desa adat penglipuran
TRANSCRIPT
Desa Adat Penglipuran
Desa adat merupakan suatu komunitas tradisional dengan
fokus fungsi dalam bidang adat berdasarkan agama Hindu, dan
merupakan satu kesatuan wilayah dimana para anggotanya secara
bersama-sama melaksanakan kegiatan sosial dan keagamaan yang
ditata oleh suatu sistem budaya (awig-awig). Hal ini mengacu pada
kelompok tradisional dengan dasar ikatan adat istiadat, dan terikat
oleh adanya tiga pura utama yang disebut Kahyangan Tiga atau pura
lain, yang disebut Kahyangan Desa. Desa Penglipuran alah satu
desa adat yang masih terpelihara keasliannya. Berbagai tatanan
sosial dan budaya masih terlihat di berbagai sudut desa ini sehingga
nuansa Bali masa lalu tampak jelas. Perbedaan desa adat
Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali adalah tata ruang yang
sangat teratur berupa penataan rumah penduduk di kanan dan kiri jalan dengan bentuk fasad rumah
yang seragam dalam hal bentuk sehingga keseluruhan desa ini tampak rapi dan teratur. Selain sebagai
identitas, keberadaan Desa Adat Penglipuran adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan objek
untuk terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari melalui
penelitian terhadap kondisi desa, baik secara struktural maupun tatanan sosial. Selain sebagai
identitas, keberadaan Desa Adat Penglipuran adalah sebuah kekayaan ilmiah yang merupakan objek
untuk terus dipelajari guna peningkatan pengetahuan. Banyak hal yang dapat dipelajari melalui
penelitian terhadap kondisi desa, baik secara struktural maupun tatanan sosial.
Sejarah singkat
Nama desa Pengelipuran menurut sesepuh desa diambil dari kata 'Pengeling
Pura 'yang artinya ingat kepada leluhur. Kisah ini dikaitkan dengan ziarah masyarakat
leluhur di wilayah Bayung Gede terletak di Desa Kintamani daerah ke desa
Penglipuran. Untuk mengingat doa nenek moyang mereka, mereka membangun tempat untuk
berdoa sama dengan altar yang ada di Bayung Gede desa. Tempat mereka berdoa disebut
Bale Agung, Puseh Temple, Pura Dalem dan pura Dukuh. Candi-candi keempat yang saat ini
masih didukung oleh penduduk desa Penglipuran. Rasa menyadari atau mengingat tanah
leluhur mereka Desa Bayung Gede adalah arti sebenarnya dari pembangunan pura.
LOKASI OBJEK
Desa adat Penglipuran berada di bawah administrasi Kelurahan Kubu, Kecamatan bangli,
Kabupaten Bangli, yang berjarak 45 km dari kota Denpasar. Letaknya berada di daerah dataran tinggi
di sekitar kaki Gunung Batur. Berdasarkan data tahun 2001 yang dihimpun pemerintah, Desa Adat
Penglipuran memiliki luas wilayah sekitar 1,12 Ha. Untuk menuju desa ini dapat dicapai melalui sisi
timur Desa Bangli, yakni Jalan Raya Bangli – Kintamani, maupun dari sisi utara desa, yakni Jalan
Kintamani Kayuambua – Bangli. Desa Adat Penglipuran memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Adat Kayang
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Adat Kubu
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Adat Gunaksa
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Adat Cekeng Desa Penglipuran resmi
ditunjuk oleh Pemerintah Daerah Bali menjadi desa adat tradisional yang menjadi
tujuan pariwisata sejak tahun 1992.
KONDISI FISIK Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki
tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang
terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu
kala. Penataan fisik dan struktur desa
tersebut tidak lepas dari budaya yang
dipegang teguh oleh masyarakat Adat
Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga
sudah berlaku turun temurun. Keunggulan
dari desa adat penglipuran ini dibandingkan
dengan desa-desa lainnya di Bali adalah
bagian depan rumah serupa dan seragam dari
ujung utama desa sampai bagian hilir desa.
Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana
daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk
depan yang sama, ada juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti
bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan
diseluruh desa.
Lokasi dari desa Penglipuran ini pada daerah dataran tinggi merupakan salah satu lingkup dari
kaki Gunung Batur, kabupaten Bangli, Bali. Hal tersebut menyebabkan keadaan topografi pada Desa
Penglipuran berkontur, tidak rata dan mempunyai hirarki yang tertinggi yang dimanfaatkan sebagai
pura, yaitu tempat bersembahyang dan pelaksaan upacara adat di desa tersebut. Semakin kearah utara
topografi tanah semakin tinggi hingga didapatkan suatu hirarki tertinggi pada pura panataran dan pura
puseh yang digunakan untuk sembahyang umat Hindu di daerah tersebut dan upacara rutin tiap enam
bulan sekali. Semakin ke arah selatan topografi tanah semakin rendah yang digunakan untuk kuburan
umat Hindu di daerah tersebut. Umat Hindu percaya arah ke utara adalah arah mulia sehingga
digunakan untuk tempat pura apalagi didukung dengan ketinggian tanah yang mencapai tertinggi pada
area tersebut, serta arah selatan digunakan sebagai kuburan orang desa tersebut, kuburan anak-anak
serta kuburan Alah pati dan Ulah pati. Untuk vegetasi yang ada di wilayah Desa Penglipuran
termasuk desa yang subur dan mayoritas menghasilkan bambu, hal ini dapat terlihat dari penduduknya
yang banyak menggunakan bambu sebagai bahan bangunan rumah mereka.
Objek observasi
Paon tradisional Penglipuran
Paon (dapur) adalah wadah bagi pemilik rumah
sebagai tempat aktifitas memasak. Namun ada sedikit
perbedaan fungsi antara dapur masyarakat desa Penglipuran
dengan dapur masyarakat sekarang yang pada umumnya
hanya berfungsi sebagai tempat memasak. Fungsi dapur
disini kompak, terdiri dari beberapa fungsi yaitu untuk
memasak dan sebagai tempat beristirahat (tempat tidur), dikarenakan desa panglipuran yang
notabena terlertak di dataran tinggi berkisar 700 m diatas permukaan laut yang memiliki
hawa dingin dan lembab, maka dapur yang difungsikan sebagai tempat memasak dengan
kegiatan menggunakan api, dapur menjadi tempat yang hangat untuk beristirahat (tidur).
Dimensi dan tata letak
1. Bale saka enem
2. Paon
3. Bale daja
4. Bale delod
5. Merajan
U
MATERIAL BAHAN
Ditinjau dari elemen pembentuk yaitu
a. Elemen atas
b. Elemen samping
c. Elemen bawah (alas)
1. Elemen atas yaitu atap berbentuk limasan dengan sudut kurang lebuh 45 derajat, yang di bentuk
oleh material kayu lokal sekitas panglipuran serta di bungkus dengan genteng sirap yang berbahan
dasar bambu yang didapat disekeliling desa yang mayoritas hutan bambu
2. Elemen samping berupa dinding yang terbuat dari anyaman bambo lokal
3. Pengaku dinding (tulangan) menggunakan material bahan kayu lokal
4. Elemen bawah (alas) yaitu lantai, terbuat dari batu padas (paras panglipuran) batu padas lokal yang
diambil dari sungai dan digunakan sebagai elemen pondasi dari bangunan yang direkatkan dengan
tanah liat (popolan).
Ditinjau dari elemen struktur
1. Elemen atas (atap). Kuda-kuda terbuat dari kayu lokal tanpa paku hanya menggunakan pasak
(lait)
2. Elemen samping sebagai struktur (saka-lambang) menggunakan kayu lokal
3. Elemen alas (pondasi jongkok asu ) menggunakan material batu kali dengan perekat tanah liat.
1
2
3
4