dermatoterapi 2

30
Tugas Ujian DERMATOTERAPI PENGUJI: Dr . Emil R. Fadly, SpKK Dr.Fuad OLEH : FLORENCIA PALIMBONG 0861050190 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PERIODE 11 JUNI-7 JULI 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

Upload: oyien14

Post on 15-Dec-2014

212 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: dermatoterapi 2

Tugas Ujian

DERMATOTERAPI

PENGUJI:

Dr.Emil R. Fadly, SpKK

Dr.Fuad

OLEH:

FLORENCIA PALIMBONG

0861050190

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

PERIODE 11 JUNI-7 JULI 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

Page 2: dermatoterapi 2

DERMATOTERAPI

Pendahuluan

Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain:

a. Topikal

b. Sistemik

c. Intralesi

Jika cara pengobatan diatas belum memadai, maka masih dapat dipergunakan cara-cara lain,

yaitu:

1. Radioterapi

2. Sinar Ultraviolet

3. Pengobatan Laser

4. Krioterapi

5. Bedah Listrik

6. Bedah Skalpel

Dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat dalam bidang farmasi, maka

pengobatan penyakit kulit juga ikut berkembang pesat. Yang menarik perhatian adalah

kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang berupa perubahan dari cara pengobatan

nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional.

Maksud uraian ini ialah memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan topikal yang

disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit.

Page 3: dermatoterapi 2

Pengobatan Topikal

Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi

obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah

mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,

dan melindungi (proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk

mengadakan homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke

keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala

yang mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.

Cara pengobatan pada jaman dulu terutama ditujukan kepada efek fisik terhadap kulit

yang sakit.

Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-preparat

topikal yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme di kulit atau

terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis

maupun kimiawi. Kalau obat topikal digunakan secara rasional, maka hasilnya juga optimal,

sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topikal menjadi tidak efektif dapat

menyebabkan penyakit iatrogenik. Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian:

a. Bahan Dasar (vehikulum)

b. Bahan Aktif

II.1. Bahan Dasar (vehikulum)

Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal dan

terpenting yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai

pegangan ialah pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan dasar yang

cair/basah, misalnya kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat/kering,

misalnya salap. Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi :

1. Cairan

2. Bedak

3. Salap

Disamping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu:

4. Bedak kocok (lotion), yaitu campuran cairan dan bedak

Page 4: dermatoterapi 2

5. Krim, yaitu campuran cairan dan salap

6. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak

7. Linimen (pasta pendingin), yaitu campuran cairan, bedak, dan salap

1. CAIRAN

Cairan terdiri atas:

a. Solusio artinya larutan dalam air

b. Tingtura artinya larutan dalam alkohol

Solusio dibagi dalam:

1. Kompres

2. Rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan

3. Mandi (full bath)

Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta

dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu terjadi

perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan

yang membasah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak

dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga untuk

menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-macam

dermatosis.

Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit menjadi

terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara teliti, kalau keadaan sudah mulai

kering

pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu dihentikan untuk diganti dengan bentuk pengobatan

lainnya. Cara kompres lebih disukai daripada cara rendam dan mandi, karena pada kompres

terdapat pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi terjadi

proses maserasi.

Bahan aktif yang dipakai dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan

antimikrobal. Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein.

Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu:

A. Kompres Terbuka

DASAR

Penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi eksudat atau pus.

INDIKASI

- Dermatosis Madidans

Page 5: dermatoterapi 2

- Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erisipelas

- Ulkus kotor yang mengandung pus dan kusta

EFEK PADA KULIT

- Kulit yang semula eksudatif menjadi kering

- Permukaan kulit menjadi kering

- Vasokonstriksi

- Eritema berkurang

CARA

Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal (3-

lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, dan jangan menggunakan kapas karena

lekat dan menghambat penguapan.

Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan,

biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi. Bila

kering dibasahkan

lagi. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan.

B. Kompres Tertutup

SINONIM

Kompres Impermeabel

DASAR

Vasodilatasi, bukan untuk penguapan

INDIKASI

Kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium

CARA

Digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau

plastik.

2. BEDAK

Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat

erat sehingga penetrasinya sedikit sekali.

Efek bedak ialah:

- Mendinginkan

- Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi

- Antipruritus lemah

Page 6: dermatoterapi 2

- Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo)

- Proteksi mekanis

Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Bahan dasarnya ialah talkum

venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini bersifat mengabsorbsi

air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus lemah.

INDIKASI

1. Dermatosis yang kering dan superfisial

2. Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan herpes zoster.

KONTRAINDIKASI

Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder

3. SALAP

Salap ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi

seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tapi dapat pula lanolin atau minyak.

INDIKASI

1. Dermatosis yang kering dan kronik

2. Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat jika

dibandingkan dengan bahan dasar lainnya

3. Dermatosis yang bersisik dan berkrusta

KONTRAINDIKASI : dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian badan

yang berambut, penggunaan salap tidak dianjurkan dan salap jangan dipakai di seluruh tubuh.

4. BEDAK KOCOK

Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan

gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi

kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10-15%. Hal ini berarti bila

beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka persentase tersebut jangan dilampaui.

INDIKASI

1. Dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, yang diinginkan adalah sedikit

penetrasi.

2. Pada keadaan subakut

KONTRAINDIKASI

1. Dermatitis Madidans

2. Daerah badan yang berambut

Page 7: dermatoterapi 2

5. KRIM

Krim adalah campuran W (water, air), O (oil, minyak) dan emulgator.

Krim ada dua jenis:

- Krim W/O: air merupakan fase dalam dan minyak fase luar

- Krim O/W: minyak merupakan fase dalam dan air fase luar

Selain itu dipakai emulgator, dan biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya

paraben dan juga dicampur dengan parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan di dalam

krim.

INDIKASI

1. Indikasi kosmetik

2. Dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang lebih besar

daripada bedak kocok.

3. Krim boleh digunakan di daerah yang berambut

KONTRAINDIKASI

Dermatitis madidans

6. PASTA

Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan

mengeringkan.

INDIKASI

Dermatosis yang agak basah.

KONTRAINDIKASI

Dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan

lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat.

7. LINIMEN

Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedan, dan salap

INDIKASI

Dermatosis yang subakut

KONTRAINDIKASI

Dermatosis madidans

Page 8: dermatoterapi 2

GEL

Ada vehikulum lain yang tidak termasuk dalam “Bagan Vehikulum”. Gel ialah

sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari senyawa organik. Zat

untuk membuat gel diantaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan tragakan. Bila zat-zat

tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer

akan membuat gel menjadi sangat jernih dan halus.

Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.

Absorpsi per kutan lebih baik daripada krim.

II.2 Bahan Aktif

Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang

dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk

pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia

permukaan kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai.

Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi

satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat

tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T.(obat tidak tercampurkan).

Asam salisilat, misalnya dapat dicampur dengan asam lainnya, contohnya asam

benzoat atau dengan ter, resorsinol tidak tercampurkan dengan yodium, garam, besi atau

bahan yang bersifat oksidator.

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk

konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek

vehikulum terhadap kulit.

Bahan aktif yang digunakan diantaranya ialah:

1. Aluminium asetat

Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium asetat 5%. Efeknya

adalah astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai kompres diencerkan

1:10

2. Asam asetat

Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik untuk infeksi

Pseudomonas.

Page 9: dermatoterapi 2

3. Asam benzoat

Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam salap Whitfield

dengan konsentrasi 5%. Menurut British Pharmaceutical Codex susunannya demikian:

R/ Acidi benzoici 5

Acidi salicylici 3

Petrolati 28

Olei cocos 64

Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V. II yang di bagian kami digunakan untuk

penyakit jamur superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat 12%.

Sedangkan salap lain ialah A.A.V.I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat 6%, jadi

konsentrasi bahan aktif hanya separuhnya.

4. Asam borat

Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres atau

dalam salap berhubung efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat toksik, terutama

pada kelainan yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi.

5. Asam salisilat

Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal.

Efeknya adalah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu.

Pada konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu menunjang

pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolitik dan

dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi sangat tinggi (40%)

dipakai untuk kelainan-kelainan yang dalam, misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam

salisil dalam konsentrasi 1%o dipakai sebagai kompres, bersifat antiseptik. Penggunaannya,

misalnya untuk dermatitis eksudatif. Asam salisil 3%-5% juga bersifat mempertinggi

absorbsi per kutan zat-zat aktif.

6. Asam undesilenat

Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim. Dicampur dengan

garam seng (Zn undecylenic) 20%.

Page 10: dermatoterapi 2

7. Asam vit.A (tretinoin, asam retinoat)

Efek

- memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan

- meningkatkan sintesis D.N.A dalam epitelium germinatif

- meningkatkan laju mitosis

- menebalkan stratum granulosum

- menormalkan parakeratosis

Indikasi

- penyakit dengan sumbatan folikular

- penyakit dengan hiperkeratosis

- pada proses menua kulit akibat sinar matahari

8. Benzokain

Bersifat anestesi. Konsentrasinya ½-5%, tidak larut dalam air, lebih larut dalam

minyak (1:35), dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat digunakan dalam vehikulum yang

lain. Sering menyebabkan sensitisasi.

9. Benzil benzoat

Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi denga

konsentrasi 20% atau 25%.

10. Camphora

Konsentrasinya 1-2%. Bersifat antipruritus berdasarkan penguapan zar tersebut

sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok yang

mengandung alkohol agar dapat dipakai dalam salap dan krim.

11. Kortikosteroid topikal

Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison dan

hidrokortison asetat sebagai obat topikal pertama dari golongan kortikosteroid (K.S.). Hal ini

merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit topikal karena KS

mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu: anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti

mitotik, dan vasokonstriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison dan Adreno-Cortico

Trophic Hormone (A.C.T.H.) tidak efektif sebagai obat topikal.

Page 11: dermatoterapi 2

Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan KS yang lebih poten

daripada hidrokortison, yaitu KS yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai fluorinated

corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai samping pada posisi

16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi

0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk

golongan ini ialah: antara lain: betametason, betametason valerat, betametason benzoat,

fluosinolon asetonid, dan triamsinolon asetonid.

Penggolongan

Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan

anti-inlamasi dan antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan anti

mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah)

Tabel 49-1. PENGGOLONGAN KORTIKOSTEROID TOPIKAL BERDASARKAN

POTENSI KLINIS

KLASIFIKASI NAMA DAGANG NAMA GENERIK

Golongan I : (super poten) Diprolene ointment

Diprolene AF cream

Psorcon ointment

Temovate ointment

Temovate cream

Ultravate ointment

Ultravate cream

0,05% betamethason

dipropionate

0,05% diflorasone diacetate

0,05% clobetasol

propionate

0,05% halobetasol

propionate

Golongan II : (potensi

tinggi)

Cyclocort ointment

Diprosone ointment

Elocon ointment

Florone ointment

Halog ointment

Halog cream

Halog solution

Lidex ointment

0,1% amcinonide

0,05% betamethasone

dipropionate

0,01% mometasone fuorate

0,05% diflorasone diacetate

0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate

Page 12: dermatoterapi 2

Lidex cream

Lidex gel

Lidex solution

Maxiflor ointment

Maxivate ointment

Maxivate cream

Topicort ointment

Topicort cream

Topicort gel

0,05% betamethasone

dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

Golongan III : (potensi

tinggi)

Aristocort A ointment

Cultivate ointment

Cyclocort cream

Cyclocort lotion

Diprosone cream

Flurone cream

Lidex E cream

Maxiflor cream

Maxivate lotion

Topicort LP cream

Valisone ointmen

0,1% triamcinolone

acetonide

0,005% fluticasone

propionate

0,1 amcinonide

0,05% betamethasone

dipropionate

0,05% diflorosone diacetate

0,05% fluocinonide

0,05% diflorosone diacetate

0,05% betamethasone

dipropionate

0,05% desoximetasone

0,01% betamethasone

valerat

Golongan IV : (potensi

medium)

Aristocort ointment

Cordran ointment

Elocon cream

Elocon lotion

Kenalog ointment

0,1% triamcinolone acetonid

0,05% flurandrenolide

0,1% mometasone furoate

Page 13: dermatoterapi 2

Kenalog cream

Synalar ointment

Westcort ointment

0,1% triamcinolone

acetonide

0,025% fluocinolone

acetonide

0,2% hydrocortisone

valerate

Golongan V : (potensi

medium)

Cordran cream

Cutivate cream

Dermatop cream

Diprosone lotion

Kenalog lotion

Locoid ointment

Locoid cream

Synalar cream

Tridesilon ointment

Valisone cream

Westcort cream

0,05% flurandrenolide

0,05% fluticasone

propionate

0,1% prednicarbate

0,05% betamethasone

dipropionate

0,1% triamcinolone

acetonide

0,1% hydrocortisone

butyrate

0,025% fluocinolone

acetonide

0,05% desonide

0,1% betamethasone

valerate

0,2% hydrocortisone

valerate

Golongan VI : (potensi

medium)

Aclovate ointment

Aclovate cream

Aristocort cream

DesOwen cream

Kenalog cream

Kenalog lotion

0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone

acetonide

0,05% desonide

0,025% triamcinolone

acetonide

Page 14: dermatoterapi 2

Locoid solution

Synalar cream

Synalar solution

Tridesilon cream

Valisone lotion

0,1% hydrocortisone

butyrate

0,01% fluocinolone

acetonide

0,05% desonide

0,1% betamethasone

valerate

Golongan VII : (potensi

lemah)

Obat topikal dengan

hidrokortison,

deksametason,

glumetalon, prednisolon,

dan metilprednisolon

INDIKASI

Kortikosteroid topikal potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu

penyakit kulit (MARKS, 1985). Harus selalu diingat bahwa K.T. bersifat paliatif dan supresif

terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

Dermatosis yang responsif dengan K.T. ialah: psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis

kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis

stasis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis).

Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus eritematosus diskoid, psoriasis di

telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare,

sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.

Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid, jaringan parut

hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis dengan

likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo (sebagian responsif).

Di samping K.T. tersebut ada pula kortikosteroid yang disuntikan intralesi, misalnya

triamsinolon asetonid.

Pemilihan Jenis K.T

Page 15: dermatoterapi 2

Dipilih K.T. yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah; di samping itu

ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum,

kondisi penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga

dipertimbangkan umur penderita.

APLIKASI KLINIS

a. Cara Aplikasi

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3x/hari sampai penyakit tersebut

sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya

respon kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang; berupa

toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan

beberapa hari efek vasakonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila

pengolesan obat tetap dilanjutkan.

b. Lama Pemakaian Steroid Topikal

Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid

potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.

Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh sebagai berikut:

1. Psoriasis

Penyakit psoriasis dengan skuama tebal berupa plakat, memerlukan steroid yang

poten (golongan I) dengan vehikulum salap atau krim.

2. Dermatitis atopik

Pada anak diperlukan steroid topikal yang lemah mengingat umur anak, lokalisasi

penyakit dan kulit pada anak masih halus dan tipis. Dipilih bentuk krim. Pada dewasa

diperlukan K.T. yang poten dalam bentuk salap.

3. Dermatitis kontak alergik

Pemakaian steroid dengan potensi sedang biasanya cukup untuk mengatasi penyakit

ini. Zat penyebab harus dihindari.

4. Dermatitis dishidrotik

Dermatitis ini memerlukan steroid yang poten dalam bentuk salap, sebab kulit di

daerah itu tebal.

5. Dermatitis numular

Lesi biasanya multipel dan memerluka K.T. yang poten

6. Dermatitis seboroik

Dermatitis ini cukup sensitif terhadap K.T. dan memerlukan steroid potensi sedang.

Page 16: dermatoterapi 2

7. Dermatitis intertriginosa

Dermatitis ini memerlukan K.T. dengan potensi sedang untuk menghilangkan gejala

gatal dan rasa panas.

EFEK SAMPING

Efek samping terjadi bila:

1. Penggunaan K.T. yang lama dan berlebihan

2. Penggunaan K.T. dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan secara

oklusif.

Harus diingat bahwa makin tinggi potensi K.T., makin cepat terjadinya efek samping.

Gejala efek samping:

1. Atrofi

2. Strie atrofise

3. Telangiektasis

4. Purpura

5. Dermatosis akneformis

6. Hipertrikosis setempat

7. Hipopigmentasi

8. Dermatitis perioral

9. Menghambat penyembuhan ulkus

10. Infeksi mudah terjadi dan meluas

11. Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur

Dermatofitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak khas

karena efek anti-inflamasinya. Pinggir yang eritematosa dan berbatas tegas menjadi kabur

dan meluas dikenal sebagai tinea incognito.

Pencegahan Efek Samping

Efek samping sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan ialah

jangan melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi.

Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya dipakai K.T. yang lemah. Pada kelainan akut

dipakai pula K.T. yang lemah. Pada kelainan subakut digunakan K.T. sedang. Jika kelaianan

kronis dan tebal dipakai K.T. kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi, yang semula

Page 17: dermatoterapi 2

dua kali sehari menjadi sekali sehari atau diganti dengan K.T. sedang/lemah untuk mencegah

efek samping.

Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan

pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten.

Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak) dan wajah digunakan K.T. lemah/sedang. K.T.

jangan digunakan untuk infeksi bakterialm infeksi mikotik, infeksi virus, dan skabies.

Di sekitar mata hendaknya berhati-hati untuk menghindari timbulnya glaukom dan

katarak.

Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan dosis maksimum per kali

10 mg.

12. Menthol

Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada camphora,

konsentrasinya ¼ -2%.

13. Podofilin

Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk kondiloma

akuminatum. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci.

14. Selenium disulfid

Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan tinea

versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksis rendah.

15. Sulfur

Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi.

Bersifat antiseboroik, anti akne, antiskabies, antibakteri positif. Gram dan antijamur. Yang

digunakan adalah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang endap)

berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai dalam konsentrasi 4-20%. Dapat

digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak kocok. Contoh dalam salap adalah salap 2-4

yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%. Sedangkan contoh dalam

bedak kocok ialah losio Kummerfeldi dipakai untuk akne. Susunannya ialah sebagai berikut:

R/ Camphorae 3

Sulfuris praecipitati 20

Mucilaginis gummi arabici 10

Page 18: dermatoterapi 2

Solutionis hydratis calcili 134

Aquae rosarum 133

16. T e r

Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara, kayu dan

fosil. Yang berasal dari batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Yang

berasal dari kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Contoh yang berasal dari fosil

ialah iktiol.

Preparat ter yang kami sering gunakan ialah likuor karbonis detergens karena tidak

berwarna hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasi 2-5%. Efeknya anti

pruritus, antiradang, antieksem, antiakantosis keratoplastik, dapat digunakan untuk psoriasis

dan dermatitis kronis dalam salap. Jika terdapat lesi yang universal, misalnya pada psoriasis,

tidak boleh dioleskan di seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan memberi efek toksik

terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3, hari I : kepala dan ekstremitas atas,

hari II : batang tubuh dan hari III ekstremitas bawah.

Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu diperhatikan adanya reaksi fototoksik,

pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter akne. Efek karsinogen

ter batubara dapat terjadi pada pemakaian lama. Pada pemakaian dalam waktu yang singkat

efek samping ini tidak pernah terjadi.

17. Tiosulfas natrikus

Kristal mudah larut dalam air. Bersifat antimikotik untuk tinea versikolor dengan

larutan 25%.

18. Urea

Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat dipakai

untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein.

19. Zat antiseptik

Page 19: dermatoterapi 2

Zat ini bersifat antiseptik dan/atau bakteriostatik. Zat-zat antiseptik lebih disukai

dalam bidang dermatologi daripada zat antibiotik, sebab dengan memakai zat antiseptik

persoalan resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan.

Golongan antiseptik:

a. Alkohol

b. Fenol

c. Halogen

d. Zat-zat pengoksidasi

e. Senyawa logam berat

f. Zat warna

a. Golongan Alkohol

Etanol 70% mempunyai potensi antiseptik yang optimal. Efek sampingnya

menyebabkan kulit menjadi kering.

b. Golongan Fenol

- Fenol : pada konsentrasi tinggi, misalnya fenol likuifaktum yang berkonsentrasi

jenuh mempunyai efek kaustik, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat

bakteriostatik dan antipruritik (1/2-1%)

- Timol : bersifat desinfektan pada konsentrasi 0,5% dalam bentuk tingtur.

- Resorsinor : efeknya ialah antibakterial, antimikotik, keratolitik, antiseboroik,

konsentrasi 2-3%

- Heksaklorofen: senyawa ini mengandung klor. Bersifat bakteriostatik. Larutan

heksaklorofen 3% berkhasiat terhadap kuman positif gram.

c. Golongan Halogen

Yodium. Bersifat bakteriostatik, misalnya pada tingtur yodium dan lugol. Tingtur

yodium berwarna coklat, dapat menyebabkan iritasi, vesikulasi kulit, dan deskuamasi.

Khasiatnya antibakterial dan antimikotik dengan konsentrasi 1%. Dalam klinik yodium

dipakai untuk

desinfeksi kulit pada pembedahan. Segera sesudah itu kulit harus dibersihkan dengan

alkohol 70%.

d. Zat Pengoksidasi

Zat pengoksidasi dipakai sebagai desinfektan pada dermatoterapi topikal.

1. Pemanganas Kalikus

Page 20: dermatoterapi 2

Zat ini mempunyai efek antiseptik lemah dalam larutan encer dalam air. Pada

konsentrasi tinggi bersifat astringen dan kaustik. Dipakai sebagai kompres terbuka (1:10.000)

untuk dermatosis yang akut dan eksudatif. Untuk ulkus yang eksudatif dapat dipakai

konsentrasi 1:5000. Larutan harus dibuat segar karena cepat mengadakan dekomposisi

(warna coklat).

2. Benzoil-Peroksid

Zat ini merupakan zat pengoksidasi kuat pada konsentrasi 2,5-10%. Bersifat

antiseptik, merangsang jaringan granulasi dan bersifat keratoplastik. Efek samping: kadang-

kadang terjadi alergi dan memutihkan pakaian.

e. Senyawa Logam Berat

1. Merkuri

Zat ini dulu banyak dipakai dalam dermatologi. Sekarang tidak dipakai lagi karena

sensitisasi garam-garam merkuri.

2. Perak

a. Larutan Perak Nitrat

Perak nitrat berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air, warna perak nitrat berubah

menjadi hitam bila terkena sinar matahari, karena itu harus disimpan dalam botol berwarna

gelap.

Larutan perak nitrat kami pakai untuk ulkus yang disertai pus yang disebabkan oleh

kuman gram negatif. Konsentrasinya 0,5% atau 0,25% bersifat antiseptik dan astringen.

Kompres ini mewarnai kulit, tetapi akan hilang sendiri perlahan-lahan. Jika terkena lantai

akan menjadi hitam dan tidak dapat hilang. Dapat pula dipakai dengan konsentrasi 1%o untuk

dermatitis eksudatif yang kurang atau tidak memberi perbaikan dengan kompres lain.

Larutan dengan konsentrasi 20% bersifat kaustik dipakai pada ulkus dengan

hipergranulasi. Caranya ditutul dengan lidi dan kapas sehari sekali. Kulit di sekitarnya tidak

boleh terkena karena akan rusak.

b. Sulfadiazin Perak

Sulfadiazin perak dipakai untuk pengobatan luka bakar. Di bagian kami juga

digunakan untuk nekrolisis epidermal toksik.

Page 21: dermatoterapi 2

Kerjanya sebagai antiseptik berdasarkan gugus sulfa dan gugus peraknya. Sulfa

berkhasiat untuk kuman positif gram, sedangkan perak berkhasiat untuk kuman negatif gram.

Konsentrasi 1% dalam krim.

f. Zat Warna

Zat warna masih sering dipakai dalam pengobatan topikal. Efeknya ialah astringen

dan antiseptik. Misalnya:

Zat warna akridin, umpamanya akridin laktat (rivanol) dipakai untuk kompres dengan

konsentrasi 1%o, juga bersifat deodoran. Metil rosanilin klorida atau gentian violet, dipakai

dalam konsentrasi 0,1%-1% dalam air. Zat ini juga mempunyai efek antimikroba terhadap

Candida albicans, di daerah intertrigo atau anogenital.