difteri anak css

Upload: putri-diana

Post on 02-Mar-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    1/17

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh

    Corynebacterium diphtheria dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan

    atau mukosa.

    Difteri ditularkan dengan cara kontak dengan pasien atau karier melalui droplet

    (infeksi tetesan) ketika batuk, bersin atau berbicara. Muntahan atau debu bisa menjadi media

    penularan (vehicle of transmission). Menurut manifestasi klinisnya difteri terdiri dari difteri

    hidung, difteri tonsil faring, difteri laring, dan difteria kulit, vulvovaginal, konjungtiva, dan

    telinga. Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan

    preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan

    didapatkan kuman Corynebacterum diphteriae. Penyulit difteri dapat terjadi sebagai akibat

    obstruksi jalan napas, aktivitas eksotoksin, ataupun karena infeksi sekunder bakteri lain .

    Pengobatan difteri baik secara umum ataupun sekunder bertujuan menginaktivasi

    toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang

    terjadi minimal, mengeliminasi Corynebacterum diphteriae untuk mencegah penularan, serta

    mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria. !munisasi DP" dan pengobatan carrier dapat

    membantu dalam pencegahan diferi.

    Penanganan yang terlambat pada difteri dapat menyebabkan timbulnya komplikasi

    seperti miokarditis yang dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio kordis.

    Prognosis difteria setelah ditemukannya #D$ dan antibiotic lebih baik daripada sebelumnya.

    $elain itu prognosis pada difteri juga tergantung terhadap usia penderita, waktu pengobatan

    antitoksin, tipe klinis difteri, dankeadaan umum penderita,%.

    1

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    2/17

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring,

    laring, hidung adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang&kadang

    konjungtiva atau vagina. "imbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytoto'in spesifik

    yang dilepas oleh bakteri. esi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu&abuan

    yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. "enggorokan terasa sakit, sekalipun pada

    difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang

    membesar dan melunak. Pada kasus&kasus yang berat dan sedang ditandai dengan

    pembengkakan dan udem di leher dengan pembentukan membran pada trakea secara dan

    dapat terjadi obstruksi jalan napas.

    2.2 Epie!i"l"gi

    Difteri tersebar luas ke seluruh dunia. #ngka kejadian menurun secara nyata

    setelah perang dunia kedua, setelah penggunaan toksoid difteria. Demikian pula terdapat

    penurunan mortalitas yang berkisar *&+. Delapan puluh persen kasus terjadi di bawah

    umur * tahun, meskipun demikian dalam suatu keadaan wabah, angka kejadian menurut

    umur tergantung status imunitas populasi setempat.

    -aktor sosial ekonomi, pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek, terbatasnya

    fasilitas kesehatan, merupakan faktor penting terjadinya penyakit ini. rang&orang yang

    berada pada risiko tertular difteri meliputi/

    #nak&anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru

    rang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat

    rang yang memiliki gangguan sistem kekebalan

    $iapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri

    Difteri jarang terjadi di negara&negara maju seperti #merika $erikat dan 0ropa,

    karena telah mewajibkan imunisasi pada anak&anak selama beberapa dekade. 1amun,

    difteri masih sering ditemukan pada negara&negara berkembang di mana tingkat

    imunisasinya masih rendah seperti halnya yang saat ini terjadi di 2awa timur.

    2

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    3/17

    Difteri ditularkan dengan cara kontak dengan pasien atau karier melalui droplet

    (infeksi tetesan) ketika batuk, bersin atau berbicara. Muntahan atau debu bisa menjadi

    media penularan (vehicle of transmission).

    Difteria kulit, meskipun jarang dibahas, memegang peranan yang cukup penting

    secara epidemiologik. Pada suatu saat ketika angka kejadian difteria faucialdi beberapa

    negara mulai memudar, difteria kulit dilaporkan meningkat. 3al yang penting bahwa

    dalam suatu populasi tertentu dengan karier kulit dalam proporsi yang cukup tinggi

    terdapat kekebalan terhadap difteria faucial, namun sebalikya berperan pula dalam

    terjadinya wabah difterifaucial.

    Di !ndonesia, wabah difteri muncul kembali sejak tahun %++ di 4ianjur,

    $emarang, "asikmalaya, 5arut, dan 2awa "imur dengan case fatality rate (4-6) ,7&

    ,8. Di 2awa "imur sejak tahun %+++&%+, tercatat * kasus dengan jumlah

    kematian orang dan pada tanggal + ktober %+ Provinsi 2awa "imur dinyatakan

    berstatus 9:%.

    2.# Eti"l"gi

    Corynebacterium diphtheria merupakan kuman batang gram positif, tidak

    bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada pemanasan

    ;+

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    4/17

    diphtheroid saprofit yang mempunyai morfologi serupa, sehingga untuk membedakan

    kadang&kadang diperlukan pemeriksan khusus dengan cara fermentasi glikogen, kanji,

    glukosa, maltosa, dan sukrosa.

    $ecara umum dikenal tipe utama Corynebacterium diphtheriayaitu tipe gravis,

    intermedius dan mitis, namun dipandang dari antigenisitas sebenarnya basil ini

    merupakan spesies yang bersifat heterogen dan mempunyai banyak tipe serologik. 3al

    ini mungkin bisa menjelaskan mengapa pada seorang pasien bisa terdapat kolonisasi

    lebih dari satu jenis Corynebacterium diphtheria.

    4iri khas Corynebacterium diphtheria adalah kemampuannya memproduksi

    eksotoksin baik in vivo maupunin vitro.0ksotoksin ini merupakan suatu protein dengan

    berat molekul ;%.+++ dalton, tidak tahan panas > cahaya, mempunyai % fragmen yaitu

    fragmen # (amino&terminal) dan fragmen : (karboksi&terminal). 9emampuan suatu

    strainuntuk membentuk > memproduksi toksin dipengaruhi oleh adanya bakteriofag,

    toksin hanya bisa diproduksi oleh Corynebacterium diphtheria yang terinfeksi oleh

    bakteriofag yang mengandung toxigene?.

    $a!%ar I. Corynebacterium diphtheria

    2.& Pat"genesa an Pat"fis"l"gi

    9uman Corynebacterum diphteriae masuk melalui mukosa atau kulit, melekat

    serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran napas bagian atas dan mulai

    memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling, selanjutnya menyebar ke seluruh

    tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. 0fek toksin pada jaringan tubuh

    manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel. Pembentukan protein dalam

    sel dimulai dari penggabungan % asam amino yang telah diikat % transfer 61# yang

    mendapati kedudukan P dan # dalam ribosom. :ila rangkaian asam amino ini akan

    4

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    5/17

    ditambah dengan asam amino lain untuk membentuk polipeptida sesuai dengan cetakan

    biru 61#, diperlukan proses translokasi. "ranslokasi ini merupakan pindahnya gabungan

    transfer 61# @ dipeptida dari kedudukan # ke kedudukan P. Proses translokasi ini

    memerlukan enAim translokase yang aktif.

    "oksin difteri mula&mula menempel pada membran sel dengan bantuan fragmen

    : dan selanjutnya fragmen # akan masuk, mengakibatkan inaktivasi enAim translokase

    yang menyebabkan proses translokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian

    polipeptida yang diperlukan, akibatnya sel akan mati. 1ekrosis tampak jelas di daerah

    kolonisasi kuman. $ebagai respon, terjadi inflamasi lokal bersama&sama dengan dengan

    jaringan nekrotik, membentuk bercak eksudat yang semula mudah dilepas. Produksi

    toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin melebar dan terbentuklah eksudat

    fibrin."erbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman,

    tergantung dari jumlah darah yang terkandung. :ila dipaksa melepaskan membran akan

    terjadi perdarahan. $elanjutnya membran akan terlepas sendiri pada masa penyembuhan.

    Pada pseudomembran kadang&kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan

    bakteri (misalnya Streptococcus pyogenes). 5angguan pernapasan atau sufokasi bisa

    terjadi dengan perluasan penyakit ke dalam laring atau cabang trakeo&bronkus. "oksin

    yang diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan kerusakan pada setiap organ, terutama

    jantung, saraf dan ginjal. #ntitoksin difteri hanya berpengaruh pada toksin yang bebas

    atau yang terabsorbsi pada sel, tetapi tidak menetralisasi apabila toksin telah melakukan

    penetrasi ke dalam sel. $etelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat masa laten yang

    bervariasi sebelum timbulnya manifestasi klinis. Miokarditis biasanya terjadi dalam + &

    ? hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah & 7 minggu. 9elainan patologik

    yang mencolok adalah nekrosis toksik dan degenerasi hialin pada bermacam&macam

    organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema, kongesti, infiltrasi sel mononuclear

    pada serat otot dan sistem konduksi. #pabila pasien tetap hidup, terjadi regenerasi otot

    dan fibrosis interstitial. Pada saraf tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada

    selaput myelin. 1ekrosis hati bisa disertai gejala hipoglikemik, kadang&kadang tampak

    perdarahan adrenal dan nekrosis tubular akut pada ginjal?,*.

    2.' $e(ala klinis

    5

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    6/17

    $ebagai faktor primer adalah imunitas pejamu terhadap toksin difteri, virulensi

    serta toksigenitas Corynebacterum diphteriaedan lokasi penyakit secara anatomis. -aktor

    lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit pada daerah nasofaring yang

    sudah ada sebelumnya. Masa inkubasi antara &* hari dengan perjalanan penyakit bersifat

    insidious (perlahan&lahan) dimulai dengan gejala yang tidak spesifik. Difteri mempunyai

    masa tunas % & ; hari. Pasien pada umumnya datang berobat setelah beberapa hari

    menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi B,8

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    7/17

    $a!%ar III. Pse)"!e!%ran an bull neck

    Difteria Laring

    Difteria laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Pada difteri primer

    gejala toksik kurang nyata, oleh karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin

    yang rendah dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas

    lebih mencolok. 5ejala klinis difteri laring sukar untuk dibedakan dengan tipe infectius

    croupsyang lain, seperti nafas bunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk

    kering. Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, interkostal dan

    supraklavikular. :ila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi

    kematian mendadak.

    Pada kasus berat, membran dapat meluas ke percabangan trakeobrongkial.#pabila

    difteria laring terjadi sebagai perluasan dari difteria faring, maka gejala yang tampak

    merupakan campuran gejala obsruksi dan toksemia

    Difteria K)lit, +)l"aginal, K"n()ngtia, an Telinga

    Difteria 9ulit, =ulvovaginal, 9onjungtifa dan "elinga merupakan tipe difteria yang

    tidak laAim (unusual). Difteria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat

    membran pada dasarnya. 9elainan cenderung menahun. Difteria pada mata dengan lesi

    pada konjungtiva berupa kemerahan, oedem dan membran pada konjungtiva palpebra.

    Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

    7

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    8/17

    2.- Diagn"sa

    3arus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh karena penundaan pengobatan

    akan membahayakan jiwa penderita. Penentuan kuman difteri dengan sediaan langsung

    kurang dapat dipercaya. 4ara yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara

    fluorescent antibody technique,namun untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti

    dengan isolasi Corynebacterum diphteriae dengan pembiakan pada media oeffler,

    dilanjutkan dengan test oksinogenesitas secara in vivo (marmut) dan in vitro (tes 0lek).

    4ara Polymerase 4hain 6eaction (P46) dapat membantu menegakkan diagnosis

    difteri dengan cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penelitian

    lebih lanjut untuk penggunaan secara luas.

    Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan

    pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran

    semu dan didapatkan kuman Corynebacterum diphteriae.

    KITEIA DIA$N/SIS

    Ana!nesis

    9ontak dengan penderita difteri

    $uara serak

    $tridor dan tanda lain obstruksi jalan nafas

    Demam tak begitu tinggi

    Pe!eriksaan *isik

    "onsilitis, faringitis, rinitis

    imfadenitis servikal @ edema jaringan lunak leher (bullneck)

    $angat penting untuk dignosis ditemukannya membran pada tempat infeksi yang

    berwarna putih keabu&abuan, mudah berdarah bila diangkat

    La%"rat"ri)!

    3itung leukosit darah tepi dapat C

    9adang&kadang timbul anemia

    Protein likuor pada neuritis difteria sedikit C

    rea 1 darah pada nekrosis tubular akut dapat C

    8

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    9/17

    Diagnosis pasti E 9uman difteria pada sediaan langsung > biakan (@)

    2.0 Diagn"sa %aning

    Difteria Hi)ng rhinorrhea common cold, sinusitis, adenoiditis), benda asing

    dalam hidung,snuffles(lues kongenital)

    Difteria *aring tonsilitis membranosa akut yang disebabkan oleh $treptokokus

    (tonsilitis akut,septic sore throat), mononukleosis infeksiosa, tonsilitis membranosa

    non&bakterial, tonsilitis herpetika primer, moniliasis, blood dyscrasia, pasca

    tonsilektomi.

    Difteria Laring laringitis, dapat menyerupai infectious croups yang lain yaitu

    spasmodic croup, angioneurotic edemapada laring, dan benda asing dalam laring.

    Difteria K)lit impetigo dan infeksi kulit yang disebabkan oleh streptokokus dan

    stafilokokus;.

    2. Pen3)lit

    Penyulit difteri dapat terjadi sebagai akibat inflamasi lokal atau akibat aktivitas

    eksotoksin. Maka penyulit difteria dapat dikelompokkan dalam /

    . bstruksi jalan nafas

    Disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran difteri atau oleh karenaedema pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan servikal.

    %. 0fek eksotoksin

    Dampak eksotoksin dapat bermanifestasi pada jantung berupa miokarditis yang dapat

    terjadi baik pada difteria ringan maupun berat dan biasanya terjadi pada pasien yang

    terlambat mendapat pengobatan antitoksin. Penyulit pada jantung berupa miokardiopati

    toksik bisa terjadi pada minggu ke&%, tetapi bisa lebih dini (minggu pertama) atau lebih

    lambat (minggu ke&;). Manifestasinya bisa berupa takikardi, suara jantung redup, bising

    jantung, atau aritmia. :isa pula terjadi gagal jantung. 9elainan pemeriksaan

    elektrokardiogram dapat berupa elevasi segmen $", perpanjangan interval P6, dan heart

    block.

    Penyulit pada saraf (neuropati) biasanya terjadi lambat, bersifat bilateral, terutama

    mengenai saraf motorik dan sembuh sempurna. 9elumpuhan pada palatum molle pada

    minggu ke&, suara menjadi sengau, terjadi regurgitasi nasal, kesukaran menelan.

    Paralisis otot mata biasanya pada minggu ke&*, meskipun dapat terjadi antara minggu ke&

    * dan ke&7

    9

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    10/17

    Paralisis ekstremitas bersifat bilateral dan simetris disertai hilangnya deep tendon

    reflexes, peningkatan kadar protein dalam cairan serebrospinal. 3al ini dapat

    menyebabkan kematian apabila tidak dibantu dengan ventilator mekanik. :ila terjadi

    kelumpuhan pada pusat vasomotor dapat terjadi hipotensi dan gagal jantung.

    . !nfeksi sekunder dengan bakteri lain.

    $etelah penggunaan antibiotika secara luas, penyulit ini sudah sangat jarang*,7.

    2.4 Penatalaksanaan

    "ujuan pengobatan adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,

    mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi

    Corynebacterum diphteriae untuk mencegah penularan, serta mengobati infeksi

    penyerta dan penyulit difteria.

    U!)!

    Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif %

    kali berturut&turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama % & minggu.

    !stirahat tirah baring selama kurang lebih % & minggu atau lebih lama bila terjadi

    miokrditis

    ksigen bila sesak nafas

    Pemberian cairan serta diet makanan lunak yang mudah dicerna dengan kalori tinggi

    9husus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara

    dengan menggunakan humidifier.

    "rakeostomi pada kasus dengan obstruksi saluran nafas berat

    Prednisone F ,* mg>kgbb>hari, peroral, tiap ; F B jam pada kasus berat selama ? hari.

    K5)s)s

    . #ntitoksin / #nti Diphtheria $erum (#D$)

    #ntitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteri. $ebelumnya

    harus dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva dahulu. leh karena pada pemberian

    #D$ terdapat kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik, maka harus tersedia larutan#drenalin / +++ dalam semprit. "es kulit dilakukan dengan penyuntikan +, ml

    10

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    11/17

    #D$ dalam larutan garam fisiologis / +++ secara intrakutan. "es positif bila dalam

    %+ menit terjadi indurasi G + mm. "es konjungtiva dilakukan dengan meneteskan

    tetes larutan serum / + dalam garam faali. Pada mata yang lain diteteskan garam

    faali. "es positif bila dalam %+ menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi

    dan lakrimasi.

    :ila tes kulit > konjungtiva positif, #D$ diberikan dengan cara desensitisasi

    (:esredka). :ila tes hipersensitivitas tersebut di atas negatif, #D$ harus diberikan

    sekaligus secara intravena. Dosis serum anti difteri ditentukan secara empiris

    berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan penderita, dan berkisar

    antara %+.+++&%+.+++ 9!. Dosis #D$ di ruang Menular #nak 6$D Dr. $oetomo

    disesuaikan menurut derajat berat penyakit sebagai berikut /

    %+.+++ 9! i.m. untuk difteri ringan (hidung, kulit, konjungtiva).

    ?+.+++ 9! i.v. untuk difteri sedang (pseudomembran terbatas pada tonsil, difteri

    laring).

    ++.+++ 9! i.v. untuk difteri berat (pseudomembran meluas ke luar tonsil, keadaan

    anak yang toksik, disertai HbullneckH, disertai penyulit akibat efek toksin).

    iteratur lain mengatakan dosis yang diberikan seperti /

    Difteri hidung > faring ringan ?+.+++

    Difteri faring ;+.+++ F B+.+++

    Difteri faring berat > laring > dengan bull neck ++.+++ F %+.+++

    Pemberian #D$ secara intravena dilakukan secara tetesan dalam larutan %++ ml

    dalam waktu kira&kira ?&B jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat

    dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama % jam berikutnya. Demikian pula

    perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness).

    %. #ntibiotik

    :ukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk menghentikan produksi

    toksin. Penisilin prokain *+.+++&++.+++ 9!>::>hari selama 7&+ hari atau %*.+++ F

    *+.+++ >kgbb>hari intra muscular, tiap % jam selama ? hari atau bila hasil biakan

    hari berturut&turut negative (&).

    :ila alergi bisa diberikan eritromisin ?+ & *+ mg>kg>hari, di bagi dalam ? dosis

    maksimal %gr> hari, peroral atau intravena, tiap ; jam selama ? hari.

    11

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    12/17

    . 9ortikosteroid

    :elum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteri.

    Di 6uang Menular #nak 6$D Dr. $oetomo, kortikosteroid diberikan kepada

    penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit

    miokardiopati toksik;,B.

    Peng"%atan pen3)lit

    Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap

    baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.

    Peng"%atan 6arrier

    4arrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi $chick

    negatif tetapi mengandung basil difteri dalam nasofaringnya. Pengobatan yang dapat

    diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin

    diperlukan tindakan tonsilektomi > adenoidektomi

    Pengobatan yang diberikan adalah Penisilin ++ mg>kg::>hari oral > suntikan, atau

    eritromisin ?+ mg>kg::>hari selama satu minggu7.

    2.17 Pen8ega5an

    mum

    9ebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak&anak. Pada

    umumnya setelah menderita penyakit difteri kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat

    rendah sehingga perlu imunisasi.

    9husus

    "erdiri dari imunisasi DP" dan pengobatan carrier.

    9ekebalan pasif /

    Diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap difteri (sampai ; bulan)

    dan suntikan antitoksin (sampai %& minggu).

    12

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    13/17

    9ekebalan aktif /

    Diperoleh setelah menderita aktif yang nyata atau inapparent infectionserta imunisasi

    toksoid difteri.

    Imunisasi

    !munisasi DP" merupakan vaksin mati, sehingga untuk mempertahankan kadar

    antibodi menetap tinggi di atas ambang pencegahan, kelengkapan ataupun pemberian

    imunisasi ulangan sangat diperlukan. !munisasi DP" lima kali harus dipatuhi sebelum anak

    berumur ; tahun.

    #pabila belum pernah mendapat DP", diberikan imunisasi primer DP" tiga kali

    dengan interval masing&masing ? minggu. #pabila imunisasi belum lengkap segera

    dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang), dan yang

    telah lengkap imunisasi primer (I tahun) perlu dilakukan imunisasi DP" ulangan '.

    Jaktu pasien dipulangkan /

    DP" +,* ml, i.m, untuk anak I 7 tahun

    D" +,* ml, i.m, untuk anak K 7 tahun

    "est kekebalan /

    Schick test / Menentukan kerentanan (suseptibilitas) terhadap difteri. "es dilakukan

    dengan menyuntikan toksin difteri (dilemahkan) secara intrakutan. :ila tidak terdapat

    kekebalan antitoksik akan terjadi nekrosis jaringan sehingga test positif.

    !oloney test / Menentukan sensitivitas terhadap produk kuman difteri. "es dilakukan

    dengan memberikan +, ml larutan fluid difteri to'oid secara suntikan intradermal. 6eaksi

    positif bila dalam %? jam timbul eritema G+ mm. !ni berarti bahwa /

    o pernah terpapar pada basil difteri sebelumnya sehingga terjadi reaksi

    hipersensitivitas.

    o pemberian toksoid difteri bisa mengakibatkan timbulnya reaksi yang berbahaya;.

    $emua anak yang kontak dengan penderita harus dilakukan pemeriksaan sediaan

    langsung dari hidung dan tenggorok.

    13

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    14/17

    :ila hasil (&)

    0ritromisin ?+ F *+ mg>kgbb>hari dibagi ? dosis, maksimal % gr>hari, peroral, selama

    7 hari

    !munisasi DP" > D" pada anak yang belum pernah diimunisasi, ulangan pada anak

    yang telah mendapatkan imunisasi.

    :ila hasil (@)

    Pada anak tanpa gejala (karier) / 0ritromisin ?+ F *+ mg>kgbb>hari dibagi ? dosis,

    maksimal % gr>hari, peroral, tiap ; jam selama 7 hari

    !munisasi DP" > D" pada anak yang belum pernah diimunisasi, ulangan pada anak

    yang telah mendapatkan imunisasi.

    $elama pemberian obat anak harus diawasi ketat. :ila menunjukkan gejala

    segera dirawat.

    2.11 K"!plikasi

    aringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke laring

    dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat timbul

    komplikasi ini. Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio

    kordis. 9elumpuhan otot palatum molle, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta

    otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan kelumpuhan

    otot&otot pernafasan. #lbuminuria sebagai akibat dari komplikasi ke ginjal

    2.12 Pr"gn"sa

    Prognosis difteria setelah ditemukannya #D$ dan antibiotic lebih baik daripada

    sebelumnya. $ebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai

    +&*+ . Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi

    *&+ dan sering terjadi akibat miokarditis. Di !ndonesia pada daerah kantong yang

    14

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    15/17

    belum terjamah imunisasi masih dijumpai kasus difteria berat dengan prognosis

    buruk. :ila antitoksin diberikan pada hari pertama, angka kematian pada penderita

    kurang dari , namun dengan penundaan lebih dari hari ke&; akan menyebabkan

    angka kematian meningkat sampai +. Menurut 9rugman, kematian mendadak pada

    kasus difteria dapat disebabkan oleh karena /

    . obstruksi jalan napas mendadak diakibatkan oleh terlepasnya membran difteri,

    %. adanya miokarditis dan gagal jantung

    . paralisis diafragma sebagai akibat neuritis nervus nefrikus.

    #nak yang pernah menderita miokarditis atau neuritis sebagai penyulit difteria,

    pada umumnya akan sembuh sempurna tanpa gejala sisaE walaupun demikian pernah

    dilaporkan kelainan jantung yang menetap.

    Prognosa tergantung pada /

    . sia penderita

    Makin rendah makin jelek prognosa. 9ematian paling sering ditemukan pada

    anak&anak kurang dari ? tahun dan terjadi sebagai akibat tercekik oleh

    membran difteri.

    %. Jaktu pengobatan antitoksin

    $angat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin

    . "ipe klinis difteri

    Mortalitas tertinggi pada difteri faring&laring (*;,B) menyusul tipe

    nasofaring(?B,?) dan faring (+,*)

    ?. 9eadaan umum penderita

    Prognosa baik pada penderita dengan giAi baik

    BAB III

    KESI9PULAN

    15

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    16/17

    4orynebacterium difteri bisa menimbulkan infeksi pada laring, faring, dan hidung.

    !nfeksi ini menyebabkan gejala&gejala lokal dan sistemik, efek sistemik terutama karena

    eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat infeksi. Difteri dapat melalui

    kontak dengan karier atau seseorang yang sedang menderita difteri. :akteri dapat disebarkan

    melalui tetesan air liur akibat batuk, bersin atau berbicara. Menurut berat ringannya infeksi

    difteri dibagi tiga yaitu ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung

    dengan gejala hanya nyeri menelan, sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai

    faring dan menimbulkan bengkak pada laring, dan berat bila terjadi obstruksi nafas berat

    yang disertai gejala komplikasi seperti miokarditis, neuritis dan nefritis. "erapi infeksi difteri

    terbagi mnejadi pengobatan umum, khusus yang dijelaskan dengan cara pemberian #D$,

    antibiotika dan kortikosteroid serta pengobatan penyulit

    DA*TA PUSTAKA

    16

  • 7/26/2019 Difteri Anak Css

    17/17

    . Difteri. Dalam / $umarmo $. Poorwo $oedarmo, 3erry 5arna, $ri 6eAeki $.

    3adinegoro, 3indra !rawan $atari. :uku ajar infeksi L pediatri tropis. 0disi !!.

    2akarta / :adan Penerbit !katan Dokter #nak !ndonesia, %++B. h. % &%.

    %. Difteri pada anak. 0disi %++8. Diunduh dari

    www.idai.or.id>kesehatananak>artikel.aspNO%+?8% , % $eptember %+%.

    . Difteri. 0disi %+%. Diunduh dari http/>>dokteranakku.net>articles>%+>+>difteri.html,

    %+ $eptember %+%.

    ?. Difteria. Dalam / 3erry 5arna, 3eda Melinda D. 1ataprawira, $ri 0ndah

    6ahayuningsih, editor. Diagnosis dan terapi ilmu kesehtan anak. 0disi !!!. :andung /

    :agian !lmu 9esehatan #nak -akultas 9edokteran niversitas Padjajaran, %++*. 3.

    %+*&B.

    *. Jhat is diphtheria. 0disi %; Desember %++. Diunduh dari

    http/>>nationalnursingreview.com>tag>diphtheria&treatment>, % $eptember %+%.

    ;. $upriyanto, dkk. %++B. 6eaksi 9ekebalan #nak sekolah "erhadap "oksoid Difteri.

    2akarta.

    7. Dr. ".3.6ampengan, $p.# (9) dan Dr. !.6 aurentA, $p.#. 88%. Penyakit !nfeksi

    "ropik pada #nak. 2akarta/:ina 3usada

    B. 5arna 3erry, dkk. %+++. Difteri. Pedoman Diagnosis dan "erapi !lmu 9esehatan

    #nak. 0disi kedua. :agian>$M- !lmu 9esehatan #nak. 2akarta/-9P

    17

    http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=201111411912http://dokteranakku.net/articles/2011/10/difteri.htmlhttp://dokteranakku.net/articles/2011/10/difteri.htmlhttp://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=201111411912