diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar...

87
PRAKTIK NGUKUT ANAK PADA MASYARAKAT CIKATOMAS, CILOGRANG, LEBAK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) OLEH : NIDA SRIWIDIYANTI NIM : 11140440000116 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: lykhanh

Post on 18-Aug-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

PRAKTIK NGUKUT ANAK

PADA MASYARAKAT CIKATOMAS, CILOGRANG, LEBAK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

OLEH :

NIDA SRIWIDIYANTI

NIM : 11140440000116

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 3: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 4: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 5: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

v

ABSTRAK

Nida Sriwidiyanti. NIM 11140440000116. “PRAKTIK NGUKUT ANAK

PADA MASYARAKAT CIKATOMAS, CILOGRANG, LEBAK” Skripsi

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. (57 halaman dan 19 halaman

lampiran).

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan praktik ngukut anak pada masyarakat

Cikatomas, Cilograng, Lebak Banten. Studi ini termasuk penelitian kualitatif.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif-empiris dilihat dari segi

penyususnannya menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk mengetahui

kedudukan anak angkat pada masyarakat Cikatomas serta kesesuaiannya dengan

hukum Islam dan hukum positif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode

dokumentasi, observasi, wawancara. Analisis yang digunakan pada penelitian ini

adalah analisis yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis, fokus

penelitian sesuai fakta dilapangan.

Anak angkat pada masyarakat Cikatomas memiliki aspek urgensi pada tiga

hal antara lain: Pertama faktor yang melatar belakangi terjadinya ngukut anak yaitu

faktor biologis, faktor kekeluargaan dan faktor penelantaran anak. Kedua,

perwalian anak angkat khususnya pada pernikahan anak perempuan dimana secara

hukum kewajiban perwalian terletak pada ayah kandung. Namun ayah kandung

sering kali tidak bersedia menjadi wali, sementara kerabat dekat juga tidak dapat

menjadi wali, sehingga perwalian diserahkan kepada wali hakim. Ketiga, kewarisan

anak angkat bahwa anak angkat sering kali mendapat bagian yang diberikan oleh

orang tua angkat selayaknya anak kandung.

Kata Kunci : Ngukut Anak, Kedudukan Anak Angkat, Perwalian,

Pembimbing : Nur Rohim Yunus, LLM

Daftar Pustaka : 1989 s.d. 2018

Page 6: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena

atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “PRAKTIK NGUKUT ANAK PADA MASYARAKAT CIKATOMAS,

CILOGRANG, LEBAK” secara baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan

kepada Baginda Nabi Muhammad saw. juga kepada keluarga, sahabat, dan umatnya

yang senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amiin.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Strata Satu (S1) di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Maka dengan selesainya skripsi ini penulis telah berusaha

semaksimal mungkin meskipun masih banyak kekurangan karena keterbatasan

yang penulis miliki. Proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan iringan do’a penulis

ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum;

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal

Syakhshiyyah), Indra Rahmatullah, SH.I., M.H Sekretaris Prodi.

Terimakasih atas perhatian, pembinaan, arahan, serta bimbingan yang telah

diberikan selama ini.

4. Nur Rohim Yunus, LLM., Dosen Pembimbing Skripsi yang sangat

bijaksana, tulus dalam meluangkan waktunya, dan selalu memberikan

motivasi, arahan, bimbingan, koreksi, serta nasehat pada penulis sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen Pembimbing Akademik Dr. Ahmad Tholabi M.A. yang senantiasa

membimbing, menasihati, dan memberi arahan dari awal semester sampai

tahap skripsi.

6. Dosen Penguji skripsi Dr. K.H.A. Juaini Syukri, Lc. MA dan Dr. Ahmad

Tholabi Kharlie, SH. MH. MA telah memberi nasehat serta arahan sehingga

terselesaikannya skripsi ini sampai tahap akhir.

Page 7: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

vii

7. Segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan bantuan kepada penulis berupa buku-buku dan referensi yang

penulis butuhkan.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta (Suwirta dan Suwarsih) yang selalu

mendoakan penulis, selalu mencurahkan kasih sayangnya untuk penulis

tanpa mengenal lelah. Kepada teh Iif Hanifah S.Pd dan aa Dede Firman

S.Pd, teh Lina Marlina S.Pd dan aa Kamal Mutamam S.Sos, adik penulis

Defrija Wildani Multadzam serta keponakanku Abidzar Ibnu Salam Firman

dan Agrata Fauzan Syakeel.

9. Bapak Jalaludin, S.Pd.I selaku sekretaris desa Cikatomas yang telah

memberikan banyak sekali sumber informasi dalam penulisan skripsi ini.

10. Masyarakat Cikatomas yang telah terbuka memberikan informasi untuk

penulis Bu Idoh Mamdiah dan Bu Imas Nurlatifah.

11. Keluarga MAN Bayah 2014, Iva Rustiana S.Ag.

12. Teman-teman seperjuangan Prodi Hukum Keluarga angkatan 2014.

Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulis. Semoga Allah SWT. membalas kebaikannya. Amiin yaa Robbal ‘alamin.

Ciputat, Oktober 2018

Nida Sriwidiyanti

Page 8: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................... 6

D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu........................................... 7

G. Metode Penelitian......................................................................... 9

H. Sistematika Penulisan.................................................................. 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ADOPSI ANAK ....................... 12

A. Teori Perwalian Terhadap Anak Angkat..................................... 12

1. Macam-Macam Perwalian ...................................................... 12

2. Orang yang Berhak Menjadi Wali .......................................... 14

3. Syarat-Syarat Wali ................................................................. 15

4. Berakhirnya Perwalian ........................................................... 16

B. Hifẕun Nasli dalam Maqâsid Syarî‘ah ........................................ 18

C. Teori Adopsi Anak ...................................................................... 23

BAB III PROFIL MASYARAKAT DESA CIKATOMAS, CILOGRANG,

LEBAK .............................................................................................. 30

A. Gambaran Umum dan Letak Geografis Desa Cikatomas ........... 30

B. Struktur Masyarakat Desa Cikatomas ......................................... 34

Page 9: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

ix

C. Praktik Ngukut Anak di Desa Cikatomas ................................... 37

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN DAN KESESUAIAN NGUKUT

ANAK DI DESA CIKATOMAS, CILOGRANG, LEBAK .......... 40

A. Kedudukan Anak Angkat pada Masyarakat Cikatomas.............. 40

B. Kesesuaian Ngukut Anak di Masyarakat Cikatomas terhadap

Hukum Islam dan Hukum Positif ................................................ 44

1. Kesesuaian Ngukut Anak terhadap Hukum Islam ................. 45

2. Kesesuaian Ngukut Anak terhadap Hukum Positif ................ 49

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 53

A. Kesimpulan ................................................................................. 53

B. Saran-saran .................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56

LAMPIRAN

Page 10: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Pengangkatan Anak di Kecamatan Cilograng ......................... 30

Tabel 3.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan .................................................... 31

Tabel 3.3 Iklim ..................................................................................................... 33

Tabel 3.4 Jenis dan Kesuburan Tanah .................................................................. 33

Tabel 3.5 Sarana Peribadatan ............................................................................... 34

Tabel 3.6 Sarana Pendidikan ................................................................................ 35

Tabel 3.7 Mata Pencaharian ................................................................................. 37

Page 11: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat seseorang tidak memperoleh anak, walaupun telah bertahun-tahun

menikah, sedangkan ia menginginkan mendapatkan anak, maka dalam keadaan

demikian seseorang dapat mengangkat anak orang lain sebagai anaknya tradisi ini

terjadi pada masyarakat Cikatomas, Cilograng, Lebak. praktik mengangkat anak

ini, lazim dikenal dengan istilah ngukut anak. Prilaku yang dilakukan dengan cara

menganggap anak orang lain sebagai anak sendiri baik dengan memutuskan

hubungan anak itu dengan orang tua kandungnya maupun tidak. praktik ini

meyakini bahwa dengan mengangkat anak orang lain, ia akan memperoleh anak

kandung, maka dianggaplah pengangkatan anak itu sebagai pancingan bagi

kelahiran seorang anak kandung. Bila hal ini terjadi, rasa sayangnya terhadap anak

angkat tidak akan berkurang melainkan ia akan tetap disayangi selaku anak

kandung yang lebih tua. Kemungkinan lain orang mengangkat anak karena anak-

anaknya yang ada hanyalah laki-laki atau perempuan semua, sedangkan ia

menginginkan yang sebaliknya. Dalam hal demikian orang melakukan tradisi

ngukut anak. Adakalanya lagi seorang sudah mempunyai anak akan tetapi masih

mau mengangkat anak orang lain dengan alasan karena kasih sayang pada anak

terlantar, atau hendak membantu orangtua anak dalam pendidikan dan kehidupan

anaknya.1

Adapun mengambil anak angkat, diartikan dengan menghubungkan

keturunan seorang anak dengan seorang bapak, baik anak itu sudah diketahui

keturunannya atau tidak diketahui. Bapak itu terus terang mengatakan, bahwa anak

itu adalah anak angkatnya, bukan anak kandungnya. Cara yang demikian itu sudah

berlaku di kalangan masyarakat pada zaman jahiliyah. Anak angkat disamakan

derajatnya dengan anak kandung. Kebiasaan itu telah terjadi pada masa permulaan

Islam. Kemudian Islam mengharamkan pengambilan anak angkat itu untuk selama-

lamanya, dan membatalkan perbuatan itu, dan juga menghapuskan pengambilan

1B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat

Hukumnya Dikemudian Hari (Jakarta: Rajawali, 1989, cet. Kedua) h. 43-44.

Page 12: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

2

anak angkat itu sebagai salah satu cara untuk menetapkan seorang anak sebagai

anak keturunan dari seorang ayah. Pemberian hak anak angkat sebagai hak anak

kandung merupakan suatu perbuatan dusta dan merupakan kebohongan.2

Anak angkat dalam arti memelihara, mendidik dan mengasuh seseorang anak

orang lain adalah sangat dianjurkan dalam Islam. Tetapi penamaan anak angkat

tidak menjadikan seseorang menjadi mempunyai hubungan dengan orang lain

seperti yang terdapat dalam hubungan darah. Oleh karena itu, penamaan dan

penyebutan anak angkat tidak diakui dalam hukum Islam untuk dijadikan sebagai

dasar dan sebab waris, karena prinsip pokok dalam kewarisan adalah hubungan

darah atau arhaam.3

Di desa Cikatomas dalam hal pengangkatan anak terdapat beberapa pasangan

suami istri yang benar-benar menginginkan anak, tetapi tak kunjung hamil, solusi

yang terbaik adalah mengangkat anak menjadi anak asuh mereka. Tanggapan

mereka mengenai anak angkat sama derajatnya dengan anak kandung karena

terlihat dengan tidak pernah membeda-bedakan antara anak kandung dan anak

angkat.4

Hukum keluarga (familierecht) dalam arti luas meliputi hukum perkawinan

dan hukum kewarisan. Lembaga pengangkatan anak merupakan bagian dari hukum

perkawinan, sehingga sepanjang pengangkatan anak itu dilakukan oleh mereka

yang beragama Islam atau memenuhi asas personalitas keIslaman, di Indonesia

pengangkatan anak menjadi kewenangan pengadilan agama. Pengangkatan anak

merupakan bagian dari bidang perkawinan dan sesuai ketentuan pasal 63 Undang-

Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menegaskan bahwa

bahwa pengadilan agama sebagai pengadilan yang berwenang mengadili perkara

bidang perkawinan bagi mereka yang beragama Islam dan pengadilan umum bagi

yang lainnya, maka kewenangan yang berkaitan dengan pengangkatan anak yang

dilakukan oleh orang-orang yang beragama Islam seharusnya menjadi kewenangan

pengadilan agama.

2Zakaria A Ahmad Al Bary. Ed, Ahkamul Aukadi Fil Ilsam. Penenjemah Chadidjah

Nasution. Hukum Anak-Anak dalam Islam,. 1977, h. 31-32. 3Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia Berlaku Bagi Umat Islam Disertai dengan

Beberapa Beberapa Pengertian Umum Hukum Perkawinan Undang-Undang Perkawinan 1974

(Jakarta: UI-Press, 1986, cet. Kelima), h. 136. 4Imas Nur Latifah, Interview Pribadi, Cikatomas, 11 Mei 2018.

Page 13: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

3

Lembaga pengangkatan anak sudah lazim dilakukan oleh masyarakat muslim

Indonesia. Kehadiran kompilasi hukum Islam yang merupakan kaidah-kaidah Islam

mengikuti eksistensi lembaga pengangkatan anak tersebut dengan mengaturnya

dalam ketentuan pasal Juncto pasal 209. Kebutuhan hukum orang-orang beragama

Islam untuk melakukan perbuatan hukum pengangkatan anak sesuai dengan

pandangan hidup dan kesadaran hukum masyarakat yaitu berdasarkan hukum Islam

yang seharusnya menjadi kewenangan pengadilan agama itu. Ditegaskan dalam

Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 bahwa pengangkatan anak antara orang-

orang yang beragama Islam menjadi kewenangan pengadilan agama dan pengadilan

agama memberi ijin pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.5

Setiap manusia mempunyai keinginan untuk membentuk sebuah keluarga

yang dapat tercapai dengan dilaksanakan suatu perkawinan. Perkawinan untuk

membentuk sebuah keluarga, di Indonesia diatur dalam pasal 1 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang disebutkan “perkawinan ialah

ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, dan adanya hubungan yang erat

dengan keturunannya. Sebagai pelengkap dari sebuah keluarga adalah kelahiran

seorang anak. Kehadiran seorang anak merupakan kebahagiaan dan kesejahteraan

bagi seorang ibu maupun keluarganya karena anak merupakan buah perkawinan

dan sebagai landasan keturunan. Apabila suatu keluarga itu tidak karuniai seorang

anak, maka untuk melengkapi unsur keluarga itu atau untuk melanjutkan keturunan

dapat dilakukan suatu perbuatan Hukum yaitu dengan mengadopsi anak.6

Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi bagian dari

adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan telah merambah dalam praktik

melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum terbentuknya Undang-Undang

yang mengatur secara khusus, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden

No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Pada pasal 171

huruf h, secara definitif disebutkan bahwa “Anak Angkat adalah anak yang dalam

hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya

5Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: kencana, 2008,

cet Pertama) h. 59-61. 6Hikmatul Mahfiyah, “Pewarisan Terhadap Anak Angkat Sebagai Ahli Waris Tunggal

Menurut Hukum Adat Jawa” (Jember: Skripsi Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Universitas Jember 2016), h. 21.

Page 14: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

4

beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya

berdasarkan putusan pengadilan.

Pengangkatan anak yang memberi status anak angkat sama dengan anak

kandung juga terjadi pada zaman sebelum dan awal Islam. Tradisi ini pernah pula

dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw sebelum menerima kerasulannya. Kehadiran

syariat Islam yang ditegakan atas kebenaran dan kejujuran untuk membina

masyarakat dengan landasan yang murni dan wajar dalam mengatur susunan

keluarga berlandaskan hukum-hukum yang teliti secara tegas mengharamkan

tradisi tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat al-Ahzab ayat 4, ayat

5, dan ayat 40.7 Anak merupakan amanah sekaligus karunia Allah Swt., bahkan

anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan

kekayaan harta benda lainnya. Anak sebagai amanah Allah harus senantiasa dijaga

dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak

sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah

mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab

orang tua, keluarga, masyarakat pemerintah dan negara untuk memberikan

perlindungan terhadap anak angkat. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, telah lahir undang-undang nomor 23 tahun

2002 telah menegaskan bahwa pertanggung jawaban orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak upaya

perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin. Yakni sejak dari janin dalam

kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas tahun). Hal ini bertitik tolak

dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif.

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum

perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang

berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing

7Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: kencana, 2008,

cet Pertama) h. 3.

Page 15: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

5

daerah. Walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak tersebut belum diatur

secara khusus dalam undang-undang tersendiri.8

Salah satu dari tujuan perkawinan adalah untuk melestarikan keturunan,

dalam satu keluarga untuk mencapai keharmonisan dalam keluarga dengan adanya

kehadiran seorang anak, sehingga kedua pasangan suami istri akan berusaha untuk

mendapatkan keturunan.

Permasalahan pengangkatan anak yang sesuai dengan aturan di Indonesia

adalah pengangkatan anak yang ditetapkan di pengadilan agama bagi yang

beragama Islam. Penulis tertarik untuk meneliti bagaimana praktik ngukut anak

pada masyarakat Cikatomas, Cilograng, Lebak. Peneliti ingin mengumpulkan

informasi dari masyarakat serta ingin mengetahui secara mendalam praktik dan

penyebab orang melakukan pengangkatan anak di desa Cikatomas. Dari

permasalahan diatas, penulis mengajukan judul: “PRAKTIK NGUKUT ANAK

PADA MASYARAKAT CIKATOMAS, CILOGRANG, LEBAK”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka penulis

mengidentifikasikan dalam bentuk pertanyaan:

Bagaimana prosedur melakukan pengangkatan anak di desa Cikatomas, Cilograng,

Lebak?

1. Apa faktor yang melatar belakangi terjadinya pengangkatan anak di desa

Cikatomas, Cilograng, Lebak?

2. Apa syarat yang harus dipenuhi dalam pengangkatan anak di desa

Cikatomas, Cilograng, Lebak?

3. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak angkat?

4. Bagaimana praktik pengkatan anak di desa Cikatomas, Cilograng,

Lebak?

5. Bagaimana status hukum waris anak angkat?

6. Sudahkah orang tua angkat paham bahwa muslim jika ingin mengajukan

permohonan pengangkatan anak harus dilakukan di Pengadilan Agama?

8Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam (Jakarta:

Kencana, 2008, cet Pertama), h. 1-2.

Page 16: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan

terarah sesuai yang diharapkan. Di sini penulis hanya akan membahas pada tradisi

ngukut anak, kedudukan anak baik pada aspek perwalian dan kewarisan. Selain

pandangan pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap tradisi ngukut anak

pada masyarakat Cikatomas, Cilograng, Lebak.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka penulis rumuskan dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut?

a. Bagaimana Praktik ngukut anak pada masyarakat Cikatomas, Cilograng,

Lebak?

b. Bagaimana kedudukan anak angkat di desa Cikatomas, Cilograng, Lebak?

c. Apakah praktik ngukut anak sesuai dengan hukum Islam dan hukum

positif?

D. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka kegiatan

penelitian yang penulis lakukan ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui praktik ngukut anak pada masyarakat Cikatomas,

Cilograng, Lebak.

2. Untuk mengetahui kedudukan anak angkat pada masyarakat Cikatomas,

Cilograng, Lebak.

3. Untuk mengetahui praktik ngukut anak apakah sesuai dengan hukum Islam

dan hukum positif.

E. Manfaat penelitian

1. Manfaat penelitian secara teoritis adalah

a. Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah khazanah keilmuan

bagi penulis dan masyarakat di desa Cikatomas, Cilograng, Lebak.

Page 17: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

7

b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembagan studi hukum

Islam dan hukum positif khususnya dalam permasalahan pengangkatan

anak.

c. Sebagai upaya penulis untuk memperoleh gelar strata satu (S1) dan

agar menambah khasanah keilmuan penulis dalam memahami

penngangkatan anak.

2. Manfaat penelitian secara praktis adalah:

a. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para pihak yang

mempunyai kepentingan yang terkait dengan penelitian ini.

b. Menambah referensi data di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Penelitian ini diharapkan akan menjadi pelengkap penelitian-penelitian

sebelumnya.

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk memudahkan penulis dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak

melakukan plagiasi atau duplikasi, maka penulis menjabarkan review studi

terdahulu sebagai berikut:

1. Achri Yudha Prana Mulya, 106044101378 Al-Akhwal Syakhsiyah,

Fakulta Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan

skripsi yang berjudul “Status Hukum Waris Anak Angkat Menurut

Kompilasi Hukum Islam dan Penerapannya di Masyarakat Cinangka

Sawangan Depok. Dalam skripsi ini mengulas tentang bagaimana

penyelesaian kasus pengangkatan anak dan pembagian harta warisan di

masyarakat Cinangka Sawangan Kota Depok sesuai dengan Kompilasi

Hukum Islam.

2. M. Deby Sahdan Alfaizi, 1111044200023, Al-Akwal Asy-Syakhsiyah,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, dengan skripsi yang berjudul: Pengangkatan Anak

(Studi di Mayarakat Duren Tiga) dalam skripsi ini mengulas tentang

bagaimana pengangkatan anak keluarga pendatang dan asli di Duren Tiga,

Page 18: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

8

dan juga untuk mengetahui akibat hukum dari tradisi pengangkatan anak

di Duren Tiga.

3. Eka Dita Martiana, 1110044100032, Konsentrasi Peradilan Agama

Program Studi Hukum Keluarga Islam, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan skripsi yang berjudul “Pengangkatan Anak

Bagi Warga Muslim di Pengadilan Pasca Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006” dalam skripsi ini difokuskan pada kajian peran Peradilan Umum

terhadap pengangkatan anak, serta di mana letak persinggungan

wewenang Peradilan Umum dengan Peradilan Agama terhadap

pengangkatan anak. Khususnya pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 7

tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

4. Haris Barkah, 105044101372, Konsentrasi Akhwal syakhshiyyah Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan judul “Kewenangan Peradilan Agama dalam Penetapan

Pengangkatan Anak (Studi Krisis Terhadap Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 Tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia)” dalam skripsi ini

difokuskan pada batasan kewenangan pengadilan agama dalam bidang

penetapan pengangkatan anak

5. Zakia Al Farhani, 106043201358 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Proses

Pengangkatan Anak (Adopsi) dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus

Yayasan Siran Malik Pesantren Alfalah, Parung Benying), fokus skripsi

ini pada bagaimana proses pengangkatan anak di Yayasan Siran Malik dan

aplikasi hukum Islam di yayasan tersebut

Dari studi review terdahulu diatas jelas sekali perbedaan dengan skripsi yang

penulis tulis. Dalam skripsi yang penulis tulis lebih fokus pada pembahasan

mengenai praktik ngukut anak pada masyarakat Cikatomas, Cilograng, Lebak, serta

kedudukan anak kukut menurut hukum Islam dan hukum positif.

Page 19: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

9

G. Metode Penelitian

Untuk mengetahui dan penjelasan mengenai adanya segala sesuatu yang

berhubungan dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian

yang disebut metodologi penelitian yaitu cara melukiskan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan

penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, merumuskan dan menganalisa

sampai menyusun laporan. Penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

normatif empiris. Dilihat dari segi penyusunan penelitian ini menggunakan

metode kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu suatu analisis data dimana penulis

menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu keluarga-

keluarga yang mengangkat anak. Sumber data tersebut berupa;

a. Data primer

Wawancara secara mendalam dengan keluarga yang mengangkat anak

di Desa Cikatomas

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan

studi kepustakaan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Alquran, Al-

Hadis, buku-buku ilmiah, undang-undang, KHI, Serta peraturan yang

erat kaitannya dengan masalah yang diajukan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

a. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu alat yang digunakan dalam

pengumpulan data pada penelitian kualitatif. Dokumentasi dapat berupa

catatan pribadi, buku harian, catatan kasus, foto dan lain sebagainya.9

9Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004, cet Kedua) h. 101.

Page 20: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

10

b. Observasi untuk menentukan wilayah yang akan dilakukan penelitian

maka harus diobservasi terlebih dahulu dan untuk mendapatkan data

dari wilayah tersebut maka dapat dilakukan observasi.

c. Wawancara secara dilakukan terhadap pihak-pihak yang berkompeten

dalam penelitin ini diantaranya keluarga yang mengangkat anak pada

masyarakat Cikatomas yaitu:

Bapak Suwirta dan Ibu Suarsih, keluarga Ibu Anah, Keluarga Ibu

Mursih, Keluarga Ibu Emah, Keluarga Ibu Rodiah, Wawancara

dilakukan dengan tanya jawab langsung mengenai praktik

pengangkatan anak, perwalian anak angkat dan kewarisan anak angkat.

d. Studi pustaka dilakukan karena dengan mempelajari buku-buku

literatur, maka dapat menunjang terkumpulnya data-data yang

diperlukan.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “pedoman

penulisan skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif yaitu riset yang

bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis, fokus penelitian

sesuai dengan fakta di lapangan.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan dalam skripsi ini, terdiri dari lima bab dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama Pendahuluan berisi tentang Latar Belakang Masalah,

Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) terdahulu, Metode dan Teknik Penelitian,

Sistematika Penulisan

Bab kedua berisi tentang Pembahasan Tinjauan Umum Tentang Adopsi Anak

yang terdiri dari Teori Perwalian Terhadap Anak Angkat, Hifẕun Nasli dalam

Maqâsid Syarî‘ah, Teori Adopsi anak .

Page 21: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

11

Bab ketiga Profil Masyarakat Desa Cikatomas, Cilograng, Lebak, berisi

tentang Gambaran Umum Desa Cikatomas dan Letak Geografisnya, Struktur

Masyarakat Desa Cikatomas, dan Praktik Ngukut Anak pada Masyarakat desa

Cikatomas, Cilograng, Lebak.

Bab keempat Analisis Kedudukan dan Kesesuaian Ngukut Anak di desa

Cikatomas, Cilograng, Lebak, berisi tentang Kedudukan Anak Angkat Pada

Masyarakat Cikatomas, dan Kesesuaian Ngukut Anak di Masyarakat Cikatomas

Lebak Banten terhadap Hukum Islam dan Hukum Positif.

Bab kelima Penutup berisi tentang Kesimpulan dan saran-saran.

Page 22: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

12

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ADOPSI ANAK

A. Teori Perwalian Terhadap Adopsi Anak

Istilah perwalian berasal dari bahasa Arab derivatif dari kata dasar, waliya,

wilâyah atau walâyah. Kata wilâyah atau walâyah mempunyai makna etimologis

lebih dari satu, diantaranya dengan makna, pertolongan, cinta, (mahabbah),

kekuasaan atau kemampuan (al-sulṯah) yang artinya kepemimpinan seseorang

terhadap sesuatu. Berdasarkan pengertian etimologis tersebut, maka dapat dipahami

bahwa perwalian adalah suatu bentuk perlindungan dengan otoritas penuh atas

dasar tanggung jawab dan cinta kasih, untuk memberikan pertolongan atas ketidak

mampuan seseorang dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, baik yang

berhubungan dengan harta maupun dengan dirinya.1

Dalam pasal 1 Kompilasi Hukum Islam, bab I Ketentuan Umum huruf h

dikemukakan:

Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk

melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan

atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau orang tua yang

masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Dengan demikian, wali adalah orang yang diberi kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum demi kepentingan anak yang tidak memiliki kedua

orang tua, atau karena kedua orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan

hukum.2

1. Macam-Macam Perwalian

Secara toeritis wilâyah dibagi menjadi dua, yaitu: wilâyah asliyyah, yaitu

kemampuan seseorang untuk bertindak sendiri karena ia telah cakap bertindak

hukum, dan wilâyah niyâbah yaitu kewenangan seseorang untuk bertindak hukum

atas nama orang yang diampunya. Wilâyah niyâbah juga terbagi menjadi dua

bentuk, yaitu bersifat ikhtiyâriyyah (sukarela) dan yang bersifat ijbâriyyah

1Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam (Jakarta:

Kencana, 2008, cet. Pertama), h. 151. 2Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 2013, edisi

revisi, cet. pertama), h. 205.

Page 23: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

13

(paksaan). Ulama mahzab Hanafiyah membedakan perwalian kepada tiga

kelompok, yaitu perwalian terhadap jiwa (al-walâyah al-nafs), perwalian terhadap

harta (al-wilâyah al-mâl), serta perwalian terhadap harta dan jiwa sekaligus (al-

wilâyah ‘ala nafs wa al-mâl ma‘a). Perwalian dalam pernikahan tergolong dalam

perwalian yang berhubungan dengan pengawasan terhadap urusan yang

berhubungan dengan masalah-masalah kekeluargaan, seperti perkawinan,

pemeliharaan, pendidikan dan nafkah anak yang berada ditangan ayah.3

Oleh sebab itu tidak sah pernikahan tanpa adanya wali. Sebagaimana sabda

Rasulullah Saw:

بولي، عن عكرمة، عن ابن عباس، عن النبي صلى هللا عليه وسلم، قال: " ل نكاح إل 4والسلطان مول من ل مول له "

Artinya:

“Dari ‘Ikrimah, dari Ibn ‘Abbâs, Nabi Saw. bersabda: “Tidak sah

perkawinan tanpa adanya wali, dan hakim adalah wali bagi orang yang tidak

mempunyai wali”.

ا امرأة نكحت بغي إذن ولييها فنكاحها عن عائشة أن رسول عليه وسلم قال أي الل صلى الل بطل فنكاحها بطل فنكاحها بطل فإن دخل با ف لها المهر با استحل من ف رجها فإن

5السلطان ول من ل ول له اشتجروا ف Artinya:

“Dari Aisyah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Setiap

perempuan yang dinikahi tanpa seizin walinya maka nikahnya batal,

nikahnya batal, nikahnya batal. Kalau ia dikumpuli (disetubuhi), maka

baginya mahar, karena suami telah menghalalkan farjinya jika ada

pertengkaran-pertengkaran, maka hakim adalah wali bagi orang yang tidak

mempunyai wali.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh al-Arba‘ah kecuali Nasa’i dan hadis ini

dinilai shahih oleh Awanah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim.6

3Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h. 151-153. 4 Ahmad ibn Hanbal, Musnad al-Imâm al-Hâfiẕ Abî ‘Abdillâh Ahmad ibn Hanbal (Riyadh:

Baît al-Afkâr al-Dauliyyah linnasyri wa al-Tauzî‘, 1998), nomor 2260, h. 215. 5 Abî ‘Îsâ Muhammad ibn ‘Îsâ ibn Sûrah al-Tirmidzî, Jâmi‘ al-Tirmidzî (Riyadh: Baît al-

Afkâr al-Dauliyyah, t.tahun), nomor 1102, h. 194. 6Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta: Rajawali pers, 2012, cet. pertama) h. 234-235.

Page 24: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

14

Keberadaan wali nikah merupakan rukun. Oleh karena itu harus dipenuhi

beberapa syarat. Syarat wali adalah laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian

dan tidak terdapat halangan perwalian. Dalam pasal 20 KHI ayat (1) dirumuskan

sebagai berikut: “yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang

memenuhi syarat hukum Islam, yakni muslim, aqil, dan baligh. Dalam

pelaksanaaannya, akad nikah atau ijab qabul, penyerahaannnya dilakukan oleh wali

mempelai perempuan atau yang mewakilinya, dan qabul (penerimaan) oleh

mempelai laki-laki.

Undang-undang perkawinan tidak mengatur tentang wali nikah secara

eksplisit. Hanya dalam pasal 26 ayat (1) dinyatakan “perkawinan yang

dilangsungkan dimuka pegawai pencatat nikah yang tidak berwenang, wali nikah

yang tidak sah, atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi

dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus

keatas dari suami istri, jaksa dan suami atau istri”. Jadi secara implisit bunyi pasal

diatas mengisyaratkan dengan jelas bahwa perkawinan yang tidak diikuti oleh wali,

maka perkawinannya batal atau dapat dibatalkan.7

2. Orang-Orang yang Berhak Menjadi Wali

Pada prinsipnya, seorang wali dalam wewenangnya harus senantiasa

berorientasi kepada pemeliharaan dan kemaslahatan orang yang ada dibawah

pengapuannya. Dalam menetapkan siapa yang berhak menjadi wali, ulama fiqh

membagi wali sesuai objek perwalian, seperti perwalian dalam masalah jiwa

(pribadi orang yang berada di bawah pengapuan). Dalam perspektif Syafiiyah

penetapan perwalian (khususnya wali nikah) diprioritaskan kepada kaum kerabat

yang bersangkutan, kemudian berpindah pada wala’ashabah (seperti anak-anak

saudara, anak paman) dan qaḏi (hakim). Dari kerabat yaitu, bapak, kakek, terus ke

atas, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah.

a. Ayah

b. Kakek

c. Saudara laki-laki kandung

d. Saudara laki-laki seayah

7Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 65.

Page 25: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

15

e. Anak saudara laki-laki kandung/ seayah

f. Paman (saudara ayah) kandung

g. Paman s-eayah

h. Anak paman kandung/ seayah

Lebih jauh Mazhab Syafi‘iyah menegaskan bahwa urutan orang-orang yang

berhak menjadi wali adalah sama dengan hierarkies orang-orang yang berhak

hmenerima kewarisan. Dalam fikih konsep perwalian (khusunya wali nikah) pada

dasarnya mengikuti konsep ‘asabah, orang yang berhak menjadi wali adalah

mereka yang berasal dari garis keturunan laki-laki. Mulai dari ayah, kakek, saudara,

paman, keponakan, dan seterusnya.8

3. Syarat-Syarat Wali

Ulama fikih mengemukakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh

seseorang agar ia dapat dijadikan wali (sama dengan persyaratan wali dalam

hadhanah) bagi orang yang tidak atau belum cakap bertindak hukum. Syarat-syarat

dimaksud adalah:

a. Baligh dan berakal, serta cakap bertindak hukum. Oleh sebab itu anak

kecil, orang gila, orang mabuk, dan orang dungu tidak bisa ditunjuk

sebagai wali.

b. Agama wali sama dengan agama orang yang diampunya, karena perwalian

nonmuslim terhadap muslim adalah tidak sah.

c. Adil, dalam arti istiqamah dalam agamanya, berakhlak baik, dan

senantiasa memelihara kepribadiannya.

d. Wali mempunyai kemampuan untuk bertindak dan memelihara amanah,

karena perwalian itu bertujuan untuk mencapai kemaslahatan orang yang

diampunya. Apabila oang itu lemah dalam memegang amanah, maka tidak

sah menjadi wali.

e. Wali senantiasa bertindak untuk kemaslahatan orang yang diampunya.

8Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h. 157-158.

Page 26: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

16

4. Berakhirnya Perwalian

Untuk perwalian anak laki-laki akan berakhir menurut Mahzab Hanafi,

apabila anak kecil itu berumur 15 tahun dan terlihat tanda-tanda baligh-nya secara

alami dan cerdas. Adapun untuk anak kecil wanita, hak wilayah akan berakhir bagi

dirinya apabila ia kawin. Apabila ia belum kawin maka dia tetap berada dibawah

ampuan walinya sampai ia baligh dan mampu untuk berdiri sendiri. Namun ulama

Madzhab Hanafi tidak memeberikan batasan umur yang tegas terhadap anak

wanita. Menurut jumhur ulama seorang anak kecil laki-laki akan bebas dari

perwalian apabila anak itu baligh, berakal, dan cerdas. Untuk anak wanita, menurut

mereka, hak wilayah terhadap dirinya akan berakhir apabila ia kawin.9

Menurut ulama Syafi‘iyah, wali nikah dibedakan menjadi mujbir dan ghairu

mujbir. Wali mujbir adalah ayah, kakek dan terus ke atas, dan sayid/ majikan (bagi

budak). Sedang wali ghairu mujbir adalah ayah, kakek, dan golongan ahli waris

‘asabah. Adapun menurut ulama Hanabilah, urutan wali nikah adalah: ayah, orang

yang diwasiati ayah setelah meninggalnya, hakim, dan para kerabat dari golongan

'ashobah. Dari perbedaan pendapat ulama' di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, perwalian nikah dari golongan anak

lelaki harus terlebih dahulu diutamakan daripada dari golongan ayah. Sedangkan

menurut ulama' Hanabilah berpendapat kebalikannya, yaitu wali nikah dari

golongan ayah harus diutamakan daripada golongan anak. Lain lagi menurut ulama

Syafi‘iyah, yang dalam hal perwalian, golongan anak tidak mempunyai hak

menjadi wali. Di sisi lain, sebagian besar ulama (jumhur) berpendapat bahwa orang-

orang yang menjadi wali nikah adalah:

a. Ayah, kakek dan seterusnya;

b. Saudara laki-laki sekandung (seayah dan seibu) atau seayah;

c. Kemenakan laki-laki kadung atau seayah (anak laki-laki dari saudara laki-

laki kandung atau seayah);

d. Paman kandung atau seayah (saudara laki-laki sekandung atau seayah);

e. Saudara sepupu sekandung atau seayah (anak laki-laki paman kandung

atau seayah;

9Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam h. 169-170.

Page 27: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

17

f. Sultan (penguasa tertinggi) yang disebut juga hakim (bukan qaḏi, hakim

pengadilan); kemudian,

g. Wali yang diangkat oleh mempelai bersangkutan, yang disebut wali

muhakkam

Dari macam-macam orang yang dinyatakan berhak menjadi wali di atas,

dapat dibedakan adanya 3 macam wali nikah, yaitu:

a. Wali Nasab atau Kerabat

Wali nasab adalah anggota keluarga laki-laki dari calon mempelai

perempuan yang mempunyai hubungan darah dari jalur ayah (patrilinear).

Wali nasab tersebut adalah ayah, kakek, saudara laki-laki, paman dan

seterusnya. Wali nasab ini ada dua macam, Pertama, wali nasab yang

berhak memaksakan perkawinan dan menentukan dengan siapa seorang

perempuan mesti menikah, atau disebut wali nasab mujbir. Kedua, wali

nasab yang tidak mempunyai kekuasaan memaksa, atau disebut wali nasab

ghairu mujbir.

b. Wali Hakim

Wali yang hanya berhak menjadi wali apabila wali yang dekat tidak ada

atau tidak memenuhi syarat-syarat wali. Apabila wali yang lebih dekat

tidak ada di tempat, wali ini hanya dapat menjadi wali apabila mendapat

kuasa dari wali yang lebih dekat. Apabila pemberian kuasa tidak ada,

perwalian pindah kepada sultan (kepala negara) atau diberi kuasa oleh

kepala negara. Di Idonesia kepala negara adalah presiden yang telah

memberi kuasa kepada pembantunya, Menteri Agama yang juga telah

memberi kuasa kepada Pegawai Pencatat Nikah untuk bertindak sebagai

wali hakim. Maka wali hakim di sini bukanlah hakim pengadilan

c. Wali Muhakkam

Dalam keadaan tertentu, apabila wali nasab tidak dapat bertindak sebagai

wali karena tidak memenuhi syarat atau menolak, dan wali hakim pun

tidak bertindak sebagai wali nasab karena berbagai macam sebab, maka

Page 28: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

18

wali nasab yang bersangkutan dapat mengangkat seseorang menjadi

walinya. Wali yang diangkat oleh mempelai itu disebut wali muhakkam.10

B. Hifẕun Nasli dalam Maqâsid Syarî‘ah

Nasab adalah keturunan atau ikatan keluarga sebagai hubungan darah, baik

karena hubungan ke atas (bapak, kakek, ibu, nenek dan seterusnya), ke bawah

(anak, cucu, dan seterusnya) maupun ke samping, (saudara paman dan lain-lain)

Konsep nasab tidak hanya menyangkut masalah asal usul orang tua dan

kekerabatan, tetapi juga masalah status kekerabatan dan ikatan keturunan. Memang

anak mengambil nasab dari kedua belah pihak (ayah dan ibu) akan tetapi

penghubungan nasab kepada bapak tetap lebih dominan daripada kepada ibu.

Dalam semua mazhab hukum Islam makna paling utama dari nasab adalah

menyangkut sisi bapak, yang erat identitas hukum agamanya. Dalam doktrinal dan

hukum Islam nasab merupakan sesuatu yang sangat urgen, nasab merupakan nikmat

yang paling besar yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya,

sebagaimana firman dalam surat al-Furqan ayat 54:

(٥٤: ٢٥الفرقان/)ا ر ي د ق ك ب ر ان ك ا و ر ه ص و با س ن ه ل ع ج ا ف ر ش ب اء م ال ن م ق ل ي خ ذ ال و ه و Artinya:

“Dan dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu dia jadikan manusia

itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan kekeluargaan yang

berasal dari perkawinan) dan adalah tuhanmu yang maha kuasa.” (Q.S. Al-

Furqân/25: 54)”

Nasab menjadi legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian

darah, sebagai salah satu akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau

senggama syubhat (zina). Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi

hubungan seorang anak dengan garis keturunan ayahnya sehingga dengan itu anak

tersebut menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu dan dengan

demikian anak itu berhak mendapatkan hak-hak sebagai akibat adanya hubungan

nasab. Seperti hukum waris, pernikahan, perwalian dan lain sebagainya. Penetapan

nasab mempunyai dampak yang sangat besar terhadap individu, keluarga dan

10Fransisca Ismi Hidayah, “Diskursus Hukum Islam di Indonesia Tentang Perwalian

Perkawinan Anak Angka”, Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, (Januari-Juni, 2014), h.74-75

Page 29: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

19

masyarakat sehingga setiap individu berkewajiban merefleksikan dalam

masyarakat, dengan demikian di harapkan nasab (asal usul) nya menjadi jelas. Di

samping itu, dengan ketidak jelasnya nasab di khawatirkan akan terjadi perkawinan

dengan mahram. Untuk itulah Islam mengharamkan untuk menisbahkan nasab

seorang kepada orang lain yang bukan ayah kandungnya, dan sebaliknya.

Nikah merupakan jalan untuk menentukan dan menjaga asal usul (nasab)

seseorang. Dalam pengertian, nasab seseorang hanya bisa di nisbahkan kepada

kedua orang tuanya kalau ia di lahirkan dalam perkawinan yang sah.

Dari beberapa penjelasan diatas maka cara untuk menentukan nasab menurut

ulama fikih adalah sebagai berikut:

1. Melalui nikah sahih atau fasid

Ulama fikih sepakat bahwa nikah yang sah/fasid merupakan salah satu

cara hdalam menentukan nasab seorang anak kepada ayahnya, sekalipun

pernikahan dan kelahiran anak tidak didaftarkan secara resmi pada instansi

terkait.

2. Melalui pengakuan atau gugatan terhadap anak

Ulama fikih membedakan antara pengakuan terhadap anak dan pengakuan

terhadap selain anak, seperti saudara, paman, atau kakek. Jika seorang

lelaki mengakui bahwa seorang anak kecil yang telah baligh (menurut

jumhur ulama) atau mummayiz (menurut Mazhab Hanafi) mengakui

seorang lelaki adalah ayahnya, maka pengakuan itu dapat dibenarkan dan

anak dinasabkan kepada lelaki tersebut

Agama Islam sangat memperhatikan masalah nasab terhadap seorang anak

termasuk pemberian nasab kepada anak angkat yang notabene tidak memiliki

hubungan darah dengan keluarga angkatnya. Makanya Allah SWT melarang

pemalsuan nasab, sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Ahzâb ayat

4-5 yang berbunyi:

لرجل من ق لبي ف جوفه وما جعل أزواجكم الالئي تظاهرون من هن أمهاتكم وما ما جعل الل ي قول الق وهو ي هدي السبيل دعوهم ( ا٤) جعل أدعياءكم أب ناءكم ذلكم ق ولكم بف واهكم والل

ين ومواليكم ولي س عليكم آلبئهم هو أقسط عند الل فإن ل ت علموا آبءهم فإخوانكم ف الدي

Page 30: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

20

غفور ا رحيم ا ) : ٣٣)األحزاب/ (٥جناح فيما أخطأت به ولكن ما ت عمدت ق لوبكم وكان الل٥-٤(

Artinya:

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam

rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu

sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak

kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu

saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan

(yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)

nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika

kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka

sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada

dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada

dosanya)” apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Al-Ahzâb/33: 4-5).

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa anak angkat tidak dapat menjadi anak

kandung, ini dipahami dari lafaz “wa mâ ja‘ala ad‘iyâ-akum abnâ-akum”.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsir Qur’an al-

Aẕîm, di sana dijelaskan bahwasanya yang dimaksud dalam kalimat “wa mâ ja‘ala

ad‘iyâ-akum abnâ-akum” adalah bahwasannya anak angkat tidak bisa dinasabkan

kepada ayah (orang yang mengangkatnya). Kemudian dalam ayat itu juga

dijelaskan bahwa anak angkat tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya, bukan

kepada bapak angkatnya.11

Para mufasir menyebutkan bahwa sebab-sebab diturunkannya ayat di atas

adalah suatu kisah yang unik. Zaid bin Haritsah, pada masa jahiliah tertawan

musuh, lalu Rasulullah SAW membelinya. Sesudah masa Islam, Haritsah (ayah

Zaid) datang ke Makkah, dan meminta kepada beliau agar menjual Zaid kepadanya

atau memerdekakannya. Rasulullah SAW berkata, “dia bebas dan boleh pergi

kemanapun dia suka”. Akan tetapi, Zaid tidak mau berpisah dengan Rasulullah

SAW. Ayahnya marah dan berkata, “wahai orang-orang Quraisy, mulai hari ini dan

seterusnya Zaid bukan anakku lagi. “Lalu, Rasulullah SAW, berkata, “dan

saksikanlah mulai sekarang dia menjadi anakku.”

11Mutasir, “Dampak Hukum Pengangkatan Anak pada Masyarakat Desa Terantang Kec.

Tambang Kabupaten Kampar ditinjau dari Hukum Islam,” Jurnal An-Nida, Vol. 41, No. 2,

(Desember 2007), h. 179-182

Page 31: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

21

Kisah di atas dijawab oleh Al-Qur’an tentang tidak dapat dihapuskannya jati

diri genetis seorang anak dari ayahnya yang asli. Zaid bin Haritsah tetap menjadi

anak Haritsah, dan sesayang apapun Rasulullah SAW kepada Zaid, tetap tidak akan

mengubah keadaan nasabnya.12

Sedangkan mengenai pengangkatan anak, Sayyid Sabiq mengungkapkan

adanya dua istilah, yaitu:

1. Laqiṯ, artinya pemungutan anak yang belum dewasa yang tidak diketahui

nasab atau keturunannya. Dengan kata lain, pengambilan atau pemungutan

anak yang dalam keadaan terlantar, yang akibat dari pengambilan itu

tanggung jawab terhadap anak angkat adalah sama dengan tanggung jawab

terhadap anak kandung sendiri, baik dalam kelangsungan kehidupannya

maupun dalam pendidikannya, akan tetapi anak angkat tidak sampai

berkedudukan sebagaimana kedudukan anaknya sendiri.13 Hal ini untuk

menjaga kehormatan dan memuliakan kehidupan sang anak diantara

masyarakat dengan menisbahkannya. Ketika ditetapkan nasab nya, maka

harus ditetapkan juga hak-haknya sebagai seorang anak, baik berupa

nafkah, pendidikan, dan hak waris. Apabila tidak ada orang yang

mengakui anak tersebut sebagai anaknya, maka dia tetap berada ditangan

orang yang menemukannya. Orang tersebut menjadi walinya, dan

kewajibannya mendidik dan memberikan pengetahuan yang bermanfaat

supaya anak tersebut tidak menjadi beban bagi masyarakat. Sedangkan

nafkah menjadi kewajiban bait mal untuk membiayai hidupnya dan anak

itu ditangan (diasuh) orang yang menemukannya. Bertanggung jawab atas

semua yang dibutuhkan anak itu. ‘Umar bin Khaṯṯab berkata bagi yang

menemukan seorang anak (al-mutalaqiṯ): “kamu yang menjadi walinya,

dan kewajiban kami menafkahinya”. ‘Umar bin Khaṯṯab memberikan

bagian nafkah anak itu dari apa yang dibutuhkannya, dan memberikan

kepada walinya setiap bulan. Oleh karena itu, fuqaha menetapkan bahwa

jika yang menemukannya tidak baik perangainya, tidak bisa mendidiknya

12Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga (Bandung: Pustaka Setia, 2011, cet. Kesatu),

h. 274. 13Fransisca Ismi Hidayah, “Diskursus Hukum Islam di Indonesia Tentang Perwalian

Perkawinan Anak Angkat”, Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, (Januari-Juni, 2014), h. 75.

Page 32: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

22

dengan baik, atau tidak jujur atas apa yang diberikan untuk nafkah anak

itu, maka anak itu wajib diambil darinya dan penguasa berkewajiban untuk

memelihara dan mendidik anak tersebut.14

2. Tabannî, dalam bahasa Arab pengangkata anak dikenal dengan kata

Tabannî sama dengan ittakhadza ibna yang berarti mengambil anak, pada

saat islam disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW pengangkatan anak

telah menjadi tradisi di kalangan mayoritas masyarakat Arab yang dikenal

dengan istilah Tabannî yang berarti mengambil anak angkat, Rasulullah

sendiri mempunyai anak angkat yaitu: Zaid bin Haritsah pernah juga

dinikahkan oleh Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy namun akhirnya

bercerai. Dan Rasulullah sendiri diperintah oleh Allah menikah dengan

Zaiban binti Jahsy bekas istri anak angkatnya itu. Secara terminologis

Tabannî menurut Wahbah al-Zuhaili adalah pengangkatan anak yang

dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya kemudian

anak itu dinasabkan kepada dirinya.15 Pengangkatan anak dalam

pengertian ini berakibat hukum pada putusnya hubungan nasab antara anak

angkat dan orang tua kandungnya, status anak angkat sama dengan status

anak kandung dan anak angkat dipanggil dengan nama ayah angkatnya,

serta berhak mewarisi.16 Islam sudah mengenal adopsi anak sejak zaman

Rasulullah SAW. Karena beliau juga mengangkat seorang anak, Zaid bin

Haritsah. Nasab anak adopsi dalam Islam tidak boleh dihilangkan.

Nasabnya tetap mengacu kepada ayah kandungnya. Zaid tidak disebut atau

dipanggil dengan Zaid bin Muhammad, tetapi Zaid bin Haritsah. jadi, anak

angkat dalam Islam tetaplah dinisbatkan kepada ayah kandungnya.

Sebagaiman firman Allah SWT. Dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 5

yang telah dikemukakan diatas.17

14Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam h. 195. 15Suharto, “Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam di Indonesia” Studi Hukum

Islam, Vol. 1, No. 2, (Juli-Desember, 2014), h. 110. 16Mustofa Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga (Bandung: Pustaka Setia, 2011, cet.

Kesatu), h. 8. 17Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga (Bandung: Pustaka Setia, 2011, cet. Kesatu),

h. 275.

Page 33: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

23

Islam mengharamkan Tabannî (pengangkatan anak) yang diakui sebagai anak

kandung, dan Islam menggugurkan segala hak yang biasa didapatkan anak angkat

dari Mutabannî (orang yang mengangkat anak).

bahwa ada dua bentuk pengangkatan anak (Tabannî) yang dipahami dalam

perspektif Hukum Islam yaitu:

a. Untuk pengangkatan anak (Tabannî) yang dilarang sebagaimana Tabannî

yang dipraktekkan oleh masyarakat Jahilliyah dan hukum perdata sekuler,

yang menjadikan anak angkat sebagai anak kandung dengansegala hak-

hak sebagai anak kandung, dan memutuskanhubungan hukum dengan

orang tua asalnya, kemudian menisbahkan ayah kandungnya kepada ayah

angkatnya.

b. Pengangkatan anak (Tabannî) yang dianjurkan, yaitu pengangkatan anak

yang didorong oleh motivasiberibadah kepada Allah SWT dengan

menanggung nafkahsehari-hari, biaya pendidikan, pemeliharaan, dan lain-

laintanpa harus memutuskan hubungan hukum denganorang tua

kandungnya, tidak menasabkan dengan orangtua angkatnya, tidak

menjadikannya sebagai anak kandung sendiri dengan segala hak-haknya.18

C. Teori Adopsi Anak

Ada beberapa istilah yang dikenal dalam pengangkatan anak di Indonesia.

Pengangkatan anak sering disebut dengan istilah adopsi yang berasal dari kata

adoptie dalam bahasa Belanda atau adoption dalam bahasa Inggris. Kata adopsi

berarti pengangkatan seorang anak seperti anak kandung atau anak sendiri.

Sedangkan dalam hukum adat, berkaitan dengan pengangkatan anak sering disebut

dengan istilah, misalnya mupu anak di Cirebon, ngukut anak di suku Sunda Jawa

Barat, nyentanayang di Bali, anak angkat di Batak Karo, meki anak di Minahasa,

ngukup anak di suku Dayak Manyan, dan mulang jurai di Rejang, anak akon di

Lombok Tengah, napuluku atau wenggga di Kabupaten Paniai Jayapura, dan anak

pulung di Singaraja. Istilah pengangkatan anak dalam bahasa Arab dikenal dengan

istilah Tabannî, yang artinya mengambil anak angkat atau menjadikannya

18 Jaya C. Manangin “Pengangkatan Anak (Adopsi) Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam”

Lex Privatium, Vol. IV, No. 5, (Juni, 2016), h. 55-56.

Page 34: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

24

seseorang sebagai anak. Dari berbagai istilah yang ada tersebut, istilah dalam

bahasa Indonesia adalah “pengangkatan anak”. Istilah “pengangkatan anak”

digunakan dalam perundang-undangan republik Indonesia yang bermakna

perbuatan hukum mengangkat anak, istilah untuk yang diangkat disebut dengan

“anak angkat”, sedangkan istilah untuk orang tua yang mengangkat anak disebut

“orang tua angkat”. 19

Selanjutnya dapat dikemukakan pendapat Hilman Hadi Kusuma: “anak

angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat

dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan untuk kelangsungan

keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.20

Mahmud Syaltut mengemukakan dua bentuk pengangkatan anak:

Pertama mengambil anak orang lain untuk diasuh dan mendidik dengan

penuh perhatian dan kasih sayang tanpa disamakan dengan anak kandung. Cuma ia

diperlakukan oleh orangtua angkatnya sebagai anak sendiri.

Kedua mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan disamakan

dengan anak kandung, sehingga ia berhak memakai nama ayah angkatnya di

belakang namanya (nasab), dan mereka saling mewarisi dan mempunyai hak-hak

lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dengan ayah angkatnya.21

Secara hukum pengangkatan anak dalam bentuk pertama, tidak ada

perpindahan nasab dan saling mewarisi. Ia tetap bagian mahram keluarga asalnya

dengan segala akibat hukumnya. Jika ia melangsungkan perkawinan maka walinya

tetap ayah kandungnya. Pengangkatan anak dalam bentuk kedua telah terjadi

perpindahan nasab dan saling mewarisi. Jika ia melangsungkan perkawinan maka

yang menjadi walinya adalah ayah angkatnya. Setelah Q.S. al-Ahzâb/33: 45 turun,

maka islam tidak membolehkan lagi pengangkatan anak dalam bentuk kedua.22

Status dalam kewarisan Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa yang menjadi

19 Mustofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, cet. I (Jakarta: Kencana,

2008), h. 9-10. 20 Fadly Khairuzzadhi, "Pengangkonan dalam Pernikahan Beda Suku pada Mayarakat

Lampung Pepadun Studi di Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah (Jakarta: skripsi

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta 2016), h.26, t.d 21 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan prospek doktrin Islam dan Adat dalam

Masyarakat Matrilineal Minang Kabau, cet. I (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 251. 22 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan prospek doktrin Islam dan Adat dalam

Masyarakat Matrilineal Minang Kabau, h. 254.

Page 35: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

25

faktor saling mewarisi adalah karena hubungan kekerabatan dan perkawinan. Anak

angkat tidak termasuk kedalam kategori ini. Ini berarti antara anak angkat dengan

orang tua angkatnya tidak ada hubungan saling mewarisi. Hak saling mewarisi

hanya berlaku antara dia dengan orang tua kandungnya. Walaupun anak angkat

tidak berhak saling mewarisi dengan orang tua angkatnya, namun islam tetap

membuka peluang baginya sebagai penerima wasiat atau hibah dari orang tua

angkatnya semasa orang tua angkatnya masih hidup.23

Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan menjadi

bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan orang-

perorangan dalam keluarga. Pengangkatan anak dalam staatblaad nomor 129 tahun

1917 menjadi hukum tertulis yang mengatur pengangkatan anak bagi kalangan

masyarakat Tionghoa, dan tidak berlaku bagi masyarakat Indonesia asli, maka bagi

masyarakat indonesia asli berlaku hukum adat yang termasuk didalamnya adalah

ketentuan hukum Islam, karena Staatblad nomor 129 tahun 1917 yang dikeluarkan

oleh pemerintah Hindia Belanda ini tidak sesuai dengan hukum Islam, maka yang

boleh mengangkat anak hanyalah orang-orang Tionghoa. Sebelum lahirnya UU

Nomor 35 Tahun 2014, sebenarnya telah lahir Undang-Undang nomor 23 tahun

2002 tentang perlindungan anak. Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai

upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan

peningkatan kesejahteraan anak yang didalamnya juga mengatur tentang

pengangkatan anak. Pengertian anak angkat menurut undang-undang tersebut

adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,

wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan

dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

Dalam pasal 39 ayat (2) diatur bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan

hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya. Kemudian

dalam ayar (3) diatur bahwa calon orangtua angkat harus seagama dengan agama

23 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan prospek doktrin Islam dan Adat dalam

Masyarakat Matrilineal Minang Kabau,

Page 36: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

26

yang dianut oleh calon anak angkat. Namun demikian pada 3 oktober 2007, yaitu

melalui PP Nomor 54 Tahun 2007.24

Secara faktual pengadilan agama telah menjadi bagian dari masyarakat

muslim di Indonesia. Sebelum terbentuknya undang-Undang yang mengatur secara

khusus, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang

penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Pada Pasal 171 huruf h, secara definitif

disebutkan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk

hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan disebut beralih tanggung jawabnya dari

orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.

Definisi anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut,25 jika

diperbandingkan dengan definisi anak angkat dalam Undang-Undang No. 35 Tahun

2014 Tentang Perlindungan Anak, memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 angka 9

menyebutkan bahwa anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari

lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut,

kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau

penetapan pengadilan.

Menurut Hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan kalau

memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan

orang tua biologis dan keluarga.

2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat,

melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian

juga orang tua angkat tidak berhak berkedudukan sebagai pewaris dari

anak angkatnya.

3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya

secara langsung, kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/alamat.

24Fadly Khairuzzadhi, "Pengangkonan dalam Pernikahan Beda Suku pada Mayarakat

Lampung Pepadun Studi di Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah” 25Haedah Faraz, “Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam”, Jurnal Dinamika Hukum,

Vol. 9, No. 2, (Mei 2009), h. 155.

Page 37: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

27

4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan

terhadap anak angkatnya.26

Pasal 209 ayat (2) KHI menyatakan bahwa anak angkat hanya berhak

mendapat wasiat wajibah, sebanyak-banyak sepertiga dari harta warisan. Lembaga

wasiat wajibah merupakan bagian dari kajian wasiat pada umumnya. Persoalan

wasiat wajibah sangat relevan dengan kajian hukum pengangkatan anak (Tabannî)

dalam Hukum Islam, karena salah satu akibat dari peristiwa hukum pengangkatan

anak adalah timbulnya hak wasiat wajibah antara anak angkat dan orang tua

angkatnya.27

Seperti dikemukakan sebelumnya, bahwa yang menjadi faktor saling

mewarisi adalah karena hubungan kekerabatan dan perkawinan. Antara anak angkat

dan kedua orang tua angkatnya tidak ada hubungan saling mewarisi. Hak saling

mewarisi hanya berlaku antara dia dengan orang tua kandungnya. Namun Islam

tetap membuka peluang baginya sebagai penerima wasiat atau hibah dari orang tua

angkatnya semasa orang tua angkatnya masih hidup.28

Untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak, ada beberapa syarat

yang diajukan pemohon, yaitu sebagai berikut:

1. Syarat dan bentuk surat permohonan yang diajukan;

2. Isi surat permohonan, yang didalamnya disebutkan dasar (motif) yang

mendorong diajukannya permohonan atau pengesahan pengangkatan anak

tersebut. Juga harus menunjukan bahwa permohonan pengesahan

/pengangkatan anak dilakukan, terutama untuk kepentingan si anak yang

bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan hari depan si anak setelah

terjadi pengesahan anak.29

Syarat anak yang akan diangkat menurut Pasal 12 Peraturan Pemerintah

Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak meliputi hal-hal

sebagai berikut:

26Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, cet. IV (Jakarta: Sinar

Grafika, t.tahun), h. 54. 27Kompilasi Hukum Islam 28Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan prospek doktrin Islam dan Adat dalam

Masyarakat Matrilineal Minang Kabau, h. 251-252. 29Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, cet. I (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 276.

Page 38: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

28

1. Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:

a. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;

b. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

c. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak;

dan

d. Memerlukan perlindungan khusus

2. Usia anak angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Anak belum berusia 6 (enam) tahun merupakan priorotas utama;

b. Sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun, sepanjang ada

alasan mendesak; dan

c. Anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18

(delapan belas) tahun, sepanjang tidak memerlukan perlindungan

khusus.

3. Syarat calon orangtua angkat harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. sehat jasmani dan rohani;

b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima

puluh lima) tahun;

c. beragama sama dengan agama calon anak angkat;

d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak

kejahatan;

e. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;

f. tidak merupakan pasangan sejenis;

g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang

anak;

h. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

l. telah mengasuh calion anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak

izin pengasuhan diberikan; dan

m. memperoleh izin materi dan/atau keoala instansi sosial;

Page 39: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

29

Dalam proses pengangkatan disamping harus memenuhi syarat dalam

peraturan perundang-undangan, pengangkatan anak harus didasarkan pada

penetapan pengadilan. Semenjak tanggal 30 Maret 2006, UU No. 7 Tahun 1989

diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dengan mencakup 42 perubahan. Dalam Pasal

49, kewenangan pengadilan agama ditambah dengan perkara zakat, infak dan

ekonomi syariah. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006

huruf (a) telah merinci perkara apa saja yang dimaksud dengan perkawinan pada

angka (20) terdapat penambahan perkara pengangkatan anak berdasarkan hukum

Islam. Dalam pasal yang sama disebutkan 11 kegiatan usaha yang termasuk dalam

perkara ekonomi syariah. Dari uraian singkat tersebut diatas dapat diambil

pengertian bahwa setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 3 tahun 2006

tentang perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang pengadilan agama.

Hal ini sesuai pula dengan asas personalitas keislaman. Dari sinilah legalitas anak

angkat yang telah mendapat penetapan dari pengadilan agama bagi orang Islam

semakin jelas dan pasti.30

30Suharto, “Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam di Indonesia” Jurnal Studi

Hukum Islam, Vol. 1, No.2, (Juli-Desember, 2014), h. 116-117.

Page 40: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

30

BAB III

PROFIL MASYARAKAT DESA CIKATOMAS LEBAK, CILOGRANG,

LEBAK

A. Gambaran Umum dan Letak Geografis Desa Cikatomas

Desa Cikatomas adalah salah satu desa di kecamatan Cilograng Kabupaten

Lebak provinsi banten dengan orbitrase jarak ke kecamatan 3 km, lama jarak

tempuh dengan kendaraan bermotor ¼ jam. Jarak ke kabupaten/kota 160 km, lama

jarak tempuh dengan kendaraan bermotor 3,5 jam. Jarak ke provinsi 250 km lama

jarak tempuh dengan kendaraan bermotor 5,5 jam.

Desa Cikatomas dengan batas wilayah sebelah utara desa/Desa Mekarsari

kecamatan Cilograng, batas wilayah sebelah selatan desa/Desa Lebak Tipar

kecamatan Cilograng, batas wilayah sebelah timur desa/Desa Cikatomas kecamatan

Cikatomas dan sebelah barat desa/Desa Darmasari kecamatan Bayah. Kantor Desa

Cikatomas terletak di Jl. Raya Bayah Cibareno Km. 20 Cikondang-Cikatomas.

Berdasarkan angka pengangkatan anak tahun 2017 yang dilansir kecamatan

Cilograng menunjukan secara agregat jumlah pengangkatan anak di kecamatan

Cilograng tahun 2017 mencapai 64 kasus. Dari jumlah tersebut (64 kasus) angka

paling tinggi teridentifikasi di desa Giri Mukti mencapai 11 orang dan paling rendah

desa Gunung Batu 3 orang. Adapun desa Cikatomas berada di posisi ketiga dengan

angka mencapai 9 kasus. Berdasarkan data tersebut desa Cikatomas masuk dalam

kelompok desa dengan jumlah kasus pengangkatan anak paling banyak. Meski

demikian, berdasarkan informasi dari berbagai pihak kemungkinan masih terdapat

kasus-kasus pengangkatan anak lain yang belum terhimpun dan tercatat secara

resmi oleh pemerintah kecamatan Cilograng.

Tabel 3.1 Jumlah Pengangkatan Anak di Kecamatan Cilograng

No Nama Desa Jumlah Pengangkatan Anak

1 Cilograng 5 orang

2 Cikatomas 9 orang

3 Cijengkol 10 orang

4 Lebak Tipar 3 orang

Page 41: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

31

5 Pasir Bungur 7 orang

6 Cibareno 2 orang

7 Cikamunding 6 orang

8 Giri Mukti 11 orang

9 Cirendeu 8 orang

10 Gunung Batu 3 orang

Jumlah 64 orang

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten

Tabel 3.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Luas pemukiman 540 ha/m2

Luas persawahan 330 ha/m2

Luas perkebunan 600 ha/m2

Luas kuburan 8 ha/m2

Luas pekarangan 62 ha/m2

Luas taman -Ha/m2

Perkanton 0,60 ha/m2

Luas prasarana umum lainnya 065 ha/m2

Total luas 1541,25 ha/m2

Tanah lawah

sawah irigasi teknis 200 ha/m2

Sawah irigasi ½ teknis 50 ha/m2

Sawah tadah hujan -ha/m2

Sawah pasang surut -ha/m2

Total luas 936,8 ha/m2

Tanah kering

Tegal/ladang 651 ha/m2

Pemukiman 30 ha/m2

Pekarangan 6,80 ha/m2

Page 42: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

32

Total luas 936,8 ha/m2

Tanah perkebunan

Tanah perkebunan rakyat 500 ha/m2

Tanah perkebunan Negara -ha/m2

Tanah perkebunan swasta -ha/m2

Tanah perkebunan perorangan 20,5 ha/m2

Total luas 520,5 ha/m2

Tanah fasilitas umum

Kas/Desa/Desa 0,30 ha/m2

a. Tanah bangkok -ha/m2

b. Tanah titi sara -ha/m2

c. Kebun desa -ha/m2

d. Sawah desa -ha/m2

lapangan olahraga 1,374 ha/m2

perkantoran pemerintah 1,4714 ha/m2

Ruang publik/taman kota -ha/m2

Tempat pemakaman desa/umum 4,5 ha/m2

Bangunan sekolah/perguruan

tinggi

400 ha/m2

Pertokoan -ha/m2

Fasilitas pasar 1 ha/m2

Terminal -ha/m2

Jalan 10.000 ha/m2

Daerah tangkapan air -ha/m2

Usaha perikanan -ha/m2

Sutet/aliran listrik tegangan tinggi -ha/m2

Total luas 10.900 ha/m2

Tanah Hutan

Page 43: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

33

Hutan lindung -ha/m2

Hutan produksi

a. Hutan produksi tetap -ha/m2

b. Hutan terbatas 300 ha/m2

Total luas 300 ha/m2

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten

Tabel 3.3 Iklim

Curah hujan 1.000/4.500 mm

Jumlah bulan hujan 7 bulan

Kelembapan Sedang

Suhu rata-rata harian 18-35 derajat celcius

Tinggi tempat permukaan laut 500-600

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten

Tabel 3.4 Jenis dan Kesuburan Tanah

Warna tanah (sebagian besar) Merah

Tekstur tanah Lampungan

Tingkat kemiringan tanah 30 derajat

Lahan kritis 5.000 ha/m2

Lahan terlantar -ha/m2

Tingkat erosi tanah

Luas tanah erosi ringan 200 ha/m2

Luas tanah erosi sedang -ha/m2

Luas tanah erosi berat 500 ha/m2

Luas tanah yang tidak ada erosi 700/m2

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten.

Page 44: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

34

B. Struktur Masyarakat Desa Cikatomas

Perkembangan kependudukan Desa Cikatomas tahun 2016 berjumlah 4.444

dan pada tahun 2017 adalah 4.436 orang, penduduk perempuan mencapai 2.141

orang dan penduduk laki-laki mencapai 2.295 orang, mayoritas penduduk

menganut agama Islam dengan jumlah perempuan mencapai 2.141 orang dan

penduduk laki-laki mencapai 2.2950 orang, dengan jumlah kartu keluarga 1.366

KK dengan kepadatan penduduk 6,5 per km. Etnis penduduk desa Cikatomas

adalah suku sunda, adat istiadat di desa cikatomas yang masih aktif adalah adat

istiadat dalam perkawinan, dan adat istiadat yang pernah ada yaitu: adat istiadat

dalam kelahiran anak, adat istiadat dalam pengelolaan hutan, adat istiadat dalam

tanah pertanian, adat istiadat dalam menjauhkan bala penyakit dan bencana alam,

adat istiadat dalam memulihkan hubungan antara alam semesta dengan manusia dan

lingkungannya, adat istiadat dalam penanggulangan kemiskinan bagi keluarga tidak

mampu/ fakir miskin/ terlantar.

Mayoritas penduduk laki- laki tamat SD/sederajat mencapai 780 orang, tamat

SMP 398 orang, tamat SMA 199 orang, tamat S1/sederajat 21 orang, tamat

S2/sederajat 2 orang dan mayoritas penduduk perempuan tamat SD/sederajat

mencapai 796 orang, tamat SMP 380 orang, tamat SMA 198 orang, tamat

S1/sederajat 14 orang, tamat S2/sederajat 1 orang. Sebagian besar penduduk

masyarakat Cikatomas berpropesi sebagai petani dan buruh tani PNS 16 orang laki-

laki dan 9 orang perempuan, pedagang keliling 8 orang laki-laki dan 5 orang

perempuan, montir 1 orang laki-laki, bidan swasta 2 orang perempuan, perawat

swasta 1 orang, pembantu rumah tangga 8 orang, pensiun 6 orang laki-laki dan 4

orang perempuan, pengusaha kecil dan menengah 25 orang laki-laki dan 15 orang

perempuan, dosen swasta 2 orang laki-laki, arsitektur 2 orang laki-laki dan 1 orang

perempuan, suku kampung terlatih 2 orang perempuan, seniman/artis 1 orang

perempuan, karyawan perusahaaan swasta 5 orang laki-laki.

Luas wilayah desa Cikatomas sangat luas, banyak lahan disekitar pekarangan

tidak dimanfaatkan, banyak lahan tidur milik masyarakat tidak dimanfaatkan,

jumlah petani pada musim gagal tanam/ panen yang pasrah dan tidak mencari

pekerjaan lain dan banyak penduduk yang mencari pekerjaan di kota besar lainnya.

Page 45: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

35

Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pelestarian hasil

pembangunan masyarakat turut berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan

fisik di desa dan Desa, juga penduduk yang terlibat dalam pelaksaan proyek padat

karya oleh pengelola proyek yang ditunjuk pemerintah desa/Desa atau

kabupatenn/kota dan adanya gotong royong dalam menolong keluarga tidak mampu

dan fakir miskin di desa dan Desa.

Adapun kondisi sosial budaya masyarakat Cikatomas meliputi:

1. Pendidikan

2. Mata pencaharian

3. Kualitas keagamaan

Pembagian wilayah administrasi dan bidang pemerintahan Desa cikatomas

menjadi 13 Kampung 13 RT 19 RW dipimpin oleh seorang Kepala Desa dan

sekretaris.

Untuk mempermudah melihat fasilitas umum sarana lembaga

kemasyarakatan yang ada di Desa Cikatomas antara yaitu sarana peribadatan,

sarana olahraga, sarana kesehatan, saran pendidikan, ptasarana energi dan

penerangan, prasaran dan sarana kebersihan dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 3.5 Sarana Peribadatan

Sarana Jumlah

Masjid 14 buah

Mushola 11 buah

Gereja kristen protestan -buah

Gereja katholik -buah

Wihara -buah

Pura -buah

Klenteng -buah

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten

Tabel 3.6 Sarana Pendidikan

Sarana Jumlah

Gedung SMA/sederajat 1 buah

Page 46: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

36

Gedung SMP/sederajat 1 buah

Gedung SD/sederajat 4 buah

Gedung TK 2 buah

Gedung Tempat Bermain Anak 3 buah

Jumlah Lembaga Pendidikan Agama 5 buah

Jumlah Perpustakaan Keliling 1 buah

Perpustakaan desa/Desa 1 buah

Taman baca 4 buah

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten

Tabel 3.7 Mata Pencaharian

Jenis pekerjaan Laki-laki Perempuan

Petani 299 orang 51 orang

Buruh tani 300 orang 49 orang

Pegawai Negri Sipil 16 orang 9 orang

Pedagang keliling 8 orang 5 orang

Montir 1 orang -orang

Bidan swasta -orang 2 orang

Perawat swasta -orang 1 orang

Pembantu rumah tangga -orang 8 orang

Pensiun PNS 6 orang 4 orang

Pengusaha kecil dan menengah 25 orang 15 orang

Dukun kampung terlatih -orang 2 orang

Dosen swasta 2 orang -orang

Arsitektur 2 orang -orang

Seniman/artis -orang 1 orang

Karyawan perusahaan swasta 5 orang -orang

Sumber: Kantor Desa Desa Cikatomas Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak

Provinsi Banten

Page 47: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

37

C. Praktik Ngukut Anak di Desa Cikatomas

Di daerah Banten dikenal dengan pengangkatan anak, hanya tidak

dikecamatan Malingping (Kabupatrn Lebak) istilahnya bermacam-macam:

umpanyanya di desa Cisimeut (kecamatan Leuwidamar), kecamatan Bayah, desa

Guradog (Kecamatan Maja), kecamatan Bajangmanik, kecamatan Muncang adalah

“anak pulung” atau “anak kukut” dan dikecamatan kasemen, Pontang dan Keramat

Watu (Kabupaten Serang) disebut “anak pupun” disamping itu dikenal pula Istilah

“anak pungut” yang tidak ada bedanya dengan istilah “anak pulung”.1

Di desa Cikatomas tidak ada suatu upacara tertentu yang harus dilakukan

dalam proses ngukut anak karena pada umumnya orang ngukut anak dari keluarga

terdekat dan juga anak orang lain. Tidak ada ketentuan khusus harus ngukut anak

laki-laki, sebab di desa Cikatomas ada juga yang ngukut anak perempuan. Tidak

ada ketentuan jumlah banyaknya seseorang ngukut anak itu tergantung kemampuan

dan kesediaan orang tua angkat.

Masyarakat di desa Cikatomas memiliki rasa kekeluargaan yang satu dengan

yang lainnya sangat erat, sehingga dalam hal pengangkatan anak mereka tak pernah

membeda-bedakan anak angkat dengan anak kandung bagi mereka anak angkat

sama derajatnya dengan anak kandung dalam hal pengurusan anak. Sikap mereka

terhadap perwalian anak angkat kalau anak tersebut tidak diketahui asal-usul

keluarganya maka ayah angkat sah untuk menjadi wali nikah. Akan tetapi kalau

anak tersebut diketahui asal-muasal darimana maka yang sah menikahkan anak

tersebut adalah wali nasab akan tetapi kalau wali nisab tidak ada baru jalan terakhir

memakai wali hakim, untuk kewarisan anak angkat di sesuaikan dengan ekonomi

keluarga itu sendiri. Yang pasti mereka khususnya masyarakat Cikatomas selalu

bertanya pada orang yang mengerti tentang hukum contohnya bertanya ke Ustadz-

Ustadz yang lebih paham tentang hal mawaris agar mereka tidak berbuat tidak adil,

jadi anak angkat itu menrima haknya dengan semestinya.2

Secara prosedur pengangkatan anak yang bisa dilakukan itu diadakan

semacam permohonan dari instansi kalangan bawah misal RT RW Desa kecamatan

1Bastian tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat di Kemudian

Hari, cet. II (Jakarta: Rajawali,1989), h. 58. 2Imas Nur Latifah, Interview Pribadi, Cikatomas, 11 Mei 2018.

Page 48: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

38

kabupaten bahkan yang lebih tinggi lagi seperti langsung kepada instansi sosial

yang berhak menangani masalah ini dan meliputi persyaratan diantaranya:

a. Surat pernyataan anak dari orang tua/wali kepada instansi terkait

b. Surat pernyataan dari instansi kepada orang tua angkat

c. Surat keterangan persetujuan pengangktan anak dari keluarga suami istri

calon orang tua angkat

d. Surat kena lahir yang diterbitkan oleh desa untuk calon orang tua angkat

e. Surat nikah calon orang tua angkat

f. Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari dokter

g. Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan dokter yang

menangani bidang tersebut

h. Surat keterangan pengkasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja3

Menurut Hasballah Thaib ada beberapa alasan seseorang untuk melakukan

pengangkatan anak diantaranya:

a. Untuk menghikangkan rasa kesunyian diri atau kehidupan keluarga dalam

suatu rumah tangga yang telah dibina bertahun-tahun tanpa kehadiran

seorang anak.

b. Untuk melanjutkan garis keturunan terutama sekali bangsa yang menganut

sistem pengabdian kepada leluhur (vor ouder verering)

c. Karena niat baik untuk memeligara dan mendidik anak anak yang terlantar

menderita, miskin, dan sebagainya, dalam hal ini dengan tidak

memutuskan hubungan biologi dengan orang tua kandungnya.

d. Untuk mencari tenaga kerja atau membantu dalam melaksanakan

pekerjaan rutin yang bersifat ekstern maupun intern.

e. Untuk mencapai dan mencari tempat bergantung hidup dihari tua kelak.

f. Untuk memberikan kepuasa bathiniah bagi keluarga yang sangat

membutuhkan kehadiran seorang anak dari kehidupan rumah tangga dan

seluruh keluarganya.4

3Jalaludin, Interview Pribadi, Cikatomas, 9 Mei 2018. 4M. Hasballah Thaib, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqh Islam, (Jakarta: Fakultas

Tarbiyah Universitas Darmawangsa, 1995), h.109.

Page 49: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

39

Dari lima (5) informan yang diwawancarai pengangkatan yang dilakukan

yang sesuai dengan kacamata agama ialah pasangan suami istri bapak Suwirta dan

ibu Suwarsih maksud dari kacamata agama ini ialah mereka mengangkat anak

hanya seorang anak laki-laki, tidak memutus hubungan nasab dengan orang tua

kandungnya bahkan bersama-sama mengurus anak demi kesejahteraan hidup si

anak sama seperti pengangktan anak yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yaitu

anak angkat tidak sama dengan anak kandung.

Empat (4) keluarga lain yaitu yaitu keluarga ibu Anah, Ibu Mursih, Ibu

Rodiah, dan Ibu Emah pengangkatan anak yang dilakukannya mengikuti kebiasaan

kebiasaan latar belakang daerah yaitu kebutuhan akan memiliki anak sehingga ia

mengangkat anak dengan mancing anak, menurut kebiasaan adat Sunda mancing

anak itu yaitu mengangkat anak orang lain atau dari kerabat dekat dengan tujuan

agar ia dapat memperoleh anak contohnya wawancara dengan bu Emah ia telah

menikah bertahun-tahun dengan suaminya namun tak kunjung mempunyai anak

sehingga ia memutuskan untuk mancing anak yaitu dengan mengangkat anak orang

lain dirawat dibesarkan, di khitankan, di sekolahkan dan sampai anak angkatnya

menikah sampai suaminya meninggal dan anak angkatnya memperoleh waris dari

harta peninggalan suaminya. Kemudian ibu Mursih dikarenakan suaminya mandul

ia mengangkat anak berjenis kelamin perempuan, ia merawat anak angkatnya dari

masih baru lahir, dibesarkan selayaknya anak kandung, dikhitankan, disekolahkan

dan sampai anak perempuannya menikah.

Page 50: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

40

BAB 1V

ANALISIS KEDUDUKAN DAN KESESUAIAN NGUKUT ANAK DI DESA

CIKATOMAS, CILOGRANG, LEBAK

A. Kedudukan Anak Angkat pada Masyarakat Cikatomas

Pengangkatan anak pada masyarakat Cikatomas berdasarkan hasil

wawancara dengan keluarga yang mengangkat anak, bahwa yang melatar belakangi

mereka mengangkat anak karena faktor biologis, kekeluargaan dan penelantaran

anak. Masyarakat Cikatomas menganggap bahwa ngukut anak bisa sebagai

pancingan agar segera memiliki anak. Sebagaimana data yang diperoleh oleh

penulis data wawancara kepada masyarakat Cikatomas, bahwa faktor-faktor ngukut

anak adalah sebagai berikut:

a. Faktor biologis yaitu dikarenakan kemandulan dan sudah bertahun tahun

menikah namun tak kunjung mempunyai anak sehingga pasangan tersebut

ingin ngukut anak.1

b. Faktor kekeluargaan yang dimaksudkan adalah mengangkat anak dari

kerabat dekat dikarenakan orang tua kandung sudah tak sanggup

membiayai anaknya sehingga orang tua kandung rela anaknya

dipulungkan atau di adopsi oleh orang lain.2

c. Faktor penelantaran anak dikarenakan orang Ibu kandung anak angkat itu

meninggal sehingga anaknya terlantar tidak ada yang merawat dan

akhirnya di kukut sebagai anak dan diangkat dijadikan anak.3

Keluarga ibu Mursih, ibu Anah dan Ibu Erod keluarga yang mengangkat anak

mengakui anak angkat tercatat dalam akta kelahiran sesuai dengan keluarga orang

tua angkat, menurut pengakuannya pencantuman “bin” nya pun dinasabkan kepada

orang tua angkat, ibu Mursih beranggapan karena orang tua kandungnya telah

menyerahkan pemeliharaan anak kepadanya, hubungan anak angkat dengan orang

tua kandung berjarak bahkan ada yang putus hubungan karena orang tua kandung

1 Mursih, keluarga yang mengadopsi anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 6 Mei 2018. 2 Suwarsih, keluarga yang mengadopsi anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 6 Mei 2018. 3 Anah, keluarga yang mengadopsi anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 5 Mei 2018.

Page 51: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

41

tidak pernah menanyakan kabar maupun menjenguk anak-anaknya dan diharapkan

agar orang tua kandung tidak kembali mengambil anak angkatnya.

Namun berbeda dengan keluarga dari bapak suwirta dan keluarga dari ibu

emah bahwa ia mengangkat anak dari kerabat dekatnya hubungan anak angkat

dengan orang tua kandung tidak berjarak, saling mengawasi. Hanya saja tempat

tinggal dan biaya sehari-hari ditanggung orang tua angkat orang. Orang tua angkat

telah menjelaskan pada anak angkatnya setelah dewasa bahwa ia bukanlah anak

kandungnya.

Secara legal pengangkatan anak dilakukan berdasarkan pengadilan agama,

dan secara tidak legal yaitu adopsi yang dilakukan antar orang tua angkat dan orang

tua kandung. Perubahan yang terjadi dari adopsi anak adalah berpindahnya

tanggung jawab pemeliharaan anak angkat dari orang tua kandung kepada orang

tua angkat.

Dalam Islam perbuatan hukum pengangkatan anak tidak berakibat

berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orangtua kandungnya.

Begitu pula dengan hubungan hukumnya dengan orang tua angkatnya hanyalah

sebatas peralihan pemeliharaan, pengasuhan, bantuan pendidikan, pemenuhan

kebutuhan hidup dan lainnya dari orang tua kandung si anak kepada orang tua

angkatnya. Hal ini dilakukan hanya semata-mata untuk kemaslahatan dan kebajikan

si anak.4

Keluarga Ibu Mursih, Ibu Anah, Ibu Emah dan Ibu Rodiah mengakui anak

angkat tercatat dalam akta kelahiran sesuai dengan keluarga orangtua angkat

dengan membuat perjanjian dengan orang tua kandung tidak di depan notaris.

Menurut hemat penulis sebaiknya keluarga yang mengangkat anak harus

membuat permohonan pengangkatan anak di pengadilan agama.

Dalam Kompilasi Hukum Islam asal-usul seorang anak hanya dapat

dibuktikan dengan akta kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang. Bila akta kelahiran tersebut tidak ada maka pengadilan dapat

mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan

pemerikasaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat atas dasar

ketentuan pengadilan tersebut maka instansi pencatatan kelahiran yang ada dalam

4M. Anshari, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 121.

Page 52: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

42

daerah hukum pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran bagi

anak yang bersangkutan.

Sedangkan perwalian anak angkat menurut Hilman Hadikusuma memberikan

pendapat bahwa pengangkatan anak dilakukan karena alasan-alasan sebagai

berikut5:

1. Karena tidak mempunyai anak

2. Karena belas kasihan terhadap anak tersebut, disebabkan orangtua si anak

tidak mampu memberikan nafkah kepada anaknya.

3. Karena bekas kasihan, disebabkan anak yang bersangkutan tidak

mempunyai orang tua

4. Karena hanya mempunyai anak laki-laki. Maka diangkatlah seorang anak

perempuan atau sebaliknya

5. Sebagai pemancing untuk mendapatkan anak kandung

6. Untuk menambah jumlah anggota keluarganya

7. Dengan maksud si anak anak mendapatkan pendidikan yang layak

8. Karena faktor kepercayaan, yakni untuk mengambil berkah atau tuah bagi

orang tua demi untuk kehidupan yang lebih baik.

9. Untuk menyambung keturunan

10. Adanya hubungan keluarga

11. Diharapkan anak angkat dapat menolong di hari tua, dan menyambung

keturunan bagi yang tidak mendapatkan keturunan

12. Adanya rasa kasihan terhadap nasib anak tersebut

13. Untuk mempererat hubungan kekeluargaan

14. Karena anak kandung sakit maka diangkatlah anak orang lain demi

keselamatan anak kandung tersebut

Perwalian anak angkat kadang tidak jelas, contoh waktu masih masa sekolah

seorang ibu angkat dan bapak angkat yang berperan, begitu juga dalam perwalian

waktu pernikahan. karena seharusnya bila sudah tidak ada wali nasab maka harus

ditangani wali hakim tetapi disini kadang bapak angkat yang mewakilkan.6 Kalau

5Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bhakti 1990), h.

61. 6Idoh Mamdiah, Interview Pribadi, Cikatomas, 9 Mei 2018.

Page 53: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

43

menurut secara hukum selain dari ayah kandung atau kerabat dekat tidak dilakukan

perwalian kalupun harus itu langsung secara wali hakim7

Menurut pengakuan keluarga yang mengangkat anak setelah anak angkat

perempuan telah dewasa dan kemudian memutuskan untuk menikah orang tua

angkat telah berusaha mecari orang tua kandungnya, namun orang tua kandungnya

tidak bersedia menjadikan wali dalam pernikahan anaknya sehingga digantikan

oleh orang tua angkatnya atau dengan wali hakim untuk menggantikan wali nasab

tidak dapat menghadiri/ tidak bersedia menjadi wali. Dalam fikih munakahat

tercantum 3 kelompok orang yang berhak menjadi wali, yaitu wali nasab, wali

mu’thiq dan wali hakim.

Menurut kompilasi Hukum Islam wali sedapat-dapatnya diambil dari

keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa berpikiran sehat, adil,

jujur dan berkelakuan baik.

Di masyarakat Cikatomas tentang waris untuk anak angkat disamakan dengan

anak kandung jadi tidak ada perbedaan, padahal untuk pembagian harta dengan

pembagian harta seharusnya untuk anak angkat bukan dari kewarisan melainkan

dari pemberian yang lainnya, contoh hibah wasiat wajibah.8

Keluarga ibu Emah setelah suaminya meninggal, karena ia tidak mempunyai

anak maka peninggalan harta warisan dari pewaris jatuh pada Ibu Emah dan pada

Andi anak angkatnya.9 Begitu juga dengan keluarga ibu Mursih setelah suaminya

meninggal, maka peninggalan harta warisan dari pewaris jatuh pada Ibu Mursih dan

pada ibu Ayi anak angkatnya.10 Menurut pengakuan Ibu Rodiyah setelah suaminya

meninggal, maka peninggalan harta warisan dari pewaris dibagi rata anak kandung

dengan anak angkatnya.11 Keluarga ibu Anah setelah suaminya meninggal

peninggalan harta warisan dari pewaris dibagi pada ahli waris sedangkan anak

angkat tidak mendapatkan bagian dari warisan.12 Keluarga bapak Suwirta dan Ibu

Suwarsih sudah mengetahui bahwa 1/3 merupakan bagian maksimal untuk anak

7Jalaludin, Sekertaris Desa Cikatomas, Interview Pribadi, Cikatomas, 9 Mei 2018. 8Idoh Mamdiah, Interview Pribadi, Cikatomas, 9 Mei 2018. 9Emah, keluarga yang ngukut anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 6 Mei 2018. 10Mursih, keluarga yang ngukut anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 6 Mei 2018. 11Rodiah, keluarga yang ngukut anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 6 Mei 2018. 12Anah, keluarga yang ngukut anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 5 Mei 2018.

Page 54: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

44

angkat namun karena bapak suwirta masih hidup jadi anak angkat belum dibagi

waris namun telah diberi hibah.13

Secara hukum anak angkat tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua

angkatnya tetapi layaknya di desa Cikatomas selalu ada bagian yang diberikan oleh

orang tua angkat dan sama dengan anak kandung.14

Dari Uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kedudukan anak

kukut pada masyarakat Cikatomas memiliki aspek urgensi pada tiga hal:

1. Faktor yang melatar belakangi terjadinya ngukut anak yaitu faktor

biologis, faktor kekeluargaan dan faktor penelantaran anak.

2. Perwalian anak kukut khususnya pada pernikahan anak perempuan pada

masyarakat Cikatomas secara hukum harus ayah kandung, kerabat dekat

tidak dapat menjadi wali, harus dengan wali hakim.

3. Kewarisan anak kukut bahwa anak angkat sering mendapat bagian yang

diberikan oleh orang tua angkat selayaknya anak kandung.

B. Kesesuaian Ngukut Anak di Masyarakat Cikatomas terhadap Hukum

Islam dan Hukum Positif

Ngukut anak merupakan suatu perbuatan hukum yang mengalihkan

kekuasaan orang tua kandung terhadap orang tua angkat dalam hal pemeliharan.

Adopsi anak yang dilakukan oleh masyarakat Cikatomas berbeda-beda motif ada

yang sesuai dengan hukum Islam ada pula yang menurut tradisi setempat, sehingga

dengan adanya tradisi didalamnya, maka ngukut anak di Cikatomas memiliki ciri

khas dan berimplikasi hukum. Mengadopsi anak dianggap perlu dan menjadi suatu

jalan untuk membantu anak-anak yang terlantar terutama bagi pasangan yang tidak

mempunyai anak.15

Dari lima (5) informan yang diwawancarai hanya 2 keluarga yang

mengangkat anak yang sesuai dengan hukum Islam yaitu bapak Suwirta dan ibu

Anah. Kemudian 3 keluarga yang lain yaitu ibu mursih, ibu Emah dan Ibu Rodiah

mengangkat anak dengan mengikuti kebiasaan-kebiasaan setempat. Maksud dari

kesesuaian hukum islam yaitu tidak memperlakukan anak angkat sebagaimana anak

13Suwarsih, keluarga yang ngukut anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 7 Mei 2018. 14Jalaludin, Sekertaris Desa di Cikatomas, Interview Pribadi, Cikatomas, 9 Mei 2018. 15Mursih, keluarga yang ngukut anak, Interview Pribadi, Cikatomas, 6 Mei 2018.

Page 55: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

45

kandung contohnya anak angkat tidak menggunakan nama orang tua angkatnya,

anak angkat tidak mendapatkan warisan melainkan anak kukut mendapatkan wasiat

wajibah maksimal 1/3 bagian, kemudian orang tua angkat tidak berhak menjadi

wali dalam pernikahan anak angkat perempuan, dan maksud dari tradisi ngukut

anak menurut kebiasaan-kebiasaan latar belakang daerah contohnya wawancara

dengan ibu Emah yang telah bertahun-tahun tidak memiliki anak menurut

kebiasaan adat Sunda ngukut anak yaitu memelihara atau mengangkat anak dari

kerabat dekat maupun jauh untuk dijadikan sebagai anak guna mancing anak agar

kelak ia dapat mendapatkan momongan, namun yang tidak sesuai dengan hukum

islam yaitu anak angkat menggunakan nama orang tua angkat, memutus hubungan

dengan orang tua kandung dan anak angkat mendapatkan waris.

1. Kesesuaian Ngukut Anak terhadap Hukum Islam

Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila

memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan

orangtua biologis dan keluarga.

b. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkatnya

melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya, demikian

juga orang tua tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya.

c. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya

secara langsung kecuali cuma sebagai tanda pengenal atau alamat.

d. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan

terhadap anak angkatnya.16

Ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa prinsip pengangkatan anak

menurut hukum Islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang

anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan

perkembangannya. Berdasarkan prinsip dasar termaksud, maka hukum Islam tidak

melarang memberikan berbagai bentuk bantuan atau jaminan penghidupanoleh

orang tua angkat terhadap anak angkatnya, antara lain berupa:

16M. Ali Hasan, Hukum Warisan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 59

Page 56: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

46

a. Pemberian hibah kepada anak angkat untuk bekal hidupnya di kemudian

hari;

b. Pemberian wasiat kepada anak angkat dengan ketentuan tidak lebih dari

1/3 (sepertiga) harta kekayaan orang tua angkat yang kelak akan

diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak. Ketentuan Pasal 209

Kompilasi Hukum Islam telah mengatur bahwa orang tua angkat yang

tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta warisan anak

angkatnya, demikian sebaliknya terhadap anak angkat yang tidak

menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta warisan orang tua

angkatnya.17

Sistem hukum tentang masalah adopsi di Indonesia apabila dikaitkan dengan

proses adopsi anak melalui putusan pengadilan agama masih terjadi ketidak

sinkronan, baik dalam pelaksanaannya maupun akibat hukum atau kedudukan anak

setelah anak di angkat anak oleh orang tua angkat. Dalam pelaksanaannya, sistem

hukum yang berlaku tidak ada pengaturan yang secara khusus mengatur tata cara

pelaksanaan adopsi anak yang dilakukan secara langsung tanpa melalui putusan

pengadilan, hanya dalam hukum adat di daerah masing-masing yang mengatur

tentang pelaksanaan adopsi anak tersebut.

Dalam Hukum Islam lebih tegas dijelaskan, bahwa pengangkatan seorang

anak dengan pengertian menjadikannya anak kandung di dalam segala hal, tidak

dibenarkan. Dalam hal ini terdapat larangan pada status pengangkatan anak yang

menjadi anak kandung sendiri, dengan menempati status yang persis sama dalam

segala hal. Dalam Hukum Islam ada indikasi tidak menerima lembaga adopsi ini,

dalam artian persamaan status anak angkat dengan anak kandung.18

Penetapan nasab mempunyai dampak yang sangat besar terhadap individu,

keluarga dan masyarakat sehingga setiap individu berkewajiban mereflesikannya

dalam masyarakat, dengan demikian diharapkan nasab (asal-usul) nya menjadi

jelas. Disamping itu, dengan ketidakjelasan nasab dikhawatirkan anak terjadi

perkawinan dengan mahram. Untuk itulah Islam mengharamkan untuk

17Jaya C. Manangin “Pengangkatan Anak (Adopsi) Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam”

Lex Privatium, Vol. IV, No. 5 (Juni, 2016), h. 53 18Muhammad Heriawan, “Pengangkatan Anak Secara Langsung dalam Perspektif

Perlindungan Anak” e jurnal katalogis, Vol. 5¸ No. 5, (Mei 2017) h. 177.

Page 57: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

47

menisbahkan nasab seseorang kepada orang lain yang bukan ayah kandungnya, dan

sebaliknya.19

Status anak angkat menurut hukum Islam tidak sama dengan anak kandung,

anak angkat dipanggil dengan nama ayah kandung atau orang tua kandungnya.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzâb ayat 4 anak angkat

harus tetap dipanggil dengan ayah kandung.

لرجل من ق لبي ف جوفه وما ج أمههاتكم وما عل أزواجكم الالئي تظاهرون من هنه ما جعل الله ي السهبيل اهكم والله ي قول القه وهو ي هد أدعياءكم أب ناءكم ذلكم ق ولكم بف و جعل

(٤: ٣٣)األحزاب/

Artinya:

“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya dan

Dia tidak menjadikan isrti-istri yang kamu dzihar itu sebagai ibumu, dan Dia

tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu. Yang

demikian itu hanyalah perkataan dimulut saja, dan Allah mengatakan yang

sebenarnya dan Dia menunjukan jalan yang lurus”. (Q.S. Al-Ahzâb/33: 4).

Islam melarang menasabkan anak angkat dengan ayah angkatnya.20

ليس من رجل ادهعى »عن أب ذر رضي الله عنه، أنهه سع النهبه صلهى هللا عليه وسلهم، ي قول: 21«ادهعى ق وما ليس له فيهم، ف لي ت ب وهأ مقعده من النهار إله كفر، ومن -وهو ي علمه -لغي أبيه

Artinya:

Dari Abu Dzar r.a bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW. Bersabda:

“tidak seorangpun mengakui (membanggakan diri) kepada orang yang

bukan bapak yang sebenarnya, sedangkan ia mengetahui benar bahwa

orang itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa yang

telah melakukan hal itu maka bukan dari golongan kami (kalangan kaum

muslimin), dan hendaklah dia menyiapkan sendiri tempatnya dalam api

neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Akibat hukumnya tidak memutuskan hubungan nasab, selain tidak dapat

menjadi wali nikah bagi anak perempuan dan tidak dapat mengubah hak saling

mewarisi dengan orang tua kandungnya. Penjagaan nasab ini penting, karena bila

19Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, cet. I

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 178. 20 Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h.36. 21 Imâm Abî ‘Abdullâh Muhammad ibn Ismâ‘îl al-Bukhârî, Sahîh Al-Bukhârî (Beirut: Dâr

ibn Katsîr liṯṯabâ‘ah wa al-Nasyri wa al-Tauzî‘, 2002) nomor hadits 3508, h. 867. Lihat juga Imâm

al-Hâfidz Abî al-Husain Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim (Riyaḏ: Dâr

Ṯayyibah linnasyri wa al-Tauzî‘, 2006), nomor hadits 61/112, h. 47.

Page 58: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

48

dilanggar akan berakibat pada rusaknya tatanan kehidupan yang berkaitan dengan

penjagaan nasab (hifẕun nasli) dalam maqâsid syarî’ah.

Demikian pula dalam hubungan mahram anak angkat tetap bukan sebagai

mahram orang tua angkatnya. Dalam hal kewarisan anak angkat bukan sebagai ahli

waris, tetapi anak angkat dapat menerima wasiat yang kemudian dalam kompilasi

hukum Islam diatur bahwa antara anak angkat dengan orangtua angkat atau

sebaliknya terjadi hubungan wasiat wajibah sebagaimana ketentuan pasal 209

Kompilasi Hukum Islam.22

Ketentuan dalam pasal 209 Kompilasi Hukum Islam telah mengatur bahwa

orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta

warisan anak angkatnya, demikian sebaliknya terhadap anak angkat yang tidak

menerima wasiat diberi wasiat wajibah dari harta warisan orang tua angkatnya.

Jumlah wasiat wajibah itu maksimal 1/3 (sepertiga) dari harta warisan.23

Menurut Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal bagian waris untuk anak

angkat atau sebaliknya orang tua angkat mendapatkan waris dari harta anak angkat,

bagian waris untuk anak angkat yang sesuai dengan hukum islam adalah dikenal

dengan bagian wasiat wajibah, menurut KHI pasal 209 baik ayat (1) dan (2)

menyebutkan bahwa orang tua atau anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi

wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta orang tua atau anak angkat.

Menurut hemat penulis seharusnya bagi masyarakat Cikatomas dalam ngukut

anak harus memperhatikan ketentuan-ketentuan ngukut anak sebagaimana yang

dijelaskan diatas bahwa tidak memperlakukan anak angkat sebagaimana anak

kandung dalam hal tidak memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandung,

anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkatnya dan tidak

boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung. Yang menjadi

catatan penting bahwa dalam hal ngukut anak, pengangkatan anak dibolehkan asal

tidak bertentangan dengan nash Al-Quran dan Al-hadits.

22Mustofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, cet. I (Jakarta: Kencana,

2008), h. 22. 23Mustofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 145.

Page 59: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

49

2. Kesesuaian Ngukut Anak terhadap Hukum Positif

Ngukut anak atau dalam bahasa Indonesia adalah pengangkatan anak yang

dilakukan oleh sepasang suami istri dengan tujuan agar ia dapat memperoleh anak

dan diperlakukan sebagaimana anak kandung yang dilakukan oleh masyarakat

Cikatomas.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007 dijelaskan bahwasanya:

Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan anak angkat adalah

anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang

sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan

membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua

angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan agama.

Pengangkatan anak atau anak angkat adalah anak yang kekuasaan haknya

dialihkan dari kekuasaan keluarga orang tua kandung, wali yang sah, yang

bertanggung jawab atas perwatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut,

kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau

penetapan pengadilan. Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk

merawat, mendidik dan membesarkan anak angkat berdasarkan ketentuan

perundang-undangan dan berdasarkan ketentuan hukum adat.

Pengangkatan anak bertujuan untuk merawat mendidik dan membesarkan

anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan terhadap

anak dengan dilakasanakan menurut kebiasaan adat setempat atau menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Calon orang tua angkat harus

seagama dengan anak angkat. Namun jika asal usul anak angkat tidak diketahui

kejelasannya maka agama anak angkat disamakan dengan agama mayoritas

penduduk setempat. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan anak angkat

dengan orang tua kandungnya.

Pengangkatan anak merupakan peristiwa penting untuk dicatat dalam register

pencatatan sipil. Pencatatan pengangkatan anak diatur dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Pengaturan ini terdapat pada bagian kedelapan, yaitu mengenai Pencatatan

Pengangkatan Anak, Pengakuan Anak dan Pengesahan Anak. Adapun mengenai

Pengangkatan Anak diatur sebagai berikut:

Page 60: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

50

1. Pencatatan Pengangkatan Anak di Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia diatur dalam Pasal 47 sebagai berikut:

a) Pencatatan pengangkatan anak dilaksanakan berdasarkan penetapan

pengadilan di tempat tinggal pemohon.

b) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pasa ayat (1)

wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi pelaksana yang

menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh hari)

hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan oleh penduduk.

c) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), pejabat

pencatatan sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta Kelahiran

dan Kutipan Akta Kelahiran.

Pada Pasal 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014

tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa pengangkatan anak hanya dapat

dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan

hukum adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan pengangkatan anak dalam peraturan perundang-undangan telah

mengalami kemajuan dibandingkan keberadaan pengangkatan anak sebelumnya.

Ketentuan pengangkatan anak tidak mengenal diskriminasi laki-laki atau

perempuan bagi calon orang tua angkat maupun calon anak angkat. Pengaturan

lembaga pengangkatan anak merupakan upaya agar setiap anak mendapat

kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,

baik fisik, mental maupun sosial, dan berahlak mulia. Ada beberapa hal penting

mengenai pengaturan pengangkatan anak dalam perundang-undangan yang patut

diketengahkan yaitu:

1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik

bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengngkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang

diangkat dan orang tua kandungnya.

3. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh

calon anak angkat. Dalam hal asal-usul anak tidak diketahui, maka agama

anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.

Page 61: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

51

4. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan

sebagai upaya terakhir.

5. Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya

mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya dengan memerhatikan

kesiapan anak yang bersangkutan.

6. Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan

tergadap pelaksanaan pengangkatan anak.24

Perwalian terhadap anak angkat dapat dikaji dari aspek definisi anak angkat

sebagaimana diatur Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang

menyatakan bahwa “anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari

lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut

kedalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan

pengadilan”

Bertitik tolak dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perwalian terhadap

anak angkat telah beralih dari orang tua kandungnya kepada orang tua angkatnya.

Jadi orang tua angkat memiliki hak dan bertanggung jawab terhadap perwalian anak

angkatnya, termasuk perwalian terhadap harta kekayaan. Oleh karena itu apabila

anak angkat telah dewasa, maka orang tua nagkatnya wajib memberikan

pertanggung jawaban atas pengelolaan harta kekayaan anak angkat tersebut.25

Pasal 33 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak

menyatakan bahwa:

1. Dalam hal orang tua dan keluarga anak tidak dapat melaksanakan

kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 26,

seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk

sebagai wali dari anak yang bersangkutan

2. Untuk menjadi wali dari anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalu penetapan pengadilan

3. Wali yang ditunjuk sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus

memiliki kesamaan dengan agama yang dianut anak.

24 Mustofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, h. 17-18. 25Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h. 224.

Page 62: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

52

4. Wali sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab

terhadap diri anak dan wajib mengelola harta milik anak yang

bersangkutan untuk terbaik bagi anak.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dari pemaparan menurut peraturan pemerintah Nomor 54 tahun 2007 dan

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 penulis berkesimpulan bahwa

pengangkatan anak di Indonesia adalah sah hukumnya dan telah diatur dalam

Undang-Undang.

Menurut hemat penulis seharusnya bagi masyarakat Cikatomas dalam

mengangkat anak harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

berlaku yaitu sesuai dengan tata cara pengangkatan anak yang diatur dalam

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yang didukung

oleh Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007. Sebagai warga negara yang baik agar

terciptanya ketertiban hukum dan anak yang di angkat sah dimata hukum maka

pengangkatan anak dilakukan harus sesuai dengan prosedur peraturan yang berlaku.

Page 63: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

53

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan:

1. Ngukut anak tujuannya memperlakukan anak dalam segi kecintaan dan kasih

sayang, pemberian nafkah, pendidikan dan memperlakukan anak angkat

selayaknya anak kandung.

2. Adapun berdasarkan data hasil penelitan yang diperoleh maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa ngukut anak di Cikatomas memiliki aspek urgensi dalam

tiga hal yaitu faktor yang melatar belakangi terjadinya ngukut anak, kedudukan

anak angkat, kesesuaian terhadap hukum Islam dan hukum positif.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya ngukut anak ada tiga faktor

Pertama, faktor biologis dikarenakan orang tua angkat sudah bertahun-tahun

tidak memiliki anak (mandul) namun menginginkan memiliki anak, atau di sebut

juga dengan mancing anak. Kedua, faktor kekeluargaan yaitu memelihara atau

mengangkat anak dari kerabat dekaht untuk membantu orang tua kandung anak

itu dalam pendidikan dan kehidupan anaknya. Adapula mengangkat anak karena

anaknya yang ada hanyalah perempuan saja sedang ia menginginkan anak laki-

laki dalam hal demikian orang mengukut anak. Ketiga, faktor penelantaran anak

dikarenakan orang tua kandung anak angkat itu meninggal sehingga anaknya

terlantar tidak ada yang merawat dan akhirnya di urus sebagai anak dan diangkat

dijadikan anak. Adakalanya seseorang sudah mempunyai anak namun masih

mau ngukut anak orang lain dengan alasan karena kasih sayang terhadap anak

terlantar namun diperlakukan selayaknya anak kandung. Perwalian anak angkat

khususnya pada pernikahan anak perempuan pada masyarakat Cikatomas secara

hukum harus ayah kandung, kerabat dekat tidak dapat menjadi wali, harus

dengan wali hakim.

Adapun mengenai kewarisan anak angkat bahwa anak angkat sering

mendapat bagian yang diberikan oleh orang tua angkat selayaknya anak

kandung.

Page 64: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

54

3. Kesesuaian menurut hukum Islam dan hukum positif Ngukut anak merupakan

suatu perbuatan hukum yang mengalihkan kekuasaan orang tua kandung

terhadap orang tua angkat dalam hal pemeliharan. Ngukut anak yang dilakukan

oleh masyarakat Cikatomas berbeda-beda motif ada yang sesuai denga hukum

Islam ada pula yang menurut adat kebiasaan setempat.

Kesesuaian hukum Islam yaitu: sebagian masyarakat Cikatomas yang

Ngukut anak tidak memperlakukan anak angkat sebagaimana anak kandung,

contohnya anak angkat tidak menggunakan nama-nama orang tua angkatnya,

anak angkat tidak mendapatkan warisan melainkan anak angkat mendapatkan

wasiat wajibah maksimal 1/3 bagian, kemudian orang tua angkat tidak berhak

menjadi wali dalam pernikahan anak angkat perempuan. Namun yang tidak

sesuai dengan hukum islam yaitu anak angkat menggunakan nama orang tua

angkat, memutus hubungan dengan orang tua kandung dan anak angkat

mendapatkan waris.

Adapun kesesuian ngukut anak dengan hukum positif terlihat pada

pengangkatan anak yang bertujuan untuk merawat, mendidik dan membesarkan

anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak

dengan dilakasanakan menurut kebiasaan adat setempat atau menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku, selain calon orang tua angkat harus seagama

dengan anak angkat. Adapun ketidaksesuaian dengan hukum positif yaitu

pengangkatan anak yang dilakukan masyarakat Cikatomas tidak berdasarkan

putusan atau penetapan pengadilan agama sehingga tidak memiliki landasan

hukumnya yang jelas.

B. Saran-Saran

1. Bagi masyarakat Cikatomas yang hendak melakukan pengangkatan anak

harusnya mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai

dengan hukum Islam serta tidak memutus hubungan anak angkat dengan orang

tua kandungnya.

2. Hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi melalui perangkat desa tentang

pengangkatan, anak agar masyarakat yang hendak melakukan pengangkatan

Page 65: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

55

anak dapat mengajukan permohonan yang sah kepada pengadilan agama supaya

mendapat perlindungan hukum khususnya mengenai kejelasan perwalian.

3. Kepada akademisi tokoh agama dan mahasiswa jurusan Hukum Islam

khususnya mampu mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai

pengangkatan anak.

Page 66: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

56

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya, Depag RI

Alam, Andi Syamsu dan M Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam,

Jakarta: Kencana, 2008

Anshari, M. Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

al-Bukhârî, Imâm Abî ‘Abdullâh Muhammad ibn Ismâ‘îl. Sahîh Al-Bukhârî. Beirut:

Dâr ibn Katsîr liṯṯabâ‘ah wa al-Nasyri wa al-Tauzî‘, 2002

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Aditya Bhakti

1990

Hanbal, Ahmad ibn. Musnad al-Imâm al-Hâfiẕ Abî ‘Abdillâh Ahmad ibn Hanbal.

Riyadh: Baît al-Afkâr al-Dauliyyah linnasyri wa al-Tauzî‘, 1998

Hasan, Mustofa, Pengantar Hukum Keluarga, Bandung: Pustaka Setia, 2011

Mardani, Hadis Ahkam, Jakarta: Rajawali pers, 2012

Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Jakarta: kencana,

2008

al-Naisâbûrî, Imâm al-Hâfidz Abî al-Husain Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairî.

Sahîh Muslim. Riyaḏ: Dâr Ṯayyibah linnasyri wa al-Tauzî‘, 2006

Rofik, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali pers, 2013

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula,

cet.II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004

Tafal, B Bastian, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat

Hukumnya Dikemudian Hari, cet II. Jakarta: Rajawali, 1989

Al-Tirmidzî, Abî ‘Îsâ Muhammad ibn ‘Îsâ ibn Sûrah. Jâmi‘ al-Tirmidzî. Riyadh:

Baît al-Afkâr al-Dauliyyah, t.tahun Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan prospek doktrin Islam dan Adat

dalam Masyarakat Matrilineal Minang Kabau, Jakarta: Rajawali Pers,

2011

Thaib, M. Hasballah, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqh Islam, Jakarta:

Fakultas Tarbiyah Universitas Darmawangsa, 1995

Zaini, Muderis, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, cet. IV. Jakarta:

Sinar Grafika

Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 209 Kompilasi hukum Islam

Pada pasal 171 Kompilasi hukum Islam

Page 67: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

57

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak

Jurnal Ilmiah

Faraz, Haedah, “Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam”. Jurnal Dinamika

Hukum, Vol. 9, No.2, (2009)

Heriawan, Muhammad, “Pengangkatan Anak Secara Langsung dalam Perspektif

Perlindungan Anak”. E-jurnal katalogis, Vol. 5, No.5, (2017)

Hidayah, Fransisca Ismi, “Diskursus Hukum Islam di Indonesia Tentang Perwalian

Perkawinan Anak Angkat”.Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1, No. 1,

(2014)

Mutasir, “Dampak Hukum Pengangkatan Anak pada Masyarakat Desa Terantang

Kec. Tambang Kabupaten Kampar ditinjau dari Hukum Islam”. Jurnal An-

Nida, Vol.41, No. 2,(2007)

Manangin, Jaya C. “Pengangkatan Anak (Adopsi) Ditinjau dari Perspektif Hukum

Islam”. Jurnal Lex Priva Junitium, Vol.IV, No. 5, (2016)

Suharto, “Hak Waris Anak Angkat Menurut Hukum Islam di Indonesia”. Jurnal

Studi Hukum Islam, Vol. 1, No.2, (2014).

Skripsi

Khairuzzadhi, Fadly,"Pengangkonan dalam Pernikahan Beda Suku pada

Mayarakat Lampung Pepadun Studi di Kecamatan Padang Ratu

Kabupaten Lampung Tengah.” Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2016.

Mahfiyah, Hikmatul, “Pewarisan Terhadap Anak Angkat Sebagai Ahli Waris

Tunggal Menurut Hukum Adat Jaw.” Skripsi Kementrian Riset,

Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Universitas Jember, 2016.

Wawancara

Interview Pribadi dengan Anah, keluarga yang ngukut anak, Cikatomas, 5 Mei

2018.

Interview Pribadi dengan Mursih, keluarga yang ngukut anak, Cikatomas, 6 Mei

2018.

Interview Pribadi dengan Rodiah, keluarga yang ngukut anak, Cikatomas, 6 Mei

2018.

Interview Pribadi dengan Emah, keluarga yang ngukut anak, Cikatomas, 6 Mei

2018.

Page 68: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

58

Interview Pribadi dengan Suwarsih, keluarga yang ngukut anak, Cikatomas, 7 Mei

2018.

Interview Pribadi dengan Jalaludin, Sekertaris Desa di Cikatomas, 9 Mei 2018.

Interview Pribadi dengan Idoh Mamdiah, Cikatomas, 9 Mei 2018.

Interview Pribadi dengan Imas Nur Latifah, Cikatomas, 11 Mei 2018.

Page 69: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

LAMPIRAN

Page 70: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 71: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 72: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 73: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 74: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 75: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 76: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 77: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 78: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 79: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 80: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 81: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 82: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 83: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 84: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Page 85: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

Gambar 1 : Foto dengan Sekretaris Desa Cikatomas, Bapak Jalaludin, S.Pd.I

Gambar 2 : Foto dengan Ibu Anah (keluarga yang ngukut anak)

LAMPIRAN DOKUMENTASI PENELITIAN

Page 86: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

Gambar 3: Foto dengan Ibu Mursih (keluarga yang ngukut anak)

Gambar 4: Foto dengan Ibu Emah (keluarga yang ngukut anak)

Page 87: Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44398/1/NIDA... · Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

Gambar 5 : Foto dengan Ibu Rodiah (keluarga yang ngukut anak)

Gambar 6 : Foto dengan Ibu Suwarsih (keluarga yang ngukut anak)