪⎪= + − − =⎬⎪⎪=⎪⎪⎭

∑ ∑

∑ ∑ n

2

11

2 1n

ei

imσ

λ=

∂= − =

∂ ∑ 0

2

12

2 0n

ei

imσ

β=

∂= =

∂ ∑

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 67: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

53

Persamaan yang diperoleh dari penjabaran di atas adalah sebagai berikut :

11 12 1 11 01 1

( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n

j i j j i j ij j

x x x x m x x iλ γ β γ γ= =

+ − = ∀ =∑ ∑ n (3.7.9)

12 22 2 12 01 1

( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n

i i j i i j ji i

x x x x m x x jλ γ β γ γ= =

+ − = ∀ =∑ ∑ n

iβ =

(3.7.10)

1 11 d a n 0

n n

ii i

λ= =

=∑ ∑ (3.7.11)

Sistem persamaan ordinary cokriging dalam bentuk auto- dan cross-

variogram dinyatakan dengan matriks dibawah ini:

( )( )

11 011 12

12 012 22

1

2

1 00 1

1 0 0 0 10 1 0 0 0

i

tj

t t

t t

x x

x xmm

γλγ γγβγ γ

⎡ ⎤−⎡ ⎤⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ −⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ × = ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥ − ⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥

− ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦

(3.7.12)

Misalkan disebut matriks auto- dan cross-variogram dan dapat dinyatakan

sebagai berikut:

Γ

11 12

12 22t

γ γγ γ⎡ ⎤

= ⎢ ⎥⎣ ⎦

Γ

Matriks auto- dan cross-variogram merupakan matriks semi definit negatif.

Pembuktiannya dapat dilihat pada lampiran 8.

Sistem persamaan (3.7.12) juga dapat dibentuk saat asumsi stasioner

orde dua terpenuhi dengan asumsi bahwa cross-kovariansi adalah simetris.

Dengan menyelesaikan sistem persamaan (3.7.8) atau (3.7.12), dapat

dihitung nilai 1,..., nλ λ dan 1,..., nβ β . Sehingga nilai taksiran dari peubah

teregional utama di titik lain yang tidak tersampel dapat dihitung.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 68: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

54

Pada pembahasan selanjutkan akan dijelaskan cara perhitungan dari

variansi ordinary cokriging.

3.7.4 Perhitungan Variansi Ordinary Cokriging

Yang dimaksud dengan variansi dari taksiran ordinary cokriging adalah

variansi minimum dari residual taksiran. Jika terdapat lebih dari satu model

auto- dan cross-variogram ataupun auto- dan cross-kovariansi yang valid,

maka perhitungan variansi ordinary cokriging dapat digunakan untuk

menentukan model auto- dan cross-variogram ataupun auto- dan cross-

kovariansi manakah yang menghasilkan taksiran yang terbaik.

Untuk menghitung variansi ordinary cokriging, diperlukan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Kalikan setiap persamaan (3.7.5) pada sistem persamaan ordinary

cokriging dengan iλ , sehingga diperoleh

. 11 12 1 11 01 1

( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n

i j i j j i j i ij j

C x x C x x m C x x i nλ λ β λ= =

⎛ ⎞+ + = ∀ =⎜ ⎟

⎝ ⎠∑ ∑

Kemudian, untuk persamaan (3.7.6) pada sistem persamaan ordinary

cokriging kalikan dengan jβ , sehingga diperoleh

. 22 12 2 12 01 1

( , ) ( , ) ( , ) 1,...,n n

j i i j i i j j ji i

C x x C x x m C x x j nβ β λ λ= =

⎛ ⎞+ + = ∀ =⎜ ⎟

⎝ ⎠∑ ∑

2. Jumlahkan setiap persamaan di atas sehingga menjadi

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 69: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

55

• 11 12 1 11 01 1 1 1

( , ) ( , ) ( , )n n n n

i j i j j i j i ii j j i

C x x C x x m C x xλ λ β λ= = = =

⎛ ⎞+ + =⎜ ⎟

⎝ ⎠∑ ∑ ∑ ∑

11 12 11 0 11 1 1 1 1 1

( , ) ( , ) ( , )n n n n n n

i j i j i j i j i i ii j i j i i

C x x C x x C x x mλ λ λ β λ λ= = = = = =

⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑ ∑

Karena 1

1n

ii

λ=

=∑ , maka persamaannya menjadi

(3.7.13) 11 12 11 0 11 1 1 1 1

( , ) ( , ) ( , )n n n n n

i j i j i j i j i ii j i j i

C x x C x x C x x mλλ λβ λ= = = = =

⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑ −

• 22 12 2 12 01 1 1 1

( , ) ( , ) ( , )n n n n

j i i j i i j jj i i j

C x x C x x m C x xβ β λ β= = = =

⎛ ⎞+ + =⎜ ⎟

⎝ ⎠∑ ∑ ∑ ∑ j

Karena

22 12 12 0 21 1 1 1 1 1

( , ) ( , ) ( , )n n n n n n

i j i j i j i j j j ji j i j j j

C x x C x x C x x mβ β λ β β β= = = = = =

⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑ ∑

10

n

jj

β=

=∑ , maka persamaannya menjadi

(3.7.14) 22 12 12 01 1 1 1 1

( , ) ( , ) ( , )n n n n n

i j i j i j i j j ji j i j j

C x x C x x C x xβ β λ β β= = = = =

⇔ + =∑∑ ∑∑ ∑

3. Substitusi persamaan (3.7.13) dan (3.7.14) ke dalam persamaan :

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

211 22

1 1 1 1

12 11 01 1 1

12 0 11 0 01

, ,

+2 , 2 ,

2 , ,

n n n n

e i j i j i j ii j i j

n n n

i j i j i ii j i

n

i ii

C C

C C

C C

σ λ λ β β

λ β λ

β

= = = =

= = =

=

= + j +

− +

− +

∑ ∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑

x x x x

x x x x

x x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 70: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

56

+

)i m−

)i m−

)i

( )

( ) ( )

211 0 1 12 0 11 0

1 1 1

12 0 11 0 01

( , ) ( , ) 2 ,

2 , ,

n n n

e i i i i i ii i i

n

i ii

C m C C

C C

σ λ β λ

β

= = =

=

= − + −

− +

∑ ∑ ∑

x x x x x x

x x x x

( )211 0 0 11 0 12 0 1

1 1, ( , ) ( ,

n n

e i i ii i

C C Cσ λ β= =

= − −∑ ∑x x x x x x

Sehingga diperoleh variansi dari residual taksiran ordinary cokriging dalam

bentuk auto- dan cross-kovariansi, yaitu :

( )211 0 0 11 0 12 0 1

1 1, ( , ) ( ,

n n

e i i ii i

C C Cσ λ β= =

= − −∑ ∑x x x x x x

Dengan melakukan langkah yang sama seperti di atas pada

persamaan (3.7.9) dan (3.7.10), maka dapat diperoleh variansi dari residual

taksiran ordinary cokriging dalam bentuk auto- dan cross-variogram, yaitu :

( )211 0 0 11 0 12 0 1

1 1, ( , ) ( ,

n n

e i i ii i

mσ γ λ γ β γ= =

= − + + −∑ ∑x x x x x x

3.8 VALIDASI SILANG

Sebelum digunakan dalam penaksiran ordinary cokriging, bentuk

model auto- dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-variogram

harus dilakukan pengujian apakah model auto- dan cross-kovariansi atau

model auto- dan cross-variogram tersebut sesuai dengan keadaan data

spasial yang ada. Jika ternyata model auto- dan cross-kovariansi atau model

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 71: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

57

auto- dan cross-variogram tersebut sesuai dengan keadaan data spasial

yang ada, maka model tersebut dapat digunakan dalam penaksiran ordinary

cokriging.

Didasari pada penjabaran di atas, diperlukan pengujian untuk menguji

kecocokan model auto- dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-

variogram.

Jika model auto- dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-

variogram menggambarkan korelasi spasial yang sesuai dengan data, maka

nilai prediksi, akan mendekati nilai sebenarnya, ( )1 0Z x ( )1 0Z x .

Hal ini dapat dinyatakan sebagai :

( )( ) ( )1 0 1 0

Data ˆ

Respon Prediksi Residual

Z Z

= +

= +x x e

Pada pemodelan statistik, penaksiran parameter dan validasi model

bergantung pada pemeriksaan residual.

Pengujian yang akan digunakan untuk menguji validitas model adalah

validasi silang. Dalam validasi silang, model auto- dan cross-kovariansi atau

model auto- dan cross-variogram diuji dengan menggunakan nilai dari

sampel. Setelah model dipilih, nilai sampel dianggap belum diketahui,

kemudian dilakukan penaksiran ordinary cokriging terhadap sampel tersebut

dengan menggunakan data dari nilai sampel lainnya. Setelah itu, bandingkan

nilai sampel yang sebenarnya dengan hasil yang diperoleh melalui metode

penaksiran ordinary cokriging. Selisih antara nilai sampel yang sebenarnya

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 72: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

58

dengan nilai penaksiran disebut residual. Residual diasumsikan berdistribusi

normal.

Secara umum, dalam validasi silang digunakan nilai – nilai dari

residual terbaku untuk menentukan apakah model auto- dan cross variogram

atau auto- dan cross-kovariansi yang dipilih telah valid. Residual terbaku,

adalah residual, e yang dinormalisasi dengan standar residual,

eR

eσ . Setelah

diperoleh residual terbaku dari seluruh data sample, dilakukan perhitungan

statistik uji eR dan yang didefinisikan sebagai berikut : 2eRS

( ) ( )( )

1 1

2

ˆ11

n ie

i e i

Z ZR

n σ=

⎡ ⎤−⎣ ⎦=− ∑

x xx

i dan

( ) ( )( )

2

1 12

2

ˆ11e

n i iR

i e i

Z ZS

n σ=

⎧ ⎫⎡ ⎤−⎪ ⎪⎣ ⎦= ⎨ ⎬− ⎪ ⎪⎩ ⎭∑

x xx

dengan,

( ) ( )1 1ˆ

iZ Z⎡ −⎣ x x i⎤⎦

i

adalah residual pada lokasi , ix

( )e iσ σ=x adalah standar residual untuk menaksir di lokasi . ix

Nilai eR dapat digunakan untuk menentukan model auto- dan cross-

variogram atau auto- dan cross-kovariansi yang valid. Sedangkan nilai

dapat digunakan untuk memilih model auto- dan cross-variogram atau auto-

dan cross-kovariansi yang terbaik.

2eRS

3.8.1 Statistik Uji eR

eR menunjukkan rata-rata dari residual terbaku yang didefinisikan

sebagai berikut :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 73: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

59

( ) ( )

( )1 1

2

ˆ11

n i ie

i e i

Z ZR

n σ=

⎡ ⎤−⎣ ⎦=− ∑

x xx

.

Jika ( ) ( )

( )1 1

ˆi

i iie

i e i

Z Ze Rσ σ

⎡ ⎤−⎣ ⎦=x x

x= , maka eR dapat ditulis sebagai berikut :

2

11 i

n

e ei

Rn =

=− ∑R , dengan . (0,1)

ieR N∼

Sehingga ekspektasi dan variansi dari eR adalah sebagai berikut :

2 2

1 1[ ] [ ] 01 1i i

n n

e ei i

E R E R E Rn n= =

⎡ ⎤= =⎢ ⎥− −⎣ ⎦

∑ ∑ e =

] = 2 2

2 2

1 11 1i i

n n

e ei i

E R E Rn n= =

⎡ ⎤

2j

n

ej

R=

⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞=⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟− −⎝ ⎠⎝ ⎠⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦∑ ∑∑ 2[ eE R

2 2

2 2

1 1( ) ( 1)1 1i j

n n

e ei j

E R R nn n= =

⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎛ ⎞= =⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎜ ⎟− −⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎢ ⎥⎣ ⎦∑∑ 1

1n− =

[ eVar R ] = 2 2[ ] [e eE R E R− ]

= 1 101 1n n− =

− −.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa 10,1eR N

n⎛ ⎞⎜ ⎟−⎝ ⎠

∼ .

Dengan menggunakan statistik uji eR dan dengan tingkat signifikansi

0.05, jika 21eR

n>

−, maka dapat disimpulkan bahwa model auto- dan

cross-variogram atau auto- dan cross-kovariansi yang dipilih tidak valid.

Pembuktian dari pernyataan di atas dapat dilihat pada lampiran 9.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 74: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

60

n

3.8.2 Prosedur Validasi Silang

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian validasi silang adalah

sebagai berikut :

1. Misalkan dan adalah nilai dari peubah teregional dan

di lokasi dimana

1( )iz x 2( )iz x 1Z

2Z ix 1,2,3,...,i = . Hitung nilai taksiran

dengan menggunakan metode Ordinary Cokriging hanya dengan

menggunakan nilai dan . Sehingga dapat

dinyatakan sebagai berikut :

1 2ˆ ( )Z x

1( )iZ x 2( )iZ x 1 2ˆ (Z x )

x1 2 1 1 1 1 2 1ˆ ( ) ( ) ( )Z Z Zλ β= +x x

Dengan menyelesaikan sistem persamaan Ordinary Cokriging

( ) ( )( ) ( )

( )( )

111 1 1 12 1 1 11 1 0

112 1 1 22 1 1 12 1 0

1

2

1 00 1

1 0 0 0 10 1 0 0 0

C C CC C C

mm

λβ

⎡ ⎤ ⎡ ⎤− − −⎢ ⎥ ⎢ ⎥− −⎢ ⎥ ⎢ ⎥ =⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎣ ⎦⎣ ⎦

x x x x x xx x x x x x

⎡ ⎤⎢ ⎥−⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

didapat ( ) ( ) ( ) ( )22 11 0 0 1 11 1 0 1 12 1 0e C C Cσ λ β= − − − − − −x x x x x x x 1m

)

)

.

2. Bandingkan hasil taksiran dengan nilai dari data sampel.

Kemudian hitung residual dari taksiran,

1 2ˆ (Z x 1 2( )Z x

2 1 2 1 2ˆ( ) ( )e Z Z= −x x

3. Selanjutnya gunakan nilai , , , dan untuk

menaksir nilai . Kemudian hitung residualnya.

1 1( )Z x 1 2( )Z x 2 1( )Z x 2 2( )Z x

1 3ˆ (Z x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 75: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

61

4. Setelah seluruh residual telah dihitung, kemudian lakukan perhitungan

untuk memperoleh nilai residual terbaku. Residual terbaku dinyatakan

dengan . ieR

i

ie

i

eRσ

=

5. Lanjutkan prosedur yang sama untuk mengkonstruksi residual terbaku

yang lainnya sampai diperoleh dengan menggunakan 1ˆ ( )nZ x

1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 2 1( ), ( ),....., ( ), ( ), ( ),....., ( )n nZ Z Z Z Z Z− −x x x x x x . Secara umum,

residual dan residual terbaku dapat dinyatakan sebagai berikut :

( ) ( )1 1ˆ

i ie Z Z⎡= −⎣ x x i⎤⎦ , untuk 2,...,i n=

i

ie

i

eRσ

= , untuk 2,...,i n=

6. Hitung rata-rata dari keseluruhan residual terbaku ( eR ), yaitu :

2

11 i

n

e ei

Rn =

=−

R∑ , dengan (0,1)ieR N∼

7. Setelah itu dilakukan pengujian hipotesis

H0 : Model auto- dan cross-kovariansi cocok (valid)

H1 : Model auto- dan cross-kovariansi tidak cocok (tidak valid)

Tingkat signifikansi : 0.05α =

Statistik uji : 2

11 i

n

e ei

R Rn =

=− ∑

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 76: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

62

Aturan keputusan :

H0 ditolak jika 2| |1eR

n>

Atau dengan perkataan lain, model auto- dan cross-kovariansi atau

auto- dan cross-variogram yang dipilih tidak cocok (valid) jika

2| |1eR

n>

−.

3.8.3 Pemilihan Model Auto- dan Cross-Variogram atau Auto- dan

Cross-Kovariansi Yang Terbaik

Setelah dilakukan pengujian dengan validasi silang, ada kemungkinan

akan diperoleh lebih dari satu model auto- dan cross-variogram atau model

auto- dan cross-kovariansi yang valid. Jika ingin diketahui model manakah

yang paling baik digunakan dalam penaksiran dengan metode ordinary

cokriging, ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu dengan membandingkan

nilai untuk masing-masing model. Nilai didefinisikan sebagai

berikut :

2eRS 2

eRS

( ) ( )( )

2

1 12

2

ˆ11e

n i iR

i e i

Z ZS

n σ=

⎧ ⎫⎡ ⎤−⎪ ⎪⎣ ⎦= ⎨ ⎬− ⎪ ⎪⎩ ⎭∑

x xx

Dalam metode ordinary cokriging, tiap taksiran memiliki variansi

residual, yang disebut variansi ordinary cokriging, yang dinyatakan dengan

2eσ . Variansi ordinary cokriging dihitung menggunakan auto- dan cross-

variogram atau auto- dan cross-kovariansi dan nilai dari variansi ordinary

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 77: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

63

cokriging hanya bergantung pada jarak pengamatan. Selain dari variansi

ordinary cokriging, variansi residual juga dapat dihitung berdasarkan nilai

residual yang diperoleh dari data, yaitu :

( ) ( )2

21 1

2

1 ˆ1

n

i ii

Z Zn

σ=

⎡ ⎤= −⎣ ⎦− ∑ x x

Model menggunakan auto- dan cross-variogram atau model auto- dan cross-

kovariansi yang baik seharusnya menghasilan variansi ordinary cokriging

yang tidak jauh berbeda dari variansi yang dihitung dari data. Atau dengan

perkataan lain, model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai

yang paling mendekati satu.

2eRS

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 78: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

BAB IV

STUDI KASUS

Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode ordinary cokriging,

pada bab ini akan diberikan contoh kasus yang dapat diselesaikan dengan

metode ordinary cokriging.

4.1 SUMBER DATA Data yang dipergunakan dalam studi kasus ini berasal dari paper

“Multivariate Geostatistical Analysis Of Groundwater Contamination By

Pesticide And Nitrate” by Jeffrey D. Smyth and Jonathan D. Istok (1989).

4.2 KASUS

Diketahui 42 data sumur yang memuat data mengenai densitas dari

kandungan DCPA (jenis peptisida) dan densitas dari kandungan nitrat. Dalam

studi kasus ini hanya akan diambil sampel sebanyak 10 data sumur secara

acak. 10 data sampel tersebut dapat dilihat di bawah ini :

Tabel 4.1 Tabel Data Untuk Studi Kasus Koordinat (km) Densitas (log(mg/m2))

Sumur x y DCPA ( )1Z Nitrat ( )2Z

1 21 20 1.9994 4.1617

2 22 21 1.4155 3.9950

3 22 20 2.0434 3.9925

64

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 79: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

65

4 23.23 25.46 1.1818 3.9738

5 20.68 19 1.3047 4.1285

6 23 25.45 1.0535 3.9690

7 23 23 1.6410 4.1617

8 19.92 27.54 1.6303 4.0282

9 19.51 25.84 2.0576 4.2505

10 25 21.32 2.0851 4.2609

4.3 ASUMSI

Data yang dipergunakan dalam bab ini diasumsikan memenuhi

asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Kedua data sampel saling berkorelasi.

2. Kedua data sampel memenuhi asumsi stasioner orde dua.

3. Residual dari taksiran berdistribusi normal.

4.4 PERMASALAHAN

Ingin dicari taksiran kandungan DCPA di lokasi lain yang tidak

tersampel dengan menggunakan metode Ordinary Cokriging.

4.5 PENGOLAHAN DATA

Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian

asumsi.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 80: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

66

Langkah 1. Membuat Statistik Deskriptif dan Menghitung Koefisien

Korelasi Antara DCPA dan Nitrat

Untuk memperoleh gambaran data secara umum, dibuat statistik

deskriptif untuk masing – masing data kandungan DCPA dan Nitrat yang

terdiri dari nilai rata-rata, variansi, standar deviasi, Q2(median), nilai

minimum, nilai maksimum, range. Hasilnya dapat dilihat berikut ini :

Descriptive Statistics: DCPA Total Variable Count Mean StDev Variance Minimum Median Maximum Range DCPA 10 1,641 0,392 0,153 1,054 1,636 2,085 1,032

Descriptive Statistics: Nitrat Total Variable Count Mean StDev Variance Minimum Median Maximum Range Nitrat 10 4,0922 0,1141 0,0130 3,9690 4,0784 4,2609 0,2919

Untuk dapat menggunakan metode ordinary cokriging, terlebih dahulu

harus diketahui bahwa antara DCPA (peubah utama) dan Nitrat (peubah

tambahan) saling berkorelasi. Untuk menghitung koefisien korelasi antara

DCPA dan Nitrat digunakan software MINITAB 14.

Correlations: DCPA; Nitrat Pearson correlation of DCPA and Nitrat = 0,6533 P-Value = 0,018

Dari hasil output di atas, diperoleh bahwa koefisien korelasi antara

DCPA dan Nitrat hampir mendekati satu, yaitu 0.6533. Hal ini menyatakan

bahwa antara DCPA dan Nitrat saling berkorelasi.

Langkah 2. Pengujian Asumsi Kestasioneran Orde Dua

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 81: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

67

Dalam pengujian asumsi stasioner orde dua, diperlukan tiga gambar :

1. Plot nilai pengamatan untuk masing – masing peubah teregional

terhadap absis dari lokasi sampel.

2. Plot nilai pengamatan untuk masing – masing peubah teregional

terhadap ordinat dari lokasi sampel.

3. Plot 3D dari nilai pengamatan untuk masing – masing peubah

teregional terhadap lokasi.

Plot tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

x

DCP

A

25242322212019

2,2

2,0

1,8

1,6

1,4

1,2

1,0

Scatterplot of DCPA vs x

Gambar 4.1 Plot data kandungan DCPA terhadap absis dari lokasi sampel

Berdasarkan gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data

kandungan DCPA terhadap absis dari lokasi tidak membentuk tren atau pola

tertentu.

y

DCP

A

28272625242322212019

2,2

2,0

1,8

1,6

1,4

1,2

1,0

Scatterplot of DCPA vs y

Gambar 4.2 Plot data kandungan DCPA terhadap ordinat dari lokasi sampel

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 82: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

68

Berdasarkan gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data

kandungan DCPA terhadap ordinat dari lokasi tidak membentuk tren atau

pola tertentu.

Gambar 4.3 Plot data kandungan DCPA terhadap lokasi sampel

Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa plot antara data

kandungan DCPA terhadap lokasi tidak membentuk tren atau pola tertentu.

x

Nitr

at

25242322212019

4,30

4,25

4,20

4,15

4,10

4,05

4,00

Scatterplot of Nitrat vs x

Gambar 4.4 Plot data kandungan Nitrat terhadap absis dari lokasi sampel Berdasarkan gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data

kandungan Nitrat terhadap absis dari lokasi tidak membentuk tren atau pola

tertentu.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 83: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

69

y

Nitr

at

28272625242322212019

4,30

4,25

4,20

4,15

4,10

4,05

4,00

Scatterplot of Nitrat vs y

Gambar 4.5 Plot data kandungan Nitrat terhadap ordinat dari lokasi sampel Berdasarkan gambar 4.5 diatas dapat dilihat bahwa grafik antara data

kandungan Nitrat terhadap ordinat dari lokasi tidak membentuk tren atau

pola tertentu.

Gambar 4.6 Plot data kandungan Nitrat terhadap lokasi sampel

Berdasarkan gambar 4.6 diatas dapat dilihat bahwa plot antara data

kandungan Nitrat terhadap lokasi tidak membentuk tren atau pola tertentu.

Dari keenam gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa data sampel

untuk DCPA dan Nitrat memenuhi stasioner orde dua.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 84: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

70

Langkah 3. Perhitungan Auto- dan Cross-Kovariansi Eksperimental

Jarak antar data sumur adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Tabel Jarak Antara Dua Sumur sumur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 0 1,4 1 5,8 1 5,8 3,6 7,7 6 4 2 1,4 0 1 4,6 2,5 4,6 2,2 7 5,5 3 3 1 1 0 5,5 1,7 5,5 3,2 7,7 6,3 3,2 4 5,8 4,6 5,5 0 7 0,23 2,5 4 3,7 4,6 5 1 2,5 1,7 7 0 7 4,6 8,6 7 4,9 6 5,8 4,6 5,5 0,23 7 0 2,5 3,7 3,6 4,6 7 3,6 2,2 3,2 2,5 4,6 2,5 0 5,5 4,6 2,5 8 7,7 7 7,7 4 8,6 3,7 5,5 0 1,7 8 9 6 5,5 6,3 3,7 7 3,6 4,6 1,7 0 7 10 4 3 3,2 4,6 4,9 4,6 2,5 8 7 0

Auto- dan cross-kovariansi eksperimental dan dinyatakan sebagai

berikut :

12 1 1 2 21

1ˆ ( ) [ ( ) ][ ( ) ]| |

dN

i iid

C h z x z z x h zN =

= − +∑ −

Hasil penghitungannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Perhitungan Cross-Kovariansi Eksperimental 12( )C hKelas

lag lag, h Cross-Kovariansi

Banyak Pasangan Data

1 0 0,0075 10 2 1,4 -0,01 1 3 1 -0,0058 3 4 5,8 -0,0216 2 5 4,6 -0,0121 6 6 5,5 0,011 4 7 2,5 -0,0101 4 8 1,7 0,0032 2 9 7 0,01 5 10 0,23 0,03 1 11 3,6 -0,01 2 12 2,2 -0,009 1 13 3,2 -0,023 2 14 7,7 -0,01 2

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 85: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

71

15 4 0,02 2 16 8,6 -0,001 1 17 3,7 -0,009 2 18 6 0,02 1 19 6,3 0,03 1 20 3 -0,02 1 21 4,9 -0,02 1 22 8 -0,001 1 23 -1,4 -0,01 1 24 -1 -0,0052 3 25 -5,8 -0,02 2 26 -4,6 -0,0099 6 27 -5,5 0,0063 4 28 -2,5 -0,01 4 29 -1,7 0,002 2 30 -7 0,01 5 31 -0,23 0,03 1 32 -3,6 -0,01 2 33 -2,2 -0,005 1 34 -3,2 -0,0111 2 35 -7,7 -0,0085 2 36 -4 0,01 2 37 -8,6 -0,0002 1 38 -3,7 -0,012 2 39 -6 0,015 1 40 -6,3 -0,021 1 41 -3 -0,022 1 42 -4,9 0,0081 1 43 -8 -0,014 1

Berdasarkan hasil penghitungan cross-kovariansi eksperimental pada

tabel di atas, dapat dibuat grafik cross-kovariansi eksperimental. Plot cross-

kovariansi eksperimental dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 86: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

72

lag, h

Cros

s-Ko

vari

ansi

1050-5-10

0,03

0,02

0,01

0,00

-0,01

-0,02

-0,03

0

0

Scatterplot of Cross-Kovariansi vs lag, h

Gambar 4.7 Grafik Cross-Kovariansi Eksperimental

Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa cross-kovariansi eksperimental

cenderung simetris. Meskipun ada beberapa titik yang tidak simetri, tetapi hal

ini tidak terlalu berpengaruh. Sehingga sistem ordinary cokriging dapat

dibentuk dalam model auto- dan cross-variogram.

Selanjutnya akan dilakukakan perhitungan untuk auto- dan cross-variogram

eksperimental sebagai berikut :

12 1 1 2 21

1ˆ ( ) [ ( ) ( )][ ( ) ( )]2 | |

dN

i i iid

h z x h z x z x hN

γ=

= + − + −∑ iz x

Tabel 4.4 Perhitungan Auto-Variogramsperimental , 11 22( ) dan ( )h hγ γ serta Cross-Variogram Eksperimental 12( )hγ

Auto-Variogram Kelas lag lag, h

Banyak Pasangan

Data DCPA Nitrat Cross-

Variogram

1 0 10 0 0 0 2 1,4 1 0,1705 0,0139 0,0487 3 1 3 0,1465 0,005 0,0023 4 5,8 2 0,3908 0,0181 0,084 5 4,6 6 0,196 0,0148 0,0519 6 5,5 4 0,2248 0,0085 0,0216 7 2,5 4 0,0957 0,0125 0,0286 8 1,7 2 0,182 0,017 -0,0014 9 7 5 0,0692 0,0065 0,0158 10 0,23 1 0,0082 0,00001 0,0003 11 3,6 2 0,2842 0,0198 0,0707

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 87: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

73

12 2,2 1 0,0254 0,0139 0,0188 13 3,2 2 0,0409 0,0252 -0,0142 14 7,7 2 0,0767 0,0048 0,0086 15 4 2 0,0521 0,0032 0,0082 16 8,6 1 0,053 0,005 -0,0163 17 3,7 2 0,2749 0,02 0,0691 18 6 1 0,0017 0,0039 0,0026 19 6,3 1 0,0001 0,0333 0,0018 20 3 1 0,2242 0,0353 0,089 21 4,9 1 0,3045 0,0088 0,0516 22 8 1 0,1034 0,0271 0,0529

Berdasarkan hasil penghitungan auto- dan cross-variogram

eksperimental pada tabel di atas, dapat dibuat grafik auto-dan cross-

variogram eksperimental. Plot auto- dan cross-variogram eksperimental dapat

dilihat pada gambar berikut ini :

lag, h

gam

ma(

DCP

A)

9876543210

0,4

0,3

0,2

0,1

0,0

0,1535

Scatterplot of gamma(DCPA) vs lag, h

Gambar 4.8 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk DCPA

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 88: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

74

lag, h

gam

ma(

Nitr

at)

9876543210

0,04

0,03

0,02

0,01

0,00

0,013

Scatterplot of gamma(Nitrat) vs lag, h

Gambar 4.9 Grafik Auto-Variogram Eksperimental untuk Nitrat

lag, h

cros

s-va

riog

ram

9876543210

0,100

0,075

0,050

0,025

0,000

0,0292

Scatterplot of cross-variogram vs lag, h

Gambar 4.10 Grafik Cross-Variogram Eksperimental

Langkah 4. Menentukan Model Auto- dan Cross-Variogram

Pada tahap ini akan dipilih fungsi yang akan dijadikan model auto- dan

cross-variogram. Idealnya model yang dipilih dapat mewakili plot auto- dan

cross-variogram eksperimental. Akan tetapi pada tugas akhir ini akan dipilih 3

model berbeda sebagai model auto- dan cross-variogram eksperimental.

Nantinya hasil taksiran yang diperoleh dari ketiga model tersebut akan

dibandingkan. Ketiga model yang dipilih itu adalah :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 89: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

75

1. Model Nugget Effect

Berdasarkan ploting dari auto- dan cross-kovariansi, dipilih nugget

sama dengan 0.0082, 0.005, dan 0.0003, untuk masing – masing auto-

dan cross-kovariansi. Hal ini dikarenakan, nilai auto- dan cross-

variogram eksperimental pada jarak disekitar nol, sehingga modelnya

menjadi :

11( )hγ = 0 0h =

= 0.0082 h yang lainnya

12( )hγ = 0 0h =

= 0.0003 h yang lainnya

22( )hγ = 0 0h =

= 0.005 h yang lainnya

2. Model Spherical

Untuk model Spherical dipilih range sama dengan 4 dan sill yang

dipilih untuk masing – masing auto- dan cross-variogram, yaitu 0.1535,

0.0130, dan 0.0292 sehingga modelnya menjadi:

3

113 10.0082 0.1453 42 4 2 4

0.1535 4

h h h

h

γ⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + − <⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠

= ≥

3

123 10.0003 0.0289 42 4 2 4

0.0292 4

h h h

h

γ⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + −⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠

= ≥

<

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 90: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

76

3

223 10.005 0.008 42 4 2 4

0.0130 4

h h h

h

γ⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞= + − <⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠

= ≥

3. Model Eksponensial

Untuk model eksponensial dipilih range sama dengan 4 dan sill yang

dipilih untuk masing – masing auto- dan cross-kovariansi, yaitu 0.1535,

0.0130, dan 0.0292 sehingga modelnya menjadi:

11 0.0082 0.1453 1 exp4h

γ⎛ ⎞⎛ ⎞−

= + −⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠

12 0.0003 0.0289 1 exp4h

γ⎛ ⎞⎛ ⎞−

= + −⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠

22 0.005 0.008 1 exp4h

γ⎛ ⎞⎛ ⎞−

= + −⎜ ⎟⎜ ⎟⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠

Langkah 5. Pengujian Model Auto- dan Cross-Variogram

Pengujian model auto- dan cross-variogram dilakukan dengan validasi

silang (cross validation). Berdasarkan prosedur pengujian dengan validasi

silang, hasil perhitungan residual terbaku dan hasil uji validasi silang untuk

masing-masing model dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : (Perhitungan

dilakukan dengan program Matlab 5.3 dapat dilihat pada lampiran 10)

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 91: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

77

Tabel 4.5 Tabel hasil uji validasi silang dan residual terbaku untuk auto- dan cross- variogram dengan menggunakan model nugget effect

Kandungan DCPA (log(mg/m2) No

Sampel

Nilai Sebenarnya

Nilai Taksiran

Residual Variansi

Taksiran

Residual

Terbaku

Kuadrat Residual Terbaku

1 ( ) ( ) ( )1 2 1 1 2 1,z z zx x x 1.4155 1,9994 -0,584 0,0164 -4,56 20,7933

2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 3 1 1 2 1 1 2 2 2, , ,z z z z zx x x x x 2.0434 1,7075 0,3359 0,0123 3,0288 9,1735

3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 4 1 1 2 1 1 3 2 3, ,...., ,z z z z zx x x x x

1.1818 1,8194 -0,6376 0,0109 -6,0976 37,1807

4 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 5 1 1 2 1 1 4 2 4, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.3047 1,66 -0,3553 0,0103 -3,5096 12,3175

5 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 6 1 1 2 1 1 5 2 5, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.0535 1,589 -0,5355 0,0098 -5,3984 29,1425

6 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 7 1 1 2 1 1 6 2 6, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6410 1,4997 0,1413 0,0096 1,4443 2,0859

7 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 8 1 1 2 1 1 7 2 7, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6303 1,5199 0,1104 0,0094 1,1408 1,3013

8 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 9 1 1 2 1 1 8 2 8, ,...., ,z z z z zx x x x x 2.0576 1,5337 0,5239 0,0092 5,4541 29,7477

9 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 10 1 1 2 1 1 9 2 9, ,...., ,z z z z zx x x x x

2.0851 1,5919 0,4932 0,0091 5,1667 26,6947

Jumlah -3,3309 168,4371

Tabel 4.6 Tabel hasil uji validasi silang dan residual terbaku untuk auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model Spherical

Kandungan DCPA (log(mg/m2) No

Sampel

Nilai Sebenarnya

Nilai Taksiran

Residual Variansi

Taksiran

Residual

Terbaku

Kuadrat Residual Terbaku

1 ( ) ( ) ( )1 2 1 1 2 1,z z zx x x 1.4155 1.4155 1.4155 1.4155 -1,479 2,1875

2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 3 1 1 2 1 1 2 2 2, , ,z z z z zx x x x x 2.0434 2.0434 2.0434 2.0434 1,2029 1,4469

3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 4 1 1 2 1 1 3 2 3, ,...., ,z z z z zx x x x x

1.1818 1.1818 1.1818 1.1818 -1,1705 1,4172

4 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 5 1 1 2 1 1 4 2 4, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.3047 1.3047 1.3047 1.3047 -1,8663 3,4831

5 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 6 1 1 2 1 1 5 2 5, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.0535 1.0535 1.0535 1.0535 -0,8026 0,6442

6 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 7 1 1 2 1 1 6 2 6, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6410 1.6410 1.6410 1.6410 1,2254 1,5016

7 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 8 1 1 2 1 1 7 2 7, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6303 1.6303 1.6303 1.6303 0,4126 0,1702

8 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 9 1 1 2 1 1 8 2 8, ,...., ,z z z z zx x x x x 2.0576 2.0576 2.0576 2.0576 1,3814 1,9082

9 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 10 1 1 2 1 1 9 2 9, ,...., ,z z z z zx x x x x

2.0851 2.0851 2.0851 2.0851 1,1989 1,4374

Jumlah 0,1028 14,1963

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 92: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

78

Tabel 4.7 Tabel hasil uji validasi silang dan residual terbaku untuk auto- dan cross-variogram dengan menggunakan model eksponensial

Kandungan DCPA (log(mg/m2) No

Sampel

Nilai Sebenarnya

Nilai Taksiran

ResidualVariansi

Taksiran

Residual

Terbaku

Kuadrat Residual Terbaku

1 ( ) ( ) ( )1 2 1 1 2 1,z z zx x x 1.4155 1,9994 -0,584 0,0947 -1,8972 3,5993

2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 3 1 1 2 1 1 2 2 2, , ,z z z z zx x x x x 2.0434 1,7075 0,3359 0,0508 1,4897 2,2192

3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 4 1 1 2 1 1 3 2 3, ,...., ,z z z z zx x x x x

1.1818 1,6777 -0,4959 0,1953 -1,122 1,2589

4 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 5 1 1 2 1 1 4 2 4, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.3047 1,9631 -0,6584 0,0696 -2,4961 6,2304

5 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 6 1 1 2 1 1 5 2 5, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.0535 1,1961 -0,1427 0,024 -0,9205 0,8474

6 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 7 1 1 2 1 1 6 2 6, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6410 1,298 0,343 0,0861 1,1686 1,3657

7 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 8 1 1 2 1 1 7 2 7, ,...., ,z z z z zx x x x x 1.6303 1,2929 0,3374 0,1535 0,8613 0,7419

8 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 9 1 1 2 1 1 8 2 8, ,...., ,z z z z zx x x x x 2.0576 1,5227 0,5349 0,0878 1,8048 3,2573

9 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )1 10 1 1 2 1 1 9 2 9, ,...., ,z z z z zx x x x x

2.0851 1,5956 0,4895 0,1118 1,4638 2,1428

Jumlah 0,3524 21,6629

Langkah 8. Pengujian Asumsi Kenormalan Residual

Akan diuji apakah residual untuk tiap model auto- dan cross-variogram

berdistribusi normal. Pengujian asumsi kenormalan akan dilakukan dengan

menggunakan uji Shapiro Wilks.

1. Model Nugget Effect

H0 : Residual model nugget effect berdistribusi normal

H1 : Residual model nugget effect tidak berdistribusi normal

Tingkat signifikansi : α = 0.05

Aturan keputusan : H0 ditolak jika α α<

Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output yang dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 93: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

79

Tabel 4.8 Tabel pengujian asumsi kenormalan residual model nugget effect Tests of Normality

,193 9 ,200* ,875 9 ,138Nugget_EffectStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Berdasarkan output pada tabel 4.8 diatas didapatkan nilai α =0.138.

Karena nilai α >0.05 maka H0 tidak ditolak. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa residual dari model nugget berdistribusi normal.

Kesimpulan ini juga dapat di lihat dari plot residual di bawah ini :

0.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6-0.8

Observed Value

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Expec

ted No

rmal

Normal Q-Q Plot of Nugget_Effect

Gambar 11 Plot Kenormalan Residual Untuk Model Nugget Effect

2. Model Spherical

H0 : Residual model Spherical berdistribusi normal

H1 : Residual model Spherical tidak berdistribusi normal

Tingkat signifikansi : α = 0.05

Aturan keputusan : H0 ditolak jika α α<

Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output yang dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.9 Tabel pengujian asumsi kenormalan residual model Spherical Tests of Normality

,216 9 ,200* ,821 9 ,136SphericalStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 94: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

80

Berdasarkan output pada tabel 4.9 diatas didapatkan nilai α =0.136.

Karena nilai α >0.05 maka H0 tidak ditolak. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa residual dari model Spherical berdistribusi normal.

Kesimpulan ini juga dapat di lihat dari plot residual di bawah ini :

0.750.500.250.00-0.25-0.50-0.75

Observed Value

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Expe

cted N

ormal

Normal Q-Q Plot of Spherical

Gambar 12 Plot Kenormalan Residual Untuk Model Spherical

2. Model Eksponensial

H0 : Residual model eksponensial berdistribusi normal

H1 : Residual model eksponensial tidak berdistribusi normal

Tingkat signifikansi : α = 0.05

Aturan keputusan : H0 ditolak jika α α<

Dengan menggunakan software SPSS didapatkan output yang dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.10 Tabel pengujian asumsi kenormalan residual model eksponensial Tests of Normality

,298 9 ,020 ,835 9 ,081EksponensialStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Berdasarkan output pada tabel 4.10 diatas didapatkan nilai α =0.081

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 95: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

81

Karena nilai α >0.05 maka H0 tidak ditolak. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa residual dari model Eksponensial berdistribusi normal.

Kesimpulan ini juga dapat di lihat dari plot residual di bawah ini :

0.750.500.250.00-0.25-0.50-0.75

Observed Value

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5Expe

cted

Nor

mal

Normal Q-Q Plot of Eksponensial

Gambar 13 Plot Kenormalan Residual Untuk Model Eksponensial

Setelah seluruh asumsi terpenuhi, berikutnya akan dilakukan analisis

untuk permasalahan di atas.

4.6 ANALISIS

Setelah residual dan residual terbaku dihitung serta melakukan

pengujian kenormalan residual untuk masing-masing model, yang akan

dilakukan selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis apakah masing-

masing model auto- dan cross-kovariansi cocok dengan keadaan data spasial

yang dimiliki. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji eR . Hasil

pengujiannya dapat dilihat dibawah ini :

1. Model Nugget Effect

Uji hipotesis

H0 : Model auto- dan cross-variogram cocok

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 96: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

82

H1 : Model auto- dan cross-variogram tidak cocok

Tingkat signifikansi : α = 0.05

Aturan keputusan :

H0 ditolak jika 2 2| | 0.67 ; 101 9eR n

n> = = =

Keputusan :

Karena 9

2

1 0.3701 0.679 ie e

iR R

=

= = <∑ , maka H0 tidak ditolak.

Kesimpulan :

Auto- dan cross-variogram untuk model nugget effect dapat digunakan

atau valid untuk data kandungan DCPA.

2. Model Spherical

Uji hipotesis

H0 : Model auto- dan cross-variogram cocok

H1 : Model auto- dan cross-variogram tidak cocok

Tingkat signifikansi : α = 0.05

Aturan keputusan :

H0 ditolak jika 2 2| | 0.67 ; 101 9eR n

n> = = =

Keputusan :

Karena 9

2

1 0.0092 0.679 ie e

iR R

=

= = <∑ , maka H0 tidak ditolak.

Kesimpulan :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 97: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

83

Auto- dan cross-variogram untuk model spherical dapat digunakan

atau valid untuk data kandungan DCPA.

3. Model Eksponensial

Uji hipotesis

H0 : Model auto- dan cross-variogram cocok

H1 : Model auto- dan cross-variogram tidak cocok

Tingkat signifikansi : α = 0.05

Aturan keputusan :

H0 ditolak jika 2 2| | 0.67 ; 101 9eR n

n> = = =

Keputusan :

9

2

1 0.0392 0.679 ie e

iR R

=

= = <∑ , maka H0 tidak ditolak.

Kesimpulan :

Auto- dan cross-kovariansi untuk model eksponensial dapat digunakan

atau valid untuk data kandungan DCPA.

Karena semua model dari auto- dan cross-kovariansi cocok, selanjutnya akan

dilakukan perbandingan nilai pada masing – masing model untuk

menentukan model yang paling baik digunakan dalam penaksiran dengan

metode ordinary cokriging. Jika nilai mendekati satu, maka model

2eRS

2eRS

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 98: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

84

tersebut adalah model yang paling baik untuk untuk digunakan dalam metode

penaksiran ordinary cokriging.

2eRS didefinisikan sebagai berikut :

( ) ( )( )

2

1 12

2

ˆ11e

n i iR

i e i

Z ZS

n σ=

⎧ ⎫⎡ ⎤−⎪ ⎪⎣ ⎦= ⎨ ⎬− ⎪ ⎪⎩ ⎭∑

x xx

.

Model Nugget Effect Model Spherical Model Eksponensial

| |eR 2eRS | |eR 2

eRS | |eR 2eRS

0,3701 18,7152 0,0092 1,5774 0,0392 2,4070 Tabel 4.11 Tabel perbandingan nilai | dan nilai |eR 2

eRS

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa model yang terbaik adalah Model

Spherical.

4.7 Hasil Taksiran dengan Metode Ordinary Cokriging

Setelah mendapatkan model auto- dan cross-variogram yang

paling baik yaitu model Spherical, yang akan dilakukan selanjutnya adalah

melakukan penaksiran densitas dari kandungan DCPA di lokasi lain yang

tidak tersampel dengan menggunakan model tersebut dalam membentuk

sistem persamaan Ordinary Cokriging.

Setelah sistem persamaan Ordinary Cokriging diselesaikan dengan

menggunakan program Matlab 5.3 seperti pada lampiran 11, diperoleh nilai

taksiran untuk densitas dari kandungan DCPA pada masing – masing lokasi

tak tersampel. Nilai taksiran tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 99: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

85

Tabel 4.12 Tabel NilaiTaksiran DCPA Pada Lokasi Tak Tersampel Lokasi

x Y

Nilai Taksiran DCPA

(log(mg/m2)

20 20 1.6746

25 23 1.8756

24 24 1.5979

20 23 1.6701

20 25 1.8817

4.8 KESIMPULAN STUDI KASUS

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas, dapat diambil

beberapa kesimpulan. Diantaranya adalah :

1. Terdapat korelasi antara densitas dari kandungan DCPA dan Nitrat.

2. Model auto- dan cross-variogram yang valid untuk data densitas

dari kandungan DCPA dan Nitrat pada kasus ini adalah model

nugget effect, model Spherical, dan model Eksponensial.

3. Dengan membandingkan | eR | dan dari masing – masing

model, model auto- dan cross-variogram yang memberikan hasil

taksiran yang terbaik adalah model Spherical. Hal ini dikarenakan

nilai

2eRS

| eR | mendekati nol dan nilai mendekati satu. 2eRS

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 100: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

86

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN Kesimpulan dari tugas akhir ini adalah :

1. Metode Penaksiran Ordinary Cokriging digunakan hanya untuk data

spasial yang tidak hanya memuat data pengukuran dari peubah

teregional utama, tetapi juga data dari peubah teregional tambahan

yang saling berkorelasi.

2. Metode Ordinary Cokriging merupakan metode penaksiran yang

menghasilkan taksiran yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear

Unbiased Estimator).

3. Metode Ordinary Cokriging hanya dapat digunakan, jika data spasial

memenuhi asumsi stasioner orde dua atau stasioner intrinsik.

4. Dalam metode Ordinary Cokriging, digunakan fungsi auto- dan cross-

kovariansi atau auto- dan cross-variogram. Saat asumsi stasioner orde

dua terpenuhi, selain dapat digunakan auto- dan cross-kovariansi,

dapat juga digunakan auto- dan cross-variogram, tetapi dipastikan

terlebih dahulu bahwa cross-kovariansi adalah simetris.

Sedangkan, ketika asumsi stasioner intrinsik terpenuhi, maka hanya

dapat digunakan auto- dan cross-variogram dengan tambahan asumsi

bahwa cross-kovariansi antar selisih adalah simetris.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 101: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

87

5.2 SARAN

1. Sebelum menggunakan metode Ordinary Cokriging, harus dipastikan

bahwa terdapat korelasi antara peubah utama dengan peubah

tambahan.

2. Jika asumsi stasioner orde dua terpenuhi dan cross-kovariansi adalah

tidak simetris, maka disarankan untuk menggunakan fungsi lainnya,

antara lain Pseudo-Cross-Variogram atau Generalized Cross-

Covariance.

3. Coba untuk melakukan penaksiran dengan menggunakan model auto-

dan cross-kovariansi atau model auto- dan cross-variogram dengan

parameter yang berbeda untuk setiap model. Kemudian bandingkan

nilai taksirannya.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 102: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

88

DAFTAR PUSTAKA

Cressie, Noel A.C. 1993. Statistics for spatial data, revised edition. John

Wiley and Sons, New York.

Isaaks, Edward H., and Srivastava, R. Mohan. 1989. Applied Geostatistics.

Oxford University Press, New York.

Kitanidis, P.K., 1999 . Intoduction to geostatistics : application to

hydrogeology. Cambridge University Press , New York.

Rivoirard, J., 2003. Course on Multivariate Geostatistics. Cente de

Géostatistique, Ecole des Mines de Paris, Fontainebleau, 67pp.

Smyth, Jeffrey D., and Istok, Jonathan D. 1989. Multivariate Geostatistical

Analysis of Groundwater Contamination by Pesticide and Nitrate.

Oregon.

Wackernagel, Hans. 1998. Multivariate geostatistics. Springer, Fontaineblau.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 103: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

89

Lampiran 1 Stasioner Orde Dua maka Stasioner Intrinsik

Pembuktian setiap peubah teregional yang memenuhi asumsi stasioner orde dua pasti memenuhi asumsi stasioner intrinsik. Bukti : Dalam asumsi stasioner orde dua, diketahui bahwa,

1. [ ( )] ; 1,2 k i k iE Z kμ= ∀ =x x . Sehingga terpenuhi juga bahwa

[ ( ) ( )]

[ ( )] [ ( )] ; 1,20

k i k i

k i k i i

k k

E Z h ZE Z h E Z kμ μ

+ − ⎫⎪= + − ∀ =⎬⎪= − = ⎭

x xx x x

2. Untuk setiap jarak h, nilai dari

( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )

1,2 dan 1,2p p q q

p q p q

E Z E Z Z h E Z hp q

E Z Z h μ μ

⎫⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤− + − +⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎪⎣ ⎦ =⎬⎡ ⎤ ⎪= + −⎣ ⎦ ⎭

x x x x

x x= , tidak

dipengaruhi oleh lokasi x. Dari persamaan di atas, maka diperoleh

( ) ( )

( )( )

nilainya tid

1 ( ) ( ) , ( ) ( )21 ( ) ( ) ( ) ( )21 1( ) ( ) ( ) ( )2 2

1 1 ( ) ( ) ( ) ( )2 21 ( ) ( )2

p p q q

p p q q

p q p q

p q p q

p q p q

Cov Z h Z Z h Z

E Z h Z Z h Z

E Z h Z h E Z h Z

E Z Z h E Z Z

E Z h Z h μ μ

⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦

⎡ ⎤= + − + −⎣ ⎦

⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + + − + +⎣ ⎦ ⎣ ⎦

⎡ ⎤ ⎡ ⎤− + +⎣ ⎦ ⎣ ⎦

⎛ ⎞⎡ ⎤= + + −⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠

x x x x

x x x x

x x x x

x x x x

x x

ak bergantung pada nilainya tidak bergantung pada

nilainya tidak bergantung pada

1 ( ) ( )2

1 1 ( ) ( )2 2

p q p q

p q p q p

E Z h Z

E Z Z h E Z

μ μ

μ μ

⎛ ⎞⎡ ⎤− + −⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠

⎛ ⎞⎡ ⎤− + − +⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠

x x

x

x x

x x

nilainya tidak bergantung pada

( ) ( )q p qZ μ μ⎛ ⎞⎡ ⎤ −⎜ ⎟⎣ ⎦⎝ ⎠x

x x

+

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai

( ) (1 ( ) ( ) , ( ) ( )2 p p q qCov Z h Z Z h Z⎡ ⎤+ − + −⎣ ⎦x x x )x tidak bergatung pada x

atau hanya bergantung pada jarak h.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 104: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

90

Lampiran 2

Pembuktian Persamaan (3.7.1)

Akan dibuktikan persamaan (3.7.1), yaitu bahwa

[ ]

21 0 1 0

1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0

ˆ ( ) ( )

ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )

e Var Z Z

Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z

σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦

x x

x x x x x x Bukti :

( ) ( )( ) ( )

( ) [ ]( ) [ ]( )( )

21 0 1 0

22

1 0 1 0 1 0 1 0

2 21 0 1 0 1 0 1 0

2 2

1 0 1 0 1 0 1 0

2

1 0 1 0

ˆ ( ) ( )

ˆ ˆ ( ) ( ) ( ) ( )

ˆ ˆ ( ) ( ) 2 ( ) ( )

ˆ ˆ ( ) ( ) 2 ( ) ( )

ˆ ˆ ( ) ( )

e Var Z Z

E Z Z E Z Z

E Z E Z E Z Z

E Z E Z E Z E Z

E Z E Z

σ ⎡ ⎤= −⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − − −⎣ ⎦⎢ ⎥⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + − +⎣ ⎦⎢ ⎥ ⎣ ⎦⎣ ⎦

⎡ ⎤ ⎡ ⎤− − +⎣ ⎦ ⎣ ⎦

⎡ ⎤= −⎢ ⎥⎣ ⎦

x x

x x x x

x x x x

x x x x

x x( ) ( ) [ ]( ){ }[ ]( ){ }

[ ]

2 221 0 1 0

1 0 1 0 1 0 1 0

1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0

( ) ( )

ˆ ˆ 2 ( ) ( ) ( ) ( )

ˆ ˆ ˆ ( ), ( ) ( ), ( ) 2 ( ), ( )

E Z E Z

E Z Z E Z E Z

Cov Z Z Cov Z Z Cov Z Z

⎧ ⎫ ⎡ ⎤⎡ ⎤ + − +⎨ ⎬⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎩ ⎭

⎡ ⎤ ⎡ ⎤− −⎣ ⎦ ⎣ ⎦

⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦

x x

x x x x

x x x x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 105: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

91

,

2⎤⎥⎦

x

⎤⎜ ⎟ ⎢ ⎥⎢⎝ ⎠ ⎣ ⎦⎥ ⎩ ⎭⎪ ⎪⎦⎣⎩ ⎭∑ ∑x x

22

2 21 1

( ) ( )n n

i i i ii i

E Z E Zβ β= =

Lampiran 3 Pembuktian Persamaan (3.7.2)

Akan dibuktikan persamaan (3.7.2), yaitu bahwa

1 0 1 0ˆ ˆ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x x = ( ) ( ) ( )11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

C C Cλλ β β λβ= = = = = =

+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x

Bukti :

1 0 1 0ˆ ˆ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x x

= 1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x

= 1 21 1

( ) ( )n n

i i i ii i

V a r Z Zλ β= =

⎡ ⎤+⎢ ⎥

⎣ ⎦∑ ∑x x

= 1 2 11 1 1 1

( ) ( ) 2 ( ), ( )n n n n

i i i i i i i ii i i i

Var Z Var Z Cov Z Zλ β λ β= = = =

⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡+ +⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢

⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣∑ ∑ ∑ ∑x x x

= + 22

1 11 1

( ) ( )n n

i i i ii i

E Z E Zλ λ= =

⎧ ⎫⎡ ⎤ ⎧ ⎫⎛ ⎞ ⎡⎪ ⎪⎢ −⎥⎨ ⎨ ⎬ ⎬⎧ ⎫⎡ ⎤ ⎧ ⎫⎛ ⎞ ⎡ ⎤⎪ ⎪⎢ −⎥⎨ ⎨ ⎬ ⎬⎜ ⎟ ⎢ ⎥⎢⎝ ⎠ ⎣ ⎦⎥ ⎩ ⎭⎪ ⎪⎦⎣⎩ ⎭

∑ ∑x x

)⎤

+

+ 1 2 1 21 1 1 1

2 ( ) ( ) ( ) (n n n n

i i i i i i i ii i i i

E Z Z E Z E Zλ β λ β= = = =

⎧ ⎫⎡ ⎤⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎡ ⎤ ⎡⎪ ⎪−⎨ ⎬⎢ ⎥⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎣ ⎦ ⎣⎪ ⎪⎣ ⎦⎩ ⎭∑ ∑ ∑ ∑x x x

⎦x

),

= ( ) ( ) (11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

C C Cλ λ β β λ β= = = = = =

+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 106: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

92

i

]⎤

⎦x

⎤+⎥

⎤ +⎦

]

i

Lampiran 4 Pembuktian Persamaan (3.7.4)

Akan dibuktikan persamaan (3.7.4), yaitu bahwa

1 0 1 0ˆ ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x x = ( ) ( )11 0 12 01 1

, ,n n

i i ii i

C Cλ β= =

+∑ ∑x x x x

Bukti :

1 0 1 0ˆ ( ), ( )Cov Z Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x x

= ( )( ) [1 0 1 0 1 0 1 0ˆ ˆ( ) ( ) ( ) ( )E Z Z E Z E Z⎡ ⎤ ⎡ ⎤− ⎣ ⎦⎣ ⎦x x x x

= ( ) [ ]1 2 1 0 1 2 1 01 1 1 1

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )n n n n

i i i i i i i ii i i i

E Z Z Z E Z Z E Zλ β λ β= = = =

⎡ ⎤⎛ ⎞ ⎡+ − +⎢ ⎥⎜ ⎟ ⎢ ⎥

⎝ ⎠ ⎣⎣ ⎦∑ ∑ ∑ ∑x x x x x

( ) [ ] ( )

[ ]

1 1 0 1 1 0 2 1 01 1 1

2 1 01

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )

n n n

i i i i i ii i i

n

i ii

E Z Z E Z E Z E Z Z

E Z E Z

λ λ β

β

= = =

=

⎡ ⎤ ⎡⎛ ⎞ ⎡ ⎤ ⎛ ⎞= − +⎢ ⎥ ⎢⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎢ ⎥

⎝ ⎠ ⎣ ⎦ ⎝ ⎠⎣ ⎦ ⎣⎡ ⎤

− ⎢ ⎥⎣ ⎦

∑ ∑ ∑

x x x x x x

x x

( )( ) [ ] [ ] ( )( )

[ ] [ ]

1 1 0 1 1 0 2 1 01 1 1

2 1 01

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )

n n n

i i i i i ii i i

n

i ii

E Z Z E Z E Z E Z Z

E Z E Z

λ λ β

β

= = =

=

⎡ ⎤ ⎡= − +⎣ ⎦ ⎣

∑ ∑ ∑

x x x x x x

x x

( )( ) [ ] [ ]{ } ( )( ) [ ] [{ }1 1 0 1 1 0 2 1 0 2 1 01 1

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )n n

i i i i i ii i

E Z Z E Z E Z E Z Z E Z E Zλ β= =

⎡ ⎤ ⎡ ⎤= − + −⎣ ⎦ ⎣ ⎦∑ ∑x x x x x x x x

= ( ) ( )11 0 21 01 1

, ,n n

i i i ii i

C Cλ β= =

+∑ ∑x x x x

= ( ) ( )11 0 12 01 1

, ,n n

i i ii i

C Cλ β= =

+∑ ∑x x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 107: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

93

} +

Lampiran 5

Kesimetrisan Fungsi Cross-Kovariansi dari Selisih Dua Data untuk Membentuk Sistem Persamaan OC dalam Fungsi Cross-Variogram

Akan dibuktikan bahwa :

{ } {

{ }

( ) ( ) ( )

1 1 1 1 2 2 2 20 0 0 0

1 1 2 20 0

11 22 121 1 1 1 1 1

( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )

2 ( ) ( ), ( ) ( )

, , 2 ,

n n n n

i j i j i j i ji j i j

n n

i j i ji j

n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

λ λ β β

λ β

λ λ γ β β γ λ β γ

= = = =

= =

= = = = = =

− − + − −

+ − −

= − − −

∑∑ ∑∑

∑∑

∑∑ ∑∑ ∑

x x x x x x x x

x x x x

x x x x x x ( )

( ) ( )

11 0 0

11 0 12 01 1

,

2 , 2 ,n n

i i i ii i

γ

λ γ β γ= =

− +

+ +

∑ ∑

x x

x x x x

yang digunakan untuk membentuk sistem ordinary cokriging dalam bentuk auto- dan cross-variogram. Bukti : Ambil sembarang titik sampel dan ix jx , serta titik diluar sampel x. Dengan menggunakan sifat dari ekspektasi, bentuk persamaan di bawah ini :

( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )( ) ( ) ( )( ){ } ( ) ( )( ) ( ) ( )( ){ }( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )( )

1

p j p i q j q i

p j p p i p q j q q i q

p j p q j q p p q i q

p i p q j q p i p q i q

E Z Z Z Z

E Z Z Z Z Z Z Z Z

E Z Z Z Z E Z Z Z Z

E Z Z Z Z E Z Z Z Z

⎡ ⎤− −⎣ ⎦⎡ ⎤= − − − − − −⎢ ⎥⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡= − − − − −⎣ ⎦ ⎣⎡ ⎤

⎤ +⎦

⎡ ⎤− − − + − −⎣ ⎦⎣ ⎦

x x x x

x x x x x x x x

x x x x x x x x

x x x x x x x x

Dari persamaan di atas diperoleh persamaan berikut :

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ){ }( ) ( ) ( ) ( ){ } ( )

2 , 2 , ,

, 2 ,

pq i j pq j p j p q i q

p i p q j q pq

Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

γ γ

γ

= − − −

− − − +

x x x x x x x x

x x x x x i

+

x ( i )

Untuk mengubah kovariansi dari selisih menjadi variogram, diperlukan tambahan asumsi yaitu cross kovariansi dari selisih haruslah simetris;

( ) ( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ) ( ) ( ){ }0 , 0 0 , 0p j p q i q p i p q j qCov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z− − = − −x x x x .

Sehingga persamaan ( i ) menjadi :

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 108: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

94

( ) ( ) ( ) ( ){ } ( ) ( ) ( ), , , ,p i p q j q pq j pq i pq iCov Z Z Z Z γ γ γ− − = + −x x x x x x x x x x j

}

0

n

+

}+

,

( ii )

Kemudian substitusi persamaan ( ii ) ke persamaan berikut ini :

{ } {

{ }

( ) ( ) ( ){ } ( ) ( )

1 1 1 1 2 2 2 20 0 0 0

1 1 2 20 0

11 11 11 22 22 220 0

( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )

2 ( ) ( ), ( ) ( )

, , , , ,

n n n n

i j i j i j i ji j i j

n n

i j i ji j

n n

i j j i i j i j j i ii j

Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

λλ β β

λβ

λλ γ γ γ β β γ γ γ

= = = =

= =

= =

− − + − − +

+ − −

= + − + + −

∑∑ ∑∑

∑∑

∑∑

x x x x x x x x

x x x x

x x x x x x x x x x x( ){ }

( ) ( ) ( ){ }

( ) ( ) ( ) ( )

( )

0 0

12 12 120 0

11 11 11 220 0 0 0 0 0 0

220

,

2 , , ,

, , , ,

,

n n

ji j

n n

i j j i i ji j

n n n n n n n

j j i i i j i j i j j j ij i i i i j j i

n

i ii

λβ γ γ γ

λ γ λ λγ λ λλ γ β γ β

β γ

= =

= =

= = = = = = = =

=

+

+ + −

⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤= + − +⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦

⎡+

∑∑

∑∑

∑ ∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑

x

x x x x x x

x x x x x x x x

x x ( ) ( )

( ) ( )

22 120 0 0 0 0

12 120 0 0 0

, 2 ,

2 , 2 ,

n n n n n

j i j i j j j ij i j j i

n n n n

i i j i j i ji j i j

β β β γ β γ λ

λγ β λ β γ

= = = = =

= = = =

⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎤ ⎡− + +⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎡ ⎤⎡ ⎤

+ −⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦

∑ ∑∑ ∑ ∑

∑ ∑ ∑∑

x x x x

x x x x

Karena dan , maka persamaan di atas menjadi : 0

0n

iiλ

=

=∑0

0n

ii

β=

=∑

{ } {

{ }

( ) ( ) ( )

1 1 1 1 2 2 2 20 0 0 0

1 1 2 20 0

11 22 120 0 0 0 0

( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )

2 ( ) ( ), ( ) ( )

, , 2 ,

n n n n

i j i j i j i ji j i j

n n

i j i ji j

n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j j

Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

λλ ββ

λβ

λλγ ββ γ λβ γ

= = = =

= =

= = = = =

− − + − −

+ − −

=− − −

∑∑ ∑∑

∑∑

∑∑ ∑∑

x x x x x x x x

x x x x

x x x x x x0

n

i=∑∑

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )

11 0 0 11 0 11 221 1 1 1 1

12 0 121 1 1

11 22 12 11 0 01 1 1 1 1 1

, 2 , , ,

2 , 2 ,

, , 2 ,

n n n n n

i i i j i j i j i ji i j i j

n n n

i i i j i ji i j

n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

γ λ γ λ λ γ β β γ

β γ λ β γ

λ λ γ β β γ λ β γ γ

= = = = =

= = =

= = = = = =

= − + − − +

+ −

= − − − − +

∑ ∑∑ ∑∑

∑ ∑∑

∑∑ ∑∑ ∑∑

x x x x x x x x

x x x x

x x x x x x x x

( ) ( )11 0 12 01 1

2 , 2 ,n n

i i i ii iλ γ β γ

= =

+ +∑ ∑x x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 109: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

95

,

)n

+

+

x

n

Lampiran 6 Variansi dari Taksiran OC dalam Bentuk Auto- dan Cross-Variogram

Akan dibuktikan bahwa

1 21 1

( ) ( )n n

i i i ii i

Var Z Zλ β= =

⎡ ⎤+⎢ ⎥

⎣ ⎦∑ ∑x x = ( ) ( ) ( )11 22 12

1 1 1 1 1 1, , 2

n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

λλγ ββ γ λβ γ= = = = = =

− − −∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x

Bukti : Misalkan untuk adalah peubah teregional yang diasumsikan memenuhi asumsi stasioner intrinsik dengan auto- dan cross-variogram. Akan dihitung Z, kombinasi linier dari selisih 2 data sampel yang berjarak h, untuk masing – masing peubah teregional, dan . Z dapat ditulis sebagai berikut :

( )kZ x 1,2k =

1( )Z x 2( )Z x

( ) ( )( ) ( ) ( )( )

( ) ( )( ) ( ) ( )( )( ) ( )( ) ( ) (( )

( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )

1 1 2 21 1

1 1 1 1 1 1 1

1 2 1 2 1 2 2

1 1 1 1 1 1 1 1

1 2 1 1 2 1 2

......

......

......

......

n n

i i i i i ii i

n n n

n n

n n n n

n n n

Z Z h Z Z h Z

Z h Z Z h Z

Z h Z Z h Z

Z h Z Z h Z

Z h Z Z h Z

λ β

λ λ

β β

λ λ λ λ

β β β β

= =

= + − + + −

= + − + + + −

+ + − + + + −

= + − + + + −

+ + − + + + −

∑ ∑x x x x

x x x x

x x x

x x x xx x x ( )2 nx

Dari persamaan di atas, bobot dari kombinasi liniernya adalah

1 1 1 1, ,......, , , , ,......, ,n n nλ λ λ λ β β β− − − β− . Oleh karena itu, untuk peubah teregional ; yang memenuhi asumsi stasioner intrinsik berlaku

syarat : dan

( )kZ x 1,2k =

00

n

iiλ

=

=∑0

0n

ii

β=

=∑ .

Jika kombinasi linier dari peubah teregional Z dinyatakan dengan

, maka untuk sembarang titik x, Z dapat ditulis

sebagai berikut :

( ) (11 1

n n

i i ii i

Z Z Zλ β= =

= +∑ ∑x )2 ix

x

( ) ( )

( ) ( )( ) ( ) ( )( )

1 21 1

1 1 2 21 1

n n

i i i ii in n

i i i ii i

Z Z Z

Z Z Z Z

λ β

λ β

= =

= =

= +

= − + −

∑ ∑

∑ ∑

x x

x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 110: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

96

Sehingga, [ ]Var Z

( ) ( )

( ) ( ) ( ) (

1 1 2 21 1

1 1 2 2 1 1 2 21 1 1 1

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( ) 2 ( ) ( ) , ( ) ( )

n n

i i i ii i

n n n n

i i i i i i i ii i i i

Var Z Z Z Z

Var Z Z Var Z Z Cov Z Z Z Z

λ β

λ β λ β

= =

= = = =

⎡ ⎤= − + −⎢ ⎥

⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎡

= − + − + − −⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣

∑ ∑

∑ ∑ ∑ ∑

x x x x

x x x x x x x x )⎤⎥⎦

⎤− +⎦

1 1 1 1 2 2 2 21 1 1 1

1 1 2 21 1

( ) ( ), ( ) ( ) ( ) ( ), ( ) ( )

2 ( ) ( ), ( ) ( )

n n n n

i j i j i j i ji j i j

n n

i j i ji j

Cov Z Z Z Z Cov Z Z Z Z

Cov Z Z Z Z

λ λ β β

λ β

= = = =

= =

⎡ ⎤ ⎡= − − + −⎣ ⎦ ⎣

⎡ ⎤+ − −⎣ ⎦

∑∑ ∑∑

∑∑

x x x x x x x x

x x x x

Berdasarkan pembuktian pada lampiran 5, maka persamaan di atas menjadi :

[ ]

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

( ) ( )

11 11 11 22 22 221 1 1 1

12 12 121 1

11 111 1 1 1

, , , , , ,

2 , , ,

, ,

n n n n

i j j i i j i j j i i ji j i j

n n

i j j i i ji j

n n n

j j i i i jj i i i

Var Z

λλ γ γ γ ββ γ γ γ

λβ γ γ γ

λγ λ λγ λ

= = = =

= =

= = = =

⎡ ⎤ ⎡= + − + + −⎣ ⎦ ⎣

⎡ ⎤+ + −⎣ ⎦

⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤= +⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦

∑∑ ∑∑

∑∑

∑ ∑ ∑

x x x x x x x x x x x x

x x x x x x

x x x x ( )

( ) ( ) ( )

( ) ( )

111 1

22 22 221 1 1 1 1 1

12 121 1 1 1

,

, , ,

2 , 2 , 2

n n n

i j i ji j

n n n n n n

j j i i i j i j i jj i i j i j

n n n n

j j i i i jj i i j

λλγ

β γ β βγ β ββ γ

β γ λ λγ β

= =

= = = = = =

= = = =

⎡ ⎤− +⎢ ⎥

⎣ ⎦

⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤+ + − +⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎡ ⎤ ⎡ ⎤

+ + −⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦

∑ ∑∑

∑ ∑ ∑ ∑ ∑∑

∑ ∑ ∑ ∑

x x

x x x x x x

x x x x ( )121 1

,n n

i j i ji j

λβ γ= =∑∑ x x

⎤+⎦

( * )

Karena dan , maka persamaan ( * ) menjadi : 0

0n

iiλ

=

=∑0

0n

ii

β=

=∑

[ ] ( ) ( )

( ) ( ) ( )

1 21 1

11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2 ,

n n

i i i ii i

n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

Var Z Var Z Zλ β

λλ γ β β γ λ β γ

= =

= = = = = =

⎡ ⎤= +⎢ ⎥

⎣ ⎦

= − − −

∑ ∑

∑∑ ∑∑ ∑∑

x x

x x x x x x

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 111: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

97

Lampiran 7 Matriks Variansi-Kovariansi Merupakan Matriks Semi Definit Positif

Akan dibuktikan bahwa matriks variansi-kovariansi merupakan matriks semi definit positif. Bukti : Misalkan dan adalah peubah teregional yang memenuhi asumsi

stasioner orde dua, dengan auto-kovariansi ( )1Z x ( )2Z x

( )11C h dan , serta cross-kovariansi .

( )22C h

( )12C h

Kombinasi linier dari dan ( )1Z x ( )2Z x , yaitu

. ( )1 0 1 21 1

ˆ ( ) ( )n n

i i ii i

Z Zλ β= =

= +∑ ∑x x iZ x

,

Berdasarkan pembuktian lampiran 3,

1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x = ( ) ( ) ( )11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

C C Cλλ β β λβ= = = = = =

+ +∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x ≥ 0

Pertidaksamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut :

[ ]1 2 1 2n nλ λ λ β β β

( ) ( ) ( ) (

( ) ( ) ( ) (( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) (

)

)

)

11 1 1 11 1 12 1 1 12 1

11 1 11 12 1 12

12 1 1 12 1 22 1 1 22 1

12 1 12 22 1 22

, , ,

, , ,, , ,

, , ,

n n

n n n n

n n

n n n n

C C C C

C C C CC C C C

C C C C

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

x x x x x x x x

x x x x x x x xx x x x x x x x

x x x x x x x x

1

2

1

2

n

n

λ

,

,,

,

n n

n n

λ

λββ

β

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

0 ≥

11 12

12 22t

C CC C

λλ β

β⎡ ⎤ ⎡ ⎤

⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦⎣ ⎦

0 atau ≥λ

λ ββ⎡ ⎤

⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦

∑ ≥ 0

Agar memenuhi pertidaksamaan di atas, maka matriks ∑ adalah matriks semi definit positif.

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 112: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

98

Lampiran 8 Matriks Auto- dan Cross-Variogram Adalah Matriks Semi Definit Negatif

Akan dibuktikan bahwa matriks auto- dan cross-variogram, 11 12

12 22t

γ γγ γ⎡ ⎤

= ⎢ ⎥⎣ ⎦

Γ

merupakan matriks semi definit negatif. Bukti : Misalkan dan adalah peubah teregional yang memenuhi asumsi stasioner intrinsik, dengan auto-varigram

( )1Z x ( )2Z x

( )11 hγ dan ( )22 hγ , serta cross-variogram . ( )12 hγ

Kombinasi linier dari dan ( )1Z x ( )2Z x , yaitu

. ( )1 0 1 21 1

ˆ ( ) ( )n n

i i ii i

Z Zλ β= =

= +∑ ∑x x iZ x

n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

λλγ ββ γ λβ γ= = = = = =

− − −∑∑ ∑∑ ∑∑x x x x x x 0

11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2 ,n n n n n n

i j i j i j i j i j i ji j i j i j

λλ γ β β γ λβ γ= = = = = =

+ +∑∑ ∑∑x x x x x x

Berdasarkan pembuktian lampiran 6,

1 0ˆ ( )Var Z⎡ ⎤

⎣ ⎦x = ≥ ( ) ( ) ( )11 22 121 1 1 1 1 1

, , 2 ,

∑∑ ≤ ⇔ ( ) ( ) ( ) 0

Pertidaksamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut :

[ ]1 2 1 2n nλ λ λ β β β

( )

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) (( ) ( ) ( ) (

( ) ( ) ( ) (

))

)

11 1 1 11 1 12 1 1 12 1

11 1 11 12 1 12

12 1 1 12 1 22 1 1 22 1

12 1 12 22 1 22

, , ,

, , ,, , ,

, , ,

n n

n n n n

n n

n n n n

γ γ γ γ

γ γ γ γγ γ γ γ

γ γ γ γ

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

x x x x x x x x

x x x x x x x xx x x x x x x x

x x x x x x x x

1

2

1

2

n

n

,

,,

,

n n

n n

λλ

λββ

β

⎡ ⎤⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦

≤ 0

11 12

12 22t

γ γ λλ β

γ γ β⎡ ⎤⎡ ⎤

⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦ ⎣ ⎦

atau ≤ 0λ

λ ββ⎡ ⎤

⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎣ ⎦⎣ ⎦

Γ ≤ 0

Agar memenuhi pertidaksamaan di atas, maka matriks adalah matriks semi definit negatif.

Γ

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 113: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

99

Lampiran 9 Pembentukkan Aturan Keputusan untuk Statistik Uji eR

Diketahui bahwa dibawah kondisi H0, 1 berdistribusi Normal 0,

1eRn

⎛ ⎞⎜ ⎟−⎝ ⎠

.

Pembentukkan aturan keputusan eR : Dengan tingkat signifikansi 0.05α = , berarti { } α= =0 0Pr ditolak benar 0.05H H . Karena pengujian hipotesisnya adalah dua arah, maka { }Pr 0.025eR c> = , dimana c adalah titik kritis. Dan dengan menggunakan standarisasi diperoleh hasil sebagai berikut :

{ } ( ) ( ){ } ( )1

0 0Pr 0.025 Pr 0.0251 1 1 1

Pr 0.025 ; 0,1

ee

R cR cn n

Z c Z N

⎧ ⎫− −⎪ ⎪> = ⇔ > =⎨ ⎬− −⎪ ⎪⎩ ⎭

> = ∼

Dari tabel distribusi normal standar didapat bahwa 1 1.96c = dan dibulatkan menjadi . Sehingga daerah kritis untuk penolakan H1 2c = 0 dapat digambarkan pada gambar dibawah ini :

{ }Pr Z z<

z

-2 2

daerah kritis 0.025

Gambar Fungsi Distribusi dari Z Berdasarkan gambar di atas diperoleh bahwa H0 ditolak saat

( )

2

22 .11 1

ee

Z

R Rnn

>

> ⇔ >−−

21eR

n>

−.Jadi, H0 ditolak saat

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 114: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

100

Lampiran 10 am Matlab 3 untuk Uji Validasi Silang

rogram ini dig sing model

.0434; 1.1818; 1.3047; %data 1.0535; 1.6410; 1.6303; 2.0576; 2.0851;]; kandungan DCPA

t

2

rm(xdata(i,:)-xdata(j,:));

Progr 5.

unakan untuk uji validasi silang pada masing-maP

auto- dan cross-variogram. m=10; 1data=[1.9994; 1.4155; 2z z2data=[4.1617; 3.9950; 3.9925; 3.9738; 4.1285; %data 3.9690; 4.1617; 4.0282; 4.2505; 4.2609;]; kandungan Nitraxdata=[21 20; 22 21; 22 20; 23.23 25.46; 20.68 19; %data 23 25.45; 23 23; 19.92 27.54; 19.51 25.84; 5 21.32;]; lokasiK=zeros(m,m); for i=1:m for j=1:m K(i,j)=no end end

ef(z1data,z2data); v(z1data,z2data);

); asi matriks nilai-nilai residual terbaku

sir nilai DCPA

;

ta(i,:)-xdata(j,:))==0 j)=0;

K; P=corrcot3=cofprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Nugget-Effect'D1=zeros(9,1); %inisialisD2=zeros(9,1); %inisialisasi matriks nilai-nilai kuadrat residual terbaku for k=1:9 n=k; x0=xdata(n+1,:); %lokasi yang akan ditakN=2*(n+1); A=zeros(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokrigingb=zeros(N,1); Z=zeros(2*n,1) for i=1:n for j=1:n if norm(xda A(i, else A(i,j)=0.0082; end end end

;

for i=1:n for j=n+1:2*n if norm(xdata(i,:)-xdata(j-n,:))==0 A(i,j)=0 else A(i,j)=0.0003; end end end

*n for i=n+1:2

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 115: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

101

(j,i);

norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-n,:))==0 ;

*n+1)=1; 2*n+1,j)=1;

;

N,i)=1; n,1);

0);

0;

082;

m(xdata(i-n,:)-x0); h==0

.0003;

A\b %nilai bobot-bobot ordinary cokriging se(coef(1:2*n))*Z %nilai taksiran untuk DCPA 1(n+1,1)-Z10 %nilai residual

idual

l terbaku

/9; %statistik uji untuk menentukan kecocokan model dan model terbaik

for j=1:n A(i,j)=A end end for i=n+1:2*n for j=n+1:2*n

if A(i,j)=0 else A(i,j)=0.005; end end end for j=1:n A(j,2 A( Z(j,1)=Z1(j,1)end for i=n+1:2*n A(i,N)=1; A( Z(i,1)=Z2(i-end for i=1:n h=norm(xdata(i,:)-x if h==0 b(i)= else b(i)=0.0 end end for i=n+1:2*n h=nor if b(i)=0; else b(i)=0 end end b(N-1)=1;

A;,b;,Z;coef=Z10=transporesidual=Zvariansi_taks=b'*coef %nilai variansi taksiran residual_terbaku=residual/sqrt(variansi_taks) %nilai res

terbaku kuadrat=residual_terbaku^2 %nilai kuadrat residuaD1(k,1)=residual_terbaku; D2(k,1)=kuadrat; end D1;,D2;

=sum(D2)Q1N=sum(D1)/9;,Q2N

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 116: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

102

ai-nilai

ai DCPA

1);

a(i,:)-xdata(j,:)); )=0.0082+0.1453*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

rm(xdata(i,:)-xdata(j-n,:)); 4

0003+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

)=0.0292;

fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Spherical'); C1=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nilai-nilai

residual terbaku C2=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nil kuadrat residual terbaku for k=1:9 n=k; x0=xdata(n+1,:); %lokasi yang akan ditaksir nilN=2*(n+1); A=zeros(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokriging b=zeros(N,1); Z=zeros(2*n,for i=1:n for j=1:n h=norm(xdat if h<4 A(i,j else A(i,j)=0.1535; end end end for i=1:n for j=n+1:2*n h=no if h< A(i,j)=0. else A(i,j end end end

*n

A(i,j)=A(j,i);

h=norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-n,:));

005+0.008*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

)=0.013;

for i=n+1:2 for j=1:n end end for i=n+1:2*n for j=n+1:2*n

if h<4 A(i,j)=0. else A(i,j end end end

+1)=1; 2*n+1,j)=1;

1(j,1);

for j=1:n *n A(j,2

A( Z(j,1)=Zend for i=n+1:2*n

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 117: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

103

n,1);

0);

((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

A(i,N)=1; A(N,i)=1; Z(i,1)=Z2(i-end for i=1:n h=norm(xdata(i,:)-x

h<4 if b(i)=0.0082+0.1453*( else

0.1535; b(i)= end end

m(xdata(i-n,:)-x0); h<4

03+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

0.0292;

%nilai bobot-bobot ordinary cokriging

se(coef(1:2*n))*Z %nilai taksiran untuk DCPA 1(n+1,1)-Z10 %nilai residual

idual

=sum(C2)/9; %statistik uji untuk menentukan kecocokan model dan model terbaik

residual terbaku ai-nilai

os(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokriging

1);

82+0.1453*(1-exp(-(norm(xdata(i,:)-)/4));

end

for i=n+1:2*n h=nor if b(i)=0.00 else b(i)= end end b(N-1)=1; A;,b;,Z;coef=A\b Z10=transporesidual=Zvariansi_taks=b'*coef %nilai variansi taksiran residual_terbaku=residual/sqrt(variansi_taks) %nilai res terbaku kuadrat=residual_terbaku^2 %nilai kuadrat residual terbaku C1(k,1)=residual_terbaku; C2(k,1)=kuadrat; end C1;,C2; Q1S=sum(C1)/9;,Q2S fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Eksponensial'); E1=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nilai-nilai E2=zeros(9,1); %inisialisasi untuk matriks nil kuadrat residual terbaku for k=1:9 n=k

DCPA x0=xdata(n+1,:); %lokasi yang akan ditaksir nilaiN=2*(n+1); A=zerb=zeros(N,1); Z=zeros(2*n,for i=1:n for j=1:n A(i,j)=0.00xdata(j,:)) end

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 118: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

104

i,j)=0.0003+0.0289*(1-exp(-(norm(xdata(i,:)-xdata(j-4));

for i=1:n for j=n+1:2*n A(

)/n,:)) end end

i,j)=A(j,i);

i,j)=0.005+0.008*(1-exp(-(norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-)/4));

=1; +1,j)=1;

j,1)=Z1(j,1);

-n,1);

*(1-exp(-(norm(xdata(i,:)-x0))/4));

;

)=1;

kriging ranspose(coef(1:2*n))*Z %nilai taksiran untuk DCPA

(n+1,1)-Z10 %nilai residual aks=b'*coef %nilai variansi taksiran

dual terbaku

kecocokan model dan model terbaik

for i=n+1:2*n for j=1:n A(

d enend for i=n+1:2*n for j=n+1:2*n A(n,:)) end end for j=1:n A(j,2*n+1) A(2*n Z(end for i=n+1:2*n A(i,N)=1; A(N,i)=1; Z(i,1)=Z2(iend for i=1:n b(i)=0.0082+0.1453end for i=n+1:2*n b(i)=0.0003+0.0289*(1-exp(-(norm(xdata(i-n,:)-x0))/4))end b(N-1A;,b;,Z; coef=A\b %nilai bobot-bobot ordinary coZ10=tresidual=Z1variansi_tresidual_terbaku=residual/sqrt(variansi_taks) %nilai residual terbaku kuadrat=residual_terbaku^2 %nilai kuadrat resiE1(k,1)=residual_terbaku; E2(k,1)=kuadrat; end E1;,E2;

; %statistik uji untuk menentukan Q1E=sum(E1)/9,Q2E=sum(E2)/9

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 119: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

105

Lampiran 11 Program Matlab 5.3 untuk Menaksir Kandungan DCPA

Program i tak tersampel x0 dengan menggunakan model Spherical.

%data kandungan DCPA

[4.1617; 3.9950; 3.9925; 3.9738; 4.1285; %data n Nitrat

i

;

a(i,:)-xdata(j,:));

)=0.0082+0.1453*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

1:2*n norm(xdata(i,:)-xdata(j-n,:));

4 0003+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

n i,j)=A(j,i);

=norm(xdata(i-n,:)-xdata(j-n,:));

005+0.008*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

ini digunakan untuk menaksir kandungan DCPA pada lokas

n=10; z1data=[1.9994; 1.4155; 2.0434; 1.1818; 1.3047; 1.0535; 1.6410; 1.6303; 2.0576; 2.0851;]; z2data= 3.9690; 4.1617; 4.0282; 4.2505; 4.2609;]; kandungaxdata=[21 20; 22 21; 22 20; 23.23 25.46; 20.68 19; %data

2 2;]; lokas 23 25.45; 23 23; 19.92 27.54; 19.51 25.84; 5 21.3x0=[20 25] %lokasi yang akan ditaksir nilai DCPA N=2*(n+1); A=zeros(N,N); %awal pembentukkan sistem ordinary cokriging

) b=zeros(N,1 ;1) Z=zeros(2*n,

for i=1:n for j=1:n h=norm(xdat

<4 if h A(i,j else

)=0.1535; A(i,j end end end for i=1:n

j=n+ for h=

if h< A(i,j)=0. else

j)=0.0292; A(i, end end end

2*n for i=n+1:j=1: for

A( end end for i=n+1:2*n

j=n+1:2*n for h

if h<4 A(i,j)=0. else

j)=0.013; A(i, end end

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007

Page 120: digital_20180943-036-07-Metode penakasiran.pdf

106

1)=1; ,j)=1;

j,1)=Z1(j,1);

;

a(i,:)-x0);

b(i)=0.0082+0.1453*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

:)-x0); 4

003+0.0289*(((3*h)/(2*4))-((h^3)/(2*4^3)));

; ranspose(coef(1:2*n))*Z; %nilai taksiran DCPA pada lokasi x0

ks=b'*coef; %nilai variansi taksiran

end for j=1:n A(j,2*n+

+1 A(2*n Z(end for i=n+1:2*n A(i,N)=1; A(N,i)=1;

i,1)=Z2(i-n,1) Z(end for i=1:n h=norm(xdat if h<4 else b(i)=0.1535; end end for i=n+1:2*n h=norm(xdata(i-n, if h< b(i)=0.0 else b(i)=0.0292; end end b(N-1)=1;A;,b;,Z; coef=A\bZ10=tvariansi_ta

Metode penaksiran..., Larassati Septiana, FMIPA UI, 2007