determinan persepsi wajib pajak mengenai ...repository.ub.ac.id/3016/1/try...

138
DETERMINAN PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (STUDI PADA WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT) Disusun Oleh: Try Zuliyanti NIM. 135020301111081 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • DETERMINAN PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA

    PENGGELAPAN PAJAK

    (STUDI PADA WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTOR

    PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT)

    Disusun Oleh:

    Try Zuliyanti

    NIM. 135020301111081

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

    JURUSAN AKUNTANSI

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    Skripsi dengan judul:

    DETERMINAN PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA

    PENGGELAPAN PAJAK

    (STUDI PADA WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTOR

    PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT)

    Yang disusun oleh:

    Nama : Try Zuliyanti

    NIM : 135020301111081

    Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

    Jurusan : Akuntansi

    Bidang Kajian : Perpajakan

    Disetujui untuk digunakan dalam ujian komprehensif.

    Malang, 9 Juni 2017

    Dosen Pembimbing

    Ayu Fury Puspita, MSA.,Ak.,CA.

    NIP. 2013128812142001

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    SkFipsi denganjudul:

    “DETERMINAN PERSEPSI WAЛ B PAJAK MENGENAIEIKAPENGGELAPAN PAJAK

    (STUDIPADA WAЛ B PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTORPELAYANAN PAJAK PRATAMA SIIRABAYA RIINGKUD"

    yang disusun oleh:NamaNIMFakultasJurusanBidang Kajian

    Try Zuliyanti13s020301 I 1 1081Ekonomi danBisnisAkuntansiPerpajakan

    telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 17 Juli 2017 dandinyatakan memenuhi syarat untuk diterima-

    SUSUNAN DEWAN PENGUJI

    Ayu Fury Puspita MSA., Ak., CANIK.201312881214 2 001(Dosen Pembimbing)

    Devy Fusposari, M.Si., AkNrP. 19751105 200312 2 001(Dosen Penguji I)

    Hendi Subandi, MA., Ak., CANrK- 20r20I810620 I 001@osenPenguji II)

    Malang, 17 JlaJri2AfiMengetahui,PLT Ketua Jurusan Akuntansi,

    3.

    鰐 斃 寵 buittAっよ 。,DBA的

  • SURAT PERNYATAAN

    Yang bertanda

    Nama

    NIM

    Fakultas

    Jurusan

    tangan di bawah ini:

    Tw Zuliyanti

    135020301111081

    Ekonomi dan Bisnis

    2へkuntansi

    Dengan ini mmyatakan b■wa Skripslyang saya susllln denganj灘け1:

    DETERMINAN PERSEPSI WAB PAJAK MENGENAI E噂

    PENGGELAPAN PAJAK

    (SlRЛ)IPADA WAJIB FtAJAK BADAN YANG TERDAFFAR DIKANTOR

    PELAYANAN PJAK PRATAMA SURABAYA RUNG鴫

    adalah benar‐benar hasil b″a saya send五 dan bukan merupakan plagiat dari

    Skripsi orang laino Apabila kcmudian hari pernyataan sakya」 dak m,maka saya

    bettedia llllenerlma sanksi akademis yang berlaku(diCabut prcdttt kelulusan dan

    gelarkesttanaamyal.

    Dengan pemyatttm ini saya buat dcngan sebenamyt mtuk dapat di pergunakan

    bilamana diperlukan. ・

    NIM.135020301111081

  • RIWAYAT HIDUP

    Nama : Try Zuliyanti

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 1 Februari 1995

    Agama : Islam

    Status : Belum Menikah

    Alamat Rumah : Komplek Garuda Putra III Blok G No. 13 Lebong

    Siarang, Palembang, Sumatera Selatan

    Alamat Email : [email protected]

    Pendidikan Formal:

    Sekolah Dasar (2001-2007) : SD Kartika II-2 Palembang

    SMP (2007-2010) : SMP Negeri 10 Palembang

    SMA (2010-2013) : SMA Negeri 6 Palembang

    Perguruan Tinggi (2013-2017) : S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

    dan Bisnis Universitas Brawijaya

    Pengalaman Organisasi

    Staff Forum Daerah Sultan for Brawijaya (2013)

    Kepala Hubungan Masyarkat Forum Daerah Sultan for Brawijaya (2014)

    mailto:[email protected]

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat

    menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul: “DETERMINAN PERSEPSI

    WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (STUDI PADA

    WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTOR PELAYANAN

    PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT)”. Skripsi ini adalah untuk

    memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam meraih derajat sarjana Ekonomi

    program Strata satu (S-1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

    Selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian dalam skripsi ini,

    penulis tidak luput dari kendala. Kendala tersebut dapat diatasi penulis berkat

    adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

    penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada:

    1. Allah SWT yang senantiasa melimpahkan berkat-Nya kepada penulis.

    2. Ibu Yeney Widya Prihatiningtias, DBA., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

    3. Ibu Ayu Fury Puspita, MSA., Ak., CA. selaku dosen pembimbing yang telah

    bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk senantiasa memberikan

    bimbingan, saran dan bantuan dan proses penyusunan skirpsi ini.

    4. Ibu Devy Pusposari, M.Si., Ak. sebagai dosen penguji I dan Bapak Hendi

    Subandi, MA.. Ak., CA. sebagai dosen penguji II yang telah memberikan saran-

    saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

  • ii

    5. Orangtua tercinta Zulkarnain, SH dan Rahmawati, SPd yang telah

    membesarkan saya dan mendidik saya tanpa mengenal lelah. Terima kasih atas

    doa, dukungan dan kesabaran yang telah membantu proses penyelesaian

    penelitian ini. Rizka Siam Pratiwi, Letty Destiana dan Muhammad Rizki

    Ardiansyah yang selalu memberikan semangat selama saya kuliah.

    6. Ibu Uun Sunarsih, Ibu Dahlifah, Ibu Nursalita, Mba Heriyanti Tampubolon,

    Elza Rahmania Dwi Utami dan teman-teman Griya Brawijaya Blok A Nomor

    16-20 yang selalu memberikan dukungan dalam penulisan dan berbagi ide.

    7. Ibu Astutiyana, Bapak Brian dan semua responden wajib pajak yang ada di KPP

    Pratama Surabaya Rungkut yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga

    dalam memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini.

    8. Muhammad Khoiri yang selalu menasihati, mendukung, dan sabar selama

    membantu dalam penyusunan skripsi ini.

    9. Teman-teman Akuntansi Angkatan 2013 atas sharing ide dan kebersamaan

    selama perkuliahan.

    Malang, 17 Juli 2017

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

    ABSTRAK ............................................................................................................ ix

    ABSTRACT ........................................................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 10

    1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 11

    1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 11

    1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................ 12

    BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ........ 14

    2.1 Konsep Dasar Perpajakan ......................................................................... 14

    2.1.1 Definisi Pajak .................................................................................. 14

    2.1.2 Fungsi Pajak .................................................................................... 15

    2.1.3 Tata Cara Pemungutan Pajak .......................................................... 17

    2.1.4 Asas Pemungutan Pajak .................................................................. 18

    2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak ................................................................ 19

    2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak ............................................................... 19

    2.1.7 Pengertian Wajib Pajak ................................................................... 20

    2.2 Persepsi........................................................................................................ 22

    2.3 Keadilan ...................................................................................................... 23

    2.3.1 Keadilan Pajak ................................................................................ 23

    2.3.2 Teori Keadilan ................................................................................. 25

    2.3.3 Cara Mewujudkan Keadilan Pajak .................................................. 25

    2.4 Diskriminasi ................................................................................................ 28

    2.4.1 Pengertian Diskriminasi .................................................................. 28

    2.4.2 Diskriminasi di Bidang Perpajakan ................................................. 29

    2.5 Kepatuhan Wajib Pajak ............................................................................ 30

    2.5.1 Pengertian Kepatuhan Perpajakan................................................... 30

    2.5.2 Macam-Macam Kepatuhan ............................................................. 31

    2.6 Pemeriksaan Pajak .................................................................................... 31

    2.6.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak ........................................................ 31

    2.6.2 Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak ................................................... 32

    2.6.3 Kriteria Pemeriksaan Pajak ............................................................. 34

    2.6.4 Kebijakan Umum Pemeriksaan Pajak ............................................. 36

    2.6.5 Standar Pemeriksaan Pajak ............................................................. 37

  • iv

    2.6.6 Wewenang Pemeriksaan Pajak ....................................................... 38

    2.6.7 Jangka Waktu Pemeriksaan............................................................. 38

    2.7 Sistem Perpajakan ..................................................................................... 39

    2.7.1 Asas-Asas Pemungutan Pajak ......................................................... 39

    2.7.2 Sistem Perpajakan di Indonesia ...................................................... 40

    2.8 Etika ............................................................................................................ 43

    2.8.1 Pengertian Etika .............................................................................. 43

    2.8.2 Jenis-Jenis Etika .............................................................................. 44

    2.8.3 Teori Etika ....................................................................................... 46

    2.9 Penggelapan Pajak ..................................................................................... 48

    2.9.1 Pengertian Penggelapan Pajak ........................................................ 48

    2.9.2 Dampak Penggelapan Pajak ............................................................ 49

    2.10 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 51

    2.11 Rerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis ................................... 54

    2.11.1 Konsep Persepsi Mengenai Etika Penggelapan Pajak .................... 55

    2.11.2 Hubungan Keadilan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai

    Etika Penggelapan Pajak ................................................................. 56

    2.11.3 Hubungan Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak ................................................ 58

    2.11.4 Hubungan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Persepsi Wajib

    Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak ...................................... 59

    2.11.5 Hubungan Pemeriksaan Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak ................................................ 60

    2.11.6 Hubungan Sistem Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak ................................................ 61

    BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 64

    3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 64

    3.2 Data Penelitian dan Sumbernya ............................................................... 65

    3.2.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 65

    3.2.2 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 67

    3.3 Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel Metode Analisis Data dan

    Pengujian Hipotesis .................................................................................... 73

    3.3.1 Definisi Operasi Variabel ................................................................ 73

    3.3.2 Metode Analisis Data ...................................................................... 82

    3.4 Persamaan Struktural ............................................................................... 85

    3.5 Model Struktural …………………………………………………………86

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 87

    4.1 Analisis Hasil Pilot Test .............................................................................. 87

    4.2 Latar Belakang Institusional Obyek Penelitian ...................................... 91

    4.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 91

  • v

    4.2.2 Karakteristik Responden ................................................................. 92

    4.3 Deskriptif Jawaban Responden ................................................................ 99

    4.4 Evaluasi Model ......................................................................................... 101

    4.1.1 Pengujian Sebelum Modifikasi Indikator Variabel ....................... 101

    4.4.2 Pengujian Setelah Modifikasi Indikator Variabel ......................... 103

    4.5 Hasil Uji Hipotesis .................................................................................... 105

    4.6 Diskusi Hasil Penelitian ........................................................................... 107

    4.6.1 Pengaruh Keadilan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai

    Etika Penggelapan Pajak ............................................................... 107

    4.6.2 Pengaruh Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak .............................................. 109

    4.6.3 Pengaruh Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak .............................................. 111

    4.6.4 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak .............................................. 113

    4.6.5 Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak

    Mengenai Etika Penggelapan Pajak .............................................. 114

    BAB V PENUTUP ............................................................................................. 116

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 116

    5.2 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 118

    5.3 Saran ......................................................................................................... 119

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 120

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Data Penyampaian SPT Masa PPN Wajib Pajak Badan di KPP

    Pratama Surabaya Rungkut Tahun 2015 ................................................ 3

    Tabel 3.1 Penyesuaian Pernyataan Kuesioner ...................................................... 68

    Tabel 3.2 Tambahan Pernyataan Kuesioner.......................................................... 68

    Tabel 3.3 Pernyataan Negatif Kuesioner .............................................................. 71

    Tabel 4.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner Pilot Test ......................................... 88

    Tabel 4.2 Hasil Pengujian Algoritma Sebelum Modifikasi (Pilot Test) ............... 88

    Tabel 4.3 Hasil Pengujian Algoritma Setelah Modifikasi (Pilot Test) ................. 89

    Tabel 4.4 Sampel Penelitian .................................................................................. 92

    Tabel 4.5 Data Statistik Responden ...................................................................... 93

    Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Variabel.................................................................. 99

    Tabel 4.7 Hasil Pengujian Algoritma Sebelum Modifikasi ................................ 102

    Tabel 4.8 Hasil Pengujian Algoritma Setelah Modifikasi .................................. 104

    Tabel 4.9 Hasil Uji Hipotesis .............................................................................. 105

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Modus Operandi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Tahun 2011

    -2015……………………………………………………………...…2

    Gambar 2.1 Model Penelitian ............................................................................... 55

    Gambar 3 .1 Model Struktural .............................................................................. 86

    Gambar 4 .1 Model Algoritma (Pilot Test) .......................................................... 91

    Gambar 4.2 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 94

    Gambar 4.3 Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden ................ 94

    Gambar 4.4 Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............ 95

    Gambar 4.5 Data Statistik Responden Berdasarkan Jabatan ................................ 96

    Gambar 4.6 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Usaha ......................... 96

    Gambar 4.7 Data Statistik Responden Berdasarkan Wajib Pajak ......................... 97

    Gambar 4.8 Data Statistik Responden Berdasarkan Omset .................................. 97

    Gambar 4.9 Data Statistik Responden Berdasarkan Status Wajib Pajak………...98

  • viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ........................................................................ 124

    Lampiran 2 Hasil Kuesioner Penelitian .............................................................. 130

    Lampiran 3 Jumlah Wajib Pajak Badan .............................................................. 138

    Lampiran 4 Outer Loading Sebelum Modifikasi (Pilot Test) ............................. 138

    Lampiran 5 Pernyataan Kuesioner Tidak Valid .................................................. 139

    Lampiran 6 Outer Loading Setelah Modifikasi (Pilot Test) ............................... 140

    Lampiran 7 Cross Loading Sebelum Modifikasi (Pilot Test) ............................. 141

    Lampiran 8 Outer Loading Sebelum Modifikasi ................................................ 142

    Lampiran 9 Cross Loading Sebelum Modifikasi ................................................ 143

    Lampiran 10 Cross Loading Setelah Modifikasi ................................................ 144

  • ix

    ABSTRAK

    DETERMINAN PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA

    PENGGELAPAN PAJAK

    (STUDI PADA WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTOR

    PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT)

    Oleh:

    Try Zuliyanti

    Dosen Pembimbing:

    Ayu Fury Puspita, MSA., Ak., CA

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan

    Pajak Pratama Surabaya Rungkut. Penelitian ini menggunakan data primer yang

    diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 115 wajib pajak badan

    yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut. Metode

    pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience

    sampling. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode statistik Partial Least

    Square (PLS) dengan bantuan program SmartPLS. Hasil penelitian adalah

    kepatuhan wajib pajak dan sistem perpajakan mempengaruhi persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak. Keadilan, diskriminasi dan pemeriksaan pajak

    tidak mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

    Kata kunci: keadilan, diskriminasi, kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan

    pajak, sistem perpajakan

  • x

    ABSTRACT

    THE DETERMINANTS OF TAXPAYERS’ PERCEPTION ON THE

    ETHICS OF TAX EVASION

    (A STUDY ON THE CORPORATE TAXPAYERS REGISTERED AT THE

    SMALL TAX OFFICE OF SURABAYA RUNGKUT)

    By:

    Try Zuliyanti

    Advisor:

    Ayu Fury Puspita, MSA., Ak., CA

    This study aims at identifying the determinants of taxpayers’ perception on the

    ethics of tax evasion. The primary data are obtained from questionnaires

    distributed to 123 corporate taxpayers registered at the Small Tax Office of

    Surabaya Rungkut. The samples are selected by convenience sampling method.

    The hypothesis is analyzed using Partial Least Square (PLS) with SmartPLS. The

    result of analysis show that tax compliance and tax system influence the

    taxpayers’ perception on the ethic of tax evasion; whereas fairness,

    discrimination, and tax audit do not affect affect their perceptions on the ethics of

    tax evasion.

    Keyword: Fairness, Discrimination, Tax compliance, Tax audit, Tax system

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penggelapan pajak termasuk dalam perbuatan tercela yaitu tindakan ilegal

    yang dilakukan oleh seorang wajib pajak atau fiskus, yang tujuannya untuk

    memperkecil atau tidak membayar pajak sesuai dengan besarnya pajak yang harus

    dibayarkan, dengan kata lain wajib pajak dengan sengaja melakukan pelanggaran

    untuk tidak membayarkan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

    perpajakan yang berlaku (Trihastutie, 2009). Maksud dari melanggar peraturan

    perundang-undangan yaitu wajib pajak orang pribadi atau badan yang melepaskan

    diri dari pajak atau mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara

    menyembunyikan sebagian dari penghasilan atau omsetnya, penggelapan pajak ini

    terjadi sebelum surat ketetapan pajak (SKP) dikeluarkan (Nasution, 2016).

    Penggelapan pajak adalah upaya penyelundupan pajak, dengan skema memperkecil

    pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan. Sehingga wajib

    pajak menganggap bahwa pajak seperti beban yang mengakibatkan wajib pajak

    enggan membayar pajak secara sukarela. Oleh karena itu, yang terpenting bagi

    negara adalah wajib pajak tersebut telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan

    undang-undang yang berlaku.

    Berdasarkan Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2011-2015,

    banyak permasalahan yang sering terjadi pada wajib pajak badan antara lain

  • 2

    pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) tetapi tidak

    menerbitkan faktur pajak sesuai dengan transaksinya, tidak menyampaikan surat

    pemberitahuan (SPT), tidak menyampaikan SPT dengan benar dan lengkap,

    membuat surat setoran pajak (SSP) palsu bahkan penggelapan omset yang

    dilakukan oleh wajib pajak. Berikut ini modus operandi yang dilakukan oleh wajib

    pajak selama empat tahun di Indonesia adalah:

    Gambar 1.1

    Modus Operandi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

    Tahun 2011 - 2015

    Sumber: Laporan Tahunan DJP 2011-2015, diolah, 2017

    Berdasarkan Gambar 1.1 di atas menunjukkan bahwa modus operandi

    mengalami fluktuasi selama kurun waktu lima tahun. Fenomena penggelapan pajak

    yang sering terjadi yaitu wajib pajak badan membuat faktur pajak fiktif, dimana

    pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 65,30%

    sama halnya pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 55,38%. Faktur pajak

    adalah sebuah dokumen yang sangat penting yang merupakan bukti otentik yang

    65%

    32%

    42.55%

    55.38%

    8.16%

    52%

    8.51%

    18.46%

    26.53%

    10.64%15.38%

    2011 2012 2013 2015

    Faktur Pajak Fiktif

    Tidak Menyetor Pajak yang telah dipungut

    Melaporkan SPT tidak benar atu tidak lengkap

  • 3

    telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pihak pembeli. Dengan

    adanya faktur pajak, maka PKP dapat mengurangi PPN yang harus dibayar.

    Penyalahgunaan faktur pajak fiktif mengalami peningkatan yang cukup besar dapat

    dilihat pada laporan tahunan DJP 2012-2015, ini dikarenakan kurangnya kesadaran

    wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak secara sukarela.

    Berdasarkan pada laporan tahunan di KPP Pratama Surabaya Rungkut, terdapat

    9.430 wajib pajak badan yang terdaftar. Berikut ini ada beberapa jumlah wajib pajak

    badan yang melaporkan maupun tidak melaporkan SPT Masa PPN, sebagaimana

    dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini:

    Tabel 1.1

    Data Penyampaian SPT Masa PPN Wajib Pajak Badan Aktif

    di KPP Pratama Surabaya Rungkut

    1 Januari – 31 Desember 2015

    Bulan Jumlah WP SPT Masa PPN

    Lapor Tidak Lapor

    Januari 1.722 412

    Februari 1.741 393

    Maret 1.746 388

    April 1.762 372

    Mei 1.768 366

    Juni 1.774 360

    Juli 1.739 395

    Agustus 1.620 514

    September 1.636 498

    Oktober 1.655 479

    November 1.680 454

    Desember 1.686 448 Sumber: Bagian PDI KPP Pratama Surabaya Rungkut, diolah, 2017

    Mengacu pada Tabel 1.1 di atas menunjukkan data penyampaian SPT Masa

    PPN Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Surabaya Rungkut mengalami fluktuasi

    dalam kurun waktu satu tahun. Jumlah wajib pajak badan yang terdaftar sebanyak

    9.430 badan usaha, sedangkan wajib pajak yang aktif sebanyak 2.134 badan usaha

  • 4

    dan sisanya kemungkinan beberapa wajib pajak badan yang tidak aktif menjalankan

    usahanya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014

    tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak menyebutkan bahwa batas

    akhir pelaporan SPT Masa PPN adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila wajib

    pajak terlambat melaporkan SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp

    500.000,00. Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN, ini merupakan

    salah satu perilaku penggelapan pajak. Minimnya kesadaran wajib pajak dalam

    membayar pajak, ini akan berdampak pada sistem pemungutan pajak yaitu self

    assessment system yang dilakukan wajib pajak.

    Sistem pemungutan pajak adalah peranan penting untuk menunjang

    keberhasilan pemungutan penerimaan negara di sektor pajak. Secara umum

    terdapat tiga sistem pemungutan pajak yaitu self assessment system, official

    assessment system, dan with holding system. Pada tahun 1983, sistem pemungutan

    pajak yang dianut oleh negara Indonesia adalah self assessment system dimana

    wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya untuk

    melaksanakan kewajiban perpajakan tiap tahunnya yaitu wajib pajak harus aktif

    menghitung, menyetor, dan melaporkan besarnya pajak yang terutang kepada

    Kantor Pelayanan Pajak (Wijoyanti, 2010). Pemerintah telah menerapkan self

    assessment system untuk mempermudah wajib pajak memenuhi kewajiban

    perpajakannya. Pada kenyataannya penerapan self assessment system di Indonesia

    tidak berjalan dengan optimal. Wajib pajak akan melakukan tindakan yang

    merugikan penerimaan negara seperti tindakan manipulasi, kecurangan bahkan

    penggelapan penghitungan pajak. Penerapan self assessment system akan efektif

  • 5

    apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat

    (Darmayanti, 2004).

    Adanya self assessment system diharapkan wajib pajak dapat melaksanakan

    kewajiban membayar pajak dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah

    dipahami. Self assessment system ini, wajib pajak dituntut untuk berperan aktif

    mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi surat pemberitahuan,

    menghitung besarnya pajak yang terutang dan menyetorkan kewajibannya.

    Sedangkan aparatur pajak berkewajiban untuk membina, membimbing dan

    mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak

    (Rahman, 2013).

    Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017) menunjukkan bahwa

    penggelapan pajak merupakan suatu perilaku yang tidak beretika. Etika biasanya

    berkaitan erat dengan moral untuk melakukan perbuatan baik dan menghindari

    tindakan tercela yang dilakukan wajib pajak. Rahman (2013) beragumentasi bahwa

    penggelapan pajak akan dianggap menjadi suatu perbuatan yang etis dikarenakan

    buruknya birokrasi yang ada dan minimnya kepatuhan wajib pajak mengenai

    tindakan hukum. Seperti halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee

    (2006) menjelaskan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis

    dikarenakan oleh minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari

    pajak, korupsi pemerintah dan tidak mendapat imbalan atau pengaruh atas pajak

    yang telah dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat pendapatan penerimaan

    pajak negara dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi

    dalam membayarkan pajaknya.

  • 6

    Berbagai literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif etika

    menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi tertentu

    meskipun berbeda-beda. Menurut Nickerson et al (2009:3) menunjukkan bahwa

    penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis, termasuk kemampuan membayar

    pajak dan korupsi pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak.

    Sedangkan menurut lieratur McGee (2008:5) menyimpulkan bahwa penggelapan

    pajak selalu tidak etis, salah satu alasannya karena ada tekanan pemikiran bahwa

    terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang lain. Jika seseorang melakukan

    penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang lainnya terlihat buruk.

    Nickerson et al (2009:4) menunjukkan dimensionalitas skala etika

    mengenai penggelapan pajak. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak

    secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari item-item yang

    diuji, yaitu: (1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang, (2) sistem

    perpajakan, terkait dengan tarif pajak dan kegunaan negatif atas uang, dan (3)

    diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak dalam kondisi tertentu.

    Beberapa peneliti mengungkapkan determinan persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

    persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak antara lain: (1) keadilan,

    (2) diskriminasi, (3) kepatuhan wajib pajak, (4) pemeriksaan pajak dan (5) sistem

    perpajakan. Faktor yang pertama adalah keadilan. Keadilan dalam penyusunan

    undang-undang pajak merupakan salah satu faktor untuk mewujudkan keadilan

    perpajakan yang diberlakukan untuk masyarakat seperti siapa yang menjadi objek

    pajak, apa yang menjadi objek pajak dan bagaimana cara pembayaran pajak

  • 7

    (Rahman, 2013). Selain itu, pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebaiknya

    melakukan upaya untuk mengurangi fenomena penggelapan pajak, misalnya

    menegakkan keadilan dalam pelaksanaan hukum pajak. Setiap wajib pajak

    melaksanakan kewajiban pembayaran pajak berhak memperolah hak untuk

    merasakan manfaaat dari kontribusinya. Ini sejalan dengan Suminarsasi (2011) dan

    Hasibuan (2014) yang menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh positif terhadap

    persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

    Faktor yang kedua adalah diskriminasi. Menurut Danandjaja (2003),

    diskriminasi merupakan perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau

    kelompok, berdasarkan sesuatu,biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut

    khas seperti berdasarkan ras, kesuku bangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-

    kelas sosial tertentu. Dalam hal ini pandangan mengenai perlakuan yang tidak

    seimbang terhadap seorang maupun kelompok berbeda-beda dapat menimbulkan

    persepsi yang berbeda juga. Diskriminasi tidak akan terjadi apabila wajib pajak

    memenuhi kewajiban membayar pajak sesuai pajak terutangnya dan tidak melangar

    penegakkan hukum. Ini sejalan dengan Rahman (2013) dan Hasibuan (2014) yang

    menunjukkan bahwa diskriminasi berpengaruh positif terhadap persepsi wajib

    pajak mengenai etika penggelapan pajak.

    Faktor yang ketiga adalah kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak

    diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan wajib pajak di bidang perpajakan.

    Tidak dipungkiri bahwa setiap wajib pajak yang mampu memahami secara mutlak

    mulai dari penerapan Undang-Undang Perpajakan, tujuan pemungutan pajak dan

    pengalokasian perpajakan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk

  • 8

    membayar pajak. Oleh karena itu, perlunya kolaborasi antara fiskus dan wajib pajak

    untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan dan pengalokasian

    dana yang tepat supaya wajib pajak merasakan feedback yang baik. Ini sejalan

    dengan Hasibuan (2014) yang menunjukkan kepatuhan wajib pajak berpengaruh

    negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan

    pajak. Hal ini berarti tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah.

    Faktor yang keempat adalah pemeriksaan pajak. Salah satu upaya

    pemerintah untuk mengurangi fenomena penggelapan pajak maka dilaksanakan

    pemeriksaan pajak yang bertujuan untuk menguji sejauh mana kepatuhan wajib

    pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan (Hasibuan, 2014). Semakin

    sering pemeriksaan pajak dilakukan secara rutin dan khusus maka akan mengurangi

    penggelapan pajak. Berdasarkan PMK Nomor 17/PMK.03/2013, pemeriksaan rutin

    ini dilakukan karena adanya pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak

    misalnya wajib pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar. Sedangkan

    pemeriksaan khusus ini dilakukan karena adanya risiko yang menunjukkan indikasi

    ketidakpatuhan perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu bagian yang

    sangat penting dari fungsi pengawasan dalam self assessment system, karena tujuan

    pemeriksaan pajak yaitu untuk menguji kebenaran pajak terutang yang dilaporkan

    wajib pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan. Penelitian yang mengkaji

    tentang pengaruh persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak seperti

    penelitian Hasibuan (2014) dan Ardian (2015) yang menunjukkan bahwa

    pemeriksaan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak.

  • 9

    Faktor yang kelima adalah sistem perpajakan. Sistem perpajakan yang ada

    Indonesia memiliki kontrol yang lemah dalam mendeteksi penggelapan pajak,

    sistem perpajakan khususnya pemungutan pajak meliputi tiga jenis yaitu, official

    assessment system, self assessment system dan withholding tax system. Fenomena

    ini dapat dilihat dari jumlah wajib pajak yang enggan dikukuhkan sebagai PKP dan

    melaporkan SPT Masa PPN pada lampiran 3. Dari pihak DJP telah menyediakan

    pembayaran pajak secara online, sehingga wajib pajak tidak perlu datang ke KPP

    untuk membayar pajak. Wajib pajak dapat melakukan pendaftaran dan pelaporan

    melalui aplikasi e-registration di website pajak yaitu www.pajak.go.id (Peraturan

    Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-20/PJ/2013). Hal ini didukung oleh

    Suminarsasi (2010) dan Sariani (2016) yang menunjukkan bahwa sistem

    perpajakan berpengaruh secara positif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

    penggelapan pajak.

    Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, adapun perbedaan penelitian

    yang dilakukan oleh peneliti saat ini dengan penelitian terdahulu Suminarsasi

    (2011), Rahman (2013), Hasibuan (2014), Ardian (2015) Nasution (2016), Sariani

    (2016) dan Putri (2017) yaitu peneliti menggabungkan kelima variabel independen

    meliputi keadilan, diskriminasi, kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan pajak dan

    sistem perpajakan, untuk membuktikan secara empiris determinan persepsi wajib

    pajak mengenai etika penggelapan pajak. Konteks jenis penelitian ini berbeda

    dengan peneliti sebelumnya. Penelitian ini yaitu wajib pajak badan di Surabaya.

    Sedangkan penelitian sebelumnya adalah wajib pajak orang pribadi di Yogyakarta,

    Jakarta, Medan dan Pekanbaru.

    http://www.pajak.go.id/

  • 10

    Dari berbagai uraian di atas, peneliti ingin mengetahui determinan persepsi

    wajib pajak badan mengenai etika penggelapan pajak di KPP Pratama Surabaya

    Rungkut. Untuk itu peneliti melakukan penelitian ini dengan judul “Determinan

    Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Studi Pada Wajib

    Pajak Badan yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya

    Rungkut)”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

    masalah adalah sebagai berikut:

    1. Apakah keadilan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

    penggelapan pajak?

    2. Apakah diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

    penggelapan pajak?

    3. Apakah kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak?

    4. Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak?

    5. Apakah sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai

    etika penggelapan pajak?

  • 11

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan

    di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui pengaruh keadilan terhadap persepsi wajib pajak mengenai

    etika penggelapan pajak.

    2. Untuk mengetahui pengaruh diskriminasi terhadap persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak.

    3. Untuk mengetahui pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap persepsi wajib

    pajak mengenai etika penggelapan pajak.

    4. Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak.

    5. Untuk mengetahui pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi wajib pajak

    mengenai etika penggelapan pajak.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-

    pihak yang berkepentingan, antara lain:

    1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi KPP Pratama Surabaya

    Rungkut untuk menjadi bahan masukan dan pertimbangan untuk memahami

    tentang pengaruh keadilan, diskriminasi, kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan

    pajak dan sistem perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika

    penggelapan pajak.

  • 12

    2. Bagi Wajib Pajak

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bagi wajib pajak

    terutama wajib pajak badan untuk tidak melakukan penggelapan pajak.

    3. Bagi Akademisi

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi perguruan

    tinggi sebagai referensi untuk menambah wawasan, pengetahuan dan

    memperluas riset pajak mengenai pengaruh keadilan, diskriminasi, kepatuhan

    wajib pajak, pemeriksaan pajak dan sistem perpajakan terhadap persepsi wajib

    pajak mengenai etika penggelapan pajak.

    4. Bagi Peneliti

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti berikutnya

    dalam menambah wawasan mengenai pengaruh keadilan, diskriminasi,

    kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan pajak dan sistem perpajakan terhadap

    persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan garis besar dari

    penelitian ini secara ringkas dan jelas, sehingga terdapat gambaran hubungan antara

    masing-masing bab dimana bab tersebut dibagi menjadi beberapa sub-sub bab

    secara keseluruhan. Adapun sistematika terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu sebagai

    berikut:

  • 13

    BAB I: PENDAHULUAN

    Bab ini membahas tentang apa yang melatarbelakangi penulis dalam pemilihan

    judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    BAB II: TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

    Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendasari pengaruh pengawasan dan

    pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak. Dimulai dari pengertian menurut

    pedapat ahli, jenis-jenis pajak dan dasar hukum pemeriksaan.

    BAB III: METODE PENELITIAN

    Bab ini membahas yang terdiri dari objek penelitan, tempat penelitian, sumber data

    penelitian, variabel penelitian, jenis dan sumber data yang diperoleh, dan metode

    analisis. Bab ini menjelaskan secara terperinci mengenai hal-hal dalam pelaksanaan

    penelitian.

    BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Bab ini membahas hasil objek penelitian yang telah dilakukan, menganalisis data

    yang diperoleh dan pembahasan tentang hasil analisis penelitian.

    BAB V: PENUTUP

    Bab ini membahas hasil simpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan memberi

    saran-saran kepada pihak terkait dalam penelitian.

  • 14

    BAB II

    TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

    2.1 Konsep Dasar Perpajakan

    2.1.1 Definisi Pajak

    Pengertian pajak menurut para ahli memiliki masing-masing definisi

    mengenai pajak yang dimana maksud dan tujuan sama. Pajak mempengaruhi

    penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembangunan nasional, jembatan,

    pelayanan kesehatan untuk masyarakat dan pendidikan. Peraturan pajak yang

    tercantum dalam undang-undang yang dikeluarkan oleh DJP. Pengertian pajak

    menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 tentang Ketentuan Umum

    dan Tata Cara Perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang

    oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

    dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

    negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

    Menurut Rocmat Soemitro dalam Resmi (2017:1) pajak adalah “iuran

    rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

    dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat

    ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Menurut

    Feldmann dalam Purwono (2010:6) pajak adalah “prestasi yang dipaksakan sepihak

    oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya

    secara umum), tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk

    menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

  • 15

    Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran

    rakyat yang harus dibayarkan ke kas negara yang dilakukan secara paksa

    berdasarkan Undang-Undang, yang dimana wajib pajak dipaksa untuk memenuhi

    kewajibannya untuk membayar pajak. Wajib pajak akan mendapatkan timbal balik

    secara tidak langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran rumah tangga

    negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

    2.1.2 Fungsi Pajak

    Menurut Resmi (2017:3) terdapat dua fungsi pajak yaitu:

    a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

    Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk

    membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber

    keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-

    banyaknya untuk kas negara. Pemungutan pajak melalui penyempurnaan

    peraturan berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

    Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan

    sebagainya.

    b. Fungsi Regularend (Pengatur)

    Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk

    mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

    ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

    Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:

    1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. PPnBM

    dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin

  • 16

    tinggi nilai suatu barang maka semakin tinggi pula penarikan pajakya dan

    semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini bertujuan supaya rakyat tidak

    berlomba-lomba mengonsumsi barang mewah.

    2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, agar pihak yang

    memperoleh penghasilan tinggi berkontribusi membayar pajak yang tinggi

    juga sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

    3. Tarif pajak ekspor 0% supaya para pengusaha terdorong untuk mengekspor

    hasil produksinya di pasar dunia sehingga meningkatkan devisa negara.

    4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu

    seperti industri semen, rokok, baja dan lain-lain, dimaksudkan agar terdapat

    penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat menganggu

    lingkungan atau polusi.

    5. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi dimaksudkan

    untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.

    6. Pemberlakuan tax holiday dimaksudkan untuk menarik perhatian investor

    asing menanamkan modalnya Indonesia.

    Berdasarkan fungsi pajak di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi budgetair

    merupakan sumber penerimaan utama untuk membiayai pengeluaran rutin maupun

    pembangunan nasional dengan cara pemerintah mengisi kas negara sebanyak-

    banyaknya. Sedangkan fungsi regularend merupakan suatu alat untuk mengatur

    sumber penerimaan dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya.

  • 17

    2.1.3 Tata Cara Pemungutan Pajak

    Menurut Resmi (2017:8-9) ada beberapa tata cara pemungutan pajak

    berdasarkan tiga stelsel yaitu stelsel nyata, anggapan dan campuran sebagai berikut:

    a. Stelsel Nyata (Riil)

    Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang

    sesungguhkan terjadi (untuk PPh, objeknya adalah penghasilan). Oleh karena

    itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu

    setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak

    diketahui.

    b. Stelsel Anggapan (Fiktif)

    Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu

    anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Sebagai contoh, penghasilan suatu

    tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak

    yang terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang terutang

    pada tahun sebelunya. Jadi, besarnya pajak yang terutang pada tahun berjalan

    sudah dapat ditetapkan pada tahun yang bersangkutan.

    c. Stelsel Campuran

    Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi

    antara stelsel nyata dan anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung

    berdasarkan suatu anggapan. Kemudian, akhir tahun, besarnya pajak dihitung

    keadaan yang sesungguhnya. Jika besarnya pajak berdasarkan keadaan

    sesungguhnya lebih besar daripada besarnya pajak menurut anggapan, wajib

    pajak harus membayar kekurangan tersebut (PPh Pasal 29). Sebaliknya, jika

  • 18

    besarnya pajak sesungguhnya lebih kecil daripada besarnya pajak menurut

    anggapan, kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi) atau

    dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya, setelah diperhitungkan dengan

    utang pajak yang lain (PPh Pasal 28 (a)).

    2.1.4 Asas Pemungutan Pajak

    Pada era globalisasi ini tidak ada batas bagi wajib pajak memperoleh

    penghasilan di suatu negara, sehingga pemungutan pajak ini sangat penting untuk

    menentukan negara yang berhak memungut pajak. Menurut Purwono (2010:13)

    terdapat tiga asas pemungutan pajak yaitu:

    a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

    Pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada di wilayah suatu

    negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang diperoleh wajib

    atau diterima wajib pajak.

    b. Asas Sumber

    Pembebanan pajak oleh negara hanya terhadap objek pajak yang bersumber

    atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memperhatikan tempat tinggal

    wajib pajak.

    c. Asas Kebangsaan

    Pengenaan pajak dihubungkan dengan status kewarganegaraan seseorang

    untuk menentukan pembebanan pajak terhadap wajib pajak. Perlakuan

    perpajakan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing itu

    berbeda.

  • 19

    2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak

    Menurut Purwono (2010:14) terdapat beberapa syarat yang harus di penuhi

    dalam pemungutan pajak yang terdiri dari:

    a. Syarat Keadilan

    Pemungutan pajak dilaksanakan secara adil baik dalam bentuk peraturan

    maupun realisasi pelaksanaannya.

    b. Syarat Yuridis

    Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang yang ditujukan untuk

    menjamin adanya hukum yang menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk

    negara maupun warganyanya.

    c. Syarat Ekonomis

    Pemungutan pajak tidak boleh dipungut apabila menimbulkan kelesuan

    perekonomian masyarakat.

    d. Syarat Finansial

    Pemungutan pajak dilaksanakan dengan pedoman bahwa biaya pemungutan

    tidak boleh melebihi hasil pemungutannya.

    e. Syarat Sederhana

    Sistem pemungutan pajak harus dirancang sederhana untuk memudahkan

    pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak.

    2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak

    Menurut Resmi (2017:10-11) dalam memungut pajak ada beberapa sistem

    pemungutan pajak yaitu:

    a. Official Assessment System

  • 20

    Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang aparatur perpajakan

    untuk menentukan jumlah pajak yang terutang tiap tahunnya berdasarkan

    peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku.

    b. Self Assessment System

    Sistem pemungutan pajak memberi wewenang dan kepercayaan terhadap

    wajib pajak untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak

    yang terutang.

    c. With Holding System

    Sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk

    memotong, memungut dan menyetor jumlah pajak terutang oleh wajib pajak.

    2.1.7 Pengertian Wajib Pajak

    Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pengertian

    wajib pajak adalah “orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong

    pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Menurut Undang-

    Undang Nomor 16 Tahun 2009 menyimpulkan bahwa badan adalah

    sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik

    yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang

    meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

    lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha

    Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,

    koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

    organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,

    lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi koletif

    dan bentuk usaha tetap.

    Wajib pajak yang memiliki usaha maka diwajibkan untuk dikukuhkan

    sebagai PKP di Kantor DJP berdasarkan wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal

  • 21

    atau tempat kedudukan pengusaha. Fungsi pengukuhan PKP yaitu untuk

    mengetahui identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya, berguna untuk

    melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan PPnBM serta untuk

    pengawasan administrasi perpajakan. Ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor

    16 Tahun 2009 Pasal 2 ayat 2.

    Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak orang pribadi

    maupun wajib pajak badan yang merupakan subjek pajak yang memperoleh

    penghasilan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Sedangkan wajib pajak yang

    memiliki usaha baik di bidang peseroan terbatas, badan usaha milik negara, badan

    usaha milik daerah atau lainnya wajib untuk mendaftarkan usahanya di DJP sesuai

    wilayah kerja atau tempat tinggal kedudukannya.

    Menurut Resmi (2017:26) ada beberapa tata cara pendaftaran pengukuhan

    PKP. Wajib pajak mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara

    langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor

    Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) dengan melampirkan

    ketentuan sebagai berikut:

    a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan

    penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT.

    b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat

    keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau

    Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif.

    c. Surat keterangan tempat tinggal kegiatan usaha dari instansi yang berwenang

    minimal Lurah atau Kepala Desa.

  • 22

    2.2 Persepsi

    Persepsi dalam arti luas adalah sebagai suatu pengertian, pemahaman,

    penafsiran terhadap suatu obyek tertentu (Sobur, 2003:445). Persepsi menurut

    Hanurawan (2007) persepsi adalah “sejenis aktivitas pengelolaan informasi yang

    menghubungkan seseorang dengan lingkungannya”. Pareek (2001) mengemukakan

    bahwa persepsi mencakup dua proses kerja yang saling terkait, yaitu:

    a. Menerima kesan melalui penglihatan, sentuhan dan melalui indera lainnya.

    b. Penafsiran atau penetapan arti atas kesan-kesan inderawi tersebut yaitu arti

    ditetapkan melalui kesan-kesan inderawi dengan struktur pengertian adanya

    (keyakinan yang muncul dari pengalaman masa lalu seseorang) dan struktur

    evaluatif (nilai-nilai yang dipegang seseorang).

    Persepsi individu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan individu terhadap

    obyek. Hal ini serupa dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pareek (2001)

    tentang persepsi yang mengatakan bahwa persepsi merupakan proses menerima,

    menyeleksi, menguji, mengorganisasikan serta mengartikan suatu obyek kepada

    indera atau data. Selain itu persepsi tidak terlepas dari pengamatan individu

    terhadap lingkungan. Sebagaimana dikatakan oleh Gibson (2001) bahwa proses

    pemberian makna kepada lingkungan oleh individu disebut dengan persepsi. Jadi

    bagaimana persepsi individu terhadap suatu obyek dapat diamati pada lingkungan,

    sedangkan proses persepsi tidak dapat dipengaruhi oleh individu secara fisik saja,

    tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi mental psikologis secara keseluruhan, karena

    persepsi merupakan suatu perpaduan pemberian arti terhadap suatu obyek secara

    fisik dan mental.

  • 23

    Oleh sebab itu, persepsi merupakan respon dari penerimaan kesan melalui

    penglihatan, sentuhan atau melalui indera lainnya, yang kemudian ditafsirkan

    berdasarkan pengalaman yang berbeda dari tiap individu, sehingga menghasilkan

    perilaku yang berbeda pula. Perilaku individu dipengaruhi oleh persepsinya secara

    langsung, selain itu perilaku individu terhadap etika perpajakan dipengaruhi oleh

    persepsinya terhadap yang obyek yang bersangkutan. Persepsi individu terhadap

    suatu objek akan membentuk perilakunya dalam memenuhi kewajibannya

    membayar pajak (Gibson, 2001). Persepsi yang positif dari individu terhadap etika

    pajak mutlak diperlukan untuk membentuk persepsi etika perpajakan pada suatu

    masyarakat, yang kemudian pada akhirnya akan membentuk perilaku etis terhadap

    perpajakan.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah respon dari

    indera seseorang yang dapat dirasakan sendiri, ditafsirkan berdasarkan pengalaman

    masa lalu yang dapat menghasilkan informasi untuk diberikan kepada orang lain.

    Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa persepsi penggelapan pajak timbul karena

    keinginan wajib pajak itu sendiri untuk melakukan penggelapan pajak yang dimana

    membuat persepsi mengenai etika penggelapan pajak dianggap hal wajar bagi

    masyarakat atau wajib pajak.

    2.3 Keadilan

    2.3.1 Keadilan Pajak

    Menurut Siahaan (2010:112) terdapat tiga pendekatan aliran mengenai

    keadilan, yaitu:

  • 24

    a. Prinsip Manfaat (Benefit Principle)

    Teori ini diperkenalkan oleh Adam Smith dan beberapa ahli perpajakan lain

    tentang keadilan, mereka mengatakan bahwa keadilan harus didasarkan pada

    prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan

    adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan

    manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini

    meliputi berbagai sarana yang disedikan oleh pemerintah untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka sistem pajak yang

    benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada struktur pengeluaran

    pemerintah. Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya menyangkut kebijakan

    pajak saja, tetapi juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh

    pajak.

    b. Prinsip Kemampuan Membayar (Ability to Pay Principle)

    Menurut Siahaan (2010:113) pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat

    dari sisi pajak itu sendiri, terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran

    pemerintah untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik). Menurut

    prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu,

    dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya.

    Prinsip kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai pembebanan

    pajak. Pendekatan ini prinsip kemampuan membyaar dipandang lebih baik

    dalam mengatasi masalah redistribusi dalam pendapatan masyarakat, tetapi

    mengabaikan masalah yang berkaitan dengan penyediaan jasa-jasa publik.

    c. Keadilan Horizontal dan Keadilan Vertikal

  • 25

    Mengacu pada pengertian prinsip kemampuan membayar, dapat ditarik

    kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok besar keadilan pajak yaitu:

    1. Keadilan Horizontal

    Prinsip keadilan horizontal adalah wajib pajak dengan

    kemampuannya untuk membayar pajak dengan jumlah yang sama. Prinsip

    ini berdasarkan prinsip keadilan berdasarkan Undang-Undang.

    2. Keadilan Vertikal

    Prinsip keadilan vertikal adalah wajib pajak dengan kemampuan

    lebih besar harus membayar pajak lebih besar juga. Perlakukan prinsip ini

    sama seperti pada prinsip keadilan horizontal, tetapi wajib pajak yang

    mempunyai kemampuan berbeda maka harus membayar pajak dengan

    jumlah yang berbeda pula.

    2.3.2 Teori Keadilan

    Menurut Greenberg (2003) ada dua premis mengenai teori keadilan yaitu

    penilaian keadilan diasumsikan berdasarkan proksi atas kepercayaan antar pribadi

    untuk berperilaku dengan cara yang kooperatif dalam lembaga-lembaga sosial.

    Kedua adalah banyak orang diasumsikan menggunakan jalan pintas kognitif untuk

    memastikan apakah mereka memiliki penilaian mengenai keadilan yang tersedia

    ketika mereka perlu untuk membuat keputusan tentang keterlibatan dalam perilaku

    yang koperatif.

    2.3.3 Cara Mewujudkan Keadilan Pajak

    Masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutan

    pajak adalah bagaimana cara mewujudkan keadilan pajak. Pada dasarnya keadilan

  • 26

    pajak sulit untuk dijawab, karena persepsi memiliki makna yang sangat luas, tiap

    individu memiliki pengertian keadilan berbeda-beda. Dengan demikian,

    masyarakat secara makro dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-

    undang pajak. Menurut Siahaan (2010:114-116) ada tiga aspek keadilan yang perlu

    diperhatikan dalam penerapan pajak, antara lain:

    a. Keadilan dalam Penyusunan Undang-Undang Pajak

    Keadilan dalam penyusunan undang-undang merupakan salah satu penentu

    dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan melihat proses dan

    hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang kemudian diberlakukan

    masyarakat akan dapat melihat apakah pemerintah juga mengakomodasi

    kepentingan wajib pajak dalam penetapan peraturan perpajakan. Beberapa

    aspek yang harus ada dalam penyusunan undang-undang pajak dalam rangka

    mewujudukan keadilan adalah ketentuan tentang siapa yang menjadi objek

    pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak,

    tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, sanksi yang

    mungkin dikenankan kepada wajib pajak yang tidak melaksanakan

    kewajibannya secara tidak benar dan hal lainnya.

    Undang-undang pajak yang disusun dengan mengakomodasi perkembangan

    yang terjadi di masyarakat akan lebih mengakomodir perkembangan yang

    terjadi dalam masyarakat yang akan lebih mudah diterima oleh masyarakat yang

    akan membayar pajak, karena mereka diperlukan secara adil oleh pemerintah

    dalam penetapan pungutan wajib yang akan membebani wajib pajak. Untuk

    menilai apakah suatu undang-undang pajak mewakili fungsi dan tujuan dari

  • 27

    hukum pajak dapat dilakukan dengan cara melihat sejauh mana asas-asas dalam

    pemungutan pajak dimasukkan ke dalam pasal-pasal dalam undang-undang

    pajak yang bersangkutan. Untuk memenuhi keadilan perpajakan, maka

    seharusnya pemerintah bersama dengan DPR mengikuti syarat pembuatan

    undang-undang pajak, yaitu syarat yuridis, ekonomi dan finansial.

    b. Keadilan dalam Penerapan ketentuan Perpajakan

    Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan merupakan hal yang harua

    diperhatikan benar oleh Negara atau pemerintah sebagai pihak yang diberi

    kewenangan oleh hukum pajak untuk menarikk atau memungut pajak dari

    masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, negara atau pemerintah melalui

    fiskus yang harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak

    dengan baik. Pada dasarnya salah satu bentuk keadilan didalam penerapan

    hukum pajak adalah terjadinya keseimbangan antara pelaksanaan kewajiban

    perpajakan dan perpajakan dari wajib pajak. Karena itu dalam asas pemungutan

    pajak yang baik, fiskus harus konsisten dalam menerapkan ketentuan yang telah

    diatur dalam undang-undang pajak dengan juga memperhatikan kepentingan

    wajib pajak.

    c. Keadilan dalam Penggunaan Uang Pajak

    Keadilan dalam penggunaan uang pajak merupakan aspek ketiga yang

    menjadi olok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan dengan harapan

    sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk

    kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada penggunaan

    uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak menerima kontra

  • 28

    prestasi secara langsung (timbal balik) yang dapat ditunjuk atau yangs seimbang

    pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak untuk pelayanan umum dan

    kesejahteraan umum harus benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat

    dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak.

    Pendekatan manfaat adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam

    penggunaan uang pajak oleh pemerintah.

    2.4 Diskriminasi

    2.4.1 Pengertian Diskriminasi

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

    Manusia Pasal 1 ayat (3), Undang-Undang menyatakan bahwa diskriminasi adalah

    setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau

    tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama,

    suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,

    jenis kelamin, Bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat

    pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan,

    pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

    dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang

    politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan yang

    lain.

    Menurut Suminarsasi (2011) menyatakan diskriminasi adalah “perlakuan

    yang tidak seimbang terhadap perorangan atau kelompok, berdasarkan sesuatu,

    biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas seperti berdasarkan ras,

    kesukubangsaan, agama atau keanggotaan kelas-kelas sosial”. Sedangkan definisi

    dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah “mencakup perilaku apa saja, yang

    berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian

  • 29

    masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau

    jasanya”.

    Berbagai definisi diskriminasi di atas dapat disimpulkan bahwa diskriminasi

    merupakan perlakuan yang tidak adil yang akan menyebabkan perbedaan pada

    setiap masyarakat antar ras, suku, agama, jenis kelamin, status sosial, status politik

    berakibat tidak tindakan penyimpangan. Diskriminasi juga akan berdampak pada

    pengangguran, penyimpangan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan

    dasar dalam kehidupan baik individu maupun kelompok.

    2.4.2 Diskriminasi di Bidang Perpajakan

    Diskriminasi yang terjadi di bidang perpajakan adalah perlakuan tidak adil

    yang dirasakan oleh wajib pajak yang dilakukan oleh pihak fiskus. Diskriminasi ini

    kerap terjadi karena adanya suatu bentuk hubungan istimewa dapat menimbulkan

    ketidakadilan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Misalnya, penerapan tarif

    pajak yang dilakukan berbeda-beda dapat menyebabkan ketidakadilan selain itu

    adanya penerapan sistem yang memberikan pelayanan yang berbeda-beda

    tergantung dari besarnya pajak yang dibayarkan yang dipaparkan oleh Hasibuan

    (2014). Ini merupakan pelanggaran besar bagi fiskus maupun wajib pajak, karena

    setiap wajib pajak diperlakukan sama yang diberikan fiskus dalam penerapan tarif

    pajak.

  • 30

    2.5 Kepatuhan Wajib Pajak

    2.5.1 Pengertian Kepatuhan Perpajakan

    Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Nowak (Zain, 2004:86) sebagai

    suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin

    dalam situasi dimana:

    a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan Peraturan

    Perundang-Undangan Perpajakan.

    b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas,

    c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

    d. Membayar pajak terutang tepat pada waktunya.

    Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012, bahwa

    persyaratan dan penetapan wajib pajak dengan kriteria sebagai berikut:

    a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam tiga

    tahun terakhir.

    b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

    memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

    c. Laporan Keuangan di audit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan

    keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga

    tahun berturut-turut.

    d. Tidak pernah di pidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

    berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

    dalam jangka waktu lima tahun terakhir.

  • 31

    2.5.2 Macam-Macam Kepatuhan

    Menurut Rahayu (2010:138) ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan

    formal dan kepatuhan material:

    a. Kepatuhan Formal

    Kepatuahn formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

    kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

    perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan

    Pajak Penghasilan (SPT PPh) sebelum tanggal 31 Maret dan penyampaian Surat

    Pemberitahuan (SPT Masa) sebelum pada tanggal 30 April.

    b. Kepatuhan Material

    Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara

    substantif atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan,

    yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat

    juga meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan

    material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar SPT

    Tahunan maupun Masa sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP

    sebelum batas waktu berakhir.

    2.6 Pemeriksaan Pajak

    2.6.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

    Pemeriksaan pajak menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 6

    Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah

    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Pemeriksaan pajak

  • 32

    adalah “serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,

    dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan proporsional berdasarkan

    suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

    perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan

    peraturan perundang-undangan perpajakan”.

    Menurut Pardiat (2008:11) pengertian pemeriksaan pajak adalah

    “menekankan pada pemeriksaan bukti yang berupa buku-buku, dokumen dan

    catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksaan pajak yang professional

    berdasarkan suatu standar pemeriksaan, pemeriksaan pajak tidak mencari-cari

    kesalahan wajib pajak tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan perpajakan”.

    Berbagai definisi pemeriksaan pajak di atas dapat disimpulkan bahwa

    pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegaiatan menghimpun, mengolah data,

    keterangan, dan/atau bukti secara objektif oleh pemeriksaan pajak yang

    professional berdasaran standar pemeriksaan. Pemeriksaan pajak bertujuan untuk

    menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atau tujuan lain dalam rangka

    melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    2.6.2 Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

    Ada beberapa dasar hukum yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak

    adalah sebagai berikut:

    a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

    Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor

    16 Tahun 2009.

  • 33

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan

    Hak dan Kewajiban Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun

    1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagimana telah

    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

    c. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan

    Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun

    1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah

    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

    d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-130/PMK.03/2009 tanggal 18

    Agustus 2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di

    Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara.

    e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-199/PMK.03/2007 tanggal 28

    Desember 2007 tentang Tata Cata Pemeriksaan Pajak.

    f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-198/PMK.03/2007 tanggal 28

    Desember 2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di

    Bidang Perpajakan.

    g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-202/PMK.03/2007 tanggal 28

    Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana

    di Bidang Perpajakan.

    h. Peraturan Direktur Jenederal Pajak Nomor PER-09/PJ/2010 tanggal 1 Maret

    2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan

    Kewajiban Perpajakan.

  • 34

    2.6.3 Kriteria Pemeriksaan Pajak

    Menurut Pardiat (2008:5) menyatakan bahwa di dalam self assessment

    system tidak semua SPT dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan

    pemeriksaan pajak adalah SPT Lebih Bayar karena dalam jangka waktu paling lama

    12 (dua belas) bulan sejak tanda terima penerimaan SPT lebih bayar, DJP harus

    sudah memberikan ketetapan pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

    No.17/PMK.03/2013 Pasal 3 ayat (3), pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji

    kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

    Kriteria pemeriksaan adalah kebiajakan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak

    berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004

    tanggal 31 Desember 2004, kriteria pemeriksaan adalah:

    a. Pemeriksaan Rutin dilaksanakan dalam hal:

    1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:

    a) SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar.

    b) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar.

    c) SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya

    perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penialaian kembali

    aktiva tetap yang telah disetujui oleh DJP.

    2. Wajib pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha

    atau likuidasi, penutupan usaha atau akan meninggalkan Indonesia selama-

    lamanya.

    3. Wajib pajak orang pribadi atau badan tidak menyampaikan SPT

    Tahunan/Masa dalam jangka waktu telah ditentukan dan setelah ditegur

  • 35

    secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana

    ditentukan dalam surat teguran.

    4. Wajib pajak orang pribadi atau badan melakukan kegiatan membangun

    sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga

    tidak melaksanakan sebagaimana mestinya.

    b. Pemeriksaan Kriteria seleksi terdiri dari:

    1. Kriteria seleksi resiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh wajib pajak

    orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis

    resiko.

    2. Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh wajib pajak

    orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem scoring

    secara komputerisasi.

    c. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal:

    1. Adanya dugaan melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan.

    2. Pengaduan masyarakat termasuk melalui kotak pos 5000.

    3. Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan

    melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi DJP.

    4. Permintaan wajib pajak.

    5. Pertimbangan DJP.

    6. Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan

    peraturan perundang-undangan perpajakan.

    d. Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya

    indikasi tindakan pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data,

  • 36

    informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan

    pajak (Pardiat, 2008:6).

    2.6.4 Kebijakan Umum Pemeriksaan Pajak

    Menurut Hidayat (2013:11), kebijakan umum pemeriksaan pajak adalah

    pedoman pelaksanaan pajak yang ditetapkan oleh DJP. Ada beberapa kebijakan

    umum yang dapat diuraikan sebagai berikut:

    a. Setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa.

    b. Setiap pemeriksaan yang dilaksanakan harus dilengkapi dengan surat perintah

    pemeriksaan pajak yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa.

    c. Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh kantor pusat DJP, kantor wilayah DJP,

    kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak atau kantor pelayanan pajak.

    d. Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan tahun pajak yang sama, tidak

    diperkenankan kecuali dalam hal berikut ini:

    1. Terdapat indikasi bahwa wajib pajak diduga telah atau sedang melakukan

    tindak pidana di bidang perpajakan.

    2. Terdapat data baru dan atau data semula belum terungkap, mengakibatkan

    penambahan jumlah pajak terutang atau mengurangi kerugian yang dapat

    dikompensasikan.

    e. Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang akan dipinjam dari wajib

    pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak harus yang asli, dapat juga fotokopi

    yang sesuai dengan aslinya.

  • 37

    f. Pemeriksaan dapat dilkukan di kantor pemeriksaan yaitu untuk pemeriksaan

    sederhana kantor atau di tempat wajib pajak untuk pemeriksaan sederhana

    lapangan atau pemeriksaan lengkap.

    g. Jangka waktu pemeriksaan terbatas.

    h. Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan, baik untuk tahun-tahun sebelumnya

    maupun tahun sesudahnya, yaitu dalam hal:

    1. SPT Tahunan, wajib pajak orang pribadi atau badan menyatakan adanya

    kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan

    pemeriksaan,

    2. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi direktur pemeriksaan, penyidikan

    dan penagihan pajak.

    i. Setiap hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada wajib pajak secara tertulis,

    yaitu mengenai hal-hal yang berbeda antara surat pemberitahuan (SPT) wajib

    pajak dan hasil pemeriksaan dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh wajib pajak.

    2.6.5 Standar Pemeriksaan Pajak

    Menurut Pasal 4-6 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-9/PJ/2010

    tentang standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

    perpajakan adalah:

    a. Standar umum pemeriksaan pajak

    Standar umum pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan

    berkaitan dengan persyaratan pemeriksaan pajak dan mutu pekerjaan.

    b. Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak.

  • 38

    Standar pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan

    kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan

    pemeriksaan pajak.

    c. Standar pelaporan hasil pemeriksaan pajak

    Kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

    perpjakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang

    disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan.

    2.6.6 Wewenang Pemeriksaan Pajak

    Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, DJP

    berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan

    kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka

    melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. DJP dalam

    rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwewenang

    melakukan pemeriksaan untuk:

    a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

    b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-

    undangan perpajakan.

    2.6.7 Jangka Waktu Pemeriksaan

    Menurut Waluyo (2008:70) Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

    Nomor 17/PMK.03/2013, ditetapkan bahwa:

    a. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan

    dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitunga

  • 39

    sejak tanggal wajib pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka

    pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH).

    b. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (emoat)

    bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang

    dihitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal

    laporan hasil pemeriksaan.

    c. Apabila pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi khusus lain yang

    dapat berindikasi adanya rekayasa transaksi dengan transfer pricing dan/atau

    transaksi khusus yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta

    memerlukan waktu yang paling lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan

    dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

    Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan pajak.

    Dalam hal ini wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan

    pembayaran pajak jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud di atas, harus

    memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan

    pembayaran pajak.

    2.7 Sistem Perpajakan

    2.7.1 Asas-Asas Pemungutan Pajak

    Asas-asas pemungutan pajak dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku

    An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations menyatakan bahwa

    pemungutan pajak hendaknya didasarkan empat asas. Menurut Tjahyono (2005:16)

    menjelaskan empat asas pemungutan pajak sebagai berikut:

  • 40

    a. Equality

    Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan

    kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar

    pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil

    dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk

    pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang

    dterima.

    b. Certainty

    Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib

    pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang,

    kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

    c. Convenience of Payment

    Pajak yang dipungut harus sesuai waktu yang tepat, yaitu ketika wajib pajak

    mempunyai uang. Tidak semua wajib pajak mempunyai saat convenience yang

    sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak. Misalnya, seseorang

    memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.

    d. Economics of Collection

    Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak

    bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang

    ditanggung wajib pajak.

    2.7.2 Sistem Perpajakan di Indonesia

    Menurut Purwono (2010:12), hingga saat ini ada tiga sistem yang

    dipublikasikan dalam pemungutan pajak, diantaranya adalah sebagai berikut:

  • 41

    a. Official Assessment System

    Melalui sistem ini besarnya pajak ditentukan oleh fiskus dengan

    mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP Rampung). Jadi, dapat dikatakan

    bahwa wajib pajak bersifat pasif. Tahapan-tahapan dalam menghitung dan

    memperhitungkan pajak yang terutang ditetapkan oleh fiskus yang terutang

    dalam SKP. Selanjutnya wajib pajak baru aktif ketika melakukan penyetoran

    pajak terutang berdasarkan ketetapan SKP tersebut.

    Indonesia pernah menggunakan sistem ini pada kurun waktu awal

    kemerdekaan dengan mengadopsi atau tetap memberlakukan beberapa

    peraturan perpajakan buatan Belanda hingga tahun 1967, ketika diperkenalkan

    sistem Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang Lain

    (MPO) yang oleh sebagian ahli disebut dengan Semi Self Assessment System.

    b. Self Assessment System

    Sistem ini mulai diaplikasikan bersamaan dengan reformasi perpajakan

    tahun 1983 setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai berlaku sejak tanggal

    1 Januari 1984. Di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut bahwa anggota

    masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan

    kegotongroyongan melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan

    membayar sendiri pajak yang terutang, sehingga melalui sistem ini administrasi

    perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali,

    sederhana dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.

  • 42

    Selain itu, wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan secara teratur jumlah

    pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana yang ditentukan dalam

    Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Pemerintah, dalam hal ini aparat

    perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan,

    penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib

    pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam Peraturan Perundang-

    Undangan Perpajakan.

    c. Witholding Tax System

    Dengan sistem ini pemungutan dan pemotongan pajak dilakukan melalui

    pihak ketiga. Untuk waktu sekarang, sistem ini tercermin pada pelaksanaan

    pengenaan Pajak Pernghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya,

    pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasil Pasal 23 oleh

    pihak lain, atau pemungutan Pajak Penghasilan 22 dan Pajak Pertambahan

    Nilai.

    Apabila dicermati dengan seksama, ketiga sistem ini digunakan secara

    terintegrasi pada sistem pemungutan pajak di Indonesia. Self Assessment System

    berlaku ketika wajib pajak melaksanakan administrasi perpajakan yang menjadi

    kewajibannya (menghitung, memperhitungkan, dan menyetor pajak terutang). Pada

    saat yang bersamaan, jika posisi wajib pajak adalah pemungut atau pemotong

    karena berkedudukan sebagai pemberi kerja atau pihak yang berwenang memungut

    pajak, maka Witholding Tax System juga digunakan. Sedangkan Official

    Assessment System berlaku ketika fiskus melakukan pemeriksaan dan menerbitkan

  • 43

    surat ketetapan pajak (SKP) atas laporan wajib pajak. Pada saat ini Negara

    Indonesia menerapkan Self Assessment System dalam pemungutan pajak.

    2.8 Etika

    2.8.1 Pengertian Etika

    Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang berarti watak

    kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan dengan moral

    yang merupakan istilah dalam Bahasa Latin, yaitu “mos” yang dalam bentuk

    melakukan perbuatan baik dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Menurut

    Maryani & Ludigdo (