diare adalah buang air besar

Upload: ellyannur-asmar

Post on 30-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah padat). Kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya (>200 gram atau 200ml/24 jam).Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar lebih dari 3 kali per hari.Berdasarkan lamaterjadinya, diare dibagi menjadi dua kelompok yaitu diare akut dankronik. Diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair dan lembek. Jumlah feses lebih darinormal dan berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan yang dimaksud dengan diare kronikadalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.MenurutWorld Gastroenterology OrganisationGlobal Guidelines 2005, diare dibagi menjadi lima, yakni (1) diare akut, (2) diare persisten, (3)disentri, (4) diare dengan komplikasi dan (5) diare dengan malnutrisi. Berdasarkanmekanismepatolfisiologikdibedakan menjadi diare sekretotik dan diare osmotik. Berdasarkanpenyebabdibedakan menjadi infektif dan non infektif. Berdasarkan penyebaborganikatau tidakdibedakan menjadi organik atau fungsional.Untuk anak, klasifikasi berdasarkan lama terjadinya diare dibagi menjadi tiga. Diare akut bilaberlangsung < 7 hari, diare persisten 7-14 hari dan diare kronik > 14 hari. Diare pada anak,terutama bayi lebih berbahaya dibandingkan diare pada orang dewasa. Hal ini dikarenakankomposisi air di dalam tubuh bayi lebih tinggi (50%) dibandingkan dengan komposisi air padaorang dewasa (30%). Karena itu, komplikasi dehidrasi akan lebih mudah terjadi dan lebih beratpada anak.A. Pengertian Berikut adalah beberapa pengertian tentang dehidrasi :1. Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang invididu yang tidak menjalani puasa mengalmai atau beresikMI mengalmai dehidrasi vaskuler, interstitial atau intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito, 2000 : 139).2. Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk (Sri Ayu Ambarwati, 2003).3. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang disertai dengan output yang melebihi intaks sehingga jumlah air dalam tubuh berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).4. Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai kehilangan antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A. Price, 1994 : 303) Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bawha dehidrasi adalah kekurangan cairan ekstra selular yang mengakibatkan berpindahnya cairan atau hilang dari tubuh. Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis : a. Dehidrasi Isotonik Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit sehingga kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya tidak mengakibatkan cairan ECF berpindah ke ICF.

b. Dehidrasi Hipotonik Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi kehilangan cairan, sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat. Tekanan osmotik ECF menurun mengakibatkan cairan bergerak dari EFC ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta terjadi pembengkakan sel.

c. Dehidrasi Hipertonik Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada dehidrasi ini non osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak dari ICF ke ECF.

B. Etiologi Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).1. Dehidrasi a. Perdarahan b. Muntah c. Diare d. Hipersalivasi e. Fistula f. Ileustomy (pemotongan usus) g. Diaporesis (keringat berlebihan) h. Luka bakar i. Puasa j. Terapi hipotonik k. Suction gastrointestinal (cuci lambung) 2. Dehidrasi hipotonik a. Penyakit DM b. Rehidrasi cairan berlebih c. Mal nutrisi berat dan kronis

3. Dehidrasi hipertonik

a. Hiperventilasi b. Diare air c. Diabetes Insipedus ( hormon ADH menurun ) d. Rehidrasi cairan berlebihan e. Disfagia f. Gangguan rasa haus g. Gangguan kesadaran h. Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

Patofisiologi a. Defisit volume Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.9 * Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.15Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.15 Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.

Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan luna, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkapdan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi darah efektif.

Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam. Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karna penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka.

Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik.

Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya volume ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vene ke jantung sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan arteri rata-rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan curah jantung mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis. Respon berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan yang normal. Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal. Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka vasokontriksi dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat. Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.