artikel adat perkawinan di desa warukin

31
Artikel Adat Perkawinan di desa Warukin, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Dayak maanyan Warukin Desa Warukin adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Tabalong,ter letak sekitar 13 KM dari kota Tanjung, dengan berkecamatan Tanta. Jumlah penduduk di desa ini ±1858 orang,dengan mata pencaharian rata-rata sebagai petani Karet. Mayoritas penduduk desa ini iyalah suku dayak, sedangkan suku- suku lain yang berbaur didalamnya adalah suku Banjar, Batak, Jawa, dll. Selain itu juga hidup brdampingan masyarakan antar umat beragama. Dalam kehidupan yang berdampingan terikatlah tali persaudaraan antar suku, agama, dan ras. Hanya saja di desa ini dudah hampir tak ada lagi yang menganut keyakinan KAHARINGAN. Pusat kegiatan ekonomi desa ini terletak pada pasar Rabu, yang

Upload: fiarimafaizah

Post on 28-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Artikel Adat Perkawinan di desa Warukin, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Dayak maanyan Warukin

Desa Warukin adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Tabalong,ter letak

sekitar 13 KM dari kota Tanjung, dengan berkecamatan Tanta. Jumlah penduduk di desa ini

±1858 orang,dengan mata pencaharian rata-rata sebagai petani Karet.

Mayoritas penduduk desa ini iyalah suku dayak, sedangkan suku-suku lain yang berbaur

didalamnya adalah suku Banjar, Batak, Jawa, dll. Selain itu juga hidup brdampingan

masyarakan antar umat beragama. Dalam kehidupan yang berdampingan terikatlah tali

persaudaraan antar suku, agama, dan ras.

Hanya saja di desa ini dudah hampir tak ada lagi yang menganut keyakinan KAHARINGAN.

Pusat kegiatan ekonomi desa ini terletak pada pasar Rabu, yang di kenal dengan sebutan

pasar Bajud, sesuai dengan tempatnya. Disinilah terjadi transaksi dan interaksi antar warga.

Asal-Usul Warukin sendiri berasal dari kata Weruken,yang dulunya adalah tempat

yang banyak terdapat pohon durian/papaken (ma’anyan, yang disukai oleh binatang sejenis

kera yang di sebutnya weruk (ma’anyan).

Tempat ini juga konon katanya diberi nama oleh seseorang pengembara yang mencari tempat

tinggal, dimana untuknya melanjutkan hidup dan mencari makan. Seorang ini sanagat sakti,

Tampan dan Gagah. Dengan Hipet(dayak) yang digunakannya untuk mencari tempat tinggal

Page 2: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

ia tembakan dan jatuh tepat ditempat yang banyak di tumbuhi pohon papaken, yang amat

disukai oleh weruk. Maka dijadikannyalah tempat itu sebagai tempat tinggalnya yang

kemudian di beri nama Weruken atau dikenal dengan sebutan Warukin(sekarang).

Sebagaimana suku lainnya, suku dayak di daerah ini juga memiliki kebudayaan dan ritual

serta upacara adat. Misalnya pada saat perkawinan, kematian, upacara ucapan syukur, pesta

panen, dll

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat ini iyalah bahasa ma’anyan, tidak jauh beda

dengan suku dayak yang ada di daerah Bar-tim hanya saja mungkin karena terpengaruh

dengan dialeg sekitar nya maka dialeg dan gaya bicaranya sedikit beda dengan suku dayak

yang ada di Bartim. Setidaknya mungkin karena desa ini adalah satu-satunya pemukiman

masyarakat dayak di daerah tabalong.

Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang

sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito

Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk

dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun

1860 yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut,

sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.

Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit

(Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa

subetnis. Suku terbagi menjadi 7 subetnis, diantaranya :

* Maanyan Paju Epat (murni)

* Maanyan Dayu

* Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)

* Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)

* Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar)

* dan lain-lain

Adat perkawinan bagunung perak bagi kalangan warga Dayak Manya sepreti di Desa

Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong sangat sakral. Tidak sembarangan orang

dapat melaksanakan ritual persandingan pengantin yang memerlukan dana cukup besar itu.

Page 3: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Selain kendala biaya dan karena mayoritas warga dayak setempat yang telah memeluk

agama, tidak sembarang orang bisa menggelar ritual itu. Perkawinan adat atau iwurung juee

bagunung perak hanya dapat dilakukan keturunan raja, bangsawan atau orang kaya.

Ritual dimulai dengan kedatangan mempelai lelaki bernama Mangaci ke rumah

mempelai wanita bernama Rohepilina di balai adat desa setempat sekitar pukul 09.30 Wita.

Dalam perkawinan bagunung perak sebenarnya biasanya semua prosesi dilakukan

sore menjelang malam. Sebab pada saat itu semua warga kampung dan tamu undangan yang

datang dari jauh sudah selesai bekerja sehingga dapat meluangkan waktu hadir.

Keluarga mempelai lelaki minta izin masuk dengan berbalas pantun. Setelah

diizinkan, mempelai lelaki melakukan natas banyang atau potong pantan, yakni menggunting

tali dari janur sebagai tanda membuka pagar. Rombongan masuk sambil diiringi tarian dan

musik tradisional, simbol kebahagiaan. Lalu dengan diiringi tarian dan musik keluarga

mempelai dikawal penari dan balian bawo masuk ke rumah mempelai wanita. Balian bawo

lalu berhenti di depan pintu dan menyapa keluarga wanita dalam bahasa manyan sebelum

masuk dan seperti ritual adat lainnya, dilakukan musyawarah saat pembicaraan lamaran yang

disebut ngusul pakat atau mufakat. Tahapan ini dilakukan setelah acara dibuka oleh tetua adat

dengan minum bersama tuak air tapai ketan yang dicampur sedikit merica dan pewarna daun

pandan.

Setelah didapat kata sepakat, maka pengulu adat yang bertugas menikahkan pasangan

tersebut menyatakan pemenuhan hukum adat sesuai dengan hukum yang sudah diatur dan

dijalankan. Pasangan mempelai pun siap disandingkan di pelaminan yang disangga kepala

kerbau.

Mereka sudah cantik dan gagah mengenakan pakaian pengantin dayak dari beludru

hitam bermotif flora nuansa keemasan. Di rambut mereka juga tersemat bulu elang sebagai

simbol kejantanan dan kebangsawanan. Dengan bersandingnya kedua mempelai, prosesi

hampir selesai. Sebab setelah dilakukan saki pilah atau pemalasan pengantin agar direstui

Shang Hiyang Bihatara, kedua mempelai resmi diserahkan oleh keluarga masing-masing.

Warga suku Dayak di wilayah Kabupaten Balangan rutin menggelar upacara adat

untuk mengirim doa kepada roh para leluhurnya. Perhelatan yang termasuk langka dan jarang

digelar di Provinsi Kalimantan Selatan ini diberi nama adat Mambatur. Masyarakat

Page 4: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Kecamatan Halong mayoritas merupakan masyarakat Dayak yang disebut Dayak Halong

sesuai dengan nama lokasi daerah tempat tinggal mereka. Masyarakat Dayak Halong sangat

memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka, hal ini dapat dilihat dengan adanya

beberapa acara adat yang sering dilakasanaka masyarakat setempat seperti :

1. Aruh Membatur

Aruh Mambatur merupakan sebuah acara penghormatan atas keluarga yang telah

meninggal selama empat hari empat malam. Aruh Mambatur yang dilaksanakan

untuk memperingati seratus hari kematian memerlukan hewan kurban berupa

kambing, sedangkan upacara Aruh Mambatur yang ditujukan untuk memperingati

seribu hari kematian memerlukan hewan kerbau. Dalam prosesinya (pembuatan

nisan) jika yang meninggal adalah petinggi adat, misalnya ketua atau tokoh adat

serta balian atau tabib, maka nisan (batur) diukir menyerupai wajah manusia,

kalau yang meninggal orang biasa, nisan cukup dipahat dengan bentuk bunga atau

tumbuhan.

2. Aruh Baharin

Aruh Baharin merupakan pesta syukuran yang dilakukan keluarga besar terdiri

dari 25 keluarga karena hasil panen padi di pahumaan (perladangan) mereka

berhasil dengan baik. Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena

para balian yang seluruhnya delapan orang, setiap malam menggelar prosesi ritual

pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati

sesaji yang dipersembahkan. Prosesi berlangsung pada empat tempat pemujaan di

balai yang dibangun dengan ukuran sekitar 10 meter x 10 meter. Prosesi puncak

dari ritual ini terjadi pada malam ketiga hingga keenam di mana para balian

melakukan proses batandik (menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian

seperti kerasukan saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan

diiringi bunyi gamelan dan gong.

Suku Dayak Pitap merupakanMasyarakat AdatDayak yang biasanya dikategorikan

sebagai bagian dari suku Dayak Meratus atau suku Dayak Bukit yang mendiami Kecamatan

Awayan, Kabupaten Balangan. Suku Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok

masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-

hulu Sungai Pitap dan anak sungai lainnya. Sungai Pitap tersebut sendiri awalnya bernama

Sungai Kitab. Menurut keyakinan mereka, ditanah merekalah turunnya kitab yang menjadi

Page 5: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

rebutan. Oleh datu mereka supaya ajaran kitab tersebut selalu ada maka kitab tersebut

ditelan/dimakan atau dalam

istilah mereka dipitapkan, sehingga ajaran agama mereka akan selalu ada di hati dan di akal

pikiran. Kata kitab pun akhirnya berubah menjadi pitap sehingga nama sungai dan

masyarakat yang tinggal kawasan tersebut berubah menjadi Pitap. Sedangkan sebutan Dayak

mengacu pada kesukuan mereka. Oleh beberapa literatur mereka dimasukkan kedalam

rumpun Dayak Bukit, namun pada kenyataanya mereka lebih senang disebut sebagai orang

Pitap atau Dayak Pitap, ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di Meratus.Para leluhur

masyarakat Dayak Pitap mula-mula tinggal di daerah Tanah Hidup, yaitu daerah perbatasan

antara Kabupaten Balangan dengan Kabupaten Kotabaru (dipuncak Pegunungan Meratus).

Tanah Hidup menjadi wilayah tanah keramat yang diyakini sebagai daerah asal mula leluhur

mereka hidup.

Secara administratif, permukiman Dayak Pitap berada di wilayah 3 desa yakni Desa Dayak

Pitap, Desa Langkap dan Desa Miyanau (1 RT) Kecamatan Awayan Kabupaten Balangan,

semula sebelum keluar Undang-Undang Nomortentang Pembentukan Kabupaten Tanah

Bumbu dan Kabupaten Balangan berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara.Semula suku

Dayak Pitap memiliki pemerintahan sendiri dengan pusat pemerintahan berada di Langkap.

Dengan adanya peraturansistem pemerintahandesa pada tahun 1979, dibentuk pemerintahan

desa Dayak Pitap dengan pusat pemerintahan waktu itu berada di Langkap. Wilayah Dayak

Pitap terbagi terdiri dari 5

kampung besar yaitu :

1. Langkap

2. Iyam

3. Ajung

Page 6: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

4. Panikin

5. Kambiyain

Kemudian pada tahun 1982 wilayah Dayak Pitap dibagi menjadi 5 desa, berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pedoman Pembentukan,

Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Kelurahan sertaPeraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 4Tahun 1981 tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa.

Selanjutnya berdasarkan SK Camat Tahun 1993Kampung Ajung digabung ke Iyam. Tahun

1998Kampung Iyam dan Kampung Kambiyain digabungkan jadi satu dengan Kampung

Ajung dengan pusat pemerintahan di Ajung Hilir.

Selain di Halong dayak Warukin, Tabalong ada juga upacara kematian disebut Mia atau

Mambatur, yaitu membuat tanda kubur dari

kayu ulin. Ritual tersebut memiliki beberapa tingkatan, antara lain berdasarkan lamanya

waktu dan pembiayaan. Upacara menguburkan satu hari disebut ngatang, yaitu membuat

kubur satu tingkat. Dalam kaitan ini, ada tradisi siwah pada hari ke-40 setelah kematian.

Pembuatan batur satu tingkat ini disebut juga wara atau mambatur kecil. Proses mambatur

ada pula yang dijalankan selama lima hari disertai dengan pengorbanan kerbau dan pendirian

balontang, yakni patung si warga yang meninggal. Prosesi itu biasanya dilaksanakan dengan

mengundang semua warga. Sebagai kelanjutan “mambatur” biasanya dilangsungkan

mambuntang sebagai upacara terakhir. Kepala Adat Desa Warukin Rumbun mengatakan,

aruh mambuntang yang sederhana disebut buntang pujamanta. Ritual ini h

anya mengorbankan kambing, babi, dan ayam.

Untuk ritual yang lebih “bergengsi”, buntang pujamea diwarnai dengan pengorbanan kerbau.

Perbedaan antara mambatur dan balontang adalah dari segi mantra dan balian atau rohaniwan

Kaharingan yang melaksanakannya. Perbedaan lain, patung balontang diarahkan ke barat

Page 7: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

sebagai simbol arah alam kematian, sedangkan pada mambuntang patung diarahkan ke timur

sebagai simbol kehidupan.

• Tarian Gintor dan Wadian I Balian terdapat di kecamatan Halong

Balian adalah sebutan upacara pengobatan pada Suku Dayak Balangan (bagian dari Suku

Dayak Maanyan) di Kabupaten Balangan dan Suku Dayak Bukit di Kalimantan Selatan. Suku

Dayak Balangan memiliki upacara balian bulat. Tradisi balian ini dibuat menjadi suatu

atraksi kesenian yang disebut Tari Tandik Balian. Bagi masyarakat Suku Dayak, khususnya

di wilayah pedalaman, komunikasi dengan roh leluhur menjadi salah satu ritual untuk

menjaga keseimbangan dengan alam. Komunikasi tersebut bisa dilakukan dengan ritual

khusus yang bisa dilakukan oleh orang-orang khusus.

Keseimbangan itu akan tercapai manakala komunikasi dengan lingkungan, tidak terputus.

Bahkan komunitas masyarakat Suku Dayak juga me

mercayai bahwa keseimbangan alam akan masih sangat terjaga ketika roh leluhur ikut

menjaganya. Kearifan Suku Dayak untuk menjaga lingkungan turun temurun sebenarnya

menjadi bagian dari kehidupan yang sudah dibina sejak dahulu. Hanya, egoisme dan alasan

untuk bertahan hidup menjadikan banyak sisi lingkungan harus dikalahkan. Berbagai masalah

pun timbul. Musibah serangan penyakit, malapetaka dan bencana alam pun terjadi. Tidak ada

lagi penghormatan terhadap leluhur untuk ikut menjaga, karena ulah manusia yang tak lagi

arif menjaga komunikasi. Balian, dipercaya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi

dengan roh-roh leluhur. Komunikasi itu bisa melalui tarian atau komunikasi verbal. Tari

dipercaya menjadi media, dengan pukulan alat musik yang disajikan da

pat menjadi penghubung untuk sebuah pola komunikasi.

Masyarakat S

Page 8: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

uku Dayak mengenal balian saat akan melakukan komunikasi dengan roh-roh leluhur.

Biasanya saat berkaitan dengan ritual penyembuhan penyakit, ritual untuk membersihkan

kampung dari berbagai kemungkinan petaka, atau berbagai keperluan lainnya. Balian juga

menjadi perantara hubungan antara pihak yang memerlukan bantuan untuk diobati atau

keperluan lainnya dengan roh-roh leluhur yang dipanggil dalam kaitannya dengan ritual

tersebut, sehingga keperluan untuk ritual itu bisa berjalan sesuai harapan.

Ritual yang dilakukan balian biasanya menggunakan media berupa tarian dan atau gerakan-

gerakan serta bunyi-bunyian tetabuhan dan peralatan musik

pengiring tarian yang dimainkan oleh para pemain musik dalam ritual tersebut. Karena itu,

ritual tersebut sangat akrab dengan kehidupan masyarakat Suku Dayak di wilayah pedalaman.

Lebih-lebih untuk tetap menjaga keseimbangan alam dan berbagai pola kehidupan yang

berlangsung di dunia fana ini.

Balian juga menjadi bagian dari sebuah ritual dan bertindak sebagai pawang atau basir

(perantara adat, Red) yang memiliki kemampuan untuk menjaga komunikasi dengan dunia

leluhur sehingga keseimbangan dapat terus terjaga dan terbina langgeng. Keseimbangan

antara kehidupan fana dan dunia para leluhur akan dapat terjaga manakala dua dunia yang

berlainan itu dapat saling menjaga keseimbang

an. Sejauh ini, manusia menjaga alam dan ritual leluhur dan leluhur pun akan menjaga

keseimbangan alam tempat manusia hidup.

• Aruh Adat Baharin

Lima balian (tokoh adat) yang memimpin upacara ritual terlihat berlari kecil sambil

membunyikan gelang hiang (gelang terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi salah satu

tempat pemujaan di balai depan rumah milik Ayi, warga Desa Kapul, Kecamatan Halong,

Kabup

Page 9: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

aten Balangan, Kalimantan Selatan.

Hampir semua warga Dayak setempat, bahkan warga dari beberapa kampung lainnya, hadir

mengikuti ritual adat tua yang masih dilestarikan dan dipertahankan di kecamatan yang

terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin, ibu kota Kalimantan Selatan. Mereka larut

menyaksikan para balian itu saat bamamang (membaca mantra) memanggil para dewa dan

leluhur.

Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan keluarga besar

terdiri dari 25 keluarga tersebut karena hasil panen padi di pahumaan (perladangan) mereka

berhasil dengan baik. Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena para balian

yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh

leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang dipersembahkan.

Prosesi berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai yang dibangun sekitar 10 meter x

10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam ketiga hingga keenam di mana

para balian melakukan proses batandik (menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian

seperti kerasukan saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan diiringi bunyi

gamelan dan gong.

Sebelum prosesi itu berlangsung, ibu-ibu dan remaja wanita yang secara khas mengenakan

tapih bahalai (kain batik) terlihat sibuk membersihkan ber

as, membuat ketupat, memasak sayur, serta memasak lemang yang menjadi pemandangan

awal kesibukan mempersiapk

an ritual ini. Sementara para lelaki terlihat mengenakan sentara parang dan mandau di

pinggang. Mereka bukan hendak berperang, tetapi itu harus dikenakan saat mereka

mempersiapkan janur pemujaan, mengangkut kayu bakar, dan memasak nasi. Kesibukan

memasak ini berlangsung setiap hari selama ritual berlangsung.

Page 10: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Sedangkan kegiatan proses Aruh Baharin, kata Narang, balian yang tinggal di Desa Kapul

dipersiapkan oleh para balian. Prosesi tersebut berlangsung beberapa hari karena ada

beberapa pemanggilan roh leluhur yang harus dilakukan sesuai jumlah tempat pemujaan.

itual pembuka, jelasnya, prosesinya disebut Balai Tumarang di mana pemanggilan roh

sejumlah raja, termasuk beberapa raja Jawa,

yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka. Selanjutnya, melakukan ritual

Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil

leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang

Lembang, ini proses ritual terkait dengan ra

ja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.

Pengertian Perkawinan Menurut Adat

Page 11: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai

”peikatan perdata”, tetapi juga merupakan ”perikatan Adat” dan sekaligus merupakan

perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan

semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan Keperdataan, seperti hak dan

kewajuban suani isteri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi

juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan,

keketanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu juga

menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagaamaan, baik dalam hubungan

manusia dengan Tuhannya (ibadah) maupun hubungan manusia dengan sesama manusia

(muamalah) dalam pergaulan hidup agar selamat didunia dan diakhirat.

Perkawinan dalam arti ”perikatan adat” ialah perkawina yang mempunyai akibat hukum

terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan[1]. Akibat hukum ini

telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, misalnya dengan adanya hubungan pelamaran

yang merupakan hubungan antara orang tua keluarga dari para calon suami isteri. Setelah

terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban orang tua menurut hukum

adat setempat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya dalam peran serta

membina dan memlihara perukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak

mereka yang terikat dalam perkawinan.

* Maanyan Paju Epat (murni)

* Maanyan Dayu

* Maanyan Paju Sapuluh (ada pengaruh Banjar)

* Maanyan Benua Lima/Paju Lima (ada pengaruh Banjar)

* Maanyan Tanta (ada pengaruh Banjar)

* dan lain-lain

Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara

kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.

1. Kematian

Makam suku Maanyan menunjukkan hierarki sosial. Jajaran makam kaum bangsawan

terletak di hulu sungai, disusul ke arah hilir untuk makam kaum tentara, penduduk biasa, dan

yang paling hilir adalah makam untuk kaum budak.indonesia

pada hari minggu tgl 27 april 2008 di

desa warukin, kabupaten tabalong, kalimantan selatan akan ada simulasi

Page 12: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

perkawinan adat dayak (begunung perak) yang di prakarsai oleh masyarakat

setempat. Konon acara ini di adakan untuk menggali kembali kebudayaan dayak

yang sudah hampir punah. Dalam meuwujudkan simulasi ini panitia melibatkan

berbagai suku yang hidup beriringan disekitarnya, termasuk didalamnya suku

banjar dan suku jawa.

Begunung perak adalah prosesi perkawinan adat dayak kalsel yang hampir punah.

Perkawinan adat dayak ini menurut ketua adat setempat diadakan terakhir pada

tahun 1983. Sebenarnya saya juga gak begitu ngerti tentang begunungan perak,

ini jelas membuat saya penasaran sekaligus deg-degan.

Desa warukin terletak di kabupaten tabalong, kalimantan selatan. Dari

Banjarmasin 6 jam driving (kalo jalanan lancar, ada titik2

kemacetan pada siang hari), arah ke utara melalui jalan lintas propinsi menuju

ke balikpapan. Untuk akses darat bisa menggunakan bus  jurusan balikpapan di

sore sampai malam hari, atau menggunakan angkot. Akses udara bisa menggunakan

pelita air dengan durasi + 45 menit pada jam 12.30 siang (hari minggu off),

Sedangkan untuk akses air bisa menggunakan speed boat dari pelabuhan trisakti

(banjarmasin) + 4-5jam. Tapi sayang untuk menuju ke lokasi tidak ada

transportasi umum. Untuk akses darat dan udara hanya bisa sampai jalan lintas

propinsi saja. Apalagi dengan akses sungai hanya bisa sampai di daerah kelanis

( 1,5jam kearah barat warukin).

Adat perkawinan bagunung perak bagi kalangan warga Dayak Manya sepreti di Desa

Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong sangat sakral. Tidak sembarangan orang

dapat melaksanakan ritual persandingan pengantin yang memerlukan dana cukup besar itu.

Tapi Minggu (27/4), warga dayak Warukin mempertontonkan tahapan adat dalam

perkawinan bagunung perak yang langka karena sudah lebih lima puluh tahun tidak pernah

digelar lagi.

Selain kendala biaya dan karena mayoritas warga dayak setempat yang telah memeluk

agama, tidak sembarang orang bisa menggelar ritual itu. Perkawinan adat atau iwurung juee

bagunung perak hanya dapat dilakukan keturunan raja, bangsawan atau orang kaya.

Bila dalam garis keturunan tidak pernah ada yang melaksanakan, maka anak cucunya juga

tidak boleh atau akan terkena bala. Acara kemarin merupakan upaya mengangkat khasanah

budaya dayak yang langka itu, yang dibesut Bagian Pariwisata Kabupaten Tabalong bekerja

sama dengan perusahaan swasta (PT Adaro Indonesia) melalui dana community development

Page 13: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

(CD)nya.

Ritual dimulai dengan kedatangan mempelai lelaki bernama Mangaci ke rumah mempelai

wanita bernama Rohepilina di balai adat desa setempat sekitar pukul 09.30 Wita.

Dalam perkawinan bagunung perak sebenarnya biasanya semua prosesi dilakukan sore

menjelang malam. Sebab pada saat itu semua warga kampung dan tamu undangan yang

datang dari jauh sudah selesai bekerja sehingga dapat meluangkan waktu hadir.

Keluarga mempelai lelaki minta izin masuk dengan berbalas pantun. Setelah diizinkan,

mempelai lelaki melakukan natas banyang atau potong pantan, yakni menggunting tali dari

janur sebagai tanda membuka pagar. Rombongan masuk sambil diiringi tarian dan musik

tradisional, simbol kebahagiaan.

Lalu dengan diiringi tarian dan musik keluarga mempelai dikawal penari dan balian bawo

masuk ke rumah mempelai wanita. Balian bawo lalu berhenti di depan pintu dan menyapa

keluarga wanita dalam bahasa manyan sebelum masuk.

Dan seperti ritual adat lainnya, dilakukan musyawarah saat pembicaraan lamaran yang

disebut ngusul pakat atau mufakat. Tahapan ini dilakukan setelah acara dibuka oleh tetua adat

dengan minum bersama tuak air tapai ketan yang dicampur sedikit merica dan pewarna daun

pandan.

Setelah didapat kata sepakat, maka pengulu adat yang bertugas menikahkan pasangan

tersebut menyatakan pemenuhan hukum adat sesuai dengan hukum yang sudah diatur dan

dijalankan. Pasangan mempelai pun siap disandingkan di pelaminan yang disangga kepala

kerbau.

Mereka sudah cantik dan gagah mengenakan pakaian pengantin dayak dari beludru hitam

bermotif flora nuansa keemasan. Di rambut mereka juga tersemat bulu elang sebagai simbol

kejantanan dan kebangsawanan.

Dengan bersandingnya kedua mempelai, prosesi hampir selesai. Sebab setelah dilakukan saki

pilah atau pemalasan pengantin agar direstui Shang Hiyang Bihatara, kedua mempelai resmi

diserahkan oleh keluarga masing-masing.

Linkwithin

Tari Tandik Balian

Page 14: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Suku Dayak Warukin (Tabalong-Kalsel) merupakan salah satu subsuku Dayak Maanyan

yang memiliki upacara balian bulat. Tradisi balian ini dibuat menjadi sebuah atraksi kesenian

yang disebut Tari Tandik Balian.

Sekilas Tentang Dayak Warukin

Orang Dayak Warukin adalah suku Maanyan yang terdapat di desa Warukin dan desa Haus,

Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah

kantong/enclave yang disekitarnya adalah daerah pemukiman suku Banjar. Hal ini bisa terjadi

karena dahulu kala daerah di sekitar lembah sungai Tabalong pada umumnya adalah wilayah

tradisonal suku Manyaan, tetapi akhirnya mereka terdesak oleh perkembangan Kerajaan

Negara Dipa yang menjadi cikal bakal suku Banjar. Selanjutnya suku Maanyan terkonsentrasi

di sebelah barat yaitu di wilayah Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Dan sebagian

terdapat di sebelah timur yaitu di Kabupaten Kota baru yang disebut Dayak Samihim.Dayak

Warukin di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari Maanyan

Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang terdapat di

kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju Lima. Istilah “benua”

berasal dari Bahasa Melayu Banjar.Upacara adat rukun kematian Kaharingan pada Dayak

Warukin disebut mambatur. Istilah ini pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya

disebut marabia.

Page 15: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

UPACARA TIWAH ADAT   DAYAK

Upacara Tiwah atau Tiwah Lale atau Magah Salumpuk liau Uluh Matei ialah upacara sakral

terbesar untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju

tempat yang dituju yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu

Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang atau Lewu Liau

yang letaknya di langit ke tujuh.

Perantara dalam upacara ini ialah :

Rawing Tempun Telun, Raja Dohong Bulau atau Mantir Mama Luhing Bungai Raja

Malawung Bulau, yang bertempat tinggal di langit ketiga. Dalam pelaksanaan tugas dan

kewajibannya Rawing Tempun Telun dibantu oleh Telun dan Hamparung, dengan melalui

bermacam-macam rintangan.

Kendaraan yang digunakan oleh Rawing Tempun Telun mengantarkan liau ke Lewu Liau

ialah Banama Balai Rabia, Bulau Pulau Tanduh Nyahu Sali Rabia, Manuk Ambun.

Perjalanan jauh menuju Lewu Liau meli\ewati empat puluh lapisan embun, melalui sungai-

sungai, gunung-gunung, tasik, laut, telaga, jembatan-jembatan yang mungkin saja apabila

pelaksanaan tidak sempurna, Salumpuk liau yang diantar menuju alam baka tersesat.

Pelaksana di pantai danum kalunen dilakukan oleh Basir dan Balian. Untuk lebih memahami

uraian selanjutnya, beberapa istilah perlu diketahui :

ENJONG (Dayak Kaltim)

1. Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan

perang, dalam bahasa Dayak Ngaju “Asang”.

2. Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang

Page 16: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.

3. Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.

4. Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon

bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.

5. Mengirim Abu, berarti ada rumah terbakar.

6. Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap

lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada saat

mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama korban tidak disebutkan.

7. Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah

tua meninggal dunia.

8. Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan

tajau.

9. Daun sawang/jenjuang yang digaris (Cacak Burung) dan digantung di depan rumah, hal ini

menunjukan bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.

10. Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat

batangnya ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau

memetik buah yang ada dipohon itu.

Pada dasarnya Upacara (adat) kematian merupakan berbagai jenis upacara (serangkaian) dari

kematian sampai beberapa upacara untuk mengantar adiau/roh ke tumpuk adiau/dunia

akhirat’

Berikut beberapa yang saya ketahui :

1. Ijambe, (baca : Ijamme’) yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang mati.

Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. dan membutuhkan biaya yang sangat

besar, dengan hewan korban kerbau, Babi dan Ayam. Karena mahal Upacara ini dilakukan

oleh keluarga besar dan untuk beberapa Orang (tulang yang udah meninggal) atau untuk

beberapa Nama, dulu sering dilakukan di desa nenek saya di desa Warukin, kecamatan Tanta,

Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

2. Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan

terbunuh (tidak wajar) dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka.

Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.

3. Miya, yaitu upacara membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam. kuburan

dihiasi dan lewat upacara ini keluarga masih hidup dapat “mengirim” makanan, pakaian dan

kebutuhan lainnya kepada “adiau” yang sudah meninggal.

Page 17: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

4. Bontang, adalah level tertinggi dan “termewah” bentuk penghormatan keluarga yang masih

hidup dengan yang sudah meninggal, upacara ini cukup lama 5 hari lima malam, dengan

biaya luar bisa, “memakan korban “puluhan ekor Babi jumbo dan ratusan ekor ayam

kampung esensinya adalah memberi/mengirim “kesejahteraan dan kemapanan” untuk

roh/adiau yang di”bontang”, upacar ini bukan termasuk upacara duka, tapi sudah berbentuk

upacara sukacita.

5. Nuang Panuk, yaitu upacara mambatur yang setingkat di bawah upacara Miya, karena

pelaksanaannya hanya satu hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu

tingkat saja, di antar kue sesajen khas dayak yaitu tumpi wayu dan lapat wayu dan berbagai

jenis kue lainnya  dalam jumlah serba tujuh dan susunan yang cukup rumit

6. Siwah, yaitu kelanjutan dari upacara Mia yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah

upacara Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari upacara

Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam upacara Mia untuk

menjadi pangantu pangantuhu, atau “sahabat” bagi keluarga yang belum meninggal

Yang menarik dari upacara tersebut adalah banyak unsur seninya, baik tumet leut (sajak yang

dilantunkan dengan nada indah tapi tetap, dan tarian tarian khas jaman dulu misalnya giring2

atau nampak maupun nandrik

Upacara tersebut di atas mulai terancam punah, karena keturunan selanjutnya dari Dayak

Maanyan Benua Lima kebanyakan menganut Agama Kristen dan Katolik,  lucunya ada

bebrapa yang di”modifikasi” misalnya upacara miya di ganti dengan kebaktian mambatur

versi kristen dan Katolik.

Harapan kita semua, kalapun bukan dalam bentuk kepercayaan, minimal beberapa budaya

dalam bentuk syair, tarian, dll dapat dilestarikan.

MENGENAL SAYUR KHAS DAYAK MAANYAN

Mengenal keragaman sayuran Khas Dayak 

Umbut/Uwut

Berbicara tentang sayuran khas Dayak , dalam hal ini adalah Dayak Maanyan (dayak lain

setali 3 uang), maka yang pertama dibicarakan adalah sayur umbut , dalam bahasa Maanyan

disebut “uwut”.

Page 18: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Uwut adalah bagian yang lunak dan muda dari batang palmae atau rotan, atau dari tumbuhan

perdu sejenis jahe jahean. Umbut dahulu dikenal masyarakat dayak karena mudah

memperolehnya, sebab tidak perlu di tanam, hanya mengambil yang tersedia di hutan. Ada

beberapa jenis Uwut yang sering di Konsumsi masyarakat Dayak Maanyan

1. Uwut dari jenis Palmae : terdiri dari uwut sawit, uwut kelapa, uwut rumbia, uwut

pinang, uwut wulang, uwut damuran. Uwut uwut dari golongan palmae ini biasanya

cara memasaknya di campur dengan daging, tulang atau ayam,  dengan bumbu kuning

atau merah, kadang kadang di kasih santan juga.

Uwut sawit (kelapa sawit) adalah uwut yang paling terkenal dan hampir dikenal berbagai

suku bangsa di Indonesia, uwut ini biasanya jadi sayur pada acara acara besar seperti

syukuran, pernikahan, dan acara lainnya

Uwut Kelapa/uwut Nyiui hampir sama dengan uwut sawit, tapi seratnya lebih halus dan

rasanya lebih manis, paling enak di masak dengan ayam kampung dengan bumbu kuning atau

opor dan diberi santan. Uwut ini jarang diperoleh, karena siempunya pohon kelapa terlanjur

sayang dengan pohon kelapanya kalau diambil umbutnya,kelapa pasti mati dan tidak akan

berbuah lagi. Seringkali uwut kelapa ini di ambil pada acara acara insidental, misalnya pada

saat orang meninggal dunia.

Uwut Rumbia atau biasa disebut uwut amiye’, adalah uwut yang diambil dari pohon rumbia.

Uwut ini seratnya agak kasar, dan bergetah, jadi harus lebih hati hati dan bersih dalam

pengolahannya. Dayak Maanyan mengenal 2 jenis rumbia, yaitu rumbia/amiye sagu yaitu

rumbia yang habitusnya besar, dan tujuannya penananamnya adalah untuk mendapatkan

sagu, jenis kedua adalah rumbia/amiye dariyangau, jenis rumbia kecil, dan tidak bisa

menjulang tinggi, karena batangnya biasa melingkar. Rumbia ini ditanam untuk diambil

umbutnya dan daunnya yang akan diolah menjadi atap.

Uwut Wulang adalah uwut yang diambil dari sejenis palmae yang cukup tinggi, yang hidup

di daerah hutan dataran tinggi atau hutan dipterocarpacea, sepengatahuan saya jenis palmae

ini hidup di hutan dipterokarpae (hutan yang didominasi oleh kayu dari Fam

Dipterocarpaceae, atau jenis meranti) di Kalimantan. Uwut ini rasanya persis uwut kelapa,

juga enak dibuat sayur bening.

Uwut damuran adalah uwut yang didapat dari sejenis salak hutan yang tumbuh di rawa rawa

non gambut di Kalimantan, uwut ini sangat susah mengambilnya karena duri duri damuran

sangat panjang, tajam dan berbahaya. Namun hasilnya sebanding dengan perjuangan,

umbutnya enaknya luar biasa.

2.Dari Jenis Rotan

Page 19: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

Umbut Rotan merupakan kekayaan bersama semua sun suku Dayak, oleh karena itu saya

hanya menyampaikan yang dikenal masyarakat dayak Maanyan saja

Masyarakat tradisional dayak Maanyan mengenal bebarapa jenis Umbut Rotan atau uwut

(saja), yiatu uwut nange, uwut sakulu, uwut gamis, dan uwut manau, uwut Ra’anan (kalau

dayak Ngaju daftar uwut rotannya 3 kali lebih panjang)

Semua jenis uwut ini merupakan bagian yang muda dan lunak (bakal batang rotan yang

belum keras) yang terdapat pada bagian dekat pucuk dari berbagai jenis rotan.

Uwut Nange atau rotan merah merupakan uwut yang paling terkenal, rotan ini memang

ditakdirkan untuk diambil umbutnya(uwutnya) karena batang rotannya tidak komersil. Rotan

ini tumbuh berbentuk rumpun di daerah yang berawa atau dataran rendah yang selalu basah

atau dipinggiran sungai. Uwut ini bisa dimasak dengan bumbu minimalis (bahasa dayak

Ngaju di juhu, atau bahasa maanyan na papahak) dicampur dengan (maaf) Babi tau Babi

hutan, namun bisa juga di masak dengan bumbu kuning dengan campuran tulang kambing,

tulang sapi, tulang babi, atau tulang rusa (asal jangan Tulang Batak aja ha ha ha). Namun

enak juga dimasak dengan campuran ikan sungai (bukan ikan budidaya atau ikan laut). Di

beberapa tempat/desa umbut ini diiris miring tipis lalu dioseng dengan terasi atau ebi, enak

sekali.

Uwut Sakulu, merupakan jenis umbut  yang rasanya pahit, namun sangat disukai masyarakat

Dayak Maanyan, semua Dayak di Kasel dan Kaltim. Sakulu jenis rotan yang batangnya non

komersil biasanya tumbuh di tanah kering.  Ada dua jenis sakulu, yang pertama sakulu

Kutuan adalah sakulu yang tumbuh subur di hutan hutan, batangnya lebih besar dan rasanya

lebih pahit, yang kedua adalah sakulu lasi, adalah sakulu yang tumbuh di areal yang masih

mengalami suksesi untuk menjadi hutan sekunder, sakulu jenis ini biasanya pendek dan

terpapar sinar matahari langsug akibat karena tidak ada kayu besar di sekitarnya. Umbut

sakulu ini rasanya jauh lebih enak, dan biasanya di makan mentah (seperti Lalapan orang

Sunda). Uwut sakulu selain bisa di oseng seperti uwut nange, juga sangat enak dimasak

dengan wadi, baik wadi daging (maaf lagi..) Babi maupun wadi ikan.

Uwut Gamis adalah jenis uwut yang diambil dari rotan yang kecil, buah rotan ini sangat enak

di makan, berwarna kuning, dan dagingnya seperti lendir (he he he). Rasanya sangat manis,

enak di makan sebagai lalapan dengan sambal atau wadi (lagi lagi)

Uwut manau dan ra’anan adalah jenis uwut yang diambil dari rotan jenis manau dan ra’anan,

rotan jenis ini adalah rotan yang komersil dan laku dijual sebagai bahan baku pembuatan

lemari kursi bahkan tempat tidur, hanya saja rasa uwutnya kurang enak di bandingkan dengan

jenis lain

Page 20: Artikel Adat Perkawinan Di Desa Warukin

3.Uwut tumbuhan perdu (jahe jahean)

Masyarakat dayak Maanyan hanya mengenal 2 jenis yaitu umbut lauah atau lengkuas dan

uwut pu,ai (sejenis jahe jahean hutan yang besar dan panjang). Umbut didapatkan dari bagian

lunak dalam batang muda jenis jahe jahean ini. Biasanya di sayur sendiri, walaupun sering

juga di campur dengan ikan air tawar. Sementara Dayak Ngaju jauh lebih kaya dengan jenis

jenis umbut jahe jahean, yang paling fonemenal  adalah jenis jahe2an yang saya lupa

namanya (mirip lengkuas, ada yang berdaun merah maupun hijau), yang umbutnya diambil,

lalu di haluskan mentah dengan daging ikan yang sudah dipanggang atau digoreng, baunya

sangat khas dan harum, dan konon bagi penggemarnya, hidangan ini bikin yang makan tidak

sadar akan kehadiran mertua lagi yang lalu lalang sambil ngomel, saking enaknya (makanya

saya bilang fonemenal