deskripsi - staff.ui.ac. · pdf filebidang penyakit tropik dan infeksi. ... menggunakan stata...
Post on 11-Apr-2019
222 views
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
Deskripsi
(Uraian Penemuan)
SKOR DENGUE
Bidang Teknik Invensi
Invensi ini merupakan penerapan dari kajian ilmu di bidang kedokteran, khususnya di
bidang penyakit tropik dan infeksi.
Latar Belakang Invensi
Invensi ini merupakan suatu sistem skor yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
efusi pleura dan/atau asites pada pasien terinfeksi dengue, serta dapat digunakan
untuk stratifikasi pasien terinfeksi dengue yang memiliki risiko mengalami demam
berdarah dengue berat.
Sebanyak dua-perlima populasi dunia di negara-negara tropis dan subtropis
beresiko demam berdarah. Diperkirakan 500.000 orang dengan infeksi dengue
memerlukan rawat inap setiap tahun (1, 2). Berdasarkan pengamatan berbasis
epidemiologi selama 20 tahun di Indonesia, terdapat pergeseran epidemiologi usia
individu yang terinfeksi dengue. Sejak tahun 1999, terjadi penurunan insiden infeksi
dengue pada anak usia 5 sampai 14 tahun (kelompok usia dengan kejadian tertinggi
infeksi dengue secara historis). Saat yang bersamaan terjadi peningkatan insidens
individu berusia lebih dari 15 tahun yang terinfeksi (3). Adanya kebocoran plasma,
salah satu ciri demam berdarah dengue (DBD), adalah penyebab utama infeksi dengue
berat (4, 5). Diagnosis cepat dan pengelolaan kebocoran plasma yang tepat merupakan
hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan DBD (4). Fujimoto et al. melaporkan
bahwa 5,7% pasien dengan kebocoran plasma mengalami disfungsi kardiorespirasi,
dan tingkat kematian mencapai 7,3% (6). Chairul Fatah et al. melaporkan pendarahan
parah pada 6% dari 1300 kasus DBD anak dan dewasa di Indonesia (7). World Health
Organization (WHO) mendefinisikan kebocoran plasma sebagai terjadinya
hemokonsentrasi dan / atau hipoalbuminemia dan / atau efusi serosa (2, 5, 8-10).
Namun demikian, terdapat beberapa keterbatasan dalam mendiagnosis kebocoran
plasma menggunakan kriteria ini. Dalam praktek klinis, dokter sering mendeteksi efusi
pleura dan / atau asites pada pasien dengan nilai peningkatan hematokrit kurang dari
20%, sesuai dengan titik potong diagnosis hemokonsentrasi menurut rekomendasi
WHO (1, 8, 9). Selain itu, penelitian sebelumnya menunjukkan kadar albumin
Invensi ini tersusun dari: 1) hemokonsentrasi >15,1% (skor=1); 2) konsentrasi albumin
tes RT-PCR. Karakteristik pasien, awitan demam, dan temuan klinis dicatat untuk setiap
subyek pada saat kedatangan di intalasi gawat darurat. Pemeriksaan darah perifer
lengkap, termasuk tingkat hematokrit, jumlah trombosit, dan kadar albumin dilakukan
setiap hari sampai subyek memenuhi kriteria pulang rawat berdasarkan pedoman WHO
(5). Dilakukan pengukuran kadar transaminase hati (AST dan ALT) dan konsentrasi
natrium sebanyak dua kali selama fase kritis, yakni 24-48 jam setelah penurunan suhu
tubuh. Pemeriksaan USG untuk mendeteksi efusi pleura dan / atau asites
menggunakan perangkat ultrasound konvensional dengan transducer 3,5 MHz
dilakukan oleh dokter radiologi dalam 24 jam setelah penurunan suhu tubuh (5). Untuk
tujuan validasi hasil USG, dokter radiologi lain menilai ultrasonogram setiap subjek.
Derajat hemokonsentrasi, dinyatakan dalam persen (%), dihitung dengan cara
mengurangi nilai hematokrit tertinggi dengan hematokrit terendah yang tercatat,
kemudian membagi nilai tersebut dengan hematokrit terendah dan mengalikannya
dengan 100. Derajat hipoalbuminemia, dinyatakan dalam persen (%), dihitung dengan
cara mengurangi kadar albumin tertinggi dengan tingkat minimum, kemudian membagi
nilai tersebut dengan kadar albumin tertinggi dan mengalikannya dengan 100. Rasio
peningkatan AST atau ALT dihitung dengan membagi AST atau ALT tertinggi pada fase
kritis dengan batas atas nilai normal.
Etika
Fakultas Kedokteran Universitas Komite Etik Indonesia telah menyetujui penelitian ini.
Persetujuan setelah penjelasan (informed consent) diperoleh dari semua pasien atau
perwakilan mereka jika pasien tidak mampu memberikan informed consent.
Analisis Statistik
Besar sampel penelitian didasarkan pada estimasi prevalensi 48% dari
hemokonsentrasi pada subyek dengan efusi pleura dan / atau asites (24). Dengan
asumsi rasio odds 1,75, dengan = 0,05 dan = 0,20, besar sampel total yang
dibutuhkan adalah 168 pasien. Analisis bivariat dengan student t-test untuk data
terdistribusi normal dan uji Mann Whitney untuk data non-parametrik dilakukan untuk
mengidentifikasi variabel yang memiliki asosiasi bermakna dengan adanya efusi pleura
dan / atau asites. Nilai titik potong dengan sensitivitas dan spesifisitas terbaik dari
masing-masing variabel yang signifikan (p 15,1% (OR 4,30; 95% CI 2,25-8,22; p
konsentrasi albumin terendah saat fase kritis 20%. Dari hasil studi, didapatkan nilai titik potong >15,1% sudah
menunjukkan terdapatnya efusi pleura dan/atau asites. Maka, diprediksikan pada
praktik klinik, kejadian kebocoran plasma berdasarkan peningkatan hematokrit tidak
selalu terdeteksi secara dini. Maka dengan menurunkan nilai titik potong (>15,1%) dari
hemokonsentrasi diharapkan dapat memprediksi kebocoran plasma sehingga dapat
mendeteksi secara dini dan meminimalisir terlambatnya deteksi perburukan infeksi
dengue.
Studi ini merupakan studi di Indonesia pertama yang mengidentifikasi sistem
skoring untuk memprediksi efusi pleura dan/atau asites pada pasien dewasa dengan
infeksi dengue. Pada studi yang dilakukan, dilakukan evaluasi untuk mendeterminasi
variabel prediktor independen untuk kejadian efusi pleura dan/atau asites yang praktis
guna. Dengan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah
rutin, fungsi hati, elektrolit, dan albumin dapat dijadikan faktor prediktor deteminasi
kejadian efusi pleura dan/atau asites. Sesuai rekomendasi WHO, hematokrit, albumin,
fungsi hati, trombosit, dan elektrolit diperiksa secara rutin pada pasien dengue. Maka,
sistem skoring ini dapat praktis guna untuk mendeteksi efusi pleura dan/atau asites
terutama pada fasilitas klinis yang tidak memiliki alat kesehatan penunjang seperti
ultrasonografi.
Selain hemokonsentrasi, salah satu faktor yang menandakan terjadinya
kebocoran plasma adalah menurunnya konsentrasi albumin > 0,5 g/dL dari nilai batas
normal atau konsentrasi albumin
dan/atau asites. Studi ini melaporkan nilai titik potong dari trombosit
7. Chairulfatah A, Setiabudi D, Agoes R, Colebunders R: Thrombocytopenia and Platelet
Transfusions in Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome.
Dengue Bull 2003, 27:13843.
8. Bandyopadhyay S, Lum LCS, Kroeger A: Classifying dengue: a review of the
difficulties in using the WHO case classification for dengue haemorrhagic fever.
Trop Med Int Health TM IH 2006, 11:12381255.
9. Ng CFS, Lum LCS, Ismail NA, Tan LH, Tan CPL: Clinicians diagnostic practice of
dengue infections. J Clin Virol 2007, 40:202206.
10. WHO: Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Volume Second Edition. Geneva: World Health Organization; 1997.
11. Jagadishkumar K, Jain P, Manjunath VG, Umesh L: Hepatic involvement in dengue
Fever in children. Iran J Pediatr 2012, 22:231236.
12. Itha S, Kashyap R, Krishnani N, Saraswat VA, Choudhuri G, Aggarwal R: Profile of
liver involvement in dengue virus infection. Natl Med J India 2005, 18:127130.
13. Roy A, Sarkar D, Chakraborty S, Chaudhuri J, Ghosh P, Chakraborty S: Profile of
hepatic involvement by dengue virus in dengue infected children. North Am J Med
Sci 2013, 5:480485.
14. Karoli R, Fatima J, Siddiqi Z, Kazmi KI, Sultania AR. Clinical profile of dengue
infection at a teaching hospital in North India. J Infect Dev Ctries 2012, 6:551-554.
15. Michels M, Sumardi U, de Mast Q, Jusuf H, Puspita M, Dewi IMW, Sinarta S,
Alisjahbana B, van der Ven AJAM: The predictive diagnostic value of serial daily
bedside ultrasonography for severe dengue in Indonesian adults. PLoS Negl Trop
Dis 2013, 7:e2277.
16. Balasubramanian S, Janakiraman L, Kumar SS, Muralinath S, Shivbalan S. A
reappraisal of the criteria to diagnose plasma leakage in dengue hemorrhagic
fever. Indian Pediatr 2006, 43:334-339.
17. Srikiatkhachorn A, Gibbons RV, Green S, Libraty DH, Thomas SJ, Endy TP, Vaughn
DW, Nisalak A, Ennis FA, Rothman AL, Nimmannitaya S, Kalayanarooj S: Dengue
hemorrhagic fever: the sensitivity and specificity of the world health organization
definition for identification of severe cases of dengue in Thailand, 1994-2005. Clin
Infect Dis 2010, 50:1135-1143.
18. Motla M, Manaktala S, Gupta V, Aggarwal M, Bhoi SK, Aggarwal P, Goel A:
Sonographic evidence of ascites, pleura-pericardial effusion and gallbladder wall
edema for dengue fever. Prehosp Disaster Med 2011, 26:335-41.
19. Potts JA, Thomas SJ, Srikiatkhachorn A, Supradish P, Li W, Nisalak A, Nimmannitya S,
Endy TP, Libraty DH, Gibbons RV, Green S, Rothman AL, Kalayanarooj S:
Classification of dengue illness based on readily available laboratory data. Am J
Trop Med Hyg 2010, 83:781788.
20. Tan S-S, Bujang MA: The clinical features and outcomes of acut