deskripsi kemampuan motorik halus dalam …eprints.uny.ac.id/48884/1/skripsi_tyastika putri...
TRANSCRIPT
i
DESKRIPSI KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM KEGIATAN
BERMAIN BALOK PADA ANAK TK USIA 5-6 TAHUN
SE-GUGUS TERATAI UMBULHARJO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Tyastika Putri Utami
NIM 11111241003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIK ANAK USIA DINI
JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
APRIL 2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
Don’t judge me by my successes, judge me by how many times I fell down and
got back up again (Nelson Mandela)
Tuhan tidak mengharuskan kita sukses, Tuhan hanya mengharapkan kita mencoba
(Mario Teguh)
vi
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir Skripsi ini, penulis persembahkan kepada:
1) Ayah dan ibu yang senantiasa memberikan semangat dan do’a demi kesuksesan
saya
2) Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
vii
DESKRIPSI KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM KEGIATAN
BERMAIN BALOK PADA ANAK TK USIA 5-6 TAHUN
SE-GUGUS TERATAI UMBULHARJO YOGYAKARTA
Oleh
Tyastika Putri Utami
NIM 11111241003
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan motorik halus
anak yang dilakukan dalam kegiatan bermain balok pada anak TK usia 5-6 tahun
se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta. Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta
terdiri dari 6 TK, namun penelitian ini hanya menggunakan 4 TK, yaitu TK Islam
Pelangi Anak, TK Al-Wardah, TK Pamardisiwi, dan TK Islam Plus Al-Ikhlash.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitaif. Subjek penelitian
adalah anak TK usia 5-6 tahun se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta yang
bejumlah 69 anak. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu
observasi langsung. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif
kuantitatif dengan persentase. Hasil check list (lembar observasi) disajikan dalam
bentuk diagram lingkaran dan histogram.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus dalam
kegiatan bermain balok pada anak TK usia 5-6 tahun se-Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta berada pada kategori cukup baik yaitu dengan persentase
53,62%. Kemampuan motorik halus dalam kegiatan bermain balok dinilai melalui
empat aspek yaitu kemampuan membangun menara dengan persentase sebesar
47,83%, kemampuan menyusun balok berdampingan dengan persentase sebesar
65,22%, kemampuan membuat jembatan dengan persentase sebesar 51,45%, dan
kemampuan membuat bangunan dengan berbagai variasi dengan persentase
sebesar 49,28%.
Kata kunci: kemampuan motorik halus, bermain balok
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan karunia
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul
Deskripsi Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok Pada
Anak TK Usia 5-6 Tahun se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta dengan
lancar.
Skripsi ini dibuat sebagai tugas akhir guna memenuhi salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan di
Universitas Negeri Yogyakarta. Dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharap saran dan kritik yang membangun untuk melengkapi skripsi ini
menjadi lebih baik.
Selama penulisan skripsi, penulis mendapat bantuan dan dorongan berupa
moril dan materiil, dan doa serta bimbingan yang sangat besar. Maka dengan
terselesainya Tugas Akhir Skripsi ini, perkenankanlah penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin studi di
Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah
memberikan kemudahan perijinan, sarana dan fasilitas selama penulis
melaksanakan studi.
3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang
telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini
4. Ketua Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FIP UNY yang
telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.
5. Bapak Dr. Harun Rasyid, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan.
6. Ibu Rina Wulandari, M.Pd., sebagai pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan.
ix
7. Seluruh jajaran Dosen Jurusan PG-PAUD FIP UNY, yang telah memberikan
wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat selama menempuh studi.
8. Ayah, ibu serta saudara yang telah memberikan dukungan dan doa untuk
terselesainya skripsi.
9. Keluarga TK yang memberi bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
10. Iman Fajar Pratama yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk
terselesainya skripsi.
11. Teman- teman (Mas Arif, Mbak Rina, Rohyati) yang memberikan dukungan
dan bantuan dalam penulisan skripsi ini
12. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini
Semoga amal dan kebaikan dibalas pahala oleh Allah SWT. Akhirnya
penulis mengharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri
dan berarti bagi dunia pendidikan.
Yogyakarta, 10 April 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO............................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ vi
ABSTRAK............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 7
D. Rumusan Masalah ............................................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Anak Usia Dini..............................................................................10
B. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini...................................................13
C. Konsep Bermain...............................................................................................29
D. Bermain Balok..................................................................................................53
E. Kerangka Pikir..................................................................................................56
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Bentuk dan Jenis Penelitian..............................................................................58
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..................................................59
C. Populasi dan Sampel.........................................................................................61
D. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................... 63
E. Teknik Pengumpulan Data...............................................................................63
F. Instrumen Penelitian.........................................................................................64
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen.................................................................65
H. Teknik Analisis Data........................................................................................67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.................................................................................................72
B. Pembahasan Hasil Penelitian............................................................................83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................................................89
B. Saran.................................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................91
LAMPIRAN...........................................................................................................94
xii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1 Kisi-kisi Observasi.................................................................................. 60
Tabel 2 Daftar TK yang dijadikan sampel........................................................... 63
Tabel 3 Lembar Instrumen Observasi.................................................................. 65
Tabel 4 Kategori Predikat Kemampuan Motorik Halus....................................... 71
Tabel 5 Persentase Kemampuan Membangun Menara di TK se-Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta......................................................................... 76
Tabel 6 Persentase Kemampuan Menyusun Balok Berdampingan di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta............................................ 77
Tabel 7 Persentase Kemampuan Membuat Jembatan di TK se-Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta........................................................................ 79
Tabel 8 Persentase Kemampuan Bangunan dengan Berbagai Variasi di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta........................................... 80
Tabel 9 Persentase Kemampuan Motorik Halus Anak Usia 5-6 Tahun di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta........................................... 82
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Kerangka Pikir.................................................................................... 57
Gambar 2 Histogram Kemampuan Membangun Menara di TK se-Gugus
Teratai Umbulharjo Yogyakarta......................................................... 77
Gambar 3 Histogram Kemampuan Menyusun Balok Berdampingan di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta......................................... 78
Gambar 4 Histogram Kemampuan Membuat Jembatan di TK se-Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta....................................................................... 80
Gambar 5 Histogram Kemampuan Membuat Bangunan dengan Berbagai Variasi
di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta................................ 81
Gambar 6 Histogram Kemampuan Motorik Halus Anak Usia 5-6 Tahun di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta........................................... 83
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Kisi-Kisi Surat Izin Penelitian......................................................... 94
Lampiran 2 Kisi-Kisi Instrumen dan Rubrik Penilaian..................................... 101
Lampiran 3 Lembar Penskoran (Check List)...................................................... 109
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian.................................... 120
Lampiran 5 Foto Penelitian................................................................................. 139
Lampiran 6 Rekapitulasi Penskoran dan Perhitungan Persentase....................... 143
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia.
Pendidikan adalah proses pengembangan seluruh potensi pada diri manusia dan
diharapkan setiap manusia dapat tumbuh sesuai dengan tujuan nasional Indonesia
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan, baik pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Hal tersebut tercantum dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 pasal satu ayat satu yang menyatakan “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.” Begitu juga menurut Freeman (dalam Harun,
2009: 37) yang mengatakan bahwa proses pendidikan diawali sejak manusia
dilahirkan sampai ke liang lahat (long life education).
Oleh sebab itu, guru sebagai pendidik di sekolah memiliki tanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Dalam
tanggung jawab tersebut, guru bertugas menjadi tutor, fasilitator, atau instruktur.
Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
2
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Dwi Siswoyo, 2007: 133-
135).
Anak usia dini adalah anak dari sejak lahir sampai enam tahun. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 14 yang menyatakan bahwa ”Pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Jadi
tujuan pendidikan anak usia dini adalah memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak (Suyadi, 2014: 23).
Seluruh potensi yang dapat berkembang pada anak usia dini
dikelompokkan menjadi lima aspek yaitu perkembangan sensori dan persepsi,
perkembangan fisik-motorik, perkembangan sosial dan emosional, perkembangan
kognitif, dan perkembangan bahasa (Harun, 2009: 47). Menurut Rita Eka Izzati,
dan kawan-kawan (2008: 85) lima aspek perkembangan anak usia dini adalah
aspek nilai agama dan moral, aspek kognitif, aspek bahasa, aspek sosial
emosional, dan aspek fisik motorik. Kelima aspek tersebut harus mendapat
stimulasi yang seimbang agar dapat meningkat secara optimal. Dari penjelasan di
atas, dapat diketahui bahwa perkembangan fisik-motorik merupakan salah satu
aspek penting yang perlu distimulasi sejak usia dini. Perkembangan fisik-motorik
merupakan dasar bagi perkembangan selanjutnya. Seperti yang dikatakan oleh
3
Suyadi (2010:14) bahwa kecerdasan fisik memiliki peranan utama untuk
membentuk gerak lentur tubuh anak. Umumnya, anak dengan keterampilan fisik
yang baik akan lebih mudah menguasai keterampilan-keterampilan baru seperti
hiking, jogging, dan skipping. Sebaliknya, anak yang tumbuh dengan
keterampilan fisik rendah akan menjadi minder dan tidak percaya diri untuk
melakukan tugas-tugas keterampilan lainnya. Selain itu, anak dengan kecerdasan
fisik tinggi akan mempunyai kelenturan badan yang tinggi, elastisitas gerak
motorik yang memadai, kerapian dalam pekerjaan, kepiawaian
mengkoordinasikan anggota badan yang serasi, dan keluwesan bertindak yang
sangat sempurna. Hal tersebut didasari oleh cara kerja urat saraf yang
mengkoordinasikan seluruh gerak tubuh dan mengikuti ritme tertentu sehingga
anak menjadi lebih terampil, lincah dan cekatan.
Oleh sebab itu, anak memerlukan stimulus untuk dapat mengoptimalkan
kecerdasan fisik-motoriknya. Perkembangan fisik pada masa anak-anak ditandai
dengan berkembangnya kemampuan motorik, baik kasar maupun halus. Motorik
kasar adalah gerakan yang membutuhkan sebagian besar anggota tubuh (Bambang
Sujiono, 2005: 1.14). Motorik halus adalah keterampilan dengan melibatkan
gerakan yang diatur secara halus. Gerakan-gerakan tersebut melibatkan kelompok
otot yang lebih kecil dan memerlukan keterampilan tangan, seperti menggenggam,
mengancingkan baju, menulis, dan menjahit (Santrock, 2007: 216). Santrock juga
menjelaskan bahwa sejak bayi, manusia telah memiliki komponen yang akan
menjadi gerakan lengan, tangan, dan jari yang akan terkoordinasi menjadi lebih
baik. Kegiatan motorik halus anak sangat penting sebab dengan kemampuan ini,
4
anak mampu memfungsikan otor-otot kecil seperti gerakan jari tangan, mampu
mengkoordinasikan kecepatan tangan dengan mata, dan mampu mengendalikan
emosi (Yudha M, 2005: 115). Anak juga dapat melakukan tugas-tugas utamanya
ketika di sekolah, baik itu pada usia pra sekolah sampai pada jenjang-jenjang
berikutnya seperti menulis dengan baik dimana ukuran huruf menjadi lebih kecil
dan rapi, menggunting, meniru angka dan huruf, dan membuat susunan yang
kompleks dengan kotak-kotak (Desmita, 2005: 129).
Tujuan dari pengembangan motorik halus adalah untuk melatih anak agar
terampil dan cermat dalam menggunakan jari-jemari anak untuk kegiatan yang
melibatkan keterampilan tangan dan jari (Andang Ismail, 2006: 84). Dalam
mengembangkan kemampuan motoriknya, anak juga mengembangkan
kemampuan mengamati, mengingat hasil pengamatan dan pengalamannya. Anak
mengamati dan memperhatikan apa yang telah diajarkan gurunya, temannya, atau
yang dilakukan dirinya sendiri untuk kemudian diingat kembali agar dapat
melakukan perbaikan dan penghalusan gerak yang dihasilkan (Bambang Sujiono,
2005: 1.14).
Indikator motorik halus berdasarkan tingkat pencapaian perkembangan
anak usia 5-6 tahun dalam Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 berisi tentang
kegiatan menjiplak, menggunting, bermain balok, membentuk dengan plastisin,
melipat, dan lain-lain yang harus dicapai dan dilaksanakan dalam pengembangan
motorik halus anak. Pada kurikulum 2013 kompetensi dasar 4.3 berdasarkan
Permendiknas Nomor 146 Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa anak
menggunakan anggota tubuh untuk pengembangan motorik kasar dan motorik
5
halus dengan melakukan kegiatan yang menunjukkan kemampuan anak untuk
terampil menggunakan tangan kanan dan kiri dalam berbagai aktivitas.
Stimulasi yang diberikan diharapkan dapat bermakna untuk anak dalam
mengerjakan tugas-tugas perkembangan. Untuk itu, anak membutuhkan suatu
kegiatan yang edukatif dan menyenangkan seperti bermain. Seperti yang
disampaikan oleh Harun (2009: 77) bahwa dalam bermain harus tercipta suasana
yang menyenangkan, rileks, ceria, mendidik, dan dapat menumbuhkan aktivitas
dan kreativitas. Seluruh kegiatan dalam bermain memiliki koneksi dengan otak
yang merupakan dorongan awal untuk mengembangkan potensi agar anak siap
memasuki jenjang sekolah berikutnya. Selain itu, dalam seluruh kegiatan bermain
juga bertujuan untuk mengembangkan kapasitas otak anak dengan menumbuhkan
dendrite atau sel saraf otak yang akan mengembangkan sinapsis-sinapsis. Sesuai
dengan hal tersebut, Laura E.Berk (Suyadi, 2010: 34) melakukan pengamatan
dengan hasil yang menunjukkan bahwa ketika anak bermain dengan
mengembangkan keterampilan motoriknya, maka akan terbangun pola pergerakan
sederhana. Terkait dengan motorik, bermain merupakan kegiatan yang penting
karena dapat mengembangkan kemampuan motorik melalui gerakan yang
dilakukan anak secara bebas. Anak mengembangkan otot-otot dan energi yang
ada. Aktivitas motorik merupakan komponen yang paling besar pada semua usia,
terutama pada usia anak usia dini
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik
halus anak sangat penting untuk menunjang perkembangan yang lain dan di masa
yang akan datang. Untuk itu seluruh TK pada Gugus Teratai Umbulharjo
6
Yogyakarta telah memberikan kegiatan yang dapat menstimulasi perkembangan
motorik halus anak. Namun kemampuan anak terkait motorik halus belum
mencapai tingkat memuaskan dalam penggunaan instrumen asesmen sesuai
dengan contoh pencapaian perkembangan pada pembelajaran pendidikan anak
usia dini kurikulum 2013. Hal ini terlihat dari kemampuan anak dalam melakukan
kegiatan motorik halus masih banyak dibantu oleh guru atau temannya yang lebih
mahir. Ketika mewarnai, anak mewarnai dengan coretan yang kasar dan kaku.
Pada kegiatan mencocok, anak juga terlihat merobek kertas dikarenakan tidak
sabar. Anak juga tidak dapat menjiplak sesuai dengan gambar asli dan mengulang
jiplakan. Saat bermain balok, anak juga tidak dapat membangun menara dengan
sempurna dan bangunannya roboh. Beberapa anak juga tidak bersedia bermain
balok dengan alasan takut bangunannya roboh. Dari alasan dan penjelasan
tersebut, peneliti ingin mengetahui seberapa besar kemampuan motorik halus anak
dalam bermain balok. Hasil ini kemudian dapat dijadikan dasar penelitian untuk
memberi tindakan agar dapat meningkatkan kemampuan motorik halus pada anak
usia 5-6 tahun se-Gugus Teratai, Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Untuk itu
peneliti berinisiatif untuk mengadakan penelitian dengan judul deskripsi
kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan bermain balok pada anak TK usia
5-6 tahun se-Gugus Teratai, Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta.
Diplihnya kegiatan bermain balok karena di TK pada Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta memiliki banyak kegiatan untuk mengembangkan
motorik halus. Peneliti hanya akan meneliti satu kegiatan saja agar lebih terfokus
yaitu pada kegiatan bermain balok. Bermain balok merupakan salah satu cara
7
untuk mengoptimalkan aspek perkembangan motorik halus karena ketika anak
bermain balok, anak melibatkan tangan dan mata untuk berkoordinasi (Hurlock,
1978: 154).
B. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan tersebut, maka dapat ditarik beberapa identifikasi
masalah, antara lain:
1. Kemampuan motorik halus anak belum berkembang optimal.
2. Beberapa anak masih dibantu guru dan temannya dalam melakukan tugas-
tugas perkembangan motorik halus.
3. Anak mewarnai dengan kasar dan kaku sehingga terlihat tidak rapi.
4. Anak menjiplak berulang-ulang kali dan terlihat tidak rapi.
5. Beberapa anak belum bisa menyusun balok karena takut bangunannya roboh.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut, terdapat beberapa pertanyaan yang
muncul. Namun peneliti hanya membatasi permasalahan pada kemampuan
motorik halus dalam kegiatan bermain balok pada anak TK usia 5-6 tahun se-
gugus Teratai, Umbulharjo Yogyakarta yang disebabkan oleh kemampuan
motorik halus anak belum berkembang optimal.
8
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah berapa besar kemampuan motorik halus
dalam kegiatan bermain balok pada anak TK usia 5-6 tahun se-gugus Teratai,
Umbulharjo Yogyakarta?.
E. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan mototik halus dalam kegiatan bermain balok pada anak TK usia5-6
tahun se-gugus Teratai, Umbulharjo Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dapat memberi sumbangan dan
informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan motorik halus
anak usia 5-6 tahun pada kegiatan bermain balok.
2. Manfaat praktis
a. Bagi sekolah dan guru:
Hasil penelitian ini dapat memberi gambaran dan informasi pada pihak guru
mengenai kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan bermain balok pada
anak TK usia 5-6 tahun se-gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta.
9
b. Bagi peneliti:
Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengalaman, ilmu pengetahuan, dan
wawasan mengenai kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan bermain
balok pada anak TK usia 5-6 tahun.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian seseorang yang bersifat dinamis (Rukiyati dan kawan-kawan, 2008:
132). Perubahan tersebut mengarah pada suatu kesempurnaan dimana manusia
meraih perkembangan yang lebih tinggi yang melibatkan dua proses yaitu
hominisasi dan humanisasi. Hominisasi adalah adalah proses melibatkan manusia
dalam lingkup hidup manusia itu sendiri. Sedangkan humanisasi adalah proses
yang lebih jauh dan merupakan lanjutan dari homanisasi. Sesuai dengan hal
tersebut, Dwi Siswoyo (2007: 53) juga memaparkan bahwa pendidikan adalah
proses manusia belajar yang mempengaruhi kemampuan, kepribadian, sikap, dan
kekuatan dalam berhubungan dengan sesama manusia, dunia, dan Tuhan. Proses
tersebut disempurnakan dengan adanya alat (media) yang digunakan untuk
membantu tujuan pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan juga melibatkan
perkembangan dan pertumbuhan. Artinya bersifat terus-menerus sejak manusia
lahir sampai akhir hayat manusia.
Menurut National Association for The Education Young Children
(NAEYC), anak usia dini adalah anak yang berusia sejak lahir sampai 8 tahun.
Sedikit berbeda dengan hal tersebut, menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 pasal 28 ayat 1, anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia
sejak lahir sampai 6 tahun. Anak usia dini bersifat unik. Artinya anak memiliki
11
kelebihan dan kekurangan masing- masing (Harun dan kawan-kawan, 2009: 37).
Berkaitan dengan hal tersebut, Galuh, A.P (2014: 35) mengatakan bahwa anak-
anak tersebut berada pada masa golden age yaitu masa keemasan. Pada masa
tersebut perkembangan otak anak berkembang sangat pesat dengan kemampuan
pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental sebanyak 80% dan
hanya akan berkembang 20% pada masa dewasa (Suyadi, 2010: 5). Pertumbuhan
dan perkembangan tersebut telah muncul sejak dalam masa kandungan yaitu
dengan terbentuknya sel saraf otak yang merupakan modal untuk kecerdasan.
Setelah lahir, sel saraf tersebut tidak terjadi lagi, namun hubungan antar sel saraf
otak tersebut yang terus berkembang (Trianto, 2010: 28).Sesuai dengan pendapat
tersebut, M. Fadlillah dan Lilif. M. K (2012: 42) memaparkan bahwa ketika
dilahirkan ke dunia, otak manusia mencapai perkembangan sebanyak 25%, hingga
usia 4 tahun mencapai 50%, dan sampai usia 8 tahun mencapai 80%. Selebihnya
akan berkembang hingga usia 18 tahun.
Oleh sebab itu, orang dewasa perlu memberikan stimulasi dengan
melakukan latihan-latihan dasar secara terus-menerus untuk memaksimalkan
kemampuan anak. Stimulasi tersebut harus dilakukan dengan keadaan yang
hangat, ceria, dan gembira sehingga melahirkan kenyaman sesuai dengan apa
yang dibutuhkan anak (Harun dan kawan-kawan, 2009: 41). Kegiatan yang
mendatangkan kehangatan, keceriaan, dan kegembiraan bagi anak didapat dari
kegiatan bermain. Melalui bermain, anak juga mendapat pengalaman. Bermain
merupakan media dimana anak mendapat pengalaman dengan bebas berekspresi
dalam fantasi dan dunia nyatanya. (Conny.RS, 2002: 54). Selain itu, anak juga
12
membutuhkan makanan bergizi dan seimbang untuk memaksimalkan
perkembangan dan pertumbuhan (Trianto, 2010: 32).
Berkaitan dengan perkembangan, Harun dan kawan-kawan (2009: 47)
memamparkan perkembangan anak usia dini terbagi menjadi perkembangan
sensori dan persepsi, perkembangan motorik, perkembangan sosial dan emosional,
perkembangan kognitif, dan perkembangan bahasa. Seluruh aspek perkembangan
tersebut lebih banyak melibatkan indera pendengaran dan penglihatan. Sedikit
berbeda dengan pendapat tersebut, perkembangan anak dibagi menjadi 4 yaitu
perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial emosional,
dan perkembangan moral (Rita Eka Izzati dan kawan-kawan, 2008: 85). Keempat
aspek perkembangan tersebut dikelompokkan menjadi lebih spesifik sesuai
dengan yang tercantum pada Tahapan Pencapaian Perkembangan (TPP) yang
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2009 yaitu perkembangan
nilai, agama, dan moral; perkembangan sosial dan emosional; perkembangan
bahasa; perkembangan kognitif; dan perkembangan fisik motorik.
Jadi pendidikan anak usia dini adalah proses belajar dengan
memaksimalkan segala potensi, sikap, dan kepribadian yang dilakukan dengan
adanya stimulasi dan latihan pada anak berusia sejak lahir sampai 6 tahun. Proses
pendidikan anak usia dini harus disesuaikan dengan kebutuhan anak. Artinya,
pendidikan harus bersifat nyaman, gembira, menyenangkan, dan tanpa paksaan
untuk anak (Harun dan kawan-kawan, 2009: 38). Kegiatan yang melibatkan
aspek-aspek tersebut dapat diperoleh anak melalui kegiatan bermain. Bermain
merupakan sarana belajar dimana anak melakukan kegiatan berulang-ulang demi
13
memperoleh kesenangan. Berbagai kegiatan yang diulang-ulang tersebut
merupakan latihan yang akan berfungsi di masa depan (Geraldine dan kawan-
kawan, 2003: 56).
B. Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini
1. Pengertian Kemampuan Motorik Halus
Pada awal sekolah, anak usia dini banyak melakukan kegiatan yang
melibatkan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus seperti menulis,
meronce, dan bermain balok. Menurut Desmita (2005: 99) keterampilan motorik
adalah gerakan- gerakan tubuh yang disengaja, otomatis, dan cepat. Gerakan ini
merupakan hasil dari koordinasi beratus-ratus otot yang rumit. Kemampuan
motorik dibagi menjadi motorik kasar (gross mototrik skill) dan motorik halus
(fine motor skill). Motorik halus melibatkan otot-otot kecil yang ada pada tubuh
seperti otot untuk menyentuh dan menggenggam. Menguatkan pendapat tersebut,
Fadlillah (2012: 59) memaparkan bahwa motorik halus (fine motor skill) adalah
keterampilan menggerakkan otot dan fungsinya yang menghasilkan suatu gerakan
spesifik dibandingkan dengan motorik kasar.
Santrock (2007: 216) mengungkapkan motorik halus adalah keterampilan
dengan melibatkan gerakan yang diatur secara halus. Gerakan-gerakan tersebut
melibatkan kelompok otot yang lebih kecil dan memerlukan keterampilan tangan,
seperti menggenggam, mengancingkan baju, menulis, dan menjahit.
Menambahkan hal tersebut, Santrock (2011: 214) mengatakan bahwa bayi yang
baru lahir hampir tidak memiliki kontrol terhadap motorik halus, namun memiliki
14
komponen yang akan menjadi gerakan lengan, tangan, dan jari yang akan
terkoordinasi menjadi lebih baik. E.Berk (1994 dalam Suyadi, 2010: 69)
menyatakan bahwa motorik halus adalah bentuk kebalikan dari motorik kasar. Hal
ini dibuktikan bahwa pada anak usia prasekolah telah terjadi perubahan besar pada
kemampuan motorik yaitu dengan meningkatnya gerakan tangan dan jari.
Sementara itu, Hurlock berpendapat (1978: 171) keterampilan motorik
halus adalah gerakan yang memerlukan keterampilan tangan yang dibutuhkan
lebih banyak dalam setiap kehidupan manusia sehingga keterampilan ini dipelajari
lebih baik daripada keterampilan kaki atau motorik kasar. Menurut Davison dan
Kring (2010 dalam Tesis yang disusun oleh Evi.D.S, 2014: 11) motorik halus
adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tertentu saja, yaitu otot-otot kecil
dimana dalam melakukan proses tersebut membutuhkan koordinasi gerak dan
daya konsentrasi yang baik. Menurut Evi.D.S (2014: 11), motorik halus adalah
pengorganisasian penggunaan otot-otot kecil seperti tangan dan jari yang
memerlukan koordinasi yang cermat dan teliti.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan motorik halus adalah gerakan yang terbentuk dari pengkoordinasian
otot-otot dan syaraf-syaraf yang lebih kecil dan lebih detail yang akan
menghasilkan gerakan yang lebih spesifik pula dari keterampilan motorik kasar,
yaitu gerakan dan keterampilan tangan yang disengaja, otomatis, dan cepat seperti
memegang benda, menulis, menggambar, dan mejahit. Dalam proses melakukan
gerakan motorik halus, diperlukan adanya koordinasi gerak dan daya konsentrasi
yang cukup baik.
15
2. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini
Suyadi (2010: 69) menyatakan bahwa perkembangan motorik halus
adalah meningkatnya pengkoordinasian yang melibatkan otot dan saraf yang jauh
lebih kecil dan lebih detail. Kelompok otot dan saraf inilah yang mampu
menghasilkan gerak motorik halus seperti meremas, menulis, menggambar dan
lain-lain. Terkait hal tersebut, teori sistem dinamik (Santrock,2007: 207) yang
diajukan oleh Ester Thelen dimana ketika melakukan eksperimen melibatkan
seorang bayi membuktikan bahwa perkembangan motorik kasar maupun motorik
halus, tidak dipengaruhi oleh hereditas (genetis) seperti yang disampaikan oleh
Arthur Gesell (1934; dalam Santrock, 2007: 207). Bayi membangun keterampilan
motorik untuk mempersepsi dan melakukan gerakan. Anak harus lebih aktif
membangun keterampilan untuk mencapai tujuan dalam batasan tertentu. Dalam
mengembangkan kemampuan motorik, bayi harus mempersepsikan hal yang
memotivasi dirinya untuk melakukan suatu gerak dan memanfaatkan persepsinya
untuk memperhalus gerakan (Santrock, 2007: 207). Ketika bayi mulai termotivasi,
maka perilaku motorik mulai terbentuk. Perilaku tersebut merupakan gabungan
dari beberapa faktor antara lain perkembangan sistem saraf; sifat fisik tubuh dan
kemungkinan gerakan; tujuan yang memotivasi bayi; dan dukungan lingkungan
atas keterampilan yang akan dilakukan (Halleman dkk, 2005 dalam Santrock,
2007: 207).
Sehubungan dengan hal diatas, Seifert & Hoffnung (1994; Santrock,
1998; Desmita, 2005: 98) bayi pada awal kehidupan sering terlihat ingin meraih
dan menggenggam benda di dekatnya. Namun bayi hanya mampu menyentuh
16
benda tersebut dan gagal untuk menggenggam objek. Keterampilan seperti itu
akan terus terjadi selama 4-5 bulan. Selama 2 tahun pertama kehidupan,
keterampilan tersebut menjadi semakin baik. Bayi mulai memperlihatkan
kemampuannya secara berurutan untuk melakukan gerakan sederhana pada siku
dan bahu, kemudian gerakan pada pergelangan tangan, memutar tangan, dan
melakukan koordinasi antara ibu jari dan jari telunjuk. Melanjutkan hal tersebut,
(Santrock, 2011: 15) menjelaskan pada usia 3 tahun, anak memiliki kemampuan
yang lebih matang untuk menggunakan tangannya dibandingkan ketika masih
bayi. Anak mampu memungut objek-objek terkecil dengan ibu jari dan jari
telunjuk, namun mereka masih canggung melakukan hal tersebut. Anak juga dapat
membangun menara balok yang sangat tinggi dengan konsentrasi penuh, namun
sering kali tidak sepenuhnya dalam garis lurus. Anak juga dapat bermain dengan
puzzle. Ketika anak mengenali lokasi yang cocok pada puzzle, anak belum dapat
menempatkan potongan puzzle dengan tepat. Anak sering mencoba memaksakan
potongan tersebut dan menepuknya dengan keras. Pada usia 4 tahun, kemampuan
motorik anak meningkat secara substansial dan lebih tepat. Anak sering marah
karena merasa bangunan balok yang disusun kurang sempurna. Pada usia 5 tahun,
koordinasi motorik halus mulai meningkat. Tangan, lengan, dan tubuh bergerak
bersama di bawah komando mata.
Berkaitan dengan hal tersebut, Hurlock (1978: 159) juga menerangkan
bahwa pengendalian otot tangan, bahu, dan pergelangan tangan meningkat pada
masa kanak-kanak dan akan mencapai tingkat kesempurnaan layaknya orang
dewasa pada umur 12 tahun. Hurlock mengilustrasikan 2 bidang keterampilan
17
tangan yang sering digunakan, yaitu keterampilan makan dan keterampilan
menangkap dan melempar bola. Pada akhir tahun pertama kehidupan, anak
mampu mencoba memegang botol susu atau cangkir dan mengambil sendok yang
digunakan untuk makan. Pada usia 8 bulan, anak dapat memegang botol susu
yang dimasukkan ke mulutnya. Sebulan setelah itu, anak dapat membetulkan
posisi botol susu di dalam mulut. Pada umur 11 dan 12 bulan, sewaktu-waktu
anak mencoba memegang cangkir dan berusaha untuk makan sendiri dengan
menggunakan sendok. Pada mulanya, anak memegang cangkir dengan kedua
tangan. Anak yang makan dengan sendok akan menjatuhkan sebagian besar
makanannya. Namun dengan seringnya latihan yang dilakukan, anak mulai dapat
memegang cangkir dengan satu tangan dan makanan yang berjatuhan dari sendok
mulai berkurang. Pada akhir tahun kedua, anak dapat menggunakan sendok dan
garpu dengan baik. Setahun setelahnya, anak dapat mengoleskan mentega atau
manisan pada roti dengan menggunakan pisau. Bila anak diberi bimbingan dan
kesempatan, maka pada tahun keempat anak mampu menyayat daging lunak
dengan sebuah pisau. Pada usia 6 tahun, sebagian besar anak sudah mampu
menguasai tugas yang digunakan dalam keterampilan makan sendiri.
Pada keterampilan menangkap dan melempar bola ditunjukkan oleh anak
usia 2 tahun dimana anak dapat menggulirkan bahkan mencoba melempar bola.
Meskipun demikian, pada usia 4 tahun sebagian besar anak belum mampu
melemparkan bola dengan baik. Anak terampil melempar bola saat menginjak
usia 6 tahun. Karena keterampilan menangkap bola lebih sulit dibandingkan
dengan keterampilan melempar bola, maka keterampilan menangkap bola akan
18
berkembang setelahnya. Pada usia 6 tahun, anak dapat menangkap bola dengan
seluruh tubuhnya. Kemudian dengan gerakan yang agak teratur, anak mulai
menangkap bola dengan tangan. Setelah melewati usia 6 tahun, anak mulai
menyempurnakan gerakan tangan yang terkoordinasi sehingga mampu
menangkap dengan kedua telapak tangan. Dalam Suyadi (2010: 70) E. Berk
memaparkan bahwa pada usia 3 tahun, anak sudah dapat mengenakan baju
sendiri, bahkan mampu memakai dan melepas sepatunya sendiri. Keterampilan ini
disebut self-help (keterampilan menolong diri sendiri). Keterampilan ini akan
mencapai puncaknya pada usia 6 tahun. Ketercapaian tersebut merupakan
koordinasi gerakan-gerakan tangan dan gerakan lainnya yang berurutan dan kait-
mengait.
Jadi, perkembangan motorik halus pada seseorang tidak dipengaruhi oleh
hereditas sehingga sejak awal kehidupan bayi harus mempersepsi dan beraksi
sesuai dengan kemampuan motorik halus yang dimiliki sehingga bayi dapat
mewujudkan kebutuhannya dan keinginannya. Anak usia 5-6 tahun dapat
menunjukkan peningkatan kemampuan motorik halus dari usia sebelumnya. Anak
mulai dapat melakukan koordinasi antara tangan, lengan, dan tubuh di bawah
komando mata sehingga anak dapat melakukan beberapa keterampilan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebagian besar
anak sudah mampu menguasai tugas untuk melakukan keterampilan makan
sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu maupun mengoleskan mentega
atau manisan pada roti dengan menggunakan pisau, melempar dan menangkap
bola, dan bermain balok secara sempurna.
19
3. Fungsi Perkembangan Motorik Halus
Hurlock (1978: 163) memaparkan fungsi dari perkembangan motorik
halus terhadap keterampilan anak usia dini. Keterampilan tersebut antara lain:
a. Keterampilan bantu diri (self-help)
Untuk mencapai kemandirian, anak perlu mengembangkan keterampilan
motorik yang memungkinkan mereka dapat melakukan kebutuhan diri
sendiri.Keterampilan tersebut meliputi keterampilan makan, berpakaian, merawat
diri, dan mandi. Ketika anak mencapai usia sekolah, anak harus memiliki
keterampilan ini dengan tingkat keterampilan dan kecepatan seperti orang dewasa.
b. Keterampilan bantu sosial (social-help)
Agar dapat diterima dalam kelompok sosial (keluarga, sekolah, tetangga),
anak perlu menjadi individu yang kooperatif. Untuk itu diperlukan keterampilan
tertentu, misalnya membantu perkejaan rumah dan tugas sekolah yang wajib
dikerjakan bersama.
c. Keterampilan bermain
Untuk dapat menikmati kegiatan kelompok sebaya atau teman-teman
bermain, anak harus dapat melakukan beberapa permainan seperti bermain bola,
ski, menggambar, melukis, dan memanipulasi alat bermain.
d. Keterampilan sekolah
Dalam masa permulaan sekolah, sebagian besar pekerjaan menggunakan
keterampilan motorik. Baik motorik kasar maupun motorik halus seperti menulis,
menggambar, menari, dan membuat keramik. Dalam pengerjaan keterampilan
tersebut, anak mengerjakan bersama teman dan gurnya. Semakin banyak dan
20
semakin terampil anak melakukan hal tersebut, semakin baik pula penyesuaian
sosial yang dilakukan dan prestasi akademis maupun non-akademis.
Menurut Sumantri (2005: 146) fungsi dari kemampuan mototrik halus
adalah mendukung aspek perkembangan lainnya seperti kognitif, sosial, dan
bahasa karena setiap perkembangan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
perkembangan yang lain. Jadi dapat disimpulkan fungsi dari perkembangan
motorik halus berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan, yaitu untuk membantu
anak mampu dan membiasakan melakukan kegiatan sehari-hari (keterampilan)
sehingga anak terbiasa mandiri seperti peningkatan keterampilan self-help,
keterampilan social help, keterampilan bermain, dan keterampilan sekolah.
4. Prinsip Perkembangan Motorik Halus
Kegiatan-kegiatan yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan
motorik halus anak harus memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
agar motorik halus sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hurlock (1978: 151)
menjelaskan lima prinsip perkembangan motorik, antara lain:
a. Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan saraf
Perkembangan pada bentuk kegiatan motorik yang berbeda disesuaikan
dengan posisi sistem saraf. Perkembangan pusat saraf yang lebih rendah yang
berada pada urat saraf tulang belakang berkembang lebih baik daripada
perkembangan pusat saraf yang lebih tinggi yang berada dalam otak. Begitu juga
dengan kegiatan massa pada waktu lahir secara perlahan berkembang menjadi
kegaiatan sukarela yang sederhana yang merupakan landasan untuk keterampilan
berikutnya. Cerebellum sebagai otak bawah yang mengendalikan keseimbangan
21
dan cerebrum yaitu otak yang lebih atas yang mengatur gerakan terampil
berkembang cepat selama awal tahun kehidupan.
b. Belajar keterampilan motorik tidak terjadi sebelum anak matang
Sebelum sistem saraf berkembang dengan baik, usaha mengajarkan
gerakan terampil pada anak akan sia-sia. Begitu juga bila anak melakukan hal
tersebut secara mandiri. Pelatihan seperti itu hanya menghasilkan keuntungan
sementara, pengaruhnya tidak akan berarti dalam jangka waktu panjang.
c. Perkembangan motorik mengikuti pola yang diramalkan
Pola kegiatan motorik yang dapat diramalkan terbukti dengan adanya
perubahan dari kegiatan massa ke kegiatan khusus. Di dalam pola perkembangan
motorik yang berbeda ada tahapan dan usia yang dapat diramalkan. Meskipun
setiap tahap berbeda satu sama lain, masing-masing bergantung pada tahap yang
mendahului dan tahap berikutnya. Tahapan-tahapan tersebut saling berhbungan
dan mempengaruhi satu sama lain. Tahapan yang dapat diramalkan ini juga
berjalan konsisten terhadap keseluruhan laju perkembangan.
d. Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik
Meskipun dalam perkembangan motorik mengikuti perkembangan yang
serupa untuk semua orang, namun dalam hal tersebut ditemukan adanya
perbedaan individu. Hal ini memperngaruhi usia pada saat terjadinya perbedaan
tersebut sehingga mengakibatkan cepat lambatnya perkembangan motorik
seseorang. Berkaitan dengan hal tersebut, Sumantri (2005: 147-148) memaparkan
mengenai prinsip-prinsip perkembangan anak sebagai berikut:
22
a. Berorientasi pada kebutuhan anak.
Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit untuk anak. Kegiatan yang
diberikan seharusnya disesuaikan dengan perkembangan anak.
b. Belajar sambil bermain.
Bermain sangat menyenangkan untuk anak karena dunia anak adalah
bermain. Melalui bermain, anak dapat belajar dengan mengeksplor mengenai
dirinya sendiri dan lingkungannya sehingga pembelajaran menjadi lebih
bermakna. Bermain harus dilakukan dalam suasana yang ceria dan
menggembirakan.
c. Kreatif dan inovatif
Kegiatan yang diberikan harus memunculkan rasa ingin tahu anak sehinga
anak mencoba berpikir kritis yang dapat memunculkan pemikiran atau ide-ide
kreatif dan inovatif dari anak.
d. Lingkungan kondusif
Lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak sangat mendukung
proses pembelajaran demi tercapainya pembelajaran yang bermakna untuk anak.
Selain itu, ruang gerak untuk anak juga merupakan hal yang harus diperhatikan.
Ruang bermain untuk anak seharusnya cukup luas karena anak cenderung lebih
senang untuk melakukan gerakan-gerakan besar dan bebas.
e. Tema
Dalam pembelajaran sebaiknya dimulai dari hal-hal yang dekat dengan
anak.Pembelajaran terkait dengan kehidupan sehari-hari anak agar anak lebih
mudah dalam memahami suatu konsep.
23
f. Mengembangkan keterampilan hidup
Kegiatan untuk pengembangan motorik halus sebaiknya dapat mengembangkan
beberapa keterampilan hidup seperti menolong diri sendiri dan sosialisasi yang
dapat digunakan dalam kehidupan anak selanjutnya. Misalnya makan, mengikat
tali sepatu, mandi, dan mengancingkan baju.
g. Menggunakan kegiatan terpadu
Model pembelajaran terpadu sangat cocok untuk anak usia dini karena
disesuaikan dengan pemilihan tema yang menarik sehingga anak cukup antusias
dalam melakukan tugas-tugas.
h. Kegiatan berorientasi pada prinsip perkembangan anak
Prinsip perkembangan yang baik artinya anak dapat belajar dengan baik
ketika kebutuhan fisiknya terpenuhi, tentram dan aman psikologisnya. Anak
belajar secara berulang-ulang dan melaui interaksi dengan orang lain.
Perkembangan dan proses pembelajaran harus tetap memperhatikan perbedaan
setiap anak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan yang memacu
perkembangan motorik halus harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip
perkembangan motorik halus agar perkembangan tidak bersifat sementara, namun
memberi keuntungan yang bermakna pada masa kehidupan manusia. Untuk itu,
anak usia dini membutuhkan kegiatan-kegiatan yang memenuhi prinsip
perkembangan motorik halus agar sesuai dengan tahap perkembangannya dimana
prinsip-prinsip tersebut antara lain berorientasi pada kebutuhan anak, belajar
sambil bermain, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif, bertema,
24
mengembangkan keterampilan hidup, menggunakan kegiatan terpadu, dan
berorientasi pada prinsip perkembangan anak.
5. Stimulasi Untuk Perkembangan Motorik Halus
Dave mengembangkan teori Benyamin Bloom (dalam Suyadi, 2010: 73)
yang menyatakan bahwa rentang kemampuan gerak motorik anak ditunjukkan
dari gerakan yang kaku sampai pada gerakan yang luwes dengan
mengklasifikasikan domain psikomotorik ke dalam lima kategori. Hal tersebut
dapat dijadikan stimulasi untuk meningkatkan perkembangan fisik motorik anak
usia dini. Dengan adanya lima kategori tersebut, Dave berharap anak mampu
mencapai tingkat perkembangan fisik motorik secara sempurna, sehingga
pencapain gerakan tersebut dapat menunjang tingkat kegeniusan anak. Lima
kategori tersebut adalah:
a. Imitation (peniruan)
Keterampilan suatu gerakan yang telah dikenali sebelumnya oleh anak. Anak
dapat mengenal gerakan tersebut baik dengan mendengar maupun melihat
sehingga anak melakukan representasi ulang . Stimulasi yang dapat diberikan
misalnya adalah menontonkan film; misalnya meniru gerakan binatang. Anak
yang sering melihat gerakan binatang secara berulang-ulang, maka anak dapat
menirukan gerakan binatang tersebut.
b. Manipulation (penggunaan konsep)
Kemampuan menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan. Anak menetapkan
suatu gerakan keterampilan tertentu dengan latihan. Ketika anak mengulang-
ngulang kegiatan tersebut, maka gerakan tersebut akan dengan mudah tersimpan
25
pada ingatan anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan garpu,
melompat, dan menggunting.
c. Presition (ketelitian)
Kemampuan bergerak dengan kedetailan tertentu. Ketelitian ini mirip dengan
maipulasi, namun mencapai kontrol yang lebih tinggi. Seperti belajar mengendarai
sepeda roda tiga, mudur, dan zigzag.
d. Articulation (perangkaian)
Kemampuan gerak secara kombinatif dan berkesinambungan yang membutuhkan
koordinasi saraf, otot dan mata secara cermat.Stimulasi yang dapat dilakukan
misalnya dengan menggambar, mengetik, dan menulis.
e. Naturalization (kewajaran)
Kemampuan gerak secara wajar. Diperlukan adanya kerjasama yang baik antara
saraf, pikiran, mata , tangan, dan anggota tubuh yang lain. Anak tidak dapat secara
langsung bisa melakukan, namun harus diulang-ulang hingga mencapai tingkat
kelenturan dan keluwesan gerak yang sempurna.
Berkaitan dengan hal tersebut, Sumantri (2005: 121) menerangkan bahwa
kemampuan motorik halus anak dapat berkembang meskipun tidak mendapat
stimulasi. Namun perkembangan tersebut tidak terjadi secara optimal.
Memberikan stimulasi terkait kegiatan untuk melatih perkembangan motorik
halus anak usia dini sebaiknya dengan kegiatan yang membutuhkan kecermatan,
kesabaran dan ketelitian. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain seperti mencetak,
menjahit, menggunting, menjiplak, membangun menara, dan bermain play dough.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stimulasi yang
26
dapat diberikan untuk perkembangan motorik halus anak adalah gerakan-gerakan
yang melibatkan otot kecil dan penggunaan tangan seperti menjiplak, membangun
menara, dan menjahit yang dalam prosesnya membutuhkan beberapa hal yaitu
peniruan, penggunaan konsep, ketelitian, perangkaian, dan kewajaran.
6. Tujuan Perkembangan Motorik Halus
Dalam mengoptimalkan pengembangan motorik halus diharapkan dapat
mencapai tujuan seperti yang dipaparkan oleh Sumantri (2005: 146):
a. Mampu mengembangkan keterampilan motorik halus yang berhubungan
dengan gerak kedua tangannya
b. Mampu menggerakkan anggota tubuh yang berhubungan dengan jari-jemari,
seperti kesiapan menulis, menggambar, dan menggunting
c. Mampu mengkoordinasi indera mata dan aktivitas tangan
d. Mampu mengendalikan emosi dan beraktvitas motorik halus
Sesuai dengan pendapat tersebut, Sujiono (2005 dalam Rakhmaningsih,
2015: 14) menjelaskan bahwa tujuan motorik halus adalah untuk meningkatkan
keterampilan fisik-motorik anak didik dalam memperkenalkan dan melatih
gerakan motorik halus anak didik, meningkatkan kemampuan mengelola,
mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan
tubuh. Menguatkan hal tersebut, Sujiono (2008: 2.12) menjelaskan tujuan-tujuan
dari pengembangan motorik halus, yaitu: (a) agar anak berlatih menggerakkan
pergelangan tangan dengan kegiatan menggambar dan mewanai, (b) anak belajar
ketepatan koordinasi mata dan tangan serta mengeerakkan pergelangan tangan
agar lentur, dan (c) anak belajar berimajinasi dan berkreasi.
Sementara itu, Yudha M. Saputra & Rudiyanto (2005: 115) menyatakan
tujuan keterampilan motorik halus, antara lain: (a) mampu memfungsikan otot-
otot kecil seperti gerakan jari tangan, (b) mampu mengkoordinasikan kecepatan
27
tangan dan mata, dan (c) mampu mengendalikan emosi. Sependapat dengan hal
tersebut, Asmawati (2008: 5) memaparkan tujuan mengembangkan motorik halus
pada anak, yaitu agar anak dapat berlatih koordinasi tangan, mata, dan pikirannya
dalam menggunakan berbagai alat atau media kreatif sehingga memperoleh
keterampilan yang berguna untuk perkembangan selanjutnya (Asmawati, 2008:
5.). Purwarini (2015: 7) juga menyatakan tujuan dari pengembangan motorik halus
anak adalah untuk mengembangkan dan melatih motori halus anak, melatih
koordinasi lengan dan genggam, serta mengembangkan kreativitas anak. Nuryani
dan kawan-kawan (2013: 2) menjelaskan tujuan dari motorik halus pada anak,
yaitu menstimulasi perkembangan otot sebagai modal dasar untuk menulis,
mengenal warna dan bentuk, melatih gerakan otot jemari atau pergelangan tangan
agar lentur, menyalurkan perasaan melalui imajinansi, keindahan dan kreativitas
agar berkembang secara optimal. Berdasarkan pendapat di atas mengenai tujuan
pengembangan motorik halus, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pengembangan motorik halus adalah anak dapat berlatih dan membiasakan
gerakan-gerakan yang membutuhkan aktivitas tangan atau gerakan yang
melibatkan otot-otot kecil agar membantu anak dalam memenuhi kebutuhan diri
sendiri.
7. Unsur-Unsur Keterampilan Motorik Halus
Dalam melakukan gerakan, setiap anak memiliki beberapa unsur di
dalamnya. Barrow Harold. M dan Mc Gee, Rosemary (1976: 120) menyatakan
bahwa unsur-unsur keterampilan motorik terdiri atas: kekuatan, kecepatan, power,
ketahanan, kelincahan, keseimbangan, fleksibilitas, dan koordinasi. Hal tersebut
28
juga sesuai dengan pemaparan Toho Cholik Mutohir dan Gusril (2004: 50-51)
yang menjelaskan bahwa unsur-unsur keterampilan motorik di antaranya:
a. Kekuatan adalah keterampilan sekelompok otot untuk menimbulkan tenaga
sewaktu bekerja atau melakukan gerakan. Kekuatan otot harus dimiliki anak
sejak dini. Apabila anak tidak memiliki kekuatan otot tentu anak tidak dapat
melakukan aktivitas bermain yang menggunakan fisik seperti: berlari,
melompat, melempar, memanjat, menganggkat, bergantung, dan mendorong.
b. Koordinasi kemampuan seseorang mengintegrasikan berbagai gerakan yang
berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. Dengan ketentuan
bahwa gerakan koordinasi meliputi kesempurnaan waktu antara otot dengan
sistem syaraf. Koordinasi merupakan faktor penting yang juga menentukan
suatu pembelajaran motorik dikarenakan koordinasi merupakan faktor lain
yang menjadi dasar pelaksanaan, khususnya gerakan yang lebih kompleks.
Anak dikatakan baik koordinasi gerakannya apabila anak mampu bergerak
dengan mudah, lancar dalam rangkaian dan irama gerakannya terkontrol
dengan baik.
c. Kecepatan adalah keterampilan yang berdasarkan kelentukan dalam satuan
waktu tertentu. Kecepatan dalam motorik tidak hanya fokus pada kecepatan
kaki melainkan seluruh bagian badan, bahkan mungkin bervariasi dari satu
bagian ke bagian lain.
d. Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ
syaraf otot sehingga dapat mengendalikan gerakan-gerakan dengan baik dan
benar. Keseimbangan dibagi menjadi dua bentuk yaitu keseimbangan statis dan
29
dinamis. Keseimbangan statis merujuk kepada menjaga keseimbangan tubuh
ketika berdiri pada suatu tempat. Keseimbangan dinamis adalah keterampilan
untuk menjaga keseimbangan tubuh ketika berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain.
e. Kelincahan adalah keterampilan seseorang mengubah arah dan posisi tubuh
dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak dari titik ke titik lain. Kelincahan
ini meliputi koordinasi cepat dan tepat dan otot-otot besar pada badan dalam
suatu kegiatan pembelajaran.
Dari hasil penjelasan tersebut, unsur kebugaran jasmani yang
mempengaruhi gerakan motorik halus terdapat tiga unsur, yaitu kekuatan,
koordinasi, dan kecepatan. Ketiga komponen tersebut, tidak hanya fokus pada
gerakan yang melibatkan otot-otot besar, namun juga gerakan yang melibatkan
tangan atau motorik halus.
C. Konsep bermain
1. Pengertian Bermain Bagi Anak Usia Dini
“Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan
sesuatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan sesuatu yang produktif”
(Schwartzman,1978 dalam Patmonodewo, 1995: 102). Bermain menurut Suyadi
(2010: 284) merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan dengan ditandai
adanya gelak tawa oleh anak yang melakukan. Karena itu, suasana hati menjadi
penentu apakah anak tersebut sedang bermain atau tidak. Menguatkan pendapat
tersebut (Harun,2009: 78) memaparkan bahwa bermain adalah proses aktivitas
30
fisik dan psikis anak untuk mencari dan mendapatkan kesenangan yang bebas dari
aturan dan ketentuan yang ketat. Sesuai dengan hal tersebut, menurut Hurlock
(1978: 320) bermain merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
memperoleh kesenangan. Hurlock menegaskan bahwa bermain merupakan lawan
dari kerja karena bermain dilakukan dengan penuh kesenangan, tanpa beban dan
dilakukan tanpa tujuan atau hasil akhir.Menambahkan pendapat tersebut, (Docket
dan fleer, 2000: 41 dalam Sujiono, 2012: 144) bermain merupakan kebutuhan
bagi anak karena melalui bermain anak memperoleh pengetahuan yang dapat
mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan sesuatu yang berbeda
dengan aktivitas lain seperti bekerja dan belajar yang dilakukan untuk mencapai
suatu hasil akhir.
Sedikit berbeda dengan pendapat Hurlock, Sujiono (2012: 145)
menyatakan bahwa bermain bagi anak merupakan kegiatan yang dapat disamakan
dengan bekerja pada orang dewasa. Anak memberikan konsentrasi yang penuh
dalam bermain. Bermain juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan anak. Sedangkan Mayesty (1990: 196-197 dalam Sujiono, 2012:
144) bermain adalah kegiatan yang diulang-ulang sepanjang hari karena bagi anak
hidup adalah bermain dan bermain adalah hidup. Anak akan terus melakukan
permainan dimanapun dan kapanpun anak memiliki kesempatan.
“Bermain adalah suatu kegiatan yang serius, tetapi mengasyikkan. Melalui
aktivitas bermain, berbagai pekerjaan anak terwujud. Anak dapat memilih
aktivitasnya sendiri karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadiah
atau pujian. Bermain merupakan salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk
pertumbuhannya dan medium dimana anak mencobakan diri, bukan saja dalam
fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak bermain secara bebas,
sesuai kemauan manapun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia melatih
kemampuannya.”(Setyawan, 2000: 20)
31
Menurut Piaget (Partini, 2010: 50) bermain merupakan aktivitas yang
dapat mengembangkan kemampuan fisik-motorik anak karena anak belajar
mengontrol gerakannya menjadi gerakan yang terkoordinasi. Anak terlahir dengan
kemampuan refleks sehingga dengan bermain anak belajar menggabungkan dua
atau lebih gerak refleks hingga mampu mengontrol dengan baik. Hoorn dalam
penelitiannya (Partini, 2010: 50) juga menerangkan bahwa bermain memiliki
peran penting dalam perkembangan kemampuan berpikir logis, imajinatif, dan
kreatif. Bermain juga membebaskan anak dari kehidupan sebenarnya yang
menghambat berpikir abstrak. Anak belajar memahami pengetahuan melalui
interaksi dengan objek sekitarnya yang didapat dari bermain.
Dari beberapa kutipan yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak usia
dini secara berulang-ulang untuk memperoleh kesenangan dan bebas dari aturan
yang ketat, tujuan atau hasil akhir, dan kehidupan nyata yang menghambat anak
untuk berpikir abstrak. Melalui bermain anak dapat mencobakan dirinya, baik
dalam dunia fantasi maupun dunia nyata. Anak juga dapat mengembangkan
kemampuan fisik-motorik, kemampuan berpikir logis, imajinatif, dan kreatif.
2. Tahapan Bermain
Dalam bermain, anak belajar berkomunikasi dengan orang lain yang ada
di sekitarnya. Dari komunikasi tersebut, kemampuan sosial anak menjadi semakin
berkembang. Parten dan Rogers dalam Dockett dan Fleer (1999: 62) dalam
Sujiono (2012: 147) menerangkan mengenai perkembangan bermain yang terdiri
dari beberapa tahap dipandang dari sudut sosial, dari kemampuan anak bermain
32
secara individual sampai pada tahap bermain bersama. Tahapan-tahapan tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
a. Unoccupied atau tidak menetap
Kegiatan bermain ini merupakan kegiatan dimana anak tidak benar-benar
terlibat dalam permainan itu. Anak hanya melihat-lihat dan mengamati keadaan di
sekitarnya, sambil duduk atau berdiri. Anak juga tidak sedang memberikan
konsentarsai penuh pada keadaan di sekitarnya (Harun, 2009: 92).
b. Onlooker atau penonton/ pengamat
Dalam ruangan yang sama, anak hanya menonton anak lain. Selama anak
sedang menonton, mungkin anak tersebut terlihat pasif, namun anak tersebut tetap
waspada dengan apa yang terjadi di sekitarnya dan sangat peduli dengan tingkah
laku anak di sekitarnya yang sedang bermain. Misalnya, anak tersebut hanya
duduk pasif dan menonton. Namun disaat bersamaan, anak tersebut bercerita
dengan teman lainnya sambil menonton anak lain yang sedang bermain atau
bermain sendiri sambil melihat anak lain yang sedang bermain (S.Patmonodewo,
2003: 103).
c. Solitary independent play atau bermain sendiri
Beberapa anak berada dalam ruangan yang sama namun seorang anak
bermain secara individual. Anak tidak akan memperhatikan apa yang dikerjakan
oleh anak lain. Anak terlihat sibuk dan asyik bermain sendirian. Kehadiran anak
lain tidak menarik untuk anak. Misalnya, seorang anak yang sedang menyusun
balok tanpa mempedulikan kegiatan anak lain yang berada di dekatnya
(S.Patmonodewo, 2003: 104).
33
d. Parallel activity atau kegiatan parallel
Kegiatan bermain yang dilakukan oleh sekelompok atau beberapa anak
dengan menggunakan alat permainan atau materi yang sama, namun anak tetap
bermain secara individual. Kegiatan satu anak tidak tergantung pada anak yang
lain. Contoh dari bermain paralel adalah bermain puzzle. Bila satu anak
meninggalkan ruang, anak yang lain masih dapat melanjutkan permainan
(S.Patmonodewo, 2003: 104).
e. Associative play atau bermain dengan teman
Kegiatan bermain oleh beberapa anak namun tidak ada suatu aturan atau
ketentuan yang disepakati bersama. Misalnya, seorang anak memilih menjadi
penjahat, sedang anak lain memilih untuk berlari mengejar penjahat. Namun
dalam bermain asosiatif tidak ditentukan peran masing-masing anak. Jadi apabila
satu anak tidak berlari, yang lain tetap berlari melanjutkan permainan
(S.Patmonodewo, 2003: 104).
f. Cooperative or organized play atau kerja sama dalam bermain atau dengan
aturan
Kegiatan bermain dimana setiap anak memiliki peran tertentu untuk
mencapai tujuan permainan. Misalnya beberapa anak yang sedang bermain
“kucing dan tikus”. Dua anak menjadi kucing dan tikus, anak yang lain
membentuk lingkaran menjadi pagar untuk melindungi si kucing
(S.Patmonodewo, 2003: 104).
Sedangkan menurut Hurlock (1978:324) tahap perkembangan bermain
pada anak terdapat empat tahapan, yaitu:
34
a. Tahap penjelajahan (exploartory stage)
Tahapan ini terjadi pada bayi sampai usia sekitar 3 tahun. Bermain yang
dilakukan hanya melihat orang lain dan benda serta berusaha menggapai benda
yang dilihatnya. Selanjutnya bayi mulai mampu mengendalikan tangan untuk
mengambil, memegang, dan mempelajari benda kecil. Setelah itu bayi bermain
dengan merangkak atau berjalan untuk memperhatikan apa saja yang ada dalam
jangkauannya.
b. Tahap mainan (toy stage)
Bermain jenis ini merupakan bermain dengan barang atau mainan yang
terjadi pada tahun pertama dan mencapai puncaknya pada usia 5 atau 6 tahun.
Awalnya, anak hanya mengeksplor mainannya. Lalu pada usia 2-3 tahun anak
membayangkan seolah-olah barang mainannya memiliki sifat hidup seperti dapat
bergerak, berbicara, dan merasakan. Namun dengan berkembangnya kecerdasan,
anak tidak lagi mengganggap benda mati sebagai benda hidup. Ketika mencapai
usia sekolah, anak mulai lebih nyaman bermain bersama teman daripada mainan
karena menurut anak bermain dengan mainan merupakan permainan bayi.
c. Tahap bermain (play stage)
Tahapan bermain dimana anak menunjukkan ketertarikan terhadap
beragam jenis permainan. Tahapan ini terjadi pada usia ketika anak mulai
memasuki masa sekolah. Jenis bermain anak sangat beragam. Bermain dengan
barang mainan masih dilakukan ketika anak sedang sendiri. Namun ketika
bersama teman-teman , anak lebih tertarik pada permainan yang lebih matang
seperti olahraga dan hobi.
35
d. Tahap melamun (Daydream stage)
Tahap melamun terjadi pada anak yang mendekati masa puber. Anak
mulai kehilangan minat yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan
waktu dengan melamun. Biasanya melamun yang dilakukan terjadi ketika anak
menganggap dirinya tidak diperlukan dan tidak dimengerti oleh siapapun.
Sementara itu, Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968) dalam
Berk (1994) dalam Tedjasaputra (2001: 28), mengemukakan tahapan bermain
sebagai berikut:
a. Bermain fungsionil (Functional Play)
Umumnya tahapan bermain ini terjadi pada anak usia 1-2 tahun yang
berupa gerakan sederhana dan berulang-ulang. Anak dapat bermain dengan atau
tanpa alat. Misalnya, anak berlari-lari di halaman rumah, menarik mobil-mobilan,
dan meremas-remas tanah liat tanpa maksud merubah bentuk (Tedjasaputra, 2001:
28).
b. Bangun-membangun (Constructif Play)
Bermain pada tahapan ini biasanya terjadi pada anak usia 3-6 tahun.
Anak dapat membentuk sesuatu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya,
anak membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego
(Tedjasaputra, 2001: 28).
c. Bermain pura-pura (make-believe play)
Kegiatan bermain pura-pura umumnya dilakukan oleh anak usia 3-7
tahun. Anak menirukan kegiatan yang dijumpai oleh orang-orang terdekatnya.
Anak sering menirukan gerakan atau gaya bicara orag terdekat seperti ayah dan
36
ibunya. Anak juga berperan menjadi tokoh film yang dikenalnya seperti batman
dan doraemon (Tedjasaputra, 2001: 29).
d. Bermain dengan peraturan (Games with rules)
Dalam kegiatan bermain ini, anak sudah dapat mematuhi aturan. Lambat
laun anak memahami bahwa peraturan tersebut boleh diubah sesuai dengan
kesepakatan bersama asal tidak terlalu menyimpang dari aturan umumnya.
Biasanya terjadi pada anak usia 6-11 tahun (Tedjasaputra, 2001: 29).
Sesuai dengan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa tahapan bermain terus berkembang mulai dari kemampuan bermain anak
yang bersifat individual sampai pada kemampuan anak bermain dengan cara
melibatkan teman-teman di sekitarnya. Anak usia 5-6 tahun berada pada tahapan
bermain dimana anak mulai bermain dengan anak lain. Umumnya anak lebih
menyukai permainan peran. Anak menirukan penampilan atau gaya bicara dari
orang di sekitarnya atau tokoh yang sering dia jumpai di televisi. Terkadang anak
melakukannya dengan anak lain. Meskipun demikian, dalam permainan tersebut
tidak ada aturan ketat di dalamnya.
3. Manfaat Bermain Bagi Anak Usia Dini
Menurut Agung Triharso (2013: 10-13) bermain memiliki beberapa
manfaat untuk perkembangan anak usia dini, antara lain adalah:
a. Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
Anak usia dini bersifat aktif, banyak gerak, dan rentang perhatiannya
masih sangat terbatas. Oleh sebab itu anak perlu mendapat kesempatan untuk
bergerak. Anak merasa bosan bila diminta untuk duduk berjam-jam, maka
37
sebaiknya energi yang dimiliki disalurkan melalui bermain dimana anak
melakukan gerakan-gerakan tubuh yang dapat menjadikan tubuh lebih sehat dan
otot menjadi lebih kuat.
b. Bermain dapat digunakan sebagai terapi
Bermain dapat dijadikan psiko terapi atau media “pengobatan” bagi anak.
Anak yang beramasalah dan tidak cukup ditangani dengan konseling atau
konsultasi saja, maka memerlukan sebuah pengobatan. Dalam menjadikan
bermain sebagai psiko terapi, diperlukan adanya seorang ahli yang menangani
banyak masalah apada anak. Tindakan yang diberikan ahli psiko terapi sangat
diperlukan.Hal ini bisa terjadi pada anak yang tantrum, agresif, dan kurang percya
diri.
c. Bermain meningkatkan pengetahuan anak
Dengan bermain, anak mendapat pengetahuan dari apa yang
dipelajarinya dengan mengenal bahkan memahami konsep warna, ukuran, bentuk,
arah, dan besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika,
dan ilmu pengetahuan yang lain. Aktivitas motorik kasar dan motorik halus anak
ikut berkembang. Misalnya ketika anak menulis, menggambar, dan mencorat-
coret. Perkembangan motorik kasar dapat dilihat ketika anak berlari dan berjalan.
d. Bermain melatih penglihatan dan pendengaran
Ketajaman dan kepekaan penglihatan dan pendengaran juga sangat perlu
dikembangkan. Kedua indera tersebut memudahkan anak untuk belajar membaca
serta menulis di kemudian hari. Perkembangan keduanya dapat dilatih melalui
bermain.
38
e. Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
Anak usia dini memiliki rentang perhatian yang terbatas dan sulit diatur.
Dengan bermain, anak akan merasa senang dan terkontrol sehingga kreativitas
pun meningkat. Kreativitas akan terlatih dan muncul dengan sendirinya. Dalam
hal ini orang dewasa perlu untuk membebaskan anak namun tetap dalam
pengawasan. Umumnya, kreativitas diawali dengan rasa ingin tahu anak dengan
mengeksplorasi setiap hal dalam kehidupan sehari-harinya.
f. Bermain mengembangkan tingkah laku sosial anak
Dengan berkembangnya usia, anak perlu untuk dilatih berpisah dengan
ibu atau pengasuhnya. Anak harus diberi pengertian bahwa perpisahan hanya
terjadi sementara. Sedangkan dengan teman sebaya, anak harus belajar berbagi
hak milik, menggunakan mainan secara bergiliran, melakukan kegiatan bersama,
mempertahankan hubungan yang dibina, serta mencari solusi mengenai masalah
yang dihadapi bersama. Dengan bermain, anak akan mendapatkan kebutuhan-
kebutuhan tersebut.
g. Bermain mempengaruhi nilai moral anak
Dengan bermain yang dilakukan bersama teman sebaya, anak memiliki
penilaian terhadap dirinya sendiri, yaitu tentang kelebihan yang dimiliki. Hal
tersebut membantu pembentukan konsep diri dalam diri anak seperti percaya diri
dan harga diri. Dari hal tersebut anak belajar bagaimana bertingkah laku seperti
bersikap jujur,murah hati, dan tulus.
Menurut Wolfgang dan Wolfgang (1999: 32-37 dalam Sujiono, 2012:
145) manfaat bermain untuk anak usia dini adalah sebagai berikut:
39
a. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui
pemahaman kerja tubuh
b. Dapat mengembangkan keterampilan emosi, rasa percaya diri pada orang lain,
kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering
berpura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain.
c. Dapat mengembangkan kemampuan intelektual karena dengan bermain anak
dapat bereksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya
sebagai wujud dari rasa keingintahuan.
d. Dapat mengembangkan kemandirian dan menjadi diri sendiri karena melalui
bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan belajar mengambil
keputusan, berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan dan
kelebihan dirinya.Sementara itu, manfaat bermain menurut Tedjasaputra (2001:
38) adalah:
a. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik
Bermain dengan melibatkan gerakan tubuh membuat anak menjadi lebih
sehat. Otot-otot tubuh akan tumbuh dan menjadi kuat. Anak juga mendapat
kesempatan untuk menyalurkan energi yang berlebihan sehingga tidak akan
merasa bosan karena pada dasarnya anak usia dini adalah anak yang tidak dapat
berdiam diri, anak lebih senang untuk melakukan gerakan-gerakan yang bebas.
b. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus
Sejak lahir, anak belajar untuk mengembangkan kemampuan motorik
halusnya. Tanpa disadari, ketika tumbuh anak melakukan beragam kegiatan
bermain yang mengembangkan otot-otot kecil seperti menggambar dan menulis
yang diawali dengan membuat coretan dan membuat garis lengkung. Anak juga
belajar menggambar bentuk-bentuk tertentu yang biasanya merupakan gabungan
dari bentuk geometri seperti gambar rumah, orang, dan lain-lain. Anak juga dapat
bergerak dengan melibatkan otot-otot besar sehingga motorik kasar juga
meningkat. Hal ini dapat diperlihatkan ketika anak berlari, berjalan, dan gerakan
lain yang biasanya melibatkan otot besar.
40
c. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial
Bermain yang dilakukan secara bersamaan (bermain sosial) melatih anak
untuk belajar berbagi hak milik, menggunakan mainan secara bergilir, melakukan
kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, dan mencari
solusi dari masalah yang dihadapinya. Anak juga belajar berkomunikasi dengan
orang lain, baik untuk mengungkapkan isi pikiran maupun memahami perkataan
orang lain sehingga anak dapat bertukar informasi. Hal tersebut mengajarkan anak
mengenai sistem nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut oleh masyarakat
sekitarnya.
d. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Bermain merupakan kebutuhan alamiah yang ada dalam diri anak
sehingga bila dilakukan anak dapat melepaskan ketegangan yang dialami karena
banyaknya tekanan, anak dapat memenuhi kebutuhan dan dorongan yang tidak
bisa didapatkan dari dunia nyata. Anak juga belajar menilai kelebihan yang
dimiliki sehingga membantu pembentukan konsep diri yang positif.
e. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif
Dengan bermain, anak mendapat pengetahuan dan pengalaman yang
meningkatkan kemampuan kognisinya. Pengetahuan tersebut seperti pengenalan
warna, ukuran, pola, bahasa, dan pengetahuan lainnya. Sedangkan pengalaman
dapat menimbulkan kreativitas (daya cipta) yang dilakukan anak dalam beberapa
kesempatan untuk bereksplorasi. Anak yang bereksplorasi akan menemukan hal
baru yang membuat anak tersebut tertarik untuk mengasah daya cipta terkait hal
yang baru ditemuinya sehingga penemuan tersebut dapat dijadikan pengalaman.
41
f. Manfaat bermain untuk perkembangan mengasah ketajaman penginderaan
Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, dan peraba. Kelima aspek tersebut perlu diasah agar anak menjadi
lebih tanggap atau peka terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
Penglihatan dan pendengaran anak usia dini perlu distimulasi lebih tajam karena
dapat memudahkan anak belajar mengenal dan memahami bentuk dan kata
tertentu yang akan memudahkan anak untuk membaca dan menulis di kemudian
hari.
Dari beberapa manfaat tersebut yang dipaparkan, maka dapat
dismipulkan bahwa bermain memiliki manfaat terhadap perkembangan anak usia
dini, yaitu:
a. Meningkatkan perkembangan fisik.
Anak memiliki banyak energi. Maka sebaiknya anak menyalurkan energi
tersebut dengan bermain. Bermain dapat memperkuat dan mengembangkan otot
dan koordinasinya melalui pemahaman kerja tubuh.
b. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan.
Anak dapat menemui dan mengeksplor hal baru dalam hidupnya sebagai
wujud rasa keingintahuan. Anak juga memahami konsep warna, ukuran, bentuk,
arah, dan besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika,
dan ilmu pengetahuan yang lain.
c. Meningkatkan kreativitas anak.
Eksperimentasi dalam bermain mengakibatkan anak mendapat kepuasan
dengan merancang sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas akan muncul
42
dengan sendirinya ketika anak dihadapkan pada kegiatan bermain. Selanjutnya
anak akan mengalihkan minat kreativitasnya ke situasi di luar lingkungan
bermain.
d. Mengembangkan tingkah laku sosial.
Anak belajar komunikasi dengan anak lain sehingga anak mampu untuk
memahami apa yang sedang dibicarakan dengan anak lain. Hal tersebut
mendorong anak untuk belajar membinan hubungan sosial.Anak juga dapat
belajar memecahkan masalah yang timbul dari hubungan tersebut.
e. Meningkatkan perkembangan nilai moral anak.
Hal ini terkait dengan tingkah laku sosial anak. Karena dengan
berinterkasi dengan orang lain, maka anak belajar untuk bekerja sama, jujur,
sportif murah hati, tulus, dan disukai banyak orang.
f. Anak belajar mengenai konsep diri.
Anak dapat belajar mengenai keterampilan emosi, rasa percaya diri,
kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif sehingga anak mengetahui
kelebihan dan kekurangan dirinya.
4. Karakteristik Bermain Anak Usia Dini
Smith et al: Garvey; Rubin, Fein & Vandenber (dalam Johnson et al,
1999 dalam Suyadi, 2010: 284) mengemukakan ciri-ciri atau karakteristik
bermain. Karakteristik tersebut antara lain:
a. Dilakukan atas pilihan sendiri, motivasi pribadi, dan untuk kepentingan sendiri.
b. Anak yang melakukan aktivitas bermain mengalami emosi-emosi positif.
c. Adanya unsur fleksibilitas, yaitu mudah ditinggalkan untuk beralih ke aktivitas
yang lain.
d. Tidak ada tekanan tertentu atas permainan yang sedang dilakukan sehingga
tidak ada target yang dicapai.
43
e. Bebas memilih. Ciri mutlak bagi anak usia dini.
f. Mempunyai kualitas pura-pura, seperti anak memegang kertas lalu dilipat pura-
pura menjadi pesawat dan sejenisnya.
Menguatkan hal tersebut, Jeffrey, McConkey dan Hewson (1984: 15-18
dalam Sujiono,2012: 146) memaparkan karakteristik bermain, yaitu:
a. Bermain muncul dari dalam diri anak
Keinginan bermain harus muncul dari dalam diri anak dan sesuai dengan
caranya sendiri. Itu artinya, bermain dilakukan dengan kesukarelaan atau tanpa
paksaan.
b. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat
Anak memiliki cara bermain sendiri sehingga kegiatan bermain harus
terbebas dari aturan yang mengikat. Hal tersebut dapat menimbulkan suasana
menyenangkan, mengasyikkan, ceria, dan menggairahkan bagi anak.
c. Bermain adalah aktivitas yang nyata atau sesungguhnya
Bermain merupakan aktivitas nyata bagi anak. Media yang digunakan
ketika bermain dapat membantu anak mendapatkan pengalaman dalam kehidupan.
Misalnya ketika anak bermain air. Anak melakukan aktivitas dengan air dan
mengenali air melalui kegiatan bermain yang dilakukan.
d. Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil
Anak fokus dan menekankan pada proses bukan hasil yang diciptakan
oleh anak. Dengan demikian, anak dapat mengenal dan mengetahui apa yang
dimainkan dan mendapatkan keterampilan baru, meningkatkan perkembangan
dalam diri dan memperoleh pengetahuan dari apa yang dimainkan. Proses dalam
suatu kegiatan mengakibatkan anak belajar mengenai banyak hal.
44
e. Bermain harus didominasi oleh pemain
Bermain harus didominasi oleh anak bukan orang dewasa. Hal tersebut
bertujuan agar anak mendapat makna apapun dari kegiatan bermain yang
dilakukan.
f. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain
Anak sebagai pemain harus aktif. Bila anak pasif, anak tidak akan
memperoleh pengalaman baru, karena bagi anak bermain adalah bekerja untuk
mendapat pengetahuan dan keterampilan baru.
Menguatkan pendapat tersebut, Hurlock (1978: 322) menjelaskan
karakteristik bermain antara lain adalah:
a. Bermain dipengaruhi tradisi
Anak kecil bermain meniru anak yang lebih besar dimana anak-anak
tersebut juga meniru kegiatan bermain yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.
Setiap generasi pasti menurunkan bentuk permainan yang sama pada generasi
berikutya.
b. Bermain mengikuti pola perkembangan yang dapat diramalkan
Sejak bayi hingga tahap pematangan, terdapat bentuk permainan yang
melibatkan pola perkembangan. Artinya, dalam melakukan suatu bentuk
permainan, anak mengalami tahapan bermain yang berbeda, dari yang sederhana
dan terus berkembang pada tahapan yang lebih baik.
c. Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia
Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya waktu dan minat bermain
pada anak yang lebih besar. Anak lebih senang bermain dengan waktu yang lebih
45
panjang untuk mendapat kesenangan daripada berpindah-pindah dari satu
permainan ke permainan yang lain.
d. Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia
Semakin besar anak, semakin sering anak bermain dengan anak lain.
Walaupun interaksi yang dilakukan hanya sebatas berebut permainan. Bila anak
mulai diterima di kalangan bermain, maka akan timbul kesempatan bermain
dengan cara sosial.
e. Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia
Anak usia prasekolah menganggap semua orang di sekitarnya merupakan
teman bermain yang potensial. Namun ketika anak bertambah besar dan mulai
membentuk kelompok bermain, anak lebih suka dan lebih banyak menghabiskan
waktu dengan kelompok bermainnya. Hal ini dikarenakan anak beranggapan
bahwa kelompok bermainnya memiliki perhatian dan cara bermain yang sama.
f. Bermain menjadi lebih sesuai dengan jenis kelamin
Bayi dan anak kecil umumnya tidak begitu peduli dengan perbedaan
jenis kelamin. Anak laki-laki dan perempuan melakukan jenis permainan yang
sama atau serupa. Namun ketika mulai memasuki dunia sekolah, anak mulai
memahami perbedaan jenis kelamin dan berusaha menjauhi kegiatan yang tidak
sesuai dengan jenis kelaminnya.
g. Permainan dari masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal
Bermain yang dilakukan anak kecil bersifat spontan. Anak tidak
memerlukan waktu, tempat, baju, dan peralatan khusus untuk bermain. Anak akan
bermain dengan benda apa saja yang ditemuinya. Setelah anak memiliki
46
kelompok bermain, anak mulai melakukan perjanjian untuk bermain dengan
waktu, tempat, dan peralatan yang diperlukan.
h. Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia
Anak yang berada dalam tahap bermain dimana anak tidak
memperhatikan waktu dan hanya akan berhenti bermain bila lelah, akan mencapai
tahap bermain dimana anak tidak aktif lagi menggunakan fisiknya. Tahap bermain
aktif anak mulai menurun. Mereka lebih suka melamun, yaitu suatu jenis bermain
dimana anak hanya menggunakan energi yang begitu minim.
i. Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak
Penyesuaian pribadi dan sosial anak ditunjukkan dengan adanya jenis
permainan yang dilakukan, kegiatan variasi permainan, dan waktu yang
dihabiskan untuk bermain. Misalnya, anak yang suka bermain sendiri memiliki
tingkat penyesuaian yang buruk dibanding dengan anak lain yang terbiasa
bermain dengan temannya.
j. Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak
Setiap anak pasti melalui tahap bermain yang serupa. Namun demikian,
anak tetap memiliki caranya sendiri untuk melalui tahapan-tahapan bermain
tersebut. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesehatan,
perkembangan motorik, dan jenis kelamin.
Dari beberapa kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
bermain memiliki beberapa karakteristik yang sesuai dengan perkembangan anak
usia 5-6 tahun. Karakteristik tersebut antara lain: (a) Bermain muncul dari dalam
diri anak dan merupakan pilihan sendiri, motivasi pribadi, dan untuk kepentingan
47
sendiri (b) harus bebas dari aturan yang mengikat (c) harus difokuskan pada
proses daripada hasil (d) harus didominasi oleh pemain (e) harus melibatkan peran
aktif dari pemain (f) dipengaruhi tradisi. Namun dengan bertambahnya usia,
karakteristik bermain menjadi berkurang, tidak seperti ketika anak berada pada
usia pra sekolah dan taman kanak-kanak. Karakteristik yang membedakan antara
lain: (a) Bermain menjadi lebih formal (b) ragam kegiatan bermain mengalami
penurunan (c) jumlah teman bermain juga menurun dengan bertambahnya usia (d)
anak menjadi lebih senang bermain dengan anak lain yang sesuai dengan jenis
kelaminnya (e) bermain aktif juga terlihat berkurang. Meskipun demikian,
semakin bertambahnya usia anak, kegiatan bermain menjadi semakin sosial.
5. Klasifikasi Bermain
Jeffrey, McConkey dan Hewson (2002: 15-21 dalam Sujiono, 2012: 146)
memaparkan klasifikasi bermain sebagai berikut:
a. Permainan eksploratif (exploratory play)
Eksplorasi mempengaruhi anak melalui 4 cara yang berbeda: (1)
memberi kesempatan anak menemukan hal baru (2) merangsang rasa ingin tahu
(3) membantu anak mengembangkan keterampilan (4) mendorong anak untuk
mempelajari keterampilan baru.
b. Permainan dinamis (energetic play)
Permainan ini melibatkan energi yang sangat banyak dan koordinasi
seluruh tubuh. Pentingnya permainan kekuatan ini antara lain (1) membantu anak
menjadi penjelajah yang aktif dalam lingkungannya (2) membantu anak untuk
48
mengendalikan tubuh (3) membantu anak untuk mengkoordinasikan setiap bagian
yang berbeda pada tubuhnya.
c. Permainan dengan keterampilan (skillful play)
Manfaat dari permainan keterampilan adalah membantu anak memiliki
sikap mandiri; mengembangkan keterampilan baru dan meningkatkan
kepercayaan diri; dan belajar dengan langsung memegang bahan.
d. Permainan sosial (social play)
Berinteraksi dengan orang lain sangat penting bagi anak. Bermain sosial
merupakan dasar dari seluruh pembelajaran sosial. Permainan ini memiki manfaat
untuk anak, yaitu sebagai sarana untuk belajar dari orang lain; mengembangkan
kemampuan untuk berkomunikasi; membantu anak lebih mampu bersosialisasi;
menanamkan sifat berani pada diri anak dan membantu anak untuk
mengembangkan persahabatan.
e. Permainan imajinatif (imaginative play)
Permainan imajinatif membantu anak untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan kemampuan bahasa, membantu anak memahami orang
lain, mengembangkan kreativitas anak, dan membantu anak mengenali dirinya
sendiri.
f. Permainan teka-teki (puzzle-it-out play)
Dengan bermain puzzle, maka anak akan mendapat beberapa manfaat
untuk perkembangannya. Manfaat tersebut antara lain mengembangkan
kemampuan anak dalam berpikir, mendorong rasa ingin tahu anak, dan
mengembangkan kemandirian pada anak.
49
Sementara itu, klasifikasi bermain menurut Charlotte Buhler dalam
Tedjasaputra (2001: 31) berdasarkan jenisnya,antara lain :
1. Permainan fungsional (functional games)
Permainan ini melibatkan panca indera dan kemampuan motorik anak
dalam rangka mengembangkan aspek tersebut. Biasanya anak sering melakukan
dengan kegiatan-kegiatan motorik halus seperti menulis, melipat, dan meronce.
2. Bermain pura-pura (games of make belive and ilustration)
Kegiatan bermain pura-pura melibatkan unsur imajinasi dan peniruan
terhadap perilaku seseorang yang anak amati, seperti orang dewasa dan tokoh-
tokoh yang sering dijumpainya. Khayalan anak dapat menggambarkan keinginan,
perasaan, dan pandangan anak mengenai dunia sekelilingnya.
3. Bermain pasif (pasive play)
Kegiatan bermain ini kurang melibatkan kegiatan fisik aktif. Anak lebih
terlihat pasif dan tidak membutuhkan energi yang terlalu banyak ketika bermain.
Misalnya anak sedang melihat buku-buku, menonton film, dan mendengarkan
dongeng.
4. Bangun-membangun (games of construction)
Permainan ini mengajarkan anak untuk membangun sesuatu.
Membangun dapat dilakukan dengan menyusun dan menumpuk benda. Biasanya
anak menggunakan balok atau potongan lego untuk membentuk bangunan
tertentu. Sedangkan Kathleen Stassen Berger (1983) dalam Tedjasaputra (2001:
30) mengemukakan bahwa jenis bermain dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu:
50
a. Bermain yang mengandalkan indera dan gerakan-gerakan tubuh (Sensory
motor play)
Bentuk bermain ini mengandalkan fungsi indera. Ini sering terjadi pada
bayi hingga anak usia pra sekolah. Bayi dapat menikmati suara yang ada di
sekelilingnya dan merasakan sesuatu dengan mulutnya. Anak usia pra sekolah
juga dapat menikmati ketika mereka mendengar suara air yang ditiup melalui
sedotan, bunyi saat anak menghisap mie, dan tekstur benda yang mereka pegang.
b. Bermain untuk menguasai keterampilan tertentu (Mastery play)
Semua kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak merupakan jenis
bermain mastery play karena anak melakukan pengulangan hingga anak dapat
melakukan suatu keterampilan tertentu.
c. Bermain kasar (Rough and tumble play)
Bentuk bermain ini merupakan bentuk kegiatan fisik aktif dan berfungsi
untuk mengimbangi kegiatan-kegiatan yang kurang menghabiskan tenaga seperti
menonton televisi dan mendengarkan cerita. Anak juga dapat meningkatkan
kemampuan sosialnya karena dalam bermain kasar, anak melakukan dengan
teman yang sudah dikenal baik. Anak yang baru dalam lingkungan tersebut,
pemalu, dan penakut jarang terlibat dalam kegiatan bermain ini.
d. Bermain bersama (Social play)
Melalui bermain bersama, sifat egosentrisme anak mulai berkurang.
Anak mulai berkembang menjadi makhluk sosial yang berinterkasi dengan
lingkungannya sehingga anak dapat melakukan kegiatan bermain yang melibatkan
kerjasama. Anak juga dapat menanamkan sifat peduli terhadap orang lain.
51
e. Bermain peran atau khayal (Dramatic play)
Bermain peran atau khayal ditandai dengan kemampuan anak untuk
berpikir simbolik. Kegiatan dalam bermain peran dapat dilihat pada kegiatan anak
yang sedang menyuapi bonekanya, mengajak boneka berbicara, atau meniru peran
suatu profesi. Bermain semacam ini membantu anak untuk memantapkan jenis
kelamin, membantu anak mencoba berbagai peran sosial yang diamatinya,
mewujudkan khayalan dan bergaul dengan anak lain. Dari beberapa pendapat
diatas, dapat disimpulkan bahwa bermain dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Bermain aktif
Jenis permainan ini menuntut anak untuk bergerak aktif dan berperan
serta. Contoh permainan aktif yang dapat dilakukan anak usia dini antara lain:
1) Permainan dengan memperlajari keterampilan
Setiap bermain sebenarnya merupakan keterampilan karena dilakukan
berulang-ulang. Namun keterampilan yang berupa skill dapat memebri beberapa
keuntungan pada anak yaitu membantu anak memiliki sikap mandiri;
mengembangkan keterampilan baru; meningkatkan kepercayaan diri; dan belajar
dengan langsung memegang bahan.
2) Bermain kasar atau dinamis
Permainan ini melibatkan banyak energi dan kerjasama dari seluruh
tubuh.Kegiatan olahraga merupakan salah satu dari jenis bermain kasar. Bermain
kasar atau dinamis memberi beberapa manfaat, antara lain membantu anak
menjadi penjelajah yang aktif dalam lingkungannya; membantu anak untuk
52
mengendalikan tubuh; membantu anak untuk mengkoordinasikan setiap bagian
yang berbeda pada tubuhnya.
3) Bermain peran atau khayal
Bermain peran atau khayal ditandai dengan adanya kemampuan berpikir
simbolik pada anak. Hal ini mulai terlihat ketika anak menyuapi bonekanya,
mengajak boneka berbicara, atau meniru peran suatu profesi. Bermain ini
membantu anak memahami konsep jenis kelamin dan membantu anak mencoba
berbagai peran sosial yang diamatinya.
4) Bermain teka-teki
Bermain teka-teki adalah permainan yang menuntut anak untuk
melengkapi sesuatu, misal pada sebuah gambar yang belum lengkap. Bermain
puzzle membantu mengembangkan kemampuan anak dalam berpikir, mendorong
rasa ingin tahu anak, dan mengembangkan kemandirian pada anak.
b. Bermain pasif
Anak memperoleh kesenangan dalam bermain bukan didapat dari diri
sendiri.Anak lebih senang melihat atau mendengarkan saja tanpa berpartisipasi
dalam kegiatan bermain tersebut.Bermain ini umumnya terjadi pada fase pra
remaja. Misalnya menonton film, mendengarkan musik, dan membaca buku.
Namun anak bayi juga dapat mengalami fase ini karena anak memanfaatkan
inderanya untuk menikmati suara dan apa saja yang didengar dan dilihat sehingga
bayi merasa senang. Bermain aktif maupun bermain pasif juga dapat
dikelompokkan pada bermain sosial karena semua jenis permainan yang telah
dijelaskan dapat dilakukan dengan anak lain. Secara bertahap, anak mulai
53
berkembang menjadi makhluk sosial yang berinterkasi dengan lingkungannya
sehingga anak dapat melakukan kegiatan bermain yang melibatkan kerjasama.
D. Bermain Balok
1. Pengertian Balok
Balok adalah batang kayu yg telah dirimbas, tetapi belum dijadikan
papan dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia online, 2010). Sedangkan
menurut (Asmawati, 2007 dalam Sri Rahayu,2015) balok adalah suatu alat
permainan standar yang harus ada di dalam kelas dan sangat penting untuk
mengimplementasikan kurikulum yang kreatif. Balok terbagi menjadi balok
satuan dan balok asesoris. Balok satuan adalah balok-balok kecil dengan berbagai
bentuk yang memungkinkan anak untuk memahami konsep-konsep yang
dibutuhkan dalam matematika, seperti bentuk lingkaran, kerucut, kubus, balok,
dan sejenisnya. Balok asesoris adalah balok yang memiliki macam-macam
bentuk seperti manusia, binatang, tumbuhan, dan bentuk lainnya yang dapat
membantu anak untuk merangsang kreativitas dalam membuat bangunan yang
lebih dramatis. Menguatkan hal tersebut, (Asmawati, 2008: 11.4) mengungkapkan
bahwa balok adalah alat bermain yang bebas dimainkan sesuai denga keinginan
anak dimana ketika memainkannya anak dapat berkreasi dan mulai memahami
mengenai bentuk tiga dimensi.
Menurut Maimunah dan Aminin (2014: 6) balok adalah alat permainan
kayu yang dapat mengasah dan mengembangkan kreativitas anak dimana dalam
prosesnya dapat memperlihatkan kelancaran dan keaslian anak. Berhubungan
54
dengan hal tersebut, Patmonodewo (2003: 115) mengungkapkan bahwa balok
merupakan alat permainan yang bersifat konstruksi karena dapat mengembangkan
kreativitas dengan menyusun suatu bentuk tertentu, baik dengan contoh atau
dengan kreasi anak. Sedangkan Suyadi (2010: 286) balok merupakan salah satu
alat permainan edukatif (APE) yang berkembang pesat dan sesuai perkembangan
zaman yang mengikuti jejak pengembangan APE Montessori dan Peabody oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sub Direktorat Pendidikan Taman
Kanak-kanak. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa balok
merupakan alat permainan kayu yang bersifat konstruksi karena dapat melatih
anak untuk berkreasi dan mengasah kreativitas untuk menyusun suatu bentuk serta
membantu anak untuk memahami bentuk 3 dimensi dan konsep matematika.
2. Kemampuan Anak Bermain Balok
Menurut S.Patmonodewo (2003: 115) pada tahap permulaan bermain
balok, anak hanya menggunakan balok dalam jumlah dan ruangan terbatas.
Namun setelah kemampuannya berkembang, anak bermain balok dengan
melakukan elaborasi dengan bentuk bangunan yang dibuat. Semakin berkembang
kemampuan anak dalam bermain balok, maka semakin banyak juga ide, jumlah
balok, bentuk balok dan ruang yang digunakan. Pada tahapan pertama, anak
berjalan sambil membawa balok di tangannya. Selanjutnya pada tahapan kedua,
balok akan diletakkan dalam susunan ke atas seperti menara. Namun terkadang
anak juga menyusun balok secara memanjang ke samping, berdampingan, atau
berjejer. Pada tahap ini anak terlihat mampu untuk menata balok-balok pada satu
garis yang sama. Setelah itu anak akan mulai membuat jembatan yaitu dengan
55
meletakkan dua balok dengan sedikit terpisah, kemudian meletakkan satu balok
lagi diantara kedua balok tersebut. Setelah itu anak mampu meyusun balok
dengan berbagai variasi, membuat pola; menyusun balok-balok dengan
keseimbangan yang baik agar hasil bangunan yang disusun tidak mudah roboh.
Pada tahap terakhir anak akan menyusun balok sesuai dengan kehidupan realita
yaitu bangunan-bangunan yang pernah dijumpai anak. Misalnya: sekolah, kota
dengan jalan-jalan, lapangan terbang, dan lain-lain
Santrock (2007: 217) memaparkan bahwa pada usia 5 tahun, anak tidak
lagi tertarik untuk membagun sebuah menara, melainkan rumah atau gereja yang
lengkap dengan menaranya. Sementara itu, Novita Sari Wardoyo (2014: 5)
menyatakan bahwa anak usia 5 tahun sudah dapat memunculkan ide-ide akan
dibuat apa balok yang dijumpainya. Ketika membangun balok, anak melakukan
peniruan terhadap apa yang dilihatnya dalam keseharian ditambah dengan
imajinasi dan kreasinya sendiri. Senada dengan hal tersebut menurut
Moeslichatoen (2004: 24) dalam Fadilah (2014: 4) pada saat bermain balok anak-
anak bebas mengeluarkan dan menggunakan imajinasi serta keinginannya untuk
menemukan ide agar dapat bermain dengan kreatif. Dari pendapat tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa pada usia 5-6 tahun, anak dapat menyusun balok dengan
membuat bangunan-bangunan yang sering dijumpai anak pada kehidupan sehari-
hari seperti rumah, sekolah, lapangan terbang dan kota dengan jalan-jalan. Anak
juga mulai memahami konsep urutan, ukuran, kesamaan warna, kesamaan bentuk,
dan keseimbangan bangunan. Selain itu, kreatifitas anak juga mulai terasah.
56
E. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang dilakukan di Taman Kanak-kanak sangat penting
dilakukan karena dapat membekali pondasi awal dan pembentukan karakter guna
masa depan anak. Dalam upaya tersebut, anak usia dini membutuhkan stimulasi
yang tepat dan intensif agar teroptimalkan semua aspek perkembangan. Stimulasi
yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Untuk itu,
pembelajaran di Taman Kanak-kanak harus mengedepankan prinsip belajar
sambil bermain. Salah satu aspek perkembangan yang perlu distimulasi adalah
kemampuan motorik halus anak. Kemampuan motorik halus pada anak
merupakan kemampuan utama untuk membantu diri sendiri dalam melakukan
setiap keterampilan yang dibutuhkan pada keseharian anak. Pada Taman Kanak-
kanak se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta, didapati kemampuan motorik
halus anak belum berkembang optimal. Bermain balok merupakan jenis
permainan yang dapat menstimulasi kemampuan motorik halus anak. Sesuai
dengan pendapat yang dipaparkan oleh beberapa ahli perkembangan anak, pada
usia 5-6 tahun anak dapat menyusun balok menyerupai bangunan dengan
sempurna.
Mengingat belum terdapat penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki
kemampuan motorik halus anak dan pentingnya bermain balok guna menstimulasi
kemampuan motorik halus anak, maka perlu diadakan penelitian secara deskriptif
untuk mengetahui seberapa besar perkembangan bermain balok pada anak usia 5-
6 tahun agar nantinya dapat dijadikan dasar untuk penelitian tindakan kelas
sehingga dapat melakukan perbaikan. Permainan balok dipilih karena merupakan
57
alat permainan sederhana yang mudah ditemui pada setiap taman kanak-kanak
dan memiliki nilai edukatif untuk anak usia dini. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan yang disampaikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sub
Direktorat Pendidikan Taman Kanak-kanak bahwa balok merupakan alat
permainan edukatif (APE) yang berkembang pesat dan sesuai perkembangan
zaman yang mengikuti jejak pengembangan APE Montessori dan Peabody. Dari
paparan di atas kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir
Kemampuan motorik halus anak TK usia 5-6 tahun se-gugus Teratai,
Umbulharjo Yogyakarta belum optimal
Balok merupakan salah satu kegiatan yang dapat menstimulasi kemampuan
motorik halus anak
Belum ada penelitian terkait perkembangan motorik halus anak TK usia 5-6
tahun se-gugus Teratai, Umbulharjo Yogyakarta
Pentingnya aspek perkembangan motorik halus pada anak
Perlunya penelitian deskriptif untuk mengetahui seberapa besar
perkembangan motorik halus dalam kegiatan bermain balok pada anak
TK usia 5-6 tahun se-gugus Teratai, Umbulharjo Yogyakarta guna
menjadikan dasar untuk memberi tindakan perbaikan pada penelitian
berikutya
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk dan Jenis Penelitian
Penelitian adalah cara-cara ilmiah yang digunakan untuk memahami dan
menyelesaikan masalah sehingga mendapat suatu kebenaran yang bersifat ilmiah
Pendekatan penelitian yang sering digunakan adalah penelitian kualitatif,
penelitian kuantitatif, dan penelitian gabungan (kualitatif dan kuantitatif).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang banyak
menggunakan pendekatan deduktif yang menggunakan konsep yang lebih luas
untuk mendapatkan konsep yang lebih spesifik. Penelitian kuantitatif
menggunakan angka untuk meneliti sebuah subjek (Idrus, 2009: 29).
“Penelitian kuantitatif menggunakan hukum-hukum atau prinsip-prinsip
mengenai dunia nyata. Hukum tersebut dapat ditemukan dari data empiris dan
menggunakan sampel yang dapat digunakan untuk melakukan generalisasi secara
umum. Bersifat terinci, luas, banyak menggunakan literatur yang terkait dengan
tema yang diajukannya sebagai pendukung, memiliki prosedur yang terinci jelas,
hipotesis telah sejak awal dirumuskan dan ditulis secara lengkap sebelum
melakukan penelitian di lapangan. Selain itu, penelitian kuantitaif melihat
fenomena yang ada, kemudian dibandingkan dengan teori yang dimiliki. Teori-
teori tersebut disajikan sebagai standar untuk menyatakan sesuai atau tidaknya
gejala yang terjadi. Data dalam penelitian ini didominasi angka sebagai suatu
pengukuran berdasarkan pada variabel yang dioperasionalkan, menggunakan
subjek banyak dan alat pengumpul data seperti angket, tes, atau wawancara”
(M.Idrus, 2009: 30)
Jadi, penelitian kuantitatif merupakan penelitian untuk melihat suatu
fenomena dan didasarkan pada teori-teori yang dimiliki untuk melihat suatu
kebenaran etik.
Metode yang digunakan dalam peneitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau untuk
59
eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena dengan cara mendeskripsikan
sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Tujuan
dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah
kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan,
memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal,
menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat
kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian, menjelaskan seperangkat
tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif
mengenai subjek penelitian (Wikipedia, 2010).
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang dijadikan objek penelitian
dan kadang juga dinyatakan sebagai gejala yang akan diteliti (Suryabrata dalam
M. Idrus, 2009: 77). Sedangkan menurut Setyosari (2010: 108) variabel penelitian
adalah faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
Jadi variabel penelitian adalah suatu objek yang akan diteliti kebenarannya
dengan beberapa teori yang dimiliki. Sementara itu, Martono (2010: 49)
menyatakan bahwa variabel dapat didefinisikan sebagai konsep yang memiliki
variasi atau lebih dari satu nilai. Pedoman dalam menentukan variabel yang saling
berhubungan adalah proporsi, teori, dan hipotesis. Variabel dalam penelitian ini
adalah kemampuan bermain balok anak usia 5-6 tahun di TK pada Gugus Teratai,
60
Umbulharjo Yogyakarta. Berikut ini kisi-kisi mengenai observasi untuk
pengumpulan data.
Tabel 1. Kisi-kisi Observasi
Variabel Indikator
Kemampuan motorik
halus dalam bermain
balok
a. Membangun menara
b. Menyusun balok berdampingan
c. Membuat jembatan
d. Membuat bangunan dengan berbagai variasi
2. Definisi operasional variabel
Berdasarkan variabel tersebut, akan dikemukakan definisi operasional
dengan tujuan memberi batasan yang jelas pada penelitian ini. Definisi
operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel bersifat operasional
terkait dengan pengukuran variabel-variabel tersebut (Sarwono, 2006: 27). Dalam
penelitian ini, definisi operasional adalah melatih kemampuan tangan agar jari-
jemari anak terampil untuk membuat dan menyeimbangkan balok-balok dengan
cara menyusun balok dalam ukuran dan bentuk yang sama dan berbeda. Berkaitan
dengan perkembangan motorik halus anak usia 5-6 tahun, maka dalam kegiatan
bermain balok terdapat beberapa indikator diantaranya adalah:
a. Kemampuan membangun menara. Kemampuan menumpuk menara dalam
penelitian ini terkait kemampuan anak menyusun balok sebanyak 13 balok
secara vertical sehingga menyerupai menara.
61
b. Menyusun balok berdampingan. Dalam aspek ini yang diteliti adalah
kemampuan anak menyusun balok secara memanjang ke samping.
c. Kemampuan membuat jembatan. Dalam hal ini terkait dengan kemampuan
anak meletakkan dua balok dengan sedikit terpisah, kemudian meletakkan satu
balok lagi diantara kedua balok tersebut.
d. Kemampuan membuat bangunan dengan berbagai variasi. Pada aspek ini yang
dinilai adalah kemampuan anak menyusun balok sesuai kreativitas dengan
bentuk dan ukuran yang berbeda dan sama, serta keseimbangan posisi balok.
Jadi aspek yang dinilai dalam penelitian ini adalah kemampuan anak
membangun menara, kemampuan anak menyusun balok berdampingan,
kemampuan anak membuat jembatan, dan kemampuan anak membuat bangunan
dengan berbagai variasi.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merujuk pada keseluruhan kelompok dari mana sampel-sampel
diambil (Setyosari, 2010: 168). Cara pengambilan populasi menurut M. Idrus
(2009: 93) dilakukan dengan pengambilan subjek penelitian meliputi keseluruhan
populasi yang ada. Populasi pada penelitian ini adalah anak TK B (5 sampai 6
tahun) pada Gugus Teratai, kecamatan Umbulharjo Yogyakarta. Keseluruhan TK
yang terdapat di gugus teratai kecamatan Umbulharjo Yogyakarta berjumlah 6
yaitu TK Islam Pelangi Anak dengan jumlah siswa sebanyak 24 anak, TK Al-
Wardah dengan jumlah siswa sebanyak 10 anak, TK Pamardisiwi dengan jumlah
62
siswa sebanyak 15 anak, TK Islam Al Ikhlash dengan jumlah siswa sebanyak 20
anak, RA Kusuma Mulya dengan jumlah siswa sebanyak 12 anak, dan TK Bina
Anak Sholeh sebanyak 30 anak. Seluruh anak TK B (5 sampai 6 tahun) di gugus
Teratai kecamatan Umbulharjo Yogyakarta berjumlah 111 anak.
2. Sampel
Sampel adalah anggota populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan
tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi (Martono, 2010: 66).
Menurut M. Idrus (2009: 93), sampling dilakukan dengan pengambilan subjek
penelitian dengan menggunakan sebagian dari populasi. Sampel diperkenankan
dalam prosedur penelitian selama bersifat representatif, artinya sampel tersebut
dapat mewakili populasinya. Menurut Gay dalam Idrus (2009: 94) ukuran sampel
yang diambil dari penelitian deskriptif harus berjumlah 10% dari jumlah populasi.
Selain itu, Gay dalam Idrus (2009: 94) juga mengatakan sebaiknya sampel dalam
jumlah besar sebab sampel yang berjumlah besar sifatnya lebih representatif dan
mendekati generalisasi populasi. Menentukan sampel juga dapat dilakukan dengan
mengambil 60-75% dari jumlah populasi apabila jumlah populasi hanya berkisar
100 individu (M.Idrus, 2009: 95). Dalam penelitian ini, penulis mengambil
sampel sebanyak 62% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 69 anak. Teknik
sampel dilakukan dengan simple random sampling sehingga setiap elemen dalam
populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel
penelitian. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka peneliti mengambil sampel
sebanyak 4 TK di antara 6 TK, yaitu TK Islam Pelangi anak sebanyak 24 anak;
TK Al-Wardah sebanyak 10 anak; TK Pamardisiwi sebanyak 15 anak; dan TK
63
Islam Al-Ikhlas sebanyak 20 anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 2. Daftar TK yang dijadikan sampel
No Nama TK Jumlah Anak Usia 5-6 tahun
1 TK Islam Pelangi Anak 24
2 TK Al-Wardah 10
3 TK Pamardisiwi 15
4 TK Islam Plus Al-Ikhlash 20
Total jumlah sampel 69
D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di 4 TK pada Gugus Teratai yaitu TK Islam
Pelangi Anak, TK Al-Wardah, TK Pamardisiwi, dan TK Islam Plus Al-Ikhlash di
kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
Rencana kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil
tahun ajaran 2016/2017.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti membutuhkan data untuk
membuktikan hipotesis. Oleh sebab itu, diperlukan teknik untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan. Terdapat satu macam teknik yang akan digunakan,
64
yaitu observasi. Observasi adalah teknik yang dilakukan dengan cara mengamati
suatu kejadian yang berkaitan dengan tema yang diteliti secara sistematis (Idrus,
2009: 101). Dalam hal ini, peneliti dapat melibatkan diri secara langsung dalam
kegiatan tersebut, namun peneliti tidak boleh mengakibatkan perubahan pada
kejadian tersebut. Jonathan Sarwono (2006: 224) menjelaskan dua jenis observasi,
yaitu :
a. Observasi sistematik adalah pengamatan dengan menggunakan pedoman
seperti instrumen pengamatan.
b. Observasi non sistematik adalah pengamatan tanpa instrumen pengamatan
Pada teknik observasi ini, peneliti menggunakan observasi sitematik
dengan menggunakan lembar observasi terkait dengan kemampuan anak dalam
bermain balok. Teknik observasi dipilih dengan alasan merupakan teknik yang
dianggap paling efektif karena peneliti dapat terjun langsung mengamati proses
kemampuan anak bermain balok. Peneliti mencatat kejadian-kejadian penting dan
perkembangan anak dalam bermain balok sesuai dengan lembar observasi yang
tersedia.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat bantu untuk mendapat atau memperoleh data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 bentuk instrumen
yaitu check list dan catatan lapangan. Check list dipilih karena sesuai dengan
metode observasi (Suharsimi Arikunto, 2006: 163). Sedangkan catatan lapangan
65
dipilih untuk memperoleh data secara objektif yang tidak dapat terekam atau
diperoleh dari lembar observasi (Suharsimi Arikunto, 2006: 78).
Tabel 3. Lembar Instrumen Observasi (check list) Kemampuan Motorik Halus
Dalam Kegiatan Bermain Balok Pada Anak TK Usia 5-6 Tahun Se-
Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta
No Nama
Kriteria Penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1
2
3
4
5
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Validitas
Validitas adalah keadaan dimana instrumen diperkirakan dengan memiliki
isi yang sesuai dengan apa yang akan diukur (M.Idrus, 2007: 123). Sesuai dengan
66
hal tersebut, Suharsimi Arikunto (2005: 167) mengatakan bahwa validitas adalah
keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang digunakan dapat mengukur
apa yang akan diukur. Menguatkan hal tersebut, Suharsimi Arikunto (2005: 165)
menjelaskan bahwa umumnya validitas terdapat dua jenis instrumen, yaitu
instrumen yang disusun sendiri oleh peneliti dan instrumen yang sudah terstandar.
Peneliti yang menggunakan instrumen yang disusun sendiri harus menguji coba
instrumennya agar ketika mengumpulkan data, instrumen sudah dapat dikatakan
valid (Suharisimi Arikunto, 2005: 165).
Dalam penelitian ini menggunakan validitas isi yaitu validitas yang
menggunakan pendapat para ahli tentang isi instrumen (professional judgment)
Validitas isi akan terpenuhi apabila pakar yang dimintai pendapat menyatakan
bahwa instrumen yang yang dibuat telah dapat mengukur konstruk yang
seharusnya diukur (Idrus, 2005: 125-126).
2. Realibilitas
Sugiono (2011: 130) memaparkan bahwa pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan secara eksternal dan internal. Reliabilitas yang dilakukan secara
eksternal dapat digunakan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan
keduanya. Sedangkan reliabilitas yang dilakukan secara internal dilakukan dengan
menganalisis konsistensi isi-isi yang terdapat pada instrument dengan
mengunakan teknik tertentu. Berhubungan dengan hal tersebut, (Setyosari, 2010:
180) menerangkan bahwa reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan 4 cara
yaitu meliputi : a) tes-retes (test-retest reliability); b) format berselang-seling
(alternate-form realibility); c) tes belah dua (split-half reability); dan d) Kuder-
67
Richardson (Kuder-Richardson reability). Dalam penelitian ini menggunakan
ekstrenal instrument yaitu dengan test-retest (stability) karena peneliti menguji
coba instrumen terhadap responden beberapa kali dimana instrumen dan
responden tetap sama, namun menggunakan waktu yang berbeda. Hasil atau skor
yang telah diperoleh pada setiap tes akan dihubungkan dan dihitung melalui rata-
rata skor tes (Setyosari, 2010: 181).
H. Teknis Analisis Data
Teknik analisis data terdapat 2 jenis yaitu teknik statistik dan teknik non
statistik. Teknik statistik digunakan pada penelitian yang datanya berupa angka-
angka atau data yang dikuantifikasi (Setyosari,2010: 189). Sedangkan M.Idrus
(2007: 163) memaparkan 3 kegiatan analisis data dalam penelitian kuantitatif
yang mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2005: 163), yaitu:
1. Persiapan
Kegiatan pada langkah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengecek identitas responden sesuai dengan informasi yang diharapkan
b. Mengecek kelengkapan data yang diterima
c. Mengkoreksi jawaban responden terhadap variabel-variabel utama
2. Tabulasi
Tabulasi adalah proses memasukkan data dalam tabel-tabel yang telah dibuat,
Dalam tabulasi terdapat dua kegiatan yaitu:
a. Scoring adalah kegiatan pemberian skor terhadap item-item yang perlu diberi
skor.
68
b. Coding adalah memberi kode-kode tertentu terhadap satu item jika item yang
bersangkutan tidak diberi skor.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian
Peneliti menetapkan data yang diperoleh berdasarkan jenis penelitian dengan cara
menentukan rumus yang akan digunakan terlebih dahulu, lalu data yang didapat
diubah sesuai dengan rumus yang akan digunakan.
Sukardi (2005: 86) mengemukakan umumnya pada proses penelitian,
kegiatan analisis data dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu mendeskripsikan
data dan uji statistika. Mendeskripsikan data adalah proses menggambarkan data
yang diperoleh dari responden agar lebih mudah dipahami oleh peneliti sendiri
maupun oleh pembaca. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan gabungan dari
seluruh teknik yang disampaikan tersebut, yaitu:
1. Uji deskriptif
. Penelitian kuantitatif dapat menggunakan analisis statistik deskriptif
dalam mendeskripsikan data. Dalam menganisis dengan menggunakan statistik
deskriptif, formula yang digunakan mencakup keseluruhan atau tendesi sentral
(M. Idrus, 2007: 167). Tendensi sentral terdiri dari mode, mean (rata-rata), dan
median. Tendensi sentral ini berfungsi untuk menggambarkan bilangan yang
mewakili sekelompok bilangan tertentu (J.Sarwono,2006: 140).
a. Mean
Mean dapat dibagi dengan menjumlahkan semua nilai kemudian dibagi
dengan individu. Rumusnya sebagai berikut :
M = N
X
69
Keterangan : M = Mean N = Jumlah individu X = Jumlah nilai
b. Mode
Mode adalah nilai yang jumlah frekuensinya paling besar. Untuk melihat
dapat dilihat dengan melihat frekuensi yang paling besar.
c. Median
Median adalah nilai tengah yang membatasi setengah frekuensi bagian
bawah dan setengah frekuensi bagian atas . Rumus median adalah sebagai berikut
:
Me = Bbn +
fm
cfbN
2i
Keterangan :
Me = Median
Bbn = Batas bawah nyata dari interval yang mengandung median
N = Banyaknya subjek yang membentuk distribusi
cfb = Frekuensi kumulatif bagi semua interval yang terletak di bawah interval
yang mengandung median
fm = Frekuensi dalam kelas interval yang mengandung media
i = Luas kelas interval
Untuk mendeskripsikan data hasil penelitian, pada penelitian ini peneliti
hanya menggunakan mean untuk mengetahui rata-rata kemampuan motorik halus
dalam kegiatan bermain balok pada anak usia 5-6 tahun di TK B Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta.
70
2. Uji statistika
Menurut Sugiyono (2011: 147) uji statistika berfungsi untuk menentukan
hasil dari data yang ada adalah sama dengan populasi. Dalam penelitian deskriptif,
variabel biasanya dianalisis secara deskriptif dengan statistik sederhana yaitu
frekuensi mutlak, frekuensi relatif, persentase, dan grafik. Statistik deskriptif
adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain penyajian data dalam
bentuk grafik, tabel, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan mean, modus,
median, perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui
perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.
Dalam penelitian ini menggunakan diagram lingkaran dengan
perhitungan persentase. Rumus penilaian menurut Ngalim Purwanto (2006: 102)
sebagai berikut:
NP = SM
R x 100
Keterangan :
NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah
SM = skor maksimum
100 = bilangan tetap
71
Presentase yang dihitung antara lain :
a. Menghitung persentase kemampuan anak membangun menara, kemampuan
anak menyusun balok berdampingan, kemampuan anak membuat jembatan dan
kemampuan anak membuat bangunan dengan berbagai variasi untuk masing-
masing TK yang dijadikan sampel
b. Menghitung rata-rata presentase kemampuan anak membangun menara,
kemampuan anak menyusun balok berdampingan, kemampuan anak membuat
jembatan dan kemampuan anak membuat bangunan dengan berbagai variasi
untuk masing-masing TK yang dijadikan sampel. Langkah berikutnya adalah
menetapkan predikat yang dijadikan pedoman penilaian. Berikut pedoman
penilaian menurut Suharsimi Arikunto (2005:44):
Tabel 4. Kategori Predikat Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain
Balok Pada Anak TK Usia 5-6 Tahun Se-Gugus Teratai, Umbulharjo Yogyakarta
No Interval Kategori
1 81-100% Sangat baik
2 61-80% Baik
3 41-60% Cukup baik
4 21-40% Kurang baik
5 0-20% Kurang sekali
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK se-Gugus Teratai kecamatan
Umbulharjo, Yogyakarta. Di wilayah Gugus Teratai terdapat 6 TK. Penelitian ini
merupakan penelitian sampel jadi hanya 4 TK yang digunakan sebagai sampel
yaitu TK Islam Pelangi Anak, TK Al-Wardah, TK Pamardisiwi, dan TK Islam
Plus Al-Ikhlash. Untuk lebih jelasnya deskripsi lembaga Taman Kanak-kanak
tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:
a. TK Islam Pelangi Anak
Taman Kanak-kanak Islam Pelangi Anak berdiri di bawah naungan
Yayasan Pendidikan Anak Islam Pelangi Anak Yogyakarta yang didirikan pada
tahun 2002 dan telah terdaftar pada kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia.
Lembaga ini terdiri dari Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak. Taman
Kanak-kanak Islam Pelangi Anak beralamat di Jalan Gambiran no.59,
Umbulharjo, Yogyakarta. Sesuai dengan namanya, setiap program yang
dilaksanakan harus berlandaskan ajaran-ajaran islam. Program-program yang
diusung oleh lembaga ini antara lain kurikulum terintegrasi agama islam yang
dilaksanakan dalam konteks “Belajar sambil bermain dan Bermain Seraya
Belajar”, pembelajaran sistem active learning, bahasa inggris dasar, iqro’/ tahfidz
al-qur’an, cooking class, kunjungan tenaga ahli/ profesi, field trip/ outbond
activity, kesenian (tari, angklung, lukis), dan jarimatika.
73
Fasilitas yang dimiliki oleh lembaga ini cukup nyaman dan aman untuk
mendukung proses belajar anak usia dini. Ruang belajar ber-AC, bersih, dan
atraktif. Sarana bermain dan belajar yang tersedia cukup memadai (alat permainan
outdoor dan indoor). Selain itu sekolah ini menyediakan audio dan video edukatif
dan buku-buku yang sangat variatif. Jadwal belajar yang terdapat di Yayasan
Pendidikan Anak Islam Pelangi Anak Yogyakarta terbagi menjadi dua, yaitu kelas
regular atau half day school yang dimulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul
12.00 wib dan kelas sore atau full day school yang dimulai dari jam 07.00 sampai
dengan pukul 16.00 wib.
b. TK Al-Wardah
Taman Kanak-kanak Al-Wardah berdiri pada tahun 2007 di bawah
naungan Yayasan Wanita Syarikat Islam. Namun pada tahun 2015 berganti
dengan Yayasan Al-Wardah Wanita Syarikat Islam Yogyakarta yang diketuai oleh
Ibu Hj. Iin Suny Atmadja, S.H, M.H. Kantor pusat Yayasan Al-Wardah Wanita
Syarikat Islam Yogyakarta berada di Jalan Gedong Kuning Dusun Jaranan no. 9
Yogyakarta. Pada awal mula didirikan, pembelajaran di Taman Kanak-kanak Al-
Wardah dilaksanakan di sebagian ruangan Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
dan masih menggunakan alat permainan edukatif yang seadanya dan belum
memenuhi standar yang ditentukan. Namun tahun 2016 Taman Kanak-kanak Al-
Wardah sudah memiliki gedung baru untuk kegiatan belajar mengajar. Tepatnya
di sebelah barat kampus Universitas Cokroaminoto Yogyakarta yaitu di Jalan
Perintis Kemerdekaan Gambiranom, Umbulharjo Yogyakarta.
74
c. TK Pamardisiwi
TK Parmadisiwi Gambiran berdiri pada tanggal 6 Januari 1966 dibawah
naungan Rukun Kampung, yang berjasa dalam pendirian TK yaitu ibu Sugeng
sebagai pengurus yayasan. TK bertempat di Balai RK. Pada tahun 1978 TK
Pamardisiwi Gambiran memiliki murid 60 anak dengan hanya mempunyai 1
orang guru, sehingga TK masuk pada pagi dan siang hari. Pada tahun 2000 TK
Pamardisiwi Gambiran pindah tempat di gedung TPA Al Wahid sampai sekarang.
TK Pamardisiwi Gambiran terletak di tengah pemukiman penduduk di wilayah
RT 41 RW 10 di Kampung Gambiran yang berbatasan dengan:
1) Sebelah Timur : Kotagede
2) Sebelah Barat : Kampung Sidikan
3) Sebelah Utara : Warungboto
4) Sebelah Selatan : Kampung Tegal Gendu
d. TK Islam Plus Al-Ikhlash
TK Islam Plus Al Iklash berdiri pada tanggal 8 Mei 2010 di Komplek
Masjid Al Iklash Mrican UH VII/360 Giwangan Yogyakarta. TK Islam Plus Al
Iklash didirikan oleh Yayasan Al Iklash Mrican. Pendirian TK Islam Plus Al
Iklash berdasarkan pada Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah salah
satu upaya pembinaan yang ditujukan untuk anak sejak lahir sampai dengan 6
tahun yang dilakukan melalui perkembangan jasmasi dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.
75
Pembangunan sarana dan prasarana umum seperti pasar dan terminal
mempunyai dampak lingkungan yang kurang kondusif, hal itu jika tidak ada
antisipasi dari warga setempat, tentu tingkat kriminal dan kerusakan moral bagi
warga setempat. Maka, salah satu upaya untuk membentengi kemungkinan
munculnya pengaruh sosial yang kurang kondusif, masyarakat setempat
mempunyai kesepakatan mengoptimalkan masjid untuk pendidikan umum dan
agama. Dengan kata lain warga memberanikan diri dan dengan semangat bersama
untuk mendirikan Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak Islam Plus.
2. Deskripsi dan Analisis Data Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis deskriptif kuantitatif menunjukkan adanya
perbedaan kemampuan motorik halus anak antara TK satu dengan TK lainnya.
Bahkan jika dilihat dari kemampuan motorik halus anak usia 5-6 tahun yang
terdapat pada kegiatan bermain balok, yaitu kemampuan membangun menara,
menyusun balok berdampingan, membuat jembatan dan membuat bangunan
dengan berbagai variasi, dapat dipahami bahwa kemampuan masing-masing anak
berbeda-beda. Keseluruhan data diperoleh melalui observasi langsung dimana
data yang diperoleh untuk keempat aspek yang dinilai tersebut dikelompokkan
menjadi empat kategori yaitu sangat mampu, mampu, mulai mampu dan belum
mampu. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh persentase kemampuan bermain
balok pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta
sebagai berikut:
76
1. Kemampuan Membangun Menara
Tabel 5. Persentase kemampuan membangun menara pada anak usia 5-6
tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
Skor Jumlah Siswa Persentase (%)
4 8 5.80
3 66 47.83
2 48 34.78
1 16 11.59
Jumlah 138 100.00
Dari tabel di atas diperoleh data persentase kemampuan membangun
menara pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo. Data di
atas menunjukkan bahwa sebagian besar atau 47,83% anak usia 5-6 tahun di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo sudah mampu membangun menara, sementara
34,78% anak termasuk dalam kategori mulai mampu membangun menara,
11,59% anak termasuk dalam kategori belum mampu membangun menara, dan
hanya 5,80% anak yang termasuk dalam kategori sangat mampu membangun
menarapada kegiatan bermain balok. Lebih jelasnya persentase kemampuan
membangun menara pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Umbulharjo dapat
dilihat pada histogram berikut.
77
Gambar 2.
Histogram kemampuan membangun menara pada anak usia 5-6 tahun di
TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
2. Kemampuan Menyusun Balok Berdampingan
Tabel 6. Persentase kemampuan menyusun balok berdampingan pada
anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
Skor Jumlah Siswa Persentase (%)
4 18 13.04
3 90 65.22
2 23 16.67
1 7 5.07
Jumlah 138 100.00
Dari tabel di atas diperoleh data persentase kemampuan menyusun balok
berdampingan pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo.
Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar atau 65,22% anak usia 5-6 tahun
0,00%5,00%
10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%50,00%
Persentase
Sangat Mampu 5,80%
Mampu 47,83%
Mulai Mampu 34,78%
Belum Mampu 11,59%
Sangat Mampu Mampu Mulai Mampu Belum Mampu
78
di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo sudah mampu menyusun balok
berdampingan, sementara 16,67% anak termasuk dalam kategori mulai mampu
menyusun balok berdampingan, 13,04% anak termasuk dalam kategori sangat
mampu menyusun balok berdampingan, dan hanya 5,07% anak yang termasuk
dalam kategori belum mampu menyusun balok berdampingan pada kegiatan
bermain balok. Lebih jelasnya persentase kemampuan menyusun balok
berdampingan pada anak usi 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo dapat
dilihat pada histogram berikut.
Gambar 3.
Histogram kemampuan menyusun balok berdampingan pada anak usia
5 -6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
Persentase
Sangat Mampu 13,04%
Mampu 65,22%
Mulai Mampu 16,67%
Belum Mampu 5,07%
Sangat Mampu Mampu Mulai Mampu Belum Mampu
79
3. Kemampuan Membuat Jembatan
Tabel 7. Persentase kemampuan membuat jembatan pada anak usia 5-6
tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
Skor Jumlah Siswa Persentase (%)
4 4 2.90
3 71 51.45
2 52 37.68
1 11 7.97
Jumlah 138 100.00
Dari tabel di atas diperoleh data persentase kemampuan membuat
jenbatan pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo. Data di
atas menunjukkan bahwa sebagian besar atau 51,45% anak usia 5-6 tahun di TK
se-Gugus Teratai Umbulharjo sudah mampu membuat jembatan, sementara
37,68% anak termasuk dalam kategori mulai mampu membuat jembatan, 7,97%
anak termasuk dalam kategori belum mampu membuat jembatan, dan hanya
2,90% anak yang termasuk dalam kategori sangat mampu membubat jembatan
pada kegiatan bermain balok. Lebih jelasnya persentase kemampuan membuat
jembatan pada anak usi 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo dapat
dilihat pada histogram berikut.
80
Gambar 4.
Histogram kemampuan membuat jembatan pada anak usia 5-6 tahun di
TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
4. Kemampuan Membuat Bangunan dengan Berbagai Variasi
Tabel 8. Persentase kemampuan membuat bangunan dengan berbagai
variasi pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
Skor Jumlah Siswa Persentase (%)
4 5 3.62
3 68 49.28
2 52 37.68
1 13 9.42
Jumlah 138 100.00
Dari tabel di atas diperoleh data persentase kemampuan membuat
bangunan dengan berbagai variasi pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus
Teratai Umbulharjo. Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar atau 49,28%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Persentase
Sangat Mampu 2,90%
Mampu 51,45%
Mulai Mampu 37,68%
Belum Mampu 7,97%
Sangat Mampu Mampu Mulai Mampu Belum Mampu
81
anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo sudah mampu membuat
bangunan dengan berbagai variasi, sementara 37,68% anak termasuk dalam
kategori mulai mampu membuat bangunan dengan berbagai variasi, 9,42% anak
termasuk dalam kategori belum mampu membuat bangunan dengan berbagai
variasi, dan hanya 3,62% anak yang termasuk dalam kategori sangat mampu
membubat bangunan dengan berbagai variasi pada kegiatan bermain balok. Lebih
jelasnya persentase kemampuan membuat bangunan dengan berbagai variasi pada
anak usi 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo dapat dilihat pada
histogram berikut
Gambar 5.
Histogram kemampuan membuat bangunan dengan berbagai variasi pada
anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
Selain dilihat dari satu per satu kemampuan motorik halus, kemampuan
motorik halus anak dapat dilihat pula secara keseluruhan yaitu persentase skor
0,00%5,00%
10,00%15,00%20,00%25,00%30,00%35,00%40,00%45,00%50,00%
Persentase
Sangat Mampu 3,62%
Mampu 49,28%
Mulai Mampu 37,68%
Belum Mampu 9,42%
Sangat Mampu Mampu Mulai Mampu Belum Mampu
82
total setiap anak usia 5-6 tahun di TK su Gugus Teratai Umbulharjo yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Kemampuan motorik halus anak usia 5-6 tahun di TK se-
Gugus Teratai Umbulharjo
Kategori Jumlah Siswa Persentase (%)
Sangat Baik 16 11.59
Baik 74 53.62
Cukup Baik 39 28.26
Kurang Baik 9 6.52
Kurang Sekali 0 0.00
Jumlah 138 100.00
Dari tabel di atas diperoleh data persentase kemampuan motorik halus
pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo. Data di atas
menunjukkan bahwa sebagian besar atau 53,62% anak usia 5-6 tahun di TK se-
Gugus Teratai Umbulharjo sudah memiliki kemampuan motorik halus yang baik,
sementara 28,26% anak memiliki kemampuan motorik halus dengan kategori
cukup baik, 11,59% anak memiliki kemampuan motorik halus dengan kategori
sangat baik, 6,52% anak memiliki kemampuan motorik halus dengan kategori
kurang baik. Lebih jelasnya persentase kemampuan motorik halus pada anak usia
5-6 tahun di TK se-Gugus Umbulharjo dapat dilihat pada histogram berikut.
83
Gambar 6.
Histogram kemampuan motorik halus anak usia 5-6 tahun di TK se-
Gugus Teratai Umbulharjo
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada subbab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian mengenai
kemampuan motorik halus dalam bermain balok pada anak TK usia 5-6 tahun se-
Gugus Teratai Umbulharjo Yogyakarta yang dilakukan melalui empat aspek yaitu
membangun menara, menyusun balok berdampingan, membuat jembatan, dan
membuat bangunan dengan berbagai variasi.
1. Kemampuan Membangun Menara
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 34,78% anak dapat membangun
menara dengan bantuan guru dan 11,59% anak yang tidak dapat melakukan
meskipun dibantu oleh guru. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Santrock
(2007:217) yang menyatakan bahwa anak usia 5-6 tahun dapat membangun
menara secara sempurna lengkap dengan bangunannya. Namun, peneliti juga
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Persentase
Sangat Baik 11,59%
Baik 53,62%
Cukup Baik 28,26%
Kurang Baik 6,52%
Kurang Sekali 0,00%
Column2
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Kurang Sekali Column2
84
menemukan 5,80% anak yang sesuai dengan pendapat Santrock tersebut dimana
anak dapat membangun menara lengkap dengan bangunannya secara cepat, tepat,
dan rapi tanpa dibantu guru. Sebanyak 47,83% anak juga dapat membangun
menara tanpa dibantu oleh guru maupun teman yang lebih mahir. Sebagian dari
anak-anak tersebut mengalami beberapa kali kegagalan yaitu ketidakseimbangan
pada balok yang disusun sehingga balok mudah roboh. Namun anak tetap
berusaha dan mencapai hasil yang diinginkan.
2. Kemampuan Menyusun Balok Berdampingan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa 16,67%
anak mampu menyusun balok berdampingan dengan bantuan guru dan 5,07%
anak yang tidak mampu melakukan meskipun telah dibantu oleh guru dan teman
yang lebih mahir. Namun pada penelitian ini ditemukan juga anak yang mampu
menyusun balok berdampingan tanpa dibantu guru sebanyak 65,22%. Sedangkan
anak yang dapat menyusun balok berdampingan secara tepat, cepat, dan rapi
sebanyak 13,04%. Jadi sebagian besar anak di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo
Yogyakarta dapat menyusun balok berdampingan. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Patmonodewo (2003:115) bahwa anak akan mencapai tahap
menyusun balok secara memanjang ke samping dalam kegiatan bermain balok.
3. Kemampuan Membuat Jembatan
Pada penelitian yang telah dilakukan, diketahui 7,97% anak tidak dapat
membuat jembatan yaitu dengan meletakkan dua balok sedikit terpisah, kemudian
meletakkan satu balok lagi di antara dua balok tersebut. Sebanyak 37,68% anak
dapat melakukan dengan bantuan guru. Ditemukan juga 51,45% anak dapat
85
membuat jembatan secara mandiri. Anak-anak tersebut tidak dibantu oleh guru
maupun teman yang lebih mahir. Selebihnya yaitu 2,90% anak dapat membuat
jembatan dengan cepat, tepat, dan rapi tanpa bantuan guru. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Patmonodewo (2003:115) bahwa anak akan
mengalami tahapan membuat jembatan setelah anak mencapai tahap menyusun
balok berdampingan dalam kegiatan bermain balok.
4. Kemampuan Membuat Bangunan Dengan Berbagai Variasi
Seperti yang telah disampaikan di awal bahwa dalam aspek membuat
bangunan dengan berbagai variasi ditemukan sebagian besar anak yaitu sebanyak
49,28% mampu melakukan tanpa mendapat bimbingan dan bantuan dari guru
maupun teman yang lebih mahir. Sebanyak 37,68% anak mampu melakukan
dengan bimbingan guru dan bantuan teman yang lebih mahir. Ditemukan juga
3,62% anak yang mampu melakukan secara cepat, tepat, dan rapi tanpa dibantu
oleh guru. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan Patmonodewo (2003:116)
bahwa anak dapat menyusun balok dengan berbagai variasi yang di dalamnya
anak dapat membuat pola dan menyusun dengan keseimbangan yang baik agar
tidak mudah roboh. Ketika membuat bangunan dengan berbagai variasi, peneliti
bertanya pada anak “Ini kalian membuat apa ya?”. Lalu anak-anak menjawab
dengan berbagai pernyataan bahwa anak-anak membuat rumah, anak yang lain
membuat hotel, kost, kandang ayam, sekolah, jalan raya, dan lain-lain. Bangunan-
bangunan tersebut merupakan bangunan yang pernah dijumpai oleh anak. Sesuai
dengan pendapat Novita Sari Wardoyo (2014:5) bahwa ketika bermain balok,
anak akan melakukan peniruan terhadap apa yang dilihat dalam keseharian
86
ditambah dengan imajinasi dan kreasi anak. Namun pada penelitian ini juga
ditemukan 9,42% anak yang tidak dapat membuat bangunan dengan berbagai
variasi meskipun telah mendapat bantuan dari guru.
5. Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok Pada Anak
TK Usia 5-6 Tahun se-Gugus Teratai Umbulharjo Yogykarta
Melihat perhitungan analisis data yang telah dijelaskan sebelumnya,
dapat diketahui bahwa kemampuan motorik halus di TK se-Gugus Teratai
Umbulharjo termasuk dalam kategori yang cukup baik. Kategori tersebut didapat
berdasarkan hasil penelitian dari observasi terhadap empat kemampuan motorik
halus anak pada kegiatan bermain balok, yaitu kemampuan membangun menara,
kemampuan menyusun balok berdampingan, kemampuan membuat jembatan dan
kemampuan membuat bangunan dengan berbagai variasi. Dari keempat
kemampuan motorik halus tersebut semuanya sudah mampu dikuasai oleh
sebagian besar anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo.
Meskipun demikian, hasil penelitian menunjukkan terdapat 6.52% anak berada
pada kategori kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan motorik
halus anak dalam kegiatan bermain balok berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik faktor internal maupun faktor
eksternal.
Faktor internal lebih terkait dengan kemampuan dari dalam diri anak
sendiri. Faktor internal berkaitan dengan kemampuan motorik halus yang dimiliki
anak. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Suyadi (2010:14) bahwa anak yang
memiliki keterampilan fisik-motorik yang baik akan lebih mudah menguasai
87
keterampilan-keterampilan baru, termasuk bermain balok. Sebaliknya, anak
dengan kecerdasan fisik-motorik rendah akan menjadi minder dan tidak percaya
diri dalam melakukan tugas-tugas keterampilan lainnya terkait motorik halus.
Ketika penelitian terdapat beberapa anak yang tidak bersedia bermain balok
dengan alasan takut balok yang disusunnya roboh. Beberapa anak juga
menyampaikan bahwa anak-anak tidak dapat menyusun balok-balok. Setelah
diajukan beberapa pertanyaan mengenai keterampilan terkait kemampuan motorik
halus, ternyata anak-anak tersebut kurang mendapat kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan motorik halus. Anak-anak menyampaikan bahwa
orang tua lebih dominan berperan dalam tugas keterampilan terkait motorik halus
seperti ketika anak memaikai baju, memasang sepatu, makan, dan lain-lain. Anak
juga menyampaikan bahwa orang tua memberi sedikit kebebasan terhadap
kegiatan-kegiatan motorik halus yang membuat anak terlihat kotor seperti pada
kegiatan finger painting dan membentuk. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Hurlock (1978: 157) bahwa banyak anak yang tidak mendapat
kesempatan untuk mempelajari keterampilan motorik karena lingkungan tidak
menyediakan kesempatan belajar atau orang tua takut hal yang demikian dapat
melukai anak.
Selain kemampuan motorik, faktor internal yang mempengaruhi
kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan bermain balok adalah kondisi
fisik anak. Anak yang sedang dalam keadaan sehat akan lebih maksimal
melakukan kegiatan daripada anak yang sedang dalam kondisi kurang sehat.
Begitu juga dengan kondisi psikis anak. Anak yang merasa senang dan gembira
88
lebih maksimal dan mudah menyerap informasi daripada anak yang tidak dalam
keadaan senang. Ketika penelitian terdapat seorang siswa sedang dalam kondisi
sakit. Anak tersebut terlihat murung dan tidak nyaman dengan suasana di kelas
sehingga anak tidak bersedia melakukan kegiatan apapun, termasuk kegiatan
bermain balok.
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kemampuan motorik halus
anak salah satunya stimulasi. Stimulasi terkait motorik halus tidak hanya
diberikan pada kegiatan bermain balok saja, namun guru dapat melakukan
kegiatan lain yang juga mengoptimalkan kemampuan motorik halus anak seperti
kegiatan mencocok, finger painting, menjiplak, dan lain-lain. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hurlock (1978: 157) yang menjelaskan bahwa bimbingan
merupakan salah satu hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik.
Bimbingan membantu anak untuk memperbaiki kesalahan sebelum kesalahan
tersebut terlanjur dipelajari dengan baik sehingga sulit untuk dibenarkan kembali.
Namun juga ditemukan juga beberapa guru yang enggan untuk memberikan
stimulasi dan bantuan kepada anak-anak yang berada pada kategori kurang baik
dengan alasan tidak ingin memaksa anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor
internal dan faktor eksternal sangat berpengaruh pada kemampuan motorik halus
anak. Dari data yang diperoleh rata-rata persentase kemampuan motorik halus
anak dalam kegiatan bermain balok di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo adalah
53,62% dan masuk dalam kategori cukup baik, sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa kegiatan bermain balok merupakan kegiatan yang dapat membantu
mengoptimalkan kemampuan motorik halus anak.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan motorik halus
dalam kegiatan bermain balok pada anak usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai
Umbulharjo Yogyakarta sudah baik. Hal tersebut dilihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa sebagian besar atau sebesar 53,62% dari jumlah seluruh anak
usia 5-6 tahun di TK se-Gugus Teratai Umbulharjo mempunyai kemampuan
motorik halus dalam kegiatan bermain balok pada kategori yang cukup baik.
Kategori tersebut didapat berdasarkan hasil penilaian dari observasi
terhadap empat kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan bermain balok.
Dari keempat kemampuan motorik halus dalam kegiatan bermain balok tersebut
semuanya sudah mampu dikuasai oleh sebagian besar anak yaitu kemampuan
membangun menara, kemampuan menyusun balok berdampingan, kemampuan
membuat jembatan dan kemampuan membuat bangunan dengan berbagai variasi.
B. Saran
1. Mengingat kegiatan bermain balok sangat penting untuk mengoptimalkan
perkembangan motorik halus anak, maka hendaknya guru dapat mengetahui
gambaran dan informasi kemampuan motorik halus setiap peserta didik
sehingga mampu memberikan pembelajaran sesuai dengan kemampuan
motorik halus anak.
90
2. Hasil penelitian ini hendaknya menjadi wawasan dan pengetahuan baru untuk
dijadikan acuan ketika kelak menjadi guru
3. Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan sumber informasi bagi peneliti lain
mengenai masalah yang sama, baik pada jenis penelitian yang sama ataupun
berbeda dengan mengoreksi instrumen agar lebih sempurna.
91
DAFTAR PUSTAKA
Agung Triharso. (2013). Permainan Kreatifdan Edukatif Untuk Anak Usia Dini.
Yogyakarta:Andi Offset.
Andang Ismail. (2006). Education Games. Yogyakarta: Pilar Media.
Asmawati, Luluk, dkk. (2008). Pengolahan Kegiatan Pengembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Bambang Sujiono. (2005). Perngembangan Metode Fisik. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Bambang Sujiono. (2008). Metode Perkembangan Fisik. Jakarta: Universitas
Terbuka.
C.P Trie Aprilian. (2014). Kemampuan Kognitif Anak dalam Aktivitas
Seni Musik di Kelompok B TK Bhakti Siwi Soran . Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
C.R Setyawan (ed). (2002). Judul Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan
Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.
Desmita.(2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dwi Siswoyo,dkk. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Ebta Setyawan. (2012). KBBI online versi 1.9. diakses dari
http://kbbi.web.id/balok.html pada tanggal 27 Agustus 2016
Fadilah, dkk. (2014). Peningkatan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Bermain
Balok Di TK Mujahidin I Pontianak. Skrips PG-PAUD. Universitas
Tanjungpura.
F.W Tri Rakhmaningsih. (2015). Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik
Halus Anak Kelompok B di TK Kalimandi Kecamatan Purwareja
Klampok Kabupaten Banjarnegara. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Geraldine,dkk . (2003). Perilaku Anak Usia Dini Kasus Dan Pemecahannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Harun Rasyid, dkk. (2009). Assesmen Perkembangan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Multi Pressindo.
92
Hurlock, E.B (ed). (1978). Perkembangan Anak (edisi keenam): Terjemahan:
Meitasari Tjandasa dan Muclisan Zarkasih. Jakarta: Erlangga.
Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mayke S. Tedjasaputra, (2001). Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
MS Sumantri. (2005). Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini.
Jakarta: Dinas Pendidikan.
Nanang Martono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Ngalim Purwanto. (2006). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
Nuryani, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Motorik Halus melalui Kegiatan
Kolase Menggunakan Bahan Alam. Skripsi PG-PAUD. Univesitas
Tanjungpura.
N.S Wardoyo. (2014). Pengembangan Kemampuan Motorik Halus Anak Melalui
Permainan Balok Pada Kelompok A TK Karangpelem 1 Kedawung
Sragen Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi PG-PAUD. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Partini. (2010). Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo
Litera Media.
Punaji Setyosari. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana Prenada Group.
Rita Eka Izzati. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
Rukiyati, dkk. (2008). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.
Santrock, John W. (2011). Masa Perkembangan Anak: Terjemahan: Verawaty
Papakhan dan Wahyu Anugraheni. Jakarta: Salemba Humanika.
_______. (2007). Masa Perkembangan Anak: Terjemahan: Mila Rachmawati dan
Anna Kuswanti. Jakarta: Erlangga.
Siti Maimunah dan Zainul Aminin. (2014). Meningkatkan Kreativitas Anak
Melalui Penggunaan Media Balok Pada Kelompok B TK Dharma
Wanita Kesimantengah Pacet Mojokerto. Jurnal. Vol 3 Nomor 3 hal 4.
93
Suharsimi Arikunto. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
______. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Slamet Suyanto. (2009). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Hikayat Publishing.
Soemiarti Patmonodewo. (1995). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sri Purwarini. (2015). Kegiatan Menggambar Diatas Air Untuk Mengembangkan
Kemampuan Fisik/Motorik Halus Pada Anak Kelompok B TK D.W.
Lirboyo Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Jurnal. Vol I nomor 2 hal 7.
Suyadi. (2010). Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Pedagogia.
Trianto (ed). (2010). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak
Usia Dini TK/ RA & Anak Usia Kelas Awal SD/ MI. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Yudha M. Saputra dan Rudiyanto. (2005). Pembelajaran Kooperatif Untuk
Meningkatkan Keterampilan Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta:
Depdiknas.
Yuliani Nurani Sujiono. (2009). Konsep Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Hak
Cipta Bahasa Indonesia.
Wikipedia. (2016). Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian_deskriptif
pada tanggal 28 Januari 2017
94
LAMPIRAN 1
SURAT IZIN PENELITIAN
95
96
97
98
99
100
101
LAMPIRAN 2
KISI-KISI INSTRUMEN DAN RUBRIK PENILAIAN
102
INSTRUMEN PELAKSANAAN KEGIATAN BERMAIN BALOK
Nama TK :
No Indikator Ya tidak
1 Guru mempersiapkan media bermain balok
2 Guru mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan bermain balok
3 Guru menjelaskan cara bermain balok
4 Guru mendampingi anak saat bermain bermain
balok
5 Guru membantu anak yang mengalami kesulitan
selama bermain balok
6 Guru melakukan penilaian sesuai dengan panduan
check list
103
KISI-KISI INSTRUMEN DAN RUBRIK
Tabel 1
Instrumen Observasi (check list)
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1
2
3
4
5
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
104
Tabel 2
Rubrik Penilaian Kemampuan Anak Membangun Menara
No Skor Deskripsi
1 4
Anak mampu menyusun 13 balok secara vertical sehingga
menyerupai menara secara cepat, tepat, dan rapi tanpa bantuan
dan bimbingan dari guru atau teman
2 3
Anak mampu menyusun 13 balok secara vertical sehingga
menyerupai menara tanpa bantuan dan bimbingan dari guru atau
teman yang lebih mampu
3 2
Anak mulai mampu menyusun 13 balok secara vertical sehingga
menyerupai menara dengan bantuan dan bimbingan dari guru
atau teman yang lebih mampu
4 1
Anak belum mampu menyusun 13 balok secara vertical sehingga
menyerupai menara meskipun mendapat bantuan dan bimbingan
dari guru atau teman yang lebih mampu
105
Tabel 3
Rubrik Penilaian Kemampuan Anak Menyusun Balok Berdampingan
No Skor Deskripsi
1 4
Anak mampu menyusun balok secara memanjang ke samping
secara cepat, tepat, dan rapi tanpa bantuan dan bimbingan dari
guru atau teman
2 3
Anak mampu menyusun balok secara memanjang ke samping tanpa
bantuan dan bimbingan dari guru atau teman yang lebih mampu
3 2
Anak mulai mampu menyusun balok secara memanjang ke
samping dengan bantuan dan bimbingan dari guru atau teman
yang lebih mampu
4 1
Anak belum mampu menyusun balok secara memanjang ke
samping meskipun mendapat bantuan dan bimbingan dari guru
atau teman yang lebih mampu
106
Tabel 4
Rubrik Penilaian Kemampuan Anak Membangun Jembatan
No Skor Deskripsi
1 4
Anak mampu meletakkan dua balok dengan sedikit terpisah dan
meletakkan satu balok lagi diantara kedua balok secara cepat,
tepat, dan rapi tersebut tanpa bantuan dan bimbingan dari guru
atau teman yang lebih mampu
2 3
Anak mampu meletakkan dua balok dengan sedikit terpisah dan
meletakkan satu balok lagi diantara kedua balok tersebut tanpa
bantuan dan bimbingan dari guru atau teman yang lebih mampu
3 2
Anak mulai mampu meletakkan dua balok dengan sedikit
terpisah dan meletakkan satu balok lagi diantara kedua balok
tersebut dengan bantuan dan bimbingan dari guru atau teman
yang lebih mampu
4 1
Anak belum mampu meletakkan dua balok dengan sedikit
terpisah dan meletakkan satu balok lagi diantara kedua balok
tersebut meskipun dengan bantuan dan bimbingan dari guru
atau teman yang lebih mampu
107
Tabel 5
Rubrik Penilaian Kemampuan Anak Membuat Bangunan Dengan Berbagai
Variasi
No Skor Deskripsi
1 4
Anak mampu menyusun balok dengan bentuk dan ukuran yang
berbeda sesuai kreativitas secara cepat, tepat, dan rapi tanpa
bantuan atau bimbingan dari guru atau teman yang lebih
mampu
2 3
Anak mampu menyusun balok dengan bentuk dan ukuran yang
berbeda sesuai kreativitas dengan bantuan dan bimbingan dari
guru atau teman yang lebih mampu
3 2
Anak mulai mampu menyusun balok dengan bentuk dan ukuran
yang berbeda sesuai kreativitas dengan bantuan dan bimbingan
dari guru atau teman yang lebih mampu
4 1
Anak belum mampu menyusun balok dengan bentuk dan ukuran
yang berbeda sesuai kreativitas meskipun dengan bantuan dan
bimbingan dari guru atau teman yang lebih mampu
108
Berdasarkan rubrik penelitian tersebut, dapat disusun kisi-kisi menjadi
butir-butir sesuai kisi-kisi tersebut :
Tabel 6. kisi-kisi instrument penelitian
Variabel Indikator Instrumen
Kemampuan motorik halus
dalam kegiatan bermain
balok
Membangun menara Lembar rubrik
Menyusun balok
berdampingan Lembar rubrik
Membangun jembatan Lembar rubrik
Membuat bangunan
dengan berbagai
variasi
Lembar rubrik
109
LAMPIRAN 3
LEMBAR PENSKORAN
(CHECK LIST)
110
INSTRUMEN PELAKSANAAN KEGIATAN BERMAIN BALOK
Nama TK : TK Islam Pelangi Anak
No Indikator ya tidak
1 Guru mempersiapkan media bermain balok √
2 Guru mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan bermain balok
√
3 Guru menjelaskan cara bermain balok √
4 Guru mendampingi anak saat bermain bermain
balok
√
5 Guru membantu anak yang mengalami kesulitan
selama bermain balok
√
Nama TK : TK Al- Wardah
No Indikator ya tidak
1 Guru mempersiapkan media bermain balok √
2 Guru mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan bermain balok √
3 Guru menjelaskan cara bermain balok √
4 Guru mendampingi anak saat bermain bermain
balok
√
5 Guru membantu anak yang mengalami kesulitan
selama bermain balok
√
111
Nama TK : TK Pamardisiwi
No Indikator ya tidak
1 Guru mempersiapkan media bermain balok √
2 Guru mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan bermain balok √
3 Guru menjelaskan cara bermain balok √
4 Guru mendampingi anak saat bermain bermain
balok
√
5 Guru membantu anak yang mengalami kesulitan
selama bermain balok
√
Nama TK : TK Islam Plus Al-Ikhlas
No Indikator ya tidak
1 Guru mempersiapkan media bermain balok √
2 Guru mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan bermain balok √
3 Guru menjelaskan cara bermain balok √
4 Guru mendampingi anak saat bermain bermain
balok
√
5 Guru membantu anak yang mengalami kesulitan
selama bermain balok √
112
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Islam Pelangi Anak
Tanggal Observasi : 7 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Almer Achmad Abrisam √ √ √ √
2 Arimbi Risvha Prameswari √ √ √ √
3 Arsyad Arshavin Khumaidi √ √ √ √
4 Aulia Erina Crientasari √ √ √ √
5 Azzam Fadhil √ √ √ √
6 Dzaki Fauzan Afrizi √ √ √ √
7 Faeyza Adelio Fernanda √ √ √ √
8 Fira Ayu Andini √ √ √ √
9 Kharidha Mahdiya Agisty √ √ √ √
10 Krisna Adhi Yudha Prawira √ √ √ √
11 Lutfansa Aldantha Ibrahim √ √ √ √
12 Mahfudah Amirah √ √ √ √
13 Mirza Al Baihaqi Keandre √ √ √ √
14 Muh. Zafran Al Farras √ √ √ √
15 Naira Putri Awalurizky √ √ √ √
16 Naura Azkiya √ √ √ √
17 Raes Nadira Azalia Syabana √ √ √ √
18 Rafa Nur Alamsyah √ √ √ √
19 Raisal Hasim √ √ √ √
20 Fathin Attaqy √ √ √ √
21 Rania Arawindani √ √ √ √
22 Tegar Satria √ √ √ √
23 Qiana Naira Q.Z √ √ √ √
24 Quinsha Amaranggana Z √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
113
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Islam Pelangi Anak
Tanggal Observasi : 9 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Almer Achmad Abrisam √ √ √ √
2 Arimbi Risvha Prameswari √ √ √ √
3 Arsyad Arshavin Khumaidi √ √ √ √
4 Aulia Erina Crientasari √ √ √ √
5 Azzam Fadhil √ √ √ √
6 Dzaki Fauzan Afrizi √ √ √ √
7 Faeyza Adelio Fernanda √ √ √ √
8 Fira Ayu Andini √ √ √ √
9 Kharidha Mahdiya Agisty √ √ √ √
10 Krisna Adhi Yudha Prawira √ √ √ √
11 Lutfansa Aldantha Ibrahim √ √ √ √
12 Mahfudah Amirah √ √ √ √
13 Mirza Al Baihaqi Keandre √ √ √ √
14 Muh. Zafran Al Farras √ √ √ √
15 Naira Putri Awalurizky √ √ √ √
16 Naura Azkiya √ √ √ √
17 Raes Nadira Azalia Syabana √ √ √ √
18 Rafa Nur Alamsyah √ √ √ √
19 Raisal Hasim √ √ √ √
20 Fathin Attaqy √ √ √ √
21 Rania Arawindani √ √ √ √
22 Tegar Satria √ √ √ √
23 Qiana Naira Q.Z √ √ √ √
24 Quinsha Amaranggana Z √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
114
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Al- Wardah
Tanggal Observasi : 8 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Abid Muyasar √ √ √ √
2 Alvin √ √ √ √
3 Khusna Ina R.S √ √ √ √
4 Rio Arif Arifin √ √ √ √
5 Jihan Riskiana √ √ √ √
6 Y. Syifa Calista √ √ √ √
7 Faiha Nidaul √ √ √ √
8 Novisea Madina √ √ √ √
9 Adzra Andrina √ √ √ √
10 Davin Ravisqy √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
115
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Al- Wardah
Tanggal Observasi : 15 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Abid Muyasar √ √ √ √
2 Alvin √ √ √ √
3 Khusna Ina R.S √ √ √ √
4 Rio Arif Arifin √ √ √ √
5 Jihan Riskiana √ √ √ √
6 Y. Syifa Calista √ √ √ √
7 Faiha Nidaul √ √ √ √
8 Novisea Madina √ √ √ √
9 Adzra Andrina √ √ √ √
10 Davin Ravisqy √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
116
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Parmadisiwi
Tanggal Observasi : 11 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Fattiya Marta Aulia Putri √ √ √ √
2 Laskamana Aji Pamungkas √ √ √ √
3 Ratih Puspita Ningsih √ √ √ √
4 Adham Falizi √ √ √ √
5 Maric Arjuna Putra √ √ √ √
6 Siti Athifa Rahma √ √ √ √
7 Najid Mirza Ukail √ √ √ √
8 Aziza Fadila Putri Wisanarko √ √ √ √
9 Aditya Briliant Abimanyu √ √ √ √
10 Peavey Nur Azizah √ √ √ √
11 Muh. Adlin √ √ √ √
12 Sekar Asellia √ √ √ √
13 Muh. Rafabio Deigi Permana √ √ √ √
14 Satria Angga Revansyah √ √ √ √
15 Muh. Erwin Pungkas Sahputra √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
117
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Parmadisiwi
Tanggal Observasi : 17 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Fattiya Marta Aulia Putri √ √ √ √
2 Laskamana Aji Pamungkas √ √ √ √
3 Ratih Puspita Ningsih √ √ √ √
4 Adham Falizi √ √ √ √
5 Maric Arjuna Putra √ √ √ √
6 Siti Athifa Rahma √ √ √ √
7 Najid Mirza Ukail √ √ √ √
8 Aziza Fadila Putri Wisanarko √ √ √ √
9 Aditya Briliant Abimanyu √ √ √ √
10 Peavey Nur Azizah √ √ √ √
11 Muh. Adlin √ √ √ √
12 Sekar Asellia √ √ √ √
13 Muh. Rafabio Deigi Permana √ √ √ √
14 Satria Angga Revansyah √ √ √ √
15 Muh. Erwin Pungkas Sahputra √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
118
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Islam Plus Al-Iklash
Tanggal Observasi : 10 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Adiva Yumna K √ √ √ √
2 Ailsa Syiva Edgina √ √ √ √
3 Bintang Ridwan R √ √ √ √
4 Dhilon Aji Ananta √ √ √ √
5 Ghani Ichsan Sinathria √ √ √ √
6 Hafidz Af Fikri Ariyanto √ √ √ √
7 Muh. Rafif Faiqur Razin √ √ √ √
8 Nabil Athala Putra √ √ √ √
9 Namira Tiffania Putri H √ √ √ √
10 Naufal Irwan Saputra √ √ √ √
11 Nevara Baby Jhosvita P √ √ √ √
12 Nizam Dwi Putra √ √ √ √
13 Raditya Galih Sasongko √ √ √ √
14 Radhitya Arkana Rassya √ √ √ √
15 Rifqi Danurendra P √ √ √ √
16 Tasirina Faza Bil Haqqy √ √ √ √
17 Zulvita Oktavia √ √ √ √
18 Thalita Carissa Putri A √ √ √ √
19 Azriel Pramana √ √ √ √
20 Nabila Azzahra Isma Putri √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
119
INSTRUMEN OBSERVASI
Kemampuan Motorik Halus Dalam Kegiatan Bermain Balok
Nama TK : TK Islam Plus Al-Iklash
Tanggal Observasi : 16 November 2016
No Nama
Kriteria penilaian
Bermain balok
Memba-
ngun
menara
Menyusun
balok
berdampi-
ngan
Membuat
jembatan
Membuat
bangunan
dengan
berbagai
variasi
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Adiva Yumna K √ √ √ √
2 Ailsa Syiva Edgina √ √ √ √
3 Bintang Ridwan R √ √ √ √
4 Dhilon Aji Ananta √ √ √ √
5 Ghani Ichsan Sinathria √ √ √ √
6 Hafidz Af Fikri Ariyanto √ √ √ √
7 Muh. Rafif Faiqur Razin √ √ √ √
8 Nabil Athala Putra √ √ √ √
9 Namira Tiffania Putri H √ √ √ √
10 Naufal Irwan Saputra √ √ √ √
11 Nevara Baby Jhosvita P √ √ √ √
12 Nizam Dwi Putra √ √ √ √
13 Raditya Galih Sasongko √ √ √ √
14 Radhitya Arkana Rassya √ √ √ √
15 Rifqi Danurendra P √ √ √ √
16 Tasirina Faza Bil Haqqy √ √ √ √
17 Zulvita Oktavia √ √ √ √
18 Thalita Carissa Putri A √ √ √ √
19 Azriel Pramana √ √ √ √
20 Nabila Azzahra Isma Putri √ √ √ √
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
120
LAMPIRAN 4
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
HARIAN (RPPH)
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
LAMPIRAN 5
FOTO PENELITIAN
140
Gambar 1. TK Pamardisiwi Gambar 2. TK Pamardisiwi
Anak membangun menara Anak membuat jembatan
Gambar 3. TK Pamardisiwi Gambar 4. TK Pamardisiwi
Hasil karya anak menyusun balok Hasil karya anak membuat
berdampingan bangunan dengan berbagai variasi
141
Gambar 5. TK Islam Pelangi Anak Gambar 6. TK Islam Pelangi Anak
Hasil karya anak membangun menara Hasil karya anak menyusun balok
berdampingan
Gambar 7. TK Islam Pelangi Anak Gambar 8. TK Islam Pelangi Anak
Hasil karya anak membuat bangunan Anak membuat jembatan
dengan berbagai variasi
142
Gambar 9. TK Al – Wardah Gambar 10. TK Al-Wardah
Anak membuat jembatan Anak membuat bangunan
dengan berbagai variasi
Gambar 12. TKIP Al – Ikhlash Gambar 13. TKIP Al – Ikhlash
Anak membuat bangunan dengan berbagai Anak membuat jembatan
variasi
143
LAMPIRAN 6
REKAPITULASI PENSKORAN
DAN PERHITUNGAN PERSENTASE
144
KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM KEGIATAN BERMAIN BALOK
Nama TK : TK Islam Pelangi Anak
No Nama
Kriteria Penilaian
Membangun menara Menyusun balok
berdampingan Membuat jembatan
Membuat bangunan
dengan berbagai variasi
I II I II I II I II
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Almer - - - 1 - - 2 - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
2 Arimbi - - 2 - - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
3 Arsyad - - - 1 - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - - 1 - 3 - -
4 Aulia - - 2 - 4 - - - - - 2 - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
5 Azzam - 3 - - - - 2 - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
6 Dzaki - - - 1 - 3 - - - 3 - - 4 - - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
7 Faeyza - - 2 - - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
8 Fira - 3 - - - - 2 - - - - 1 - 3 - - - - 2 - 4 - - - - 3 - - - - 2 -
9 Kharidha - - - 1 - - 2 - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
10 Krisna - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
11 Lutfansa 4 - - - - 3 - - 4 - - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - 4 - - - 4 - - -
12 Mahfudah - - - 1 - - - 1 4 - - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - - 1 - - 2 -
13 Mirza - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - -
14 Zafran - - 2 - - - 2 - 4 - - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
15 Naira - 3 - - - - 2 - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
16 Naura - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
17 Raes - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
145
18 Rafa - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - 4 - - -
19 Raisal - - 2 - - - 2 - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 -
20 Fathin - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
21 Rania - - - 1 - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - - 1 - 3 - - 4 - - - - 3 - -
22 Tegar - - 2 - 4 - - - - 3 - - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - - - 1 - - 2 -
23 Qiana - 3 - - - 3 - - 4 - - - 4 - - - - - - 1 - - 2 - - 3 - - - 3 - -
24 Quinsha - 3 - - - 3 - - - - 2 - 4 - - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
Skor maksimal 2 kali penelitian :
Belum Mampu = 48 Mampu = 144
Mulai Mampu = 96 Sangat Mampu = 192
Perhitungan jumlah persentase
No Kriteria Penilaian
Total Skor Penelitian
I & 2
Persentase 𝑆𝑘𝑜𝑟
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙𝑥 100%
4 3 2 1 4 3 2 1
1 Membangun Menara 3 20 17 8 6.25% 41.67% 35.42% 16.67%
2 Menyusun Balok Berdampingan 9 26 11 2 18.75% 54.17% 22.92% 4.17%
3 Membuat Jembatan 2 26 17 3 4.17% 54.17% 35.42% 6.25%
4 Membuat Bangunan dengan Berbagai Variasi 4 22 19 3 8.33% 45.83% 39.58% 6.25%
146
REKAPITULASI SKOR HASIL PENELITIAN
KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM KEGIATAN BERMAIN BALOK
Nama TK : TK Al-Wardah
No Nama
Kriteria Penilaian
Membangun menara Menyusun balok
berdampi-ngan Membuat jembatan
Membuat bangunan
dengan berbagai
variasi
I II I II I II I II
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Abid - - 2 - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
2 Alvin - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - - 1 - 3 - -
3 Khusna - - 2 - - 3 - - - - - 1 - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - - 1 - 3 - -
4 Rio - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
5 Jihan - - 2 - 4 - - - - 3 - - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
6 Syifa - - 2 - 4 - - - - - - 1 4 - - - - - - 1 - 3 - - - - - 1 - 3 - -
7 Faiha - - 2 - - - 2 - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
8 Novisea - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
9 Adzra 4 - - - - - - 1 4 - - - - - 2 - - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - - 1
10 Davin - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - - 1 - - 2 - - - - 1
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
147
Skor maksimal 2 kali penelitian :
Belum Mampu = 20 Mampu = 60
Mulai Mampu = 40 Sangat Mampu =80
Perhitungan jumlah persentase
No Kriteria Penilaian
Total Skor Penelitian
I & 2
Persentase 𝑆𝑘𝑜𝑟
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙𝑥 100%
4 3 2 1 4 3 2 1
1 Membangun Menara 3 6 8 3 15% 30% 40% 15%
2 Menyusun Balok Berdampingan 3 10 5 2 15% 50% 25% 10%
3 Membuat Jembatan 0 10 7 3 0% 50% 35% 15%
4 Membuat Bangunan dengan Berbagai Variasi 0 8 7 5 0% 40% 35% 25%
148
REKAPITULASI SKOR HASIL PENELITIAN
KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM KEGIATAN BERMAIN BALOK
Nama TK : TK Pamardisiwi
No Nama
Kriteria Penilaian
Membangun menara Menyusun balok
berdampingan Membuat jembatan
Membuat bangunan
dengan berbagai
variasi
I II I II I II I II
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Fattiya - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - 4 - - - - 3 - -
2 Laskamana - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
3 Ratih - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - 4 - - - - - 2 - - 3 - -
4 Adham - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
5 Maric - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
6 Siti - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
7 Najid - - 2 - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - 3 - -
8 Aziza - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
9 Aditya - 3 - - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
10 Peavey - - 2 - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
11 Adlin - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
12 Sekar - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
13 Rafabio - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
14 Satria - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
15 Erwin - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
149
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
Skor maksimal 2 kali penelitian :
Belum Mampu = 30 Mampu = 90
Mulai Mampu = 60 Sangat Mampu = 120
Perhitungan jumlah persentase
No Kriteria Penilaian
Total Skor Penelitian
I & 2
Persentase 𝑆𝑘𝑜𝑟
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙𝑥 100%
4 3 2 1 4 3 2 1
1 Membangun Menara 1 20 9 0 3.33% 66.67% 30% 0%
2 Menyusun Balok Berdampingan 0 29 1 0 0% 96.67% 3.33% 0%
3 Membuat Jembatan 1 15 14 0 3.33% 50% 46.67% 0%
4 Membuat Bangunan dengan Berbagai Variasi 1 16 13 0 3.33% 53.33% 43.33% 0%
150
REKAPITULASI SKOR HASIL PENELITIAN
KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM KEGIATAN BERMAIN BALOK
Nama TK : TK Islam Plus Al-Iklash
No Nama
Kriteria Penilaian
Membangun menara Menyusun balok
berdampingan Membuat jembatan
Membuat bangunan
dengan berbagai variasi
I II I II I II I II
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 Adiva - - 2 - - - 2 - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
2 Ailsa - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
3 Bintang - - - 1 - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - - 1 - 3 - -
4 Dhilon - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
5 Ghani - - 2 - - - - 1 - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - - 1 - - 2 -
6 Hafidz - 3 - - - 3 - - - 3 - - 4 - - - - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
7 Rafif - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 - - - 2 -
8 Nabil - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - 2 - - 3 - -
9 Namira - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
10 Naufal - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
11 Nevara - 3 - - - - 2 - 4 - - - - 3 - - 4 - - - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
12 Nizam - 3 - - - 3 - - 4 - - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
13 Raditya - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 -
14 Radhitya - - 2 - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - - 2 - - - - 1 - - 2 - - - - 1
15 Rifqi - 3 - - 4 - - - - 3 - - 4 - - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - 3 - -
16 Tasirina - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - -
17 Zulvita - - - 1 - - 2 - - - - 1 4 - - - - - - 1 - 3 - - - - - 1 - - 2 -
18 Thalita - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - - 1 - 3 - - - - - 1
151
19 Azriel - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
20 Nabila - - 2 - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - 3 - - - - 2 - - 3 - -
Keterangan :
1= Belum mampu 3= Mampu
2= Mulai mampu 4= Sangat mampu
Skor maksimal 2 kali penelitian :
Belum Mampu = 40 Mampu = 120
Mulai Mampu = 80 Sangat Mampu = 160
Perhitungan jumlah persentase
No Kriteria Penilaian
Total Skor Penelitian
I & 2
Persentase 𝑆𝑘𝑜𝑟
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙𝑥 100%
4 3 2 1 4 3 2 1
1 Membangun Menara 1 20 14 5 2.5% 50% 35% 12.5%
2 Menyusun Balok Berdampingan 6 25 6 3 15% 62.5% 15% 7.5%
3 Membuat Jembatan 1 20 14 5 2.5% 50% 35% 12.5%
4 Membuat Bangunan dengan Berbagai Variasi 4 22 19 3 8.33% 45.83% 39.58% 6.25%